Reni Lestary
-
Upload
asrarudin-hamid -
Category
Documents
-
view
50 -
download
0
Transcript of Reni Lestary
Askep HIPOTIROIDISME
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan
hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain
(Alvyanto, 2010).
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi
tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik
tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari
saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini
sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Hipotiroidisme?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah kedalam
proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah
pada gangguan Hipotiroidisme.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pengertian Hipotiroidisme.
2. Mendeskripsikan jenis-jenis Hipotiroidisme.
3. Mendeskripsikan penyebab Hipotiroidisme.
4. Mendeskripsikan asuhan keperawatan Hipotiroidisme.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sesuai dengan penulisan makalah yang membahas tentang Hipotiroidisme maka manfaat
pada pembuatan makalah ini untuk mengembangkan pengetahuan masyarakat dan perawat
Hipotiroidisme.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham akan perawatan
Hipotiroidisme.
b. Bagi Penulis
Dengan melakukan pembutan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan memahami
secara spesifik tentang Hipotiroidisme.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau akibat
destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat
juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital.
Goiter dapat terlihat pada pasien hipotiroidisme dengan dapat herediter dalam biosintesis
hormone tiroid; pada penderita seperti ini terjadi peningkatan pelepasan TSH yang
menyebabkan pembesaran tiroid goiter dapat juga terlihat pada penderita tiroiditis Hashimoto,
suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya dikaitkan
dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal sel antiroid. Pasien dengan hipotoidisme
sekunder mungkin menderita tumor hipofisis dan defisiensi hormone-hormon trofik hipofisis
lainya.
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan
terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-
kadang disebut miksedema.
Hipotiroidisme congenial atau kretinisme mungkin sudah timbul sejak lahir, atau menjadi
nyata dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Nanifestasi dini kritenisme antara lain ikterus
fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi, somnolen, dan kesulitan untuk mencapai
perkembangan normal. Anak yang menderita hipotiroidisme congenital memperlihatkan tubuh
yang pendek; profil kasar, lidah menjulur kkeluar; hidung yang lebar dan rata; mata yang
jaraknya jauh; rambut jarang; kulit kering; perut menonjol; dan hernia umbilikalis.
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan, disgenesis spifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Komplikasi utama dari
hipotiroidisme congenial dan hipotiroidisme juvenilis yang tidak diketahui dan tidak diobati
adalah retardasi mental. Keadaan ini dapat dicegah dengan memperbaiki hipotiroidisme secara
dini. Para ahli medis yang merawat bayi baru lahir dan bayi kecil harus menyadari kemungkinan
ini.
2.2 Jenis
Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus
Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi
perifer.
Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya
diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan T4 turun. Manifestasi klinis
hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.
2.3 Penyebab
Namun, pada Buku Ilmu Kesehatan, hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan penyebabnya,
yaitu:
a. Bawaan
Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
Kelainan hormogonesis
Kelainan bawaan enzim (inborn error)
Defisiensi yodium (kretinisme endemik)
Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
b. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang
sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
Idiopatik (autoimunisasi)
Tiroidektomi
Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
Pemakaian obat anti-tiroid
Kelainan hipofisis.
Defisiensi spesifik TSH
2.4 Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidism terjadi akibat malfungsi hipofisis,
maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidism yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan
TRH.
Penyakit Hipotiroidisme.
Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang
merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar
TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak
diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetikuntuk mengidap penyakit ini.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto,
kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif
maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah
pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi
aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam.
darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya
umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa.
Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara
terbelakang.
Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk
kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH,
atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab
kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapatmeningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid
karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipotiroidisme bentuk dewasa dan bentuk juvenilis antara lain;
1. Suara parau, tidak tahan dingin dan keringat berkurang
2. Kulit dingin dan kering.
3. Wajah membengkak dan gerakan lamban.
4. Aktivitas motorik dan intelektual lambat.
5. Relaksasi lambat dari reflek tendon dalam, perempuan yang menderita hipotiroidisme sering
mengeluh hiperminore.
2.7 Penatalaksaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigi,hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi
apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma
miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Tes-tes laboratium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme antara lain: kadar
tiroksin dan dan triyodoronin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol
serum. Kadar TSH serum mungkin tinggi mungkin pula rendah, bergantung pada jenis
hipotiroidisme. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH serum akan tinggi, sedangkan kadar
tiroksin rendah. Sebaliknya, kedua pengukuran tersebut akan rendah pada pasien dengan
hipotiroidisme sekunder.
