PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI SECARA SEKTORAL …
Transcript of PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI SECARA SEKTORAL …
PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI SECARA SEKTORAL
TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI PROVINSI MALUKU
IMPACT OF SECTORAL ECONOMIC DEVELOPMENT
ON REGIONAL REVENUE IN MALUKU PROVINCE
FREDY KASTANYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2
PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI SECARA SEKTORAL
TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI PROVINSI MALUKU
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Magister Keuangan Daerah
Disusun dan diajukan Oleh
FREDY KASTANYA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
3
4
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fredy Kastanya
Nomor Induk Mahasiswa : P2600209644
Program Studi : Magister Keuangan Daerah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Mei 2013
Yang menyatakan,
Fredy Kastanya.
5
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat, rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan Hasil Penelitian tesis dengan
judul “Pengaruh Pembangunan Ekonomi Secara Sektoral Terhadap
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Maluku sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Dari seluruh rangkaian kegiatan penyusunan Hasil Penelitian tesis
ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan
moril maupun materil. Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr.
Sumardi, S.E.,M.Si selaku Pembimbing I dan Dr.Madris, DPS.,M.Si selaku
Pembimbing II yang dengan tulus dan penuh perhatian senantiasa
meluangkan waktunya yang amat berharga untuk memberikan petunjuk dan
bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis juga
menyampakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program
Studi Magister Keuangan Daerah Universitas Hasanuddin Dr. Sumardi,
S.E.,M.Si dan juga Pengelola Program Studi di Ambon Dr. H. Muspida, M.Si
dan Drs. M. Bugis, M.Si yang selalu membantu penulis dalam proses
perkuliahan sampai pada proses penyelesaain penelitian tesis ini.
6
Akhirnya penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif d alam rangka penyempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, Maret 2012.
Penulis
7
8
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang 1
B Rumusan Masalah 10
C Tujuan Penulisan 11
D Manfaat Penelitian 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 13
A Teori Keuangan Daerah 13
B Efisiensi dalam Pengeluaran Negara 15
C Anggaran Belanja Sebagai Program Kegiatan Pemerintah 17
D Peranan Dan Fungsi Anggaran Negara dan Daerah 18
E Hubungan keuangan Pusat Dan Daerah 26
F Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi 31
G Anggaran Daerah Sektor Publik 42
H Produk Domestik Regional Bruto 44
10
I Pendapatan Asli Daerah (PAD) 50
J Tinjauan Penelitian Sebelumnya 57
K Kerangka Pikir Penelitian 59
BAB III METODE PENELITIAN 63
A Lokasi dan Waktu Penelitian 63
B Rancangan Penelitian 63
C Jenis Data 63
D Teknik Pengumpulan Data 64
E Metode Analisa Data 64
F Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 67
A Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian 67
B Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan Dan Kelautan 69
C Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan 72
D PDRB Provinsi Maluku 74
E Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku Tahun 2003 – 2009 77
F Hasil Pengujian Hipotesis 80
G Pembahasan
91
11
BAB V PENUTUP 101
A Kesimpulan 101
B Saran 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1. PDRB Provinsi Maluku Tahun 2002 – 2009 9
4.1. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian Tahun 2002 - 2008 67
4.2. Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan Tahun 2002 - 2008 70
4.3. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan Tahun 2002 -
2008
73
4.4. PDRB Provinsi Maluku Menurut Harga Konstan Tahun 2003 - 2009 75
4.5. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku Tahun 2003- 2009 78
4.6. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Sektor Perikanan dan Kelautan, serta Perindustrian dan Perdagangan terhadap PDRB
81
4.7. Pengaruh Langsung PDRB terhadap PAD 84
4.8. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total
87
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pikir Penelitian 61
4.1. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian Tahun 2002 – 2008 69
4.2. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan Tahun 2002
- 2008
71
4.3. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
Tahun 2002 - 2008
73
4.4. Perkembangan PDRB Menurut Harga Konstan di Provinsi Maluku
Tahun 2003 – 2009
77
4.5. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku Tahun 2003 – 2009 79
4.6. Model Analisis Jalur
90
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika gaung reformasi telah didengungkan oleh kebanyakan orang
sebagai manivestasi dari perasaan tidak puas atas kepemimpinan rezim Orde
Baru, maka apa yang ada dibenak kita adalah perubahan sebuah sistem dari
sentralistik menjadi desentralistik. Walaupun tidak dengan serta merta
kewenagan pemerintah pusat didelegasikan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah. Maluku sebagai bagian dari wilayah Indonesia yang memiliki alam
yang potensial juga turut menyambut dengan suka cita akan proses reformasi
yang tengah berjalan sampai saat ini dan kemudian lebih dikenal dengan
istilah otonomi daerah.
Otonomi daerah merupakan bagian integral dari lompatan yang besar
dibidang ketatanegaraan serta arus besar demokratisasi dimana intinya
adalah perubahan paradigma dalam penyelengaraan pemerintah daerah
yang lebih otonom. Adanya proses pengalihan tanggung jawab yang cukup
substansial akan penyediaan barang serta penyediaan jasa publik yang pada
mulanya dilakukan oleh pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Dengan diberlakukan otonomi daerah dengan mengacu pada UU No.
22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32
tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 dan kemudian direvisi lagi menjadi
15
UU No. 12 tahun 2008 dan yang mengenai APBN ditetapkan dalam UU No.
41 tahun 2008 mempunyai implikasi yang berbeda pada tiap-tiap daerah
dimana yang mengatur serta melaksanakan pemerintahan itu diserahkan
kepada daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan yang
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, begitupun dengan
perimbangan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dan antara pemerintahan daerah perlu diatus secara selaras. Kemampuan
setiap daerah dalam melaksanakan fungsi otonomisasinya tidak sama satu
dengan yang lainnya. Baik kemampuan sumber daya manusia dalam
mengelola pemerintahan maupun potensi sumber daya alam, belum lagi
permasalahan Intergoverment Fiscal Relation dalam satu wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan ekonomi daerah dalam bentuknya
yang berupa kedua Undang-Undang yakni UU No. 32 Tahun 2004 dan UU
No. 33 Tahun 2004 tersebut adalah merupakan kebijakan yang sangat
strategi. Kedua Undang-Undang ini mempunyai prospek bagi munculnya
pemerintahan yang akuntabel dan terpercaya, dapat meningkatkan prakarsa
dan peran serta masyarakat yang ada didaerah, pengembangan demokrasi
dan kedaulatan rakyat, serta pemberdayagunaan masyarakat dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia yang semuanya diperuntukan
16
sebagai langkah menuju peningkatan kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan.
Dalam hal ini Mardiasmo (2002:96) mengatakan bahwa : “ Kebijakan
pemberian otonomi daerah dan desentrlisasi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan dua langkah strategis.
Pertama, desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa
Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, tidak meratanya arus
pembangunan, rendahnya kualitas taraf hidup masyarakat dan masalah
pembangunan sumber daya manusia. Kedua,desentralisasi merupakan
langkah awal yang strategi bagi daerah untuk menyongsong era globalisasi
dengan memperkuat basis perekonomian daerah terutama perekonomian
pada sektor riil. Dengan bahasa yang lebih sederhana, desentralisasi
membawa dampak yang cukup signifikan terhadap penyelenggaraan
Reiventing Goverment mengelola keuangan daerahnya sendiri dalam
menetapkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) serta
menentukan arah pembangunan sesuai dengan potensi dan kebutuhan
daerahnya. Salah satu perubahan paradigma yang ada adalah mulai
diterapkannya konsep Value of Money yaitu ekonomis, efektif dan efisien
yang mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dan memperhatikan
dengan seksama setiap rupiah dana yang diterima dan yang akan
dikeluarkan. Dalam kerangka itu maka perencanaan pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintah di daerah harus dipersiapkan dengan baik dan
17
memperhatikan berbagai hal dan turut serta mensukseskannya, terutama
kesiapan daerah untuk membiayai dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan
daerahnya sendiri. Aspek keuangan daerah merupakan bagian dari sistem
pemerintahan daerah yang berfungsi memberikan dukungan secara finansial
dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sebagai
sarana utama keuangan daerah anggaran belanja publik yang ditetapkan
setiap tahun merupakan salah satu instrumen kebijakan publik dalam rangka
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu DPRD sebagai wakil rakyat berusaha secara kongkrit untuk
mengoptimalkan segenap potensi keuangan sesuai dengan potensi daerah
yang dimilikinya.
Demikian pula dengan Propinsi Maluku dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah khususnya pengalokasian dan penentuan
skala prioritas anggaran harus mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat
sehingga benar-benar mencerminkan kebutuhan semua pihak untuk
mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang mana dalam
pengukurannya menggunakan data produk domestik bruto yakni seluruh
barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu wilayah region tanpa
memperhatikan dari mana asal dari faktor produksi yang digunakan.
Sedangkan pendapatan yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan produksi
tersebut disebut pendapatan domestik. Dengan demikian hak-hak
masyarakat dapat dipenuhi dan dilayani dengan baik melalui kebijakan
18
anggaran yang peka terhadap aspirasi masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting sebagai
perencana pembangunan dan penyusun anggaran. Pemerintah harus
memiliki kemampuan dalam menentukan besarnya tingkat investasi yang
diperlukan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat.
Strategi kebijakan pengalokasian Anggaran Belanja dan Pembangunan di
Maluku dimaksudkan untuk mendorong kegiatan perekonomian daerah
dicerminkan melalui besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Sejak otonomi daerah dijalankan, maka diperlukan kewenangan yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab di Daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah yang nyata, transparan, efektif dan efisien. Pembiayaan
pemerintahan Daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah harus
mengacu pada ketiga dasar dasar tersebut diperlukan biaya/anggaran dalam
melaksanakan program dan kegiatan pembangunan di daerah dalam segala
bidang, disamping itu pemerintah daerah harus berupaya untuk menggali
sumber-sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan pelaksanaan
desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah, anggaran biaya untuk
19
dekonsentrasi dan anggaran biaya tugas pembantuan. Disadari akibat krisis
multidimensional tahun 1997 sumber pendapatan asli daerah yang makin
merosot akibat Krisis yang diawali dari krisis moneter dan konflik soial
pada tahun 1999 sampai tahun 2004 yang mengakibatkan sumber
keuangan daerah terbatas. Lahirnya Otonomi Daerah disambut dengan
berbagai harapan dan kecemasan oleh segenap masyarakat didaerah
artinya sebagian masyarakat didaerah bermimpi bahwa otonomi daerah akan
menjadikan masyarakat lebih makmur dan sejahtera. Namun tidak sedikit
pula daerah yang cemas karena menyadari minimnya potensi dan
sumberdaya yang dimiliki. Pada era otonomi ini Pemerintahan Pusat telah
memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masayrakat sesuai prakarsa sendiri dan berdasarkan aspirasi masyarakat.
Hal ini tercermin pada penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan daerah yang lebih mengedepankan pelaksanaan azas
desentralisasi dari pada azas dekonsentrasi dan azas tugas pembantuan.
Pelaksanaan pembangunan disegala bidang yang dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Maluku yang dibiayai dari dana APBD tahun 1993
belum mengalami perubahan drastis sampai dengan tahun 2009 akibat
Konflik Sosial terjadi di Daerah Maluku maka fonomena dan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi daerah makin lemah dan program pemerintah yang
diterapkan disegala bidang meliputi bidang sosial, keamanan, ekonomi,
20
pemerintahan, pendidikan, kesehatan sumberdaya alam dan lingkungan
serta sarana dan prasarana wilayah yang direnacakan didaerah belum
berjalan semaksimal mungkin. Hal ini disebabkan karena pembangunan
infrastruktur pemerintahan dan segmentasi ideologis di kalangan birokrasi
pemerintahan daerah akibat tekanan kondisi pertikaian, menyebabkan tugas
pokok Pemerintah Daerah tidak dapat dilaksanakan secara optimal dan
akuntabel. Sejalan Kewenangan otonomisasi daerah yang begitu luas
tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah
untuk menjalankan kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah
bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang menjadi kewenangannya.
Pada dasarnya pengeluaran pembangunan merupakan wahana
untuk mewujudkan kesejahteraan. Dengan kata lain, untuk meningkatkan
kemakmuran secara merata dan serasi antar daerah dan antar golongan,
dilaksanakan melalui upaya bidang ekonomi. Prioritas diberikan kepada
sektor-sektor yang merangsang dan menimbulkan dampak kegiatan ekonomi
secara lebih luas dan intensif. Kreteria ini sekaligus berarti perluasan
lapangan dan kesempatan kerja (Moh. Arsjad Anwar, 1986: 69).
Menurut Mangkoesubroto (1998;169) Pengeluaran pemerintah
mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan
suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
21
melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil
dapat dipakai sebagai indicator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai
oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan
pemerintah, semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional (GNP)
adalah suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu
perekonomian.
Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari
kebijakan fiskal (Sadono Sukirno,2000) yakni suatu tindakan pemerintah
untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya
penerimaan dan pengeluaran pemerintah tiap tahunnya yang tercermin
dalam dokumen APBN untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional.
Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga,
tingkat output maupun kesempatan kerja dan memacu pertumbuhan
ekonomi.
22
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Maluku Tahun 2002 – 2009
Tahun PDRB
(dalam rupiah) Pertumbuhan
(dalam persen)
2002 2.847.739.000 -
2003 2.970.466.000 4.13
2004 3.101.996.000 4.24
2005 3.259.244.000 4.82
2006 3.440.114.000 5.26
2007 3.633.475.000 5.32
2008 3.787.104.000 4.06
2009 3.992.788.000 5.15 Sumber : BPS Maluku (data diolah)
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa PDRB Provinsi
,maluku meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan PDRB ini juga
diakibatkan karena peningkatan struktur APBD dari tahun ketahun. Dalam
APBD terdapat alokasi belanja daerah yang terdiri dari belanja rutin dan
Pengeluaran Pemerintah. Penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh
alokasi Pengeluaran Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dalam hal
ini adalah PDRB dan Implikasinya pada Pendapatan Asli Daerah.
Pengeluaran Pemerintah lebih mempunyai hubungan yang kuat dengan
PDRB atau pertumbuhan ekonomi karena belanja pembangunan ditujukan
untuk membiayai fungsi agent of development dan dari pengeluaran ini akan
menghasilkan kembali produk-produk yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemajuan tingkat perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses pertumbuhan
kegiatan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kenaikan PDRB karena
23
adanya kenaikan output secara agregat. Mengingat bahwa kegiatan ekonomi
merupakan basis PAD, proses pertumbuhan kegiatan ekonomi yang terjadi
di masyarakat akan meningkatkan PAD bagi pemerintah daerah. Kegiatan
ekonomi yang dilakukan masyarakat juga akan meningkatkan pendapatan
mereka yang pada gilirannya akan menaikkan konsumsi dan tuntutan atas
penyediaan sarana dan prasarana publik, dan pada akhirnya akan
menaikkan PAD melalui sumber pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD,
dan lain-lain pendapatan daerah. Kenaikan PAD ini jika dibelanjakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan publik yang ditujukan untuk pembangunan
sarana dan prasarana publik, hal ini akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, sehingga akan meningkatkan PAD.
Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah lebih diarahkan pada
tiga sector unggulan yaitu sector Pertanian, Perikanan dan Kelautan serta
sector Perindustrian dan Perdagangan yang mempunyai pengaruh terhadap
PDRB dan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam
penulisan ini adalah :
1. Apakah Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai
Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku?
24
2. Apakah Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
mempunyai Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku?
3. Apakah Pengeluaran Pemerintah Sektor perindustrian dan
Perdagangan mempunyai Pengaruh Langsung terhadap PDRB
Provinsi Maluku?
4. Apakah PDRB Memiliki pengaruh langsung terhadap Pendapatan
Asli Daerah Provinsi Maluku?
5. Apakah Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan
Kelauatan serta perindustrian dan Perdagangan Kelautan
mempunyai Pengaruh tidak Langsung terhadap PAD Provinsi
Maluku melalui PDRB?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang
dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh langsung
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelauatan
serta perindustrian dan Perdagangan Kelautan terhadap PDRB
Provinsi Maluku
25
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB terhadap
terhadap PAD Provinsi Maluku
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tidak langsung
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelauatan
serta perindustrian dan Perdagangan Kelautan terhadap PAD
Provinsi Maluku Melalui PDRB
D. Manfaat Penelitian
Penelitian Tentang Pengaruh Pengembangan Ekonomi secara
Sektoral terhadap Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Provinsi
Maluku diharapkan bermanfaat sebagai :
1. Sumbangan pemikiran kepada para pengambil kebijakan dalam
mengembangkan peningkatan Pengeluaran Pemerintah pada sector
unggulan dan dampaknya pada Peningkatan PDRB dan Pendapatan
Asli Daerah.
2. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian lainnya yang berkaitan di
Provinsi Maluku.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Keuangan Daerah
Dalam dunia perekonomian modern kita dapat melihat ada
empat kelompok utama dari subjek ekonomi yaitu rumah tangga,perusahaan,
pemerintah dan luar negeri. Masing-masing subjek ekonomi ini memiliki
kegiatan yang pada umumnya bertujuan untuk mengetahui keinginan atau
memberikan kepuasan bagi anggota-anggota dari subjek ekonomi tersebut.
Keuangan Negara adalah ilmu yang membicarakan peranan pemerintah
dalam perekonomian serta dampak kebijaksanaan bidang fiscalterhadap
perekonomian. Didalam penelitian ini teori Keuangan Negara akan
dipusatkan pada satu subjek ekonomi besar yaitu pemerintah.
Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah mencapai tingkat
kemakmuran yang lebih tinggi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah
dapat ikut campur tangan secara aktif maupun secara pasif. Menurut kaum
klasik (Harold Groves, 1959:438-441) pemerintah mempunyai tiga fungsi
yaitu dalam bidang pertahanan nasional, keadilan sosial dan pekerjaan
umum. Disamping itu kaum klasik mengatakan bahwa penting bagi
pemerintah adalah tidak mengerjakan aktivitas yang telah dikerjakan oleh
para individu. John Stuart Mill mengatakan bahwa kehidupan perusahaan
adalah lebih baik dijalankan oleh swasta yang memang sudah tertarik untuk
27
mengerjakannya dan membiarkan usaha-usaha tersebut tanpa campur
tangan pemerintah. Ia mempertahankan pendapatannya dengan mengajukan
alasan yaitu :
a. Bahwa campur tangan pemerintah membatasi adanya kebebasan
individu walaupun peranan pemerintah dalam memelihara perdamaian
dan melindungi para invidu atas serangan dari luar maupun dari dalam
tetap dibutuhkan.
b. Para individu adalah subjek yang paling tertarik atas masalah-
masalahnya sendiri.
c. Pemerintah adalah inferior dalam mengusahakan industri maupun
perdagangan dibandingkan dengan kalau usaha tersebut dijalankan oleh
sektor swasta.
d. Orang akan dapat menambah kepercayaan terhadap dirinya sendiri
apabila orang tersebut mengerjakan pekerjaan-pekerjaan demi
kepentingannya sendiri.
Uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa dengan kebebasan
bertindak dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan apa
yang telah diinginkan. Apabila setiap orang merasa makmur semua
kebutuhannya telah terpenuhi. Kritik yang diberikan kepada kaum sosialis
adalah bahwa dengan dihapuskannya kebebasan individu akan mengurangi
hak-hak asasi manusia dan juga mengurangi inisiatif individu. Dalam
perkembangan bangsa-bangsa pada pertengahan abad 20 ternyata tidak ada
28
lagi sistem-sistem ekstrim yang murni. Negara-negara yang semula
menganut sistem kapitalis murni mulai memandang perlunya peranan
pemerintah dalam perekonomian. Sedangkan negara sosialis mulai
memandang perlunya kebebasan individu.
B. Efisiensi dalam Pengeluaran Negara
Berhasil atau tidaknya kebijakan pemerintah tergantung pada
kualitas pemerintah itu sendiri. Apabila pemerintah tidak efisien maka akan
terjadi pemborosan dalam penggunaan faktor-faktor priduksi. Jika pemerintah
terlalu berkuasa dan banyak menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam
perekonomian maka peranan sektor swasta akan semakin berkurang.
Individu dan badan usaha tidak dapat melatih dirinya dalam menciptakan
berbagai inisiatif secara efektif untuk mencapai keputusan yang rasional yang
sangat berguna bagi pencapaian kepuasan dan keuntungan yang maksimal.
Suatu alat yang cukup baik mengadakan pertimbangan dalam menjalankan
aktifitas pemerintahan adalah apa yang disebut dengan anggaran
penerimaan dan belanja (budget). Adapun yang dimaksud dengan budget
adalah suatu daftar/pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan
pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu yang
biasanya selama satu tahun.
