KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran...

108
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November 2017

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November2017

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam

memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara

triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan

perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan

perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk

memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder

setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup

Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem

Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal

Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena

itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan

penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan

masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah

terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kupang, November 2017Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor SinagaDeputi Direktur

iii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

ii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam

memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara

triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan

perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan

perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk

memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder

setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup

Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem

Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal

Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena

itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan

penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan

masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah

terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kupang, November 2017Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor SinagaDeputi Direktur

iii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

ii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GRAFIK

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

RINGKASAN UMUM

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 KONDISI UMUM

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

1.2.1 KONSUMSI

1.2.2 EKSPOR – IMPOR

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

1.3.1 SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN

1.3.2 SEKTOR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB

1.3.3 SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR

1.3.4 SEKTOR-SEKTOR LAINNYA

1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

BOKS 1. POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI NTT

BOKS 2. POTENSI PENINGKATAN EKSPOR NTT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN DEVISA

NEGARA

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 KONDISI UMUM

2.2 PENDAPATAN DAERAH

2.3 BELANJA DAERAH

2.3.1 BELANJA APBN

2.3.2 BELANJA PEMERINTAH PROVINSI NTT

2.3.3 BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. KONDISI UMUM

3.1.1 INFLASI TRIWULANAN DAN BULANAN

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

3.2.1 BAHAN MAKANAN

3.2.2 TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

3.2.3 MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

3.2.4 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

3.2.5 KOMODITAS LAINNYA

3.3. DISAGREGASI INFLASI

3.3.1 KELOMPOK VOLATILE FOOD

3.3.2 KELOMPOK ADMINISTERED PRICES

3.3.3 KELOMPOK INTI (CORE)

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

3.4.1 INFLASI KOTA KUPANG

3.4.2 INFLASI KOTA MAUMERE

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

BOKS 3. PERHITUNGAN INFLASI PIHPS

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1 KONDISI UMUM

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 SUMBER KERENTANAN DAN KONDISI SEKTOR RUMAH TANGGA

4.2.2 EKSPOSUR RUMAH TANGGA DI PERBANKAN

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.3.1 KONDISI SAAT INI DAN PROSPEK USAHA

4.3.2 PERKEMBANGAN PENYALURAN KREDIT UMKM

4.3.3 PERKEMBANGAN RISIKO KREDIT UMKM

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

v- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

iv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

I

iii

iv

vii

xii

xiii

xiv

xix

2

2

4

4

10

12

13

15

15

17

19

20

23

28

28

29

30

31

32

32

34

36

36

36

38

38

39

40

40

41

41

41

42

42

43

43

44

44

47

48

52

52

52

52

53

56

56

57

58

59

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GRAFIK

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

RINGKASAN UMUM

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 KONDISI UMUM

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

1.2.1 KONSUMSI

1.2.2 EKSPOR – IMPOR

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

1.3.1 SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN

1.3.2 SEKTOR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB

1.3.3 SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR

1.3.4 SEKTOR-SEKTOR LAINNYA

1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

BOKS 1. POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI NTT

BOKS 2. POTENSI PENINGKATAN EKSPOR NTT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN DEVISA

NEGARA

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 KONDISI UMUM

2.2 PENDAPATAN DAERAH

2.3 BELANJA DAERAH

2.3.1 BELANJA APBN

2.3.2 BELANJA PEMERINTAH PROVINSI NTT

2.3.3 BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. KONDISI UMUM

3.1.1 INFLASI TRIWULANAN DAN BULANAN

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

3.2.1 BAHAN MAKANAN

3.2.2 TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

3.2.3 MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

3.2.4 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

3.2.5 KOMODITAS LAINNYA

3.3. DISAGREGASI INFLASI

3.3.1 KELOMPOK VOLATILE FOOD

3.3.2 KELOMPOK ADMINISTERED PRICES

3.3.3 KELOMPOK INTI (CORE)

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

3.4.1 INFLASI KOTA KUPANG

3.4.2 INFLASI KOTA MAUMERE

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

BOKS 3. PERHITUNGAN INFLASI PIHPS

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1 KONDISI UMUM

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 SUMBER KERENTANAN DAN KONDISI SEKTOR RUMAH TANGGA

4.2.2 EKSPOSUR RUMAH TANGGA DI PERBANKAN

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.3.1 KONDISI SAAT INI DAN PROSPEK USAHA

4.3.2 PERKEMBANGAN PENYALURAN KREDIT UMKM

4.3.3 PERKEMBANGAN RISIKO KREDIT UMKM

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

v- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

iv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

I

iii

iv

vii

xii

xiii

xiv

xix

2

2

4

4

10

12

13

15

15

17

19

20

23

28

28

29

30

31

32

32

34

36

36

36

38

38

39

40

40

41

41

41

42

42

43

43

44

44

47

48

52

52

52

52

53

56

56

57

58

59

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 KINERJA BANK UMUM

4.5.2 KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. KONDISI UMUM

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

5.2.1. ALIRAN UANG MASUK (INFLOW) DAN ALIRAN UANG KELUAR (OUTFLOW)

5.2.2. PERKEMBANGAN KEGIATAN LAYANAN KAS

5.2.3. PERKEMBANGAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE)

5.2.4. PERKEMBANGAN UANG PALSU (UPAL)

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)

5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

BOKS 4. PERESMIAN KAS TITIPAN DI KABUPATEN ALOR

BOKS 5. IMPLEMENTASI BANTUAN SOSIAL NON TUNAI DI PROVINSI NTT

BAB VI KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

6.1 KONDISI UMUM

6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA

6.2.1 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA UMUM

6.2.2 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN SEKTOR

6.2.3 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

6.2.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN MENURUT STATUS PEKERJAAN

6.2.5 KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

6.2.6 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) NTT

6.2.7 HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)

6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

6.3.1 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

6.3.2 SURVEI KONSUMEN DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)

BOKS 3. PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA MALAKA DAN PENGEMBANGAN KLASTER BANK

INDONESIA

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

7.1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2018

7.1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

7.2 INFLASI

7.2.1 INFLASI TRIWULAN-I TAHUN 2018

vii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

vi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

60

60

62

63

64

64

64

65

66

67

67

68

68

69

71

73

74

74

74

74

75

76

76

77

77

77

77

78

79

82

82

82

83

84

84

84

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 KINERJA BANK UMUM

4.5.2 KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. KONDISI UMUM

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

5.2.1. ALIRAN UANG MASUK (INFLOW) DAN ALIRAN UANG KELUAR (OUTFLOW)

5.2.2. PERKEMBANGAN KEGIATAN LAYANAN KAS

5.2.3. PERKEMBANGAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE)

5.2.4. PERKEMBANGAN UANG PALSU (UPAL)

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)

5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

BOKS 4. PERESMIAN KAS TITIPAN DI KABUPATEN ALOR

BOKS 5. IMPLEMENTASI BANTUAN SOSIAL NON TUNAI DI PROVINSI NTT

BAB VI KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

6.1 KONDISI UMUM

6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA

6.2.1 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA UMUM

6.2.2 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN SEKTOR

6.2.3 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

6.2.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN MENURUT STATUS PEKERJAAN

6.2.5 KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

6.2.6 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) NTT

6.2.7 HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)

6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

6.3.1 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

6.3.2 SURVEI KONSUMEN DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)

BOKS 3. PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA MALAKA DAN PENGEMBANGAN KLASTER BANK

INDONESIA

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

7.1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2018

7.1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

7.2 INFLASI

7.2.1 INFLASI TRIWULAN-I TAHUN 2018

vii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

vi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

60

60

62

63

64

64

64

65

66

67

67

68

68

69

71

73

74

74

74

74

75

76

76

77

77

77

77

78

79

82

82

82

83

84

84

84

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

GRAFIK 2.2. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

GRAFIK 2.3. REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA

TENGGARA TIMUR

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III

2017

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA

TIMUR

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

GRAFIK 3.4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN

BULANAN

GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER

SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA

TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

ix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

ix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3

3

6

6

7

7

7

7

7

10

10

11

11

11

11

14

14

14

14

14

15

15

16

16

16

18

18

18

28

28

28

29

29

30

30

30

31

31

32

33

36

38

38

39

39

39

39

40

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

GRAFIK 2.2. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

NUSA TENGGARA TIMUR

GRAFIK 2.3. REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA

TENGGARA TIMUR

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III

2017

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA

TIMUR

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

GRAFIK 3.4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN

BULANAN

GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER

SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA

TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

ix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

ix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3

3

6

6

7

7

7

7

7

10

10

11

11

11

11

14

14

14

14

14

15

15

16

16

16

18

18

18

28

28

28

29

29

30

30

30

31

31

32

33

36

38

38

39

39

39

39

40

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB

KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA

TIMUR

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH

GRAFIK 5.6PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT

GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT

GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE

GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN

GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT

GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT

GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD

xi- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

x - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

40

40

40

41

43

43

44

46

46

46

46

53

53

53

54

54

55

55

55

55

57

57

57

57

58

58

58

58

59

59

60

61

61

62

62

62

64

64

64

64

65

65

66

66

66

66

67

67

67

67

68

68

68

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB

KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA

TIMUR

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH

GRAFIK 5.6PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT

GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT

GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE

GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN

GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT

GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT

GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD

xi- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

x - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

40

40

40

41

43

43

44

46

46

46

46

53

53

53

54

54

55

55

55

55

57

57

57

57

58

58

58

58

59

59

60

61

61

62

62

62

64

64

64

64

65

65

66

66

66

66

67

67

67

67

68

68

68

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL

GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR

GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN

GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN

GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

GRAFIK 6.7 PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN

BESAR

GRAFIK 6.8 PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018

TABEL 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGELUARAN TRIWULAN III 2017

TABEL 1.2. PDRB KOMPONEN KONSUMSI RUMAH TANGGA PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.3. PDRB KOMPONEN KONSUMSI PEMERINTAH PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.4. PDRB KOMPONEN PMTB/INVESTASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.5. PROYEK BARU PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.6. LOKASI DAN SEKTOR UTAMA INVESTASI DI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.7. KOMODITAS EKSPOR KE 10 NEGARA TUJUAN EKSPOR

TABEL 1.8. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI TRIWULAN III 2017

TABEL 2.1 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

TABEL 2.3 RINGKASAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TABEL 3.1. 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI TAHUNAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.2. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.4. INFLASI DI PROVINSI NTT BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

TABEL 3.5. KOMODITAS VOLATILE FOOD PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.6. KOMODITAS ADMINISTERED PRICES PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.7. KOMODITAS CORE PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.9. INFLASI INFLASI DI KOTA MAUMERE BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

TABEL 4.1 KOMPOSISI KREDIT RUMAH TANGGA DI PROVINSI NTT

TABEL 4.2 PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM DI NTT

xiii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

75

75

75

75

76

76

77

77

77

77

78

78

78

82

83

84

85

4

5

8

8

9

10

12

12

31

33

34

36

37

37

38

42

42

43

43

44

56

61

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL

GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR

GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN

GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN

GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

GRAFIK 6.7 PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN

BESAR

GRAFIK 6.8 PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018

TABEL 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGELUARAN TRIWULAN III 2017

TABEL 1.2. PDRB KOMPONEN KONSUMSI RUMAH TANGGA PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.3. PDRB KOMPONEN KONSUMSI PEMERINTAH PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.4. PDRB KOMPONEN PMTB/INVESTASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.5. PROYEK BARU PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.6. LOKASI DAN SEKTOR UTAMA INVESTASI DI NTT TRIWULAN III 2017

TABEL 1.7. KOMODITAS EKSPOR KE 10 NEGARA TUJUAN EKSPOR

TABEL 1.8. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI TRIWULAN III 2017

TABEL 2.1 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

TABEL 2.3 RINGKASAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TABEL 3.1. 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI TAHUNAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.2. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT

TABEL 3.4. INFLASI DI PROVINSI NTT BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

TABEL 3.5. KOMODITAS VOLATILE FOOD PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.6. KOMODITAS ADMINISTERED PRICES PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.7. KOMODITAS CORE PENYUMBANG UTAMA INFLASI

TABEL 3.9. INFLASI INFLASI DI KOTA MAUMERE BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

TABEL 4.1 KOMPOSISI KREDIT RUMAH TANGGA DI PROVINSI NTT

TABEL 4.2 PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM DI NTT

xiii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

75

75

75

75

76

76

77

77

77

77

78

78

78

82

83

84

85

4

5

8

8

9

10

12

12

31

33

34

36

37

37

38

42

42

43

43

44

56

61

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan kewenangan pengelolaan

SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten relatif

tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya penurunan pagu anggaran

pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi.

Di sisi lain, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 19,56

triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal realisasi

anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data dua tahun silam yang mencapai

Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian realisasi

belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit meningkat dibanding inflasi tahun

sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deflasi pada bulan Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya

inflasi di bulan September 2017 seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan

tahun baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa nasional yang

diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga menjadi pendorong utama inflasi.

Berdasarkan data, inflasi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih besar dibanding

triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 2,45% (yoy) maupun inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07% (yoy).

Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy)

maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi bahan makanan masih menunjukkan tren

menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah terdampak anomali cuaca La Nina di akhir

tahun 2016 membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia. Hal ini berdampak pada penurunan harga

komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang cukup dalam. Sementara itu,

kenaikan cukup tinggi terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun

kenaikan tarif angkutan udara karena adanya hari raya dan event nasional.

Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik

di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan harga rokok dan seng. Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur

serta komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di

tahun 2017. Kondisi cuaca yang bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan.

RINGKASAN UMUM

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 melambat jika dibandingkan triwulan II 2017.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh sebesar

4,91% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,15% (yoy). Pertumbuhan pada

triwulan III 2017 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Perlambatan ekonomi terutama

disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi,

sebagaimana turut tercermin pada perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Perlambatan

konsumsi rumah tangga juga turut tercermin pada melambatnya sektor informasi dan komunikasi, sebagaimana konsumsi

untuk transportasi dan komunikasi yang juga melambat pada triwulan III 2017.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II 2017

menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh konsumsi rumah tangga yang

melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,55% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah

tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan dan minuman selain restoran, perumahan dan

perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi konsumsi pakaian dan alas kaki. Penyebab

perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari

Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi pada triwulan tersebut dan

periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Sementara dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan

terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan

eceran serta informasi dan komunikasi. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan beberapa proyek pemerintah

pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya

momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula

memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu, kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan

pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi.

Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan

bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Secara umum

pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 18,98

triliun atau 74,11% dari total anggaran pendapatan tahun 2017. Jika dibandingkan dengan pencapaian pada periode

yang sama tahun 2016 dan 2015, persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh

menurunnya pendapatan pajak penghasilan pemerintah pusat. Namun demikian, secara nominal, pendapatan

pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi pada pemerintah provinsi,

xv- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan kewenangan pengelolaan

SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten relatif

tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya penurunan pagu anggaran

pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi.

Di sisi lain, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 19,56

triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal realisasi

anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data dua tahun silam yang mencapai

Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian realisasi

belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit meningkat dibanding inflasi tahun

sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deflasi pada bulan Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya

inflasi di bulan September 2017 seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan

tahun baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa nasional yang

diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga menjadi pendorong utama inflasi.

Berdasarkan data, inflasi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih besar dibanding

triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 2,45% (yoy) maupun inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07% (yoy).

Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy)

maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi bahan makanan masih menunjukkan tren

menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah terdampak anomali cuaca La Nina di akhir

tahun 2016 membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia. Hal ini berdampak pada penurunan harga

komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang cukup dalam. Sementara itu,

kenaikan cukup tinggi terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun

kenaikan tarif angkutan udara karena adanya hari raya dan event nasional.

Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik

di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan harga rokok dan seng. Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur

serta komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di

tahun 2017. Kondisi cuaca yang bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan.

RINGKASAN UMUM

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 melambat jika dibandingkan triwulan II 2017.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh sebesar

4,91% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,15% (yoy). Pertumbuhan pada

triwulan III 2017 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Perlambatan ekonomi terutama

disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi,

sebagaimana turut tercermin pada perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Perlambatan

konsumsi rumah tangga juga turut tercermin pada melambatnya sektor informasi dan komunikasi, sebagaimana konsumsi

untuk transportasi dan komunikasi yang juga melambat pada triwulan III 2017.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II 2017

menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh konsumsi rumah tangga yang

melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,55% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah

tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan dan minuman selain restoran, perumahan dan

perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi konsumsi pakaian dan alas kaki. Penyebab

perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari

Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi pada triwulan tersebut dan

periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Sementara dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan

terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan

eceran serta informasi dan komunikasi. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan beberapa proyek pemerintah

pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya

momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula

memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu, kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan

pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi.

Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan

bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Secara umum

pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 18,98

triliun atau 74,11% dari total anggaran pendapatan tahun 2017. Jika dibandingkan dengan pencapaian pada periode

yang sama tahun 2016 dan 2015, persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh

menurunnya pendapatan pajak penghasilan pemerintah pusat. Namun demikian, secara nominal, pendapatan

pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi pada pemerintah provinsi,

xv- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Kas titipan Bank Indonesia pada beberapa perbankan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47

miliar. Posisi net outflow tersebut mengalami peningkatan sebesar 13,37% dibandingkan triwulan III 2016. Kas titipan

juga turut meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE). Jumlah UTLE

yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp

731,78 miliar, dalam rangka terus melaksanakan tugas Bank Indonesia terkait clean money policy. Di sisi lain, jumlah UPAL

yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 18,75%

dibandingkan dengan triwulan II 2017.

Terkait transaksi pembayaran non tunai kliring, pada triwulan III 2017 transaksi di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik

secara volume maupun nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017 adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut

meningkat 11,17% (yoy). Dari segi nominal, transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% dibandingkan triwulan III

2016 atau sebesar Rp 3.031,84 miliar. Lebih lanjut, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di

Provinsi NTT terus mengalami peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67

miliar atau tumbuh 50,09% (yoy). Di samping itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp

14,54 miliar atau naik 10,18% dibandingkan triwulan III 2016. Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada

triwulan III 2017 didominasi oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Adapun mengenai Layanan

Keuangan Digital (LKD), sampai dengan triwulan III 2017 jumlah agen LKD di Provinsi NTT mencapai 2.702 agen. Jumlah

tersebut mengalami kenaikan sebesar 33,22% apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095

agen. Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)

dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan bantuan

sosial dan belanja bantuan pangan.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di semester II 2017. Jika

dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar 3,25%

atau 78,5 ribu orang, sedikit menurun dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,27% atau 76,6 ribu orang. Penurunan

persentase pengangguran sebesar 0,02% disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di tahun 2017 sebanyak

1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang). TPT di perdesaan tercatat turun dari 2,83% di bulan

Februari 2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017.

Kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan, ditunjukkan melalui indikator Nilai Tukar Petani yang meningkat dari

101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih

besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman

Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.

Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari

meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan tersebut seiring

dengan meningkatnya nilai tukar petani karena peningkatan pendapatan masyarakat dan produktivitas, maupun adanya

efisiensi biaya.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017

secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit

hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya

yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi

yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)

dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%

(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listrik, gas dan air

dan sektor konstruksi. Lonjakan kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di NTT.

Pada triwulan III 2017, perbankan juga berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%.

Meski secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit

bermasalah di UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit

bermasalah di korporasi menjadi 6,19% dari sebelumnya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman

yaitu 5%. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun

terakhir. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya

keseluruhan rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan

nasabah pada perbankan, sehingga turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang

disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak

adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih

memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam

menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga

intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61 miliar. Kondisi

tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar

43,33%. Penurunan disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan triwulan III 2016 lebih kecil

dibandingkan pertumbuhan inflow. Adapun jumlah inflow dan outflow uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT masing-masing mengalami peningkatan 34,27% dan 11,40% dibandingkan triwulan III 2016. Posisi inflow

menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara

itu, posisi outflow hanya mengalami pertumbuhan sebesar 11,40% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp

1.491,47 miliar. Transaksi kliring di Provinsi NTT juga mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.

xvii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Kas titipan Bank Indonesia pada beberapa perbankan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47

miliar. Posisi net outflow tersebut mengalami peningkatan sebesar 13,37% dibandingkan triwulan III 2016. Kas titipan

juga turut meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE). Jumlah UTLE

yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp

731,78 miliar, dalam rangka terus melaksanakan tugas Bank Indonesia terkait clean money policy. Di sisi lain, jumlah UPAL

yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 18,75%

dibandingkan dengan triwulan II 2017.

Terkait transaksi pembayaran non tunai kliring, pada triwulan III 2017 transaksi di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik

secara volume maupun nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017 adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut

meningkat 11,17% (yoy). Dari segi nominal, transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% dibandingkan triwulan III

2016 atau sebesar Rp 3.031,84 miliar. Lebih lanjut, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di

Provinsi NTT terus mengalami peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67

miliar atau tumbuh 50,09% (yoy). Di samping itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp

14,54 miliar atau naik 10,18% dibandingkan triwulan III 2016. Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada

triwulan III 2017 didominasi oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Adapun mengenai Layanan

Keuangan Digital (LKD), sampai dengan triwulan III 2017 jumlah agen LKD di Provinsi NTT mencapai 2.702 agen. Jumlah

tersebut mengalami kenaikan sebesar 33,22% apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095

agen. Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)

dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan bantuan

sosial dan belanja bantuan pangan.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di semester II 2017. Jika

dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar 3,25%

atau 78,5 ribu orang, sedikit menurun dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,27% atau 76,6 ribu orang. Penurunan

persentase pengangguran sebesar 0,02% disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di tahun 2017 sebanyak

1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang). TPT di perdesaan tercatat turun dari 2,83% di bulan

Februari 2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017.

Kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan, ditunjukkan melalui indikator Nilai Tukar Petani yang meningkat dari

101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih

besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman

Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.

Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari

meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan tersebut seiring

dengan meningkatnya nilai tukar petani karena peningkatan pendapatan masyarakat dan produktivitas, maupun adanya

efisiensi biaya.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017

secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit

hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya

yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi

yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)

dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%

(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listrik, gas dan air

dan sektor konstruksi. Lonjakan kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di NTT.

Pada triwulan III 2017, perbankan juga berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%.

Meski secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit

bermasalah di UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit

bermasalah di korporasi menjadi 6,19% dari sebelumnya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman

yaitu 5%. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun

terakhir. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya

keseluruhan rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan

nasabah pada perbankan, sehingga turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang

disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak

adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih

memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam

menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga

intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61 miliar. Kondisi

tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar

43,33%. Penurunan disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan triwulan III 2016 lebih kecil

dibandingkan pertumbuhan inflow. Adapun jumlah inflow dan outflow uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT masing-masing mengalami peningkatan 34,27% dan 11,40% dibandingkan triwulan III 2016. Posisi inflow

menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara

itu, posisi outflow hanya mengalami pertumbuhan sebesar 11,40% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp

1.491,47 miliar. Transaksi kliring di Provinsi NTT juga mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.

xvii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

2015 2016

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

24.018

83.016

5.352

3.042

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

18.357,2

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-38.264,0

45.099

113.307

12.435

22.615

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-18,26

5,06

-55,80

-20,81

5,91

-7,04

87,77

36,49

132,36

643,50

III%YOY* I

2016

19.604,4

5.781,9

268,5

239,1

14,0

11,4

2.041,2

2.114,8

1.046,5

128,0

1.383,6

781,7

526,1

59,8

2.471,1

1.900,8

414,0

421,8

19.604,4

15.069,2

583,5

2.971,5

7.732,5

23,5

297,8

55,2

-7.018,3

5.886

21.759

8.289

20.199

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

4.883,1

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-11.494,9

25.566

33.475

277

474

22.278,9

6.553,8

286,7

277,4

15,8

12,5

2.363,3

2.431,9

1.205,3

159,8

1.508,4

919,3

573,5

67,0

2.858,7

2.103,2

470,1

472,3

22.278,9

16.919,2

720,0

5.816,9

9.336,1

148,7

467,6

369,9

-10.759,7

7.659

26.484

9.516

20

IV

2016

23.726,6

6.895,9

300,6

296,4

16,9

12,9

2.565,7

2.617,8

1.290,5

177,7

1.562,5

947,9

602,7

72,7

3.065,0

2.303,0

494,8

503,5

23.726,6

17.122,2

747,8

6.203,4

9.766,9

164,5

512,1

94,6

-10.695,6

15.335

29.511

24.321

3

2017

I

21.017,9

6.234,7

280,8

262,3

15,1

11,9

2.181,6

2.333,0

1.121,7

145,6

1.491,2

877,5

551,5

65,1

2.491,2

2.050,6

449,4

454,8

21.017,9

16.222,4

655,7

3.285,5

8.508,4

101,6

377,2

208,2

-7.924,8

16.198

26.137

769

18

II

5,18

4,06

4,43

6,24

5,83

3,42

7,84

6,56

7,04

11,03

3,61

1,40

4,54

5,32

6,32

3,95

5,08

5,64

5,18

1,50

3,33

4,16

4,14

9,43

8,65

-75,31

1,21

100,21

11,43

155,58

-83,44

%QTQ** %YOY***

4,91

4,53

0,67

8,68

0,81

1,17

4,68

3,02

8,77

13,60

3,28

7,51

4,60

4,69

3,70

6,38

10,38

9,25

4,91

4,52

2,48

5,97

10,62

3,30

14,32

56,24

0,82

0,0441

119,78

-10,85

534,88

-99,82

II. INFLASI

Indikator

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

2015

I II III IV

2016

I II III IV

2017

I II OKT

118,59

119,47

112,81

5,39

5,81

2,55

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

120,78

121,54

115,77

6,74

7,08

4,44

125,02

126,15

117,60

4,92

5,07

3,89

124,56

125,64

117,50

5,04

5,16

4,16

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

128,24

129,19

122,01

2,95

2,83

3,84

129,19

130,2

122,57

2,45

2,18

4,34

III

128,79

129,55

123,82

3,46

3,30

4,57

128,16

128,90

123,34

2,77

2,60

3,89

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

diperkirakan terjadi seiring kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah

yang meningkat untuk kebutuhan konsumsi dan proyek baru di awal tahun.

Tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,90%-3,30% (yoy) atau meningkat dibandingkan

perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I lebih disebabkan

oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas bahan makanan

terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai.

xix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

2015 2016

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

24.018

83.016

5.352

3.042

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

18.357,2

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-38.264,0

45.099

113.307

12.435

22.615

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-18,26

5,06

-55,80

-20,81

5,91

-7,04

87,77

36,49

132,36

643,50

III%YOY* I

2016

19.604,4

5.781,9

268,5

239,1

14,0

11,4

2.041,2

2.114,8

1.046,5

128,0

1.383,6

781,7

526,1

59,8

2.471,1

1.900,8

414,0

421,8

19.604,4

15.069,2

583,5

2.971,5

7.732,5

23,5

297,8

55,2

-7.018,3

5.886

21.759

8.289

20.199

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

4.883,1

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-11.494,9

25.566

33.475

277

474

22.278,9

6.553,8

286,7

277,4

15,8

12,5

2.363,3

2.431,9

1.205,3

159,8

1.508,4

919,3

573,5

67,0

2.858,7

2.103,2

470,1

472,3

22.278,9

16.919,2

720,0

5.816,9

9.336,1

148,7

467,6

369,9

-10.759,7

7.659

26.484

9.516

20

IV

2016

23.726,6

6.895,9

300,6

296,4

16,9

12,9

2.565,7

2.617,8

1.290,5

177,7

1.562,5

947,9

602,7

72,7

3.065,0

2.303,0

494,8

503,5

23.726,6

17.122,2

747,8

6.203,4

9.766,9

164,5

512,1

94,6

-10.695,6

15.335

29.511

24.321

3

2017

I

21.017,9

6.234,7

280,8

262,3

15,1

11,9

2.181,6

2.333,0

1.121,7

145,6

1.491,2

877,5

551,5

65,1

2.491,2

2.050,6

449,4

454,8

21.017,9

16.222,4

655,7

3.285,5

8.508,4

101,6

377,2

208,2

-7.924,8

16.198

26.137

769

18

II

5,18

4,06

4,43

6,24

5,83

3,42

7,84

6,56

7,04

11,03

3,61

1,40

4,54

5,32

6,32

3,95

5,08

5,64

5,18

1,50

3,33

4,16

4,14

9,43

8,65

-75,31

1,21

100,21

11,43

155,58

-83,44

%QTQ** %YOY***

4,91

4,53

0,67

8,68

0,81

1,17

4,68

3,02

8,77

13,60

3,28

7,51

4,60

4,69

3,70

6,38

10,38

9,25

4,91

4,52

2,48

5,97

10,62

3,30

14,32

56,24

0,82

0,0441

119,78

-10,85

534,88

-99,82

II. INFLASI

Indikator

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

2015

I II III IV

2016

I II III IV

2017

I II OKT

118,59

119,47

112,81

5,39

5,81

2,55

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

120,78

121,54

115,77

6,74

7,08

4,44

125,02

126,15

117,60

4,92

5,07

3,89

124,56

125,64

117,50

5,04

5,16

4,16

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

128,24

129,19

122,01

2,95

2,83

3,84

129,19

130,2

122,57

2,45

2,18

4,34

III

128,79

129,55

123,82

3,46

3,30

4,57

128,16

128,90

123,34

2,77

2,60

3,89

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

diperkirakan terjadi seiring kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah

yang meningkat untuk kebutuhan konsumsi dan proyek baru di awal tahun.

Tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,90%-3,30% (yoy) atau meningkat dibandingkan

perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I lebih disebabkan

oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas bahan makanan

terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai.

xix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

xviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN2015

2015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.849

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

506

379

362

79,8%

32.828

24.208

21.208

1,5%

1,6%

1,7%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

576

434

416

75,2%

30.333

21.900

22.329

1,9%

2,0%

1,9%

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

529

399

391

77,9%

30.856

22.804

21.898

1,7%

1,7%

1,8%

30.575

22.565

5.330

11.311

5.924

23.092

6.981

1.716

14.395

22.153

6.694

1.531

13.929

98,2%

7.352

576

426

428

77,6%

31.151

22.991

22.581

1,8%

1,9%

1,9%

2016

II III IV

2017

35.648

25.236

6.400

12.162

6.675

24.127

7.599

1.658

14.871

23.134

7.348

1.413

14.373

91,7%

7.897

593

440

455

77,6%

36.241

25.676

23.589

1,6%

1,7%

1,9%

35.255

24.834

5.881

12.036

6.917

25.751

8.165

2.228

15.358

24.215

7.637

1.870

14.708

97,5%

8.262

608

448

475

76,8%

35.863

25.282

24.690

1,7%

1,8%

1,9%

III

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

IV. SISTEM PEMBAYARAN

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2015 2016

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

I

2,1

0,4

403

0,00

0,00

2,43

67.677

189

2017

II

0,8

2,2

16

0,00

0,00

2,33

69.272

313

III

1,3

1,5

7

0,00

0,00

3,03

81.780

269

xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Ekonomi Makro Regional01Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,91%

(yoy) atau melambat jika dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 5,15% (yoy). Capaian triwulan III

2017 pun lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi pengeluaran,

perlambatan konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi faktor

utama penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Adapun peningkatan pertumbuhan

pengeluaran konsumsi pemerintah dalam rangka percepatan realisasi anggaran dan melambatnya net

impor antar daerah menjadi faktor yang cukup menahan perlambatan pertumbuhan agar tidak

semakin dalam. Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sektor–sektor

utama daerah, yakni 1) konstruksi 2) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda

motor serta 3) informasi dan komunikasi.

Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong

terutama oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring meningkatnya permintaan pada Hari Raya

Natal dan libur Tahun Baru serta sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan

realisasi investasi dan anggaran pemerintah. Sementara itu, ekonomi NTT secara keseluruhan tahun

2017 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan capaian tahun 2016 yang disebabkan perlambatan

pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi

pemerintahan.

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN2015

2015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.849

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

506

379

362

79,8%

32.828

24.208

21.208

1,5%

1,6%

1,7%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

576

434

416

75,2%

30.333

21.900

22.329

1,9%

2,0%

1,9%

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

529

399

391

77,9%

30.856

22.804

21.898

1,7%

1,7%

1,8%

30.575

22.565

5.330

11.311

5.924

23.092

6.981

1.716

14.395

22.153

6.694

1.531

13.929

98,2%

7.352

576

426

428

77,6%

31.151

22.991

22.581

1,8%

1,9%

1,9%

2016

II III IV

2017

35.648

25.236

6.400

12.162

6.675

24.127

7.599

1.658

14.871

23.134

7.348

1.413

14.373

91,7%

7.897

593

440

455

77,6%

36.241

25.676

23.589

1,6%

1,7%

1,9%

35.255

24.834

5.881

12.036

6.917

25.751

8.165

2.228

15.358

24.215

7.637

1.870

14.708

97,5%

8.262

608

448

475

76,8%

35.863

25.282

24.690

1,7%

1,8%

1,9%

III

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

IV. SISTEM PEMBAYARAN

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2015 2016

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

I

2,1

0,4

403

0,00

0,00

2,43

67.677

189

2017

II

0,8

2,2

16

0,00

0,00

2,33

69.272

313

III

1,3

1,5

7

0,00

0,00

3,03

81.780

269

xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Ekonomi Makro Regional01Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,91%

(yoy) atau melambat jika dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 5,15% (yoy). Capaian triwulan III

2017 pun lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi pengeluaran,

perlambatan konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi faktor

utama penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Adapun peningkatan pertumbuhan

pengeluaran konsumsi pemerintah dalam rangka percepatan realisasi anggaran dan melambatnya net

impor antar daerah menjadi faktor yang cukup menahan perlambatan pertumbuhan agar tidak

semakin dalam. Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sektor–sektor

utama daerah, yakni 1) konstruksi 2) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda

motor serta 3) informasi dan komunikasi.

Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong

terutama oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring meningkatnya permintaan pada Hari Raya

Natal dan libur Tahun Baru serta sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan

realisasi investasi dan anggaran pemerintah. Sementara itu, ekonomi NTT secara keseluruhan tahun

2017 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan capaian tahun 2016 yang disebabkan perlambatan

pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi

pemerintahan.

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

55,9223,73 34,89 3502,30

GRAFIK 1.2.

QTQNAS NTT NTB BALI

YOY

PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

22,2

5

23,7

3

4,91

5,06

3,18 5,18 13,60 3,34 5,06 4,91 4,09 6,22

sektor pertambangan masih mengalami tekanan seiring kinerja perusahaan PT Amman Nusa Tenggara yang masih

terkendala oleh proses penyesuaian perubahan kepemilikan setelah proses akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara dan

peralihan izin usaha.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dengan kisaran 5,10-5,50%

(yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menguatnya konsumsi rumah tangga seiring adanya Hari Raya Natal dan

pesta rakyat menyambut Tahun Baru, yang akan tercermin pula pada peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan

eceran. Namun demikian, peningkatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2016 dikarenakan permintaan yang masih relatif sama

dibandingkan tahun lalu, sementara pusat perbelanjaan baru bermunculan sehingga pendapatan bruto perdagangan

berkurang. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan juga disumbang oleh meningkatnya kinerja Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB)/investasi seiring percepatan realisasi proyek pemerintah yang juga lebih besar dibandingkan tahun

sebelumnya. Peningkatan investasi sejalan pula dengan peningkatan sektor konstruksi pada triwulan IV 2017

dibandingkan pencapaian triwulan III 2017, meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun 2016 karena proyek-proyek

besar pemerintah pada tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian seperti pembangunan Bendungan Raknamo dan

jalan raya.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat pada keseluruhan tahun 2017 dengan kisaran 4,90-5,30%.

Perlambatan disumbang oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta

administrasi pemerintahan. Sektor konstruksi melambat seiring proyek pemerintah seperti Bendungan Raknamo serta

jalan penghubung dan fasilitas PLBN yang pada tahun ini telah menyisakan tahap penyelesaian akhir. Sementara itu,

realisasi proyek strategis pemerintah lainnya seperti Bendungan Napun Gete dan Temef masih dalam tahap awal. Hal

tersebut juga tercermin pada perlambatan sektor administrasi pemerintahan terkait pengurusan pembangunan proyek.

Sektor perdagangan besar dan eceran turut menyumbang perlambatan seiring permintaan yang relatif tetap di tengah

bermunculannya pusat perbelanjaan baru. Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan sedikit melambat

seiring proyek pengembangan jaringan telekomunikasi pada tahun ini tidak sebanyak tahun 2016.

3- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh

sebesar 4,91% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2017 mengalami perlambatan apabila

dibandingkan triwulan-II 2017 sebesar 5,15%, begitu pula jika dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,11% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan

triwulan II 2017 menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh

konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

5,55% (yoy). Kondisi perlambatan konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan

dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi

konsumsi pakaian dan alas kaki. Perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14

dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi

pada triwulan tersebut dan periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Di sisi lain, konsumsi

pemerintah menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan dengan tumbuh meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari

triwulan sebelumnya 6,39% (yoy), didorong oleh percepatan realisasi anggaran di tahun berjalan.

Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor

utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta informasi dan komunikasi. Selain itu, juga

disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air; informasi dan

komunikasi; real estate dan jasa pendidikan. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan menurunnya realisasi

proyek baru di Provinsi NTT serta beberapa proyek pemerintah pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan

perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari

libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu,

kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor

informasi dan komunikasi.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2017 sebesar 4,91% (yoy) tercatat di bawah

nasional dan Provinsi Bali, namun masih lebih baik dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang

masih dalam pemulihan kinerja pertambangan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (5,06%-yoy) terutama

disebabkan oleh adanya perbaikan ekonomi global dan pembangunan infrastruktur yang terlihat dari peningkatan kinerja

industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Sementara itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan

nasional terlihat dari peningkatan kinerja ekspor barang dan jasa serta PMTB/investasi, serta konsumsi yang relatif terjaga.

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan provinsi tetangga di kawasan Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), hanya

Provinsi NTT yang mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kawasan Balinusra sendiri mencatatkan peningkatan

pertumbuhan menjadi 5,24% (yoy) di triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,24% (yoy) didorong

terutama oleh peningkatan kinerja sektor pariwisata/penyediaan akomodasi dan makan minum serta perdagangan besar

dan eceran di Bali dan Nusa Tenggara seiring periode puncak pariwisata tahunan pada triwulan laporan. Sementara itu,

1.1 KONDISI UMUM

2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

55,9223,73 34,89 3502,30

GRAFIK 1.2.