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai
dalam dosis rendah (50 µg/hari), khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan
miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit ditingkatkan
sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal 150 µg/hari. Pada dewasa muda, dosis
pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya. Pengukuran kadar TSH pada pasien
hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini
harus dipertahankan dalam kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan
hipotiroidisme sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti kadar tiroksin bebas.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan
memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan
T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena
dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan
secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang
hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone
tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat
diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA GANGGUAN SYSTEM ENDOKRIN HIPOTIROIDISME
3.1 Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara
lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama klien
mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen
Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata –
bata, gangguan memori
Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido
Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin
b. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang
mengalami atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
d. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
e. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
Pola makan
Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
Pola aktivitas.
f. Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri. Keluarga
mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana
konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan
dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik
klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan
pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH
serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sekunder terhadap
hipotiroidisme
2. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
3.3 Intervensi Keperawatan
N
o
Diagnosa Tujuan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasionalisasi
1 Intoleran aktifitas
berhubungan
dengan
penurunan
metabolism
sekunder
Tolerasi
aktivitas
membaik.
Melaporkan
sedikit lelah
pada AKS
1.Anjurkan
aktivitas sesuai
tolerasi.
2.Bantu aktivitas
Istirahat
membantu
menghemat
energy.
Memberikan
terhadap
hipotiroidisme
perawatan
mandiri ketika
pasien berada
dalam keadaan
lelah.
kesempatan
pada pasien
berada dalam
keadaan lelah
2 Resiko tinggi
terhadap
konstipasi
berhubungan
dengan
penurunan
peristaltic
Hilang dari
konstipasi
Melaporkan
pasase
bentuk feses
lunak
1.Berikan makanan
yang kaya serat.
2.Ajarkan pada
pasien tentang
jenis – jenis
makanan yang
banyak
mengandung air.
3.Kolaborasi
pemberian obat
pencahar dan
enema bila
diperlukan.
Meningkatkan
massa feses
dan frekuensi
buang air
besar.
Untuk
peningkatan
asupan cairan
kepada pasien
agar feses tidak
keras.
Untuk
mengencerkan
feses.
3 Pola nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan depresi
ventilasi
Perbaikan
dan pola
nafas normal
Melaporkan
dapat
bernafas
dengan
efektif
1. Pantau frekuensi,
kedalaman, pola
pernafasan.
Mengidentifika
si hasil
pemeriksaan
dasar untuk
memantau
perubahan
selanjutnya dan
mengevaluasi
efektivitas
2. Dorong pasien
untuk nafas dalam
dan batuk.
intervensi.
Mencegah
aktifitas dan
meningkatkan
aktifitas yang
adekuat.
3.4 Implementasi
Diagnosa I : Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolism sekunder terhadap
Tindakan :
a. Menganjurkan aktivitas sesuai tolerasi.
b. Memberikan Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Diagnosa II : Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
Tindakan :
a. Berikan makanan yang kaya serat.
b. Ajarkan pada pasien tentang jenis – jenis makanan yang banyak mengandung air.
c. Kolaborasi pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan.
Diagnosa III : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
Tindakan :
a. Memantau frekuensi, kedalaman, pola pernafasan.
b. Mendorong pasien untuk nafas dalam dan batuk.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan perbandingan
yang sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul Effendi, 1995).
Evaluasi pada pasien dengan gangguan system endokrin hipotiroidsme adalah :
1. Perbaikan dan pola nafas normal.
2. Tolerasi aktivitas membaik.
3. Klien dapat beraktivitas kembali
4. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi
tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau akibat
destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat
juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital.
Hipotiroidism adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan
terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-
kadang disebut miksedema.
4.2 Saran
Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan endokrin
hipotiroidsm ini diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan mengerti
tentang cara pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan endokrin
hipotiroidsme.
ASKEP HIPOPARATIROIDISME
HIPOPARATIROIDISME
DEFINISI• Hipoparatiroidisme adalah kurangnya sekresi PTH ditandai oleh gejala-gejala klinis hiperaktivitas neuromuskular dan secara biokimiawi ditandai oleh hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan menurunnya sampai tidak adanta IPTH dalam sirkulasi (Endokrinologi Dasar dan Klinik).• Hipoparatiroidisme terjadi bila hormon paratiroid tidak mencukupi, atau bila hormon itu tidak dapat berfungsi di tingkat jaringan (Patofisiologi Untuk Keperawatan).