29
Bidang-bidang yang dikenai pengaruh oleh adanya pengeluaran
pemerintah Negara atau pengeluaran pemerintah itu dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Konsumsi masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang dapat
memperbaiki pola dan kenaikan tingkat konsumsi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung ia memberikan fasilitas baik
untuk rekreasi maupun kebudayaan. Secara tidak langsung misalnya
melalui jasa didalam bidang pendidikan dan pengajaran.
b. Produksi. Bersama-sama dengan alam,modal, tenaga kerja dan
entrepeneur, pemerintahan pemerintah adalah faktor produksi.
c. Distribusi pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi distribusi
pendapatan maupun kebudayaan masyarakat.
d. Keseimbangan pendapatan nasional. Melalui politik fiskal pengeluaran
pemerintah yang berupa defissit spending, conpensatory dan public
envestment dapat menyeimbangkan jalannya perekonomian serta
tingkat pendapatan.
Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi yaitu :
a. Pengeluaran tersebut merupakan investasi yang menambah kekuatan
dan ketahanan ekonomis dimasa yang akan datang.
b. Pengeluaran langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
c. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.
d. Menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak.
30
C. Anggaran Belanja Sebagai Program Kegiatan Pemerintah
Dana dan pembiayaan pembangunan berasal dari berbagai
macam sumber, ada yang langsung diusahakan oleh pemerintah sendiri juga
ada yang diusahakan oleh masyarakat. The budget ducument those
become’s comprehensive statement of government’s financial framework for
the fiscal year in question (united nation,1961:79).Untuk dapat menjalankan
fungsinya sebagai program yang menunjang pembangunan secara
berencana maka anggaran belanja dan penyusunannya dikaitkan dengan
perencanaan pembangunan.
Didalam menyusun anggaran belanja memerlukan konsistensi dan
koordinasi. Hal ini disebabkan karena sumber penerimaan maupun arah
pengeluaran berbagai ragam tetapi juga satu segi anggaran mempunyai
hubungan yang erat dengan segi anggaran lainnya. The government budget
is the annual expressien of government’s financial role in multi-year
development plans. Successful action requires that the different types of
funds needed for development become available in a coordinated manner
(Saul M. Katz,1965:16). Anggaran belanja juga dapat digunakan sebagai alat
kebijaksanaan perekonomian, misalnya didalam usaha stabilisasi ekonomi,
pengendoran inflasi, pembagian kembali pendapatan masyarakat yang lebih
wajar,menunjangn pembinaan dana-dana untuk investasi dan pembangunan,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dll.
31
D. Peranan Dan Fungsi Anggaran Negara dan Daerah
Peranan anggaran sangat penting dan menentukan bagi berhasil tidaknya
pemerintah menjalankan fungsinya baik sebagai Public Service maupun
sebagai Development Function. Menurut Mustopadidjaja (1997:7) bahwa
besarnya anggaran belanja pembangunan setidaknya bisa dilihat dari dua
sisi, pertama segi kuantitatif berupa sejumlah investasi yang cukup besar.
Kedua segi realisasi kongkrit dari politik pembangunan yang menentukan
kualitas hidup dan kehidupan bangsa sekarang ini dan dimasa yang akan
datang. Dan sebagai peralatan kebijakan dibidang ekonomi anggaran
mempunyai fungsi yang beragam menurut Mustopadidjaja (1997:8) yaitu:
1. Anggaran memberikan arah mengenai pemanfaatan berbagai sumber
dalam masyarakat.
2. Mendorong adanya keseimbangan dalam perekonomian secara
makro.
3. Dengan tekanan kepada distribusi sumber-sumber secara lebih
berkeadilan, anggaran dapat menjadi alat untuk mengikis berbagai
kesenjangan.
4. Dengan pengelolaan yang tepat memungkinkan pengukuran secara
tepat dan bermakna mengenai kinerja dan dampak anggaran tersebut
dalam kehidupan perekonomian yang luas.
32
Dalam perekonomian modern saat ini, kita melihat bahwa ada empat
kelompok utama dari subjek-subjek ekonomi, yaitu rumah tangga,
perusahaan, pemerintah dan luar negeri, masing-masing subjek ekonomi ini
memiliki kegiatan-kegiatan yang pada umumnya bertujuan memenuhi
keinginan atau kebutuhan bagi anggota dan masing-masing subjek tersebut.
Keuangan negara ( Publik Finance ) adalah ilmu yang dibicarakan
mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian serta dampak
kebijaksanaan pemerintah bidang Fiskal terhadap perekonomian (
Mangkoesoebroto : 2000 ).
Semakin meningkatnya kegiatan pemerintah berarti semakin besar
pula pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintah tersebut yang
ditujukan untuk memenuhi kepentingan umum, tidak saja meliputi kegiatan
pemerintah saja, namun juga berkaitan dengan pembiayaan kegiatan
perekonomian, dalam arti pemerintah harus menggerakkan dan merangsang
kegiatan ekonomi secara umum (Dumairy : 1997). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwadalam suatu negara selalu ada campur tangan pemerintah
dalam perekonomian, meski ada perbedaan kadar campur tangan tersebut.
Dalam konteks perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan
ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, (Dumairy 1997:158-160)
yaitu: peran alokasi, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan
sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan
mendukung efisiensi produksi; peran distribusi, yakni peranan pemerintah
33
dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi
secara adil dan wajar; peran stabilisasi, yakni peranan pemerintah dalam
memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika dalam keadaan
disekuilibrium; dan peran dinamisasi, yakni peranan pemerintah dalam
menggerakan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh,
berkembang dan maju.
Keuangan negara secara umum adalah membahas tentang aktivitas
pemerintah terutama yang menyangkut masalah anggaran pendapatan dan
belanja baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) maupun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ). Beberapa pakar
ekonomi telah membrikan definsi mengani keuangan negara khususnya
tentang pendapatan dan belanja negara. Irawan dan Suparmoko (1999)
mengatakan Keuangan Negara adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
mempelajari mengenai kegiatan-kegiatan pemerintah dalam bidang ekonomi,
terutama tentang penerimaan dan pengeluarannya dalam bidang
perekonomian tersebut. Keuangan Negara merupakan studi mengenai
pengaruh dari anggaran pemerintah dan belanja negara terhadap
perekonomian, terutama pengaruhnya terhadap pencapai tujuan kegiatan
ekonomi, stabilitas harga-harga, distribusi penghasilan yang lebih merata dan
juga mencapaian efisiensi dan penciptaan lapangan kerja.
Lebih jauh Arsyad Lincolin (1999) mengatakan bahwa Anggaran
Negara adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau
34
kegiatan dalam bentuk angka-angka. Di dalamnya dinyatakan tentang jumlah
penerimaan-penerimaan yang minimal diharapkan dan pengeluaran yang
setinggi-tingginya yang diukur dengan nilai uang yang diharapkan pada suatu
periode atau waktu tertentu.
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat
dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta
memperhatikan penataan ruang baik fisik maupun sosial sehingga terjadi
pemerataan perkembangan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah.
Pembangunan secara luas selalu mengacu kepada proses perubahan
struktural, baik struktur ekonomi maupun sosial budaya yang dapat
menciptakan suatu kondisi aman bagi kehidupan umat manusia. Pemerintah
memegang peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan perencanaan
pembangunan suatu daerah, karena dengan melalui pengeluaran,
pemerintah berperan menjamin suatu keputusan yang menyangkut
pengalokasian anggaran yang terbatas telah mempertimbangkan prioritas
kebutuhan dan akibat yang akan timbul jika dilihat dari perekonomian
keseluruhan.
Dalam penyelenggaraanotonomi daerah memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab tanpa membahas keuangan daerah,
seperti membahas kulit tanpa membahas isinya. Guna menyelenggarakan
pemerintahan yang intinya pada pelayanan pada masyarakat diperlukan
35
dana yang besar dan cukup meningkat, sesuai dengan terus meningkatnya
kebutuhan dan keinginan masyarakat, melalui kemampuan menggali sumber-
sumber keuangan sendiri yang didukung oleh pembagian keuangan antara
pusat dan daerah, yang merupakan syarat menjalankan pemerintahan.
Mamesah ( 1995 ) mengemukakan bahwa Keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang maupun barang
yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh daerah
yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Pentingnya posisi keuangan dearah dalam menyelenggarakan
otonomi sangat disadari oleh pemerintah pusat. Agar daerah dapat mengurus
rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu
diberi sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada pemerintah
daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber
keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah ( APBD )
pos-pos penerimaan dapat dikelompokkan ke \dalam 5 ( lima ) kelompok
besar, yaitu :
a Sisa anggaran tahun lalu b Pendapatan Asli Daerah c Dana perimbangan d Sumbangan dan bantuan e Penerimaan pembangunan
36
Dengan demikian apabila pemerintahdi daerah dituntut untuk
mengurus sendiri rumah tangganya dan kemudian melaksanakan sebagian
kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat, maka faktor penting yang
harus dipikirkan adalah faktor sumber pembiayaan atau keuangan. Oleh
karenanya keuangan daerah tersebut merupakan tolok ukur bagi penentuan
kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolok
ukur lainnya seperti kemampuan sumber daya manusia atau aparatur
daerah, kondisi demografi, serta peran serta masyarakat.
Ketentuan pokok mengenai keuangan daerah yang meliputi peraturan
dan penetapan sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam pasal 79
sampai dengan pasal 86 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pasal 79
menjelaskan bahwa sumber pendapatan daerah adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah, dan hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan terdiri dari :
a. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
penerimaan dari Sumber daya Alam.
37
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Ada dua dimensi penting yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam menata kembali pemerintah daerah yaitu masalah otonomi atau
desentralisasi dan masalah keuangan. Pembenahan secara substansial dan
demokrasi pada sistem tersebut akan berimplikasi positif terhadap otonomi
daerah dan perimbangan keuangan daerah dengan pusat.
Sebagai koreksi atas UU No. 5 Tahun 1974 Undang-undangan yang
baru ini lebih bersifat terbuka dan akomodatif dalam menampung
kepentingan daerah. Primal keuangan daerah dalam pasal 78 UU No. 22
tahun 1999 dan pasal 3 UU No. 25 tahun 1999 dijelaskan bahwa : sumber-
sumber penerimaan daerah terdiri atas :
1. Pendapatan asli daerah yaitu :
- Hasil pajak daerah
- Hasil retribusi daerah
- Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan
- Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah dan
38
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Hal yang menarik dalam Undang-undang baru ini adalah adanya
kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk mengatur urusannya
sendiri kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter/fiskal dan agama.
Sedangkan dari segi keuangan daerah adanya dana perimbangan
yang berasal dari bagi hasil pendapatan negara dan sumber daya alam,
alokasi umum dan alokasi khusus, dana perimbangan ini diterima langsung
oleh daerah penghasil. Sebelum menelaah terhadap konsep peningkatan
Pendapatan Asli Daerah maka akan diuraikan terlebih dahulu mengenai
Pajak dan retribusi Daerah. Menurut Undang-undang No. 34 Tahun 2000
tentang perubahan Undang-undang RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan yang
seimbangan yang dapat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
Untuk merealisasikan pembanguan daerah, oleh pemerintah daerah
dijabarkan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD) setiap tahunnya dan setelah disahkan oleh DPRD II,
kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (Mamesah, 1995:3)
39
Dalam APBD tercermin kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber penerimaan daerah, yang sangat ditentukan oleh potensi yang
dimiliki, diantara sumber penerimaan daerah adalah penerimaan daerah
sendiri (PDS) yang terdiri dari PAD ditambah dengan PBB yang selalu
diupayakan peningkatannya sebagai salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah daerah dan daerah dalam rangka mengisi
otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis dan bertanggung jawab.
E. Hubungan keuangan Pusat Dan Daerah
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan
sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan
demokrasi dan kinerja daerah untuk meeningkatkan kesejahteraan
masyarakat . Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem
pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada
masyarakat. Sebagai daerah otonom daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat.
Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah diperlukan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional
yang diwujudkan dengan pengaturan, pembangunan dan pemanfaatan
40
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah
dalam rangka perimbangan keuangan dilaksanakan atas dasar
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembatuan. Sumber-sumber
pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber
pendapaatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali
dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri atas hasil pajak
daerah, retribusi, serta pendapatan lain-lain yang sah. Proses ini
dimungkinkan untuk dilaksanakan setelah pemerintah mengeluarkan undang-
undang no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah. Pemberlakuan undang-undang tersebut mempunyai tujuan
antara lain:
a. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian
daerah.
b. Menciptakan system pembiayaan daerah yang adil dan proporsional,
rasional, transparan, akuntabel dan pasti.
c. Mewujudkan system perimbangan keuangan yang mencerminkan
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, menyelenggarakan pemerintahan
daerah yang transparan, memperhatikan aspirasi masyarakat.
d. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan Negara bagi daerah.
41
e. Mempertegas system pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah
daerah.
Berdasarkan tujuan pokok diatas, maka hubungan keuangan pusat
dan daerah dapat disimpulkan dari tiga segi yaitu :
1. Segi penyelenggaraan pemerintah daerah.
2. Segi kebijaksanaan pembangunan.
3. Segi pengawasan.
E.1. Penyusunan anggaran belanja daerah
Mustopadidjaya, AR ( 1997 : 8 ) mengemukakan bahwa kegiatan
penyusunan anggaran belanja daerah ( APBD ) meliputi
perencanaan,pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan dilakukan
estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang akan
datang begitu juga dengan pengeluaran rutin termasuk belanja pegawai dan
lain sebagainya. Atas dasar pemikiran tersebut akan diketahui besarnya
tabungan pemerintah yang akan dipergunakan untuk mencapai berbagai
macam sasaran.
Sedangkan Kunardjo (1993 : 138) menyatakan bahwa penyusunan
Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah mempunyai tiga fungsi Utama
yaitu:
42
1. Fungsi Alokasi, dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan
masyarakat akan adanya sarana dan prasarana yang tidak mungkin
disediakan oleh sektor swasta.
2. Fungsi Distribusi, adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan
pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara
agar kesenjangan dan penerimaan pendapatan dapat dikurangi.
3. Fungsi Stbilisasi, adalah anggaran yang menyangkut masalah
terpeliharanya tingkat kemampuan kerja yang tinggi, kestabilan harga
dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.
Sementara D.J. Mamesah (1996 :79 ) mengatakan bahwa
penyusunan Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah tidak terlepas dari
pelaksanaan salah satu fungsi organik manajemen yaitu perencanaan.
Selanjutnya S.P. Siagian ( 1985 : 17 ) mengemukakan bahwa didalam
kegiatan perencanaan terdapat beberapa ide pokok antara lain :
1. Perencanaan pada hakekatnya merupakan kegiatan berfikir karena
merencanakan memang didahului oleh konseptualisasi usaha sebelum
bertindak.
2. Perencanaan pada hakekatnya merupakan kegiatan pengambilan
keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilaksanakan dimasa
depan.
Uraian diatas erat sekali hubungannya dengan perencanaan
anggaran pemerintah daerah dimana APBD sebagai rencana kegiatan
43
tahunan pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan sekaligus
perumusan awal tentang perkiraan jumlah penerimaan dan sumber-sumber
pendapatan daerah yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran tertentu.
E.2. Arti dan manfaat alokasi anggaran pemerintah serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan sector pembangunan.
Secara garis besar tujuan pembangunan daerah merupakan tujuan
yang sifatnya kompleks dikarenakan berbagai macam tujuan yang ingin
dicapai sering kali erat hubungannya antara yang satu dengan yang lainnya.
Pembangunan daerah dalam proses akan memunculkan sektor yang menjadi
penggerak utama dalam pembangunan. Selanjutnya pemerintah dapat
mempengaruhi corak pembangunan dan kegiatan ekonomi melalui alokasi
dan distribusi pengeluaran pemerintah didaerah ( Sadono Sukirno, 1982 ).
Teori Harod Domar yang merupakan pendalaman dari berbagai
teori pertumbuhan pada dasarnya menunjukkan tentang syrat-syarat yang
harus diciptakan dalam suatu perekonnomian agar ekonomi tetap efisien dan
maksimal dalam menggunakan alat-alat modal. Pertumbuhan masing-masing
sektor pembangunan perlu pula diperkirakan. Dari uraian diatas nampak
akan arti pentingnya dari pengalokasian dana oleh pemerintah melalui
pengeluaran yang dilakukan pada sektor-sektor pembangunan daerah.
Manfaat yang diperoleh dari pengalokasian ini adalah mendorong
44
pembangunan daerah dan juga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini
dilakukan melalui alokasi penyusunan dana ke sektor yang secara potensial
mampu untuk mempercepat proses pembangunan.
E.3. Jenis alokasi anggaran pemerintah
Anggaran pembangunan yang diperuntukan bagi pembangunan
daerah dapat dikelompokan atas 2 daerah, yaitu :
- Anggaran pembangunan daerah yang alokasinya ditentukan kriteria yang
bersifat sosial politik
- Anggaran pembangunan daerah yang alokasinya ditentukan oleh kriteria
yang didasarkan pada efisiensi ekonomi.
Faktor-faktor yang penting yang dapat digunakan dalam menentukan
alokasi anggaran pembangunan daerah berdasarkan kriteria yang bersifat
sosal politik adalah jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan luas daerah.
F. Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Ada beberapa pertanyaan yang sering di diskusikan mengenai
peranan sektor publik dalam perekonomian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
berkaitan dengan mengapa peranan sektor publik diperlukan dan apa
peranan sektor public dalam sistem perekonomian. Menurut Musgrave (1989)
ada beberapa premis yang diterima secara umum dalam masyarakat bahwa
45
1) komposisi output yang ada seharusnya berada dalam garis yang sesuai
dengan preferensi konsumsi individu dalam masyarakat, dan bahwa 2)
preferensi tersebut digunakan untuk di desentralisasikan dalam membuat
keputusan mengapa seluruh perekonomian tidak dipegang oleh swasta.
Sebuah perekonomian ideal, yang kompetitif sempurna dimana
pengaturan alokasi sumberdaya berasal dari pertukaran sukarela antara
barang dan uang pada harga pasar akan menghasilkan kuantitas maksimum
barang dan jasa dari segenap sumber daya yang tersedia dalam
perekonomian tersebut. Kenyataan yang ada, pasar tidak selalu hadir dalam
wujudnya yang ideal. Perekonomian pasar seringkali terlilit polusi dan
monopoli seiring dengan melonjaknya inflasi atau pengangguran dan pada
prakteknya pula bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat Laissez-
faire sangat tidak merata. Untuk mengatasi kelemahan tersebut pemerintah
mengambil peranan penting dalam perekonomian.
Menurut Adam Smith dalam Mangkoesubroto (1998),
mengemukakan bahwa dalam perekonomian kapitalis, setiap individu yang
paling tahu apa yang paling baik bagi dirinya, sehingga dia akan
melaksanakan apa yang dianggap terbaik bagi dirinya sendiri. Setiap individu
akan melaksanaskan aktivitas yang harmonis seakan-akan diatur oleh
invisible hand. Karena itu perekonomian dapat berkembang maksimum.
Sehingga Adam Smith mengatakan bahwa peran pemerintah hanya terbatas
46
pada pelaksanaan kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh pihak swasta, yaitu
melaksanakan peradilan, pertahanan/keamanan, dan pekerjaan umum.
Sedangkan menurut Samuelson (1997) secara garis besar
pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yakni meningkatkan efisiensi,
menciptakan keadilan dan melaksanakan kebijakan stabilisasi Pemerintah
yang baik harus senantiasa berusaha menghindari dan memperbaiki
kegagalan pasar demi tercapainya efisiensi. Pemerintah juga harus
memperjuangkan pemerataan melalui program perpajakan dan redistribusi
pendapatan untuk kelompok atau golongan masyarakat tertentu. Pemerintah
harus menggunakan perangkat perpajakan, pembelanjaan dan peraturan
moneter untuk menggapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, mengurangi
laju inflasi dan pengangguran serta memacu pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan. Menurut Jones (1996) peran pemerintah dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tak langsung. Pengendalian
secara langsung diantaranya adalah masalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Sementara pengendalian secara tak langsung diantaranya
berhubungan dengan masalah tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran serta nilai tukar.