QTQNAS NTT NTB BALI

YOY

PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

22,2

5

23,7

3

4,91

5,06

3,18 5,18 13,60 3,34 5,06 4,91 4,09 6,22

sektor pertambangan masih mengalami tekanan seiring kinerja perusahaan PT Amman Nusa Tenggara yang masih

terkendala oleh proses penyesuaian perubahan kepemilikan setelah proses akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara dan

peralihan izin usaha.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dengan kisaran 5,10-5,50%

(yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menguatnya konsumsi rumah tangga seiring adanya Hari Raya Natal dan

pesta rakyat menyambut Tahun Baru, yang akan tercermin pula pada peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan

eceran. Namun demikian, peningkatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2016 dikarenakan permintaan yang masih relatif sama

dibandingkan tahun lalu, sementara pusat perbelanjaan baru bermunculan sehingga pendapatan bruto perdagangan

berkurang. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan juga disumbang oleh meningkatnya kinerja Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB)/investasi seiring percepatan realisasi proyek pemerintah yang juga lebih besar dibandingkan tahun

sebelumnya. Peningkatan investasi sejalan pula dengan peningkatan sektor konstruksi pada triwulan IV 2017

dibandingkan pencapaian triwulan III 2017, meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun 2016 karena proyek-proyek

besar pemerintah pada tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian seperti pembangunan Bendungan Raknamo dan

jalan raya.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat pada keseluruhan tahun 2017 dengan kisaran 4,90-5,30%.

Perlambatan disumbang oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta

administrasi pemerintahan. Sektor konstruksi melambat seiring proyek pemerintah seperti Bendungan Raknamo serta

jalan penghubung dan fasilitas PLBN yang pada tahun ini telah menyisakan tahap penyelesaian akhir. Sementara itu,

realisasi proyek strategis pemerintah lainnya seperti Bendungan Napun Gete dan Temef masih dalam tahap awal. Hal

tersebut juga tercermin pada perlambatan sektor administrasi pemerintahan terkait pengurusan pembangunan proyek.

Sektor perdagangan besar dan eceran turut menyumbang perlambatan seiring permintaan yang relatif tetap di tengah

bermunculannya pusat perbelanjaan baru. Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan sedikit melambat

seiring proyek pengembangan jaringan telekomunikasi pada tahun ini tidak sebanyak tahun 2016.

3- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh

sebesar 4,91% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2017 mengalami perlambatan apabila

dibandingkan triwulan-II 2017 sebesar 5,15%, begitu pula jika dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,11% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan

triwulan II 2017 menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh

konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

5,55% (yoy). Kondisi perlambatan konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan

dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi

konsumsi pakaian dan alas kaki. Perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14

dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi

pada triwulan tersebut dan periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Di sisi lain, konsumsi

pemerintah menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan dengan tumbuh meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari

triwulan sebelumnya 6,39% (yoy), didorong oleh percepatan realisasi anggaran di tahun berjalan.

Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor

utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta informasi dan komunikasi. Selain itu, juga

disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air; informasi dan

komunikasi; real estate dan jasa pendidikan. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan menurunnya realisasi

proyek baru di Provinsi NTT serta beberapa proyek pemerintah pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan

perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari

libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu,

kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor

informasi dan komunikasi.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2017 sebesar 4,91% (yoy) tercatat di bawah

nasional dan Provinsi Bali, namun masih lebih baik dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang

masih dalam pemulihan kinerja pertambangan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (5,06%-yoy) terutama

disebabkan oleh adanya perbaikan ekonomi global dan pembangunan infrastruktur yang terlihat dari peningkatan kinerja

industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Sementara itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan

nasional terlihat dari peningkatan kinerja ekspor barang dan jasa serta PMTB/investasi, serta konsumsi yang relatif terjaga.

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan provinsi tetangga di kawasan Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), hanya

Provinsi NTT yang mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kawasan Balinusra sendiri mencatatkan peningkatan

pertumbuhan menjadi 5,24% (yoy) di triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,24% (yoy) didorong

terutama oleh peningkatan kinerja sektor pariwisata/penyediaan akomodasi dan makan minum serta perdagangan besar

dan eceran di Bali dan Nusa Tenggara seiring periode puncak pariwisata tahunan pada triwulan laporan. Sementara itu,

1.1 KONDISI UMUM

2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

URAIAN2015

2017Bobot qtq

27.349.820

3.104.885

10.341.297

4.905.624

13.351.581

3.894.964

1.298.292

64.246.464

7.419.712

835.785

2.704.140

1.419.285

3.159.555

1.044.168

336.582

16.919.227

6.773.957

728.597

2.339.353

1.168.701

3.443.054

954.914

305.474

15.714.050

6.718.367

833.572

2.744.537

1.293.448

3.138.881

994.088

350.160

16.073.052

43,30

4,55

15,77

9,02

18,68

6,66

2,02

100,0

0,93

-7,40

-0,71

7,11

2,49

8,01

1,77

1,50

24.081.155

2.775.990

10.073.481

4.053.827

12.928.430

2.038.602

1.410.124

57.361.610

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI RT

2016

TOTAL

II

2016

IIIII

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III 2017

yoy

4,56

-9,58

0,04

16,72

-1,58

6,06

-5,05

2,48

7.413.095

778.541

2.700.275

1.544.607

3.198.867

1.140.229

346.552

17.122.166

III

Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang utama perlambatan ekonomi Provinsi NTT. Perlambatan

konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh pergeseran pencairan stimulus pendorong konsumsi, yakni gaji ke-14

dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II sehingga pada triwulan laporan

masyarakat cenderung menahan konsumsi. Kondisi tersebut menyebabkan hampir seluruh komponen konsumsi rumah

tangga mengalami perlambatan, bahkan ada beberapa yang menurun. Konsumsi makanan dan minuman selain restoran;

perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan pendidikan serta transportasi dan komunikasi tercatat

melambat pada triwulan laporan. Selain itu, konsumsi pakaian dan alas kaki serta transportasi dan komunikasi tercatat

kontraksi.

Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa makanan

dan minuman, transportasi dan komunikasi serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-

masing sebesar 4,56% (yoy), -1,58% (yoy) dan 0,04% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II

2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran waktu perayaan Hari

Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada triwulan II. Konsumsi komponen-komponen utama tersebut telah banyak

dilakukan pada triwulan II 2017 didorong oleh adanya insentif gaji ke-14, sementara gaji ke-13 yang jatuh pada triwulan III

2017 lebih banyak digunakan untuk pembayaran pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi kesehatan dan

pendidikan yang masih tumbuh cukup tinggi sebesar 16,72% (yoy). Kondisi berbeda ditunjukkan konsumsi restoran dan

hotel pada triwulan III 2017. Konsumsi restoran dan hotel tercatat tumbuh meningkat sebesar 6,06% (yoy) dibandingkan

triwulan II 2017 sebesar 1,37% (yoy), meskipun masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 73,56% (yoy) karena banyaknya kegiatan pada tahun lalu. Konsumsi restoran dan hotel pada triwulan laporan

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh adanya event nasional seperti Tour de Flores dan masa

liburan musim panas Eropa ke Provinsi NTT.

Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 berbeda kondisi dengan perkembangan

Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK yang dilakukan di Kota Kupang menunjukkan bahwa seluruh indeks masih

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 144,67 dari

sebelumnya 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

juga meningkat menjadi 130,89 dan 158,44 dari triwulan sebelumnya 122,78 dan 147,89. Selain itu, indeks konsumsi

barang-barang kebutuhan tahan lama juga menunjukkan peningkatan menjadi 103,50 dari sebelumnya 100,50. Nilai

tersebut menunjukkan optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi Provinsi NTT.

Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 mencerminkan arah yang sejalan dengan perlambatan

konsumsi rumah tangga. SPE masih menunjukkan kontraksi pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar -3,19% (yoy).

5- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan III 2017 dari sisi pengeluaran terutama

dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Pada triwulan III 2017 konsumsi rumah tangga tumbuh

melambat sebesar 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,55% (yoy), begitu pula

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,20% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada

pertumbuhan konsumsi lembaga non profit rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi masing-

masing 5,97% (yoy) dan 3,30% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 10,58% (yoy) dan 7,32%

(yoy). Meskipun demikian, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan perlambatan net impor antar daerah

pada triwulan III 2017 sebesar 10,62% (yoy) dan 4,41% (yoy) dari triwulan sebelumnya menjadi penahan perlambatan

pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.

Ekspor luar negeri mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama

tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, ekspor tumbuh 56,24% (yoy) dari triwulan II 2017 sebesar 38,66% (yoy) dan

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -37,88% (yoy). Sementara itu, impor mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Impor tumbuh sebesar 0,82% (yoy), atau

melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 415,74% (yoy) serta periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

64,16% (yoy).

URAIAN2015

2017Bobot qtq

64.246.464

2.636.946

22.518.264

35.724.984

458.340

1.287.553

274.813

(42.425.100)

84.172.637

16.919.227

719.988

5.816.878

9.336.121

148.664

467.630

369.901

(10.759.706)

22.278.901

15.714.050

631.294

5.240.634

8.507.426

131.462

343.874

74.286

(9.898.007)

20.596.447

16.073.052

677.222

5.262.019

9.341.925

136.664

330.630

93.436

(9.852.840)

21.875.236

72,16

3,15

26,15

41,16

0,69

2,16

0,40

-45,08

100,00

1,50

3,33

4,16

4,14

9,43

8,65

-75,31

1,21

5,18

57.361.610

2.539.408

21.765.744

30.996.063

967.562

1.592.015

261.549

(38.769.998)

76.190.854

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

TOTAL

II

2016

IIIII

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2017

yoy

2,48

5,97

10,62

3,30

14,32

56,24

0,82

4,41

4,91

17.122.166

747.815

6.203.363

9.766.942

164.497

512.081

94.647

(10.695.624)

23.726.592

III

Secara keseluruhan, konsumsi tumbuh melambat. Pada triwulan III 2017, konsumsi tumbuh sebesar 4,52% (yoy),

atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yang sebesar 5,91% (yoy). Melambatnya konsumsi

terutama disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga (porsi 71,68% terhadap total konsumsi) yang tumbuh melambat

sebesar 2,48% (yoy), dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 5,55% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 7,22% (yoy). Di sisi lain, peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan menjadi 10,62% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,39% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -26,35% (yoy)

menjadi penahan perlambatan konsumsi.

1.2.1 KONSUMSI

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

URAIAN2015

2017Bobot qtq

27.349.820

3.104.885

10.341.297

4.905.624

13.351.581

3.894.964

1.298.292

64.246.464

7.419.712

835.785

2.704.140

1.419.285

3.159.555

1.044.168

336.582

16.919.227

6.773.957

728.597

2.339.353

1.168.701

3.443.054

954.914

305.474

15.714.050

6.718.367

833.572

2.744.537

1.293.448

3.138.881

994.088

350.160

16.073.052

43,30

4,55

15,77

9,02

18,68

6,66

2,02

100,0

0,93

-7,40

-0,71

7,11

2,49

8,01

1,77

1,50

24.081.155

2.775.990

10.073.481

4.053.827

12.928.430

2.038.602

1.410.124

57.361.610

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI RT

2016

TOTAL

II

2016

IIIII

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III 2017

yoy

4,56

-9,58

0,04

16,72

-1,58

6,06

-5,05

2,48

7.413.095

778.541

2.700.275

1.544.607

3.198.867

1.140.229

346.552

17.122.166

III

Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang utama perlambatan ekonomi Provinsi NTT. Perlambatan

konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh pergeseran pencairan stimulus pendorong konsumsi, yakni gaji ke-14

dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II sehingga pada triwulan laporan

masyarakat cenderung menahan konsumsi. Kondisi tersebut menyebabkan hampir seluruh komponen konsumsi rumah

tangga mengalami perlambatan, bahkan ada beberapa yang menurun. Konsumsi makanan dan minuman selain restoran;

perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan pendidikan serta transportasi dan komunikasi tercatat

melambat pada triwulan laporan. Selain itu, konsumsi pakaian dan alas kaki serta transportasi dan komunikasi tercatat

kontraksi.

Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa makanan

dan minuman, transportasi dan komunikasi serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-

masing sebesar 4,56% (yoy), -1,58% (yoy) dan 0,04% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II

2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran waktu perayaan Hari

Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada triwulan II. Konsumsi komponen-komponen utama tersebut telah banyak

dilakukan pada triwulan II 2017 didorong oleh adanya insentif gaji ke-14, sementara gaji ke-13 yang jatuh pada triwulan III

2017 lebih banyak digunakan untuk pembayaran pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi kesehatan dan

pendidikan yang masih tumbuh cukup tinggi sebesar 16,72% (yoy). Kondisi berbeda ditunjukkan konsumsi restoran dan

hotel pada triwulan III 2017. Konsumsi restoran dan hotel tercatat tumbuh meningkat sebesar 6,06% (yoy) dibandingkan

triwulan II 2017 sebesar 1,37% (yoy), meskipun masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 73,56% (yoy) karena banyaknya kegiatan pada tahun lalu. Konsumsi restoran dan hotel pada triwulan laporan

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh adanya event nasional seperti Tour de Flores dan masa

liburan musim panas Eropa ke Provinsi NTT.

Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 berbeda kondisi dengan perkembangan

Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK yang dilakukan di Kota Kupang menunjukkan bahwa seluruh indeks masih

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 144,67 dari

sebelumnya 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

juga meningkat menjadi 130,89 dan 158,44 dari triwulan sebelumnya 122,78 dan 147,89. Selain itu, indeks konsumsi

barang-barang kebutuhan tahan lama juga menunjukkan peningkatan menjadi 103,50 dari sebelumnya 100,50. Nilai

tersebut menunjukkan optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi Provinsi NTT.

Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 mencerminkan arah yang sejalan dengan perlambatan

konsumsi rumah tangga. SPE masih menunjukkan kontraksi pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar -3,19% (yoy).

5- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan III 2017 dari sisi pengeluaran terutama

dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Pada triwulan III 2017 konsumsi rumah tangga tumbuh

melambat sebesar 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,55% (yoy), begitu pula

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,20% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada

pertumbuhan konsumsi lembaga non profit rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi masing-

masing 5,97% (yoy) dan 3,30% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 10,58% (yoy) dan 7,32%

(yoy). Meskipun demikian, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan perlambatan net impor antar daerah

pada triwulan III 2017 sebesar 10,62% (yoy) dan 4,41% (yoy) dari triwulan sebelumnya menjadi penahan perlambatan

pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.

Ekspor luar negeri mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama

tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, ekspor tumbuh 56,24% (yoy) dari triwulan II 2017 sebesar 38,66% (yoy) dan

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -37,88% (yoy). Sementara itu, impor mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Impor tumbuh sebesar 0,82% (yoy), atau

melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 415,74% (yoy) serta periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

64,16% (yoy).

URAIAN2015

2017Bobot qtq

64.246.464

2.636.946

22.518.264

35.724.984

458.340

1.287.553

274.813

(42.425.100)

84.172.637

16.919.227

719.988

5.816.878

9.336.121

148.664

467.630

369.901

(10.759.706)

22.278.901

15.714.050

631.294

5.240.634

8.507.426

131.462

343.874

74.286

(9.898.007)

20.596.447

16.073.052

677.222

5.262.019

9.341.925

136.664

330.630

93.436

(9.852.840)

21.875.236

72,16

3,15

26,15

41,16

0,69

2,16

0,40

-45,08

100,00

1,50

3,33

4,16

4,14

9,43

8,65

-75,31

1,21

5,18

57.361.610

2.539.408

21.765.744

30.996.063

967.562

1.592.015

261.549

(38.769.998)

76.190.854

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

TOTAL

II

2016

IIIII

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2017

yoy

2,48

5,97

10,62

3,30

14,32

56,24

0,82

4,41

4,91

17.122.166

747.815

6.203.363

9.766.942

164.497

512.081

94.647

(10.695.624)

23.726.592

III

Secara keseluruhan, konsumsi tumbuh melambat. Pada triwulan III 2017, konsumsi tumbuh sebesar 4,52% (yoy),

atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yang sebesar 5,91% (yoy). Melambatnya konsumsi

terutama disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga (porsi 71,68% terhadap total konsumsi) yang tumbuh melambat

sebesar 2,48% (yoy), dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 5,55% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 7,22% (yoy). Di sisi lain, peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan menjadi 10,62% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,39% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -26,35% (yoy)

menjadi penahan perlambatan konsumsi.

1.2.1 KONSUMSI

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

80

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

500

550

600

650

700

750

800

850

900

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik rumah tangga pada triwulan III 2017 justru mencatatkan

peningkatan. Penjualan BBM secara agregat di Provinsi NTT tumbuh 9,13% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,57% (yoy) dan 3,56% (yoy). Peningkatan

tersebut ditengarai lebih disebabkan oleh dampak kebijakan peningkatan pasokan pertalite di Provinsi NTT serta kebijakan

nasional BBM satu harga oleh pemerintah. Di sisi lain, konsumsi listrik rumah tangga tercatat tumbuh meningkat sebesar

5,98% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,03% (yoy), meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 11,11% (yoy). Peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya

terutama didorong oleh mulai lancarnya operasional Sistem Timor 60KV PLTU Bolok dan terus meningkatnya jumlah

pelanggan listrik di Provinsi NTT.

7- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013III IV I

2017 II III

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Kontraksi pertumbuhan disumbang oleh penjualan makanan, minuman dan tembakau (-2,61% yoy) terutama

tembakau/rokok seiring kenaikan cukai pada tahun ini; bahan bakar kendaraan bermotor (-9,61% yoy) serta

perlengkapan rumah tangga lainnya (-32,99% yoy) terutama barang elektronik selain audio/video dan semen. Kondisi

tersebut mengonfirmasi perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 pada komponen konsumsi makanan

dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta transportasi dan komunikasi.

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 meningkat menjadi 113,40 dari

triwulan sebelumnya sebesar 107,83, atau searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga serta pengaruh inflasi yang rendah terhadap tingkat

konsumsi. Hal tersebut mencerminkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga yang salah satunya

disumbang oleh adanya pencairan gaji ke-13 pada bulan Juli 2017. Di sisi lain, indikator tingkat konsumsi bahan makanan,

makanan jadi, sandang dan lain-lain menunjukkan penurunan yang mengindikasikan bahwa masyarakat pada triwulan III

2017 cenderung masih menahan konsumsi untuk persiapan Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 juga menunjukkan perlambatan

perkembangan kegiatan usaha di Provinsi NTT dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terutama terjadi

pada sektor pertanian, bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Harga jual pada sektor bangunan juga tercatat

mengalami perlambatan, sementara perkembangan tenaga kerja pada sektor pertanian, bangunan dan perdagangan,

hotel dan restoran masih cukup tertekan yang ditunjukkan oleh perkembangan yang negatif. Kegiatan usaha di sektor

pertanian masih melambat terutama dipengaruhi oleh belum tibanya masa puncak panen padi di daerah sentra produksi

seperti Kabupaten Manggarai Barat, sementara sektor bangunan melambat sejalan dengan sektor konstruksi dan real

estate yang juga melambat. Adapun perlambatan kegiatan usaha perdagangan, hotel dan restoran terutama sejalan

dengan perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III 2017, seiring konsumsi rumah tangga yang

juga melambat.

Penyaluran kredit konsumsi pada triwulan III 2017 tercatat melambat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan

sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp15,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut

melambat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,46% (yoy) dan

12,99% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan perlambatan konsumsi di triwulan laporan. Masyarakat Provinsi NTT pada

triwulan III 2017 cenderung menahan konsumsi dengan menyimpan dananya di bank, yang tercermin dari pertumbuhan

Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan di perbankan NTT yang tumbuh sebesar 9,22% (yoy) atau lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,88% (yoy).

6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

80

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

500

550

600

650

700

750

800

850

900

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik rumah tangga pada triwulan III 2017 justru mencatatkan

peningkatan. Penjualan BBM secara agregat di Provinsi NTT tumbuh 9,13% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan

triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,57% (yoy) dan 3,56% (yoy). Peningkatan

tersebut ditengarai lebih disebabkan oleh dampak kebijakan peningkatan pasokan pertalite di Provinsi NTT serta kebijakan

nasional BBM satu harga oleh pemerintah. Di sisi lain, konsumsi listrik rumah tangga tercatat tumbuh meningkat sebesar

5,98% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,03% (yoy), meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 11,11% (yoy). Peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya

terutama didorong oleh mulai lancarnya operasional Sistem Timor 60KV PLTU Bolok dan terus meningkatnya jumlah

pelanggan listrik di Provinsi NTT.

7- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013III IV I

2017 II III

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Kontraksi pertumbuhan disumbang oleh penjualan makanan, minuman dan tembakau (-2,61% yoy) terutama

tembakau/rokok seiring kenaikan cukai pada tahun ini; bahan bakar kendaraan bermotor (-9,61% yoy) serta

perlengkapan rumah tangga lainnya (-32,99% yoy) terutama barang elektronik selain audio/video dan semen. Kondisi

tersebut mengonfirmasi perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 pada komponen konsumsi makanan

dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta transportasi dan komunikasi.

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 meningkat menjadi 113,40 dari

triwulan sebelumnya sebesar 107,83, atau searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga serta pengaruh inflasi yang rendah terhadap tingkat

konsumsi. Hal tersebut mencerminkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga yang salah satunya

disumbang oleh adanya pencairan gaji ke-13 pada bulan Juli 2017. Di sisi lain, indikator tingkat konsumsi bahan makanan,

makanan jadi, sandang dan lain-lain menunjukkan penurunan yang mengindikasikan bahwa masyarakat pada triwulan III

2017 cenderung masih menahan konsumsi untuk persiapan Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 juga menunjukkan perlambatan

perkembangan kegiatan usaha di Provinsi NTT dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terutama terjadi

pada sektor pertanian, bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Harga jual pada sektor bangunan juga tercatat

mengalami perlambatan, sementara perkembangan tenaga kerja pada sektor pertanian, bangunan dan perdagangan,

hotel dan restoran masih cukup tertekan yang ditunjukkan oleh perkembangan yang negatif. Kegiatan usaha di sektor

pertanian masih melambat terutama dipengaruhi oleh belum tibanya masa puncak panen padi di daerah sentra produksi

seperti Kabupaten Manggarai Barat, sementara sektor bangunan melambat sejalan dengan sektor konstruksi dan real

estate yang juga melambat. Adapun perlambatan kegiatan usaha perdagangan, hotel dan restoran terutama sejalan

dengan perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III 2017, seiring konsumsi rumah tangga yang

juga melambat.

Penyaluran kredit konsumsi pada triwulan III 2017 tercatat melambat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan

sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp15,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut

melambat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,46% (yoy) dan

12,99% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan perlambatan konsumsi di triwulan laporan. Masyarakat Provinsi NTT pada

triwulan III 2017 cenderung menahan konsumsi dengan menyimpan dananya di bank, yang tercermin dari pertumbuhan

Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan di perbankan NTT yang tumbuh sebesar 9,22% (yoy) atau lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,88% (yoy).

6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber: BCI Asia (diolah)

KATEGORI 2015

531.28

86.58

80.00

64.94

58.41

57.08

21.00

13.21

8.22

6.34

927.06

INFRASTRUKTUR

KESEHATAN

HOTEL

INDUSTRI

UTILITIES

PEMUKIMAN

LANDSCAPING

KANTOR

RITEL

REKREASI

TOTAL

Tabel 1.5. Proyek Baru Provinsi NTT Triwulan III 2017

Malaka dan Ende) menjadi yang terbesar dengan nilai proyek sebesar Rp177,16 miliar. Pengembangan irigasi di

Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Ende menduduki peringkat kedua terbesar dengan nilai sebesar Rp144,66

miliar, sementara pembangunan irigasi baru hanya sebesar Rp12 miliar. Selanjutnya pembangunan embung di Pulau

Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Tengah, Barat dan Barat Daya) serta di Kabupaten Sabu Raijua menjadi proyek

infrastruktur terbesar ketiga dengan nilai proyek Rp73,97 miliar. Pembangunan RSUD Mgr. Gabriel Manek di Kota

Atambua, Kabupaten Belu menjadi pembangunan fasilitas kesehatan terbesar pada triwulan laporan dengan nilai

Rp37,23 miliar, selain juga pembangunan pusat layanan kesehatan di berbagai wilayah Pulau Timor, Alor dan Flores

bernilai total Rp49,35 miliar.

TTS saat ini dalam tahap persiapan groundbreaking. Di sisi lain, perlambatan kegiatan investasi pemerintah tidak sejalan

dengan realisasi anggaran investasi pemerintah sampai dengan triwulan III 2017 yang naik 20,40% dibanding periode

yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota memang lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2016 sebesar -35,81% dan -2,63%. Namun demikian, realisasi anggaran investasi APBN, sebagai anggaran investasi

utama di Provinsi NTT naik sebesar 2,51% sehingga mendorong peningkatan realisasi anggaran investasi pemerintah

secara keseluruhan sampai dengan triwulan III 2017.

Di sisi lain, realisasi investasi swasta sampai dengan triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan

2 tahun terakhir. Pada triwulan III 2017 sendiri investasi baru swasta telah mencapai Rp1,13 triliun, meningkat

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Secara agregat tahunan sampai dengan

triwulan III 2017, investasi baru swasta telah mencapai Rp2,62 triliun, atau lebih tinggi 53,02% dan 181,30%

dibandingkan capaian tahun 2016 (Rp 1,71 triliun) dan 2015 (Rp 931 miliar). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan

target investasi yang dicanangkan oleh DPMPTSP Provinsi NTT di tahun 2017 menjadi Rp3,5 triliun dari tahun 2016 sebesar

Rp2 triliun. Pada triwulan III 2017, investasi baru terbesar di sektor ketenagalistrikan senilai Rp654,32 miliar di Kab. Kupang

(Rp654,18 miliar) dan Kab. Ende (Rp146,16 juta). Investasi baru real estate tercatat sebesar Rp179,12 miliar berlokasi di

Kab. Manggarai Barat (Rp176,20 miliar) seiring gencarnya pembangunan fasilitas pendukung pariwisata dan Kab. Belu

(Rp2,92 miliar). Investasi pembangunan hotel juga terus berkembang dengan realisasi baru pada triwulan III 2017 sebesar

Rp124,10 miliar berlokasi di Kab. Manggarai Barat (Rp87,64 miliar), Sumba Barat (Rp13,06 miliar) dan Rote Ndao (Rp7,51

miliar), dalam rangka pengembangan pariwisata. Kelanjutan investasi perkebunan tebu di Sumba Timur juga masih terus

berlangsung dengan investasi di triwulan laporan sebesar Rp72,09 miliar.

Perlambatan pertumbuhan PMTB/investasi tercermin pula dari konsumsi semen di Provinsi NTT yang

terkontraksi pada triwulan laporan. Pertumbuhan konsumsi semen turun menjadi -8,39% (yoy) dari triwulan II 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 21,62% (yoy) dan 27,23% (yoy).

Adapun proyek strategis nasional yang sedang berjalan di Provinsi

NTT saat ini seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang telah

memasuki tahap penyelesaian (progress ±96%) dan direncanakan

diresmikan Presiden pada tanggal 20 Desember 2017 bertepatan

dengan hari ulang tahun NTT. Pekerjaan Bendungan Rotiklot di

Kabupaten Belu telah mencapai 88,33% dari target hingga

Desember 2018. Sementara itu, pekerjaan Bendungan Napun Gete

di Kabupaten Sikka (progress saat ini 11,89%, target selesai

Desember 2020) dan Temef (target selesai tahun 2022) di Kabupaten

9- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

URAIAN2015

28.518.052

7.206.932

35.724.984

7.918.129

1.417.992

9.336.121

6.481.168

2.026.258

8.507.426

7.683.971

1.657.954

9.341.925

24.089.547

6.906.516

30.996.063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

TOTAL

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III 2017

2017

I

2016

IVIIBobot

IIIyoy

85,10

14,90

100,0

5,76

-11,39

3,30

8.311.883

1.455.059

9.766.942

II

Komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 menjadi penahan perlambatan pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT. Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sebesar 10,62% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,39% (yoy) dan -26,35% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah

terjadi seiring percepatan realisasi anggaran untuk proyek infrastruktur dan pembangunan ekonomi oleh pemerintah di

tahun berjalan, sebagaimana tercermin dari konsumsi kolektif pemerintah yang masih tumbuh 6,73% (yoy), sedikit lebih

rendah dibandingkan triwulan lalu dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar

6,83% (yoy) dan -21,27% (yoy). Selain itu, konsumsi individu pemerintah di antaranya untuk jaminan sosial, kesehatan

dan pendidikan tumbuh meningkat sebesar 15,80% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 5,82% (yoy) dan -32,16% (yoy).

URAIAN2015

BobotIII

yoy

11.198.391

7.158.788

18.357.179

3.638.623

2.178.255

5.816.878

3.221.544

2.019.090

5.240.634

3.241.026

2.020.993

5.262.019

60,78

39,22

100,0

6,73

15,80

10,62

12.815.032

8.950.713

21.765.744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

TOTAL

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III 2017

2017

II

2016

IIIII

3.770.637

2.432.726

6.203.363

III

Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017 dan

mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan IV

2017 diperkirakan cenderung meningkat. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga

dan pemerintah seiring adanya Hari Raya Natal, Tahun Baru serta percepatan realisasi anggaran pemerintah. Indikasi

pertumbuhan tercermin dari Indeks Tendensi Konsumen dan proyeksi pada triwulan IV yang diproyeksikan naik menjadi

120,88 dari triwulan sebelumnya 113,40, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi 124,55 dari

sebelumnya 112,10.

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh melambat,

baik pada sektor pemerintah maupun swasta. PMTB/investasi tumbuh sebesar 3,30% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 7,32% (yoy) dan 3,87%

(yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya investasi bangunan dan masih terkontraksinya investasi non

bangunan sebesar -11,39% (yoy) dikarenakan investasi peralatan dalam jumlah besar sudah dilakukan di tahun

sebelumnya.

Perlambatan PMTB/investasi pada triwulan laporan terindikasi dari menurunnya realisasi proyek baru.

Berdasarkan data BCI Asia, proyek-proyek baru yang dibangun pada triwulan III 2017 hanya bernilai total sekitar Rp927,06

miliar, menurun dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,34 triliun. Proyek baru tersebut meliputi 10 kategori

dengan tiga terbesar untuk pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur senilai Rp531,28 miliar, fasilitas

kesehatan senilai Rp86,58 miliar dan hotel senilai Rp80 miliar. Pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur

sumber daya air masih menjadi fokus investasi pemerintah, di antaranya pengendalian arus air di sungai, saluran irigasi dan

embung. Pembangunan infrastruktur sipil pengendalian arus air sungai dan pemecah ombak di tiga kabupaten (Belu,

8 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber: BCI Asia (diolah)

KATEGORI 2015

531.28

86.58

80.00

64.94

58.41

57.08

21.00

13.21

8.22

6.34

927.06

INFRASTRUKTUR

KESEHATAN

HOTEL

INDUSTRI

UTILITIES

PEMUKIMAN

LANDSCAPING

KANTOR

RITEL

REKREASI

TOTAL

Tabel 1.5. Proyek Baru Provinsi NTT Triwulan III 2017

Malaka dan Ende) menjadi yang terbesar dengan nilai proyek sebesar Rp177,16 miliar. Pengembangan irigasi di

Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Ende menduduki peringkat kedua terbesar dengan nilai sebesar Rp144,66

miliar, sementara pembangunan irigasi baru hanya sebesar Rp12 miliar. Selanjutnya pembangunan embung di Pulau

Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Tengah, Barat dan Barat Daya) serta di Kabupaten Sabu Raijua menjadi proyek

infrastruktur terbesar ketiga dengan nilai proyek Rp73,97 miliar. Pembangunan RSUD Mgr. Gabriel Manek di Kota

Atambua, Kabupaten Belu menjadi pembangunan fasilitas kesehatan terbesar pada triwulan laporan dengan nilai

Rp37,23 miliar, selain juga pembangunan pusat layanan kesehatan di berbagai wilayah Pulau Timor, Alor dan Flores

bernilai total Rp49,35 miliar.

TTS saat ini dalam tahap persiapan groundbreaking. Di sisi lain, perlambatan kegiatan investasi pemerintah tidak sejalan

dengan realisasi anggaran investasi pemerintah sampai dengan triwulan III 2017 yang naik 20,40% dibanding periode

yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota memang lebih rendah dibandingkan triwulan

III 2016 sebesar -35,81% dan -2,63%. Namun demikian, realisasi anggaran investasi APBN, sebagai anggaran investasi

utama di Provinsi NTT naik sebesar 2,51% sehingga mendorong peningkatan realisasi anggaran investasi pemerintah

secara keseluruhan sampai dengan triwulan III 2017.

Di sisi lain, realisasi investasi swasta sampai dengan triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan

2 tahun terakhir. Pada triwulan III 2017 sendiri investasi baru swasta telah mencapai Rp1,13 triliun, meningkat

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Secara agregat tahunan sampai dengan

triwulan III 2017, investasi baru swasta telah mencapai Rp2,62 triliun, atau lebih tinggi 53,02% dan 181,30%

dibandingkan capaian tahun 2016 (Rp 1,71 triliun) dan 2015 (Rp 931 miliar). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan

target investasi yang dicanangkan oleh DPMPTSP Provinsi NTT di tahun 2017 menjadi Rp3,5 triliun dari tahun 2016 sebesar

Rp2 triliun. Pada triwulan III 2017, investasi baru terbesar di sektor ketenagalistrikan senilai Rp654,32 miliar di Kab. Kupang

(Rp654,18 miliar) dan Kab. Ende (Rp146,16 juta). Investasi baru real estate tercatat sebesar Rp179,12 miliar berlokasi di

Kab. Manggarai Barat (Rp176,20 miliar) seiring gencarnya pembangunan fasilitas pendukung pariwisata dan Kab. Belu

(Rp2,92 miliar). Investasi pembangunan hotel juga terus berkembang dengan realisasi baru pada triwulan III 2017 sebesar

Rp124,10 miliar berlokasi di Kab. Manggarai Barat (Rp87,64 miliar), Sumba Barat (Rp13,06 miliar) dan Rote Ndao (Rp7,51

miliar), dalam rangka pengembangan pariwisata. Kelanjutan investasi perkebunan tebu di Sumba Timur juga masih terus

berlangsung dengan investasi di triwulan laporan sebesar Rp72,09 miliar.

Perlambatan pertumbuhan PMTB/investasi tercermin pula dari konsumsi semen di Provinsi NTT yang

terkontraksi pada triwulan laporan. Pertumbuhan konsumsi semen turun menjadi -8,39% (yoy) dari triwulan II 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 21,62% (yoy) dan 27,23% (yoy).

Adapun proyek strategis nasional yang sedang berjalan di Provinsi

NTT saat ini seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang telah

memasuki tahap penyelesaian (progress ±96%) dan direncanakan

diresmikan Presiden pada tanggal 20 Desember 2017 bertepatan

dengan hari ulang tahun NTT. Pekerjaan Bendungan Rotiklot di

Kabupaten Belu telah mencapai 88,33% dari target hingga

Desember 2018. Sementara itu, pekerjaan Bendungan Napun Gete

di Kabupaten Sikka (progress saat ini 11,89%, target selesai

Desember 2020) dan Temef (target selesai tahun 2022) di Kabupaten

9- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

URAIAN2015

28.518.052

7.206.932

35.724.984

7.918.129

1.417.992

9.336.121

6.481.168

2.026.258

8.507.426

7.683.971

1.657.954

9.341.925

24.089.547

6.906.516

30.996.063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

TOTAL

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III 2017

2017

I

2016

IVIIBobot

IIIyoy

85,10

14,90

100,0

5,76

-11,39

3,30

8.311.883

1.455.059

9.766.942

II

Komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 menjadi penahan perlambatan pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT. Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sebesar 10,62% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,39% (yoy) dan -26,35% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah

terjadi seiring percepatan realisasi anggaran untuk proyek infrastruktur dan pembangunan ekonomi oleh pemerintah di

tahun berjalan, sebagaimana tercermin dari konsumsi kolektif pemerintah yang masih tumbuh 6,73% (yoy), sedikit lebih

rendah dibandingkan triwulan lalu dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar

6,83% (yoy) dan -21,27% (yoy). Selain itu, konsumsi individu pemerintah di antaranya untuk jaminan sosial, kesehatan

dan pendidikan tumbuh meningkat sebesar 15,80% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 5,82% (yoy) dan -32,16% (yoy).

URAIAN2015

BobotIII

yoy

11.198.391

7.158.788

18.357.179

3.638.623

2.178.255

5.816.878

3.221.544

2.019.090

5.240.634

3.241.026

2.020.993

5.262.019

60,78

39,22

100,0

6,73

15,80

10,62

12.815.032

8.950.713

21.765.744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

TOTAL

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III 2017

2017

II

2016

IIIII

3.770.637

2.432.726

6.203.363

III

Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017 dan

mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan IV

2017 diperkirakan cenderung meningkat. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga

dan pemerintah seiring adanya Hari Raya Natal, Tahun Baru serta percepatan realisasi anggaran pemerintah. Indikasi

pertumbuhan tercermin dari Indeks Tendensi Konsumen dan proyeksi pada triwulan IV yang diproyeksikan naik menjadi

120,88 dari triwulan sebelumnya 113,40, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi 124,55 dari

sebelumnya 112,10.

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh melambat,

baik pada sektor pemerintah maupun swasta. PMTB/investasi tumbuh sebesar 3,30% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 7,32% (yoy) dan 3,87%

(yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya investasi bangunan dan masih terkontraksinya investasi non

bangunan sebesar -11,39% (yoy) dikarenakan investasi peralatan dalam jumlah besar sudah dilakukan di tahun

sebelumnya.

Perlambatan PMTB/investasi pada triwulan laporan terindikasi dari menurunnya realisasi proyek baru.

Berdasarkan data BCI Asia, proyek-proyek baru yang dibangun pada triwulan III 2017 hanya bernilai total sekitar Rp927,06

miliar, menurun dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,34 triliun. Proyek baru tersebut meliputi 10 kategori

dengan tiga terbesar untuk pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur senilai Rp531,28 miliar, fasilitas

kesehatan senilai Rp86,58 miliar dan hotel senilai Rp80 miliar. Pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur

sumber daya air masih menjadi fokus investasi pemerintah, di antaranya pengendalian arus air di sungai, saluran irigasi dan

embung. Pembangunan infrastruktur sipil pengendalian arus air sungai dan pemecah ombak di tiga kabupaten (Belu,

8 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

JUTA USD

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

-7

-2

3

8

13

18

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-100.000

-50.000

0

50.000

100.000

150.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

Pada triwulan IV 2017 net impor diperkirakan meningkat. Peningkatan terjadi karena didorong momen Hari Raya

Natal, Tahun Baru dan percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah akhir tahun yang membutuhkan bahan baku

dari daerah lain di Indonesia.

1.2.2.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Nilai ekspor tumbuh sebesar

56,24% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh

38,66% (yoy) dan -37,88% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor didorong oleh ekspor barang ke luar negeri yang

tumbuh sebesar 148,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 85,05% (yoy) dan -58,12% (yoy). Sementara itu, ekspor jasa pada triwulan III 2017 tercatat sedikit melambat

dengan pertumbuhan 6,09% (yoy), namun tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata/penyediaan

akomodasi dan makan minum pada triwulan berjalan menjadi 13,60% (yoy) dari triwulan sebelumnya 9,73% (yoy).