ETIOLOGI1. Sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplay darah tergenggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher.2. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.3. Tidak ada kelenjar paratiroid (kongenital).4. Malabsorpsi gastrointestinal.5. Alkoholisme.6. Defek selektif absorpsi Mg dalam usus.
PATOFISIOLOGIGejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Hipoparatiroidisme fungsional terjadi pada pasien yang telah lama mengalami hipomagnesia lama. Pasin-pasien ini termasuk mereka-mereka yang dengan defek selektif pada absorpsi Mg dalam usus, malabsorpsi gastrointestinal atau alkoholisme. Karena Mg dibutuhkan untuk melepaskan PTH dari kelenjar, IPTH serum khas sangat rendah atau tak terdeteksi. Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kasium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hifosfaturia, dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Hipokalsemia dan alkalosis, jika cukup parah menyebabkan eksitabilitas neuromuscular yang menu\ingkat dengan akibat timbul tetani dan paresthesia.
PATHWAYSTerlampir
MANIFESTASI KLINISA. Manifestasi Neuromuskular1. ParesthesiaRasa kebas dan kesemutan dapat terjadi di sekeliling mulut, ujung-ujung jari, kadang-kadang di kaki.2. TetaniTangan, lengan bawah dan yang lebih jarang kaki berubah bentuk yang khas. Pertama-tama jempol teradduksi dengan kuat diikuti fleksi sendi metakarpafalangeal, ekstensi sendi
interfalangeal (jari-jari bersamaan) dan fleksi sendi pergelangan dan siku.3. HiperventilasiKarena kepanikan akibat tetani, pasien dapat hiperventilasi dan mensekresi jumlah epinefrin yang meningkat.4. Gejala-gejala AdrenergikPeningkatan sekresi epinefrin lebih jauh menimbulkan anxietas, takikardi, berkeringat, dan kepucatan perifer dan sirkumoral.5. KejangPasien-pasien dengan hipoparatiroidisme dapat timbul kejang.
6. Tanda-tanda tetani lain• Tanda Chvostek, ditimbulkan dengan mengtuk nervus fasialis tepat di sebelah anterior daun telinga, tepat dibawah zigomatikus dan sudut mulut.• Tanda Trousseau harus dicari dengan manset sfigmomanometer. Tanda Trousseau adalah tanda tetani laten yang paling dapat dipercaya dan harus di uji dan dicatat segera pada masa pasca operatif.7. Tanda-tanda EkstrapiramidalSindroma neorologis ekstrapiramidal, termasuk parkinsonisme klasik terjadi pada hipoparatiroidisme kronis.
B. Manifestasi Klinis Lain1. Katarak Lensa PosteriorIni adlah sekuele hipoparatiroidisme paling umum. Katarak ada dan tumbuh untuk waktu 5-10 tahun sebelum terjadi gangguan penglihatan.2. Manifestasi JantungPemanjangan interval QT pada EKG (yang dikoreksi untuk kecepatannya) dikaitkan dengan hipokalsemia.3. Manifestasi GigiKelainan pembentukan enamel, tidak adanya atau terlambat erupsi dan terganggunya pembentukan akar gigi adalah tanda petunjuk adanya hipokalsemia yang ada pada masa kanak-kanak.4. Sindroma MalabsorpsiMalabsorpsi intestinal dengan steatorea tidak umum dijumpai pada hipoparatirodisme tapi bisa muncul pada pasien dengan penyakit lama yang tidak terobati.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.2. Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiroidektomi, berikan kalsium glukonat IV segera. Sedatif dapat juga diberikan. Parathormon parenteral juga mungkin diberikan; awasi terhadap reaksi alergi.3. Kurangi peka rangsang neuromuskular dengan memberikan lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu yang terang, atau gerakan mendadak.4. Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau ventilasi mekanik untuk gawat napas.