Menurut Hyman dkk (1996); dalam sistem ekonomi negara
campuran (mixed economy) pemerintah hanya menyediakan jumlah barang
dan jasa tertentu (publik good) yang tidak dapat disediakan oleh swasta serta
mengatur alokasi perorangan. Menurut Mangkoesubroto (1998) Barang
47
publik adalah beberapa jenis barang yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, akan tetapi tidak seorangpun yang bersedia menghasilkannya
atau mungkin dihasilkan oleh pihak swasta akan tetapi dalam jumlah yang
terbatas. Barang publik mempunyai ciri-ciri : 1) tidak bersaing (non rival in
consumption) yaitu konsumsi dari seseorang tidak menyebabkan
menurunnya kemanfaatan oleh individu lainnya; 2) tidak dapat dikecualikan
(non excludability), artinya tidak seorangpun konsumen dapat dilarang dalam
memanfaatkannya. Barang dan jasa yang diproduksi pemerintah tersedia
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang/jasa yang
relatif murah karena harganya ditentukan rendah oleh pemerintah (subsidi),
Sukanto R (2001).
Pada sistem perekonomian campuran, pemerintah berpartisipasi
dalam pasar sebagai pembeli barang dan jasa. Pemerintah membeli input
dari rumah tangga dan mendapatkan hak kepemilikan dari sumber produktif
(modal dan tanah). Pemerintah menggunakan input untuk menghasilkan
barang dan jasa yang tidak dijual kepada sektor rumah tangga dan
perusahaan, tetapi disediakan melalui distribusi tanpa melalui pasar. Namun
demikian pemerintah juga memiliki dan menjalankan perusahaan, seperti
jasa pelayanan pos, kereta api dan lain-lain. Untuk membayar barang dan
jasa yang dipergunakannya, pemerintah mendapatkan pemasukan dari
perusahaan dan rumah tangga, seperti hasil pembayaran pajak, retribusi,
royalti dan fee. Pemerintah menggunakan sumber daya yang produktif untuk
48
menghasilkan barang dan jasa termasuk pertahanan, jalan, sekolah dan jasa-
jasa lainnya.
Kebijakan makroekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada
dasarnya bertujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
ekonomi yang ada pada saat itu. Menurut Sadono S (2000) persoalan pokok
dalam perekonomian adalah : 1) pengangguran; 2) Inflasi; 3) keleluasan
pertumbuhan ekonomi; 4) ketidakstabilan neraca pembayaran. Bentuk utama
dari kebijakan fiskal pemerintah adalah dengan menambah pengeluaran
pemerintah dan mengurangi pajak pendapatan.
Penambahan pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan : 1)
meminjam dari masyarakat melalui pasar modal (loanable fund); dan 2)
meminjam dari bank sentral melalui pencetakan uang baru. Penurunan pajak
yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) menurunkan
sejumlah pajak tertentu; dan 2) menurunkan persentase pajak pendapatan
Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan konsekuensi dari
ditentukannya program kerja yang membutuhkan anggaran yang besar,
apabila pendapatan nasional dalam perencanaan adalah :
Yo = 1/(1-b(1-t)) = (a + Io + Go). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.1)
Pertambahan pengeluaran pemerintah ∆G, dan Yt merupakan
pendapatan nasional yang baru (∆Y = Yt – Yo), maka besarnya ∆Y dapat
ditentukan dengan :
49
Yo = 1/(1-b(1-t)) . (a + Io + Go + ∆G) – 1/(1-b(1-t)) (a + Io + Go) ; . . .
.(2.2)
atau
∆Y = 1/(1-b(1-t)) . ∆G. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(2.3)
Dalam keadaan keseimbangan di pasar modal ditentukan oleh
penawaran tabungan (S) dan permintaan modal untuk Investasi (I).
Keseimbangan awal dicapai pada Eo, yang berarti pada tingkat suku bunga
ro dan dana yang dipinjamkan adalah sebesar S = I pertambahan
pengeluaran pemerintah akan menyebabkan peningkatan permintaan modal.
Pada tingkat suku bunga tertentu, maka menyebabkan kurva permintaan
dana bergerak ke kanan dari I menjadi I + ∆G. Besarnya pergeseran ini dapat
ditentukan dengan fiskal multiplier, 1/(1-C) dikalikan dengan besarnya
kenaikan awal dari belanja fiskal. Perubahan ini tidak mempengaruhi hasrat
untuk menabung, sehingga kurva S tetap. Dengan demikian keseimbangan
baru tercapai pada E1, dimana suku bunga telah meningkat menjadi r1 dan
dana yang dipinjamkan menjadi I + ∆G namun karena hasrat investasi
masyarakat telah merosot dari Io menjadi I1, sebagai akibat kenaikan suku
bunga dari ro menjadi r1, dan pengeluaran pemerintah dari G menjadi G +
∆G.
Apabila pinjaman pemerintah sebanyak ∆G dibiayai oleh penurunan
Investasi sebesar ∆I = Io – I1, dan kenaikan tabungan masyarakat sebesar
50
∆S = S1 - So, maka kenaikan pengeluaran pemerintah akan berdampak pada
kenaikan suku bunga dan selanjutnya menurunkan tingkat investasi swasta,
kondisi ini disebut dengan crowding out. Meskipun agregat demand akan naik
mengikuti kenaikan pengeluaran pemerintah, akan tetapi efeknya tergantung
juga kepada bentuk kurva agregat supply. Dalam kasus klasik semua
efeknya akan terjadi pada harga dan keseimbangan output tetap. Sedangkan
dalam kasus keynesian yang ekstrim, semua efeknya hanya akan jatuh
kepada output, sementara harga-harga dianggap tetap. Dalam kasus
keynesian secara umum, efeknya terdistribusi antara kenaikan output dan
tingginya harga. Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk
yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh
pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada
masyarakat. Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan
keseluruhan dari keputusan anggaran pada masing-masing tingkatan
pemerintahan (Pusat-Prop-Kab/Kota). Pada masing-masing tingkatan dalam
pemerintah ini dapat mempunyai keputusan akhir proses pembuatan yang
berbeda, dan hanya beberapa hal pemerintah yang dibawahnya dapat
dipengaruhi oleh pemerintahan yang lebih tinggi (Lee Robert D, Jr and
Ronald W. Johnson).
Menurut Mangkoesubroto (1998;169) Pengeluaran pemerintah
mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan
suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
51
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil
dapat dipakai sebagai indicator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai
oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan
pemerintah, semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional (GNP)
adalah suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu
perekonomian. Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dapat
digolongkan dalam tiga golongan; yaitu :
1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah.
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan
tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan
ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana.
Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk
menghindari terjadinya kegagalan pasar yang disebabkan oleh
investasi swasta yang sudah semakin besar pula. Pada tingkat
ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih pada bentuk
pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas-aktivitas sosial.
52
2. Hukum Wagner
Hukum Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian,
apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran
pemerintah pun akan meningkat. Menurut Wagner (Mangkoesubroto,
1998) mengapa peranan pemerintah semakin besar, disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi kebudayaan dan
sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum
tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan
barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan
teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state), yang
menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak,
terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran, sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk
membiayai pengeluaran pemerintah tersebut. Menurutnya, masyarakat
mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu tingkat dimana masyarakat
dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dalam
memahami berbagai pengaturan pendanaan bagi pemerintah regional
53
(daerah), maka kita harus mengetahui keragaman fungsi yang
dibebankannya dimana fungsi-fungsi tersebut dapat digolongkan
menjadi 5 (lima) kelompok yaitu :
a. Fungsi penyediaan pelayanan yang berorientasi kepada
lingkungan dan kemasyarakatan.
b. Fungsi pengaturan yaitu merumuskan dan menegakkan peraturan
perundangundangan
c. Fungsi pembangunan yaitu keterlibatan langsung maupun tidak
langsung dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dan penyediaan
prasarana
d. Fungsi perwakilan yaitu menyatakan pendapat daerah diluar
bidang tanggung jawab eksekutif; dan
e. Fungsi koordinasi yaitu melaksanakan koordinasi dan
perencanaan investasi dan tataguna tanah regional (daerah)
(Davey KJ, 1988)
Dalam RAPBD di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pengeluaran pembangunan dimaksudkan sebagai pengeluaran yang
bersifat menambah kapital (investasi) masyarakat dalam bentuk
proyek-proyek prasarana dasar dan sarana fisik.
2. Pengeluaran rutin secara umum diarahkan untuk menunjang
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
54
meliputi belanja pegawai, barang, perjalanan dinas, pemeliharaan,
belanja rutin dan lain-lain seperti belanja pensiun dan subsidi.
Pengeluaran pemerintah dapat dipandang sebagai pembelanjaan
otonomi, karena pendapatan nasional bukan merupakan faktor penting yang
dapat mempengaruhi keputusan pemerintah untuk menentukan anggaran
belanjanya. Faktor yang menentukan pengeluaran pemerintah adalah 1)
pajak yang diharapkan akan diterima, 2) pertimbangan-pertimbangan politik;
dan 3) persoalan-persoalan ekonomi yang sedang dihadapi (Sadono, 2000).
Dalam keadaan keseimbangan pada perekonomian tertutup, maka
Y = C + I + G. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.4)
Dimana :
C + I + G = C + S + T atau I + G = S + T. . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.5)
Apabila dimisalkan sistem pajak adalah tetap, maka pendapatan
nasional dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Y = C + I + G
Y = a + b Yd + Io + Go
Y = a + b (Y – To) + Io + Go
Y – bY = a – bTo + Io + Go
Y (1-b) = a – bTo + Io + Go
Y = 1/(1-b) . (a – bTo + Io + Go)
55
Terjadinya perubahan pembelanjaan agregat, baik yang berasal dari
pengurangan pajak, kenaikan ekspor atau penurunan impor akan mampu
mengakibatkan perubahan keseimbangan dalam perekonomian dan
perubahan dalam pendapatan nasional. Apabila pertambahan pengeluaran
pemerintah sebesar ∆G, maka kenaikan pendapatan nasional sebesar :
Y1 = 1/(1 – b). (a – bTo + Io + Go + ∆G)
∆Y = Y1 – Yo = 1/(1-b). ∆G . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(2.6)
sedangkan multiplier (α) dari perubahan tersebut adalah sebesar :
α = ∆Y/∆G = 1 / (1-b) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(2.7)
G. Anggaran Daerah Sektor Publik
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang
peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan
didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi
dan sumber-sumber kekayaan daerah. APBN merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan
output dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran
56
harus dapat menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik.
Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah
penganggaran.
Lebih dari enam puluh tahun lalu, V.O. Key sudah mengisyaratkan
bahwa penganggaran memiliki satu masalah paling mendasar, yakni
keterbatasan sumber daya. Key (1940) mengajukan pertanyaan berikut: “on
what basis shall it be decided to allocate x dollars to activity A instead of
activity B?” Keterbatasan sumber daya yang dimiliki menyebabkan proses
pembuatan keputusan pengalokasian menjadi sangat dinamis, terlebih lagi
dalam kondisi di mana terdapat banyak pihak dengan kepentingan dan
preferensi yang berbeda (Rubin, 1993).
Penganggaran setidaknya mempunyai tiga tahapan , yakni (1) perumusan
proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, (3)
pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum
(Samuels, 2000). Sedangkan menurut Von Hagen (2002) penganggaran
terbagi ke dalam empat tahapan, yakni excecutive planning, legislative
approval, excecutive implementation, dan ex post accountability. Pada kedua
tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif dan legislatif dan politik
anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap terakhir hanya
melibatkan birokrasi sebagai agent.
Penerapan otonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan
paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran
57
kinerja (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran
yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan
pencapaian hasil yang dapat diukur.
Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat
kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan
Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran) sebelum anggaran
ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan
menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam
pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan
fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal
pertanggungjawaban kepala daerah.
H. Produk Domestik Regional Bruto
Pada umumnya semua negara menginginkan pertumbuhan ekonomi
yang baik dan khususnya juga setiap daerah menginginkan hal yang sama.
Pertumbuhan ekonomi dapat digerakan oleh pemerintah baik pemerintah
pusat dan pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, kebijakan perdagangan.
Leweis (2005) mengemukakan bahwa sebagai hasil dari program
desentralisasi pemerintah pusat yang dimulai diterapkan pada tahun 2001,
dimana pemerintah daerah sudah mempunyai tanggung jawab yang lebih
nyata dalam pelayanan masyarakat dan lebih leluasa dalam mempergunakan
58
sumber fiskal dan mempunyai otoritas yang lebih besar dalam
mempergunakan sumber-sumber lainnya dibanding sebelumnya. Disamping
itu pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan karena perdagangan nasional
atau antar daerah di berbagai bidang, dapat disebabkan oleh fluktuasi nilai
tukar dan lebih khusus disebabkan oleh penerimaan dan pengeluaran
pemerintah daerah atau dikenal dengan kebijakan fiskal daerah yang
implementasi diwujudkan dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan disegala bidang dengan didukung oleh ketersediaan anggaran
pembangunan baik yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang dikelola dan dimanfaatkan seektif, efisien, transparan dan akuntabel
secara berhasilguna dan berdayaguna bagi kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sukirno, 1994: 10). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP
(Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah
ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut
Zaris, (1987: 82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan
kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan
domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita).
59
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan
menurut tiga sudut pandang yang berbeda namun mempunyai pengertian
yang sama, yaitu :
1. Menurut Pendekatan Produksi adalah jumlah nilai produk netto dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu
regional atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
2. Menurut Pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh berbagai produksi yang ikut serta dalam proses produksi
dalam satu regional atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun).
3. Menurut pendekatan pengeluaran adalah jumlah pengeluaran rumah
tangga, lembaga swata tidak mencari keuntungan dan pemerintah
sebagai konsumsi, pengeluaran sebagai pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan stock dan ekspor netto, di suatu regional
atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun) (Boediono,
1992 : 102).
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat dibagi Sembilan
sektor ekonomi dalam PDRB juga sering dikelompokkan dalam 3 kelompok
sektor : primer, sekunder, tersier. Sektor primer mencakup sektor pertanian
dan sektor penggalian. Sektor sekunder mencakup sektor industri
pengolahan, sektor listrik-gas-air bersih, dan sektor bangunan. Sektor tersier
60
mencakup sektor perdagangan-hotel-restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuanganpersewaan- jasa perusahaan, serta sektor jasa-
jasa.
Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan
ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross
Domestic Product potensial/output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi :
a. Sumber daya manusia.
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua
faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta
teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan
teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu
menuntut tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian
yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik.
b. Sumber daya alam.
Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami
merupakan faktor ang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam
yang penting antara lain minyak- minyak gas, hutan air dan bahan-bahan
mineral lainnya.
c. Pembentukan modal.
61
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa
pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa
puluh tahun. Pembentukan modal modal dan investasi ini sebenarnya
sangat dibutuhklan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi.
d. Perubahan teknologi dan inovasi.
Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu
semangat kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila
tidak memiliki para wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko
usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi,
menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha,
hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju
(Samuelson, 1995: 436-439).
Menurut Sukirno, (1994: 415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi
menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan dari suatu
perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan
pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono,
(1992: 9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output
perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini
meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
62
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah
penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang.
Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama
(5 tahun) mengalami kenaikan output. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa
istilah pertumbuhan ekonomi berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi.
Menurut Suryana, (2000: 3) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi
diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita
penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi
ini mengandung tiga unsur yaitu :
a. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang
terus menerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur
kekuatan sendiri untuk investasi baru.
b. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka
panjang.
Menurut Sumitro Djojohadikusumo (Sanusi, 2004: 8), pembangunan
ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup perubahan pada
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi
pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka
63
panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi
tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus.
b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan perkapita harus terus berlangsung dalam jangka
panjang.
d. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalnya ekonomi,
politik, hukum, sosial dan budaya). Sistem ini bisa di tinjau dari dua
aspek yaitu : aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan
perbaikan di bidang regulasi (baik legal formal maupun informal)
(Arsyad, 1999: 11-12).
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri
ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-
penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (lihat Todaro, 1998:130). Kemudian
menurut Widodo (1990:35) laju pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses
karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangannya. Laju
pertumbuhan ekonomi diukur melalui indikator perkembangan PDB atau
64
PNB. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi regional, pertumbuhan ekonomi
diukur melalui perkembangan PDRB dari tahun ketahun.
I. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-
sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD. Tuntutan
peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai
pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke
daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang
merupakan transfer keuangan oleh pusat kepada daerah dalam rangka
mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif
memadai yakni sekurang-kurangnya sebesar 25 persen dari Penerimaan
Dalam Negeri dalam APBN, namun daerah harus lebih kreatif dalam
meningkatkan PAD-nya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan
dalam pembelanjaan APBD-nya (Sidik, 2002). Sumber-sumber penerimaan
daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di
dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya peningkatan (pertumbuhan) PAD dapat dilakukan dengan
intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi yang sudah ada (Sidik, 2002).
65
Peningkatan PAD melalui kedua penerimaan ini harus diimbangi
dengan peningkatan kualitas layanan publik. Kenyataan menunjukkan
kualitas layanan publik masih banyak yang memprihatinkan, akibatnya
produk yang seharusnya bisa dijual justru direspon secara negatif
(Mardiasmo, 2002). Hal ini berarti peningkatan kemandirian ini tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak terjadi peningkatan peran serta masyarakat
yang tercermin dalam pembayaran pajak ataupun retribusi (Heriansyah,
2005).
Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
Davey (1988:25-35) mengemukakan bahwa pendanaan pemerintah daerah
terdiri dari alokasi dari pemerintah pusat, perpajakan, retribusi (charging),
pinjaman, dan badan usaha. Dalam perspektif otonomi daerah, PAD menjadi
sumber keuangan paling utama selain jenis-jenis penerimaan daerah lainnya,
yang merupakan penjabaran dari Undang-undang nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Menurut Undang-undang nomor 25 tahun 2000, APBD merupakan
suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD. Lebih lanjut ditetapkan bahwa PAD adalah
pendapatan daerah yang berasal dari hasil sumber-sumber keuangan daerah
seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD dan hasil
66
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD
yang sah yaitu penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain.
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 1 ayat 6, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Sedikit berbeda dengan Pajak Daerah, menurut Kaho, (2001:154)
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh
daerah. Retribusi daerah dipungut oleh daerah, terdapat pemberian prestasi
oleh daerah yang secara langsung dapat ditunjuk, dikenakan kepada siapa
saja yang mengenyam jasa yang diberikan oleh daerah.
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran
atas; a) Jasa berupa usaha dan pelayanan yang diberikan oleh daerah, baik
berbentuk pelayanan umum maupun jasa usaha; b) Pemberian izin tertentu
67
berupa pemberian izin kepada orang pribadi dengan maksud pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan,
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang dan prasana, sarana dan
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Keduanya merupakan jasa dan pemberian
izin yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Halim (2002:65) menyatakan, bagian laba usaha daerah merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain
berasal dari BPD, Perusahaan Daerah, Deviden, BP-BKK, dan berbagai
penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. Kemudian dinyatakan pula
bahwa pengertian Lain-lain PAD merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari lain-lain milik Pemerintah Daerah. Penerimaan ini berasal dari
hasil penjualan pohon ayoman, penerimaan jasa giro, dan lain-lain.
Sebagaimana tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999, yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh
daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selanjutnya sumber-sumber PAD sebagaimana telah dikemukakan
68
pada bab terdahulu, terdiri dari beberapa unsur yaitu; pajak daerah, retribusi
daerah, perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pengertian pajak daerah berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun
2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
dapat digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan daerah. Adapun jenis-jenis pajak yang dapat diterapkan
di kabupaten/kota terdiri dari :
1. pajak hotel;
2. pajak restoran;
3. pajak hiburan;
4. pajak reklame;
5. pajak penerangan jalan;
6. pajak pengambilan bahan galian golongan C;
7. pajak parkir.
Sebelum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang selanjutnya
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, Davey (1988 : 39-40)
terlebih dahulu mengemukakan bahwa pengertian pajak daerah adalah
sebagai berikut :
1. pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari
daerah sendiri;
69
2. pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan
tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
3. pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah Daerah;
4. pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi
hasil pungutannya diberikan kepada, dibagi hasil dengan, atau dibebani
pungutan tambahan oleh Pemerintah Daerah.
Dari dua pengertian pajak daerah di atas, terlihat bahwa pada
prinsipnya pajak daerah itu mengandung unsur-unsur, yaitu merupakan iuran
wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Pemerintah
Daerah, tanpa imbalan langsung yang seimbang. Selain itu juga pajak
daerah harus dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah (Samso, 1997 : 7).
Masih berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, pengertian
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun
jenis-jenis retribusi daerah adalah sebagai berikut :
1. retribusi jasa umum;
2. retribusi jasa usaha;
3. retribusi perizinan tertentu.
70
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 1962, yang dimaksud
dengan perusahaan daerah adalah badan usaha milik daerah yang didirikan
oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah
dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah
tersebut. Adapun sifat perusahaan daerah yang sesuai dengan undang-
undang dimaksud (lihat Kaho, 1997 : 167) adalah sebagai berikut :
1. perusahaan daerah adalah satu kesatuan produksi yang bersifat memberi
jasa, menyelenggarakan kemanfaatanumum dan memupuk pendapatan;
2. tujuan perusahaan daerah adalah untuk turut serta dalam pelaksanaan
pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional
umumnya, untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja dalam
perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur.