Berdasarkan data ekspor-impor, Provinsi NTT pada triwulan III mengalami net ekspor US$15,31 juta. Komoditas ekspor

produk langsung Provinsi NTT terutama berasal dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sementara ekspor

komoditas seperti kendaraan, makanan jadi, permesinan, elektronik dan bahan kimia adalah hasil produksi daerah lain

yang diekspor melalui Provinsi NTT. Ekspor terbesar ke negara Vietnam sebesar US$5,37 juta dengan komoditas berupa

kacang mete, diikuti Timor Leste sebesar US$5,05 juta dengan komoditas utama adalah semen dan Jepang (US$1,31 juta)

dengan komoditas utama adalah ikan beku. Di sisi lain, impor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh

melambat menjadi 0,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 415,74% (yoy). Perlambatan tersebut disumbang oleh

impor barang dan jasa yang keduanya melambat menjadi 0,72% (yoy) dan 0,98% (yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh

melambatnya proyek investasi baru yang membutuhkan barang/jasa dari luar negeri.

11- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

I II III IV

232 253445

2,101

501819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2015 2016 2017

1.007

485

1.125

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Sumber: BKPMD NTT, diolah

HOTEL (6)

TAMAN HIBURAN/WISATA (4)

INDUSTRI (3)

KETENAGALISTRIKAN (2)

PERDAGANGAN (2)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

KETENAGALISTRIKAN (RP 654,32 M)

REAL ESTATE (RP 179,12 M)

HOTEL (RP 124,10 M)

PERKEBUNAN TEBU (RP 72,09 M)

TAMAN HIBURAN/WISATA (RP 34,81 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (10)

KAB. SUMBA TIMUR (4)

KAB. KUPANG (3)

KAB. SUMBA BARAT (2)

KAB. BELU (2)

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.6. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Triwulan III 2017

NOMINAL

KAB. KUPANG (RP 674,28 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 305,70 M)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 85,99 M)

KAB. NAGEKEO (RP 18,09 M)

KAB. SUMBA BARAT (RP 13,16 M)

Sementara itu, penyaluran kredit investasi masih mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit

investasi tumbuh 28,12% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun 2016

masing-masing sebesar -2,26% (yoy) dan 5,83% (yoy). Dengan melihat potensi pengembangan ekonomi yang masih

besar di Provinsi NTT, porsi kredit investasi yang masih kecil dibandingkan kredit jenis penggunaan modal kerja dan

konsumsi, serta kualitas penyaluran kredit yang cukup terjaga di bawah batas 5%, maka opsi penyaluran kredit investasi

untuk mengembangkan perekonomian Provinsi NTT masih dapat terus didorong.

Berdasarkan tracking triwulan IV 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan III 2017. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi paket proyek pemerintah yang lebih

besar dibanding tahun sebelumnya dan adanya pembangunan hotel baru di antaranya di Labuan Bajo serta investasi

perkebunan di Pulau Sumba terutama Kabupaten Sumba Timur.

1.2.2 Ekspor – Impor1.2.2.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Provinsi NTT sebagai provinsi importir komoditas dari daerah lain mengalami perlambatan net impor antar

daerah pada triwulan III 2017. Kondisi perbaikan tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada

triwulan III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,70% (yoy) meskipun masih lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,24% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan net-bongkar

atau selisih antara bongkar dan muat menunjukkan arah sebaliknya. Pertumbuhan net-bongkar justru masih tumbuh

meningkat sebesar 149% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,20%

(yoy) dan 67,41% (yoy). Indikator volume peti kemas juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan menjadi 42,95% (yoy)

dari triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (yoy). Kondisi peningkatan pertumbuhan net-bongkar dan volume peti kemas

di tengah perlambatan konsumsi di triwulan III 2017 kemungkinan besar dalam rangka persiapan kebutuhan komoditas

perdagangan menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru di triwulan IV 2017.

10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

JUTA USD

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

-7

-2

3

8

13

18

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-100.000

-50.000

0

50.000

100.000

150.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

Pada triwulan IV 2017 net impor diperkirakan meningkat. Peningkatan terjadi karena didorong momen Hari Raya

Natal, Tahun Baru dan percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah akhir tahun yang membutuhkan bahan baku

dari daerah lain di Indonesia.

1.2.2.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Nilai ekspor tumbuh sebesar

56,24% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh

38,66% (yoy) dan -37,88% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor didorong oleh ekspor barang ke luar negeri yang

tumbuh sebesar 148,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 85,05% (yoy) dan -58,12% (yoy). Sementara itu, ekspor jasa pada triwulan III 2017 tercatat sedikit melambat

dengan pertumbuhan 6,09% (yoy), namun tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata/penyediaan

akomodasi dan makan minum pada triwulan berjalan menjadi 13,60% (yoy) dari triwulan sebelumnya 9,73% (yoy).

Berdasarkan data ekspor-impor, Provinsi NTT pada triwulan III mengalami net ekspor US$15,31 juta. Komoditas ekspor

produk langsung Provinsi NTT terutama berasal dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sementara ekspor

komoditas seperti kendaraan, makanan jadi, permesinan, elektronik dan bahan kimia adalah hasil produksi daerah lain

yang diekspor melalui Provinsi NTT. Ekspor terbesar ke negara Vietnam sebesar US$5,37 juta dengan komoditas berupa

kacang mete, diikuti Timor Leste sebesar US$5,05 juta dengan komoditas utama adalah semen dan Jepang (US$1,31 juta)

dengan komoditas utama adalah ikan beku. Di sisi lain, impor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh

melambat menjadi 0,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 415,74% (yoy). Perlambatan tersebut disumbang oleh

impor barang dan jasa yang keduanya melambat menjadi 0,72% (yoy) dan 0,98% (yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh

melambatnya proyek investasi baru yang membutuhkan barang/jasa dari luar negeri.

11- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

I II III IV

232 253445

2,101

501819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2015 2016 2017

1.007

485

1.125

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Sumber: BKPMD NTT, diolah

HOTEL (6)

TAMAN HIBURAN/WISATA (4)

INDUSTRI (3)

KETENAGALISTRIKAN (2)

PERDAGANGAN (2)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

KETENAGALISTRIKAN (RP 654,32 M)

REAL ESTATE (RP 179,12 M)

HOTEL (RP 124,10 M)

PERKEBUNAN TEBU (RP 72,09 M)

TAMAN HIBURAN/WISATA (RP 34,81 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (10)

KAB. SUMBA TIMUR (4)

KAB. KUPANG (3)

KAB. SUMBA BARAT (2)

KAB. BELU (2)

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.6. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Triwulan III 2017

NOMINAL

KAB. KUPANG (RP 674,28 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 305,70 M)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 85,99 M)

KAB. NAGEKEO (RP 18,09 M)

KAB. SUMBA BARAT (RP 13,16 M)

Sementara itu, penyaluran kredit investasi masih mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit

investasi tumbuh 28,12% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun 2016

masing-masing sebesar -2,26% (yoy) dan 5,83% (yoy). Dengan melihat potensi pengembangan ekonomi yang masih

besar di Provinsi NTT, porsi kredit investasi yang masih kecil dibandingkan kredit jenis penggunaan modal kerja dan

konsumsi, serta kualitas penyaluran kredit yang cukup terjaga di bawah batas 5%, maka opsi penyaluran kredit investasi

untuk mengembangkan perekonomian Provinsi NTT masih dapat terus didorong.

Berdasarkan tracking triwulan IV 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan III 2017. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi paket proyek pemerintah yang lebih

besar dibanding tahun sebelumnya dan adanya pembangunan hotel baru di antaranya di Labuan Bajo serta investasi

perkebunan di Pulau Sumba terutama Kabupaten Sumba Timur.

1.2.2 Ekspor – Impor1.2.2.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Provinsi NTT sebagai provinsi importir komoditas dari daerah lain mengalami perlambatan net impor antar

daerah pada triwulan III 2017. Kondisi perbaikan tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada

triwulan III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,70% (yoy) meskipun masih lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,24% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan net-bongkar

atau selisih antara bongkar dan muat menunjukkan arah sebaliknya. Pertumbuhan net-bongkar justru masih tumbuh

meningkat sebesar 149% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,20%

(yoy) dan 67,41% (yoy). Indikator volume peti kemas juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan menjadi 42,95% (yoy)

dari triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (yoy). Kondisi peningkatan pertumbuhan net-bongkar dan volume peti kemas

di tengah perlambatan konsumsi di triwulan III 2017 kemungkinan besar dalam rangka persiapan kebutuhan komoditas

perdagangan menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru di triwulan IV 2017.

10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih tumbuh cukup positif meskipun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

seiring terus didorongnya pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi dan embung di Provinsi NTT.

perlambatan sektor pertanian disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam terutama pada komoditas perkebunan.

Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan masih lebih baik sebagai dampak gencarnya

pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi serta embung di Provinsi NTT sepanjang tahun 2016 hingga tahun

2017 diikuti penambahan luas tanam oleh pemerintah sehingga produksi pertanian tahun ini meningkat. Di sisi lain,

perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berbanding terbalik dengan Nilai Tukar Petani (NTP) pada

triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 102,43 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,11.

Peningkatan NTP terus terjadi dari awal tahun hingga triwulan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan

kesejahteraan petani seiring hasil produksi pertanian yang meningkat dan biaya produksi yang relatif stabil.

Di sisi lain, pengiriman ternak menunjukkan peningkatan kinerja pada triwulan III 2017 dan menjadi salah satu

penahan perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pengiriman ternak tumbuh sebesar 40,81%

(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,52%

(yoy) dan -27,77% (yoy). Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh upaya mengejar penjualan ternak menjelang Hari

Raya Idul Adha. Selain itu, kecenderungan percepatan pemenuhan jumlah target kuota pengiriman sapi tahun ini

sebanyak 66.300 ekor setelah sempat terhambat oleh mundurnya pengesahan Surat Keputusan di awal tahun 2017.

Sampai triwulan III 2017, jumlah sapi yang telah terkirim mencapai 53.941 ekor (81,36% dari target). Realisasi pengiriman

sapi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai hampir 83% dari target kuota.

Begitu pula dengan kondisi realisasi pengiriman kerbau dan kuda. Realisasi pengiriman kerbau dan kuda pada triwulan III

2017 masing-masing sebesar 59,11% dan 82,54%, masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang

telah mencapai sekitar 80% dan 88%. Dengan demikian masih perlu terus dilakukan upaya percepatan penyiapan dan

pengiriman ternak terutama sapi sampai dengan akhir tahun 2017.

Adapun kondisi perikanan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 masih terkena dampak cuaca sehingga hasil

tangkap nelayan kurang maksimal. Kondisi tersebut tercermin dari capaian inflasi komoditas ikan segar di Provinsi NTT

pada triwulan III 2017 yang cenderung meningkat tiap bulannya seiring menipisnya pasokan, yakni sebesar 26,64% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -3,43% (yoy) dan -3,41%

(yoy). Angin munson timur dari Australia masih memberikan dampak pada periode triwulan laporan, yang menyebabkan

gelombang tinggi di perairan Provinsi NTT sehingga menahan nelayan untuk melaut. Berdasarkan hasil liaison triwulan III

2017 Bank Indonesia terhadap perusahaan perikanan, kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan adanya gelombang

tinggi di perairan selatan Pulau Timor sebagai tempat penangkapan ikan menyebabkan penurunan cukup signifikan

terhadap penjualan ikan tangkap seperti tuna dan cakalang.

13- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 1.8. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2017

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2017Bobot qtq

24,315,826

1,166,764

1,034,289

59,409

48,990

9,095,349

9,321,848

4,528,290

586,079

5,878,513

3,362,944

2,209,476

257,185

10,664,989

8,103,265

1,767,997

1,771,425

84,172,637

6,553,751

286,684

277,427

15,804

12,493

2,363,331

2,431,881

1,205,251

159,795

1,508,427

919,325

573,502

66,967

2,858,658

2,103,190

470,084

472,331

22,278,901

6,021,546

287,116

250,764

14,053

12,054

2,199,917

2,262,843

1,084,973

143,613

1,414,671

843,651

538,473

61,466

2,634,949

1,952,500

436,442

437,416

20,596,447

6,417,780

301,698

265,244

15,331

12,691

2,389,245

2,456,270

1,186,069

154,603

1,511,013

838,662

567,351

66,388

2,731,064

2,067,982

443,925

449,919

21,875,236

29.06

1.27

1.25

0.07

0.05

10.81

11.03

5.44

0.75

6.59

4.00

2.54

0.31

12.92

9.71

2.09

2.12

100.00

4.06

4.43

6.24

5.83

3.42

7.84

6.56

7.04

11.03

3.61

1.40

4.54

5.32

6.32

3.95

5.08

5.64

5.18

22,765,546

1,073,475

940,862

43,569

47,150

7,908,227

8,272,331

3,986,583

487,091

5,477,449

2,995,475

2,054,341

235,528

9,374,991

7,303,246

1,585,475

1,639,515

76,190,854

2016

TOTAL

II

2016

IIIIIyoy

4.53

0.67

8.68

0.81

1.17

4.68

3.02

8.77

13.60

3.28

7.51

4.60

4.69

3.70

6.38

10.38

9.25

4.91

6,895,872

300,584

296,413

16,861

12,947

2,565,727

2,617,777

1,290,516

177,691

1,562,478

947,933

602,721

72,739

3,064,968

2,303,011

494,812

503,544

23,726,592

III

Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan melambat, sementara impor meningkat.

Perlambatan ekspor terutama terjadi karena kecenderungan berkurangnya permintaan negara mitra dagang utama

menjelang akhir tahun. Namun demikian, kondisi tersebut diperkirakan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama

tahun lalu yang tertekan oleh pengaruh cuaca. Di sisi lain impor diperkirakan meningkat seiring tingginya realisasi proyek di

akhir tahun sehingga mendorong impor barang modal proyek. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat dalam

rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong peningkatan impor barang-barang konsumsi pada triwulan IV

2017.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Perlambatan pertumbuhan sebagian besar sektor utama Provinsi NTT menjadi faktor penyebab melambatnya

pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017. Sektor-sektor utama yang mengalami perlambatan adalah sektor

pertanian, kehutanan dan perikanan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi serta jasa

pendidikan. Meskipun melambat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta jasa pendidikan masih lebih

baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja sektor pertanian dan jasa pendidikan

tersebut dipengaruhi oleh mulai beroperasinya hasil pembangunan dan perbaikan saluran irigasi maupun embung di

tahun sebelumnya serta adanya peningkatan fasilitas pendidikan dan kursus di Provinsi NTT di tahun 2017. Sementara itu,

administrasi pemerintahan sebagai salah satu sektor ekonomi dengan pangsa cukup tinggi di Provinsi NTT (12,50%

terhadap total PDRB) mulai menunjukkan adanya perbaikan di triwulan III 2017.

Kacang Mete

Semen (42%), Makanan (19%), Perlengkapan Rt (16%), Kendaraan (15%), Kimia & Permesinan (8%)

Ikan Laut Beku

Pesawat Terbang

Kacang Mete (96%), Rempah (4%)

Rumput Laut (99%), Batu (1%)

Rumput Laut (92%), Udang & Kepiting (8%)

Ikan Laut (96%), Batu (4%)

Kerajinan Batu

Ikan Laut Beku

5.365,18

5.054,41

1.314,34

1.100,00

739,04

400,55

167,62

157,00

156,49

110,43

NILAI EKSPOR (RIBU USD) KOMODITAS UTAMA

Tabel 1.7. Komoditas Ekspor ke 10 Negara Tujuan Ekspor

NEGARA TUJUAN

VIETNAM

TIMOR LESTE

JEPANG

KENYA

INDIA

KOREA SELATAN

TIONGKOK

SINGAPURA

PRANCIS

THAILAND

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih tumbuh cukup positif meskipun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

seiring terus didorongnya pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi dan embung di Provinsi NTT.

perlambatan sektor pertanian disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam terutama pada komoditas perkebunan.

Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan masih lebih baik sebagai dampak gencarnya

pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi serta embung di Provinsi NTT sepanjang tahun 2016 hingga tahun

2017 diikuti penambahan luas tanam oleh pemerintah sehingga produksi pertanian tahun ini meningkat. Di sisi lain,

perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berbanding terbalik dengan Nilai Tukar Petani (NTP) pada

triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 102,43 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,11.

Peningkatan NTP terus terjadi dari awal tahun hingga triwulan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan

kesejahteraan petani seiring hasil produksi pertanian yang meningkat dan biaya produksi yang relatif stabil.

Di sisi lain, pengiriman ternak menunjukkan peningkatan kinerja pada triwulan III 2017 dan menjadi salah satu

penahan perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pengiriman ternak tumbuh sebesar 40,81%

(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,52%

(yoy) dan -27,77% (yoy). Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh upaya mengejar penjualan ternak menjelang Hari

Raya Idul Adha. Selain itu, kecenderungan percepatan pemenuhan jumlah target kuota pengiriman sapi tahun ini

sebanyak 66.300 ekor setelah sempat terhambat oleh mundurnya pengesahan Surat Keputusan di awal tahun 2017.

Sampai triwulan III 2017, jumlah sapi yang telah terkirim mencapai 53.941 ekor (81,36% dari target). Realisasi pengiriman

sapi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai hampir 83% dari target kuota.

Begitu pula dengan kondisi realisasi pengiriman kerbau dan kuda. Realisasi pengiriman kerbau dan kuda pada triwulan III

2017 masing-masing sebesar 59,11% dan 82,54%, masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang

telah mencapai sekitar 80% dan 88%. Dengan demikian masih perlu terus dilakukan upaya percepatan penyiapan dan

pengiriman ternak terutama sapi sampai dengan akhir tahun 2017.

Adapun kondisi perikanan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 masih terkena dampak cuaca sehingga hasil

tangkap nelayan kurang maksimal. Kondisi tersebut tercermin dari capaian inflasi komoditas ikan segar di Provinsi NTT

pada triwulan III 2017 yang cenderung meningkat tiap bulannya seiring menipisnya pasokan, yakni sebesar 26,64% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -3,43% (yoy) dan -3,41%

(yoy). Angin munson timur dari Australia masih memberikan dampak pada periode triwulan laporan, yang menyebabkan

gelombang tinggi di perairan Provinsi NTT sehingga menahan nelayan untuk melaut. Berdasarkan hasil liaison triwulan III

2017 Bank Indonesia terhadap perusahaan perikanan, kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan adanya gelombang

tinggi di perairan selatan Pulau Timor sebagai tempat penangkapan ikan menyebabkan penurunan cukup signifikan

terhadap penjualan ikan tangkap seperti tuna dan cakalang.

13- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 1.8. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2017

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2017Bobot qtq

24,315,826

1,166,764

1,034,289

59,409

48,990

9,095,349

9,321,848

4,528,290

586,079

5,878,513

3,362,944

2,209,476

257,185

10,664,989

8,103,265

1,767,997

1,771,425

84,172,637

6,553,751

286,684

277,427

15,804

12,493

2,363,331

2,431,881

1,205,251

159,795

1,508,427

919,325

573,502

66,967

2,858,658

2,103,190

470,084

472,331

22,278,901

6,021,546

287,116

250,764

14,053

12,054

2,199,917

2,262,843

1,084,973

143,613

1,414,671

843,651

538,473

61,466

2,634,949

1,952,500

436,442

437,416

20,596,447

6,417,780

301,698

265,244

15,331

12,691

2,389,245

2,456,270

1,186,069

154,603

1,511,013

838,662

567,351

66,388

2,731,064

2,067,982

443,925

449,919

21,875,236

29.06

1.27

1.25

0.07

0.05

10.81

11.03

5.44

0.75

6.59

4.00

2.54

0.31

12.92

9.71

2.09

2.12

100.00

4.06

4.43

6.24

5.83

3.42

7.84

6.56

7.04

11.03

3.61

1.40

4.54

5.32

6.32

3.95

5.08

5.64

5.18

22,765,546

1,073,475

940,862

43,569

47,150

7,908,227

8,272,331

3,986,583

487,091

5,477,449

2,995,475

2,054,341

235,528

9,374,991

7,303,246

1,585,475

1,639,515

76,190,854

2016

TOTAL

II

2016

IIIIIyoy

4.53

0.67

8.68

0.81

1.17

4.68

3.02

8.77

13.60

3.28

7.51

4.60

4.69

3.70

6.38

10.38

9.25

4.91

6,895,872

300,584

296,413

16,861

12,947

2,565,727

2,617,777

1,290,516

177,691

1,562,478

947,933

602,721

72,739

3,064,968

2,303,011

494,812

503,544

23,726,592

III

Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan melambat, sementara impor meningkat.

Perlambatan ekspor terutama terjadi karena kecenderungan berkurangnya permintaan negara mitra dagang utama

menjelang akhir tahun. Namun demikian, kondisi tersebut diperkirakan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama

tahun lalu yang tertekan oleh pengaruh cuaca. Di sisi lain impor diperkirakan meningkat seiring tingginya realisasi proyek di

akhir tahun sehingga mendorong impor barang modal proyek. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat dalam

rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong peningkatan impor barang-barang konsumsi pada triwulan IV

2017.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Perlambatan pertumbuhan sebagian besar sektor utama Provinsi NTT menjadi faktor penyebab melambatnya

pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017. Sektor-sektor utama yang mengalami perlambatan adalah sektor

pertanian, kehutanan dan perikanan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi serta jasa

pendidikan. Meskipun melambat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta jasa pendidikan masih lebih

baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja sektor pertanian dan jasa pendidikan

tersebut dipengaruhi oleh mulai beroperasinya hasil pembangunan dan perbaikan saluran irigasi maupun embung di

tahun sebelumnya serta adanya peningkatan fasilitas pendidikan dan kursus di Provinsi NTT di tahun 2017. Sementara itu,

administrasi pemerintahan sebagai salah satu sektor ekonomi dengan pangsa cukup tinggi di Provinsi NTT (12,50%

terhadap total PDRB) mulai menunjukkan adanya perbaikan di triwulan III 2017.

Kacang Mete

Semen (42%), Makanan (19%), Perlengkapan Rt (16%), Kendaraan (15%), Kimia & Permesinan (8%)

Ikan Laut Beku

Pesawat Terbang

Kacang Mete (96%), Rempah (4%)

Rumput Laut (99%), Batu (1%)

Rumput Laut (92%), Udang & Kepiting (8%)

Ikan Laut (96%), Batu (4%)

Kerajinan Batu

Ikan Laut Beku

5.365,18

5.054,41

1.314,34

1.100,00

739,04

400,55

167,62

157,00

156,49

110,43

NILAI EKSPOR (RIBU USD) KOMODITAS UTAMA

Tabel 1.7. Komoditas Ekspor ke 10 Negara Tujuan Ekspor

NEGARA TUJUAN

VIETNAM

TIMOR LESTE

JEPANG

KENYA

INDIA

KOREA SELATAN

TIONGKOK

SINGAPURA

PRANCIS

THAILAND

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN III 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

TW III-2016 TW III-2017

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

8,40

3,57

1,23 1,48

8,43

3,88

1,052,10

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

0.45%

-14.63%8.68% 41.56%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Kinerja sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib meningkat dibandingkan

triwulan II 2017, meskipun masih lebih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama

tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, sektor administrasi pemerintahan tumbuh sebesar 3,70% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,42% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya

realisasi anggaran untuk pembayaran termin dan persiapan proyek serta peningkatan realisasi belanja konsumsi.

Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu seiring proyek-

proyek strategis nasional seperti bendungan dan PLBN yang masih berjalan tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian,

sehingga lebih banyak ditopang dari peningkatan realisasi belanja konsumsi dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Peningkatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan sejalan dengan perlambatan simpanan

pemerintah di perbankan Provinsi NTT. Simpanan pemerintah di perbankan pada triwulan III 2017 turun sebesar -

5,34% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan II 2017 sebesar -1,94% (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan

peningkatan pencairan dana pemerintah yang disimpan di bank untuk membiayai belanja konsumsi dan modal di triwulan

III 2017. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor administrasi diperkirakan meningkat. Faktor pendorong peningkatan

pertumbuhan di antaranya adalah gencarnya percepatan realisasi anggaran belanja tahunan, proses administrasi

penyelesaian proyek Bendungan Raknamo seiring rencana peresmian oleh Presiden pada Desember 2017, kegiatan dalam

rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta mulai dilakukannya persiapan proyek termasuk proyek strategis nasional

untuk tahun depan.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran melambat. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan sebesar 3,02%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,72% (yoy) dan

8,10% (yoy). Perlambatan juga tercermin dari penyaluran kredit sektor perdagangan. Sampai dengan triwulan III 2017,

penyaluran kredit sektor perdagangan mencapai Rp6,25 triliun, atau tumbuh melambat menjadi 9,19% (yoy), dari

triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,82% (yoy) dan 18,21% (yoy). Perlambatan

penyaluran kredit terutama disumbang oleh perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan,

minuman dan tembakau sebagai subsektor utama perdagangan di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil liaison triwulan III 2017

Bank Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan di Provinsi NTT, perusahaan perdagangan secara umum menyatakan

15- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

350

400

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Dinas Peternakan, diolah

-

0

5

10

15

20

25

30

35 RIBU EKOR

SAPI GROWTHKERBAU KUDA

(60,00)

(40,00)

(20,00)

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Penyaluran kredit sektor pertanian pada triwulan III 2017 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan.

Penyaluran kredit sektor pertanian sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp334,55 miliar dengan pertumbuhan

sebesar 28,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 22,51% (yoy). Kredit pertanian masih

didominasi oleh penyaluran kepada pertanian padi dengan porsi mencapai 10,06%. Peningkatan pertumbuhan kredit

pertanian dimungkinkan sebagai dampak bertambahnya luas tanam di NTT pada tahun ini sekaligus persiapan

menghadapi musim tanam padi periode Okmar (Oktober-Maret). Di sisi lain, SKDU pertanian menunjukkan perlambatan

dari sisi perkembangan kegiatan usaha dan tenaga kerja sementara harga jual meningkat. Hal tersebut sesuai dengan

siklus pertanian padi yang belum memasuki masa panen raya sehingga kegiatan usaha dan tenaga kerja berkurang,

sementara harga jual meningkat seiring pasokan beras yang berkurang.

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat.

Peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 sebagai dampak dari masa panen raya

padi serta mulainya masa tanam petani. Meskipun demikian, peningkatan diperkirakan tidak setinggi periode yang sama

tahun sebelumnya disebabkan masa tanam yang kembali normal tanpa adanya pengaruh positif La Nina sehingga ada

percepatan tanam pada tahun 2016.

14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN III 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

TW III-2016 TW III-2017

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

8,40

3,57

1,23 1,48

8,43

3,88

1,052,10

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

0.45%

-14.63%8.68% 41.56%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Kinerja sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib meningkat dibandingkan

triwulan II 2017, meskipun masih lebih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama

tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, sektor administrasi pemerintahan tumbuh sebesar 3,70% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,42% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya

realisasi anggaran untuk pembayaran termin dan persiapan proyek serta peningkatan realisasi belanja konsumsi.

Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu seiring proyek-

proyek strategis nasional seperti bendungan dan PLBN yang masih berjalan tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian,

sehingga lebih banyak ditopang dari peningkatan realisasi belanja konsumsi dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Peningkatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan sejalan dengan perlambatan simpanan

pemerintah di perbankan Provinsi NTT. Simpanan pemerintah di perbankan pada triwulan III 2017 turun sebesar -

5,34% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan II 2017 sebesar -1,94% (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan

peningkatan pencairan dana pemerintah yang disimpan di bank untuk membiayai belanja konsumsi dan modal di triwulan

III 2017. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor administrasi diperkirakan meningkat. Faktor pendorong peningkatan

pertumbuhan di antaranya adalah gencarnya percepatan realisasi anggaran belanja tahunan, proses administrasi

penyelesaian proyek Bendungan Raknamo seiring rencana peresmian oleh Presiden pada Desember 2017, kegiatan dalam

rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta mulai dilakukannya persiapan proyek termasuk proyek strategis nasional

untuk tahun depan.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran melambat. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan sebesar 3,02%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,72% (yoy) dan

8,10% (yoy). Perlambatan juga tercermin dari penyaluran kredit sektor perdagangan. Sampai dengan triwulan III 2017,

penyaluran kredit sektor perdagangan mencapai Rp6,25 triliun, atau tumbuh melambat menjadi 9,19% (yoy), dari

triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,82% (yoy) dan 18,21% (yoy). Perlambatan

penyaluran kredit terutama disumbang oleh perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan,

minuman dan tembakau sebagai subsektor utama perdagangan di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil liaison triwulan III 2017

Bank Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan di Provinsi NTT, perusahaan perdagangan secara umum menyatakan

15- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

350

400

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Dinas Peternakan, diolah

-

0

5

10

15

20

25

30

35 RIBU EKOR

SAPI GROWTHKERBAU KUDA

(60,00)

(40,00)

(20,00)

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Penyaluran kredit sektor pertanian pada triwulan III 2017 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan.

Penyaluran kredit sektor pertanian sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp334,55 miliar dengan pertumbuhan

sebesar 28,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 22,51% (yoy). Kredit pertanian masih

didominasi oleh penyaluran kepada pertanian padi dengan porsi mencapai 10,06%. Peningkatan pertumbuhan kredit

pertanian dimungkinkan sebagai dampak bertambahnya luas tanam di NTT pada tahun ini sekaligus persiapan

menghadapi musim tanam padi periode Okmar (Oktober-Maret). Di sisi lain, SKDU pertanian menunjukkan perlambatan

dari sisi perkembangan kegiatan usaha dan tenaga kerja sementara harga jual meningkat. Hal tersebut sesuai dengan

siklus pertanian padi yang belum memasuki masa panen raya sehingga kegiatan usaha dan tenaga kerja berkurang,

sementara harga jual meningkat seiring pasokan beras yang berkurang.

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat.

Peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 sebagai dampak dari masa panen raya

padi serta mulainya masa tanam petani. Meskipun demikian, peningkatan diperkirakan tidak setinggi periode yang sama

tahun sebelumnya disebabkan masa tanam yang kembali normal tanpa adanya pengaruh positif La Nina sehingga ada

percepatan tanam pada tahun 2016.

14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pada triwulan III 2017, sektor konstruksi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor

konstruksi tumbuh sebesar 4,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 5,08% (yoy) dan 9,30% (yoy). Kecenderungan perlambatan pertumbuhan sejak awal tahun 2017

terutama disebabkan oleh proyek-proyek strategis nasional yang sedang berjalan saat ini seperti Bendungan Raknamo dan

PLBN beserta fasilitasnya telah memasuki tahap penyelesaian, serta proyek strategis lainnya seperti Bendungan Napun

Gete masih tahap awal pembangunan fisik dan Temef masih berupa persiapan groundbreaking. Di sisi lain, berdasarkan

hasil liaison perusahaan triwulan III 2017 Bank Indonesia, perlambatan sektor konstruksi turut dipengaruhi oleh adanya

perubahan kebijakan internal organisasi BUMN yang menyebabkan penurunan kegiatan usaha jasa konstruksi. Perubahan

tersebut adalah terkait perubahan minimal tender proyek yang dapat diikuti perusahaan BUMN dari minimal Rp50-100

miliar menjadi di atas Rp300 miliar sehingga perusahaan konstruksi BUMN di Provinsi NTT tahun ini tidak dapat

mengerjakan proyek konstruksi selain proyek lanjutan dari tahun sebelumnya yang merupakan proyek multiyears seperti

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tahap II dan pembangunan infrastruktur pemukiman di Motaain. Perubahan kebijakan

tersebut mengikuti regulasi kementerian untuk memberikan ruang bagi perusahaan konstruksi kelas kecil-menengah agar

dapat bersaing dengan perusahaan besar. Kondisi tersebut mulai dimanfaatkan perusahaan konstruksi kecil-menengah

lokal dan cukup menahan perlambatan sektor konstruksi, meskipun masih belum banyak di tengah peluang yang cukup

besar seiring kegiatan proyek di Provinsi NTT tahun 2017 yang mayoritas bernilai di bawah Rp200 miliar.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2017 tumbuh meningkat. Pertumbuhan

tercatat sebesar 13,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 9,73% (yoy). Peningkatan pertumbuhan

tercermin dari meningkatnya pertumbuhan tamu hotel menjadi 6,03% (yoy) setelah terkontraksi pada triwulan II 2017

sebesar -2,26% (yoy). Selain itu, perkembangan penumpang di bandara Provinsi NTT tumbuh meningkat menjadi 9,60%

(yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang terkontraksi sebesar -16, 24% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan periode

liburan musim panas di sebagian negara Eropa sehingga mendorong peningkatan kunjungan wisata. Selain itu, adanya

event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti misalnya Tour de Flores serta Parade 1001 Kuda Sandlewood dan

Festival Tenun di Sumba turut mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT pada triwulan laporan.

Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor pariwisata melambat meskipun masih

tumbuh cukup tinggi (di atas 10% yoy) seiring dengan adanya peningkatan kapasitas kamar dan pembangunan hotel di

beberapa daerah terutama Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia. Berdasarkan hasil

liaison triwulan III 2017 Bank Indonesia, pengembangan pariwisata Provinsi NTT memerlukan fokus peningkatan pada

integrasi antara destinasi, event dan fasilitas pendukung wisata sehingga mampu lebih menarik wisatawan untuk datang

dan menghabiskan waktu lebih lama di Provinsi NTT. Pada triwulan IV 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makan

minum diperkirakan melambat seiring usainya masa liburan wisatawan terutama mancanegara, faktor musim hujan dan

tiadanya event nasional.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh meningkat sebesar 7,51% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) dan 4,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan

kinerja sektor jasa keuangan dan asuransi tercermin dari indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang tumbuh

meningkat sebesar 13,47% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

8,84% (yoy) dan 7,07% (yoy). Peningkatan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan dari aktivitas servis

intermediasi perbankan seperti penyaluran kredit dan penghimpunan dana dari masyarakat, ditunjukkan indikator

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

17- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV*

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IVIV I

2017 II III

bahwa terdapat penurunan penjualan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

dipengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menahan pembelian barang konsumsi dalam rangka persiapan untuk

kebutuhan anak sekolah (tahun ajaran baru). Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut pada triwulan laporan yang

beberapa kali kurang kondusif untuk pelayaran cukup menghambat pasokan barang. Sebagai contoh perdagangan alat

tulis kantor jenis fast moving khususnya kertas menurun cukup signifikan disebabkan pasokan yang berkurang, sehingga

tidak mampu memanfaatkan secara maksimal masa puncak penjualan menghadapi tahun ajaran baru. Adapun

kecenderungan menahan konsumsi oleh masyarakat sebagai tindakan antisipatif pemenuhan pengeluaran anak sekolah

dikonfirmasi oleh distributor barang komoditas konsumsi cepat/fast moving consumer goods. Selain itu, Perlambatan juga

ditengarai sebagai imbas keterlambatan pembayaran gaji pegawai negeri di awal tahun yang masih dirasakan

pengaruhnya sampai triwulan laporan.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan masih

terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen di Provinsi NTT. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha, harga

jual dan tenaga kerja seluruhnya menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017, meskipun belum setinggi

periode yang sama tahun sebelumnya. Terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen, berdasarkan hasil liaison Bank

Indonesia triwulan III 2017, terutama didorong pemanfaatan infrastruktur baru serta persiapan menjelang Hari Raya Natal

dan Tahun Baru. Di sisi lain, konsumen menunjukkan bahwa keyakinan, ekspektasi dan persepsi terhadap kondisi ekonomi

saat ini mereka lebih baik dibandingkan triwulan II 2017.

Pada triwulan IV 2017, sektor perdagangan

diperkirakan meningkat. Sektor perdagangan meningkat

dibandingkan triwulan III 2017 didorong tibanya momen

Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang berpotensi besar

mendorong konsumsi masyarakat sebagaimana periode-

periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut

tercermin dari proyeksi SKDU Bank Indonesia pada triwulan

IV 2017 yang menunjukkan peningkatan pada sisi kegiatan

usaha, harga jual dan tenaga kerja. Namun demikian,

apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2016,

pertumbuhan pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih

rendah disebabkan oleh berkurangnya nilai tambah bruto

perdagangan seiring adanya pusat perbelanjaan baru

sementara tingkat permintaan masih relatif tetap.

16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pada triwulan III 2017, sektor konstruksi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor

konstruksi tumbuh sebesar 4,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 5,08% (yoy) dan 9,30% (yoy). Kecenderungan perlambatan pertumbuhan sejak awal tahun 2017

terutama disebabkan oleh proyek-proyek strategis nasional yang sedang berjalan saat ini seperti Bendungan Raknamo dan

PLBN beserta fasilitasnya telah memasuki tahap penyelesaian, serta proyek strategis lainnya seperti Bendungan Napun

Gete masih tahap awal pembangunan fisik dan Temef masih berupa persiapan groundbreaking. Di sisi lain, berdasarkan

hasil liaison perusahaan triwulan III 2017 Bank Indonesia, perlambatan sektor konstruksi turut dipengaruhi oleh adanya

perubahan kebijakan internal organisasi BUMN yang menyebabkan penurunan kegiatan usaha jasa konstruksi. Perubahan

tersebut adalah terkait perubahan minimal tender proyek yang dapat diikuti perusahaan BUMN dari minimal Rp50-100

miliar menjadi di atas Rp300 miliar sehingga perusahaan konstruksi BUMN di Provinsi NTT tahun ini tidak dapat

mengerjakan proyek konstruksi selain proyek lanjutan dari tahun sebelumnya yang merupakan proyek multiyears seperti

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tahap II dan pembangunan infrastruktur pemukiman di Motaain. Perubahan kebijakan

tersebut mengikuti regulasi kementerian untuk memberikan ruang bagi perusahaan konstruksi kelas kecil-menengah agar

dapat bersaing dengan perusahaan besar. Kondisi tersebut mulai dimanfaatkan perusahaan konstruksi kecil-menengah

lokal dan cukup menahan perlambatan sektor konstruksi, meskipun masih belum banyak di tengah peluang yang cukup

besar seiring kegiatan proyek di Provinsi NTT tahun 2017 yang mayoritas bernilai di bawah Rp200 miliar.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2017 tumbuh meningkat. Pertumbuhan

tercatat sebesar 13,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 9,73% (yoy). Peningkatan pertumbuhan

tercermin dari meningkatnya pertumbuhan tamu hotel menjadi 6,03% (yoy) setelah terkontraksi pada triwulan II 2017

sebesar -2,26% (yoy). Selain itu, perkembangan penumpang di bandara Provinsi NTT tumbuh meningkat menjadi 9,60%

(yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang terkontraksi sebesar -16, 24% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan periode

liburan musim panas di sebagian negara Eropa sehingga mendorong peningkatan kunjungan wisata. Selain itu, adanya

event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti misalnya Tour de Flores serta Parade 1001 Kuda Sandlewood dan

Festival Tenun di Sumba turut mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT pada triwulan laporan.

Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor pariwisata melambat meskipun masih

tumbuh cukup tinggi (di atas 10% yoy) seiring dengan adanya peningkatan kapasitas kamar dan pembangunan hotel di

beberapa daerah terutama Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia. Berdasarkan hasil

liaison triwulan III 2017 Bank Indonesia, pengembangan pariwisata Provinsi NTT memerlukan fokus peningkatan pada

integrasi antara destinasi, event dan fasilitas pendukung wisata sehingga mampu lebih menarik wisatawan untuk datang

dan menghabiskan waktu lebih lama di Provinsi NTT. Pada triwulan IV 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makan

minum diperkirakan melambat seiring usainya masa liburan wisatawan terutama mancanegara, faktor musim hujan dan

tiadanya event nasional.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh meningkat sebesar 7,51% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) dan 4,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan

kinerja sektor jasa keuangan dan asuransi tercermin dari indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang tumbuh

meningkat sebesar 13,47% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

8,84% (yoy) dan 7,07% (yoy). Peningkatan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan dari aktivitas servis

intermediasi perbankan seperti penyaluran kredit dan penghimpunan dana dari masyarakat, ditunjukkan indikator

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

17- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV*

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IVIV I

2017 II III

bahwa terdapat penurunan penjualan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

dipengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menahan pembelian barang konsumsi dalam rangka persiapan untuk

kebutuhan anak sekolah (tahun ajaran baru). Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut pada triwulan laporan yang

beberapa kali kurang kondusif untuk pelayaran cukup menghambat pasokan barang. Sebagai contoh perdagangan alat

tulis kantor jenis fast moving khususnya kertas menurun cukup signifikan disebabkan pasokan yang berkurang, sehingga

tidak mampu memanfaatkan secara maksimal masa puncak penjualan menghadapi tahun ajaran baru. Adapun

kecenderungan menahan konsumsi oleh masyarakat sebagai tindakan antisipatif pemenuhan pengeluaran anak sekolah

dikonfirmasi oleh distributor barang komoditas konsumsi cepat/fast moving consumer goods. Selain itu, Perlambatan juga

ditengarai sebagai imbas keterlambatan pembayaran gaji pegawai negeri di awal tahun yang masih dirasakan

pengaruhnya sampai triwulan laporan.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan masih

terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen di Provinsi NTT. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha, harga

jual dan tenaga kerja seluruhnya menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017, meskipun belum setinggi

periode yang sama tahun sebelumnya. Terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen, berdasarkan hasil liaison Bank

Indonesia triwulan III 2017, terutama didorong pemanfaatan infrastruktur baru serta persiapan menjelang Hari Raya Natal

dan Tahun Baru. Di sisi lain, konsumen menunjukkan bahwa keyakinan, ekspektasi dan persepsi terhadap kondisi ekonomi

saat ini mereka lebih baik dibandingkan triwulan II 2017.

Pada triwulan IV 2017, sektor perdagangan

diperkirakan meningkat. Sektor perdagangan meningkat

dibandingkan triwulan III 2017 didorong tibanya momen

Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang berpotensi besar

mendorong konsumsi masyarakat sebagaimana periode-

periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut

tercermin dari proyeksi SKDU Bank Indonesia pada triwulan

IV 2017 yang menunjukkan peningkatan pada sisi kegiatan

usaha, harga jual dan tenaga kerja. Namun demikian,

apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2016,

pertumbuhan pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih

rendah disebabkan oleh berkurangnya nilai tambah bruto

perdagangan seiring adanya pusat perbelanjaan baru

sementara tingkat permintaan masih relatif tetap.

16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Indonesia. Beberapa investasi yang telah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan

rumput laut perlu terus didorong dan dikembangkan dalam bentuk insentif usaha agar industrialisasi pertanian di NTT

dapat berjalan lebih cepat.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II

2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,96% (yoy) dan 6,41% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan terutama didorong oleh pengembangan jaringan telekomunikasi pada triwulan III 2017 yang tidak setinggi

triwulan lalu dan tahun sebelumnya serta tiadanya momen libur panjang sehingga kebutuhan akses data dan

telekomunikasi menurun. Selain itu, naiknya tarif pulsa telepon seluler juga dinilai menjadi faktor penyebab melambatnya

pertumbuhan sektor ini. Peningkatan sektor informasi dan komunikasi diperkirakan terjadi pada triwulan IV 2017 seiring

tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan

bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Secara umum

pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan. Konstruksi

melambat seiring proyek strategis nasional banyak dikerjakan oleh kontraktor dari luar NTT yang berdampak pada

perolehan nilai tambah bruto konstruksi yang rendah. Perdagangan besar dan eceran cenderung melambat pada tahun

2017 lebih disebabkan karena permintaan yang relatif tetap sementara bermunculan pusat perbelanjaan baru, sehingga

nilai tambah bruto perdagangan berkurang. Adapun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh konsumsi

pemerintah seiring peningkatan realisasi anggaran pemerintah terutama untuk proyek, setelah di tahun sebelumnya

terdampak kebijakan penghematan oleh pemerintah. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama meskipun

melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring kecenderungan masyarakat menahan konsumsi dan/atau menyimpan

dananya di perbankan. Impor antar daerah sepanjang tahun 2017 diperkirakan turut meningkat seiring peningkatan

kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah yang masih harus didatangkan dari luar Provinsi NTT sehingga menjadi salah

satu faktor penyebab melambatnya pertumbuhan di tahun 2017.

19- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) oleh Bank Indonesia yang meningkat sebesar 9,25% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 8,94% (yoy). Di samping itu, pertumbuhan pendapatan provisi/komisi serta

pendapatan sekunder bank umum juga meningkat menjadi 63,28% (yoy) dan 41,47% (yoy) dari triwulan sebelumnya

sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy).

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

RIBU ORANG

-20%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

200

400

600

800

1000

1200

9,60%

6,03%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 sebesar

7,62% (yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,97% (yoy). Pertumbuhan tercermin pula dari

peningkatan aktivitas penumpang di bandara pada sepanjang triwulan III 2017 seiring masa liburan musim panas serta

adanya event nasional dan internasional. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh peningkatan kebutuhan fasilitas

gudang untuk persiapan kebutuhan konsumsi di akhir tahun pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Sektor real estate tumbuh melambat sebesar 4,60% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,40%

(yoy), namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan sektor

real estate terutama disebabkan oleh hampir terpenuhinya target pembangunan perumahan oleh REI NTT sebanyak 3.000

unit rumah bersubsidi yang mencapai puncak pembangunan pada triwulan II 2017 di berbagai wilayah di Provinsi NTT

seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Manggarai Barat dan Timor Tengah Selatan.

Sektor industri pengolahan tumbuh meningkat sebesar 8,68% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II

2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,42% (yoy) dan 4,76% (yoy). Pertumbuhan meningkat

terutama masih didorong di antaranya oleh kelanjutan pengembangan produksi industri pengolahan ikan di Kabupaten

Sikka dan permintaan air minum dalam kemasan pada triwulan laporan yang cenderung meningkat untuk persediaan Hari

Raya Natal dan Tahun Baru. Porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT yang masih kecil terhadap total perekonomian

sebesar 1,27% dari total PDRB terus menjadi penyebab masih sangat bergantungnya Provinsi NTT terhadap daerah lain

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, termasuk mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di

18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Indonesia. Beberapa investasi yang telah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan

rumput laut perlu terus didorong dan dikembangkan dalam bentuk insentif usaha agar industrialisasi pertanian di NTT

dapat berjalan lebih cepat.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II

2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,96% (yoy) dan 6,41% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan terutama didorong oleh pengembangan jaringan telekomunikasi pada triwulan III 2017 yang tidak setinggi

triwulan lalu dan tahun sebelumnya serta tiadanya momen libur panjang sehingga kebutuhan akses data dan

telekomunikasi menurun. Selain itu, naiknya tarif pulsa telepon seluler juga dinilai menjadi faktor penyebab melambatnya

pertumbuhan sektor ini. Peningkatan sektor informasi dan komunikasi diperkirakan terjadi pada triwulan IV 2017 seiring

tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan

bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Secara umum

pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain

sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan. Konstruksi

melambat seiring proyek strategis nasional banyak dikerjakan oleh kontraktor dari luar NTT yang berdampak pada

perolehan nilai tambah bruto konstruksi yang rendah. Perdagangan besar dan eceran cenderung melambat pada tahun

2017 lebih disebabkan karena permintaan yang relatif tetap sementara bermunculan pusat perbelanjaan baru, sehingga

nilai tambah bruto perdagangan berkurang. Adapun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh konsumsi

pemerintah seiring peningkatan realisasi anggaran pemerintah terutama untuk proyek, setelah di tahun sebelumnya

terdampak kebijakan penghematan oleh pemerintah. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama meskipun

melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring kecenderungan masyarakat menahan konsumsi dan/atau menyimpan

dananya di perbankan. Impor antar daerah sepanjang tahun 2017 diperkirakan turut meningkat seiring peningkatan

kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah yang masih harus didatangkan dari luar Provinsi NTT sehingga menjadi salah

satu faktor penyebab melambatnya pertumbuhan di tahun 2017.

19- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) oleh Bank Indonesia yang meningkat sebesar 9,25% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 8,94% (yoy). Di samping itu, pertumbuhan pendapatan provisi/komisi serta

pendapatan sekunder bank umum juga meningkat menjadi 63,28% (yoy) dan 41,47% (yoy) dari triwulan sebelumnya

sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy).

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

RIBU ORANG

-20%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

200

400

600

800

1000

1200

9,60%

6,03%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 sebesar

7,62% (yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,97% (yoy). Pertumbuhan tercermin pula dari

peningkatan aktivitas penumpang di bandara pada sepanjang triwulan III 2017 seiring masa liburan musim panas serta

adanya event nasional dan internasional. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh peningkatan kebutuhan fasilitas

gudang untuk persiapan kebutuhan konsumsi di akhir tahun pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Sektor real estate tumbuh melambat sebesar 4,60% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,40%

(yoy), namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan sektor

real estate terutama disebabkan oleh hampir terpenuhinya target pembangunan perumahan oleh REI NTT sebanyak 3.000

unit rumah bersubsidi yang mencapai puncak pembangunan pada triwulan II 2017 di berbagai wilayah di Provinsi NTT

seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Manggarai Barat dan Timor Tengah Selatan.

Sektor industri pengolahan tumbuh meningkat sebesar 8,68% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II

2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,42% (yoy) dan 4,76% (yoy). Pertumbuhan meningkat

terutama masih didorong di antaranya oleh kelanjutan pengembangan produksi industri pengolahan ikan di Kabupaten

Sikka dan permintaan air minum dalam kemasan pada triwulan laporan yang cenderung meningkat untuk persediaan Hari

Raya Natal dan Tahun Baru. Porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT yang masih kecil terhadap total perekonomian

sebesar 1,27% dari total PDRB terus menjadi penyebab masih sangat bergantungnya Provinsi NTT terhadap daerah lain

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, termasuk mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di

18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Dengan tingginya penggunaan BBM sebagai bahan bakar, hal ini membuat biaya pembelian tenaga listrik di NTT menjadi

yang tertinggi di Indonesia sebesar c$ 17,52,- atau lebih kurang Rp 2.400,- per kwh, jauh lebih tinggi dari rata-rata

nasional yang hanya sebesar Rp 1.000,- per kwh. Namun demikian, tingginya tarif listrik tersebut juga dapat digunakan

sebagai insentif pembangunan pembangkit listrik EBT yang berdasarkan permen ESDM No. 50 tahun 2017 menetapkan 2 3 4 5 6bahwa harga PLTS , PLTB , PLTBm , PLTBg dan PLTA Laut sebesar 85% dari biaya pokok produksi (BPP) setempat,

7 8 9sedangkan pada pembangkit PLTA , PLTSm , dan PLTP sebesar 100% dari BPP yang berarti harga jual listrik EBT di NTT jauh

lebih tinggi dibanding harga listrik EBT di daerah lain.

GRAFIK BOKS 2.3. HARGA JUAL PLTS, PLTB, PLTBM, PLTBG DAN PLTAL

JABA

R

BAN

TEN

DK

I

JATE

NG

JATI

M

BALI

LAM

PUN

G

S2JB

SUM

BAR

SULS

ELRA

BAR

KA

SELT

ENG

SUM

UT

RIA

U &

KEP

RI

KA

LTIM

RA

AC

EH

BELI

TUN

G

KA

LBA

R

SULU

TTEN

GG

O

PAPU

A &

PA

BAR

BAN

GK

A

NTB

MA

LUK

U &

MA

LUT

NTT

RATA-RATA NASIONAL 7,39

KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 85% BPP SETEMPAT

6,51

6,51

6,51

6,52

6,54

6,62

7,77

7,86

8,0

7

8,10

9,0

4

9,28

10,14

10,2

0

10,3

9

12,17

12,4

3

12,7

5

13,5

4

13,6

5

13,6

8

17,3

2

Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017

JABA

R

BAN

TEN

DK

I

JATE

NG

JATI

M

BALI

LAM

PUN

G

S2JB

SUM

BAR

SUM

UT

AC

EH

BAN

GK

A

SULS

ELRA

BAR

KA

SELT

ENG

KA

LTIM

RA

KA

LBA

R

SULU

TTEN

GG

O

PAPU

A &

PA

BAR

NTB

MA

LUK

U &

MA

LUT

NTT

BELI

TUN

G

GRAFIK BOKS 2.4. HARGA JUAL PLTA, PLTP, PLT SAMPAH

RATA-RATA NASIONAL 7,39

KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 100% BPP SETEMPAT

BPP PEMBANGKITAN TAHUN 2016 (sen USD/kWh)sesuai Kepmen ESDM No. 1404 K/20/MEM/2017Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017

RIA

U &

KEP

RI

6,51

6,51

6,51

6,52

6,54

6,62

7,77

7,86

8,0

7

8,10

9,0

4

9,28

10,14

10,2

0

10,3

9

12,17

12,4

3

12,7

5

13,5

4

13,6

5

13,6

8

17,3

2

17,5

2

17,5

2

Berdasarkan hasil identifikasi, didapatkan bahwa di Provinsi NTT setidaknya terdapat 49 rencana proyek pengembangan

energi baru dan terbarukan dengan total potensi daya mencapai 222,56 MW, lebih besar dari produksi daya mampu saat

ini yang sebesar 194,97 MW. Dengan produksi listrik EBT sebesar 222,56 MW, maka dapat mengurangi impor BBM

sebanyak 52,3 KL/jam atau setara dengan Rp 400 juta per jam. PLTP menjadi sumber energi utama dan melimpah terutama

di Pulau Flores yang disebabkan oleh gugusan gunung berapi yang ada dari Flores Bagian Barat hingga Pulau Alor. Potensi

sumber energi lain yang cukup besar adalah PLTM yang menurut rencana akan didirikan terutama di Pulau Sumba dan

Flores.

GRAFIK BOKS 2.5. POTENSI PENGHEMATAN BBM

Sumber : www.epa.gov, diolah

PLT EBT 222,56 MWh

IMPOR BBM 52,30 KL/H

GRAFIK BOKS 2.6. PANGSA POTENSI EBT DI NTT

FLORES SUMBA TIMOR NTT

Sumber :PLN NTT, diolah

PLTALPLTA PLTBMPLTB PLTM PLTP PLTS

PLTS adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya

PLTB adalah pembangkit listrik tenaga bayu/angin

PLTBm adalah pembangkit listrik tenaga biomasa

PLTBg adalah pembangkit listrik tenaga biogas

PLTAL adalah pembangkit listrik tenaga air laut

PLTA adalah pembangkit listrik tenaga air

PLTSm adalah Pembangkit listrik tenaga sampah

PLTP adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Pemenuhan energi listrik di NTT selalu menjadi tantangan di NTT. Dengan rasio elektrifikasi yang hanya sebesar 59,25% di

bulan Agustus 2017, menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan rasio kelistrikan terendah kedua setelah Provinsi

Papua yang hanya sebesar 48,31%. Luasnya wilayah pengelolaan yang mencapai 5 kali luas Provinsi Jawa Timur membuat

pengelolaan kelistrikan harus dibagi dalam 4 area meliputi area Timor, Flores Barat, Flores Timur dan Sumba. Dengan 1.200

desa belum berlistrik tersebar di seluruh wilayah NTT, membuat proses penyediaan listrik menjadi tantangan yang cukup

besar di NTT. Penambahan kapasitas sudah dilakukan oleh PLN, namun masalah baru saat ini juga masih dihadapi berupa

ketidakstabilan tegangan dan transmisi yang membuat listrik di Pulau Timor terutama masih cukup sering mengalami

pemadaman listrik.

Apabila disarikan, maka penyediaan listrik di NTT dibagi dalam 4 masalah utama yaitu peningkatan kapasitas, penyediaan

transmisi kelistrikan, meningkatkan kehandalan jaringan dengan tetap meningkatkan efisiensi biaya produksi. Terkait

peningkatan kapasitas, saat ini, dengan adanya penambahan kapal listrik, maka penyediaan daya mampu hingga bulan

Agustus 2017 mengalami peningkatan hingga 17,8%, meningkat dari 165,56 MW menjadi 194,97 MW. Terkait

penyediaan transmisi, saat ini kelistrikan di Pulau Timor sudah tersambung dari Kota Kupang hingga Kabupaten Atambua,

sehingga pasokan daya dapat dipenuhi dari Kabupaten Kupang. Adapun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada

di Pulau Timor mulai dialihkan ke Pulau Flores dan pulau lainnya yang berdampak pada peningkatan kapasitas daya

mampu yang cukup besar hingga 27,3% di area Flores bagian Barat maupun 25,1% di area Flores Bagian Timur. Adanya

relokasi tersebut membuat pangsa pemenuhan tenaga listrik bergeser dari PLTD menjadi terdiversifikasi ke pembangkit

listrik tenaga uap (PLTU) dan kapal listrik LMVPP. Berdasarkan pulau utama, Pulau Sumba tercatat sebagai daerah dengan

penggunaan PLTD terbesar hingga 97,2% dari total pemenuhan energi, diikuti Pulau Flores yang mencapai 79,4% dari

total daya mampu yang diproduksi. Sebaran energi yang cukup besar berada di Pulau Timor, dengan 59,0% sumber energi

diperoleh dari kapal listrik LMVPP dan 27,3% sumber energi diperoleh dari PLTU. Ke depan, pembangunan pembangkit

akan difokuskan pada pembangunan PLTU dan PLTMG yang ketersediaan bahan bakunya dapat diperoleh di dalam

negeri.

1. PLTMG adalah Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas

GRAFIK BOKS 2.1. PERKEMBANGAN DAYA MAMPU KELISTRIKAN DI NTT

NTT165,56194,9717,8%10,7%

FLOBAR33,8443,0727,3%7,7%

FLOTIM23,3729,2425,1%6,1%

TIMOR96,91

109,4913,0%13,5%

SUMBA11,4413,1715,1%7,3%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

020406080

100120140160180200

DAY

A M

AM

PU (W

ATT

)

2016

2017

D. MAMPU

B. MALAM

GRAFIK BOKS 2.2. BAURAN SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK BERDASARKAN PULAU DI NTT

79,4 97,2

13,7 47,9

7,7

27,3

16,8

12,3

4,9

0,6 2,8

0,5 59,0

29 ,9

FLORES SUMBA TIMOR NTT

PLTUPLTD PLTMHPLTP MVPP

Sumber : PLN NTT, diolah Sumber :PLN NTT, diolah

Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di NTT

20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Dengan tingginya penggunaan BBM sebagai bahan bakar, hal ini membuat biaya pembelian tenaga listrik di NTT menjadi

yang tertinggi di Indonesia sebesar c$ 17,52,- atau lebih kurang Rp 2.400,- per kwh, jauh lebih tinggi dari rata-rata

nasional yang hanya sebesar Rp 1.000,- per kwh. Namun demikian, tingginya tarif listrik tersebut juga dapat digunakan

sebagai insentif pembangunan pembangkit listrik EBT yang berdasarkan permen ESDM No. 50 tahun 2017 menetapkan 2 3 4 5 6bahwa harga PLTS , PLTB , PLTBm , PLTBg dan PLTA Laut sebesar 85% dari biaya pokok produksi (BPP) setempat,

7 8 9sedangkan pada pembangkit PLTA , PLTSm , dan PLTP sebesar 100% dari BPP yang berarti harga jual listrik EBT di NTT jauh

lebih tinggi dibanding harga listrik EBT di daerah lain.

GRAFIK BOKS 2.3. HARGA JUAL PLTS, PLTB, PLTBM, PLTBG DAN PLTAL

JABA

R

BAN

TEN

DK

I

JATE

NG

JATI

M

BALI

LAM

PUN

G

S2JB

SUM

BAR

SULS

ELRA

BAR

KA

SELT

ENG

SUM

UT

RIA

U &

KEP

RI

KA

LTIM

RA

AC

EH

BELI

TUN

G

KA

LBA

R

SULU

TTEN

GG

O

PAPU

A &

PA

BAR

BAN

GK

A

NTB

MA

LUK

U &

MA

LUT

NTT

RATA-RATA NASIONAL 7,39

KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 85% BPP SETEMPAT

6,51

6,51

6,51

6,52

6,54

6,62

7,77

7,86

8,0

7

8,10

9,0

4

9,28

10,14

10,2

0

10,3

9

12,17

12,4

3

12,7

5

13,5

4

13,6

5

13,6

8

17,3

2

Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017

JABA

R

BAN

TEN

DK

I

JATE

NG

JATI

M

BALI

LAM

PUN

G

S2JB

SUM

BAR

SUM

UT

AC

EH

BAN

GK

A

SULS

ELRA

BAR

KA

SELT

ENG

KA

LTIM

RA

KA

LBA

R

SULU

TTEN

GG

O

PAPU

A &

PA

BAR

NTB

MA

LUK

U &

MA

LUT

NTT

BELI

TUN

G

GRAFIK BOKS 2.4. HARGA JUAL PLTA, PLTP, PLT SAMPAH

RATA-RATA NASIONAL 7,39

KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 100% BPP SETEMPAT

BPP PEMBANGKITAN TAHUN 2016 (sen USD/kWh)sesuai Kepmen ESDM No. 1404 K/20/MEM/2017Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017

RIA

U &

KEP

RI

6,51

6,51

6,51

6,52

6,54

6,62

7,77

7,86

8,0

7

8,10

9,0

4

9,28

10,14

10,2

0

10,3

9

12,17

12,4

3

12,7

5

13,5

4

13,6

5

13,6

8

17,3

2

17,5

2

17,5

2

Berdasarkan hasil identifikasi, didapatkan bahwa di Provinsi NTT setidaknya terdapat 49 rencana proyek pengembangan

energi baru dan terbarukan dengan total potensi daya mencapai 222,56 MW, lebih besar dari produksi daya mampu saat

ini yang sebesar 194,97 MW. Dengan produksi listrik EBT sebesar 222,56 MW, maka dapat mengurangi impor BBM

sebanyak 52,3 KL/jam atau setara dengan Rp 400 juta per jam. PLTP menjadi sumber energi utama dan melimpah terutama

di Pulau Flores yang disebabkan oleh gugusan gunung berapi yang ada dari Flores Bagian Barat hingga Pulau Alor. Potensi

sumber energi lain yang cukup besar adalah PLTM yang menurut rencana akan didirikan terutama di Pulau Sumba dan

Flores.

GRAFIK BOKS 2.5. POTENSI PENGHEMATAN BBM

Sumber : www.epa.gov, diolah

PLT EBT 222,56 MWh

IMPOR BBM 52,30 KL/H

GRAFIK BOKS 2.6. PANGSA POTENSI EBT DI NTT

FLORES SUMBA TIMOR NTT

Sumber :PLN NTT, diolah

PLTALPLTA PLTBMPLTB PLTM PLTP PLTS

PLTS adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya

PLTB adalah pembangkit listrik tenaga bayu/angin

PLTBm adalah pembangkit listrik tenaga biomasa

PLTBg adalah pembangkit listrik tenaga biogas

PLTAL adalah pembangkit listrik tenaga air laut

PLTA adalah pembangkit listrik tenaga air

PLTSm adalah Pembangkit listrik tenaga sampah

PLTP adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Pemenuhan energi listrik di NTT selalu menjadi tantangan di NTT. Dengan rasio elektrifikasi yang hanya sebesar 59,25% di

bulan Agustus 2017, menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan rasio kelistrikan terendah kedua setelah Provinsi

Papua yang hanya sebesar 48,31%. Luasnya wilayah pengelolaan yang mencapai 5 kali luas Provinsi Jawa Timur membuat

pengelolaan kelistrikan harus dibagi dalam 4 area meliputi area Timor, Flores Barat, Flores Timur dan Sumba. Dengan 1.200

desa belum berlistrik tersebar di seluruh wilayah NTT, membuat proses penyediaan listrik menjadi tantangan yang cukup

besar di NTT. Penambahan kapasitas sudah dilakukan oleh PLN, namun masalah baru saat ini juga masih dihadapi berupa

ketidakstabilan tegangan dan transmisi yang membuat listrik di Pulau Timor terutama masih cukup sering mengalami

pemadaman listrik.

Apabila disarikan, maka penyediaan listrik di NTT dibagi dalam 4 masalah utama yaitu peningkatan kapasitas, penyediaan

transmisi kelistrikan, meningkatkan kehandalan jaringan dengan tetap meningkatkan efisiensi biaya produksi. Terkait

peningkatan kapasitas, saat ini, dengan adanya penambahan kapal listrik, maka penyediaan daya mampu hingga bulan

Agustus 2017 mengalami peningkatan hingga 17,8%, meningkat dari 165,56 MW menjadi 194,97 MW. Terkait

penyediaan transmisi, saat ini kelistrikan di Pulau Timor sudah tersambung dari Kota Kupang hingga Kabupaten Atambua,

sehingga pasokan daya dapat dipenuhi dari Kabupaten Kupang. Adapun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada

di Pulau Timor mulai dialihkan ke Pulau Flores dan pulau lainnya yang berdampak pada peningkatan kapasitas daya

mampu yang cukup besar hingga 27,3% di area Flores bagian Barat maupun 25,1% di area Flores Bagian Timur. Adanya

relokasi tersebut membuat pangsa pemenuhan tenaga listrik bergeser dari PLTD menjadi terdiversifikasi ke pembangkit

listrik tenaga uap (PLTU) dan kapal listrik LMVPP. Berdasarkan pulau utama, Pulau Sumba tercatat sebagai daerah dengan

penggunaan PLTD terbesar hingga 97,2% dari total pemenuhan energi, diikuti Pulau Flores yang mencapai 79,4% dari

total daya mampu yang diproduksi. Sebaran energi yang cukup besar berada di Pulau Timor, dengan 59,0% sumber energi

diperoleh dari kapal listrik LMVPP dan 27,3% sumber energi diperoleh dari PLTU. Ke depan, pembangunan pembangkit

akan difokuskan pada pembangunan PLTU dan PLTMG yang ketersediaan bahan bakunya dapat diperoleh di dalam

negeri.

1. PLTMG adalah Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas

GRAFIK BOKS 2.1. PERKEMBANGAN DAYA MAMPU KELISTRIKAN DI NTT

NTT165,56194,9717,8%10,7%

FLOBAR33,8443,0727,3%7,7%

FLOTIM23,3729,2425,1%6,1%

TIMOR96,91

109,4913,0%13,5%

SUMBA11,4413,1715,1%7,3%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

020406080

100120140160180200

DAY

A M

AM

PU (W

ATT

)

2016

2017

D. MAMPU

B. MALAM

GRAFIK BOKS 2.2. BAURAN SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK BERDASARKAN PULAU DI NTT

79,4 97,2

13,7 47,9

7,7

27,3

16,8

12,3

4,9

0,6 2,8

0,5 59,0

29 ,9

FLORES SUMBA TIMOR NTT

PLTUPLTD PLTMHPLTP MVPP

Sumber : PLN NTT, diolah Sumber :PLN NTT, diolah

Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di NTT

20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Boks 2. Potensi Peningkatan Ekspor NTT dalam Mendukung Peningkatan Devisa Negara

Ekspor NTT hingga bulan September 2017 mencapai US$ 39,19 juta meningkat 100,65% dibanding realisasi hingga

september 2016 yang hanya sebesar US$19,53 juta. Walaupun memiliki pertumbuhan yang tinggi, kontribusi ekspor NTT

terhadap total ekspor di kawasan timur Indonesia hanya sebesar 0,16% dan terhadap ekspor Indonesia hanya sebesar

0,03% dari total ekspor. Nilai impor NTT juga hanya sebesar US$ 10,31 juta atau hanya sebesar 0,3% dari impor KTI atau

0,01% impor Indonesia. Rendahnya ekspor impor luar negeri NTT tersebut lebih disebabkan oleh skala ekonomi yang

kecil, sehingga pemenuhan kebutuhan cenderung dipenuhi dari dalam negeri.

Kecilnya nilai impor tersebut, membuat negara asal impor senantiasa berubah tergantung dari kerjasama perdagangan

waktu itu. Sebagai contoh : negara asal impor utama 2017 Prancis (impor pesawat), sedangkan tahun sebelumnya

Thailand (impor beras). Sebaliknya, untuk kegiatan ekspor, walaupun kecil, negara tujuan ekspor cenderung dilakukan ke

4 negara tujuan ekspor utama NTT yaitu Timor Leste, Vietnam, Jepang dan Korea Selatan. Komoditas ekspor utama ke NTT

berupa semen, kendaraan bermotor dan sparepart serta makanan olahan, sedangkan komoditas ekspor utama ke

Vietnam adalah kacang mete. Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar ketiga dengan komoditas utama Ikan tuna,

ikan olahan dan mutiara, sedang komoditas ekspor utama ke Korea Selatan adalah rumput laut.

Walaupun kecil, neraca perdagangan luar negeri di Provinsi NTT cenderung surplus sepanjang 10 tahun terakhir. Defisit

neraca perdagangan hanya pada tahun 2012 dan 2014 yang disebabkan oleh tingginya impor makanan olahan, alat listrik

dan semen. Selebihnya, Provinsi NTT selalu mencatat neraca perdagangan positif dengan komoditas ekspor utama berupa

semen, kendaraan bermotor, makanan olahan, kacang mete, rumput laut, ikan segar dan olahan maupun bahan

bangunan.

Berdasarkan potensi daerah yang dimiliki, provinsi NTT sebenarnya berpotensi untuk menjadi eksportir beberapa

komoditas unggulan daerah. Sebagai daerah yang memiliki luas laut lebih dari 4 kali lipat luas daratan, potensi keindahan

alam dan budaya yang beraneka ragam, memiliki jumlah populasi lebih dari 5 juta orang, terbesar kedua di Indonesia

Timur, serta memiliki ciri khas daerah yang cukup kering dengan tanah kapur setidaknya di dua pulau utama yaitu Pulau

Timor dan Sumba berpotensi untuk menghasilkan devisa dan pendapatan apabila dilakukan pengolahan.

1. Victory News, 2 November 2017, “50 Ribu Warga NTT Melarat di Malaysia”.23- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

EKSPOR S.D. SEPTEMBER 2017: US$ 39,19 JUTA IMPOR 2017: US $ 10,31 JUTA

PERANCIS: 92,2%Alat Pengangkutan Udara

ARAB EMIRATES: 7,17%Industri lainnya, Karet alamolahan, Alat listrik .

CHINA: 0,30%Mesin Bongkar Muat Barang, Pipa & Tabung Besi

TIMOR LESTE: 35,22%SEMEN, KENDARAAN

BERMOTOR, SPAREPART,

MAKANAN OLAHAN

JEPANG: 11,11%IKAN TUNA, IKAN OLAHAN,

MUTIARA

USA: 0,31%HASIL INDUSTRI LAINNYA

UE: 1,90%KERAJINAN BATU

VIETNAM: 31,78%KACANG METE,

KONSENTRAT TEMBAGA

KORSEL: 8,24%RUMPUT LAUT

KONSENTRAT TEMBAGAKENYA: 2,81%PESAWAT UDARA

% KOMODITASKACANG METE 23,0%

KONSENTRAT TEMBAGA 17,0%KENDARAAN DAN MESIN 16,8%

IKAN 12,0%SEMEN 11,6 %

RUMPUT LAUT 3,9%

NTT

KTI

IMPOREKSPOR

NAS

0,03 M 0,01 M

24,06 M

111,66 M3,41 M

94,42 M

Perbandingan eksim s.d. September 2017

Share Ekspor NTT: 0,16% KTI dan0,04% NasShare Impor NTT: 0,3% KTI dan 0,01% Nas

GAMBAR BOKS 1.1. REALISASI EKSPOR IMPOR NTT S.D SEPTEMBER 2017

Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan area wilayah kerja PLN, Flores bagian barat memiliki jumlah potensi terbanyak mencapai 18 potensi meliputi

11 PLTP, 6 PLTM dan 1 PLTS dengan total potensi daya mencapai 130,85MW. Area Timor total memiliki 13 potensi EBT

dengan total potensi daya mencapai 29,69MW. Area Sumba memiliki 12 potensi EBT dengan total daya mencapai 15,55

MW, dan Area Flores bagian timur memiliki 6 potensi dengan total potensi daya mencapai 46,48 MW. Berdasarkan potensi

suplai listrik tersebut, maka pemenuhan listrik di Pulau Flores dapat dipenuhi dari pembangkit EBT, sedangkan pemenuhan

listrik di Pulau Sumba dan Pulau Timor harus menggunakan pembangkit lainnya.

Terkait pengembangan energi baru dan terbarukan tersebut, PT PLN sudah membuat roadmap pemenuhan tenaga listrik

di NTT tahun 2026 dengan pangsa energi terbesar dari PLTU dengan pangsa 47%, disusul LNG sebesar 23%, PLTP sebesar

20%, PLTB sebesar 3%, PLTM sebesar 4%, dan PLTS sebesar 1%. Secara total, pembangkit EBT pada tahun 2026

diharapkan dapat berkontribusi hingga sebesar 28% dari total kebutuhan energi di NTT, relatif mudah diraih apabila

dibandingkan dengan potensi EBT yang dapat dihasilkan.

Adapun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan utama yang harus dihadapi dalam pengembangan

pembangkit EBT di NTT. Permasalahan tersebut antara lain hambatan pembebasan lahan untuk pembangunan transmisi

dan pembangkit, kemampuan pengembang PLTP dan PLTB sangat minim, sehingga harus mencari dari luar. Potensi PLTP,

PLTB dan PLTM sebagian besar berlokasi di kawasan hutan lindung, sehingga harus ijin pinjam pakai ke kementrian

lingkungan hidup. Permasalahan lainnya adalah lokasi sumber energi yang jauh dari jaringan eksisting, sehingga investasi

pembangunan jaringan juga membutuhkan dana yang besar. Pembangunan PLTB dan PLTS terkendala oleh mahalnya

biaya baterai yang berdampak pada tingginya biaya investasi.

Walaupun banyak tantangan dalam penyediaan energi EBT, pengembangan EBT harus tetap menjadi prioritas terutama

dalam menjawab trilema energi terkait kesinambungan pemeliharaan lingkungan. Dengan pengembangan EBT, maka

selain lebih ramah lingkungan, pasokan energi juga melimpah dan tidak dapat habis, sehingga keamanan energi maupun

kecukupan energi dapat terpenuhi.

GAMBAR BOKS 2.1. SEBARAN RENCANA INVESTASI EBT DI PROVINSI NTT BERDASARKAN JENIS PEMBANGKIT

Sumber : PLN NTT dan berbagai sumber, diolah

22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Boks 2. Potensi Peningkatan Ekspor NTT dalam Mendukung Peningkatan Devisa Negara

Ekspor NTT hingga bulan September 2017 mencapai US$ 39,19 juta meningkat 100,65% dibanding realisasi hingga

september 2016 yang hanya sebesar US$19,53 juta. Walaupun memiliki pertumbuhan yang tinggi, kontribusi ekspor NTT

terhadap total ekspor di kawasan timur Indonesia hanya sebesar 0,16% dan terhadap ekspor Indonesia hanya sebesar

0,03% dari total ekspor. Nilai impor NTT juga hanya sebesar US$ 10,31 juta atau hanya sebesar 0,3% dari impor KTI atau

0,01% impor Indonesia. Rendahnya ekspor impor luar negeri NTT tersebut lebih disebabkan oleh skala ekonomi yang

kecil, sehingga pemenuhan kebutuhan cenderung dipenuhi dari dalam negeri.

Kecilnya nilai impor tersebut, membuat negara asal impor senantiasa berubah tergantung dari kerjasama perdagangan

waktu itu. Sebagai contoh : negara asal impor utama 2017 Prancis (impor pesawat), sedangkan tahun sebelumnya

Thailand (impor beras). Sebaliknya, untuk kegiatan ekspor, walaupun kecil, negara tujuan ekspor cenderung dilakukan ke

4 negara tujuan ekspor utama NTT yaitu Timor Leste, Vietnam, Jepang dan Korea Selatan. Komoditas ekspor utama ke NTT

berupa semen, kendaraan bermotor dan sparepart serta makanan olahan, sedangkan komoditas ekspor utama ke

Vietnam adalah kacang mete. Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar ketiga dengan komoditas utama Ikan tuna,

ikan olahan dan mutiara, sedang komoditas ekspor utama ke Korea Selatan adalah rumput laut.

Walaupun kecil, neraca perdagangan luar negeri di Provinsi NTT cenderung surplus sepanjang 10 tahun terakhir. Defisit

neraca perdagangan hanya pada tahun 2012 dan 2014 yang disebabkan oleh tingginya impor makanan olahan, alat listrik

dan semen. Selebihnya, Provinsi NTT selalu mencatat neraca perdagangan positif dengan komoditas ekspor utama berupa

semen, kendaraan bermotor, makanan olahan, kacang mete, rumput laut, ikan segar dan olahan maupun bahan

bangunan.

Berdasarkan potensi daerah yang dimiliki, provinsi NTT sebenarnya berpotensi untuk menjadi eksportir beberapa

komoditas unggulan daerah. Sebagai daerah yang memiliki luas laut lebih dari 4 kali lipat luas daratan, potensi keindahan

alam dan budaya yang beraneka ragam, memiliki jumlah populasi lebih dari 5 juta orang, terbesar kedua di Indonesia

Timur, serta memiliki ciri khas daerah yang cukup kering dengan tanah kapur setidaknya di dua pulau utama yaitu Pulau

Timor dan Sumba berpotensi untuk menghasilkan devisa dan pendapatan apabila dilakukan pengolahan.

1. Victory News, 2 November 2017, “50 Ribu Warga NTT Melarat di Malaysia”.23- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

EKSPOR S.D. SEPTEMBER 2017: US$ 39,19 JUTA IMPOR 2017: US $ 10,31 JUTA

PERANCIS: 92,2%Alat Pengangkutan Udara

ARAB EMIRATES: 7,17%Industri lainnya, Karet alamolahan, Alat listrik .