KOMPLIKASI
Disamping hiperkalsemia, hipokalsiuria timbul sebagai komplikasi pengobatan yang berhasil adalah disebabkan oleh PTH tidak lagi mempertahankan absorpsi kalsium tubulus ginjal yang normal. Oleh karena itu, pengukuran yang teliti dari kalsium urin 24 jam merupakan keharusan, sementara kadar normal kalsium serum didekati selama pengobatan kalsium dan vitamin D untuk menghindari kemungkinan pembentukan batu ginjal.Diuretik tiazid, yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal bila berguna pada kasus ini dan bisa menambah keuntungan dari pencapaian eukalsemia parsial. Nyatanya, pengobatan semacam ini telah digunakan dengan berhasil tanpa vitamin D dalam penanganan hipoparatiroidisme ringan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIANObservasi atau temuan :1. Neurologis• Paresthesia : bibir, liah, jari-jari, kaki.• Kesemutan.• Tremor.• Hiperrefleksia.• Tanda Chvostek dan atau Trousseau positif.• Papiledema.• Labilitas emosional.• Peka rangsang.• Anxietas.• Depresi.• Delirium.• Delusi.• Perubahan dalam tingkat kesadaran.• Tetani.• Kejang.2. Muskuloskeletal• Kekakuan.• Keletihan.3. Kardiovaskuler• Sianosis.• Palpitasi.• Disritmia jantung.• Perubahan dalam gambaran EKG : perpanjangan interval QT, peninggian atau inversi gelombang T, blok jantung.
4. Pernapasan• Suara serak.• Edema atau stridor laring.5. Gastrointestinal• Mual, muntah.• Nyeri abdomen.
6. Ginjal : pembentukan kalkuli.7. Integumen• Kulit dan kuku keras.• Pigmentasi kutan.• Alopesia.• Kuku rapuh.
DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.2. Pola napas tak efektif b.d spasme laring.3. Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi dan kram otot.
INTERVENSI KEPERAWATAN1. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.Kriteria Hasil : Pasien akan mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol.Intervensi RasionalMandiri :1. Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140-200 x/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis (berkembangnya edema paru atau GJK). Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi subtotal dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.2. Evaluasi reflek secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, paresthesia, Tanda Chvostek dan Trousseau positif, adanya kejang. Hipokalsemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1-7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hipoparatiroidisme yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak di sengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.3. Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang atau di beri bantalan, tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan napas buatan di dekat pasien. Hindari penggunaan restrein. Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Kolaborasi :4. Pantau kadar kalsium darah. Pasien dengan kalsium kurang dari 7,5/100ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.5. Berikan obat sesuai indikasi : • Kalsium (glukonat, laktat) Untuk memperbaiki kekurangan yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen. Catatan: gunakan dengan berhati-hati pada pasien pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis yang berpotensi menimbulkan toksik.• Agen-ikatan fosfat Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang meningkat b.d hipokalsemia.
• Sedatif
• Antikonvulsan Meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari luar.Mengendalikan kejang sampai terapi yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan.
2. Diagnosa Keperawatan : Pola napas tak efektif b.d spasme laring.Kriteria Hasil : Frekuensi, irama, dan kedalamam pernapasan normal bagi pasien.Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.Intervensi RasionalMandiri : 1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas suara setiap 2 jam.
2. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring tiap 4 jam.
3. Instruksikan pasien untuk mengiformasikan pada perawat atau dokter saat pertama kali terjadi tanda kekakuan pada renggorok atau sesak napas.4. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan napas ; pertahankan dalam posisi alamiah.
Pengkajian yang berulang kali sangat penting karena mungkin kondisi pasien berubah secara drastic.Suara stridor laring dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.Dilakukan agar dapat segera diberikan tindakan yang tepat.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah.Kolaborasi : 5. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.6. Berikan atau pertahankan alat Bantu pernapasan (ventilator). Dilakukan untuk memaksimalkan oksigen.
Dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Selang endotrakheal mungkin tetap pada tempatnya dan penggunaan mesin Bantu pernapasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.
3. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi, dan kram otot.Kriteria hasil : Tingkat aktivitas pasien meningkat tanpa dispnea, takikardi, atau peningkatan TD.Pasien melakukan AKS tanpa susah payah.Intervensi Rasional1. Kaji pola aktifitas yang lalu. Dapat menentukan tingkat kemajuan aktivitas yang dapat dilakukan pasien.2. Kaji terhadap aktivitas • Catat perubahan TD, nadi, dan pernapasan.• Hentikan aktivitas bila terjadi perubahan.• Tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi.
Dilakukan untuk melatih mobilisasi pasien.• Ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktiviyas dan untuk mengurangi, menghentikan, atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.• Rencakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan; jadwalakan bantuan dengan orang lain.• Seimbangkan antara aktivitas dengan waktu istirahat.• Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien untuk menghemat penggunaan energi. Meningkatkan pemahaman pasien mengenai penyakitnya dan meminimalkan resiko cedera.
Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
Agar tidak terjadi keletihan dan kelemahan otot.Tehnik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan supply dan kebutuhan oksigen.