Hasil perusahaan daerah (BUMD) sebagai salah satu sumber PAD
meskipun memiliki potensi yang cukup besar tetapi dengan pengelolaan
perusahaan yang tidak/kurang profesional dan terlebih lagi dengan adanya
intervensi dari Pemerintah Daerah sendiri, maka kontribusi PAD dari sumber
ini masih kurang memadai. Sementara itu lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset daerah dan jasa
giro, penerimaan dari pihak ketiga yang bukan perusahaan daerah, deviden
BPD, ganti biaya dokumen lelang, dan lain-lain.
71
J. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Adapun Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya :
1. Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengeluaran
Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi (studi kasus data panel di
Indonesia) menemukan bahwa selama periode penelitian (1993-2003)
ditemukan bahwa pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran
pembangunan maupun pengeluaran rutin) memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Ini mengindikasikan bahwa pengeluaran
pemerintah sangat diperlukan suatu daerah untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri.
2. Firmansyah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Investasi
Fisik dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Provinsi Di Indonesia
menemukan semua variabel bebas yaitu Pengeluaran Pemerintah Bidang
Pendidikan, Bidang Kesehatan, Investasi Fisik dan Tenaga Kerja baik
secara simultan maupun parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB 30 Provinsi di Indonesia.
3. Andy Lutfhi Kurniawan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Ponorogo Tahun 1993 – 2006
menemukan bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki pengaruh postif
72
terhadap Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Ponorogo.
4. Afrian Dita Angriwan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) terhadap pendapatan asli
daerah (PAD) menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat besar
peranannya dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pembangunan ekonomi
dalam arti luas meliputi pertumbuhan ekonomi, dimana tolak ukur dari
pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi, yang dapat diukur
melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil penelitian member
rujukan bahwa dengan meningkatkan masing-masing sektor Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) agar dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu perlu dilakukan penertiban dalam hal
pemungutan pajak, yang pemungutannya masih mengalami penyimpangan.
Peningkatan dalam hal investasi juga dapat mempengaruhi kinerja
perekonomian daerah, yang akan meningkatkan sektor-sektor Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang akan meningkatkan Pendapataan Asli Daerah
(PAD).
K. Kerangka Pikir Penelitian
Pembangunan ekonomi adalah menunjukan tingkat
kemampuan perekonomian suatu daerah dimana keberhasilan pembangunan
ekonomi ditunjukan oleh berkembangnya kemampuan masyarakat untuk
73
memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri masyarakat
sebagai manusia, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih,
yang merupakan riil perkapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang
yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Guna mendukung
proses tersebut maka di perlukan sejumlah investasi yang dialokasikan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pembiayaan
pembangunan dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga diperlukan
perencanaan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas dengan skala prioritas,
khususnya pada sektor-sektor unggulan.
Dari alokasi anggaran pembangunan yang yang dialokasikan
untuk membiayai infrastruktur dasar yang merupakan daya dorong untuk
perkembangan ekonomi daerah dan secara khusus terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat yang akan mempercepat proses pengembangan
ekonomi pada masing-masing sektor yang mempengaruhi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan
ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik
Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian
yang dilakukan Lin & Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan
dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Oates
(1995), Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi.
74
Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi
yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi
pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk
mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk
kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong,
2004). Peningkatan Anggaran Pengeluaran Pemerintah dan PDRB
diharapkan dapat meningkatkan PAD.
Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka pikir yang dapat
digambarkan adalah sebagai berikut :
Gambar 1.
Kerangka Pikir Penelitian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor Pertanian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor perindustrian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perikanan
PDR
B
PAD
(Y2)
75
L. Hipotesis
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
6. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai Pengaruh
Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
7. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan mempunyai
Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
8. Pengeluaran Pemerintah Sektor perindustrian dan Perdagangan
mempunyai Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
9. PDRB Memiliki pengaruh langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah
Provinsi Maluku Pemerintah
10. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai Pengaruh tidak
Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku melalui PDRB
11. Pengeluaran Pemerintah Sekto Perikanan dan Kelauatan mempunyai
Pengaruh tidak Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku melalui PDRB
12. Pengeluaran Pemerintah Sektor perindustrian dan Perdagangan Kelautan
mempunyai Pengaruh tidak Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku
melalui PDRB
76
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
L. Teori Keuangan Daerah
Dalam dunia perekonomian modern kita dapat melihat ada
empat kelompok utama dari subjek ekonomi yaitu rumah tangga,perusahaan,
pemerintah dan luar negeri. Masing-masing subjek ekonomi ini memiliki
kegiatan yang pada umumnya bertujuan untuk mengetahui keinginan atau
memberikan kepuasan bagi anggota-anggota dari subjek ekonomi tersebut.
Keuangan Negara adalah ilmu yang membicarakan peranan pemerintah
dalam perekonomian serta dampak kebijaksanaan bidang fiscalterhadap
perekonomian. Didalam penelitian ini teori Keuangan Negara akan
dipusatkan pada satu subjek ekonomi besar yaitu pemerintah.
Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah mencapai tingkat
kemakmuran yang lebih tinggi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah
dapat ikut campur tangan secara aktif maupun secara pasif. Menurut kaum
klasik (Harold Groves, 1959:438-441) pemerintah mempunyai tiga fungsi
yaitu dalam bidang pertahanan nasional, keadilan sosial dan pekerjaan
umum. Disamping itu kaum klasik mengatakan bahwa penting bagi
pemerintah adalah tidak mengerjakan aktivitas yang telah dikerjakan oleh
para individu. John Stuart Mill mengatakan bahwa kehidupan perusahaan
adalah lebih baik dijalankan oleh swasta yang memang sudah tertarik untuk
77
mengerjakannya dan membiarkan usaha-usaha tersebut tanpa campur
tangan pemerintah. Ia mempertahankan pendapatannya dengan mengajukan
alasan yaitu :
e. Bahwa campur tangan pemerintah membatasi adanya kebebasan
individu walaupun peranan pemerintah dalam memelihara perdamaian
dan melindungi para invidu atas serangan dari luar maupun dari dalam
tetap dibutuhkan.
f. Para individu adalah subjek yang paling tertarik atas masalah-
masalahnya sendiri.
g. Pemerintah adalah inferior dalam mengusahakan industri maupun
perdagangan dibandingkan dengan kalau usaha tersebut dijalankan oleh
sektor swasta.
h. Orang akan dapat menambah kepercayaan terhadap dirinya sendiri
apabila orang tersebut mengerjakan pekerjaan-pekerjaan demi
kepentingannya sendiri.
Uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa dengan kebebasan
bertindak dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan apa
yang telah diinginkan. Apabila setiap orang merasa makmur semua
kebutuhannya telah terpenuhi. Kritik yang diberikan kepada kaum sosialis
adalah bahwa dengan dihapuskannya kebebasan individu akan mengurangi
hak-hak asasi manusia dan juga mengurangi inisiatif individu. Dalam
perkembangan bangsa-bangsa pada pertengahan abad 20 ternyata tidak ada
78
lagi sistem-sistem ekstrim yang murni. Negara-negara yang semula
menganut sistem kapitalis murni mulai memandang perlunya peranan
pemerintah dalam perekonomian. Sedangkan negara sosialis mulai
memandang perlunya kebebasan individu.
M. Efisiensi dalam Pengeluaran Negara
Berhasil atau tidaknya kebijakan pemerintah tergantung pada
kualitas pemerintah itu sendiri. Apabila pemerintah tidak efisien maka akan
terjadi pemborosan dalam penggunaan faktor-faktor priduksi. Jika pemerintah
terlalu berkuasa dan banyak menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam
perekonomian maka peranan sektor swasta akan semakin berkurang.
Individu dan badan usaha tidak dapat melatih dirinya dalam menciptakan
berbagai inisiatif secara efektif untuk mencapai keputusan yang rasional yang
sangat berguna bagi pencapaian kepuasan dan keuntungan yang maksimal.
Suatu alat yang cukup baik mengadakan pertimbangan dalam menjalankan
aktifitas pemerintahan adalah apa yang disebut dengan anggaran
penerimaan dan belanja (budget). Adapun yang dimaksud dengan budget
adalah suatu daftar/pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan
pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu yang
biasanya selama satu tahun.
79
Bidang-bidang yang dikenai pengaruh oleh adanya pengeluaran
pemerintah Negara atau pengeluaran pemerintah itu dapat digolongkan
sebagai berikut :
e. Konsumsi masyarakat. Pengeluaran pemerintah yang dapat
memperbaiki pola dan kenaikan tingkat konsumsi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung ia memberikan fasilitas baik
untuk rekreasi maupun kebudayaan. Secara tidak langsung misalnya
melalui jasa didalam bidang pendidikan dan pengajaran.
f. Produksi. Bersama-sama dengan alam,modal, tenaga kerja dan
entrepeneur, pemerintahan pemerintah adalah faktor produksi.
g. Distribusi pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi distribusi
pendapatan maupun kebudayaan masyarakat.
h. Keseimbangan pendapatan nasional. Melalui politik fiskal pengeluaran
pemerintah yang berupa defissit spending, conpensatory dan public
envestment dapat menyeimbangkan jalannya perekonomian serta
tingkat pendapatan.
Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi yaitu :
e. Pengeluaran tersebut merupakan investasi yang menambah kekuatan
dan ketahanan ekonomis dimasa yang akan datang.
f. Pengeluaran langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
g. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.
h. Menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak.
80
N. Anggaran Belanja Sebagai Program Kegiatan Pemerintah
Dana dan pembiayaan pembangunan berasal dari berbagai
macam sumber, ada yang langsung diusahakan oleh pemerintah sendiri juga
ada yang diusahakan oleh masyarakat. The budget ducument those
become’s comprehensive statement of government’s financial framework for
the fiscal year in question (united nation,1961:79).Untuk dapat menjalankan
fungsinya sebagai program yang menunjang pembangunan secara
berencana maka anggaran belanja dan penyusunannya dikaitkan dengan
perencanaan pembangunan.
Didalam menyusun anggaran belanja memerlukan konsistensi dan
koordinasi. Hal ini disebabkan karena sumber penerimaan maupun arah
pengeluaran berbagai ragam tetapi juga satu segi anggaran mempunyai
hubungan yang erat dengan segi anggaran lainnya. The government budget
is the annual expressien of government’s financial role in multi-year
development plans. Successful action requires that the different types of
funds needed for development become available in a coordinated manner
(Saul M. Katz,1965:16). Anggaran belanja juga dapat digunakan sebagai alat
kebijaksanaan perekonomian, misalnya didalam usaha stabilisasi ekonomi,
pengendoran inflasi, pembagian kembali pendapatan masyarakat yang lebih
wajar,menunjangn pembinaan dana-dana untuk investasi dan pembangunan,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dll.
81
O. Peranan Dan Fungsi Anggaran Negara dan Daerah
Peranan anggaran sangat penting dan menentukan bagi berhasil tidaknya
pemerintah menjalankan fungsinya baik sebagai Public Service maupun
sebagai Development Function. Menurut Mustopadidjaja (1997:7) bahwa
besarnya anggaran belanja pembangunan setidaknya bisa dilihat dari dua
sisi, pertama segi kuantitatif berupa sejumlah investasi yang cukup besar.
Kedua segi realisasi kongkrit dari politik pembangunan yang menentukan
kualitas hidup dan kehidupan bangsa sekarang ini dan dimasa yang akan
datang. Dan sebagai peralatan kebijakan dibidang ekonomi anggaran
mempunyai fungsi yang beragam menurut Mustopadidjaja (1997:8) yaitu:
5. Anggaran memberikan arah mengenai pemanfaatan berbagai sumber
dalam masyarakat.
6. Mendorong adanya keseimbangan dalam perekonomian secara
makro.
7. Dengan tekanan kepada distribusi sumber-sumber secara lebih
berkeadilan, anggaran dapat menjadi alat untuk mengikis berbagai
kesenjangan.
8. Dengan pengelolaan yang tepat memungkinkan pengukuran secara
tepat dan bermakna mengenai kinerja dan dampak anggaran tersebut
dalam kehidupan perekonomian yang luas.
82
Dalam perekonomian modern saat ini, kita melihat bahwa ada empat
kelompok utama dari subjek-subjek ekonomi, yaitu rumah tangga,
perusahaan, pemerintah dan luar negeri, masing-masing subjek ekonomi ini
memiliki kegiatan-kegiatan yang pada umumnya bertujuan memenuhi
keinginan atau kebutuhan bagi anggota dan masing-masing subjek tersebut.
Keuangan negara ( Publik Finance ) adalah ilmu yang dibicarakan
mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian serta dampak
kebijaksanaan pemerintah bidang Fiskal terhadap perekonomian (
Mangkoesoebroto : 2000 ).
Semakin meningkatnya kegiatan pemerintah berarti semakin besar
pula pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintah tersebut yang
ditujukan untuk memenuhi kepentingan umum, tidak saja meliputi kegiatan
pemerintah saja, namun juga berkaitan dengan pembiayaan kegiatan
perekonomian, dalam arti pemerintah harus menggerakkan dan merangsang
kegiatan ekonomi secara umum (Dumairy : 1997). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwadalam suatu negara selalu ada campur tangan pemerintah
dalam perekonomian, meski ada perbedaan kadar campur tangan tersebut.
Dalam konteks perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan
ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, (Dumairy 1997:158-160)
yaitu: peran alokasi, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan
sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan
mendukung efisiensi produksi; peran distribusi, yakni peranan pemerintah
83
dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi
secara adil dan wajar; peran stabilisasi, yakni peranan pemerintah dalam
memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika dalam keadaan
disekuilibrium; dan peran dinamisasi, yakni peranan pemerintah dalam
menggerakan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh,
berkembang dan maju.
Keuangan negara secara umum adalah membahas tentang aktivitas
pemerintah terutama yang menyangkut masalah anggaran pendapatan dan
belanja baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) maupun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ). Beberapa pakar
ekonomi telah membrikan definsi mengani keuangan negara khususnya
tentang pendapatan dan belanja negara. Irawan dan Suparmoko (1999)
mengatakan Keuangan Negara adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
mempelajari mengenai kegiatan-kegiatan pemerintah dalam bidang ekonomi,
terutama tentang penerimaan dan pengeluarannya dalam bidang
perekonomian tersebut. Keuangan Negara merupakan studi mengenai
pengaruh dari anggaran pemerintah dan belanja negara terhadap
perekonomian, terutama pengaruhnya terhadap pencapai tujuan kegiatan
ekonomi, stabilitas harga-harga, distribusi penghasilan yang lebih merata dan
juga mencapaian efisiensi dan penciptaan lapangan kerja.
Lebih jauh Arsyad Lincolin (1999) mengatakan bahwa Anggaran
Negara adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau
84
kegiatan dalam bentuk angka-angka. Di dalamnya dinyatakan tentang jumlah
penerimaan-penerimaan yang minimal diharapkan dan pengeluaran yang
setinggi-tingginya yang diukur dengan nilai uang yang diharapkan pada suatu
periode atau waktu tertentu.
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat
dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta
memperhatikan penataan ruang baik fisik maupun sosial sehingga terjadi
pemerataan perkembangan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah.
Pembangunan secara luas selalu mengacu kepada proses perubahan
struktural, baik struktur ekonomi maupun sosial budaya yang dapat
menciptakan suatu kondisi aman bagi kehidupan umat manusia. Pemerintah
memegang peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan perencanaan
pembangunan suatu daerah, karena dengan melalui pengeluaran,
pemerintah berperan menjamin suatu keputusan yang menyangkut
pengalokasian anggaran yang terbatas telah mempertimbangkan prioritas
kebutuhan dan akibat yang akan timbul jika dilihat dari perekonomian
keseluruhan.
Dalam penyelenggaraanotonomi daerah memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab tanpa membahas keuangan daerah,
seperti membahas kulit tanpa membahas isinya. Guna menyelenggarakan
pemerintahan yang intinya pada pelayanan pada masyarakat diperlukan
85
dana yang besar dan cukup meningkat, sesuai dengan terus meningkatnya
kebutuhan dan keinginan masyarakat, melalui kemampuan menggali sumber-
sumber keuangan sendiri yang didukung oleh pembagian keuangan antara
pusat dan daerah, yang merupakan syarat menjalankan pemerintahan.
Mamesah ( 1995 ) mengemukakan bahwa Keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang maupun barang
yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh daerah
yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Pentingnya posisi keuangan dearah dalam menyelenggarakan
otonomi sangat disadari oleh pemerintah pusat. Agar daerah dapat mengurus
rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu
diberi sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada pemerintah
daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber
keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah ( APBD )
pos-pos penerimaan dapat dikelompokkan ke \dalam 5 ( lima ) kelompok
besar, yaitu :
a Sisa anggaran tahun lalu b Pendapatan Asli Daerah c Dana perimbangan d Sumbangan dan bantuan e Penerimaan pembangunan
86
Dengan demikian apabila pemerintahdi daerah dituntut untuk
mengurus sendiri rumah tangganya dan kemudian melaksanakan sebagian
kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat, maka faktor penting yang
harus dipikirkan adalah faktor sumber pembiayaan atau keuangan. Oleh
karenanya keuangan daerah tersebut merupakan tolok ukur bagi penentuan
kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolok
ukur lainnya seperti kemampuan sumber daya manusia atau aparatur
daerah, kondisi demografi, serta peran serta masyarakat.
Ketentuan pokok mengenai keuangan daerah yang meliputi peraturan
dan penetapan sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam pasal 79
sampai dengan pasal 86 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pasal 79
menjelaskan bahwa sumber pendapatan daerah adalah :
5. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
e. Hasil Pajak Daerah
f. Hasil Retribusi Daerah
g. Hasil Perusahaan Milik Daerah, dan hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah
h. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
6. Dana Perimbangan terdiri dari :
d. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
penerimaan dari Sumber daya Alam.
87
e. Dana Alokasi Umum
f. Dana Alokasi Khusus
7. Pinjaman Daerah
8. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Ada dua dimensi penting yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam menata kembali pemerintah daerah yaitu masalah otonomi atau
desentralisasi dan masalah keuangan. Pembenahan secara substansial dan
demokrasi pada sistem tersebut akan berimplikasi positif terhadap otonomi
daerah dan perimbangan keuangan daerah dengan pusat.
Sebagai koreksi atas UU No. 5 Tahun 1974 Undang-undangan yang
baru ini lebih bersifat terbuka dan akomodatif dalam menampung
kepentingan daerah. Primal keuangan daerah dalam pasal 78 UU No. 22
tahun 1999 dan pasal 3 UU No. 25 tahun 1999 dijelaskan bahwa : sumber-
sumber penerimaan daerah terdiri atas :
5. Pendapatan asli daerah yaitu :
- Hasil pajak daerah
- Hasil retribusi daerah
- Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan
- Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah.
6. Dana perimbangan
7. Pinjaman daerah dan
88
8. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Hal yang menarik dalam Undang-undang baru ini adalah adanya
kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk mengatur urusannya
sendiri kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
peradilan, moneter/fiskal dan agama.
Sedangkan dari segi keuangan daerah adanya dana perimbangan
yang berasal dari bagi hasil pendapatan negara dan sumber daya alam,
alokasi umum dan alokasi khusus, dana perimbangan ini diterima langsung
oleh daerah penghasil. Sebelum menelaah terhadap konsep peningkatan
Pendapatan Asli Daerah maka akan diuraikan terlebih dahulu mengenai
Pajak dan retribusi Daerah. Menurut Undang-undang No. 34 Tahun 2000
tentang perubahan Undang-undang RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan yang
seimbangan yang dapat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
Untuk merealisasikan pembanguan daerah, oleh pemerintah daerah
dijabarkan dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD) setiap tahunnya dan setelah disahkan oleh DPRD II,
kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (Mamesah, 1995:3)
89
Dalam APBD tercermin kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber penerimaan daerah, yang sangat ditentukan oleh potensi yang
dimiliki, diantara sumber penerimaan daerah adalah penerimaan daerah
sendiri (PDS) yang terdiri dari PAD ditambah dengan PBB yang selalu
diupayakan peningkatannya sebagai salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah daerah dan daerah dalam rangka mengisi
otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis dan bertanggung jawab.
P. Hubungan keuangan Pusat Dan Daerah
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan
sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan
demokrasi dan kinerja daerah untuk meeningkatkan kesejahteraan
masyarakat . Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem
pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada
masyarakat. Sebagai daerah otonom daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat.
Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah diperlukan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional
yang diwujudkan dengan pengaturan, pembangunan dan pemanfaatan
90
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah
dalam rangka perimbangan keuangan dilaksanakan atas dasar
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembatuan. Sumber-sumber
pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber
pendapaatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali
dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri atas hasil pajak
daerah, retribusi, serta pendapatan lain-lain yang sah. Proses ini
dimungkinkan untuk dilaksanakan setelah pemerintah mengeluarkan undang-
undang no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah. Pemberlakuan undang-undang tersebut mempunyai tujuan
antara lain:
f. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian
daerah.
g. Menciptakan system pembiayaan daerah yang adil dan proporsional,
rasional, transparan, akuntabel dan pasti.
h. Mewujudkan system perimbangan keuangan yang mencerminkan
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, menyelenggarakan pemerintahan
daerah yang transparan, memperhatikan aspirasi masyarakat.
i. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan Negara bagi daerah.
91
j. Mempertegas system pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah
daerah.
Berdasarkan tujuan pokok diatas, maka hubungan keuangan pusat
dan daerah dapat disimpulkan dari tiga segi yaitu :
4. Segi penyelenggaraan pemerintah daerah.
5. Segi kebijaksanaan pembangunan.
6. Segi pengawasan.
E.1. Penyusunan anggaran belanja daerah
Mustopadidjaya, AR ( 1997 : 8 ) mengemukakan bahwa kegiatan
penyusunan anggaran belanja daerah ( APBD ) meliputi
perencanaan,pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan dilakukan
estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang akan
datang begitu juga dengan pengeluaran rutin termasuk belanja pegawai dan
lain sebagainya. Atas dasar pemikiran tersebut akan diketahui besarnya
tabungan pemerintah yang akan dipergunakan untuk mencapai berbagai
macam sasaran.
Sedangkan Kunardjo (1993 : 138) menyatakan bahwa penyusunan
Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah mempunyai tiga fungsi Utama
yaitu:
92
4. Fungsi Alokasi, dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan
masyarakat akan adanya sarana dan prasarana yang tidak mungkin
disediakan oleh sektor swasta.
5. Fungsi Distribusi, adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan
pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara
agar kesenjangan dan penerimaan pendapatan dapat dikurangi.
6. Fungsi Stbilisasi, adalah anggaran yang menyangkut masalah
terpeliharanya tingkat kemampuan kerja yang tinggi, kestabilan harga
dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.
Sementara D.J. Mamesah (1996 :79 ) mengatakan bahwa
penyusunan Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah tidak terlepas dari
pelaksanaan salah satu fungsi organik manajemen yaitu perencanaan.
Selanjutnya S.P. Siagian ( 1985 : 17 ) mengemukakan bahwa didalam
kegiatan perencanaan terdapat beberapa ide pokok antara lain :
3. Perencanaan pada hakekatnya merupakan kegiatan berfikir karena
merencanakan memang didahului oleh konseptualisasi usaha sebelum
bertindak.
4. Perencanaan pada hakekatnya merupakan kegiatan pengambilan
keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilaksanakan dimasa
depan.
Uraian diatas erat sekali hubungannya dengan perencanaan
anggaran pemerintah daerah dimana APBD sebagai rencana kegiatan
93
tahunan pemerintah daerah baik rutin maupun pembangunan sekaligus
perumusan awal tentang perkiraan jumlah penerimaan dan sumber-sumber
pendapatan daerah yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran tertentu.
E.2. Arti dan manfaat alokasi anggaran pemerintah serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan sector pembangunan.
Secara garis besar tujuan pembangunan daerah merupakan tujuan
yang sifatnya kompleks dikarenakan berbagai macam tujuan yang ingin
dicapai sering kali erat hubungannya antara yang satu dengan yang lainnya.
Pembangunan daerah dalam proses akan memunculkan sektor yang menjadi
penggerak utama dalam pembangunan. Selanjutnya pemerintah dapat
mempengaruhi corak pembangunan dan kegiatan ekonomi melalui alokasi
dan distribusi pengeluaran pemerintah didaerah ( Sadono Sukirno, 1982 ).
Teori Harod Domar yang merupakan pendalaman dari berbagai
teori pertumbuhan pada dasarnya menunjukkan tentang syrat-syarat yang
harus diciptakan dalam suatu perekonnomian agar ekonomi tetap efisien dan
maksimal dalam menggunakan alat-alat modal. Pertumbuhan masing-masing
sektor pembangunan perlu pula diperkirakan. Dari uraian diatas nampak
akan arti pentingnya dari pengalokasian dana oleh pemerintah melalui
pengeluaran yang dilakukan pada sektor-sektor pembangunan daerah.
Manfaat yang diperoleh dari pengalokasian ini adalah mendorong
94
pembangunan daerah dan juga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini
dilakukan melalui alokasi penyusunan dana ke sektor yang secara potensial
mampu untuk mempercepat proses pembangunan.
E.3. Jenis alokasi anggaran pemerintah
Anggaran pembangunan yang diperuntukan bagi pembangunan
daerah dapat dikelompokan atas 2 daerah, yaitu :
- Anggaran pembangunan daerah yang alokasinya ditentukan kriteria yang
bersifat sosial politik
- Anggaran pembangunan daerah yang alokasinya ditentukan oleh kriteria
yang didasarkan pada efisiensi ekonomi.
Faktor-faktor yang penting yang dapat digunakan dalam menentukan
alokasi anggaran pembangunan daerah berdasarkan kriteria yang bersifat
sosal politik adalah jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan luas daerah.
Q. Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Ada beberapa pertanyaan yang sering di diskusikan mengenai
peranan sektor publik dalam perekonomian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
berkaitan dengan mengapa peranan sektor publik diperlukan dan apa
peranan sektor public dalam sistem perekonomian. Menurut Musgrave (1989)
ada beberapa premis yang diterima secara umum dalam masyarakat bahwa
95
1) komposisi output yang ada seharusnya berada dalam garis yang sesuai
dengan preferensi konsumsi individu dalam masyarakat, dan bahwa 2)
preferensi tersebut digunakan untuk di desentralisasikan dalam membuat
keputusan mengapa seluruh perekonomian tidak dipegang oleh swasta.
Sebuah perekonomian ideal, yang kompetitif sempurna dimana
pengaturan alokasi sumberdaya berasal dari pertukaran sukarela antara
barang dan uang pada harga pasar akan menghasilkan kuantitas maksimum
barang dan jasa dari segenap sumber daya yang tersedia dalam
perekonomian tersebut. Kenyataan yang ada, pasar tidak selalu hadir dalam
wujudnya yang ideal. Perekonomian pasar seringkali terlilit polusi dan
monopoli seiring dengan melonjaknya inflasi atau pengangguran dan pada
prakteknya pula bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat Laissez-
faire sangat tidak merata. Untuk mengatasi kelemahan tersebut pemerintah
mengambil peranan penting dalam perekonomian.
Menurut Adam Smith dalam Mangkoesubroto (1998),
mengemukakan bahwa dalam perekonomian kapitalis, setiap individu yang
paling tahu apa yang paling baik bagi dirinya, sehingga dia akan
melaksanakan apa yang dianggap terbaik bagi dirinya sendiri. Setiap individu
akan melaksanaskan aktivitas yang harmonis seakan-akan diatur oleh
invisible hand. Karena itu perekonomian dapat berkembang maksimum.
Sehingga Adam Smith mengatakan bahwa peran pemerintah hanya terbatas
96
pada pelaksanaan kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh pihak swasta, yaitu
melaksanakan peradilan, pertahanan/keamanan, dan pekerjaan umum.
Sedangkan menurut Samuelson (1997) secara garis besar
pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yakni meningkatkan efisiensi,
menciptakan keadilan dan melaksanakan kebijakan stabilisasi Pemerintah
yang baik harus senantiasa berusaha menghindari dan memperbaiki
kegagalan pasar demi tercapainya efisiensi. Pemerintah juga harus
memperjuangkan pemerataan melalui program perpajakan dan redistribusi
pendapatan untuk kelompok atau golongan masyarakat tertentu. Pemerintah
harus menggunakan perangkat perpajakan, pembelanjaan dan peraturan
moneter untuk menggapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, mengurangi
laju inflasi dan pengangguran serta memacu pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan. Menurut Jones (1996) peran pemerintah dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tak langsung. Pengendalian
secara langsung diantaranya adalah masalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Sementara pengendalian secara tak langsung diantaranya
berhubungan dengan masalah tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi,
tingkat pengangguran serta nilai tukar.
Menurut Hyman dkk (1996); dalam sistem ekonomi negara
campuran (mixed economy) pemerintah hanya menyediakan jumlah barang
dan jasa tertentu (publik good) yang tidak dapat disediakan oleh swasta serta
mengatur alokasi perorangan. Menurut Mangkoesubroto (1998) Barang
97
publik adalah beberapa jenis barang yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, akan tetapi tidak seorangpun yang bersedia menghasilkannya
atau mungkin dihasilkan oleh pihak swasta akan tetapi dalam jumlah yang
terbatas. Barang publik mempunyai ciri-ciri : 1) tidak bersaing (non rival in
consumption) yaitu konsumsi dari seseorang tidak menyebabkan
menurunnya kemanfaatan oleh individu lainnya; 2) tidak dapat dikecualikan
(non excludability), artinya tidak seorangpun konsumen dapat dilarang dalam
memanfaatkannya. Barang dan jasa yang diproduksi pemerintah tersedia
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang/jasa yang
relatif murah karena harganya ditentukan rendah oleh pemerintah (subsidi),
Sukanto R (2001).
Pada sistem perekonomian campuran, pemerintah berpartisipasi
dalam pasar sebagai pembeli barang dan jasa. Pemerintah membeli input
dari rumah tangga dan mendapatkan hak kepemilikan dari sumber produktif
(modal dan tanah). Pemerintah menggunakan input untuk menghasilkan
barang dan jasa yang tidak dijual kepada sektor rumah tangga dan
perusahaan, tetapi disediakan melalui distribusi tanpa melalui pasar. Namun
demikian pemerintah juga memiliki dan menjalankan perusahaan, seperti
jasa pelayanan pos, kereta api dan lain-lain. Untuk membayar barang dan
jasa yang dipergunakannya, pemerintah mendapatkan pemasukan dari
perusahaan dan rumah tangga, seperti hasil pembayaran pajak, retribusi,
royalti dan fee. Pemerintah menggunakan sumber daya yang produktif untuk
98
menghasilkan barang dan jasa termasuk pertahanan, jalan, sekolah dan jasa-
jasa lainnya.
Kebijakan makroekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada
dasarnya bertujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
ekonomi yang ada pada saat itu. Menurut Sadono S (2000) persoalan pokok
dalam perekonomian adalah : 1) pengangguran; 2) Inflasi; 3) keleluasan
pertumbuhan ekonomi; 4) ketidakstabilan neraca pembayaran. Bentuk utama
dari kebijakan fiskal pemerintah adalah dengan menambah pengeluaran
pemerintah dan mengurangi pajak pendapatan.
Penambahan pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan : 1)
meminjam dari masyarakat melalui pasar modal (loanable fund); dan 2)
meminjam dari bank sentral melalui pencetakan uang baru. Penurunan pajak
yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) menurunkan
sejumlah pajak tertentu; dan 2) menurunkan persentase pajak pendapatan
Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan konsekuensi dari
ditentukannya program kerja yang membutuhkan anggaran yang besar,
apabila pendapatan nasional dalam perencanaan adalah :
Yo = 1/(1-b(1-t)) = (a + Io + Go). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.1)
Pertambahan pengeluaran pemerintah ∆G, dan Yt merupakan
pendapatan nasional yang baru (∆Y = Yt – Yo), maka besarnya ∆Y dapat
ditentukan dengan :
99
Yo = 1/(1-b(1-t)) . (a + Io + Go + ∆G) – 1/(1-b(1-t)) (a + Io + Go) ; . . .
.(2.2)
atau
∆Y = 1/(1-b(1-t)) . ∆G. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(2.3)
Dalam keadaan keseimbangan di pasar modal ditentukan oleh
penawaran tabungan (S) dan permintaan modal untuk Investasi (I).
Keseimbangan awal dicapai pada Eo, yang berarti pada tingkat suku bunga
ro dan dana yang dipinjamkan adalah sebesar S = I pertambahan
pengeluaran pemerintah akan menyebabkan peningkatan permintaan modal.
Pada tingkat suku bunga tertentu, maka menyebabkan kurva permintaan
dana bergerak ke kanan dari I menjadi I + ∆G. Besarnya pergeseran ini dapat
ditentukan dengan fiskal multiplier, 1/(1-C) dikalikan dengan besarnya
kenaikan awal dari belanja fiskal. Perubahan ini tidak mempengaruhi hasrat
untuk menabung, sehingga kurva S tetap. Dengan demikian keseimbangan
baru tercapai pada E1, dimana suku bunga telah meningkat menjadi r1 dan
dana yang dipinjamkan menjadi I + ∆G namun karena hasrat investasi
masyarakat telah merosot dari Io menjadi I1, sebagai akibat kenaikan suku
bunga dari ro menjadi r1, dan pengeluaran pemerintah dari G menjadi G +
∆G.
Apabila pinjaman pemerintah sebanyak ∆G dibiayai oleh penurunan
Investasi sebesar ∆I = Io – I1, dan kenaikan tabungan masyarakat sebesar
100
∆S = S1 - So, maka kenaikan pengeluaran pemerintah akan berdampak pada
kenaikan suku bunga dan selanjutnya menurunkan tingkat investasi swasta,
kondisi ini disebut dengan crowding out. Meskipun agregat demand akan naik
mengikuti kenaikan pengeluaran pemerintah, akan tetapi efeknya tergantung
juga kepada bentuk kurva agregat supply. Dalam kasus klasik semua
efeknya akan terjadi pada harga dan keseimbangan output tetap. Sedangkan
dalam kasus keynesian yang ekstrim, semua efeknya hanya akan jatuh
kepada output, sementara harga-harga dianggap tetap. Dalam kasus
keynesian secara umum, efeknya terdistribusi antara kenaikan output dan
tingginya harga. Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk
yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh
pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada
masyarakat. Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan
keseluruhan dari keputusan anggaran pada masing-masing tingkatan
pemerintahan (Pusat-Prop-Kab/Kota). Pada masing-masing tingkatan dalam
pemerintah ini dapat mempunyai keputusan akhir proses pembuatan yang
berbeda, dan hanya beberapa hal pemerintah yang dibawahnya dapat
dipengaruhi oleh pemerintahan yang lebih tinggi (Lee Robert D, Jr and
Ronald W. Johnson).
Menurut Mangkoesubroto (1998;169) Pengeluaran pemerintah
mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan
suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
101
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil
dapat dipakai sebagai indicator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai
oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan
pemerintah, semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional (GNP)
adalah suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu
perekonomian. Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dapat
digolongkan dalam tiga golongan; yaitu :
4. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah.
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan
tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan
ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana.
Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk
menghindari terjadinya kegagalan pasar yang disebabkan oleh
investasi swasta yang sudah semakin besar pula. Pada tingkat
ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih pada bentuk
pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas-aktivitas sosial.
5. Hukum Wagner
102
Hukum Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian,
apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran
pemerintah pun akan meningkat. Menurut Wagner (Mangkoesubroto,
1998) mengapa peranan pemerintah semakin besar, disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi kebudayaan dan
sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum
tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan
barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan
teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state), yang
menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak,
terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
6. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran, sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk
membiayai pengeluaran pemerintah tersebut. Menurutnya, masyarakat
mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu tingkat dimana masyarakat
dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dalam
memahami berbagai pengaturan pendanaan bagi pemerintah regional
(daerah), maka kita harus mengetahui keragaman fungsi yang
103
dibebankannya dimana fungsi-fungsi tersebut dapat digolongkan
menjadi 5 (lima) kelompok yaitu :
f. Fungsi penyediaan pelayanan yang berorientasi kepada
lingkungan dan kemasyarakatan.
g. Fungsi pengaturan yaitu merumuskan dan menegakkan peraturan
perundangundangan
h. Fungsi pembangunan yaitu keterlibatan langsung maupun tidak
langsung dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dan penyediaan
prasarana
i. Fungsi perwakilan yaitu menyatakan pendapat daerah diluar
bidang tanggung jawab eksekutif; dan
j. Fungsi koordinasi yaitu melaksanakan koordinasi dan
perencanaan investasi dan tataguna tanah regional (daerah)
(Davey KJ, 1988)
Dalam RAPBD di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
3. Pengeluaran pembangunan dimaksudkan sebagai pengeluaran yang
bersifat menambah kapital (investasi) masyarakat dalam bentuk
proyek-proyek prasarana dasar dan sarana fisik.
4. Pengeluaran rutin secara umum diarahkan untuk menunjang
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
104
meliputi belanja pegawai, barang, perjalanan dinas, pemeliharaan,
belanja rutin dan lain-lain seperti belanja pensiun dan subsidi.
Pengeluaran pemerintah dapat dipandang sebagai pembelanjaan
otonomi, karena pendapatan nasional bukan merupakan faktor penting yang
dapat mempengaruhi keputusan pemerintah untuk menentukan anggaran
belanjanya. Faktor yang menentukan pengeluaran pemerintah adalah 1)
pajak yang diharapkan akan diterima, 2) pertimbangan-pertimbangan politik;
dan 3) persoalan-persoalan ekonomi yang sedang dihadapi (Sadono, 2000).
Dalam keadaan keseimbangan pada perekonomian tertutup, maka
Y = C + I + G. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.4)
Dimana :
C + I + G = C + S + T atau I + G = S + T. . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.5)
Apabila dimisalkan sistem pajak adalah tetap, maka pendapatan
nasional dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Y = C + I + G
Y = a + b Yd + Io + Go
Y = a + b (Y – To) + Io + Go
Y – bY = a – bTo + Io + Go
Y (1-b) = a – bTo + Io + Go
Y = 1/(1-b) . (a – bTo + Io + Go)
105
Terjadinya perubahan pembelanjaan agregat, baik yang berasal dari
pengurangan pajak, kenaikan ekspor atau penurunan impor akan mampu
mengakibatkan perubahan keseimbangan dalam perekonomian dan
perubahan dalam pendapatan nasional. Apabila pertambahan pengeluaran
pemerintah sebesar ∆G, maka kenaikan pendapatan nasional sebesar :
Y1 = 1/(1 – b). (a – bTo + Io + Go + ∆G)
∆Y = Y1 – Yo = 1/(1-b). ∆G . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(2.6)
sedangkan multiplier (α) dari perubahan tersebut adalah sebesar :
α = ∆Y/∆G = 1 / (1-b) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(2.7)
R. Anggaran Daerah Sektor Publik
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang
peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan
didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi
dan sumber-sumber kekayaan daerah. APBN merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan
output dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran
106
harus dapat menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik.
Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah
penganggaran.
Lebih dari enam puluh tahun lalu, V.O. Key sudah mengisyaratkan
bahwa penganggaran memiliki satu masalah paling mendasar, yakni
keterbatasan sumber daya. Key (1940) mengajukan pertanyaan berikut: “on
what basis shall it be decided to allocate x dollars to activity A instead of
activity B?” Keterbatasan sumber daya yang dimiliki menyebabkan proses
pembuatan keputusan pengalokasian menjadi sangat dinamis, terlebih lagi
dalam kondisi di mana terdapat banyak pihak dengan kepentingan dan
preferensi yang berbeda (Rubin, 1993).
Penganggaran setidaknya mempunyai tiga tahapan , yakni (1) perumusan
proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, (3)
pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum
(Samuels, 2000). Sedangkan menurut Von Hagen (2002) penganggaran
terbagi ke dalam empat tahapan, yakni excecutive planning, legislative
approval, excecutive implementation, dan ex post accountability. Pada kedua
tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif dan legislatif dan politik
anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap terakhir hanya
melibatkan birokrasi sebagai agent.
Penerapan otonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan
paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran
107
kinerja (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran
yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan
pencapaian hasil yang dapat diukur.
Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat
kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan
Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran) sebelum anggaran
ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan
menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam
pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan
fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal
pertanggungjawaban kepala daerah.
S. Produk Domestik Regional Bruto
Pada umumnya semua negara menginginkan pertumbuhan ekonomi
yang baik dan khususnya juga setiap daerah menginginkan hal yang sama.
Pertumbuhan ekonomi dapat digerakan oleh pemerintah baik pemerintah
pusat dan pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, kebijakan perdagangan.