CHINA: 0,30%Mesin Bongkar Muat Barang, Pipa & Tabung Besi

TIMOR LESTE: 35,22%SEMEN, KENDARAAN

BERMOTOR, SPAREPART,

MAKANAN OLAHAN

JEPANG: 11,11%IKAN TUNA, IKAN OLAHAN,

MUTIARA

USA: 0,31%HASIL INDUSTRI LAINNYA

UE: 1,90%KERAJINAN BATU

VIETNAM: 31,78%KACANG METE,

KONSENTRAT TEMBAGA

KORSEL: 8,24%RUMPUT LAUT

KONSENTRAT TEMBAGAKENYA: 2,81%PESAWAT UDARA

% KOMODITASKACANG METE 23,0%

KONSENTRAT TEMBAGA 17,0%KENDARAAN DAN MESIN 16,8%

IKAN 12,0%SEMEN 11,6 %

RUMPUT LAUT 3,9%

NTT

KTI

IMPOREKSPOR

NAS

0,03 M 0,01 M

24,06 M

111,66 M3,41 M

94,42 M

Perbandingan eksim s.d. September 2017

Share Ekspor NTT: 0,16% KTI dan0,04% NasShare Impor NTT: 0,3% KTI dan 0,01% Nas

GAMBAR BOKS 1.1. REALISASI EKSPOR IMPOR NTT S.D SEPTEMBER 2017

Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan area wilayah kerja PLN, Flores bagian barat memiliki jumlah potensi terbanyak mencapai 18 potensi meliputi

11 PLTP, 6 PLTM dan 1 PLTS dengan total potensi daya mencapai 130,85MW. Area Timor total memiliki 13 potensi EBT

dengan total potensi daya mencapai 29,69MW. Area Sumba memiliki 12 potensi EBT dengan total daya mencapai 15,55

MW, dan Area Flores bagian timur memiliki 6 potensi dengan total potensi daya mencapai 46,48 MW. Berdasarkan potensi

suplai listrik tersebut, maka pemenuhan listrik di Pulau Flores dapat dipenuhi dari pembangkit EBT, sedangkan pemenuhan

listrik di Pulau Sumba dan Pulau Timor harus menggunakan pembangkit lainnya.

Terkait pengembangan energi baru dan terbarukan tersebut, PT PLN sudah membuat roadmap pemenuhan tenaga listrik

di NTT tahun 2026 dengan pangsa energi terbesar dari PLTU dengan pangsa 47%, disusul LNG sebesar 23%, PLTP sebesar

20%, PLTB sebesar 3%, PLTM sebesar 4%, dan PLTS sebesar 1%. Secara total, pembangkit EBT pada tahun 2026

diharapkan dapat berkontribusi hingga sebesar 28% dari total kebutuhan energi di NTT, relatif mudah diraih apabila

dibandingkan dengan potensi EBT yang dapat dihasilkan.

Adapun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan utama yang harus dihadapi dalam pengembangan

pembangkit EBT di NTT. Permasalahan tersebut antara lain hambatan pembebasan lahan untuk pembangunan transmisi

dan pembangkit, kemampuan pengembang PLTP dan PLTB sangat minim, sehingga harus mencari dari luar. Potensi PLTP,

PLTB dan PLTM sebagian besar berlokasi di kawasan hutan lindung, sehingga harus ijin pinjam pakai ke kementrian

lingkungan hidup. Permasalahan lainnya adalah lokasi sumber energi yang jauh dari jaringan eksisting, sehingga investasi

pembangunan jaringan juga membutuhkan dana yang besar. Pembangunan PLTB dan PLTS terkendala oleh mahalnya

biaya baterai yang berdampak pada tingginya biaya investasi.

Walaupun banyak tantangan dalam penyediaan energi EBT, pengembangan EBT harus tetap menjadi prioritas terutama

dalam menjawab trilema energi terkait kesinambungan pemeliharaan lingkungan. Dengan pengembangan EBT, maka

selain lebih ramah lingkungan, pasokan energi juga melimpah dan tidak dapat habis, sehingga keamanan energi maupun

kecukupan energi dapat terpenuhi.

GAMBAR BOKS 2.1. SEBARAN RENCANA INVESTASI EBT DI PROVINSI NTT BERDASARKAN JENIS PEMBANGKIT

Sumber : PLN NTT dan berbagai sumber, diolah

22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Selain ekspor barang/komoditas, NTT juga memiliki potensi yang besar untuk melakukan ekspor jasa, baik melalui

kegiatan pariwisata maupun ekspor tenaga kerja indonesia. Data kunjungan wisatawan pada tahun 2016 menunjukkan

kenaikan kunjungan wisata hingga lebih dari 100% dibanding tahun 2015. Tingginya kunjungan tersebut disinyalir

disebabkan oleh adanya even nasional dan internasional yang dilakukan (Tour De Flores, Tour De Timor, Festival Pasola,

festival Kelimutu, Semana santa, Festival Caci, Explore Komodo, dll). Untuk mendukung tercapainya target 20 juta

kunjungan wisman di 2019, maka pemerintah telah menunjuk labuan bajo sebagai 10 destinasi wisata baru di NTT dengan

target kunjungan di tahun 2019 mencapai 500 ribu wisman. Dengan rata-rata lama tinggal 3 hari dengan total

pengeluaran 6 juta rupiah, maka wisman tersebut berpotensi mendatangkan devisa hingga 3 triliun per tahun, belum

termasuk potensi pendapatan dari wisatawan domestik yang tentunya lebih besar. Untuk itu, pemerintah saat ini mulai

menggelontorkan investasi ke Labuan Bajo khususnya dengan target nilai investasi mencapai 1,2 triliun hingga 2019.

Investasi pemerintah meliputi pembangunan Marina dan hotel, pembangunan jalan di sekitar obyek wisata,

pembangunan jalan baru pantura Labuan Bajo, juga perpanjangan runway bandara. Pada tahun 2016 juga telah disetujui

48 rencana investasi pariwisata baru di Labuan Bajo, yang pembangunannya mulai dilaksanakan tahun ini. Beberapa hotel

juga sudah meningkatkan kapasitas kamar hingga lebih dari 70%, selain juga dibangun gedung pertemuan dan hotel

baru.

Tenaga Kerja NTT yang bekerja di luar negeri juga berpotensi mendatangkan devisa dalam jumlah cukup besar. Walaupun

data BPS hanya menunjukkan sebanyak 2.046 orang tahun 2016 dan relatif tidak bertambah, namun BNP2TKI

menyampaikan bahwa NTT termasuk dalam 5 besar provinsi penyumbang TKI ilegal bersama dengan Jatim, Jateng, Jabar

dan NTB. Dengan jumlah TKI ilegal mencapai 1,3 juta orang, maka setidaknya puluhan ribu penduduk NTT menjadi TKI

ilegal di luar negeri. Anggota DPD RI asal NTT, Abraham Paul Liyanto menyampaikan bahwa setidaknya terdapat 50 ribu

warga NTT di Malaysia. Dengan asumsi kiriman untuk keluarga per bulan sebesar Rp 1 juta, maka per bulan terdapat 50

miliar potensi remitansi TKI ke NTT atau mencapai 600 miliar per tahun, lebih besar dari ekspor komoditas di NTT yang

sebesar ± Rp 525 miliar.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa potensi ekspor NTT cukup besar dengan nilai mencapai triliunan

rupiah. Untuk itu, tinggal kesungguhan dan usaha bersama dari seluruh pengampu kepentingan di NTT agar potensi

peningkatan ekspor yang ada dapat direalisasikan, sehingga masyarakat bisa meningkatkan daya beli mereka.

25- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GAMBAR BOKS 1.2. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR

MILIAR RP

2011 2012 2013 2014 2015 2016 20172007 2008 2009 2010

(70,00)

(50,00)

(30,00)

(10,00)

10,00

30,00

50,00

70,00

EKSPOR IMPOR CAD (JUTA USD)

2007 s.d. 2010: Semen, Kendaraan Bermotor Hasil Tambang Lain,

2007 s.d. 2010: Makanan Olahan, Alat Listrik, Kapal Laut.

2011 s.d. 2017: Semen, Kendaraan Bermotor, Makanan Olahan, Ikan dll.

2011 s.d. 2014: Makanan Olahan, Alat Listrik, Industri lain, Semen

2015 s.d. 2017: Bahan Logam Tidak Mulia (Besi, Tembaga)

2015 s.d. 2017: Pesawat, Alat Listrik, Makanan Olahan

Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah

GAMBAR BOKS 1.3. KOMODITAS BERPOTENSI EKSPOR DI NTT

Berdasarkan hasil fokus group discussion (FGD) yang diselenggarakan, setidaknya NTT memiliki potensi untuk melakukan

ekspor barang/komoditas. Komoditas ekspor utama yang dimiliki saat ini adalah kacang mete, ikan, rumput laut, dan

mutiara. Namun demikian, ke depan NTT juga berpotensi untuk melakukan ekspor semen seiring dengan adanya rencana

investasi yang akan dilakukan oleh PT Semen Indonesia di Kupang. Adanya moratorium pembangunan pabrik semen di

Darwin, serta tidak adanya pabrik semen di Timor Leste, Maluku dan NTB menjadi peluang bagi Provinsi NTT untuk

melakukan ekspor ke daerah tersebut. Selain komoditas tersebut, saat ini sedang dilakukan investasi besar untuk gula dan

garam yang berpotensi untuk diekspor baik secara langsung maupun dari daerah lain. Saat ini juga telah dijajagi ekspor

hortikultura seperti bawang merah, babi dan cabai merah. Kopi dan kakao NTT juga cukup menarik yang terlihat dari

banyaknya calon pembeli yang mencari langsung ke sentra petani di Flores dan Sumba. Dengan lahan yang luas, berada di

daerah perbatasan, NTT memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Namun demikian, adanya

masalah pembebasan lahan, perijinan yang lama maupun kurang konsistennya kualitas, keberlangsungan ketersediaan

dan kemasan menjadi hambatan utama dalam melakukan perdagangan luar negeri.

24 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Selain ekspor barang/komoditas, NTT juga memiliki potensi yang besar untuk melakukan ekspor jasa, baik melalui

kegiatan pariwisata maupun ekspor tenaga kerja indonesia. Data kunjungan wisatawan pada tahun 2016 menunjukkan

kenaikan kunjungan wisata hingga lebih dari 100% dibanding tahun 2015. Tingginya kunjungan tersebut disinyalir

disebabkan oleh adanya even nasional dan internasional yang dilakukan (Tour De Flores, Tour De Timor, Festival Pasola,

festival Kelimutu, Semana santa, Festival Caci, Explore Komodo, dll). Untuk mendukung tercapainya target 20 juta

kunjungan wisman di 2019, maka pemerintah telah menunjuk labuan bajo sebagai 10 destinasi wisata baru di NTT dengan

target kunjungan di tahun 2019 mencapai 500 ribu wisman. Dengan rata-rata lama tinggal 3 hari dengan total

pengeluaran 6 juta rupiah, maka wisman tersebut berpotensi mendatangkan devisa hingga 3 triliun per tahun, belum

termasuk potensi pendapatan dari wisatawan domestik yang tentunya lebih besar. Untuk itu, pemerintah saat ini mulai

menggelontorkan investasi ke Labuan Bajo khususnya dengan target nilai investasi mencapai 1,2 triliun hingga 2019.

Investasi pemerintah meliputi pembangunan Marina dan hotel, pembangunan jalan di sekitar obyek wisata,

pembangunan jalan baru pantura Labuan Bajo, juga perpanjangan runway bandara. Pada tahun 2016 juga telah disetujui

48 rencana investasi pariwisata baru di Labuan Bajo, yang pembangunannya mulai dilaksanakan tahun ini. Beberapa hotel

juga sudah meningkatkan kapasitas kamar hingga lebih dari 70%, selain juga dibangun gedung pertemuan dan hotel

baru.

Tenaga Kerja NTT yang bekerja di luar negeri juga berpotensi mendatangkan devisa dalam jumlah cukup besar. Walaupun

data BPS hanya menunjukkan sebanyak 2.046 orang tahun 2016 dan relatif tidak bertambah, namun BNP2TKI

menyampaikan bahwa NTT termasuk dalam 5 besar provinsi penyumbang TKI ilegal bersama dengan Jatim, Jateng, Jabar

dan NTB. Dengan jumlah TKI ilegal mencapai 1,3 juta orang, maka setidaknya puluhan ribu penduduk NTT menjadi TKI

ilegal di luar negeri. Anggota DPD RI asal NTT, Abraham Paul Liyanto menyampaikan bahwa setidaknya terdapat 50 ribu

warga NTT di Malaysia. Dengan asumsi kiriman untuk keluarga per bulan sebesar Rp 1 juta, maka per bulan terdapat 50

miliar potensi remitansi TKI ke NTT atau mencapai 600 miliar per tahun, lebih besar dari ekspor komoditas di NTT yang

sebesar ± Rp 525 miliar.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa potensi ekspor NTT cukup besar dengan nilai mencapai triliunan

rupiah. Untuk itu, tinggal kesungguhan dan usaha bersama dari seluruh pengampu kepentingan di NTT agar potensi

peningkatan ekspor yang ada dapat direalisasikan, sehingga masyarakat bisa meningkatkan daya beli mereka.

25- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GAMBAR BOKS 1.2. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR

MILIAR RP

2011 2012 2013 2014 2015 2016 20172007 2008 2009 2010

(70,00)

(50,00)

(30,00)

(10,00)

10,00

30,00

50,00

70,00

EKSPOR IMPOR CAD (JUTA USD)

2007 s.d. 2010: Semen, Kendaraan Bermotor Hasil Tambang Lain,

2007 s.d. 2010: Makanan Olahan, Alat Listrik, Kapal Laut.

2011 s.d. 2017: Semen, Kendaraan Bermotor, Makanan Olahan, Ikan dll.

2011 s.d. 2014: Makanan Olahan, Alat Listrik, Industri lain, Semen

2015 s.d. 2017: Bahan Logam Tidak Mulia (Besi, Tembaga)

2015 s.d. 2017: Pesawat, Alat Listrik, Makanan Olahan

Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah

GAMBAR BOKS 1.3. KOMODITAS BERPOTENSI EKSPOR DI NTT

Berdasarkan hasil fokus group discussion (FGD) yang diselenggarakan, setidaknya NTT memiliki potensi untuk melakukan

ekspor barang/komoditas. Komoditas ekspor utama yang dimiliki saat ini adalah kacang mete, ikan, rumput laut, dan

mutiara. Namun demikian, ke depan NTT juga berpotensi untuk melakukan ekspor semen seiring dengan adanya rencana

investasi yang akan dilakukan oleh PT Semen Indonesia di Kupang. Adanya moratorium pembangunan pabrik semen di

Darwin, serta tidak adanya pabrik semen di Timor Leste, Maluku dan NTB menjadi peluang bagi Provinsi NTT untuk

melakukan ekspor ke daerah tersebut. Selain komoditas tersebut, saat ini sedang dilakukan investasi besar untuk gula dan

garam yang berpotensi untuk diekspor baik secara langsung maupun dari daerah lain. Saat ini juga telah dijajagi ekspor

hortikultura seperti bawang merah, babi dan cabai merah. Kopi dan kakao NTT juga cukup menarik yang terlihat dari

banyaknya calon pembeli yang mencari langsung ke sentra petani di Flores dan Sumba. Dengan lahan yang luas, berada di

daerah perbatasan, NTT memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Namun demikian, adanya

masalah pembebasan lahan, perijinan yang lama maupun kurang konsistennya kualitas, keberlangsungan ketersediaan

dan kemasan menjadi hambatan utama dalam melakukan perdagangan luar negeri.

24 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Keuangan Daerah02

Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2017 mencapai Rp 18,98 triliun

atau telah mencapai 74,11% dari pagu rencana pendapatan tahun 2017.

Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56

triliun dari total anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 41,16 triliun. Namun demikian, realisasi

anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam dua tahun

terakhir, disebabkan oleh adanya percepatan realisasi belanja pemerintah pusat.

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Keuangan Daerah02

Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2017 mencapai Rp 18,98 triliun

atau telah mencapai 74,11% dari pagu rencana pendapatan tahun 2017.

Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56

triliun dari total anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 41,16 triliun. Namun demikian, realisasi

anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam dua tahun

terakhir, disebabkan oleh adanya percepatan realisasi belanja pemerintah pusat.

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN

PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNANKAB/KOTA

31,2%47,1%

1,2%0,5%

0,3%0,1%

19,6%PENDAPATAN CUKAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

22,0%

65,6%

43,1%

32,4%

10,5%

14,2%

4,6%

0,2%2,2%

5,1%

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 tercatat telah mencapai Rp 18,77 triliun. Jumlah

tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang mencapai Rp 1,61 Triliun atau 580,70% dari target. Penerimaan dari Pajak

Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data

realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp 706,39 milyar atau 47,1% dari total pendapatan. Selanjutnya pendapatan dari

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp 468,2 milyar atau 31,2% dari total

penerimaan, diikuti dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Rp 294,64 milyar atau sebesar 19,6%, sedangkan

porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih di bawah 2,5%.

Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat provinsi telah mencapai 70,10% atau Rp 3,31 triliun dengan sumber

utama pendapatan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,42 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Umum

Khusus (DAK) sebesar Rp 1,07 triliun dan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 729,75 miliar yang terutama berasal dari

Pajak Daerah (Rp 342,92 miliar).

Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp 13,84 triliun (67,16%) merupakan

persentase realisasi terendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 dengan 67,60% dan tahun

2015 dengan angka 74,27%, yang menarik di sini capaian realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mengalami

tren penurunan semenjak tahun 2015. Sumber utama pendapatan Kabupaten Kota masih didominasi oleh pendapatan

DAU sebesar Rp 9,06 triliun (65,5%).

Dilihat dari data spasial, Kab. Sumba Barat memiliki pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,4% dari rencana

2017, diikuti oleh Kab. Lembata (75,19) dan Kab. Rote (74,98%). Di sisi lain, Kab. Sabu Raijua (57,10%), Kab. Kupang

(61,12%) dan Kab. SBD (63,44%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2017, satu hal

yang perlu dicermati bahwa Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga termasuk jajaran 3 kabupaten dengan persentase

realisasi terendah pada periode yang sama di tahun 2016. Dominasi realisasi pendapatan yang berasal dari kompisisi DAU

juga terlihat di masing-masing daerah dengan rata-rata mencapai 65,88%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi

dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,96%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di Kab. Belu (21.1%). Di sisi lain,

pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Timor Tengah Selatan (37,17%) yang terutama disumbangkan oleh

pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 164,1 miliar yang nominalnya kedua terbesar setelah

Mabar sebesar Rp 174,1 miliar.

Serupa dengan triwulan sebelumnya, Struktur realisasi pendapatan APBD pada tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota

masih menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah akan dana pemerintah pusat.

29- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

2.1 KONDISI UMUM

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP

25,61

35,91

18,98 19,56

APBN KAB PROV

14%13% 29%

27%

60% 57%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.2.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.3.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI

9,55

21,69

4,665,62

11,09

2,86

APBN KAB PROV

17%18% 9%

1%

81% 74%

ANGGARAN

0,28

20,61

4,72

1,62

14,05

3,31

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di

Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017

telah mencapai Rp 18,98 triliun atau 74,11%

dari total anggaran pendapatan tahun 2017.

Jika dibandingkan dengan pencapaian pada

periode yang sama tahun 2016 dan 2015,

persentase realisasi pendapatan mengalami

penurunan, terutama disebabkan oleh

menurunnya pendapatan pajak penghasilan

pemerintah pusat. Namun demikian, secara

nominal, pendapatan pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi

pada pemerintah provinsi, namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan

kewenangan pengelolaan SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan

pemerintah kabupaten relatif tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya

penurunan pagu anggaran pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi, yakni pengelolaan SMA dan

SMK.

Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp

19,56 triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal

realisasi anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data 2 tahun silam yang

mencapai Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian

realisasi belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.

28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN

PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNANKAB/KOTA

31,2%47,1%

1,2%0,5%

0,3%0,1%

19,6%PENDAPATAN CUKAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

22,0%

65,6%

43,1%

32,4%

10,5%

14,2%

4,6%

0,2%2,2%

5,1%

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 tercatat telah mencapai Rp 18,77 triliun. Jumlah

tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang mencapai Rp 1,61 Triliun atau 580,70% dari target. Penerimaan dari Pajak

Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data

realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp 706,39 milyar atau 47,1% dari total pendapatan. Selanjutnya pendapatan dari

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp 468,2 milyar atau 31,2% dari total

penerimaan, diikuti dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Rp 294,64 milyar atau sebesar 19,6%, sedangkan

porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih di bawah 2,5%.

Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat provinsi telah mencapai 70,10% atau Rp 3,31 triliun dengan sumber

utama pendapatan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,42 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Umum

Khusus (DAK) sebesar Rp 1,07 triliun dan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 729,75 miliar yang terutama berasal dari

Pajak Daerah (Rp 342,92 miliar).

Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp 13,84 triliun (67,16%) merupakan

persentase realisasi terendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 dengan 67,60% dan tahun

2015 dengan angka 74,27%, yang menarik di sini capaian realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mengalami

tren penurunan semenjak tahun 2015. Sumber utama pendapatan Kabupaten Kota masih didominasi oleh pendapatan

DAU sebesar Rp 9,06 triliun (65,5%).

Dilihat dari data spasial, Kab. Sumba Barat memiliki pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,4% dari rencana

2017, diikuti oleh Kab. Lembata (75,19) dan Kab. Rote (74,98%). Di sisi lain, Kab. Sabu Raijua (57,10%), Kab. Kupang

(61,12%) dan Kab. SBD (63,44%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2017, satu hal

yang perlu dicermati bahwa Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga termasuk jajaran 3 kabupaten dengan persentase

realisasi terendah pada periode yang sama di tahun 2016. Dominasi realisasi pendapatan yang berasal dari kompisisi DAU

juga terlihat di masing-masing daerah dengan rata-rata mencapai 65,88%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi

dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,96%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di Kab. Belu (21.1%). Di sisi lain,

pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Timor Tengah Selatan (37,17%) yang terutama disumbangkan oleh

pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 164,1 miliar yang nominalnya kedua terbesar setelah

Mabar sebesar Rp 174,1 miliar.

Serupa dengan triwulan sebelumnya, Struktur realisasi pendapatan APBD pada tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota

masih menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah akan dana pemerintah pusat.

29- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

2.1 KONDISI UMUM

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP

25,61

35,91

18,98 19,56

APBN KAB PROV

14%13% 29%

27%

60% 57%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.2.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.3.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI

9,55

21,69

4,665,62

11,09

2,86

APBN KAB PROV

17%18% 9%

1%

81% 74%

ANGGARAN

0,28

20,61

4,72

1,62

14,05

3,31

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di

Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017

telah mencapai Rp 18,98 triliun atau 74,11%

dari total anggaran pendapatan tahun 2017.

Jika dibandingkan dengan pencapaian pada

periode yang sama tahun 2016 dan 2015,

persentase realisasi pendapatan mengalami

penurunan, terutama disebabkan oleh

menurunnya pendapatan pajak penghasilan

pemerintah pusat. Namun demikian, secara

nominal, pendapatan pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi

pada pemerintah provinsi, namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan

kewenangan pengelolaan SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan

pemerintah kabupaten relatif tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya

penurunan pagu anggaran pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi, yakni pengelolaan SMA dan

SMK.

Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp

19,56 triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal

realisasi anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data 2 tahun silam yang

mencapai Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian

realisasi belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.

28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGANKONSUMSI LAINNYA

KAB PROV

GRAFIK 2.10.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

APBN

PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

37,413,8 5,8

32,9

50,5

34,4

29,5

14,9

19,9

31,0

8,518,9

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

19.563,4

3.795,8

15.767,6

8.433,6

3.876,3

1.046,7

36,9

248,1

2.101,4

24,7

-

54%

41%

59%

67%

47%

66%

30%

58%

59%

35%

0%

100,00

19,40

80,60

43,11

19,81

5,35

0,19

1,27

10,74

0,13

0,00

URAIAN RENCANA

35.911,5

9.205,6

26.685,2

12.676,0

8.236,7

1.576,8

123,3

427,1

3.573,9

71,4

20,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara

57,951,1

61,354,557,1

30,8 29,6

41,2

59,9 57,1

66,059,1

dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan.

Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah

mencapai Rp 8,43 triliun atau 67% dari pangsa total

realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2017.

Realisasi belanja konsumsi tertinggi dipegang oleh

Pemerintah Provinsi sebesar 66% atau Rp 2,69 triliun dari

total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 4,08 triliun, yang

jika ditelusuri lebih dalam, utamanya berasal dari realisasi

belanja pegawai 71,94% atau Rp 984,68 miliar. Hal ini

juga tercermin pada komponen realisasi belanja konsumsi

secara keseluruhan baik dari APBN, APBD Provinsi serta

Kabupaten/Kota, disini pencapaian realisasi tertinggi

dipimpin oleh belanja pegawai sebesar 67% atau Rp. 8,45

triliun dari pagu total Rp 12,67 triliun, yang sedikit lebih

tinggi dari pencapaian belanja hibah pada 66%.

Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan III 2017 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan 2015 yang utamanya didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Realisasi belanja

APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 5,61 triliun atau 58,79% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,55

triliun. Sementara itu, pangsa realisasi belanja konsumsi tertinggi untuk triwulan-III utamanya dipergunakan bagi belanja

modal sebesar Rp 2,1 triliun (37,40%) yang dipergunakan untuk pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti,

jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, pemeliharaan jalan rutin serta pembangunan bendungan yang salah satunya

adalah pembangunan jaringan irigasi untuk menampung air dari bendungan Raknamo yang hampir selesai di 2017 ini,

selanjutnya diikuti dengan belanja pegawai sebesar Rp 1,84 triliun (32,89%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja barang

dan jasa tercatat sebesar 29,55% atau Rp 1,65 triliun.

2.3.1 Belanja APBN

31- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

102030405060708090

100

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0

20

40

60

80

100

120

2015I II III

2016I II III I

2017 II III

0

2015I II III

2016I II III I

2017 II III

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2017

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

SUM

BA B

ARA

T

LEM

BATA

ROTE

MA

BAR

SUM

BA T

ENG

AH

TTS

SUM

BA T

IMU

R

KO

TA K

UPA

NG

ALO

R

NA

GEK

EO

BELU

FLO

TIM

END

E

MA

TIM

NG

AD

A

SIK

KA

TTU

MA

LAK

A

MA

NG

GA

RAI

SBD

KA

B. K

UPA

NG

SABU

RA

IJUA

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2.3 BELANJA DAERAH

Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56 triliun dari total

anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 35,91 triliun. Namun begitu, realisasi anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (53,39%) dan tahun 2015 (43,53%). Hal ini turut didorong oleh adanya

realisasi kegiatan proyek pemerintah.

Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2016, realisasi belanja pemerintah, baik belanja secara umum

maupun belanja modal cenderung lebih tinggi. Belanja modal secara keseluruhan pada triwulan III-2017 tercatat 41,23%

dari pagu 2017 atau Rp 3,79 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2016 yang sebesar 36,21% dari pagu 2016 atau

Rp 3,15 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya kegiatan pemerintah untuk melakukan realisasi kegiatan

proyek di tahun 2017. Adapun proyek yang tercatat di tahun 2017 diantaranya adalah proyek multiyears seperti Pos Lintas

Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini, pembangunan bendungan, seperti

finalisasi bendungan Raknamo, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan. Di sisi lain, meskipun terdapat

kenaikan dalam penyerapan belanja modal, namun rendahnya realisasi sebesar 41,23% menunjukkan masih adanya

permasalahan realisasi anggaran biaya pemerintah, baik terkait pembayaran maupun proses pengesahan anggaran APBD

yang tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi sebesar 57,08% dari pagu

atau Rp2,1 triliun dari total pagu sebesar Rp 3,67 triliun.

Hingga triwulan-III, dilihat dari komposisi belanja secara umum, realisasi belanja konsumsi adalah komponen tertinggi di

Provinsi NTT dengan total 59,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 pada triwulan-II

30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGANKONSUMSI LAINNYA

KAB PROV

GRAFIK 2.10.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

APBN

PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

37,413,8 5,8

32,9

50,5

34,4

29,5

14,9

19,9

31,0

8,518,9

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

19.563,4

3.795,8

15.767,6

8.433,6

3.876,3

1.046,7

36,9

248,1

2.101,4

24,7

-

54%

41%

59%

67%

47%

66%

30%

58%

59%

35%

0%

100,00

19,40

80,60

43,11

19,81

5,35

0,19

1,27

10,74

0,13

0,00

URAIAN RENCANA

35.911,5

9.205,6

26.685,2

12.676,0

8.236,7

1.576,8

123,3

427,1

3.573,9

71,4

20,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara

57,951,1

61,354,557,1

30,8 29,6

41,2

59,9 57,1

66,059,1

dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan.

Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah

mencapai Rp 8,43 triliun atau 67% dari pangsa total

realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2017.

Realisasi belanja konsumsi tertinggi dipegang oleh

Pemerintah Provinsi sebesar 66% atau Rp 2,69 triliun dari

total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 4,08 triliun, yang

jika ditelusuri lebih dalam, utamanya berasal dari realisasi

belanja pegawai 71,94% atau Rp 984,68 miliar. Hal ini

juga tercermin pada komponen realisasi belanja konsumsi

secara keseluruhan baik dari APBN, APBD Provinsi serta

Kabupaten/Kota, disini pencapaian realisasi tertinggi

dipimpin oleh belanja pegawai sebesar 67% atau Rp. 8,45

triliun dari pagu total Rp 12,67 triliun, yang sedikit lebih

tinggi dari pencapaian belanja hibah pada 66%.

Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan III 2017 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan 2015 yang utamanya didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Realisasi belanja

APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 5,61 triliun atau 58,79% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,55

triliun. Sementara itu, pangsa realisasi belanja konsumsi tertinggi untuk triwulan-III utamanya dipergunakan bagi belanja

modal sebesar Rp 2,1 triliun (37,40%) yang dipergunakan untuk pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti,

jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, pemeliharaan jalan rutin serta pembangunan bendungan yang salah satunya

adalah pembangunan jaringan irigasi untuk menampung air dari bendungan Raknamo yang hampir selesai di 2017 ini,

selanjutnya diikuti dengan belanja pegawai sebesar Rp 1,84 triliun (32,89%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja barang

dan jasa tercatat sebesar 29,55% atau Rp 1,65 triliun.

2.3.1 Belanja APBN

31- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

102030405060708090

100

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0

20

40

60

80

100

120

2015I II III

2016I II III I

2017 II III

0

2015I II III

2016I II III I

2017 II III

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2017

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

SUM

BA B

ARA

T

LEM

BATA

ROTE

MA

BAR

SUM

BA T

ENG

AH

TTS

SUM

BA T

IMU

R

KO

TA K

UPA

NG

ALO

R

NA

GEK

EO

BELU

FLO

TIM

END

E

MA

TIM

NG

AD

A

SIK

KA

TTU

MA

LAK

A

MA

NG

GA

RAI

SBD

KA

B. K

UPA

NG

SABU

RA

IJUA

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2.3 BELANJA DAERAH

Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56 triliun dari total

anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 35,91 triliun. Namun begitu, realisasi anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (53,39%) dan tahun 2015 (43,53%). Hal ini turut didorong oleh adanya

realisasi kegiatan proyek pemerintah.

Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2016, realisasi belanja pemerintah, baik belanja secara umum

maupun belanja modal cenderung lebih tinggi. Belanja modal secara keseluruhan pada triwulan III-2017 tercatat 41,23%

dari pagu 2017 atau Rp 3,79 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2016 yang sebesar 36,21% dari pagu 2016 atau

Rp 3,15 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya kegiatan pemerintah untuk melakukan realisasi kegiatan

proyek di tahun 2017. Adapun proyek yang tercatat di tahun 2017 diantaranya adalah proyek multiyears seperti Pos Lintas

Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini, pembangunan bendungan, seperti

finalisasi bendungan Raknamo, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan. Di sisi lain, meskipun terdapat

kenaikan dalam penyerapan belanja modal, namun rendahnya realisasi sebesar 41,23% menunjukkan masih adanya

permasalahan realisasi anggaran biaya pemerintah, baik terkait pembayaran maupun proses pengesahan anggaran APBD

yang tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi sebesar 57,08% dari pagu

atau Rp2,1 triliun dari total pagu sebesar Rp 3,67 triliun.

Hingga triwulan-III, dilihat dari komposisi belanja secara umum, realisasi belanja konsumsi adalah komponen tertinggi di

Provinsi NTT dengan total 59,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 pada triwulan-II

30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 246,27

289,84

98,51

3.106,62

3.741,24

0,77

2,90

15,27

135,42

154,36

-

370,84

105,53

1.268,86

1.745,22

247,04

663,58

219,30

4.510,90

5.640,82

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumba Timur

Sumba TengahSumba

Barat

SBD

SabuRote

Kota Kupang

Kupang

TTS

TTUMalaka

Belu

Alor

LembataFlotimSikkaEndeNagekeo

Ngada

Matim

Manggarai

Mabar

> 50

40 < X = 50

30 < X = 40

20 < X = 30

= 20

17,3816,94

10,569,27

8,80

14,35

17,41

7,038,412,24

22,8212.31

20,67

15.84

17,1011,28

8,4313,43

16,19

14,91

17,51

Porsi Realisasi Belanja Modal Tertinggi

Ngada

22,82%Rote

20,67%

15,07

TW x

Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan III 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,64 triliun. Jumlah tersebut mengalami penurunan 17,03%(qtq)

dibandingkan triwulan II 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 6,79 triliun. Penurunan DPK tersebut diduga turut

meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan pemerintah. Adapun komponen DPK

pemerintah terbanyak masih didominasi oleh giro dengan nilai Rp 3,74 triliun atau 66,32% dari total dana pemerintah di

perbankan.

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

33- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

ROTE

FLO

TIM

END

E

ALO

R

MA

TIM

SUM

BA

TEN

GA

H

SUM

BA B

ARA

T

SBD

SUM

BA T

IMU

R

NG

AD

A

MA

BAR

MA

LAK

A

BELU

SIK

KA

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

TTU

KO

TA K

UPA

NG

MA

NG

GA

RAI

NA

GEK

EO TTS

SABU

RA

IJUA

Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 2,69 triliun atau 66% dari

total pagu belanja sebesar Rp 4,08 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 pada periode yang sama, capaian realisasi

pada komponen belanja daerah yang sebelumnya sebesar 63,13% persentasenya menurun menjadi 61,32%. Sementara

itu, belanja Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III tidak lagi didominasi oleh belanja hibah, melainkan oleh belanja

pegawai yang mencapai Rp 984,68 milliar atau memiliki pangsa 34,44% dari total realisasi belanja, salah satu faktornya

adalah adanya pembayaran guru pada awal triwulan III tahun 2017. Hal serupa juga berlaku pada belanja hibah yang

mencapai Rp 886,88 miliar dengan pangsa 31,02%, pada pos ini utamanya dipergunakan untuk pembayaran gaji guru

honor yang dibiayai melalui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 11 triliun atau

51% dari pagu belanja 2017 sebesar Rp 22,52 triliun. Komponen realisasi terbesar berasal dari belanja pegawai sebesar Rp

5,6 triliun atau dengan pangsa realisasi 50,52% atau 64,99% dari pagu belanja pegawai, diikuti belanja bantuan

keuangan sebesar Rp 2,1 triliun dengan pangsa 18,93% dan pencapaian realisasi 58,79% dari pagu bantuan keuangan,

sedikit diatas belanja barang dan jasa yang sebesar Rp 1,64 triliun (pangsa: 14,86%).

Apabila dianalisis secara spasial, capaian realisasi tertinggi di atas 60% ada pada Kab. Rote sebesar 62% diikuti dengan

Flores Timur dengan 61,25%. Adapun persentase belanja pegawai tertinggi ada di Kota Kupang sebesar 60%, diikuti oleh

Kab. TTU (60,32%) dan Kab. TTS (56,91%). Di sisi lain, pangsa belanja modal rata-rata berada di bawah angka 30%,

dengan yang tertinggi dicapai oleh Kab. Ngada sebesar 22,82% diikuti oleh Rote sebesar 20,67% dan dari total realisasi

belanja hingga triwulan-III. Dari kondisi ini, masing-masing pemerintah provinsi diharapkan untuk dapat melakukan

realisasi anggaran secara optimal agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

32 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 246,27

289,84

98,51

3.106,62

3.741,24

0,77

2,90

15,27

135,42

154,36

-

370,84

105,53

1.268,86

1.745,22

247,04

663,58

219,30

4.510,90

5.640,82

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumba Timur

Sumba TengahSumba

Barat

SBD

SabuRote

Kota Kupang

Kupang

TTS

TTUMalaka

Belu

Alor

LembataFlotimSikkaEndeNagekeo

Ngada

Matim

Manggarai

Mabar

> 50

40 < X = 50

30 < X = 40

20 < X = 30

= 20

17,3816,94

10,569,27

8,80

14,35

17,41

7,038,412,24

22,8212.31

20,67

15.84

17,1011,28

8,4313,43

16,19

14,91

17,51

Porsi Realisasi Belanja Modal Tertinggi

Ngada

22,82%Rote

20,67%

15,07

TW x

Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan III 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,64 triliun. Jumlah tersebut mengalami penurunan 17,03%(qtq)

dibandingkan triwulan II 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 6,79 triliun. Penurunan DPK tersebut diduga turut

meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan pemerintah. Adapun komponen DPK

pemerintah terbanyak masih didominasi oleh giro dengan nilai Rp 3,74 triliun atau 66,32% dari total dana pemerintah di

perbankan.

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

33- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

ROTE

FLO

TIM

END

E

ALO

R

MA

TIM

SUM

BA

TEN

GA

H

SUM

BA B

ARA

T

SBD

SUM

BA T

IMU

R

NG

AD

A

MA

BAR

MA

LAK

A

BELU

SIK

KA

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

TTU

KO

TA K

UPA

NG

MA

NG

GA

RAI

NA

GEK

EO TTS

SABU

RA

IJUA

Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 2,69 triliun atau 66% dari

total pagu belanja sebesar Rp 4,08 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 pada periode yang sama, capaian realisasi

pada komponen belanja daerah yang sebelumnya sebesar 63,13% persentasenya menurun menjadi 61,32%. Sementara

itu, belanja Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III tidak lagi didominasi oleh belanja hibah, melainkan oleh belanja

pegawai yang mencapai Rp 984,68 milliar atau memiliki pangsa 34,44% dari total realisasi belanja, salah satu faktornya

adalah adanya pembayaran guru pada awal triwulan III tahun 2017. Hal serupa juga berlaku pada belanja hibah yang

mencapai Rp 886,88 miliar dengan pangsa 31,02%, pada pos ini utamanya dipergunakan untuk pembayaran gaji guru

honor yang dibiayai melalui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 11 triliun atau

51% dari pagu belanja 2017 sebesar Rp 22,52 triliun. Komponen realisasi terbesar berasal dari belanja pegawai sebesar Rp

5,6 triliun atau dengan pangsa realisasi 50,52% atau 64,99% dari pagu belanja pegawai, diikuti belanja bantuan

keuangan sebesar Rp 2,1 triliun dengan pangsa 18,93% dan pencapaian realisasi 58,79% dari pagu bantuan keuangan,

sedikit diatas belanja barang dan jasa yang sebesar Rp 1,64 triliun (pangsa: 14,86%).