Leweis (2005) mengemukakan bahwa sebagai hasil dari program
desentralisasi pemerintah pusat yang dimulai diterapkan pada tahun 2001,
dimana pemerintah daerah sudah mempunyai tanggung jawab yang lebih
nyata dalam pelayanan masyarakat dan lebih leluasa dalam mempergunakan
108
sumber fiskal dan mempunyai otoritas yang lebih besar dalam
mempergunakan sumber-sumber lainnya dibanding sebelumnya. Disamping
itu pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan karena perdagangan nasional
atau antar daerah di berbagai bidang, dapat disebabkan oleh fluktuasi nilai
tukar dan lebih khusus disebabkan oleh penerimaan dan pengeluaran
pemerintah daerah atau dikenal dengan kebijakan fiskal daerah yang
implementasi diwujudkan dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan disegala bidang dengan didukung oleh ketersediaan anggaran
pembangunan baik yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang dikelola dan dimanfaatkan seektif, efisien, transparan dan akuntabel
secara berhasilguna dan berdayaguna bagi kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sukirno, 1994: 10). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP
(Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah
ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000: 5). Menurut
Zaris, (1987: 82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan
kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan
domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita).
109
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan
menurut tiga sudut pandang yang berbeda namun mempunyai pengertian
yang sama, yaitu :
4. Menurut Pendekatan Produksi adalah jumlah nilai produk netto dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu
regional atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
5. Menurut Pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh berbagai produksi yang ikut serta dalam proses produksi
dalam satu regional atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun).
6. Menurut pendekatan pengeluaran adalah jumlah pengeluaran rumah
tangga, lembaga swata tidak mencari keuntungan dan pemerintah
sebagai konsumsi, pengeluaran sebagai pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan stock dan ekspor netto, di suatu regional
atau wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun) (Boediono,
1992 : 102).
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto dapat dibagi Sembilan
sektor ekonomi dalam PDRB juga sering dikelompokkan dalam 3 kelompok
sektor : primer, sekunder, tersier. Sektor primer mencakup sektor pertanian
dan sektor penggalian. Sektor sekunder mencakup sektor industri
pengolahan, sektor listrik-gas-air bersih, dan sektor bangunan. Sektor tersier
110
mencakup sektor perdagangan-hotel-restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuanganpersewaan- jasa perusahaan, serta sektor jasa-
jasa.
Samuelson (1995: 436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan
ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari Gross
Domestic Product potensial/output dari suatu negara. Ada 4 faktor yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi :
e. Sumber daya manusia.
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua
faktor produksi yang lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta
teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negara lain. Tetapi penerapan
teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal hampir selalu
menuntut tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian
yang hanya bisa diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik.
f. Sumber daya alam.
Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami
merupakan faktor ang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam
yang penting antara lain minyak- minyak gas, hutan air dan bahan-bahan
mineral lainnya.
g. Pembentukan modal.
111
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa
pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa
puluh tahun. Pembentukan modal modal dan investasi ini sebenarnya
sangat dibutuhklan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi.
h. Perubahan teknologi dan inovasi.
Salah satu tugas kunci pembangunan ekonomi adalah memacu
semangat kewiraswastaan. Perokonomian akan sulit untuk maju apabila
tidak memiliki para wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko
usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi,
menerapkan teknologi baru, mengadapi berbagai hambatan usaha,
hingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju
(Samuelson, 1995: 436-439).
Menurut Sukirno, (1994: 415) bahwa istilah pertumbuhan ekonomi
menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan dari suatu
perekonomian, sedangkan dalam analisis makro ekonomi tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan
pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara. Menurut Boediono,
(1992: 9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output
perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini
meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
112
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah
penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang.
Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama
(5 tahun) mengalami kenaikan output. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa
istilah pertumbuhan ekonomi berbeda dengan istilah pembangunan ekonomi.
Menurut Suryana, (2000: 3) menerangkan bahwa pembangunan ekonomi
diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita
penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi
ini mengandung tiga unsur yaitu :
a. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang
terus menerus yang didalamnya telah mengandung unsur-unsur
kekuatan sendiri untuk investasi baru.
b. Usaha meningkatkan pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka
panjang.
Menurut Sumitro Djojohadikusumo (Sanusi, 2004: 8), pembangunan
ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup perubahan pada
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi
pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka
113
panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi
tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
e. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus.
f. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.
g. Kenaikan pendapatan perkapita harus terus berlangsung dalam jangka
panjang.
h. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang (misalnya ekonomi,
politik, hukum, sosial dan budaya). Sistem ini bisa di tinjau dari dua
aspek yaitu : aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan
perbaikan di bidang regulasi (baik legal formal maupun informal)
(Arsyad, 1999: 11-12).
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri
ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-
penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (lihat Todaro, 1998:130). Kemudian
menurut Widodo (1990:35) laju pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses
karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangannya. Laju
pertumbuhan ekonomi diukur melalui indikator perkembangan PDB atau
114
PNB. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi regional, pertumbuhan ekonomi
diukur melalui perkembangan PDRB dari tahun ketahun.
T. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-
sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD. Tuntutan
peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai
pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke
daerah dalam jumlah besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang
merupakan transfer keuangan oleh pusat kepada daerah dalam rangka
mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif
memadai yakni sekurang-kurangnya sebesar 25 persen dari Penerimaan
Dalam Negeri dalam APBN, namun daerah harus lebih kreatif dalam
meningkatkan PAD-nya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan
dalam pembelanjaan APBD-nya (Sidik, 2002). Sumber-sumber penerimaan
daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di
dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya peningkatan (pertumbuhan) PAD dapat dilakukan dengan
intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi yang sudah ada (Sidik, 2002).
115
Peningkatan PAD melalui kedua penerimaan ini harus diimbangi
dengan peningkatan kualitas layanan publik. Kenyataan menunjukkan
kualitas layanan publik masih banyak yang memprihatinkan, akibatnya
produk yang seharusnya bisa dijual justru direspon secara negatif
(Mardiasmo, 2002). Hal ini berarti peningkatan kemandirian ini tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak terjadi peningkatan peran serta masyarakat
yang tercermin dalam pembayaran pajak ataupun retribusi (Heriansyah,
2005).
Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
Davey (1988:25-35) mengemukakan bahwa pendanaan pemerintah daerah
terdiri dari alokasi dari pemerintah pusat, perpajakan, retribusi (charging),
pinjaman, dan badan usaha. Dalam perspektif otonomi daerah, PAD menjadi
sumber keuangan paling utama selain jenis-jenis penerimaan daerah lainnya,
yang merupakan penjabaran dari Undang-undang nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Menurut Undang-undang nomor 25 tahun 2000, APBD merupakan
suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD. Lebih lanjut ditetapkan bahwa PAD adalah
pendapatan daerah yang berasal dari hasil sumber-sumber keuangan daerah
seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD dan hasil
116
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD
yang sah yaitu penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain.
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 1 ayat 6, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Sedikit berbeda dengan Pajak Daerah, menurut Kaho, (2001:154)
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh
daerah. Retribusi daerah dipungut oleh daerah, terdapat pemberian prestasi
oleh daerah yang secara langsung dapat ditunjuk, dikenakan kepada siapa
saja yang mengenyam jasa yang diberikan oleh daerah.
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran
atas; a) Jasa berupa usaha dan pelayanan yang diberikan oleh daerah, baik
berbentuk pelayanan umum maupun jasa usaha; b) Pemberian izin tertentu
117
berupa pemberian izin kepada orang pribadi dengan maksud pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan,
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang dan prasana, sarana dan
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Keduanya merupakan jasa dan pemberian
izin yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Halim (2002:65) menyatakan, bagian laba usaha daerah merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain
berasal dari BPD, Perusahaan Daerah, Deviden, BP-BKK, dan berbagai
penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. Kemudian dinyatakan pula
bahwa pengertian Lain-lain PAD merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari lain-lain milik Pemerintah Daerah. Penerimaan ini berasal dari
hasil penjualan pohon ayoman, penerimaan jasa giro, dan lain-lain.
Sebagaimana tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999, yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh
daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selanjutnya sumber-sumber PAD sebagaimana telah dikemukakan
118
pada bab terdahulu, terdiri dari beberapa unsur yaitu; pajak daerah, retribusi
daerah, perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pengertian pajak daerah berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun
2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
dapat digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan daerah. Adapun jenis-jenis pajak yang dapat diterapkan
di kabupaten/kota terdiri dari :
8. pajak hotel;
9. pajak restoran;
10. pajak hiburan;
11. pajak reklame;
12. pajak penerangan jalan;
13. pajak pengambilan bahan galian golongan C;
14. pajak parkir.
Sebelum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang selanjutnya
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, Davey (1988 : 39-40)
terlebih dahulu mengemukakan bahwa pengertian pajak daerah adalah
sebagai berikut :
5. pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari
daerah sendiri;
119
6. pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan
tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
7. pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah Daerah;
8. pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi
hasil pungutannya diberikan kepada, dibagi hasil dengan, atau dibebani
pungutan tambahan oleh Pemerintah Daerah.
Dari dua pengertian pajak daerah di atas, terlihat bahwa pada
prinsipnya pajak daerah itu mengandung unsur-unsur, yaitu merupakan iuran
wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Pemerintah
Daerah, tanpa imbalan langsung yang seimbang. Selain itu juga pajak
daerah harus dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah (Samso, 1997 : 7).
Masih berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, pengertian
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun
jenis-jenis retribusi daerah adalah sebagai berikut :
4. retribusi jasa umum;
5. retribusi jasa usaha;
6. retribusi perizinan tertentu.
120
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 1962, yang dimaksud
dengan perusahaan daerah adalah badan usaha milik daerah yang didirikan
oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah
dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah
tersebut. Adapun sifat perusahaan daerah yang sesuai dengan undang-
undang dimaksud (lihat Kaho, 1997 : 167) adalah sebagai berikut :
3. perusahaan daerah adalah satu kesatuan produksi yang bersifat memberi
jasa, menyelenggarakan kemanfaatanumum dan memupuk pendapatan;
4. tujuan perusahaan daerah adalah untuk turut serta dalam pelaksanaan
pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional
umumnya, untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja dalam
perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur.
Hasil perusahaan daerah (BUMD) sebagai salah satu sumber PAD
meskipun memiliki potensi yang cukup besar tetapi dengan pengelolaan
perusahaan yang tidak/kurang profesional dan terlebih lagi dengan adanya
intervensi dari Pemerintah Daerah sendiri, maka kontribusi PAD dari sumber
ini masih kurang memadai. Sementara itu lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset daerah dan jasa
giro, penerimaan dari pihak ketiga yang bukan perusahaan daerah, deviden
BPD, ganti biaya dokumen lelang, dan lain-lain.
121
U. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Adapun Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya :
5. Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengeluaran
Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi (studi kasus data panel di
Indonesia) menemukan bahwa selama periode penelitian (1993-2003)
ditemukan bahwa pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran
pembangunan maupun pengeluaran rutin) memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Ini mengindikasikan bahwa pengeluaran
pemerintah sangat diperlukan suatu daerah untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri.
6. Firmansyah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Investasi
Fisik dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Provinsi Di Indonesia
menemukan semua variabel bebas yaitu Pengeluaran Pemerintah Bidang
Pendidikan, Bidang Kesehatan, Investasi Fisik dan Tenaga Kerja baik
secara simultan maupun parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB 30 Provinsi di Indonesia.
7. Andy Lutfhi Kurniawan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Ponorogo Tahun 1993 – 2006
menemukan bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki pengaruh postif
122
terhadap Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Ponorogo.
8. Afrian Dita Angriwan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) terhadap pendapatan asli
daerah (PAD) menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat besar
peranannya dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pembangunan ekonomi
dalam arti luas meliputi pertumbuhan ekonomi, dimana tolak ukur dari
pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan ekonomi, yang dapat diukur
melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil penelitian member
rujukan bahwa dengan meningkatkan masing-masing sektor Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) agar dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu perlu dilakukan penertiban dalam hal
pemungutan pajak, yang pemungutannya masih mengalami penyimpangan.
Peningkatan dalam hal investasi juga dapat mempengaruhi kinerja
perekonomian daerah, yang akan meningkatkan sektor-sektor Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang akan meningkatkan Pendapataan Asli Daerah
(PAD).
V. Kerangka Pikir Penelitian
Pembangunan ekonomi adalah menunjukan tingkat
kemampuan perekonomian suatu daerah dimana keberhasilan pembangunan
ekonomi ditunjukan oleh berkembangnya kemampuan masyarakat untuk
123
memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri masyarakat
sebagai manusia, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih,
yang merupakan riil perkapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang
yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Guna mendukung
proses tersebut maka di perlukan sejumlah investasi yang dialokasikan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pembiayaan
pembangunan dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga diperlukan
perencanaan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas dengan skala prioritas,
khususnya pada sektor-sektor unggulan.
Dari alokasi anggaran pembangunan yang yang dialokasikan
untuk membiayai infrastruktur dasar yang merupakan daya dorong untuk
perkembangan ekonomi daerah dan secara khusus terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat yang akan mempercepat proses pengembangan
ekonomi pada masing-masing sektor yang mempengaruhi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan
ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik
Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian
yang dilakukan Lin & Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan
dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Oates
(1995), Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi.
124
Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi
yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi
pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk
mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk
kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong,
2004). Peningkatan Anggaran Pengeluaran Pemerintah dan PDRB
diharapkan dapat meningkatkan PAD.
Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka pikir yang dapat
digambarkan adalah sebagai berikut :
Gambar 1.
Kerangka Pikir Penelitian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor Pertanian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor perindustrian
Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perikanan
PDR
B
PAD
(Y2)
125
L. Hipotesis
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
13. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai Pengaruh
Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
14. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan mempunyai
Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
15. Pengeluaran Pemerintah Sektor perindustrian dan Perdagangan
mempunyai Pengaruh Langsung terhadap PDRB Provinsi Maluku
16. PDRB Memiliki pengaruh langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah
Provinsi Maluku Pemerintah
17. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai Pengaruh tidak
Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku melalui PDRB
18. Pengeluaran Pemerintah Sekto Perikanan dan Kelauatan mempunyai
Pengaruh tidak Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku melalui PDRB
19. Pengeluaran Pemerintah Sektor perindustrian dan Perdagangan Kelautan
mempunyai Pengaruh tidak Langsung terhadap PAD Provinsi Maluku
melalui PDRB
126
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Provinsi Maluku. Penelitian ini
dilakukan selama 2 bulan.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif yang mengungkap
pengaruh Pengeluaran Pemerintahn Sektor Pertanian, Sektor Perikanan dan
Kelautan serta Sektor Perindustrian dan Perdagangan terhadap PDRB dan
127
PAD Provinsi Maluku. Pendekatan awal bersifat deskriptif, dan pendekatan
selanjutnya diarahkan pada analisis kuantitaitf.
C. Jenis Data
Jenis Data yang dipergunakan untuk keperluan analisis dan
penarikan kesimpulan adalah berupa data Time Series dari Tahun 2002 -
2010 yang meliputi seluruh variabel yaitu Pengeluaran Pemerintahn Sektor
Pertanian, Sektor Perikanan dan Kelautan serta Sektor Perindustrian dan
Perdagangan, PDRB dan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
ddidapatkan dari kajian literatur berupa artikel –artikel yang berisi penelitian
terdahulu, buku – buku dan juga dari data dari instansi terkait di Provinsi
Maluku seperti BPS dan Biro Keuangan setda Maluku. berupa Data
mengenai Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan PAD selama kurun waktu
tahun 2002 – 2009.
E. Metode Analisis Data
128
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linear berganda dengan menggunakan analisis jalur untuk mengetahui
pengaruh langsung maupun tidak langusng pengeluaran pemerintah
terhadap PDRB dan PAD. Selain itu untuk pengujian pengaruh tidak
langsung juga melalui Uji Sobel (Sobel-Test) yang dilakukan dengan
menggunakan Sobel Test Calculator for the Significance of Mediation.
Persamaan matematis untuk perhitungan regresi adalah
Y1(t) = f (X1, X2, X3) (1)
Y2(t) = f (X1, X2 , X3, Y1) (2)
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Sektor
Perikanan dan Kelauatan, Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan
Perdagangan terhadap PDRB adalah :
Y1(t) = α0 + α1X1 + α2X2 + α3X3 + ε 1 (1.1)
Dimana: α0, α1, α2 dan α3 adalah parameter yang akan ditaksir dan ε1
adalah error term PDRB
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Sektor
Perikanan dan Kelauatan, Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan
Perdagangan terhadap PAD adalah
Y2(t) = β0 + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4Y1 + ε 2 (2.1)
129
Dimana: β0, β1, β2 β3 dan β4, adalah parameter yang akan ditaksir dan
ε2 adalah error term Tingkat kemandirian daerah.
Persamaan 2.1 kemudian disederhanakan lagi menjadi :
Y2 = β0 + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4Y1 + ε2
Y2 = (β0 + α0 β4)+ (β1 + α1 β4)X1 + (β2 + α2 β4)X2 + (β3 + α3 β4)X3 + (ε1
β4 + ε2)
Y2 = θ0 + θ1X1 + θ2X2 + θ2X2 + θ3X3 + µ2
Dimana :
θ0 = (β0 + α0 β4) = konstanta untuk Y2
θ1 = (β1 + α1 β4) = total pengaruh X1 terhadap Y2
θ2 = (β2 + α2 β4) = total pengaruh X2 terhadap Y2
θ3 = (β3 + α3 β4) = total pengaruh X3 terhadap Y2
α1 β4 =Pengaruh tidak langsung X1 terhadap Y2 melalui Y1
α2 β4 =Pengaruh tidak langsung X2 terhadap Y2 melalui Y1
α3 β4 =Pengaruh tidak langsung X3 terhadap Y2 melalui Y1
µ2 = (ε1 β4 + ε2) = Error term dari Y2
Dimana :
Y1 = PDRB Provinsi Maluku
Y2 = PAD Provinsi Maluku
X1 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian
130
X2 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelauatan
X3 = Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
F. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Untuk memudahkan pemahaman pada pembahasan selanjutnya,
definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian adalah investment catagories
di sector pertanian dimana penggunaan pembiayaan ini untuk membiayai
fungsi agent of development dan dari pengeluaran ini akan menghasilkan
kembali produk-produk yang sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemajuan tingkat perekonomian. Variabel ini dinyatakan dalam satuan
rupiah.
2. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan adalah
investment catagories di sector Perikanan dan Kelautan dimana
penggunaan pembiayaan ini untuk membiayai fungsi agent of
development dan dari pengeluaran ini akan menghasilkan kembali
produk-produk yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kemajuan
tingkat perekonomian. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah.
3. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan adalah
investment catagories di sector Perindustrian dan Perdagangan dimana
penggunaan pembiayaan ini untuk membiayai fungsi agent of
development dan dari pengeluaran ini akan menghasilkan kembali
131
produk-produk yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kemajuan
tingkat perekonomian. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah.
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga konstan adalah jumlah
seluruh nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor
ekonomi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu yang dihitung
menurut harga tahun dasar. Tahun dasar yang digunakan dalam analisis
ini adalah tahun 2000. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah.
5. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah
132
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian
Pengeluaran Pemerintah Sektor pertanian di provinsi Maluku
disalurkan melalui program dan kegiatan pada Dinas Pertanian Maluku
melalui Balai Proteksi Tanaman dan Hortikultura, Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih, Balai Diklat Pertanian Maluku, Sekolah Pembangunan
Pertanian Provinsi Maluku serta Badan Ketahanan Pangan. Secara lengkap
perkembangan alokasi Pengeluaran Pemerintah Sektor pertanian dari tahun
2002 sampai tahun 2008 adalah seperti yang terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian
Tahun 2002 - 2008
133
Tahun
Pengeluaran
Pemerintah Sektor
Pertanian
(dalam rupiah)
Pertumbuhan
(dalam persen)
2002 21.106.153.392
2003 22.153.068.075 4.96
2004 24.445.678.709 10.35
2005 25.280.560.038 3.42
2006 26.760.376.151 5.85
2007 30.029.223.683 12.22
2008 32.211.400.279 7.27
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa alokasi Pengeluaran
Pemerintah Sektor pertanian selama kurun waktu 2002 - 2008 selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Pengeluaran
Pemerintah Sektor pertanian adalah Rp 21.106.153.392 dan meningkat
menjadi Rp 22.153.068.075,- pada tahun 2003 atau meningkat sebesar
4,96%. Kemudian pada tahun 2004 Pengeluaran Pemerintah Sektor
134
pertanian adalah sebesar Rp. 24.445.678.709,- atau meningkat sebesar 3,42
% dari tahun 2003. Pada Tahun 2005 Pengeluaran Pemerintah Sektor
pertanian meningkat lagi sebesar 5,85% atau menjadi Rp 25.280.560.038,-.