Apabila dianalisis secara spasial, capaian realisasi tertinggi di atas 60% ada pada Kab. Rote sebesar 62% diikuti dengan

Flores Timur dengan 61,25%. Adapun persentase belanja pegawai tertinggi ada di Kota Kupang sebesar 60%, diikuti oleh

Kab. TTU (60,32%) dan Kab. TTS (56,91%). Di sisi lain, pangsa belanja modal rata-rata berada di bawah angka 30%,

dengan yang tertinggi dicapai oleh Kab. Ngada sebesar 22,82% diikuti oleh Rote sebesar 20,67% dan dari total realisasi

belanja hingga triwulan-III. Dari kondisi ini, masing-masing pemerintah provinsi diharapkan untuk dapat melakukan

realisasi anggaran secara optimal agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

32 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Perkembangan Inflasi03Inasi pada triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit

meningkat dibanding inasi tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deasi pada bulan

Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya inasi di bulan September 2017

seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan tahun

baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa

nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga

menjadi pendorong utama inasi di NTT.

Berdasarkan disagregasi inasi, Inasi masih disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada

komoditas administered prices seiring dengan adanya kenaikan tarif angkutan udara selama libur

hari raya Idul Adha dan tahun baru hijriah beserta festival seni siswa nasional yang diselenggarakan

di Kota Kupang.

Secara spasial, inasi di Kota Kupang masih cenderung lebih rendah dibanding nasional,

sedangkan inasi Kota Maumere cenderung lebih tinggi. Relatif rendahnya inasi di Kota Kupang

terutama disebabkan oleh terjaganya harga komoditas bahan makanan, berbeda dengan Kota

Maumere yang relatif lebih tinggi.

Inasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan kurang dari 3% seiring dengan relatif terjaganya harga

semua komoditas. Kenaikan harga yang cukup tinggi diperkirakan terjadi pada harga bahan

makanan, namun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya seiring dengan adanya persiapan

pasokan yang lebih siap.

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

309.480

9.316.225

3.617.941

5.698.285

2.679.840

2.997.608

-

20.837

-

-

-

-

(9.006.746)

20.452.365

21.428.151

4.797.674

16.630.477

8.621.451

4.053.221

223.974

78.572

20.103

3.569.084

64.071

-

(975.786)

1.074.746

1.061.452

13.294

99.050

69.050

30.000

975.696

(91)

4.722.737

4.663.191

562.136

4.080.399

1.368.796

922.141

1.348.420

23.151

406.968

3.423

7.500

20.655

59.546

122.954

115.383

7.570

182.500

82.500

100.000

(59.546)

-

25.484.581

35.407.567

8.977.751

26.409.161

12.670.086

7.972.970

1.572.394

122.560

427.071

3.572.507

71.571

20.655

(9.922.986)

1.197.700

1.176.835

20.864

281.550

151.550

130.000

916.150

(91)

151.086

3.151.013

1.123.655

2.027.357

1.140.716

885.113

-

1.528

-

-

-

-

(2.999.926)

9.306.735

5.998.344

490.943

5.507.401

3.403.736

792.972

71.032

16.669

3.067

1.200.040

19.885

-

3.308.391

894.104

893.560

545

45.500

35.500

10.000

848.604

848.608

2.281.448

1.970.070

75.035

1.895.035

589.482

388.870

770.550

2.407

142.719

1.000

7

-

311.378

285.739

282.889

2.850

75.000

75.000

-

210.739

210.739

11.739.269

11.119.427

1.689.633

9.429.793

5.133.934

2.066.954

841.582

20.605

145.787

1.201.040

19.891

-

619.843

1.179.843

1.176.448

3.395

120.500

110.500

10.000

1.059.343

1.059.347

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Perkembangan Inflasi03Inasi pada triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit

meningkat dibanding inasi tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deasi pada bulan

Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya inasi di bulan September 2017

seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan tahun

baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa

nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga

menjadi pendorong utama inasi di NTT.

Berdasarkan disagregasi inasi, Inasi masih disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada

komoditas administered prices seiring dengan adanya kenaikan tarif angkutan udara selama libur

hari raya Idul Adha dan tahun baru hijriah beserta festival seni siswa nasional yang diselenggarakan

di Kota Kupang.

Secara spasial, inasi di Kota Kupang masih cenderung lebih rendah dibanding nasional,

sedangkan inasi Kota Maumere cenderung lebih tinggi. Relatif rendahnya inasi di Kota Kupang

terutama disebabkan oleh terjaganya harga komoditas bahan makanan, berbeda dengan Kota

Maumere yang relatif lebih tinggi.

Inasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan kurang dari 3% seiring dengan relatif terjaganya harga

semua komoditas. Kenaikan harga yang cukup tinggi diperkirakan terjadi pada harga bahan

makanan, namun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya seiring dengan adanya persiapan

pasokan yang lebih siap.

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

309.480

9.316.225

3.617.941

5.698.285

2.679.840

2.997.608

-

20.837

-

-

-

-

(9.006.746)

20.452.365

21.428.151

4.797.674

16.630.477

8.621.451

4.053.221

223.974

78.572

20.103

3.569.084

64.071

-

(975.786)

1.074.746

1.061.452

13.294

99.050

69.050

30.000

975.696

(91)

4.722.737

4.663.191

562.136

4.080.399

1.368.796

922.141

1.348.420

23.151

406.968

3.423

7.500

20.655

59.546

122.954

115.383

7.570

182.500

82.500

100.000

(59.546)

-

25.484.581

35.407.567

8.977.751

26.409.161

12.670.086

7.972.970

1.572.394

122.560

427.071

3.572.507

71.571

20.655

(9.922.986)

1.197.700

1.176.835

20.864

281.550

151.550

130.000

916.150

(91)

151.086

3.151.013

1.123.655

2.027.357

1.140.716

885.113

-

1.528

-

-

-

-

(2.999.926)

9.306.735

5.998.344

490.943

5.507.401

3.403.736

792.972

71.032

16.669

3.067

1.200.040

19.885

-

3.308.391

894.104

893.560

545

45.500

35.500

10.000

848.604

848.608

2.281.448

1.970.070

75.035

1.895.035

589.482

388.870

770.550

2.407

142.719

1.000

7

-

311.378

285.739

282.889

2.850

75.000

75.000

-

210.739

210.739

11.739.269

11.119.427

1.689.633

9.429.793

5.133.934

2.066.954

841.582

20.605

145.787

1.201.040

19.891

-

619.843

1.179.843

1.176.448

3.395

120.500

110.500

10.000

1.059.343

1.059.347

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Angkutan Udara

Sawi Putih

Bawang Putih

Wortel

Cabai Merah

Kangkung

Bawang Merah

Kubis

Sawi Hijau

Teri

(16,48)

(18,39)

(15,34)

(27,83)

(16,72)

(3,47)

(4,80)

(20,71)

(12,52)

(9,67)

Komoditas Inflasi (%)

(0,61)

(0,12)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,01)

(0,01)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JULI

Angkutan Udara

Sawi Putih

Ekor Kuning

Bawang Merah

Tomat Sayur

Terong Panjang

Kentang

Cabai Rawit

Bayam

Kangkung

(11,97)

(23,87)

(34,82)

(19,72)

(26,44)

(37,82)

(13,97)

(11,27)

(10,71)

(3,77)

Komoditas Inflasi (%)

(0,37)

(0,13)

(0,08)

(0,07)

(0,07)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

Andil (%)

AGUSTUS

Daging Ayam Ras

Kangkung

Cabai Rawit

Pucuk Labu

Bawang Merah

Tomat Sayur

Cabai Merah

Merah

Bawang Putih

Gula Pasir

(21,20)

(10,37)

(24,10)

(41,16)

(11,95)

(16,85)

(15,94)

(22,48)

(7,78)

(2,77)

Komoditas Inflasi (%)

(0,27)

(0,08)

(0,06)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

SEPTEMBER

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Kangkung

Kembung

Cabai Rawit

Cabai Merah

Ekor Kuning

Bayam

Daun Singkong

Bawang Merah

(11,37)

(10,86)

(13,90)

(7,18)

(28,19)

(33,56)

(23,36)

(10,02)

(13,81)

(6,30)

Komoditas Inflasi (%)

(0,33)

(0,11)

(0,09)

(0,08)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)

OKTOBER

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Tongkol

Kakap Merah

Ekor Kuning

Bunga Pepaya

Nasi dengan Lauk

Kue Kering

Terong Panjang

74,16

11,26

30,25

15,38

24,11

28,11

64,74

1,72

8,52

26,70

Komoditas Inflasi (%)

0,12

0,12

0,09

0,08

0,06

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JULI

Kembung

Daging Ayam Ras

Sekolah Dasar

Daun Singkong

Merah

Besi Beton

Seng

Cabai Merah

Pucuk Labu

Daging Ayam Kampung

19,43

7,86

7,38

34,42

55,04

4,79

2,19

12,40

15,33

13,51

Komoditas Inflasi (%)

0,17

0,09

0,07

0,04

0,04

0,04

0,02

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

AGUSTUS

Angkutan Udara

Perguruan Tinggi

Kembung

Tongkol

Kontrak Rumah

Besi Beton

Seng

Batu

Bunga Pepaya

Daun Seledri

8,49

9,18

10,97

11,04

2,19

5,59

4,13

7,70

16,73

43,65

Komoditas Inflasi (%)

0,23

0,23

0,11

0,06

0,05

0,05

0,04

0,03

0,02

0,02

Andil (%)

SEPTEMBER

Kontrak Rumah

Semen

Sawi Putih

Jeruk Nipis

Daging Ayam Kampung

Seng

Wortel

Semangka

Bunga Pepaya

Layang

2,20

1,86

8,89

64,41

17,87

1,98

22,97

18,17

13,73

12,56

Komoditas Inflasi (%)

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

0,02

0,02

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

OKTOBER

Pada bulan September 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 0,37% (mtm) terutama disebabkan oleh adanya

kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur panjang hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah, maupun

even festival nasional di Kupang. Biaya pendidikan tingkat perguruan tinggi juga mengalami kenaikan cukup besar di Kota

Kupang, serta tingginya gelombang laut membuat hasil tangkapan ikan mengalami penurunan. Namun demikian, secara

umum, komoditas bahan makanan masih mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kenaikan pasokan karena

perbaikan cuaca dan menurunnya permintaan.

Provinsi NTT pada bulan Oktober 2017 kembali mengalami deflasi hingga -0,49% (mtm) terutama disebabkan oleh

kembali menurunnya tarif angkutan udara, banyaknya pasokan komoditas hortikultura maupun juga penurunan

permintaan. Tidak adanya even mayor membuat permintaan kembali normal dan tarif angkutan udara kembali

mengalami penurunan. Pelambatan permintaan juga membuat harga daging ayam segar mengalami penurunan. Kondisi

37- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.1. KONDISI UMUM

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih tinggi

dibanding inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07 (yoy) maupun triwulan sebelumnya yang hanya

sebesar 2,45% (yoy). Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional

yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy) maupun rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi

bahan makanan masih menunjukkan tren menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

INFLASI TAHUNAN (%)

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

IV2015

I II III IV2016

I II III IV I2017

II III

3,72 3,58

3,46 2,77

0,01

1,01

2,01

3,01

4,01

5,01

6,01

7,01

8,01

9,01

10

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

TARIP LISTRIK

CABAI RAWIT

KEMBUNG

PERGURUAN TINGGI

ANGKUTAN UDARA

B. PERPANJANGAN STNK

TONGKOL

BESI BETON

ROKOK KRETEK FILTER

SENG

17,92

144,44

31,08

9,18

7,78

102,93

32,26

18,15

7,57

14,46

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0,56

0,37

0,32

0,23

0,21

0,20

0,18

0,16

0,15

0,14

SUM YOY

KANGKUNG

BAWANG MERAH

GULA PASIR

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

TOMAT SAYUR

CABAI MERAH

LENGKUAS

SEMEN

DAGING AYAM KAMPUNG

(16,38)

(30,11)

(10,29)

(17,69)

(4,62)

(24,56)

(27,40)

(25,00)

(1,54)

(23,79)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0,12)

(0,09)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

terdampak anomali cuaca La Nina di akhir tahun 2016

membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia.

Hal ini berdampak pada penurunan signifikan pada harga

komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-

sayuran dan bumbu-bumbuan. Kenaikan cukup tinggi

terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan

oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun kenaikan tarif

angkutan udara karena adanya hari raya dan even nasional.

3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan

Dibanding triwulan sebelumnya, provinsi NTT di triwulan III 2017 mengalami deflasi sebesar -0,31% (qtq)

terutama disebabkan oleh besarnya penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Deflasi tersebut

terutama disebabkan oleh adanya deflasi pada bulan Juli dan Agustus sebelum kembali mengalami inflasi di bulan

September 2017.

Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik

di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan harga rokok dan seng. Kenaikan inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh adanya angin timur yang

menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, sementara inflasi empat komoditas utama di Provinsi NTT disebabkan oleh

ketetapan pemerintah, selain juga meningkatnya permintaan, gangguan pasokan dan meningkatnya ongkos produksi.

Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur serta komoditas bumbu-bumbuan

(bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di tahun 2017. Kondisi cuaca yang

bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan. Selain itu, adanya penurunan permintaan terutama pada

komoditas daging ayam ras dan ayam kampung juga menyebabkan penurunan harga.

NTT pada bulan Juli 2017 mengalami deflasi -0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara

paska Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, inflasi terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan terutama disebabkan

oleh naiknya harga ikan segar dikarenakan adanya angin timur. Harga cabai rawit dan bunga pepaya mengalami kenaikan

signifikan dikarenakan oleh langkanya pasokan di pasar.

Pada bulan Agustus, NTT masih mengalami deflasi -0,52% (mtm) terutama disebabkan oleh masih turunnya tarif

angkutan udara maupun meningkatnya pasokan hortikultura, yang berdampak pada turunnya harga sayur-sayuran dan

bumbu-bumbuan. Gangguan angin timur masih berdampak pada meningkatnya rata-rata harga ikan segar walaupun

tidak sebesar bulan sebelumnya. Adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di Kota Kupang juga menyumbang

kenaikan inflasi di kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga.

36 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Angkutan Udara

Sawi Putih

Bawang Putih

Wortel

Cabai Merah

Kangkung

Bawang Merah

Kubis

Sawi Hijau

Teri

(16,48)

(18,39)

(15,34)

(27,83)

(16,72)

(3,47)

(4,80)

(20,71)

(12,52)

(9,67)

Komoditas Inflasi (%)

(0,61)

(0,12)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,01)

(0,01)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JULI

Angkutan Udara

Sawi Putih

Ekor Kuning

Bawang Merah

Tomat Sayur

Terong Panjang

Kentang

Cabai Rawit

Bayam

Kangkung

(11,97)

(23,87)

(34,82)

(19,72)

(26,44)

(37,82)

(13,97)

(11,27)

(10,71)

(3,77)

Komoditas Inflasi (%)

(0,37)

(0,13)

(0,08)

(0,07)

(0,07)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

Andil (%)

AGUSTUS

Daging Ayam Ras

Kangkung

Cabai Rawit

Pucuk Labu

Bawang Merah

Tomat Sayur

Cabai Merah

Merah

Bawang Putih

Gula Pasir

(21,20)

(10,37)

(24,10)

(41,16)

(11,95)

(16,85)

(15,94)

(22,48)

(7,78)

(2,77)

Komoditas Inflasi (%)

(0,27)

(0,08)

(0,06)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

SEPTEMBER

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Kangkung

Kembung

Cabai Rawit

Cabai Merah

Ekor Kuning

Bayam

Daun Singkong

Bawang Merah

(11,37)

(10,86)

(13,90)

(7,18)

(28,19)

(33,56)

(23,36)

(10,02)

(13,81)

(6,30)

Komoditas Inflasi (%)

(0,33)

(0,11)

(0,09)

(0,08)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)

OKTOBER

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Tongkol

Kakap Merah

Ekor Kuning

Bunga Pepaya

Nasi dengan Lauk

Kue Kering

Terong Panjang

74,16

11,26

30,25

15,38

24,11

28,11

64,74

1,72

8,52

26,70

Komoditas Inflasi (%)

0,12

0,12

0,09

0,08

0,06

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JULI

Kembung

Daging Ayam Ras

Sekolah Dasar

Daun Singkong

Merah

Besi Beton

Seng

Cabai Merah

Pucuk Labu

Daging Ayam Kampung

19,43

7,86

7,38

34,42

55,04

4,79

2,19

12,40

15,33

13,51

Komoditas Inflasi (%)

0,17

0,09

0,07

0,04

0,04

0,04

0,02

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

AGUSTUS

Angkutan Udara

Perguruan Tinggi

Kembung

Tongkol

Kontrak Rumah

Besi Beton

Seng

Batu

Bunga Pepaya

Daun Seledri

8,49

9,18

10,97

11,04

2,19

5,59

4,13

7,70

16,73

43,65

Komoditas Inflasi (%)

0,23

0,23

0,11

0,06

0,05

0,05

0,04

0,03

0,02

0,02

Andil (%)

SEPTEMBER

Kontrak Rumah

Semen

Sawi Putih

Jeruk Nipis

Daging Ayam Kampung

Seng

Wortel

Semangka

Bunga Pepaya

Layang

2,20

1,86

8,89

64,41

17,87

1,98

22,97

18,17

13,73

12,56

Komoditas Inflasi (%)

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

0,02

0,02

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

OKTOBER

Pada bulan September 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 0,37% (mtm) terutama disebabkan oleh adanya

kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur panjang hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah, maupun

even festival nasional di Kupang. Biaya pendidikan tingkat perguruan tinggi juga mengalami kenaikan cukup besar di Kota

Kupang, serta tingginya gelombang laut membuat hasil tangkapan ikan mengalami penurunan. Namun demikian, secara

umum, komoditas bahan makanan masih mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kenaikan pasokan karena

perbaikan cuaca dan menurunnya permintaan.

Provinsi NTT pada bulan Oktober 2017 kembali mengalami deflasi hingga -0,49% (mtm) terutama disebabkan oleh

kembali menurunnya tarif angkutan udara, banyaknya pasokan komoditas hortikultura maupun juga penurunan

permintaan. Tidak adanya even mayor membuat permintaan kembali normal dan tarif angkutan udara kembali

mengalami penurunan. Pelambatan permintaan juga membuat harga daging ayam segar mengalami penurunan. Kondisi

37- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.1. KONDISI UMUM

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih tinggi

dibanding inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07 (yoy) maupun triwulan sebelumnya yang hanya

sebesar 2,45% (yoy). Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional

yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy) maupun rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi

bahan makanan masih menunjukkan tren menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

INFLASI TAHUNAN (%)

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

IV2015

I II III IV2016

I II III IV I2017

II III

3,72 3,58

3,46 2,77

0,01

1,01

2,01

3,01

4,01

5,01

6,01

7,01

8,01

9,01

10

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

TARIP LISTRIK

CABAI RAWIT

KEMBUNG

PERGURUAN TINGGI

ANGKUTAN UDARA

B. PERPANJANGAN STNK

TONGKOL

BESI BETON

ROKOK KRETEK FILTER

SENG

17,92

144,44

31,08

9,18

7,78

102,93

32,26

18,15

7,57

14,46

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0,56

0,37

0,32

0,23

0,21

0,20

0,18

0,16

0,15

0,14

SUM YOY

KANGKUNG

BAWANG MERAH

GULA PASIR

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

TOMAT SAYUR

CABAI MERAH

LENGKUAS

SEMEN

DAGING AYAM KAMPUNG

(16,38)

(30,11)

(10,29)

(17,69)

(4,62)

(24,56)

(27,40)

(25,00)

(1,54)

(23,79)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0,12)

(0,09)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

terdampak anomali cuaca La Nina di akhir tahun 2016

membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia.

Hal ini berdampak pada penurunan signifikan pada harga

komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-

sayuran dan bumbu-bumbuan. Kenaikan cukup tinggi

terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan

oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun kenaikan tarif

angkutan udara karena adanya hari raya dan even nasional.

3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan

Dibanding triwulan sebelumnya, provinsi NTT di triwulan III 2017 mengalami deflasi sebesar -0,31% (qtq)

terutama disebabkan oleh besarnya penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Deflasi tersebut

terutama disebabkan oleh adanya deflasi pada bulan Juli dan Agustus sebelum kembali mengalami inflasi di bulan

September 2017.

Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik

di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan harga rokok dan seng. Kenaikan inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh adanya angin timur yang

menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, sementara inflasi empat komoditas utama di Provinsi NTT disebabkan oleh

ketetapan pemerintah, selain juga meningkatnya permintaan, gangguan pasokan dan meningkatnya ongkos produksi.

Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur serta komoditas bumbu-bumbuan

(bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di tahun 2017. Kondisi cuaca yang

bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan. Selain itu, adanya penurunan permintaan terutama pada

komoditas daging ayam ras dan ayam kampung juga menyebabkan penurunan harga.

NTT pada bulan Juli 2017 mengalami deflasi -0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara

paska Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, inflasi terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan terutama disebabkan

oleh naiknya harga ikan segar dikarenakan adanya angin timur. Harga cabai rawit dan bunga pepaya mengalami kenaikan

signifikan dikarenakan oleh langkanya pasokan di pasar.

Pada bulan Agustus, NTT masih mengalami deflasi -0,52% (mtm) terutama disebabkan oleh masih turunnya tarif

angkutan udara maupun meningkatnya pasokan hortikultura, yang berdampak pada turunnya harga sayur-sayuran dan

bumbu-bumbuan. Gangguan angin timur masih berdampak pada meningkatnya rata-rata harga ikan segar walaupun

tidak sebesar bulan sebelumnya. Adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di Kota Kupang juga menyumbang

kenaikan inflasi di kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga.

36 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5.

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.4.

YOY QTQ MTM

YOY

QTQ

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

0,91

(4,04)

(1,48)

-20-10

010203040

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10

Berdasarkan rincian komoditas, kenaikan inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan segar di

triwulan III 2017 yang mencapai sebesar 26,64% (yoy). Di sisi lain, inflasi komoditas lainnya relatif rendah. Adapun tiga sub

kelompok komoditas mengalami deflasi yaitu komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi, umbi-umbian dan

hasil-hasilnya.

Tingginya inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan kembung, tongkol, dan hampir semua jenis

ikan. Adanya gelombang yang tinggi akibat dari musim angin timur berdampak pada terbatasnya pasokan ikan di pasar.

Adapun deflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, sawi putih, tomat sayur, bawang merah, cabai

merah dan lengkuas lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan seiring dengan adanya panen komoditas

(bawang merah, cabai merah).

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Kelompok Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2017 masih mengalami

inflasi sebesar 3,21% (yoy) walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya yang mencapai 6,30% (yoy). Adanya

kenaikan tarif angkutan udara di bulan September seiring dengan adanya libur panjang hari raya dan even nasional

menjadi penahan tren deflasi yang terjadi. Adapun kenaikan tarif perpanjangan STNK di awal tahun tetap menjadi

pendorong utama inflasi kelompok komoditas ini hingga triwulan III 2017. Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGSINFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

1,4

0,8

(0,0)

0,2

0,1

(0,1)

(3,2)

(0,5)

(1,3)

(0,1)

0,2

0,2

0,1

1,1

(2,0)

SEP 0,4

(1,4)

(0,1)

0,7

0,4

0,2

3,1

1,3

(0,5)

(1,5)

0,1

0,5

0,5

0,5

0,0

(1,8)

OKT

YOY

III 3,46

3,17

3,00

3,89

3,45

1,53

5,27

3,21

2,77

0,91

2,81

4,14

3,85

1,83

5,18

2,03

OKT

YTD

III OKT 0,53

(5,88)

2,16

3,30

2,71

1,02

4,42

2,05

0,04

(7,27)

2,24

3,79

3,24

1,49

4,43

0,25

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA3,96

3,60 2,99

3,78 3,63

(0,04) (0,18) (0,00) 0,21 0,73

(1,0)

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

BALITAHUNAN

NTB NTT BALITRIWULANAN

NTB NTT (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

2,62

3,47 3,47

(0,00) 0,19

(0,30)

Secara triwulanan, tiga kawasan tercatat mengalami deflasi yaitu kawasan Kalimantan, Sulampua dan Balinusra. Di

kawasan Balinusra, Provinsi NTT mengalami deflasi triwulanan sebesar -0,30% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi

Bali (0,00%-qtq) dan inflasi di NTB (0,19%-qtq).

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Secara umum, nilai inflasi lima kelompok komoditas berada pada kisaran 3% (yoy), dengan capaian inflasi

tertinggi pada komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga, sedangkan capaian terendah pada komoditas

kesehatan. Tingginya inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga lebih disebabkan oleh

meningkatnya biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi terlebih di Kota Kupang. Adapun rendahnya inflasi

kesehatan lebih disebabkan oleh semakin banyaknya rumah tangga yang menjadi peserta BPJS kesehatan, sehingga biaya

kesehatan menjadi lebih pasti dan dalam kendali pemerintah.

cuaca yang membaik juga membuat harga ikan segar mengalami penurunan, demikian pula dengan harga komoditas

sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang menurun karena banyaknya pasokan di pasar. Adapun lima kelompok

komoditas lainnya mengalami inflasi namun relatif terkontrol.

Walaupun mengalami kenaikan, namun inflasi NTT masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 3,46% (yoy), dan

menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah ke sembilan di Indonesia. Posisi inflasi hingga triwulan III mencapai

0,54% (ytd) terendah ketiga setelah Provinsi Papua (0,10%–ytd) dan Jambi (0,54%-ytd).

Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra mencapai nilai terendah sebesar 2,99% (yoy) dibanding kawasan lain.

Rendahnya inflasi Balinusra terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi bali seiring dengan turunnya harga bahan

makanan, maupun rendahnya inflasi bahan makanan dan transportasi di NTT dan NTB.

39- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.2.1 Bahan Makanan

Setelah mengalami deflasi -3,00% (yoy) pada triwulan II 2017, kelompok komoditas bahan makanan berbalik

mengalami inflasi 3,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Walaupun secara umum mengalami deflasi, namun

besar penurunan yang terjadi tidak sebesar penurunan harga di tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan terlihat

seakan terjadi kenaikan inflasi. Turunnya harga kelompok komoditas bahan makanan terlihat dari nilai inflasi secara

triwulanan ataupun posisi triwulan berjalan yang menunjukkan deflasi, yang berarti harga komoditas mengalami

penurunan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun dibanding posisi akhir tahun sebelumnya.

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5.

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.4.

YOY QTQ MTM

YOY

QTQ

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

0,91

(4,04)

(1,48)

-20-10

010203040

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10

Berdasarkan rincian komoditas, kenaikan inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan segar di

triwulan III 2017 yang mencapai sebesar 26,64% (yoy). Di sisi lain, inflasi komoditas lainnya relatif rendah. Adapun tiga sub

kelompok komoditas mengalami deflasi yaitu komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi, umbi-umbian dan

hasil-hasilnya.

Tingginya inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan kembung, tongkol, dan hampir semua jenis

ikan. Adanya gelombang yang tinggi akibat dari musim angin timur berdampak pada terbatasnya pasokan ikan di pasar.

Adapun deflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, sawi putih, tomat sayur, bawang merah, cabai

merah dan lengkuas lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan seiring dengan adanya panen komoditas

(bawang merah, cabai merah).

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Kelompok Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2017 masih mengalami

inflasi sebesar 3,21% (yoy) walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya yang mencapai 6,30% (yoy). Adanya

kenaikan tarif angkutan udara di bulan September seiring dengan adanya libur panjang hari raya dan even nasional

menjadi penahan tren deflasi yang terjadi. Adapun kenaikan tarif perpanjangan STNK di awal tahun tetap menjadi

pendorong utama inflasi kelompok komoditas ini hingga triwulan III 2017. Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGSINFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

1,4

0,8

(0,0)

0,2

0,1

(0,1)

(3,2)

(0,5)

(1,3)

(0,1)

0,2

0,2

0,1

1,1

(2,0)

SEP 0,4

(1,4)

(0,1)

0,7

0,4

0,2

3,1

1,3

(0,5)

(1,5)

0,1

0,5

0,5

0,5

0,0

(1,8)

OKT

YOY

III 3,46

3,17

3,00

3,89

3,45

1,53

5,27

3,21

2,77

0,91

2,81

4,14

3,85

1,83

5,18

2,03

OKT

YTD

III OKT 0,53

(5,88)

2,16

3,30

2,71

1,02

4,42

2,05

0,04

(7,27)

2,24

3,79

3,24

1,49

4,43

0,25

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

3,96 3,60

2,99 3,78 3,63

(0,04) (0,18) (0,00) 0,21 0,73

(1,0)

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

BALITAHUNAN

NTB NTT BALITRIWULANAN

NTB NTT (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

2,62

3,47 3,47

(0,00) 0,19

(0,30)

Secara triwulanan, tiga kawasan tercatat mengalami deflasi yaitu kawasan Kalimantan, Sulampua dan Balinusra. Di

kawasan Balinusra, Provinsi NTT mengalami deflasi triwulanan sebesar -0,30% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi

Bali (0,00%-qtq) dan inflasi di NTB (0,19%-qtq).

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Secara umum, nilai inflasi lima kelompok komoditas berada pada kisaran 3% (yoy), dengan capaian inflasi

tertinggi pada komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga, sedangkan capaian terendah pada komoditas

kesehatan. Tingginya inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga lebih disebabkan oleh

meningkatnya biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi terlebih di Kota Kupang. Adapun rendahnya inflasi

kesehatan lebih disebabkan oleh semakin banyaknya rumah tangga yang menjadi peserta BPJS kesehatan, sehingga biaya

kesehatan menjadi lebih pasti dan dalam kendali pemerintah.

cuaca yang membaik juga membuat harga ikan segar mengalami penurunan, demikian pula dengan harga komoditas

sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang menurun karena banyaknya pasokan di pasar. Adapun lima kelompok

komoditas lainnya mengalami inflasi namun relatif terkontrol.

Walaupun mengalami kenaikan, namun inflasi NTT masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 3,46% (yoy), dan

menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah ke sembilan di Indonesia. Posisi inflasi hingga triwulan III mencapai

0,54% (ytd) terendah ketiga setelah Provinsi Papua (0,10%–ytd) dan Jambi (0,54%-ytd).

Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra mencapai nilai terendah sebesar 2,99% (yoy) dibanding kawasan lain.

Rendahnya inflasi Balinusra terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi bali seiring dengan turunnya harga bahan

makanan, maupun rendahnya inflasi bahan makanan dan transportasi di NTT dan NTB.

39- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.2.1 Bahan Makanan

Setelah mengalami deflasi -3,00% (yoy) pada triwulan II 2017, kelompok komoditas bahan makanan berbalik

mengalami inflasi 3,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Walaupun secara umum mengalami deflasi, namun

besar penurunan yang terjadi tidak sebesar penurunan harga di tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan terlihat

seakan terjadi kenaikan inflasi. Turunnya harga kelompok komoditas bahan makanan terlihat dari nilai inflasi secara

triwulanan ataupun posisi triwulan berjalan yang menunjukkan deflasi, yang berarti harga komoditas mengalami

penurunan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun dibanding posisi akhir tahun sebelumnya.

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

41- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

YOY QTQ MTM

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

4,14

1,41 0,48

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah

YOY

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10

(4,00)

1,00

6,00

11,00

16,00

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

YOY

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

YOY QTQ MTM

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

2,81

0,08 (0,10)

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4

20175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

-5

0

5

10

15

20

25

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau terus menunjukkan adanya tren melambat

seiring dengan adanya pelambatan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol, serta penurunan

harga minuman yang tidak beralkohol. Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada

triwulan III 2017 sebesar 3,00% (yoy), terus menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy).

Perlambatan terutama didorong oleh perlambatan kenaikan harga komoditas tembakau dengan nilai inflasi hanya sebesar

6,68% (yoy), serta penurunan harga gula pasir yang berdampak pada deflasi pada sub kelompok komoditas minuman

yang tidak beralkohol.

3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Inflasi pada kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di triwulan III 2017 lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan bangunan yang berdampak pada peningkatan inflasi biaya

tempat tinggal. Selain itu, kenaikan tarif listrik rumah tangga daya 900 watt masih tetap menjadi penyumbang

utama inflasi kelompok ini di tahun 2017, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan. Kelompok

komoditas perumahan, air, listrik dan bahan bakar saat ini menjadi penyumbang inflasi tahunan utama dengan nilai inflasi

sebesar 3,89% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 3,78% (yoy). Adapun tarif listrik masih

menjadi penyumbang kenaikan utama, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Di sisi lain,

adanya cuaca yang mendukung membuat permintaan bahan bangunan mengalami kenaikan untuk perbaikan rumah,

dan berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan. Harga perlengkapan rumah tangga seperti ember, gelas minum,

kasur, mesin cuci, panci dll juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan bahan baku.

SUM_CORE INF VF INF APSUM_VFSUM_AP INF CORE INFLASI (YOY)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

(5)

(0)

5

10

15

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

3.2.5 Komoditas Lainnya

Kenaikan inflasi yang cukup besar di triwulan III 2017 terjadi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi

dan olah raga seiring dengan meningkatnya biaya sekolah dasar maupun perguruan tinggi di Kota Kupang.

Adapun inflasi komoditas lainnya masih relatif stabil. Adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya

pendidikan tinggi terutama di bulan September 2017 maupun meningkatnya biaya pendidikan sekolah dasar di bulan

Agustus 2017. Kenaikan kedua komoditas tersebut, membuat inflasi sub kelompok komoditas pendidikan meningkat dari

3,59% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 6,31% (yoy) di triwulan III 2017. Total inflasi kelompok komoditas pendidikan

menjadi sebesar 5,27% (yoy), tertinggi dibanding inflasi pada komoditas lainnya.

Inflasi pada Kelompok komoditas sandang menunjukkan adanya sedikit peningkatan terutama disebabkan oleh inflasi

pada sub kelompok komoditas sandang laki-laki sebesar 8,84% (yoy). Adapun harga sub kelompok komoditas sandang

wanita dan anak-anak justru mengalami penurunan.

Inflasi pada sub kelompok komoditas kesehatan juga masih menunjukkan arah yang stabil seiring dengan lancarnya

program bpjs kesehatan. Biaya jasa kesehatan dan obat-obatan relatif stabil, sedangkan inflasi agak tinggi hanya pada sub

kelompok komoditas jasa perawatan jasmani yang disebabkan oleh kenaikan biaya potong rambut pada anak hingga

11,21% (yoy).

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, inflasi di Provinsi masih

menunjukkan adanya peningkatan terutama

disebabkan oleh peningkatan inflasi administered

prices. Adanya libur panjang di bulan September telah

meningkatkan tarif angkutan udara selain adanya

kenaikan tarif listrik dan pengurusan STNK di triwulan

sebelumnya. Inflasi volatile food juga menunjukkan

adanya kenaikan yang lebih disebabkan oleh faktor base

effect, sehingga walaupun sudah terjadi penurunan

secara triwulanan, inflasi tahunan terkesan mengalami

kenaikan secara tahunan. Inflasi inti juga menunjukkan

adanya peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan

harga pendidikan dan bahan bangunan.

40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

2,03 (1,77)(2,46)

(7,00)

(2,00)

3,00

8,00

13,00

18,00

-10

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4

20175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

41- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

YOY QTQ MTM

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

4,14

1,41 0,48

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah

YOY

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10

(4,00)

1,00

6,00

11,00

16,00

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

YOY

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

YOY QTQ MTM

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

2,81

0,08 (0,10)

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4

20175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

-5

0

5

10

15

20

25

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau terus menunjukkan adanya tren melambat

seiring dengan adanya pelambatan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol, serta penurunan

harga minuman yang tidak beralkohol. Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada

triwulan III 2017 sebesar 3,00% (yoy), terus menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy).

Perlambatan terutama didorong oleh perlambatan kenaikan harga komoditas tembakau dengan nilai inflasi hanya sebesar

6,68% (yoy), serta penurunan harga gula pasir yang berdampak pada deflasi pada sub kelompok komoditas minuman

yang tidak beralkohol.

3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Inflasi pada kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di triwulan III 2017 lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan bangunan yang berdampak pada peningkatan inflasi biaya

tempat tinggal. Selain itu, kenaikan tarif listrik rumah tangga daya 900 watt masih tetap menjadi penyumbang

utama inflasi kelompok ini di tahun 2017, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan. Kelompok

komoditas perumahan, air, listrik dan bahan bakar saat ini menjadi penyumbang inflasi tahunan utama dengan nilai inflasi

sebesar 3,89% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 3,78% (yoy). Adapun tarif listrik masih

menjadi penyumbang kenaikan utama, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Di sisi lain,

adanya cuaca yang mendukung membuat permintaan bahan bangunan mengalami kenaikan untuk perbaikan rumah,

dan berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan. Harga perlengkapan rumah tangga seperti ember, gelas minum,

kasur, mesin cuci, panci dll juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan bahan baku.

SUM_CORE INF VF INF APSUM_VFSUM_AP INF CORE INFLASI (YOY)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

(5)

(0)

5

10

15

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

3.2.5 Komoditas Lainnya

Kenaikan inflasi yang cukup besar di triwulan III 2017 terjadi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi

dan olah raga seiring dengan meningkatnya biaya sekolah dasar maupun perguruan tinggi di Kota Kupang.

Adapun inflasi komoditas lainnya masih relatif stabil. Adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya

pendidikan tinggi terutama di bulan September 2017 maupun meningkatnya biaya pendidikan sekolah dasar di bulan

Agustus 2017. Kenaikan kedua komoditas tersebut, membuat inflasi sub kelompok komoditas pendidikan meningkat dari

3,59% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 6,31% (yoy) di triwulan III 2017. Total inflasi kelompok komoditas pendidikan

menjadi sebesar 5,27% (yoy), tertinggi dibanding inflasi pada komoditas lainnya.

Inflasi pada Kelompok komoditas sandang menunjukkan adanya sedikit peningkatan terutama disebabkan oleh inflasi

pada sub kelompok komoditas sandang laki-laki sebesar 8,84% (yoy). Adapun harga sub kelompok komoditas sandang

wanita dan anak-anak justru mengalami penurunan.

Inflasi pada sub kelompok komoditas kesehatan juga masih menunjukkan arah yang stabil seiring dengan lancarnya

program bpjs kesehatan. Biaya jasa kesehatan dan obat-obatan relatif stabil, sedangkan inflasi agak tinggi hanya pada sub

kelompok komoditas jasa perawatan jasmani yang disebabkan oleh kenaikan biaya potong rambut pada anak hingga

11,21% (yoy).

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, inflasi di Provinsi masih

menunjukkan adanya peningkatan terutama

disebabkan oleh peningkatan inflasi administered

prices. Adanya libur panjang di bulan September telah

meningkatkan tarif angkutan udara selain adanya

kenaikan tarif listrik dan pengurusan STNK di triwulan

sebelumnya. Inflasi volatile food juga menunjukkan

adanya kenaikan yang lebih disebabkan oleh faktor base

effect, sehingga walaupun sudah terjadi penurunan

secara triwulanan, inflasi tahunan terkesan mengalami

kenaikan secara tahunan. Inflasi inti juga menunjukkan

adanya peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan

harga pendidikan dan bahan bangunan.

40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

2,03 (1,77)(2,46)

(7,00)

(2,00)

3,00

8,00

13,00

18,00

-10

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4

20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4

20175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

43- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGS

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

1,5

0,9

-

0,0

(0,0)

(0,1)

(3,6)

(0,6)

(1,4)

(0,0)

0,2

0,2

0,1

1,2

(2,2)

SEP

0,3

(1,8)

(0,1)

0,8

0,4

0,2

3,6

1,5

(0,5)

(1,5)

0,0

0,6

0,6

0,6

0,0

(1,9)

OKT

YOY

III

3,30

2,70

3,00

3,81

3,01

0,83

6,00

3,23

2,60

0,39

2,86

4,13

3,51

1,22

5,91

1,82

OKT

YTD

III OKT

0,37

(6,52)

2,23

3,28

2,38

0,47

5,01

1,92

(0,13)

(7,92)

2,27

3,85

2,97

1,04

5,02

(0,06)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

YOY

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

(5)

(0)

5

10

15

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

Sumber : Bank Indonesia, diolah

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 12 10 1 2 3 411 12

2017

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

PERGURUAN TINGGI

BESI BETON

SENG

MOBIL

NASI DENGAN LAUK

10,09

18,50

12,65

8,37

4,35

KOMODITAS INFLASI YOY

0,26

0,15

0,12

0,11

0,10

SUM YOY

GULA PASIR

LENGKUAS

SEMEN

TARIP AIR MINUM PIKULAN

SEPATU

(10,28)

(25,00)

(1,62)

(7,95)

(11,58)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,09)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

Inflasi Kota Kupang pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi 3,30% (yoy), dibanding inflasi

triwulan II 2017 yang sebesar 2,18% (yoy). Meskipun demikian, nilai inflasi masih lebih rendah dibanding rata-

rata nilai inflasi tiga tahun terakhir yang mencapai 4,52% (av-yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh

adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di bulan Agustus dan biaya pendidikan perguruan tinggi di bulan

September 2017. Peningkatan juga terjadi pada komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif angkutan

udara di bulan September setelah mengalami penurunan pada dua bulan sebelumnya. Inflasi volatile food juga

menunjukkan adanya peningkatan yang lebih disebabkan oleh rendahnya posisi harga volatile food di tahun sebelumnya,

sehingga dibanding tahun sebelumnya tetap mengalami peningkatan sebesar 3,05% (yoy).

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

Ekspektasi harga pada triwulan IV cenderung

mengalami peningkatan hingga bulan Januari

2018. Inflasi diperkirakan melambat di bulan

Maret 2018 seiring dengan mulai membaiknya

kondisi cuaca di NTT. Ekspektasi harga pada bulan

November mulai menunjukkan ada kenaikan namun

masih relatif kecil. Puncak ekspektasi harga terjadi

pada bulan Januari 2018 seiring dengan buruknya

cuaca yang berada pada puncak musim penghujan di

Provinsi NTT.

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi

TARIP LISTRIK

ANGKUTAN UDARA

ROKOK KRETEK FILTER

B. PERPANJANGAN STNK

ROKOK PUTIH

17,92

7,88

7,57

102,95

7,39

KOMODITAS INFLASI YOY

0,49

0,22

0,14

0,10

0,06

SUM YOY

BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA

BIR

ANGKUTAN LAUT

ANGKUTAN ANTAR KOTA

(0,70)

(4,25)

(0,66)

(0,17)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,01)

(0,01)

(0,00)

(0,00)

SUM YOY

Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi

KEMBUNG

TONGKOL

CABAI RAWIT

DAGING BABI

AYAM HIDUP

34,07

32,41

144,58

15,65

14,70

KOMODITAS INFLASI YOY

0,31

0,16

0,12

0,10

0,10

SUM YOY

KANGKUNG

BAWANG MERAH

SAWI PUTIH

CABAI MERAH

TOMAT SAYUR

(17,03)

(30,17)

(17,69)

(27,43)

(24,61)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,14)

(0,12)

(0,09)

(0,06)

(0,06)

SUM YOY

3.3.2 Kelompok Administered prices

Kenaikan tarif angkutan udara masih menjadi penyumbang utama inflasi administered prices seiring dengan

adanya peningkatan permintaan angkutan udara selama hari raya Idul Adha, tahun baru islam maupun

festival seni siswa nasional yang diadakan di Kota Kupang. Secara tahunan, penyumbang kenaikan inflasi masih

disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, cukai rokok dan perpanjangan biaya perpanjangan STNK. Adapun tarif angkutan

udara menjadi komoditas administered prices dengan volatilitas tertinggi di NTT. Terbatasnya kapasitas angkutan udara

yang kurang dari 3.000 seat per hari membuat harga akan mengalami kenaikan dan penurunan secara cepat mengikuti

ketersediaan kursi yang ada. Walaupun demikian, kondisi saat ini sudah relatif membaik yang terlihat dari tren tarif

angkutan udara yang cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan penambahan

kapasitas sudah dilakukan walaupun tidak bisa memenuhi setiap terjadi lonjakan permintaan selama even khusus yang

ada. Adapun penurunan inflasi juga terjadi pada 4 komoditas yaitu bahan bakar rumah tangga, angkutan laut dan

angkutan antar kota yang disebabkan oleh penurunan harga energi, sedangkan penurunan inflasi bir lebih disebabkan

oleh semakin ketatnya distribusi, sehingga produsen menurunkan harga untuk tetap mempertahankan penjualan.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Inflasi Kelompok inti mengalami sedikit kenaikan dari 2,20% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,68% (yoy)

pada triwulan III 2017 terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya pendidikan dan bahan bangunan.

Kondisi cuaca yang relatif bersahabat telah meningkatkan permintaan komoditas bahan bangunan terlebih untuk

pemeliharaan rumah. Peningkatan permintaan tersebut berakibat pada kenaikan harga sebagian besar bahan bangunan,

42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.3.1 Kelompok Volatile food

Komoditas volatile food mengalami inflasi 3,50% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar -2,85% (yoy). Inflasi terutama disumbang oleh komoditas ikan segar dan daging seperti ikan kembung, ikan

tongkol, daging babi, ayam hidup serta bumbu-bumbuan yakni cabai rawit. Di sisi lain, deflasi terutama terjadi pada

komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, bawang merah, sawi putih, cabai merah dan tomat

sayur yang mengalami penurunan harga karena adanya panen raya dan peningkatan produksi sehingga cukup menahan

laju inflasi pada triwulan laporan. Kenaikan harga masih terjadi terutama pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh

tingginya gelombang laut, sehingga nelayan yang melaut berkurang. Tingginya harga cabai rawit lebih disebabkan oleh

adanya kelangkaan pasokan, sedangkan kenaikan harga daging babi dan ayam hidup lebih disebabkan oleh pasokan yang

berkurang dan adanya ekspektasi kenaikan harga dari produsen.

walaupun tidak signifikan. Adapun biaya pendidikan terbesar yang mengalami kenaikan adalah biaya perguruan tinggi

yang meningkat hingga 10,09% (yoy), diikuti oleh kenaikan biaya sekolah dasar yang naik 7,60% (yoy). Penurunan harga

gula pasir, lengkuas, dan beberapa komoditas lainnya mampu menahan inflasi yang terjadi.

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

43- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGS

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

1,5

0,9

-

0,0

(0,0)

(0,1)

(3,6)

(0,6)

(1,4)

(0,0)

0,2

0,2

0,1

1,2

(2,2)

SEP

0,3

(1,8)

(0,1)

0,8

0,4

0,2

3,6

1,5

(0,5)

(1,5)

0,0

0,6

0,6

0,6

0,0

(1,9)

OKT

YOY

III

3,30

2,70

3,00

3,81

3,01

0,83

6,00

3,23

2,60

0,39

2,86

4,13

3,51

1,22

5,91

1,82

OKT

YTD

III OKT

0,37

(6,52)

2,23

3,28

2,38

0,47

5,01

1,92

(0,13)

(7,92)

2,27

3,85

2,97

1,04

5,02

(0,06)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

YOY

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

(5)

(0)

5

10

15

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

Sumber : Bank Indonesia, diolah

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 12 10 1 2 3 411 12

2017

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

PERGURUAN TINGGI

BESI BETON

SENG

MOBIL

NASI DENGAN LAUK

10,09

18,50

12,65

8,37

4,35

KOMODITAS INFLASI YOY

0,26

0,15

0,12

0,11

0,10

SUM YOY

GULA PASIR

LENGKUAS

SEMEN

TARIP AIR MINUM PIKULAN

SEPATU

(10,28)

(25,00)

(1,62)

(7,95)

(11,58)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,09)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

Inflasi Kota Kupang pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi 3,30% (yoy), dibanding inflasi

triwulan II 2017 yang sebesar 2,18% (yoy). Meskipun demikian, nilai inflasi masih lebih rendah dibanding rata-

rata nilai inflasi tiga tahun terakhir yang mencapai 4,52% (av-yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh

adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di bulan Agustus dan biaya pendidikan perguruan tinggi di bulan

September 2017. Peningkatan juga terjadi pada komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif angkutan

udara di bulan September setelah mengalami penurunan pada dua bulan sebelumnya. Inflasi volatile food juga

menunjukkan adanya peningkatan yang lebih disebabkan oleh rendahnya posisi harga volatile food di tahun sebelumnya,

sehingga dibanding tahun sebelumnya tetap mengalami peningkatan sebesar 3,05% (yoy).

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

Ekspektasi harga pada triwulan IV cenderung

mengalami peningkatan hingga bulan Januari

2018. Inflasi diperkirakan melambat di bulan

Maret 2018 seiring dengan mulai membaiknya

kondisi cuaca di NTT. Ekspektasi harga pada bulan

November mulai menunjukkan ada kenaikan namun

masih relatif kecil. Puncak ekspektasi harga terjadi

pada bulan Januari 2018 seiring dengan buruknya

cuaca yang berada pada puncak musim penghujan di

Provinsi NTT.

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi

TARIP LISTRIK

ANGKUTAN UDARA

ROKOK KRETEK FILTER

B. PERPANJANGAN STNK

ROKOK PUTIH

17,92

7,88

7,57

102,95

7,39

KOMODITAS INFLASI YOY

0,49

0,22

0,14

0,10

0,06

SUM YOY

BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA

BIR

ANGKUTAN LAUT

ANGKUTAN ANTAR KOTA

(0,70)

(4,25)

(0,66)

(0,17)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,01)

(0,01)

(0,00)

(0,00)

SUM YOY

Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi

KEMBUNG

TONGKOL

CABAI RAWIT

DAGING BABI

AYAM HIDUP

34,07

32,41

144,58

15,65

14,70

KOMODITAS INFLASI YOY

0,31

0,16

0,12

0,10

0,10

SUM YOY

KANGKUNG

BAWANG MERAH

SAWI PUTIH

CABAI MERAH

TOMAT SAYUR

(17,03)

(30,17)

(17,69)

(27,43)

(24,61)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,14)

(0,12)

(0,09)

(0,06)

(0,06)

SUM YOY

3.3.2 Kelompok Administered prices

Kenaikan tarif angkutan udara masih menjadi penyumbang utama inflasi administered prices seiring dengan

adanya peningkatan permintaan angkutan udara selama hari raya Idul Adha, tahun baru islam maupun

festival seni siswa nasional yang diadakan di Kota Kupang. Secara tahunan, penyumbang kenaikan inflasi masih

disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, cukai rokok dan perpanjangan biaya perpanjangan STNK. Adapun tarif angkutan

udara menjadi komoditas administered prices dengan volatilitas tertinggi di NTT. Terbatasnya kapasitas angkutan udara

yang kurang dari 3.000 seat per hari membuat harga akan mengalami kenaikan dan penurunan secara cepat mengikuti

ketersediaan kursi yang ada. Walaupun demikian, kondisi saat ini sudah relatif membaik yang terlihat dari tren tarif

angkutan udara yang cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan penambahan

kapasitas sudah dilakukan walaupun tidak bisa memenuhi setiap terjadi lonjakan permintaan selama even khusus yang

ada. Adapun penurunan inflasi juga terjadi pada 4 komoditas yaitu bahan bakar rumah tangga, angkutan laut dan

angkutan antar kota yang disebabkan oleh penurunan harga energi, sedangkan penurunan inflasi bir lebih disebabkan

oleh semakin ketatnya distribusi, sehingga produsen menurunkan harga untuk tetap mempertahankan penjualan.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Inflasi Kelompok inti mengalami sedikit kenaikan dari 2,20% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,68% (yoy)

pada triwulan III 2017 terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya pendidikan dan bahan bangunan.

Kondisi cuaca yang relatif bersahabat telah meningkatkan permintaan komoditas bahan bangunan terlebih untuk

pemeliharaan rumah. Peningkatan permintaan tersebut berakibat pada kenaikan harga sebagian besar bahan bangunan,

42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

3.3.1 Kelompok Volatile food

Komoditas volatile food mengalami inflasi 3,50% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar -2,85% (yoy). Inflasi terutama disumbang oleh komoditas ikan segar dan daging seperti ikan kembung, ikan

tongkol, daging babi, ayam hidup serta bumbu-bumbuan yakni cabai rawit. Di sisi lain, deflasi terutama terjadi pada

komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, bawang merah, sawi putih, cabai merah dan tomat

sayur yang mengalami penurunan harga karena adanya panen raya dan peningkatan produksi sehingga cukup menahan

laju inflasi pada triwulan laporan. Kenaikan harga masih terjadi terutama pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh

tingginya gelombang laut, sehingga nelayan yang melaut berkurang. Tingginya harga cabai rawit lebih disebabkan oleh

adanya kelangkaan pasokan, sedangkan kenaikan harga daging babi dan ayam hidup lebih disebabkan oleh pasokan yang

berkurang dan adanya ekspektasi kenaikan harga dari produsen.

walaupun tidak signifikan. Adapun biaya pendidikan terbesar yang mengalami kenaikan adalah biaya perguruan tinggi

yang meningkat hingga 10,09% (yoy), diikuti oleh kenaikan biaya sekolah dasar yang naik 7,60% (yoy). Penurunan harga

gula pasir, lengkuas, dan beberapa komoditas lainnya mampu menahan inflasi yang terjadi.

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pada triwulan III 2017, terdapat 6 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang inflasi utama yaitu komoditas

ikan kembung dan tongkol, daging ayam ras, bunga pepaya, besi beton dan seng. Selain itu, terdapat 2

komoditas yang tiga kali menjadi penyumbang deflasi utama yaitu komoditas kangkung dan bawang merah,

serta 7 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama meliputi kentang, sawi putih, tomat

sayur, bawang putih, cabai merah, cabai rawit dan angkutan udara. Kenaikan harga ikan segar terutama

disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk berupa gelombang tinggi, sedangkan kenaikan besi beton dan seng lebih

disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Meningkatnya harga ayam lebih disebabkan oleh normalisasi harga. Adapun

turunnya harga komoditas terutama disebabkan oleh adanya panen raya pada komoditas bawang merah dan cabai

merah, atau peningkatan pasokan seiring adanya peningkatan produksi. Kondisi cuaca darat yang relatif kondusif telah

mendorong petani untuk memproduksi dalam jumlah yang lebih banyak.

Secara bulanan, inflasi pada bulan Oktober 2017 mengalami deflasi cukup besar hingga -0,49% (mtm) dibanding bulan

sebelumnya, yang disebabkan oleh kembali turunnya inflasi kelompok volatile food dan kembali turunnya tarif angkutan

udara. Penurunan kelompok volatile food terutama disebabkan oleh deflasi bumbu-bumbuan seperti bawang merah,

cabai merah seiring dengan banyaknya produksi petani di NTT maupun penurunan harga cabai rawit seiring dengan mulai

pulihnya pasokan cabai rawit di pasar. Harga daging ayam ras dan ikan segar mulai berangsur menurun, demikian juga

dengan harga sayur-sayuran yang masih cenderung mengalami penurunan seiring dengan banyaknya pasokan di pasar.

Secara tahunan, inflasi pada bulan Oktober sebesar 2,77% (yoy), terendah ke-8 secara nasional. Namun demikian,

berdasarkan posisi inflasi hingga bulan Oktober 2017, inflasi NTT hanya sebesar 0,05% (ytd) atau terendah dibanding

provinsi yang lain. Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penyebab utama rendahnya inflasi di NTT hingga bulan

Oktober 2017. Inflasi terbesar terjadi pada komoditas pendidikan seiring dengan meningkatnya biaya pendidikan sekolah

dasar dan perguruan tinggi.

Pada bulan November, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh mulai masuknya musim

penghujan yang berpotensi mengurangi pasokan komoditas di pasar. Inflasi kemungkinan juga terjadi karena adanya

potensi kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami penurunan yang cukup besar di bulan sebelumnya.

Adapun komoditas-komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan karena memiliki harga di bawah rata-rata harga

normal antara lain komoditas beras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, wortel,

kacang panjang, kangkung, bayam dan sawi. Seiring dengan datangnya musim penghujan, komoditas tersebut di atas

berpotensi mengalami kenaikan harga seiring dengan penurunan pasokan karena buruknya cuaca. Hingga minggu ke-2,

perkiraan inflasi masih relatif stabil terutama didorong oleh stabilnya tarif angkutan udara maupun inflasi volatile food

yang masih terjaga. Kenaikan harga hingga minggu ke-2 terjadi pada komoditas beras, daging ayam ras, tomat sayur,

Gambar 3.1. Peta Analisis Curah Hujan Oktober 2017 Gambar 3.2. Peta Analisis Curah Hujan November 2017 Gambar 3.3. Peta Analisis Curah Hujan Desember 2017

Sumber : BMKG Provinsi NTT

45- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGS

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,3

0,5

0,3

(0,2)

1,3

1,3

0,1

(0,0)

0,1

0,1

(0,1)

0,2

0,2

0,1

0,6

-

SEP

0,6

1,7

(0,0)

0,2

0,3

0,2

-

0,1

(0,4)

(1,3)

0,3

(0,0)

0,1

(0,1)

-

(0,4)

OKT

YOY

III

4,57

6,63

3,02

4,38

6,72

6,22

1,08

3,07

3,89

4,74

2,51

4,15

6,36

5,94

1,07

3,58

OKT

YTD

III OKT

1,61

(1,18)

1,74

3,45

5,17

4,61

1,05

3,05

1,21

(2,44)

2,05

3,41

5,22

4,48

1,05

2,64

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

YOY

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere tercatat lebih tinggi mencapai 4,57% (yoy), lebih tinggi dari posisi inflasi triwulan II 2017

yang sebesar 4,34% (yoy) ataupun rata-rata inflasi tiga tahun Maumere yang sebesar 3,76% (av-yoy). Tingginya

inflasi Maumere terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi bahan makanan terutama komoditas ikan segar seiring

dengan kondisi laut yang bergejolak karena musim angin timur. Adapun komoditas bumbu-bumbuan masih mengalami

penurunan sedangkan komoditas sayur-sayuran relatif stabil. Adanya kenaikan inflasi secara tahunan lebih disebabkan

oleh turunnya harga di tahun sebelumnya yang lebih besar dibanding penurunan harga sayur-sayuran di triwulan III 2017.

Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya juga mengalami inflasi hingga 10,27% (yoy) di triwulan III 2017 lebih

disebabkan oleh meningkatnya harga ayam hidup di Maumere. Tingginya inflasi buah-buahan lebih disebabkan oleh

tingginya kenaikan harga semangka, asam dan kelapa muda di Maumere, sedangkan harga buah lainnya cenderung

mengalami penurunan.

Cukup tingginya kenaikan harga komoditas volatile food terlihat dari nilai inflasi volatile food yang sebesar 6,60% (yoy),

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21%. Inflasi komoditas administered price juga masih relatif

tinggi hingga 7,18% (yoy) walaupun cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya. Kelompok inflasi inti masih

relatif stabil dengan pendorong inflasi utama pada kelompok komoditas sandang, dan kesehatan, sedang kelompok

komoditas pendidikan stabil dibanding tahun sebelumnya.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup tinggi seiring dengan adanya

peningkatan permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Adanya rencana pesta tahun baru di Provinsi

NTT berpotensi meningkatkan konsumsi akhir tahun. Berdasarkan perkiraan cuaca BMKG juga terlihat bahwa pada

bulan November, NTT mulai memasuki musim penghujan walaupun dengan curah hujan rendah ke menengah. Pada bulan

Desember 2017, intensitas hujan di Provinsi NTT mulai meningkat yang berpotensi bisa menurunkan produksi hortikultura

dikarenakan banyaknya potensi penyakit selama musim hujan. Namun demikian, inflasi di sepanjang tahun 2017 masih

relatif terjaga dengan nilai inflasi diperkirakan di bawah 3% (yoy), terutama disebabkan oleh pasokan komoditas pangan

yang lebih terjaga.

44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pada triwulan III 2017, terdapat 6 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang inflasi utama yaitu komoditas

ikan kembung dan tongkol, daging ayam ras, bunga pepaya, besi beton dan seng. Selain itu, terdapat 2

komoditas yang tiga kali menjadi penyumbang deflasi utama yaitu komoditas kangkung dan bawang merah,

serta 7 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama meliputi kentang, sawi putih, tomat

sayur, bawang putih, cabai merah, cabai rawit dan angkutan udara. Kenaikan harga ikan segar terutama

disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk berupa gelombang tinggi, sedangkan kenaikan besi beton dan seng lebih

disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Meningkatnya harga ayam lebih disebabkan oleh normalisasi harga. Adapun

turunnya harga komoditas terutama disebabkan oleh adanya panen raya pada komoditas bawang merah dan cabai

merah, atau peningkatan pasokan seiring adanya peningkatan produksi. Kondisi cuaca darat yang relatif kondusif telah

mendorong petani untuk memproduksi dalam jumlah yang lebih banyak.

Secara bulanan, inflasi pada bulan Oktober 2017 mengalami deflasi cukup besar hingga -0,49% (mtm) dibanding bulan

sebelumnya, yang disebabkan oleh kembali turunnya inflasi kelompok volatile food dan kembali turunnya tarif angkutan

udara. Penurunan kelompok volatile food terutama disebabkan oleh deflasi bumbu-bumbuan seperti bawang merah,

cabai merah seiring dengan banyaknya produksi petani di NTT maupun penurunan harga cabai rawit seiring dengan mulai

pulihnya pasokan cabai rawit di pasar. Harga daging ayam ras dan ikan segar mulai berangsur menurun, demikian juga

dengan harga sayur-sayuran yang masih cenderung mengalami penurunan seiring dengan banyaknya pasokan di pasar.

Secara tahunan, inflasi pada bulan Oktober sebesar 2,77% (yoy), terendah ke-8 secara nasional. Namun demikian,

berdasarkan posisi inflasi hingga bulan Oktober 2017, inflasi NTT hanya sebesar 0,05% (ytd) atau terendah dibanding

provinsi yang lain. Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penyebab utama rendahnya inflasi di NTT hingga bulan

Oktober 2017. Inflasi terbesar terjadi pada komoditas pendidikan seiring dengan meningkatnya biaya pendidikan sekolah

dasar dan perguruan tinggi.

Pada bulan November, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh mulai masuknya musim

penghujan yang berpotensi mengurangi pasokan komoditas di pasar. Inflasi kemungkinan juga terjadi karena adanya

potensi kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami penurunan yang cukup besar di bulan sebelumnya.

Adapun komoditas-komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan karena memiliki harga di bawah rata-rata harga

normal antara lain komoditas beras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, wortel,

kacang panjang, kangkung, bayam dan sawi. Seiring dengan datangnya musim penghujan, komoditas tersebut di atas

berpotensi mengalami kenaikan harga seiring dengan penurunan pasokan karena buruknya cuaca. Hingga minggu ke-2,

perkiraan inflasi masih relatif stabil terutama didorong oleh stabilnya tarif angkutan udara maupun inflasi volatile food

yang masih terjaga. Kenaikan harga hingga minggu ke-2 terjadi pada komoditas beras, daging ayam ras, tomat sayur,

Gambar 3.1. Peta Analisis Curah Hujan Oktober 2017 Gambar 3.2. Peta Analisis Curah Hujan November 2017 Gambar 3.3. Peta Analisis Curah Hujan Desember 2017

Sumber : BMKG Provinsi NTT

45- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

JUL AGS

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,3

0,5

0,3

(0,2)

1,3

1,3

0,1

(0,0)

0,1

0,1

(0,1)

0,2

0,2

0,1

0,6

-

SEP

0,6

1,7

(0,0)

0,2

0,3

0,2

-

0,1

(0,4)

(1,3)

0,3

(0,0)

0,1

(0,1)

-

(0,4)

OKT

YOY

III

4,57

6,63

3,02

4,38

6,72

6,22

1,08

3,07

3,89

4,74

2,51

4,15

6,36

5,94

1,07

3,58

OKT

YTD

III OKT

1,61

(1,18)

1,74

3,45

5,17

4,61

1,05

3,05

1,21

(2,44)

2,05

3,41

5,22

4,48

1,05

2,64

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

YOY

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4

20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4

20155 6 7 8 9 10 11 12 10

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere tercatat lebih tinggi mencapai 4,57% (yoy), lebih tinggi dari posisi inflasi triwulan II 2017

yang sebesar 4,34% (yoy) ataupun rata-rata inflasi tiga tahun Maumere yang sebesar 3,76% (av-yoy). Tingginya

inflasi Maumere terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi bahan makanan terutama komoditas ikan segar seiring

dengan kondisi laut yang bergejolak karena musim angin timur. Adapun komoditas bumbu-bumbuan masih mengalami

penurunan sedangkan komoditas sayur-sayuran relatif stabil. Adanya kenaikan inflasi secara tahunan lebih disebabkan

oleh turunnya harga di tahun sebelumnya yang lebih besar dibanding penurunan harga sayur-sayuran di triwulan III 2017.

Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya juga mengalami inflasi hingga 10,27% (yoy) di triwulan III 2017 lebih

disebabkan oleh meningkatnya harga ayam hidup di Maumere. Tingginya inflasi buah-buahan lebih disebabkan oleh

tingginya kenaikan harga semangka, asam dan kelapa muda di Maumere, sedangkan harga buah lainnya cenderung

mengalami penurunan.

Cukup tingginya kenaikan harga komoditas volatile food terlihat dari nilai inflasi volatile food yang sebesar 6,60% (yoy),

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21%. Inflasi komoditas administered price juga masih relatif

tinggi hingga 7,18% (yoy) walaupun cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya. Kelompok inflasi inti masih

relatif stabil dengan pendorong inflasi utama pada kelompok komoditas sandang, dan kesehatan, sedang kelompok

komoditas pendidikan stabil dibanding tahun sebelumnya.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup tinggi seiring dengan adanya

peningkatan permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Adanya rencana pesta tahun baru di Provinsi

NTT berpotensi meningkatkan konsumsi akhir tahun. Berdasarkan perkiraan cuaca BMKG juga terlihat bahwa pada

bulan November, NTT mulai memasuki musim penghujan walaupun dengan curah hujan rendah ke menengah. Pada bulan

Desember 2017, intensitas hujan di Provinsi NTT mulai meningkat yang berpotensi bisa menurunkan produksi hortikultura

dikarenakan banyaknya potensi penyakit selama musim hujan. Namun demikian, inflasi di sepanjang tahun 2017 masih

relatif terjaga dengan nilai inflasi diperkirakan di bawah 3% (yoy), terutama disebabkan oleh pasokan komoditas pangan

yang lebih terjaga.

44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

47- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

wortel, kentang, kacang panjang dan kangkung, sedangkan komoditas volatile food lainnya masih tetap bahkan menurun

dibanding bulan sebelumnya. Datangnya hujan di minggu kedua berpotensi meningkatkan inflasi hingga akhir bulan.

Berdasarkan data PIHPS terhadap 10 komoditas utama, didapatkan bahwa terdapat 3 komoditas yang memiliki harga di

atas rentang harga yaitu komoditas daging ayam ras, telur ayam ras serta cabai rawit. Selain itu, terdapat 2 komoditas

dengan harga di bawah rata-rata yaitu komoditas sapi dan cabai merah. Rata-rata harga daging ayam ras di NTT hingga

tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 38.650,- jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang sebesar Rp 31.000,-

atau Jawa Timur sebagai penyuplai DOC dan pakan utama NTT yang hanya sebesar Rp 28.000,-. Tingginya volatilitas harga

daging ayam ras di NTT juga menjadi masalah utama yang menunjukkan rapuhnya sistem pasar daging ayam ras di NTT.

Adanya sedikit gangguan pada sisi pasokan atau permintaan akan berdampak signifikan terhadap kenaikan atau

penurunan harga.

Harga telur ayam di NTT juga relatif lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Tingginya harga telur selain disebabkan oleh

sistem penjualan telur yang dilakukan tiap 30 butir, juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang harus mendatangkan dari

Surabaya, sehingga adanya selisih harga Rp 1.500,- lebih disebabkan oleh besarnya biaya distribusi telur ayam ras ke NTT.

Selisih harga yang cukup besar tersebut juga dapat menjadi peluang budidaya ayam petelur di NTT seiring dengan adanya

potensi profit yang cukup besar.

Keberhasilan peningkatan pasokan pada komoditas cabai merah berdampak pada penurunan harga cabai merah bahkan

lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.500,-. Dengan posisi harga cabai merah di pasar yang rata-rata

sebesar Rp 21.700,-, maka potensi ekspor dapat dilakukan agar daya beli petani dapat kembali meningkat. Rendahnya

harga juga berpotensi mengalami kenaikan di bulan November dan Desember menyesuaikan dengan rata-rata harga di

pasar.

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Aktivitas TPID pada triwulan III 2017 lebih berupa koordinasi baik koordinasi secara nasional dalam rakornas

maupun koordinasi daerah dalam rakorda. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:

Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID di jakarta dengan materi pembahasan selain evaluasi

capaian inflasi juga dibahas beberapa komitmen sebagai berikut :

1.

Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi

Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah

Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga

Pangan Strategis (PIHPS) Nasional

Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.

a.

b.

c .

d.

Selain itu, juga dilakukan pemberian penghargaan kepada TPID terbaik, berprestasi maupun terinovatif hasil penilaian

pokjanas TPID dan akademisi.

Penguatan koordinasi dilanjutkan dengan pelaksanaan rakorda TPID pada tanggal 6 September 2017 di Kupang dan

selain disampaikan tentang perkembangan inflasi terkini, juga dibahas beberapa hal sebagai tindak lanjut rakornas TPID

sebagai berikut :

2.

TPID Provinsi dan Kabupaten/kota diminta untuk kembali menyesuaikan susunan anggota TPID mengacu pada

Kepres No. 23 tahun 2017 tanggal 8 Agustus 2017 tentang TPID. Dalam pembahasan diusulkan agar dapat

memasukkan unsur kepolisian dalam kepengurusan TPID yang baru.

BULOG melaporkan bahwa posisi cadangan beras relatif aman lebih dari 3 bulan penyaluran. Untuk menjaga

kestabilan harga, maka BULOG secara periodik melakukan operasi pasar.

Untuk mencegah fluktuasi harga bahan makanan, maka perlu untuk dilakukan pergiliran tanaman di lahan.

Selain itu juga disepakati untuk segera menindaklanjuti hasil rakorda di daerah, penguatan kerjasama antar daerah

terlebih terkait distribusi barang dan jasa, perlunya kerjasama pemerintah dengan swasta dalam rangka

pengendalian inflasi, serta perlunya penyampaian hasil koordinasi dalam bentuk surat ke seluruh pemerintah daerah

untuk dapat ditindaklanjuti di daerah.

a.

b.

c .

d.

Adapun kegiatan langkah aksi yang telah dilakukan antara lain kegiatan monitoring pasokan cabai di klaster binaan,

operasi pasar BULOG, koordinasi harga komoditas dengan pihak swasta, maupun penandatanganan kerjasama

pengiriman sapi antara pemerintah Provinsi NTT dengan pemerintah Provinsi Bengkulu.

3.

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

05/1

0/20

16

18/1

0/20

16

31/1

0/20

16

11/1

1/20

16

24/1

1/20

16

07/1

2/20

16

21/1

2/20

16

05/0

1/20

17

19/0

1/20

17

01/0

2/20

17

21/0

2/20

17

06/0

3/20

17

17/0

3/20

17

31/0

3/20

17

13/0

4/20

17

28/0

4/20

17

15/0

5/20

17

29/0

5/20

17

12/0

6/20

17

03/0

7/20

17

14/0

7/20

17

27/0

7/20

17

09/0

8/20

17

23/0

8/20

17

06/0

9/20

17

06/1

0/20

17

19/1

0/20

17

01/1

1/20

17

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

12500

13000

13500

14000

14500

15000

15500

16000

20/0

7/20

16

04/0

8/20

16

22/0

8/20

16

06/0

9/20

16

22/0

9/20

16

07/1

0/20

16

24/1

0/20

16

08/1

1/20

16

23/1

1/20

16

08/1

2/20

16

27/1

2/20

16

13/0

1/20

17

30/0

1/20

17

21/0

2/20

17

08/0

3/20

17

23/0

3/20

17

10/0

4/20

17

27/0

4/20

17

16/0

5/20

17

02/0

6/20

17

19/0

6/20

17

12/0

7/20

17

27/0

7/20

17

11/0

8/20

17

29/0

8/20

17

14/0

9/20

17

02/1

0/20

17

17/1

0/20

17

01/1

1/20

17

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

20/0

7/20

16

08/0

8/20

16

26/0

8/20

16

15/0

9/20

16

04/1

0/20

16

21/1

0/20

16

09/1

1/20

16

28/1

1/20

16

16/1

2/20

16

09/0

1/20

17

26/0

1/20

17

21/0

2/20

17

10/0

3/20

17

30/0

3/20

17

19/0

4/20

17

10/0

5/20

17

31/0

5/20

17

20/0

6/20

17

17/0

7/20

17

03/0

8/20

17

23/0

8/20

17

12/0

9/20

17

02/1

0/20

17

19/1

0/20

17

07/1

1/20

17

10.000

30.000

50.000

70.000

20/0

7/20

16

08/0

8/20

16

26/0

8/20

16

15/0

9/20

16

04/1

0/20

16

21/1

0/20

16

09/1

1/20

16

28/1

1/20

16

16/1

2/20

16

09/0

1/20

17

26/0

1/20

17

21/0

2/20

17

10/0

3/20

17

30/0

3/20

17

19/0

4/20

17

10/0

5/20

17

31/0

5/20

17

20/0

6/20

17

17/0

7/20

17

03/0

8/20

17

23/0

8/20

17

12/0

9/20

17

02/1

0/20

17

19/1

0/20

17

07/1

1/20

17

RP

Adanya gangguan pasokan cabai rawit terlihat dari kenaikan harga cabai rawit, terlebih sejak bulan April 2017. Penurunan

produksi cabai rawit diduga menjadi penyebab utama meningkatnya harga cabai rawit, berbanding terbalik dengan tren

penurunan harga secara nasional. Walaupun harga sudah berangsur menurun, namun masih lebih tinggi dari rata-rata

nasional dikarenakan pasokan yang masih relatif berkurang.

46 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

47- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

wortel, kentang, kacang panjang dan kangkung, sedangkan komoditas volatile food lainnya masih tetap bahkan menurun

dibanding bulan sebelumnya. Datangnya hujan di minggu kedua berpotensi meningkatkan inflasi hingga akhir bulan.

Berdasarkan data PIHPS terhadap 10 komoditas utama, didapatkan bahwa terdapat 3 komoditas yang memiliki harga di

atas rentang harga yaitu komoditas daging ayam ras, telur ayam ras serta cabai rawit. Selain itu, terdapat 2 komoditas

dengan harga di bawah rata-rata yaitu komoditas sapi dan cabai merah. Rata-rata harga daging ayam ras di NTT hingga

tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 38.650,- jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang sebesar Rp 31.000,-

atau Jawa Timur sebagai penyuplai DOC dan pakan utama NTT yang hanya sebesar Rp 28.000,-. Tingginya volatilitas harga

daging ayam ras di NTT juga menjadi masalah utama yang menunjukkan rapuhnya sistem pasar daging ayam ras di NTT.

Adanya sedikit gangguan pada sisi pasokan atau permintaan akan berdampak signifikan terhadap kenaikan atau

penurunan harga.

Harga telur ayam di NTT juga relatif lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Tingginya harga telur selain disebabkan oleh

sistem penjualan telur yang dilakukan tiap 30 butir, juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang harus mendatangkan dari

Surabaya, sehingga adanya selisih harga Rp 1.500,- lebih disebabkan oleh besarnya biaya distribusi telur ayam ras ke NTT.

Selisih harga yang cukup besar tersebut juga dapat menjadi peluang budidaya ayam petelur di NTT seiring dengan adanya

potensi profit yang cukup besar.

Keberhasilan peningkatan pasokan pada komoditas cabai merah berdampak pada penurunan harga cabai merah bahkan

lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.500,-. Dengan posisi harga cabai merah di pasar yang rata-rata

sebesar Rp 21.700,-, maka potensi ekspor dapat dilakukan agar daya beli petani dapat kembali meningkat. Rendahnya

harga juga berpotensi mengalami kenaikan di bulan November dan Desember menyesuaikan dengan rata-rata harga di

pasar.

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Aktivitas TPID pada triwulan III 2017 lebih berupa koordinasi baik koordinasi secara nasional dalam rakornas

maupun koordinasi daerah dalam rakorda. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:

Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID di jakarta dengan materi pembahasan selain evaluasi

capaian inflasi juga dibahas beberapa komitmen sebagai berikut :

1.

Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi

Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah

Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga

Pangan Strategis (PIHPS) Nasional

Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.

a.

b.

c .

d.

Selain itu, juga dilakukan pemberian penghargaan kepada TPID terbaik, berprestasi maupun terinovatif hasil penilaian

pokjanas TPID dan akademisi.

Penguatan koordinasi dilanjutkan dengan pelaksanaan rakorda TPID pada tanggal 6 September 2017 di Kupang dan

selain disampaikan tentang perkembangan inflasi terkini, juga dibahas beberapa hal sebagai tindak lanjut rakornas TPID

sebagai berikut :

2.

TPID Provinsi dan Kabupaten/kota diminta untuk kembali menyesuaikan susunan anggota TPID mengacu pada

Kepres No. 23 tahun 2017 tanggal 8 Agustus 2017 tentang TPID. Dalam pembahasan diusulkan agar dapat

memasukkan unsur kepolisian dalam kepengurusan TPID yang baru.

BULOG melaporkan bahwa posisi cadangan beras relatif aman lebih dari 3 bulan penyaluran. Untuk menjaga

kestabilan harga, maka BULOG secara periodik melakukan operasi pasar.

Untuk mencegah fluktuasi harga bahan makanan, maka perlu untuk dilakukan pergiliran tanaman di lahan.