Hal yang sama juga terjadi pada tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2008
dimana Pengeluaran Pemerintah Sektor pertanian selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 20098 peningkatan Pengeluaran Pemerintah Sektor
pertanian adalah sebesar 7,27 % atau meningkat menjadi Rp. 32.211.400,-
dari Rp. 30.029.223.683,- pada tahun 2007. Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah Sektor pertanian Provinsi Maluku tahun 2002- 2008 dapat dilihat
pada Gambar 4.1
Gambar 4.1.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian
Tahun 2002 – 2008
135
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
B. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan Dan Kelautan
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
disaluriatkan melalui program dan kegiatan Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Maluku pada bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan,
bidang perikanan tangkap, bidang perikanan budidaya, bidang kelautan dan
pesisir dan pulau-pulau kecil serta beberapa UPTD yang ada seperti balai
benih air tawar, balai sarana dan prasarana perikanan.
136
Tabel 4.2.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
Tahun 2002 - 2008
Tahun
Pengeluaran
Pemerintah Sektor
Perikanan dan Kelautan
(dalam rupiah)
Pertumbuhan
(dalam persen)
2002 19.592.325.888 -
2003 19.980.477.944 1.98
2004 20.385.711.353 2.03
2005 20.624.834.804 1.17
2006 20.889.936.145 1.29
2007 21.232.599.819 1.64
2008 21.814.185.806 2.74
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa alokasi Pengeluaran
Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan selama kurun waktu 2002 - 2008
selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002
Pengeluaran Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan adalah sebesar
137
Rp. 19.592.325.888,-. Pada Tahun berikutnya mengalami peningkatan
menjadi Rp 19.980.477.944,- atau sebesar 1,98%. Pada tahun 2004
Pengeluaran Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan adalah sebesar Rp.
20.385.711.353,- atau meningkat sebesar 2,03 % dari tahun 2003. Pada
Tahun 2005 Pengeluaran Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan
meningkat lagi sebesar 1,17 % atau menjadi Rp 20.624.834.804,-. Hal yang
sama juga terjadi pada tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2008 dimana
Pengeluaran Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 2008 peningkatan Pengeluaran Pemerintah Sektor
perikanan dan kelautan adalah sebesar 2,74% atau meningkat menjadi Rp
21.232.599.819,- dari Rp. 21.814.185.806,- pada tahun 2007. Perkembangan
Pengeluaran Pemerintah Sektor perikanan dan kelautan Provinsi Maluku
tahun 2002- 2008 dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
Tahun 2002 – 2008
138
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
C. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
disalurkan melalui program dan kegiatan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Maluku.
Tabel 4.3.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
139
Tahun 2002 - 2008
Tahun
Pengeluaran
Pemerintah Sektor
Perindustrian dan
Perdagangan
(dalam rupiah)
Pertumbuhan
(dalam persen)
2002 8.777.485.197 -
2003 9.712.001.098 10.65
2004 10.109.897.208 4.10
2005 10.854.250.926 7.36
2006 11.277.540.231 3.90
2007 11.632.679.608 3.15
2008 12.008.553.094 3.23
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa alokasi Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan selama kurun waktu 2002
- 2008 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan Rp
8.777.485.197,- meningkat sebesar 10,65% pada tahun 2003 menjadi Rp.
9.712.001.098,-. Pada tahun 2004 Pengeluaran Pemerintah Sektor
Perindustrian dan Perdagangan adalah sebesar Rp. 10.109.897.208,- atau
140
meningkat sebesar 4,10 % dari tahun 2003. Pada Tahun 2005 Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan meningkat lagi sebesar
7,36 % atau menjadi Rp 10.854.250.926,-. Hal yang sama juga terjadi pada
tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2008 dimana Pengeluaran Pemerintah
Sektor Perindustrian dan Perdagangan selalu mengalami peningkatan. Pada
tahun 2008 peningkatan Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan
Perdagangan adalah sebesar 3,23% atau meningkat menjadi Rp.
12.008.553.094,- dari Rp. 11.632.679.608,- pada tahun 2007. Perkembangan
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Maluku tahun 2002- 2008 dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Tabel 4.3.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
Tahun 2002 - 2008
141
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
D. PDRB Provinsi Maluku
Tolak ukur untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan pendapatan
dareah dalam skala regional adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB dalah barang dan jasa yang dihasilkan suatu daerah yang
biasanya dihitung dalam periode satu tahun. Kondisi perekonomian suatu
daerah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya yang dimiliki,
berbagai kebijakan, langkah dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan perekonomian wilayah tersebut. Upaya yang dilakukan
oleh pemerintah tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB dari tahun ke
tahun.
142
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) besar
mengindikasi luasnya pendapatan masyarakat menentukan ada tidaknya
pasar yang luas. Pada masyarakat dengan Produk Domestik Regional Bruto
yang besar kebutuhan akan barang dan jasa juga besar.
Pendapatan regional atau nasional berguna untuk mengetahui struktur
perekonomian suatu daerah atau negara dan besarnya peranan masing-
masing sektor dalam komposisi pembentukan pendapatan regional/nasional.
Menurut Sukirno (1999) PDRB adalah nilai barang dan jasa dalam suatu
negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara
tersebut dan warga negara asing. Sama halnya dengan suatu daerah/wilayah
ekonomi negara Indonesia, maka untuk melihat perkembangan dan
pertumbuhan pendapatan daerah dalam skala regional adalah PDRB.
Menurut defenisi yang dikembangkan Biro Pusat Stastetik (BPS) adalah
seluruh nilai barang dan jasa yang ditimbulkan oleh bekerjanya faktor-faktor
produksi (buruh, kewiraswastaan, modal, dan barang modal) di suatu wilayah
tanpa memperlihatkan pemilikan faktor-faktor produksi itu. Dalam pengertian
sehari-hari yang ditimbulkan disebut dengan nilai tmba bruto. Suatu daerah
mempunyai pendapatan regional yang berbeda sebagai akibat adanya
beberapa perbedaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Perbedaan tersebut
meliputi : kondisi alam, sosial budaya, tingkat teknologi dan beberapa faktor
ekonomi lainya. PDRB provinsi Maluku dari 2004 – 2009 dapat dilihat pada
tabel 4.4
143
Tabel 4.4.
PDRB Provinsi Maluku Menurut Harga Konstan
Tahun 2003 - 2009
Tahun PDRB Pertumbuhan
(dalam persen)
2003 2.970.466.000 -
2004 3.101.996.000 4.43
2005 3.259.244.000 5.07
2006 3.440.114.000 5.55
2007 3.633.475.000 5.62
2008 3.787.104.000 4.23
2009 3.992.788.000 5.43
Sumber : BPS Maluku (data diolah)
Berdasarkan Tabel 4.4. mengenai data perkembangan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku selama kurun waktu 2003-
2009 menunjukan bahwa terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun
2003 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku adalah
sebesar Rp 2.970.466.000,- dan meningkat sebesar 4,43% atau menjadi
144
Rp 3.101.996.000,- pada tahun 2004. Kemudian Pada tahun berikutnya
meningkat sebesar 5,07% atau menjadi Rp 3.259.244.000,-. Pada tahun
2006 kembali meningkat sebesar 5,55% atau menjadi Rp 3.440.114.000,-.
Pada Tahun 2007 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga meningkat
menjadi Rp 3.633.475.000,- atau sebesar 5,62% dari tahun 2006. Pada
Tahun 2008 terjadi peningkatan 4,23% dari tahun sebelumnya yaitu menjadi
Rp 3.787.104.000,-. Hal yang sama juga berlanjut pada tahun 2009 dimana
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat menjadi Rp
3.992.788.000,- atau sebesar 5,43%. Perkembangan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku dapat dilihat pada Gambar 4.4.
145
Gambar 4.4.
Perkembangan PDRB Menurut Harga Konstan
di Provinsi Maluku Tahun 2003 - 2009
Sumber : BPS Maluku (data diolah)
E. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku Tahun 2003 – 2009
Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
Davey (1988:25-35) mengemukakan bahwa pendanaan pemerintah daerah
146
terdiri dari alokasi dari pemerintah pusat, perpajakan, retribusi (charging),
pinjaman, dan badan usaha. Dalam perspektif otonomi daerah, PAD menjadi
sumber keuangan paling utama selain jenis-jenis penerimaan daerah lainnya,
yang merupakan penjabaran dari Undang-undang nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Penelitian ini
menggunakan data Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku dalam kurun
waktu tahun 2003-2009. Perkembangan pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah Provinsi Maluku dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5.
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku
Tahun 2003- 2009
Tahun
PAD
(dalam rupiah)
Pertumbuhan
(dalam persen)
2003
61.029.439.00
0 -
2004
66.123.476.00
0 8.35
2005
77.428.206.00
0 17.10
147
2006
92.609.728.00
0 19.61
2007
100.304.389.0
00 8.31
2008
121.156.189.0
00 20.79
2009
157.725.189.0
00 30.18
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
Berdasarkan Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah
selama kurun waktu 2003 - 2009 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar
Rp 61.029.439.000,- dan meningkat sebesar 8,35% atau menjadi
Rp. 66.123.476.000,-. Pada tahun 2004. Pada Tahun 2005 Pendapatan Asli
Daerah meningkat lagi sebesar 17,10 % atau menjadi Rp 77.428.206.000,-.
Hal yang sama juga terjadi pada tahun-tahun selanjutnya hingga tahun 2009
dimana Pendapatan Asli Daerah selalu mengalami peningkatan. Pada tahun
2009 peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar 30,18 % atau
meningkat menjadi Rp. 157.725.189.000,- dari Rp. 121.156.189.000,- pada
tahun 2008. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku tahun
2003- 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.5.
148
Gambar 4.5.
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku
Tahun 2003 –
2009
Sumber : Biro Keuangan Setda Maluku / diolah
149
F. Hasil Pengujian Hipotesis
Penelitian ini memiliki 7 hipotesis yang diujikan dengan
menggunakan analisis regresi berganda dengan analisis jalur. Analisis jalur
merupakan perluasan dari analisis regresi untuk menaksir hubungan
kausalitas yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Pengujian
Hipotesis dilakukan dengan3 kali pengujian yaitu untuk :
a. untuk hipotesis pertama (H1) yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian mempunyai pengaruh langsung terhadap Produk Domestik
Regional Bruto, hipotesis kedua (H2) yaitu Pengeluaran Pemerintah
Sektor Perikanan dan Kelautan mempunyai pengaruh langsung terhadap
Produk Domestik Regional Bruto dan hipotesis ketiga (H3) yaitu
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
mempunyai pengaruh langsung terhadap Produk Domestik Regional
Bruto.
b. Untuk Hipotesis keempat (H4) yaitu Produk Domestik Regional Bruto
memiliki pengaruh langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah,
c. Untuk hipotesis kelima (H5) yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap Pendapatan Asli
Daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto. Hipotesis Keenam (H6)
yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah
150
melalui Produk Domestik Regional Bruto. Hipotesis ketujuh (H7) yaitu
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah
melalui Produk Domestik Regional Bruto.
Hasil Pengujian untuk Hipotesis 1, Hipotesis 2 dan Hipotesis 3
adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Sektor Perikanan
dan Kelautan, serta Perindustrian dan Perdagangan terhadap PDRB
Coefficientsa
-9.3E+08 7.3E+08 -1.273 .272
.045 .015 .493 2.957 .042
.179 .043 .245 4.155 .009
.191 .022 .532 8.859 .000
(Constant)
Pertanian
Perikanan dan Kelautan
Perindustrian dan
Perdagangan
Model1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: PDRBa.
Sumber : Hasil Penelitian
Hasil pengujian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap Produk
Domestik Regional Bruto. Hal ini ditunjukan dengan nilai standard beta
sebesar 0,493, nilai t hitung = 2,957 lebih besar dibandingkan t-tabel 2,776 (t-
hitung > t-tabel) dengan tingkat signifikansi 0,042 (p<0,005). Dengan
demikian Hipotesis 1 diterima.
151
Hasil pengujian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Perikanan dan Kelautan mempunyai pengaruh langsung yang signifikan
terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Hal ini ditunjukan dengan nilai
standard beta sebesar 0,245 nilai t hitung = 4,155 lebih besar dibandingkan t-
tabel 2,776 (t-hitung > t-tabel) dengan tingkat signifikansi 0,009 (p<0,005).
Dengan demikian Hipotesis 2 diterima.
Hasil pengujian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Perindustrian dan Perdagangan mempunyai pengaruh langsung yang
signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Hal ini ditunjukan
dengan nilai standard beta sebesar 0,532 nilai t hitung = 8,859 lebih besar
dibandingkan t-tabel 2,776 (t-hitung > t-tabel) dengan tingkat signifikansi
0,000 (p<0,005). Dengan demikian Hipotesis 3 diterima.
Besarnya angka R2 (R Square) untuk pengujian pertama yaitu
pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan
Kelautan serta Sektor Perindustrian dan Perdagangan terhadap PDRB
adalah sebesar 0,933 (lampiran). Angka tersebut dapat digunakan untuk
melihat besarnya pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian,
Perikanan dan Kelautan serta Sektor Perindustrian dan Perdagangan
terhadap PDRB dengan cara menghitung Koefisien Determinasi dengan
menggunakan Rumus sebagai berikut :
KD = r2 x 100%
152
KD = 0,933 x 100%
KD = 93,3%.
Hasil ini mempunyai maksud bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian, Perikanan dan Kelautan serta Sektor Perindustrian dan
Perdagangan mempunyai pengaruh gabungan terhadap PDRB sebesar
93,3% sementara sisanya sebesar 6,7% (100% - 94,7%) dipengaruhi oleh
faktor lain diluar model.
Pada setiap variabel dependen akan ada anak panah yang menuju
variabel ini dan berfungsi untuk menjelaskan jumlah variance yang tak dapat
dijelaskan oleh variabel itu yang diberi simbol (e). Untuk variabel dependen
PDRB diberi simbol e1. Perhitungan nilai e1 didapatkan dengan Rumus :
e1 = √ (1-r2)
e1 = √ (1-0,933)
e1 = 0,004
Kemudian Hasil Pengujian Untuk Hipotesis 4 dapat dilihat pada
Tabel 4.7.
153
Tabel 4.7. Pengaruh Langsung PDRB terhadap PAD
Coefficientsa
-5.0E+11 5.4E+10 -9.277 .003
.198 .053 .420 3.758 .030
.118 .076 .679 4.869 .017
.132 .114 .548 4.090 .026
.677 .166 .356 3.998 .028
Variables(Constant)
Pertanian
Perikanan dan Kelautan
Perindustrian dan
Perdagangan
PDRB
Model1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Statistics
Dependent Variable: Pendapatan Asli Daeraha.
Hasil pengujian menunjukan bahwa PDRB mempunyai pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini
ditunjukan dengan nilai standard beta sebesar 0,356, nilai t hitung = 3,998
lebih besar dibandingkan t-tabel 3,182 (t-hitung > t-tabel) dengan tingkat
signifikansi 0,028 (p<0,005). Dengan demikian Hipotesis 4 diterima.
Hasil Penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 4.7 menunjukan
bahwa Hasil pengujian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap Produk
Domestik Regional Bruto. Hal ini ditunjukan dengan dengan nilai standard
154
beta sebesar 0,420, nilai t hitung = 3,758 lebih besar dibandingkan t-tabel
3,182 (t-hitung > t-tabel) dengan tingkat signifikansi 0,030 (p<0,005).
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan juga
mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap Produk Domestik
Regional Bruto. Hal ini ditunjukan dengan dengan nilai standard beta sebesar
0,679, nilai t hitung = 4,090 lebih besar dibandingkan t-tabel 3,182 (t-hitung >
t-tabel) dengan tingkat signifikansi 0,017 (p<0,005).
Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
juga mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap Produk
Domestik Regional Bruto. Hal ini ditunjukan dengan dengan nilai standard
beta sebesar 0,548, nilai t hitung = 3,998 lebih besar dibandingkan t-tabel
3,182 (t-hitung > t-tabel) dengan tingkat signifikansi 0,026 (p<0,005).
Besarnya angka R2 (R Square) untuk pengujian kedua yaitu
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Sektor
Perindustrian dan Perdagangan serta PDRB terhadap Pendapatan Asli
daerah adalah sebesar 0,879 (lampiran). Angka tersebut dapat digunakan
untuk melihat besarnya pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian,
Perikanan dan Kelautan, Sektor Perindustrian dan Perdagangan serta PDRB
terhadap Pendapatan Asli daerah dengan cara menghitung Koefisien
Determinasi dengan menggunakan Rumus sebagai berikut :
KD = r2 x 100%
KD = 0,879 x 100%
155
KD = 87,9%.
Hasil ini mempunyai maksud bahwa Pengeluaran Pemerintah
Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Sektor Perindustrian dan
Perdagangan serta PDRB mempunyai pengaruh gabungan terhadap
Pendapatan Asli daerah sebesar 87,9% sementara sisanya sebesar 12,1 %
(100% - 87,9 %) dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
Pada setiap variabel dependen akan ada anak panah yang menuju
variabel ini dan berfungsi untuk menjelaskan jumlah variance yang tak dapat
dijelaskan oleh variabel itu yang diberi simbol (e). Untuk variabel dependen
Pendapatan Asli Daerah diberi simbol e2. Perhitungan nilai e1 didapatkan
dengan Rumus :
e2 = √ (1-r2)
e2 = √ (1-0,879)
e2= 0,015.
Hasil Pengujian Untuk hipotesis 5, 6 dan 7 dilakukan dengan untuk
melihat pengaruh tidak langsung Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian,
Perikanan dan Kelautan, Sektor Perindustrian dan Perdagangan terhadap
Pendapatan Asli Daerah terhadap PDRB. Untuk melihat pengaruh Tidak
Langsung juga dilakukan dengan menggunakan Uji Sobel (Sobel-Test) yang
dilakukan dengan menggunakan Sobel Test Calculator for the Significance of
Mediation.
156
Untuk melihat besarnya Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh
Total dalam menjawab hipotesis 5, 6 dan 7maka dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total
Variabel
Independen Variabel
Dependen Pengaruh Langsung
Pengaruh Tidak
Langsung
Pengaruh Total
PP. Sek Pertanian
PDRB 0.
493
0
.493
PP. Sek. Perikanan
PDRB 0.
245
0
.245
PP. Sek. Perindag
PDRB 0.
532
0
.532
PP. Sek Pertanian
PAD 0.
420
(0.493 x 0.356) = 0.176
0
.596
PP. Sek. Perikanan
P
AD
0.
679
(0.245 x 0.356) = 0.087
0
.766
PP. Sek. Perindag
P
AD
0.
548
(0.532 x 0.356) = 0.189
0
.737
PDRB P
AD
0.
356
0.356
Sumber : Hasil Penelitian diolah
157
Tabel 4.8. menerangkan bahwa pengaruh langsung yang paling kuat
bersumber dari Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
terhadap PAD dengan nilai Koefisien sebesar 0,679, sedangkan yang
terendah ada pada Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan
terhadap PDRB dengan nilai koefisien 0,245.
Pengaruh tidak langsung dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 jalur
yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian mempunyai pengaruh tidak
langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Produk Domestik
Regional Bruto yang juga adalah Hipotesis 5 ; Pengeluaran Pemerintah
Sektor Perikanan dan Kelautan mempunyai pengaruh tidak langsung
terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto
yang juga adalah Hipotesis 6 ; Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian
dan Perdagangan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap
Pendapatan Asli Daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto yang juga
adalah Hipotesis 6 ; Pembuktian besarnya pengaruh tidak langsung ini
didasarkan pada perbandingan nilai pengaruh total dengan nilai pengaruh
langsung, dimana apabila nilai pengaruh total lebih besar dari nilai pengaruh
langsung, maka dapat dikatakan jalur hubungan tersebut terdapat pengaruh
tidak langsung. Selain itu juga dapat dibuktikan dengan Uji Sobel (Sobel-
Test).
158
Hasil pengujian untuk Hipotesis 5 yaitu menunjukan bahwa nilai
pengaruh total untuk Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian ke PAD lebih
besar dari Pengaruh langsung (0,596 > 0,420). Selain itu pengujian Uji Sobel
didapatkan Nilai Sobel sebesar 2,417 dengan signifikansi besar 0,008
(p<0,05). Hasil ini menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap PAD melalui PDRB.
Dengan demikian Hipotesis 5 diterima.
Hasil pengujian untuk Hipotesis 6 yaitu menunjukan bahwa nilai
pengaruh total untuk Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan
Kelautan ke PAD lebih besar dari Pengaruh langsung (0,766 > 0,679).
Selain itu pengujian Uji Sobel didapatkan Nilai Sobel sebesar 2,913 dengan
signifikansi besar 0,002 (p<0,05). Hasil ini menunjukan bahwa Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perikanan dan Kelautan mempunyai pengaruh tidak
langsung terhadap PAD melalui PDRB. Dengan demikian Hipotesis 6
diterima.
Hasil pengujian untuk Hipotesis 7 yaitu menunjukan bahwa nilai
pengaruh total untuk Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan
perdagangan ke PAD lebih besar dari Pengaruh langsung (0,737 > 0,548).
Selain itu pengujian Uji Sobel didapatkan Nilai Sobel sebesar 3,691 dengan
signifikansi besar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukan bahwa Pengeluaran
Pemerintah Sektor Perindustrian dan perdagangan mempunyai pengaruh
159
tidak langsung terhadap PAD melalui PDRB. Dengan demikian Hipotesis 7
diterima.
160
α1 =
β1= 0,420
β4
β2 =
β3= 0,548
α2 =
α3 =
Secara lengkap hasil pengujian analisis jalur dapat dilihat pada
Gambar 4.6
Gambar 4.6.
Model Analisis Jalur
Peng.
Pemerintah Sektor
Pertanian
Peng.
Pemerintah Sektor
Perikanan dan Kelautan
Peng.
Pemerintah Sektor
Perindustrian dan
P
DRB
PAD
(Y2)
161
G. PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian disesuaikan dengan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian yang terdiri dari :
a. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian Terhadap
PDRB.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah
sektor pertanian memiliki pengaruh yang positif terhadap PDRB. Hal ini
menunjukan bahwa anggaran pembangunan yang ditujukan untuk sektor
pertanian sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Di Provinsi maluku
Sektor pertanian adalah merupakan tulang punggung perekonomian Maluku
dimana sektor pertanian memiliki peranan yang lebih besar dibandingkan
sektor lainnya yaitu sebesar 31,53 %.
Pengeluaran Pemerintah Sektor pertanian di provinsi Maluku
disalurkan melalui program dan kegiatan pada Dinas Pertanian Maluku
melalui Balai Proteksi Tanaman dan Hortikultura, Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih, Balai Diklat Pertanian Maluku, Sekolah Pembangunan
Pertanian Provinsi Maluku serta Badan Ketahanan Pangan.
Anggaran Pengeluaran Pemerintah Provinsi Maluku untuk urusan
pilihan bidang pertanian telah dialokasikan untuk program kesejahteraan
petani, program peningkatan penerapan teknologi pertanian, program
162
peningkatan produksi pertanian serta program pemberdayaan penyuluh
pertanian.
Dari anggaran Pengeluaran Pemerintah yang dialoksikan untuk
sektor pertanian pada saat ini memang sudah cukup menyentuh masyarakat
dan memiliki peran bagi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi masih terdapat
beberapa permasalah mendasar yang harus dipecahkan untuk tetap dapat
menunjang serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut.
Permasalahan tersebut antara lain Kelembagaan dan kemitraan usaha petani
belum sesuai dengan sasaran usaha pengembangan agribisnis secara utuh.
Disamping itu wawasan dan kemampuan petani/kelompok tani masih rendah,
dengan demikian maka nilai tambah yang diterima petani belum maksimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan secara intensif
kepada petani agar mereka membentuk dan mengembangkan kelompoknya
serta mampu bermitra dalam usaha agribisnis.
Kemudian tenaga PPL masih belum memadai baik kuantitas
maupun kualitas sehingga proses pembinaan kepada petani belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemerintah provinsi dalam hal
ini lewat dinas pertanian harus menjawab kebutuhan tenaga PPL.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah musim tanam di daerah potensi
pangan dan hortilkultura tidak berbanding lurus dengan ketersediaan dana
sehingga terjadi penundaan pelaksanaan kegiatan pada musim tanam
berikutnya. Oleh karena itu penerbitan DPA pada tahun-tahun mendatang
163
perlu disesuaikan dengan waktu tanam/pola tanam, tanaman pangan /
hortilkultura di daerah produksi.
Dengan memperhatikan permasalahan diatas dengan
pengalokasian anggaran Pengeluaran Pemerintah Sektor pertanian yang
cukup maka permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi sehingga
secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
b. Pengaruh Pengeluaran PemerintahSektor Perikanan dan Kelautan
Terhadap PDRB
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah sektor
perikanan dan kelautan memiliki pengaruh yang positif terhadap PDRB.
Anggaran Pengeluaran Pemerintah Sektor Perikanan dan kelautan di provinsi
Maluku disalurkan melalui program dan kegiatan Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Maluku pada bidang pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan, bidang perikanan tangkap, bidang perikanan budidaya, bidang
kelautan dan pesisir dan pulau-pulau kecil serta beberapa UPTD yang ada
seperti balai benih air tawar, balai sarana dan prasarana perikanan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintahsektor Perikanan dan
Kelautan memiliki pengaruh yang positif terhadap PDRB sektor pertanian
yang terdiri dari sub sektor pertanian dan perikanan, serta sektor industri dan
Perdagangan ).
164
Di Provinsi Maluku Sektor perikanan dan kelautan merupakan
sektor yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar karena secara
geografis wilayah maluku memiliki luas laut yang lebih besar dari luas
daratan. Akan tetapi potensi ekonomi yang ada belum mampu direalisasikan
secara optimal. Sejauh ini pemerintah provinsi memang telah mengambill
langkah untuk mengembangkan potensi ekonomi dari sektor perikanan dan
kelautan akan tetapi seperti yang telah dijelaskan diatas upaya tersebut
belum terlalu optimal yang dikarenakan oleh terlalu luasnya wilayah provinsi
Maluku dan keterbatasan anggaran yang dimiliki.
Selain itu permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya Sumber
daya manusia (SDM) nelayan sehingga masih sulit mengadopsi
perkembangan teknologi. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu untuk
menganggarkan dana untuk menyertakan Nelayan dalam pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan bidang yang ditekuni. Terbatasnya sarana dan
prasarana penunjang (sarana transportasi bagi masyarakat terpencil
sehingga sulit untuk menjangkau daerah-daerah penangkapan dan daerah
pemasaran. Anggaran juga sebaiknya dialokasikan untuk pengembangan
riset dan teknologi hasil perikanan sehingga mutu hasil produk perikanan
olahan dari provinsi maluku dapat memiliki nilai jual dan dengan sendirinya
akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan akan berimplikasi pada
pertumbuhan ekonomi.
165
Alokasi pengganggaran bidang perikanan dan kelautan dapat
diarahkan untuk rehabilitasi dan pembangunan sarana dan prasarana
Laboratorium, Loka Budidaya dan Pelabuhan Perikanan ; pemberdayaan
masyarakat pesisir dan pengembangan sentra-sentra produksi perikanan;
pengendalian dan pengawasan sumberdaya kelautan dan ilegal fishing ;
pengembangan bibit ikan unggul dan peralatan tangkap, serta optimalisasi
pengelolaan dan pemasaran produksi perikanan.
c. Pengaruh Pengeluaran PemerintahSektor Perindustrian dan
Perdagangan Terhadap PDRB
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah sektor
Perindustrian dan Perdagangan memiliki pengaruh yang positif terhadap
PDRB. Pengeluaran Pemerintah Sektor Perindustrian dan Perdagangan
disalurkan melalui program dan kegiatan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Maluku. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Pengeluaran Pemerintahsektor Perindustrian dan Perdagangan memiliki
pengaruh yang positif terhadap PDRB (sektor pertanian yang terdiri dari sub
sektor pertanian dan perikanan, serta sektor industri dan Perdagangan).
Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang perindustrian dan
perdagangan di Maluku dapat dilihat bahwa sebagian besar industri yang ada
adalah merupakan industri rumah tangga ataupun industri pada level kecil
dan menengah yang masih membutuhkan bantuan pemerintah khususnya
166
masalah pendanaan untuk investasi tersebut. Selain masalah penddaan
untuk meningkatkan modal usaha, masih terdapat banyak kekurangan yang
dimiliki seperti minimnya kemampuan sumber daya manusia yang masih
mengandalkan pola-pola tradisional dalam melaksanakan aktivitas mereka.
Langkah yang bisa diambil oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor perindustrian dan
perdagangan adalah dengan meningkatkan anggaran belanja yang
dialokasikan untuk pengembangan usaha kecil menengah misalnya
pemberian bantuan sarana dan peralatan industri yang representatif yang
dapat membantu usaha mereka. Selain itu pendidikan dan pelatihan serta
workshop bagi stakeholder di bidang perindustrian dan perdagangan
sehingga mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Pengembangan sektor industri di provinsi Maluku sebaiknya
diarahkan pada industri yang memiliki daya saing tinggi dan bertumpu pada
SDM yang kuat. Dalam jangka panjang anggaran pemerintah sebaiknya
dialokasikan untuk pembangunan industri yang sehat, meningkatkan
kapasitas industri secara optimum.
Dengan demikian jika hal tersebut dapat dijalankan maka sektor
perindustrian dan perdagangan dapat menjadi sektor unggulan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di provinsi maluku.
167
d. Pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah
Hasil penelitian menunjukan bahwa PDRB berpengaruh positif
terhadap PAD”. Hasil pengujian hipotesa telah membuktikan bahwa
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap PAD. Seperti yang
dikemukakan oleh Brata (2004), yang mengatakan bahwa upaya untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila
tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan
demikian, semakin tingginya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan
pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Peningkatan Pendapatan asli
daerah merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi (Saragih, 2003).
Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan
mendapatkan kenaikan pendapatan asli daerah (PAD. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Seragih (2004) yang
menyatakan peningkatan pendapatan asli daerah mempuyai ekses dari
pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif
mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan pendapatan asli daerah
(PAD). Hal yang sama juga dilakukan oleh Bappenas (2003) yang
membuktikan bahwa pertumbuhan PAD berpengaruh positif terhadap
kenaikan PDRB.
Perkembangan pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku yang meningkat
merupakan cerminan potensi aktivitas perekonomian di Provinsi maluku,
dengan berkembangnya produksi suatu sub sektor dalam PDRB dapat
168
membawa dampak pada kegiatan ekonomi lainnya. Dalam kaitannya dengan
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Maluku dapat dilihat dengan
berkembangnya produksi suatu sub sektor dalam PDRB berdampak pada
peningkatan Pendapatan masyarakat, sehingga dengan sendirinya akan
berdampak pada meningkatnya penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Sebagai contoh dalam PDRB provinsi Maluku sektor pertanian (sektor primer)
memiliki peranan yang sangat besar yaitu sebesar 31,53% atau lebih besar
dibandingkan sektor lainnya. Sekalipun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
sektor pertanian cenderung menurun tetapi sektor ini memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi pendapatan asli daerah. Penurunan tersebut
mengindikasikan bahwa perekonomian Maluku mengalami pergerseran dari
sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder dan sektor tersier seperti
Industri pengolahan ; Perdagangan, Hotel dan Restoran ; Pengangkutan dan
Komunikasi, Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan. Dengan
bergesernya perekonomian daerah ke arah sektor sekunder dan sektor
tersier seperti akan berimplikasi pada semakin meningkatnya pendapatan asli
daerah Provinsi Maluku karena kedua sektor inilah yang memiliki potensi
pajak daerah yang lebih besar dibandingkan sektor primer.
169
e. Pengaruh Tidak Langsung Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian, Perikanan dan Kelauatan Serta Perindustrian dan
Perdagangan terhadap PAD melalui PDRB
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pertanian, Perikanan dan
Kelauatan Serta Perindustrian dan Perdagangan akan memacu
perkembangan kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan produksi
masyarakat yang pada tingkat daerah ditunjukan oleh PDRB. Peningkatan
produksi ini juga akan mempengaruhi pendapatan yang akan ikut meningkat,
baik itu pendapatan perkapita maupun pendapatan nasional, sehingga pada
akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kenaikan pengeluaran
pemerintah akan menyebabkan kenaikan pendapatan, baik pendapatan
perkapita maupun pendapatan nasional. Oleh karena itu dengan semakin
meningkatnya PDRB maka akan meningkatkan tingkat pembangunan
ekonomi sehingga alokasi anggaran untuk pengeluaran pemerintah juga
akan semakin meningkat. Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam
APBD sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya.
Peningkatan anggaran pengeluaran pemerintah yang disebabkan
karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi merupakan upaya logis yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku setempat dalam rangka meningkatkan
pembangunan di berbagai sektor. Peningkatan ini ditujukan untuk
peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan,
170
bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat
pengeluaran pemerintah isektor-sektor tersebut diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai
akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan
pelayanan publik oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Dengan meningkatnya
PDRB maka akan berimplikasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
171
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil ini penelitian menunjukan bahwa bahwa Pengeluaran Pemerintah
Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Sektor Perindustrian dan
Perdagangan baik secara simultan maupun parsial mepunyai pengaruh
signifikan terhadap PDRB.
2. Hasil pengujian menunjukan bahwa PDRB mempunyai pengaruh
langsung yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini
ditunjukan dengan nilai standard beta sebesar 0,356, nilai t hitung =
3,998 lebih besar dibandingkan t-tabel 3,182 (t-hitung > t-tabel) dengan
tingkat signifikansi 0,028 (p<0,005).
3. Hasil pengujian menunjukan bahwa Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Sektor Perindustrian dan
Perdagangan mempunyai pengaruh tidak langsung yang signifikan
terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Produk Domestik Regional
Bruto.
172
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran yang
dapat diberikan adalah :
1. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku harus terus meningkatkan
Pengeluaran pemerintah di sektor pertanian, perikanan dan kelauatan
serta perindustrian dan perdaganngan untuk menunjang aktivitas sektoral
sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di ketiga sektor
tersebut.
2. Pemerintah Daerah sebaiknya meningkatakan sumber pendapatan asli
daerah sehingga dapat meningkatkan penerimaan daerah yang akan
berimplikasi pada meningkatnya APBD.
3. Untuk Penelitian selanjutnya diharapkan lebih menguraikan variabel
Pengeluaran Pemerintah secara keseluruhan sehingga dapat dilakukan
analisis yang lebih mendalam.
173
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy. 2004. Perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran daerah: Pendekatan principal-agent theory. Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu, Bengkulu, 4-5 Oktober 2004.
Aryad, L, 1997. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Penerbit Davey, K.J. 1989. Pembiayaan Pemerintah Daerah, Praktek-praktek
Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, Cetakan pertama, Penerbit Iniversitas Indonesia, Jakarta.
Fozzard, Adrian. 2001. The basic budgeting problem: Approaches to
resource allocation in the public sector and their implications for pro-poor budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147.
Halim, Abdul. 2001. Analisis Varian Atas Anggaran Pendapatan Asli Daerah
Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Disertasi S3. Tidak Dipublikasikan. Msi – FE UGM.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Cetakan Pertama, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
Hedriansah, Teguh. 1988. “Kemampuan Keuangan Daerah dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Peningkatannya di Kabupaten
Karanganyar”, Tesis S2, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada (tidak dipublikasikan
Kaho, Josef Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta
174
Key, V.O. 1940. The lack of budgetary theory. American Political Science
Review 34 (December), dalam Shafritz, Jay M. & Albert C. Hyde. 1997. Classics of Public Administration. Fourth edition. Fort Worth: Harcourt Brace College Publisher
Leweis M. 2005, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta. Rubin, Irene S. 1993. The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending,
Borrowing and Balancing. Second edition. Chatam, NJ: Chatham House Publishers, Inc.
Samuels, David. 2000. Fiscal horizontal accountability? Toward theory of
budgetary “checks and balances” in presidential systems. University of Minnesota, working paper presented at the Conference on Horizontal Accountability in New Democracies, University of Notre Dame, May
Samuelson,P,A, dan Nordhaus,W,D,1995. Makro Ekonomi, Edisi
Keempatbelas, alih bahasa Haris Munandar dkk, Erlangga, Jakarta Sanusi, 2004 . “Pendapatan Daerah Dalam Ekonomi Orde Baru”, Prisma No.
4, 40 – 57. Saragih, Juli Panglima. 2003. desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah
dalam Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia.
Sidik, Machfud, 2001. “Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Proses Otonomi Daerah”, Makalah disampaikan pada Workshop Manajemen Perencanaan Penerimaan Daerah, Kerja sama antara SIAGA Project dan STIE Kerjasama Yogyakarta, 24 Maret 2001.
Stine, William F. 1994. Is Local Government Revenue Response ti Federal
Aid Symetrical? Evidence From Pennsylvania Country Government in an era of Retrenchment. National Tax Journal 47.No. 4. Hal : 799-816.
Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Makro Ekonomi.Edisi Kedua. Jakarta Press. Jakarta
Suryana, L. (2000). Pengantar Teori Ekonomi. Kanisius, Yogyakarta
175
Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia ke Tiga, (Terjemahan
Haris Munandar), Penerbit Erlangga, Jakarta.
Von Hagen, Jurgen. 2002. Fiscal rules, fiscal institutions, and fiscal
performance. The Economic and Social review 33(3): 263-284. Widodo, ST. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian
Indonesia, Kanisius, Yogyakarta Badan Penerbit FE UGM, Yogyakarta Zaris, Roeslan. 1987. Prespektif Daerah dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta LPFE UI
176
LAMPIRAN Regression
Variables Entered/Removedb
Perindustri
an dan
Perdagang
an,
Perikanan
dan
Kelautan,
Pertaniana
. Enter
Model1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: PDRBb.
Model Summary
.966a .933 .924 .811
Model1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), Perindustrian dan
Perdagangan, Perikanan dan Kelautan, Pertanian
a.
Model Summary
.966a .933 .924 .811
Model1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), Perindustrian dan
Perdagangan, Perikanan dan Kelautan, Pertanian
a.
177
Coefficientsa
-9.3E+08 7.3E+08 -1.273 .272
.045 .015 .493 2.957 .042
.179 .043 .245 4.155 .009
.191 .022 .532 8.859 .000
(Constant)
Pertanian
Perikanan dan Kelautan
Perindustrian dan
Perdagangan
Model1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: PDRBa.
Regression
Variables Entered/Removedb
PDRB,
Perikanan
dan
Kelautan,
Perindustri
an dan
Perdagang
an,
Pertaniana
. Enter
Model1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerahb.
Model Summary
.938a .879 .857 .105
Model1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), PDRB, Perikanan dan
Kelautan, Perindustrian dan Perdagangan, Pertanian
a.
178
ANOVAb
8.43E+21 4 2.107E+21 349.942 .000a
1.81E+19 3 6.022E+18
8.45E+21 7
Regression
Residual
Total
Model1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), PDRB, Perikanan dan Kelautan, Perindustrian dan
Perdagangan, Pertanian
a.
Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerahb.
Coefficientsa
-5.0E+11 5.4E+10 -9.277 .003
.198 .053 .420 3.758 .030
.118 .076 .679 4.869 .017
.132 .114 .548 4.090 .026
.677 .166 .356 3.998 .028
Variables(Constant)
Pertanian
Perikanan dan Kelautan
Perindustrian dan
Perdagangan
PDRB
Model1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Statistics
Dependent Variable: Pendapatan Asli Daeraha.
179
HASIL UJI SOBEL TEST
Pertanian -> PDRB -> PAD
This calculator uses the Sobel test to tell you whether a mediator variable
significantly carries the influence of an independent variable to a dependent variable;
i.e., whether the indirect effect of the independent variable on the dependent variable
through the mediator variable is significant. This calculator returns the Sobel test
statistic, and both one-tailed and two-tailed probability values.
Please supply the necessary parameter values, and then click 'Calculate'.
:
0.045
:
0.677
EA:
0.015
EB:
0.166
Calculate!
Sobel test
statistic:
2.
41660225
One-tailed
probability:
0.
00783306
Two-tailed
probability:
0.
01566613
Perikanan dan Kelautan -> PDRB -> PAD
This calculator uses the Sobel test to tell you whether a mediator variable
significantly carries the influence of an independent variable to a dependent variable;
i.e., whether the indirect effect of the independent variable on the dependent variable
through the mediator variable is significant. This calculator returns the Sobel test
statistic, and both one-tailed and two-tailed probability values.
180
Please supply the necessary parameter values, and then click 'Calculate'.
:
0.179
:
0.677
EA:
0.043
EB:
0.166
Calculate!
Sobel test
statistic:
2.
91321103
One-tailed
probability:
0.
00178866
Two-tailed
probability:
0.
00357733
Perindustrian Dan Perdagangan -> PDRB -> PAD
This calculator uses the Sobel test to tell you whether a mediator variable
significantly carries the influence of an independent variable to a dependent variable;
i.e., whether the indirect effect of the independent variable on the dependent variable
through the mediator variable is significant. This calculator returns the Sobel test
statistic, and both one-tailed and two-tailed probability values.
Please supply the necessary parameter values, and then click 'Calculate'.
:
0.191
:
0.677
EA:
0.022
0.166
181
EB:
Calculate!
Sobel test
statistic:
3.
69132056
One-tailed
probability:
0.
00011155
Two-tailed
probability:
0.
00022309