Selain itu juga disepakati untuk segera menindaklanjuti hasil rakorda di daerah, penguatan kerjasama antar daerah

terlebih terkait distribusi barang dan jasa, perlunya kerjasama pemerintah dengan swasta dalam rangka

pengendalian inflasi, serta perlunya penyampaian hasil koordinasi dalam bentuk surat ke seluruh pemerintah daerah

untuk dapat ditindaklanjuti di daerah.

a.

b.

c .

d.

Adapun kegiatan langkah aksi yang telah dilakukan antara lain kegiatan monitoring pasokan cabai di klaster binaan,

operasi pasar BULOG, koordinasi harga komoditas dengan pihak swasta, maupun penandatanganan kerjasama

pengiriman sapi antara pemerintah Provinsi NTT dengan pemerintah Provinsi Bengkulu.

3.

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

05/1

0/20

16

18/1

0/20

16

31/1

0/20

16

11/1

1/20

16

24/1

1/20

16

07/1

2/20

16

21/1

2/20

16

05/0

1/20

17

19/0

1/20

17

01/0

2/20

17

21/0

2/20

17

06/0

3/20

17

17/0

3/20

17

31/0

3/20

17

13/0

4/20

17

28/0

4/20

17

15/0

5/20

17

29/0

5/20

17

12/0

6/20

17

03/0

7/20

17

14/0

7/20

17

27/0

7/20

17

09/0

8/20

17

23/0

8/20

17

06/0

9/20

17

06/1

0/20

17

19/1

0/20

17

01/1

1/20

17

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

12500

13000

13500

14000

14500

15000

15500

16000

20/0

7/20

16

04/0

8/20

16

22/0

8/20

16

06/0

9/20

16

22/0

9/20

16

07/1

0/20

16

24/1

0/20

16

08/1

1/20

16

23/1

1/20

16

08/1

2/20

16

27/1

2/20

16

13/0

1/20

17

30/0

1/20

17

21/0

2/20

17

08/0

3/20

17

23/0

3/20

17

10/0

4/20

17

27/0

4/20

17

16/0

5/20

17

02/0

6/20

17

19/0

6/20

17

12/0

7/20

17

27/0

7/20

17

11/0

8/20

17

29/0

8/20

17

14/0

9/20

17

02/1

0/20

17

17/1

0/20

17

01/1

1/20

17

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL

NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

20/0

7/20

16

08/0

8/20

16

26/0

8/20

16

15/0

9/20

16

04/1

0/20

16

21/1

0/20

16

09/1

1/20

16

28/1

1/20

16

16/1

2/20

16

09/0

1/20

17

26/0

1/20

17

21/0

2/20

17

10/0

3/20

17

30/0

3/20

17

19/0

4/20

17

10/0

5/20

17

31/0

5/20

17

20/0

6/20

17

17/0

7/20

17

03/0

8/20

17

23/0

8/20

17

12/0

9/20

17

02/1

0/20

17

19/1

0/20

17

07/1

1/20

17

10.000

30.000

50.000

70.000

20/0

7/20

16

08/0

8/20

16

26/0

8/20

16

15/0

9/20

16

04/1

0/20

16

21/1

0/20

16

09/1

1/20

16

28/1

1/20

16

16/1

2/20

16

09/0

1/20

17

26/0

1/20

17

21/0

2/20

17

10/0

3/20

17

30/0

3/20

17

19/0

4/20

17

10/0

5/20

17

31/0

5/20

17

20/0

6/20

17

17/0

7/20

17

03/0

8/20

17

23/0

8/20

17

12/0

9/20

17

02/1

0/20

17

19/1

0/20

17

07/1

1/20

17

RP

Adanya gangguan pasokan cabai rawit terlihat dari kenaikan harga cabai rawit, terlebih sejak bulan April 2017. Penurunan

produksi cabai rawit diduga menjadi penyebab utama meningkatnya harga cabai rawit, berbanding terbalik dengan tren

penurunan harga secara nasional. Walaupun harga sudah berangsur menurun, namun masih lebih tinggi dari rata-rata

nasional dikarenakan pasokan yang masih relatif berkurang.

46 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumba Timur

Sumba Tengah

Sumba Barat

SBD

SabuRote

Kupang

TTS

TTUMalaka

Belu

Alor

Lembata

Flotim

SikkaEndeNagekeo

Ngada

Matim

Man

ggar

ai

Mabar

2 TPID

5 TPID

6 TPID

7 TPID

1 TPIDTotal 23 TPID dari 22 Kabupaten/ Kota :• 1 TPID Provinsi

• 22 TPID Kab/Kota

Terbentuk tahun 2010Terbentuk tahun 2013Terbentuk tahun 2014Terbentuk tahun 2015Terbentuk tahun 2016

Provinsi NTTRakornas TPIDRakorda TPIDMonitoring pasokan cabai

GAMBAR 3.4. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Sumba Timur

Sumba Tengah

Sumba Barat

SBD

SabuRote

Kupang

TTS

TTUMalaka

Belu

Alor

Lembata

Flotim

SikkaEndeNagekeo

Ngada

Matim

Man

ggar

ai

Mabar

2 TPID

5 TPID

6 TPID

7 TPID

1 TPIDTotal 23 TPID dari 22 Kabupaten/ Kota :• 1 TPID Provinsi

• 22 TPID Kab/Kota

Terbentuk tahun 2010Terbentuk tahun 2013Terbentuk tahun 2014Terbentuk tahun 2015Terbentuk tahun 2016

Provinsi NTTRakornas TPIDRakorda TPIDMonitoring pasokan cabai

GAMBAR 3.4. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

49- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Berdasarkan uji korelasi, didapatkan bahwa korelasi inflasi ke-10 komoditas tersebut terhadap inflasi NTT sebesar 63,47%

yang berarti, ke-10 komoditas tersebut signifikan dapat digunakan untuk mendeteksi arah inflasi dengan akurasi

mencapai 63,47%. Dengan metode perhitungan inflasi, didapatkan bahwa nilai inflasi PIHPS untuk ke-10 komoditas

tersebut berkorelasi positif signifikan untuk mendeteksi arah dan nilai inflasi dengan tingkat korelasi mencapai 57,89%.

Arah dan nilai inflasi mulai menunjukkan pergerakan yang searah terutama setelah bulan Juni 2017. Hal ini menunjukkan

bahwa indikator harga dalam PIHPS secara signifikan juga dapat digunakan untuk mendeteksi inflasi BPS. Namun

demikian, perbedaan perhitungan pasti akan tetap terjadi dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam metode

pencacahan. Apabila digunakan untuk kepentingan monitoring harga dan operasi pasar, maka data hasil PIHPS lebih

menunjukkan realita yang terjadi.

Apabila dianalisa per masing-masing komoditas, didapatkan bahwa dari 10 komoditas yang menjadi obyek survei, 4

diantaranya memiliki korelasi rendah atau di bawah 50% yaitu komoditas beras, telur ayam ras, minyak goreng dan daging

sapi. Adapun 3 komoditas memiliki korelasi signifikan sedang yaitu komoditas daging ayam ras, cabai rawit dan gula pasir.

3 Komoditas lainnya memiliki korelasi signifikan tinggi yaitu komoditas bawang merah, bawang putih dan cabai merah.

Tingginya korelasi inflasi lebih menunjukkan adanya pola kenaikan harga yang cenderung terjadi tiap minggunya,

sehingga pencacahan harian maupun mingguan menunjukkan arah yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada

komoditas dengan tingkat korelasi inflasi signifikan sedang. Di sisi lain, rendahnya korelasi pada 4 komoditas di bawah

kemungkinan bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain (1). adanya perbedaan perhitungan komoditas

beras antara website PIHPS yang langsung mengambil nilai rata-rata semua harga beras dengan proses perhitungan inflasi

beras oleh BPS yang melakukan pembobotan atas masing-masing kualitas beras. (2). Tidak menentunya waktu

kenaikan/penurunan harga komoditas, sehingga terjadi bias terhadap rata-rata harga komoditas. (3). Adanya perbedaan

merek komoditas, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan arah inflasi. Perbedaan arah inflasi yang cukup besar

terlebih di periode awal pembentukan website kemungkinan besar juga disebabkan oleh adanya proses penyesuaian.

Kondisi terkini arah inflasi mulai menunjukkan kesamaan arah. Apabila masih terjadi perbedaan, maka untuk kepentingan

pemantauan dan pengendalian harga, hasil survei PIHPS tetap lebih bisa digunakan karena menggambarkan perubahan

harga riil harian pada ke-10 komoditas tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa website PIHPS yang ada apabila dapat

dimanfaatkan dengan baik, maka dapat berguna tidak hanya untuk mendeteksi secara dini potensi kenaikan harga

komoditas, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana berbagi informasi peluang perdagangan antar daerah maupun

digunakan untuk menghitung inflasi pada 10 komoditas tersebut. Apabila analisa dapat dijalankan dengan baik, maka

rumusan langkah pengendalian inflasi dapat juga dilakukan, yang berdampak pada terkendalinya harga dalam jangka

panjang. Pendekatan pengendalian inflasi seyogyanya dapat dilakukan dengan cara pengendalian harga dan pasokan

pada tiap-tiap komoditas, agar kegiatan pengendalian harga dapat menjadi lebih efektif dan terfokus.

Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi. Dalam acara

tersebut, juga diluncurkan website hargapangan.id yang bertujuan untuk memantau perkembangan harga antar daerah

di 82 kota perhitungan inflasi dan kota-kota lainnya. Website tersebut merupakan hasil tindak lanjut rakornas TPID ke-3

tahun 2012 dan mulai dikembangkan pada tahun 2014-2016. Komoditas yang disurvei adalah komoditas yang memiliki

fluktuasi harga tinggi, atau masuk dalam daftar HK-1.1, yaitu komoditas yang oleh BPS disurvei secara mingguan. Adapun

ke-10 komoditas tersebut antara lain : beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging sapi, daging

ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan gula pasir.

Perbedaan utama informasi harga PIHPS dengan data BPS adalah waktu penyediaan data yang dilakukan secara harian,

sehingga selain lebih menunjukkan kondisi riil inflasi pada 10 komoditas tersebut, juga dapat digunakan sebagai sistem

deteksi dini inflasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan website tersebut adalah adanya potensi perdagangan antar

daerah dikarenakan adanya disparitas harga yang cukup besar. Data yang disajikan juga dapat digunakan untuk

memproyeksi inflasi. Proses deteksi dini inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis informasi perubahan harga

ataupun menu grafik, sehingga kenaikan harga dapat langsung dipantau di tiap harinya. Tujuan dari sistem ini adalah

untuk memudahkan TPID dalam melakukan langkah aksi pengendalian inflasi. Apabila terjadi inflasi dan harga jual terlalu

tinggi, maka langkah kerjasama antar daerah dapat dilakukan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan

mendistribusikan komoditas ke daerah yang mengalami kelangkaan pasokan, sehingga selain harga jual dapat menurun,

penjual juga tetap mendapatkan untung dengan menjual komoditas di atas harga daerah asal. Informasi perbedaan harga

juga disajikan secara visual menggunakan perbedaan warna. Warna hijau menunjukkan rata-rata harga di bawah rata-rata

harga nasional, dan warna merah menunjukkan bahwa harga berada di atas rata-rata harga komoditas secara nasional.

Semakin hijau warna menunjukkan harga yang semakin rendah, sedangkan semakin merah warna menunjukkan harga

yang jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Data yang disajikan secara harian tersebut, berdasarkan website dapat

diunduh untuk kemudian dilakukan pengolahan menjadi rata-rata harga mingguan/bulanan yang pada akhirnya

digunakan untuk mendeteksi inflasi bulanan yang terjadi.

Boks 3. Perhitungan Inflasi PIHPS

GAMBAR BOKS 4. 1. TAMPILAN DEPAN WEBSITE HARGAPANGAN.ID

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK BOKS 4.1. PERBANDINGAN INFLASI PIHPS DAN BPS

RIBU RP

Sumber : www.hargapangan.id, BPS, diolah

92

94

96

98

100

102

104

106

108

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

4,0

1 2 3 42017

5 6 7 8 9 109 10 11 122017

INFLASI 10 KOM PIHPSBPS

48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

49- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Berdasarkan uji korelasi, didapatkan bahwa korelasi inflasi ke-10 komoditas tersebut terhadap inflasi NTT sebesar 63,47%

yang berarti, ke-10 komoditas tersebut signifikan dapat digunakan untuk mendeteksi arah inflasi dengan akurasi

mencapai 63,47%. Dengan metode perhitungan inflasi, didapatkan bahwa nilai inflasi PIHPS untuk ke-10 komoditas

tersebut berkorelasi positif signifikan untuk mendeteksi arah dan nilai inflasi dengan tingkat korelasi mencapai 57,89%.

Arah dan nilai inflasi mulai menunjukkan pergerakan yang searah terutama setelah bulan Juni 2017. Hal ini menunjukkan

bahwa indikator harga dalam PIHPS secara signifikan juga dapat digunakan untuk mendeteksi inflasi BPS. Namun

demikian, perbedaan perhitungan pasti akan tetap terjadi dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam metode

pencacahan. Apabila digunakan untuk kepentingan monitoring harga dan operasi pasar, maka data hasil PIHPS lebih

menunjukkan realita yang terjadi.

Apabila dianalisa per masing-masing komoditas, didapatkan bahwa dari 10 komoditas yang menjadi obyek survei, 4

diantaranya memiliki korelasi rendah atau di bawah 50% yaitu komoditas beras, telur ayam ras, minyak goreng dan daging

sapi. Adapun 3 komoditas memiliki korelasi signifikan sedang yaitu komoditas daging ayam ras, cabai rawit dan gula pasir.

3 Komoditas lainnya memiliki korelasi signifikan tinggi yaitu komoditas bawang merah, bawang putih dan cabai merah.

Tingginya korelasi inflasi lebih menunjukkan adanya pola kenaikan harga yang cenderung terjadi tiap minggunya,

sehingga pencacahan harian maupun mingguan menunjukkan arah yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada

komoditas dengan tingkat korelasi inflasi signifikan sedang. Di sisi lain, rendahnya korelasi pada 4 komoditas di bawah

kemungkinan bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain (1). adanya perbedaan perhitungan komoditas

beras antara website PIHPS yang langsung mengambil nilai rata-rata semua harga beras dengan proses perhitungan inflasi

beras oleh BPS yang melakukan pembobotan atas masing-masing kualitas beras. (2). Tidak menentunya waktu

kenaikan/penurunan harga komoditas, sehingga terjadi bias terhadap rata-rata harga komoditas. (3). Adanya perbedaan

merek komoditas, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan arah inflasi. Perbedaan arah inflasi yang cukup besar

terlebih di periode awal pembentukan website kemungkinan besar juga disebabkan oleh adanya proses penyesuaian.

Kondisi terkini arah inflasi mulai menunjukkan kesamaan arah. Apabila masih terjadi perbedaan, maka untuk kepentingan

pemantauan dan pengendalian harga, hasil survei PIHPS tetap lebih bisa digunakan karena menggambarkan perubahan

harga riil harian pada ke-10 komoditas tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa website PIHPS yang ada apabila dapat

dimanfaatkan dengan baik, maka dapat berguna tidak hanya untuk mendeteksi secara dini potensi kenaikan harga

komoditas, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana berbagi informasi peluang perdagangan antar daerah maupun

digunakan untuk menghitung inflasi pada 10 komoditas tersebut. Apabila analisa dapat dijalankan dengan baik, maka

rumusan langkah pengendalian inflasi dapat juga dilakukan, yang berdampak pada terkendalinya harga dalam jangka

panjang. Pendekatan pengendalian inflasi seyogyanya dapat dilakukan dengan cara pengendalian harga dan pasokan

pada tiap-tiap komoditas, agar kegiatan pengendalian harga dapat menjadi lebih efektif dan terfokus.

Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi. Dalam acara

tersebut, juga diluncurkan website hargapangan.id yang bertujuan untuk memantau perkembangan harga antar daerah

di 82 kota perhitungan inflasi dan kota-kota lainnya. Website tersebut merupakan hasil tindak lanjut rakornas TPID ke-3

tahun 2012 dan mulai dikembangkan pada tahun 2014-2016. Komoditas yang disurvei adalah komoditas yang memiliki

fluktuasi harga tinggi, atau masuk dalam daftar HK-1.1, yaitu komoditas yang oleh BPS disurvei secara mingguan. Adapun

ke-10 komoditas tersebut antara lain : beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging sapi, daging

ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan gula pasir.

Perbedaan utama informasi harga PIHPS dengan data BPS adalah waktu penyediaan data yang dilakukan secara harian,

sehingga selain lebih menunjukkan kondisi riil inflasi pada 10 komoditas tersebut, juga dapat digunakan sebagai sistem

deteksi dini inflasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan website tersebut adalah adanya potensi perdagangan antar

daerah dikarenakan adanya disparitas harga yang cukup besar. Data yang disajikan juga dapat digunakan untuk

memproyeksi inflasi. Proses deteksi dini inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis informasi perubahan harga

ataupun menu grafik, sehingga kenaikan harga dapat langsung dipantau di tiap harinya. Tujuan dari sistem ini adalah

untuk memudahkan TPID dalam melakukan langkah aksi pengendalian inflasi. Apabila terjadi inflasi dan harga jual terlalu

tinggi, maka langkah kerjasama antar daerah dapat dilakukan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan

mendistribusikan komoditas ke daerah yang mengalami kelangkaan pasokan, sehingga selain harga jual dapat menurun,

penjual juga tetap mendapatkan untung dengan menjual komoditas di atas harga daerah asal. Informasi perbedaan harga

juga disajikan secara visual menggunakan perbedaan warna. Warna hijau menunjukkan rata-rata harga di bawah rata-rata

harga nasional, dan warna merah menunjukkan bahwa harga berada di atas rata-rata harga komoditas secara nasional.

Semakin hijau warna menunjukkan harga yang semakin rendah, sedangkan semakin merah warna menunjukkan harga

yang jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Data yang disajikan secara harian tersebut, berdasarkan website dapat

diunduh untuk kemudian dilakukan pengolahan menjadi rata-rata harga mingguan/bulanan yang pada akhirnya

digunakan untuk mendeteksi inflasi bulanan yang terjadi.

Boks 3. Perhitungan Inflasi PIHPS

GAMBAR BOKS 4. 1. TAMPILAN DEPAN WEBSITE HARGAPANGAN.ID

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK BOKS 4.1. PERBANDINGAN INFLASI PIHPS DAN BPS

RIBU RP

Sumber : www.hargapangan.id, BPS, diolah

92

94

96

98

100

102

104

106

108

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

4,0

1 2 3 42017

5 6 7 8 9 109 10 11 122017

INFLASI 10 KOM PIHPSBPS

48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Stabilitas Keuangan Daerah04Secara umum sistem keuangan di Provinsi NTT masih relatif stabil seiring dengan tidak adanya

gejolak signkan pada sistem tersebut. Kredit rumah tangga masih memiliki pangsa penyaluran

terbesar diikuti oleh kredit UMKM dan korporasi. Pada triwulan III 2017 terjadi peningkatan

penyaluran untuk kredit rumah tangga dan korporasi sedangkan kredit UMKM mengalami

pertumbuhan melambat. Dari sisi kualitas, meski rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit

penurunan kualitas kredit, kedua sektor tersebut masih dalam batas aman. Lonjakan penyaluran

kredit investasi membantu memperbaiki rasio kualitas kredit pada sektor korporasi, namun

demikian kualitas kredit masih diluar batas aman.

Secara keseluruhan, kinerja perbankan di Provinsi NTT yang diukur dari pertumbuhan penyaluran

kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dan kepemilikan aset masih cukup stabil yaitu 13,35%

(yoy), 6,83% (yoy) dari triwulan sebelumnya 11,03% (yoy) dan 5,91% (yoy).

Kredit sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 mencatat sedikit penurunan kualitas kredit

dengan rasio bermasalah sebesar 1,47% dari sebelumnya 1,43%.

Kredit UMKM juga mengalami sedikit peningkatan rasio kredit bermasalah yang mencapai 3,76%

dari sebelumnya 3,67%.

Kredit korporasi mengalami perbaikan kualitas kredit dengan rasio kredit bermasalah sebesar

6,19% dari sebelumnya 9,61%.

KORELASI RENDAH KORELASI SEDANG KORELASI TINGGI

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

10.500

10.600

10.700

10.800

10.900

11.000

11.100

11.200

11.300

(1,5)

(1,0)

(0,5)

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

BERAS PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

DAGING AYAM RAS PIHPSBPS BAWANG MERAH PIHPSBPS

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

TELUR AYAM RAS PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

CABAI RAWIT PIHPSBPS BAWANG PUTIH PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

14.200

14.400

14.600

14.800

15.000

15.200

15.400

15.600

15.800

(6,0)

(4,0)

(2,0)

-

2,0

4,0

6,0

8,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

(60,0)

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

(40,0)

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

MINYAK GORENG PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

GULA PASIR PIHPSBPS CABAI MERAH PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

12.000

12.500

13.000

13.500

14.000

14.500

15.000

15.500

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

14.400

14.600

14.800

15.000

15.200

15.400

15.600

15.800

16.000

16.200

-

(6,0)

(5,0)

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

1,0

2,0

3,0

4,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

(60,0)

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

DAGING SAPI PIHPSBPS

88.000

90.000

92.000

94.000

96.000

98.000

100.000

102.000

(6,0)

(4,0)

(2,0)

-

2,0

4,0

6,0

8,0

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Stabilitas Keuangan Daerah04Secara umum sistem keuangan di Provinsi NTT masih relatif stabil seiring dengan tidak adanya

gejolak signkan pada sistem tersebut. Kredit rumah tangga masih memiliki pangsa penyaluran

terbesar diikuti oleh kredit UMKM dan korporasi. Pada triwulan III 2017 terjadi peningkatan

penyaluran untuk kredit rumah tangga dan korporasi sedangkan kredit UMKM mengalami

pertumbuhan melambat. Dari sisi kualitas, meski rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit

penurunan kualitas kredit, kedua sektor tersebut masih dalam batas aman. Lonjakan penyaluran

kredit investasi membantu memperbaiki rasio kualitas kredit pada sektor korporasi, namun

demikian kualitas kredit masih diluar batas aman.

Secara keseluruhan, kinerja perbankan di Provinsi NTT yang diukur dari pertumbuhan penyaluran

kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dan kepemilikan aset masih cukup stabil yaitu 13,35%

(yoy), 6,83% (yoy) dari triwulan sebelumnya 11,03% (yoy) dan 5,91% (yoy).

Kredit sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 mencatat sedikit penurunan kualitas kredit

dengan rasio bermasalah sebesar 1,47% dari sebelumnya 1,43%.

Kredit UMKM juga mengalami sedikit peningkatan rasio kredit bermasalah yang mencapai 3,76%

dari sebelumnya 3,67%.

Kredit korporasi mengalami perbaikan kualitas kredit dengan rasio kredit bermasalah sebesar

6,19% dari sebelumnya 9,61%.

KORELASI RENDAH KORELASI SEDANG KORELASI TINGGI

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

10.500

10.600

10.700

10.800

10.900

11.000

11.100

11.200

11.300

(1,5)

(1,0)

(0,5)

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

BERAS PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

DAGING AYAM RAS PIHPSBPS BAWANG MERAH PIHPSBPS

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

TELUR AYAM RAS PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

CABAI RAWIT PIHPSBPS BAWANG PUTIH PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

14.200

14.400

14.600

14.800

15.000

15.200

15.400

15.600

15.800

(6,0)

(4,0)

(2,0)

-

2,0

4,0

6,0

8,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

(60,0)

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

(40,0)

(30,0)

(20,0)

(10,0)

-

10,0

20,0

30,0

40,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

MINYAK GORENG PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

GULA PASIR PIHPSBPS CABAI MERAH PIHPSBPS

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

12.000

12.500

13.000

13.500

14.000

14.500

15.000

15.500

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

14.400

14.600

14.800

15.000

15.200

15.400

15.600

15.800

16.000

16.200

-

(6,0)

(5,0)

(4,0)

(3,0)

(2,0)

(1,0)

1,0

2,0

3,0

4,0

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

(60,0)

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

1 2 3 4

2017

5 6 7 8 9 109 10 11 12

2017

DAGING SAPI PIHPSBPS

88.000

90.000

92.000

94.000

96.000

98.000

100.000

102.000

(6,0)

(4,0)

(2,0)

-

2,0

4,0

6,0

8,0

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 melambat sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2017 yaitu 5,55% (yoy). Melambatnya konsumsi RT terutama terjadi di komponen konsumsi sandang yang

merosot hingga -9,58% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 8,05%. Selain itu, perlambatan juga dikonstribusikan oleh

perlambatan konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga yang tumbuh 0,04%, jauh lebih rendah daripada

triwulan sebelumnya yaitu 17,90%. Adapun penurunan konsumsi RT apabila dibandingankan dengan kuartal sebelumnya

dikarenakan faktor musiman, Hari Raya Idul Fitri 2017, yang tunjangannya diberikan di pertengahan Juni 2017.

Meski konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, tingkat optimisme RT dalam melakukan kegiatan konsumsi pada

triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Hasil Survey Konsumen Bank Indonesia mencatat peningkatan Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Optimisme

konsumen tercermin dari hasil survey yang menunjukan meningkatnya keyakinan konsumen terhadap perkiraan kondisi

kegiatan usaha, perkiraan penghasilan enam bulan kedepan dan perkiraan ketersediaan lapangan kerja. indeks

pengeluaran membeli barang tahan lama pada periode triwulan III 2017 menjadi 103,5 dari sebelumnya 100,5.

Peningkatan tersebut menandakan mulainya perubahan kecenderungan konsumsi masyarakat provinsi NTT dari barang

habis pakai ke durable goods.

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

5000

10000

15000

20000

25000

144,7

130,9

158,4

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

70

80

90

100

110

120

130

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

103,5

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Sebagaimana periode-periode sebelumnya, pada periode kajian, RT masih mendominasi pangsa penghimpunan Dana

Pihak Ketiga (DPK) dengan nominal Rp15,34 dengan pangsa hingga 63,50% dari keseluruhan total DPK. Pangsa

tersebut menunjukan adanya peningkatan eksposur RT dalam penghimpunan DPK apabila dibandingkan dengan

pangsa pada triwulan II 2017 yang hanya 58,95%. Selain dikarenakan adanya peningkatan penghimpunan dana RT,

peningkatan pangsa tersebut lebih dikarenakan menurunnya DPK dari pemerintah. Pertumbuhan DPK triwulan III 2017

53- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017

secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit

hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelunya

yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi

yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)

dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%

(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listri, gas dan air

dan sektor konstruksi. Lonjakan terhadap kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di Provinsi

NTT.

Pada triwulan III 2017, perbankan berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%. Meski

secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit bermasalah di

UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit bermasalah di

korporasi menjadi 6,19% dari sebelunya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman yaitu 5%. Di sisi

lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun terakhir. Di

triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya keseluruhan

rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan nasabah

terhadap perbankan yang pada gilirannya turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang

disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak

adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih

memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam

menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga

intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.

4.1 KONDISI UMUM

Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua

fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun

sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana

untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas

ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga

stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya

tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 melambat sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2017 yaitu 5,55% (yoy). Melambatnya konsumsi RT terutama terjadi di komponen konsumsi sandang yang

merosot hingga -9,58% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 8,05%. Selain itu, perlambatan juga dikonstribusikan oleh

perlambatan konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga yang tumbuh 0,04%, jauh lebih rendah daripada

triwulan sebelumnya yaitu 17,90%. Adapun penurunan konsumsi RT apabila dibandingankan dengan kuartal sebelumnya

dikarenakan faktor musiman, Hari Raya Idul Fitri 2017, yang tunjangannya diberikan di pertengahan Juni 2017.

Meski konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, tingkat optimisme RT dalam melakukan kegiatan konsumsi pada

triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Hasil Survey Konsumen Bank Indonesia mencatat peningkatan Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Optimisme

konsumen tercermin dari hasil survey yang menunjukan meningkatnya keyakinan konsumen terhadap perkiraan kondisi

kegiatan usaha, perkiraan penghasilan enam bulan kedepan dan perkiraan ketersediaan lapangan kerja. indeks

pengeluaran membeli barang tahan lama pada periode triwulan III 2017 menjadi 103,5 dari sebelumnya 100,5.

Peningkatan tersebut menandakan mulainya perubahan kecenderungan konsumsi masyarakat provinsi NTT dari barang

habis pakai ke durable goods.

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

5000

10000

15000

20000

25000

144,7

130,9

158,4

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

70

80

90

100

110

120

130

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

103,5

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Sebagaimana periode-periode sebelumnya, pada periode kajian, RT masih mendominasi pangsa penghimpunan Dana

Pihak Ketiga (DPK) dengan nominal Rp15,34 dengan pangsa hingga 63,50% dari keseluruhan total DPK. Pangsa

tersebut menunjukan adanya peningkatan eksposur RT dalam penghimpunan DPK apabila dibandingkan dengan

pangsa pada triwulan II 2017 yang hanya 58,95%. Selain dikarenakan adanya peningkatan penghimpunan dana RT,

peningkatan pangsa tersebut lebih dikarenakan menurunnya DPK dari pemerintah. Pertumbuhan DPK triwulan III 2017

53- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017

secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit

hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelunya

yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi

yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)

dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%

(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listri, gas dan air

dan sektor konstruksi. Lonjakan terhadap kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di Provinsi

NTT.

Pada triwulan III 2017, perbankan berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%. Meski

secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit bermasalah di

UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit bermasalah di

korporasi menjadi 6,19% dari sebelunya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman yaitu 5%. Di sisi

lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun terakhir. Di

triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya keseluruhan

rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan nasabah

terhadap perbankan yang pada gilirannya turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang

disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak

adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih

memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam

menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga

intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.

4.1 KONDISI UMUM

Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua

fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun

sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana

untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas

ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga

stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya

tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

28,90

10,934,12

2014II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

13,25 0

10

20

30

40

50

60

-30

-20

-10

2014II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-6,67%9,30%11,83%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II

4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07 3,84

69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06 69,95

26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87 26,21

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II

Penyaluran kredit, tumbuh sebesar 13,25% (yoy). Urutan dominasi kredit masih sama dengan periode-periode

sebelumnya yaitu kredit multiguna 79,1% (Rp7,46 triliun), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 15,7% (Rp1,472 triliun) dan

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) 3,5% (Rp0,33 triliun). Pertumbuhan penyaluran kredit kepada RT pada triwulan III 2017

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 6,64% (yoy) dan 5,92% (yoy). Secara nominal,

pertumbuhan terutama didorong oleh penyaluran kredit multiguna yang melonjak hingga 14,91% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,51% (yoy) dan

6,97% (yoy). Melanjuti lonjakan pada triwulan II 2017 yang disebabkan adanya realisasi ketentuan-ketentuan yang dapat

mempermudah kepemilikian rumah (loan to value) serta program subsidi rumah untuk masyarakat berpenghasilan

rendah, pada triwulan III 2017, penyaluran kredit rumah tinggal di NTT relatif stabil yaitu 28,90% (yoy) dari sebelumnya

28,40%(yoy). Kredit kendaraan bermotor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy), lebih

rendah dari pada triwulan sebelumnya 15,25% (yoy). Kredit perlengkapan dan peralatan RT turun -1,10% (yoy) dari

triwulan sebelumnya 25,84% (yoy). Adapun ekspansi pada jenis kredit multiguna merupakan keyakinan perbankan pada

rendahnya kredit bermasalah di jenis tersebut yang relatif stabil dan paling tinggi hanya mencapai 1,03% paling tidak

untuk empat tahun terakhir. Secara umum, meningkatnya penyaluran kredit akan berdampak pada pertumbuhan

ekonomi suatu daerah namun demikian lembaga keuangan perlu senantiasa menjaga kehati-hatian dalam memberikan

kredit RT khususnya untuk keperluan multiguna mengingat adanya risiko kolateral yang lebih tinggi dibanding KPR

ataupun KKB.

Untuk triwulan III 2017, terdapat sedikit penurunan kualitas kredit yang tercermin dari naiknya rasio kredit bermasalah

menjadi 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Secara umum kuaitas kredit masih dalam kategori sehat mengingat rasio masih

dibawah 5%.Turunnya kualitas kredit disebabkan karena melonjaknya kredit bermasalah untuk jenis kredit perlengkapan

RT, kredit ruko dan kantor serta kredit flat dan apartemen yang masing-masing bernilai 5,36%, 3,42% dan 2,40% dari

55- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

9,23%

2,80%6,79%

58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08

41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95 63,50

46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05 36,50

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

yaitu 6,79% (yoy) juga tercatat lebih tinggi daripada triwulan III 2016 yaitu 0,26% (yoy) namun lebih kecil apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59%. Hal tersebut dikarenakan adanya

realisasi penyaluran proyek pemerintah sehingga DPK pemerintah yang sempat melonjak pada periode sebelumnya

kembali turun. Selain itu yaitu pembayaran insentif atau tunjangan Hari Raya Idul Fitri di triwulan sebelumnya juga menjadi

pendorong melambatnya DPK.

Secara pertumbuhan, pada periode laporan tercatat adanya perlambatan DPK RT yang tumbuh sebesar 9,23% (yoy), lebih

rendah daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 12,41% (yoy) dan 15,05% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya penurunan DPK pada giro rumah tangga dan perlambatan pertumbuhan pada

DPK tabungan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor musiman pembayaran gaji ke-14 pada triwulan sebelumnya

sehingga terdapat peningkatan yang signifikan pada Juni 2017. Meningkatnya keyakinan konsumsi masyarakat juga

dapat mendorong turunnya DPK karena adanya optimisme perkiraan penghasilan kedepannya. Tren yang sama juga

ditunjukkan pada pertumbuhan DPK non RT yang melambat dari triwulan sebelumnya 8,06% (yoy) menjadi 2,80% (yoy).

Adapun perlambatan tersebut sejalan dengan menurunnya giro pemerintah daerah mengikuti adanya realisasi anggaran

untuk proyek. Dari sisi korporasi, perlambatan DPK non RT sejalan dengan naiknya harga pembelian bahan baku

khususnya pada sektor perikanan, konstruksi dan perdagangan besar serta penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP),

sehingga ditengarai sebagian simpanan korporasi di perbankan digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut.

Berdasarkan jenis simpanan, RT di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan dalam bentuk

tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar yaitu 69,9% (Rp10,73 triliun), diikuti deposito sebesar

25,87% (Rp4,02 triliun) dan giro sebesar 3,84% (Rp0,59 triliun) dari total DPK RT. Pada periode kajian tercatat penurunan

simpanan giro yang tumbuh negatif sebesar -6,67% (yoy) dari periode sebelumnya 23,70% (yoy). Pertumbuhan DPK

tabungan mencatat perlambatan yang hanya tumbuh sebesar 9,30% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya

13,62% (yoy). Di sisi lain, deposito menunjukan adanya peningkatan positif dengan pertumbuhan sebesar 11,83% (yoy),

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 7,76% (yoy). Turunnya giro RT merupakan hal yang wajar, mengingat

peruntukan giro lebih kepada keperluan transaksi pemerintah dan korporasi. Tumbuhnya deposito RT merupakan hal yang

baik bagi perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan mengingat risiko likuiditas

deposito dari sisi penarikan sewaktu-waktu, lebih rendah dari pada giro dan tabungan.

Penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 mencapai Rp9,380 triliun atau 38,88% dari keseluruhan kredit yang

disalurkan. Porsi tersebut merupakan yang terbesar dari keseluruhan kredit yang disalurkan dan menunjukan adanya

peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 38,02%.

54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

28,90

10,934,12

2014II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

13,25 0

10

20

30

40

50

60

-30

-20

-10

2014II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-6,67%9,30%11,83%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II

4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07 3,84

69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06 69,95

26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87 26,21

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II

Penyaluran kredit, tumbuh sebesar 13,25% (yoy). Urutan dominasi kredit masih sama dengan periode-periode

sebelumnya yaitu kredit multiguna 79,1% (Rp7,46 triliun), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 15,7% (Rp1,472 triliun) dan

Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) 3,5% (Rp0,33 triliun). Pertumbuhan penyaluran kredit kepada RT pada triwulan III 2017

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 6,64% (yoy) dan 5,92% (yoy). Secara nominal,

pertumbuhan terutama didorong oleh penyaluran kredit multiguna yang melonjak hingga 14,91% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,51% (yoy) dan

6,97% (yoy). Melanjuti lonjakan pada triwulan II 2017 yang disebabkan adanya realisasi ketentuan-ketentuan yang dapat

mempermudah kepemilikian rumah (loan to value) serta program subsidi rumah untuk masyarakat berpenghasilan

rendah, pada triwulan III 2017, penyaluran kredit rumah tinggal di NTT relatif stabil yaitu 28,90% (yoy) dari sebelumnya

28,40%(yoy). Kredit kendaraan bermotor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy), lebih

rendah dari pada triwulan sebelumnya 15,25% (yoy). Kredit perlengkapan dan peralatan RT turun -1,10% (yoy) dari

triwulan sebelumnya 25,84% (yoy). Adapun ekspansi pada jenis kredit multiguna merupakan keyakinan perbankan pada

rendahnya kredit bermasalah di jenis tersebut yang relatif stabil dan paling tinggi hanya mencapai 1,03% paling tidak

untuk empat tahun terakhir. Secara umum, meningkatnya penyaluran kredit akan berdampak pada pertumbuhan

ekonomi suatu daerah namun demikian lembaga keuangan perlu senantiasa menjaga kehati-hatian dalam memberikan

kredit RT khususnya untuk keperluan multiguna mengingat adanya risiko kolateral yang lebih tinggi dibanding KPR

ataupun KKB.

Untuk triwulan III 2017, terdapat sedikit penurunan kualitas kredit yang tercermin dari naiknya rasio kredit bermasalah

menjadi 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Secara umum kuaitas kredit masih dalam kategori sehat mengingat rasio masih

dibawah 5%.Turunnya kualitas kredit disebabkan karena melonjaknya kredit bermasalah untuk jenis kredit perlengkapan

RT, kredit ruko dan kantor serta kredit flat dan apartemen yang masing-masing bernilai 5,36%, 3,42% dan 2,40% dari

55- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

9,23%

2,80%6,79%

58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08

41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95 63,50

46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05 36,50

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

yaitu 6,79% (yoy) juga tercatat lebih tinggi daripada triwulan III 2016 yaitu 0,26% (yoy) namun lebih kecil apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59%. Hal tersebut dikarenakan adanya

realisasi penyaluran proyek pemerintah sehingga DPK pemerintah yang sempat melonjak pada periode sebelumnya

kembali turun. Selain itu yaitu pembayaran insentif atau tunjangan Hari Raya Idul Fitri di triwulan sebelumnya juga menjadi

pendorong melambatnya DPK.

Secara pertumbuhan, pada periode laporan tercatat adanya perlambatan DPK RT yang tumbuh sebesar 9,23% (yoy), lebih

rendah daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 12,41% (yoy) dan 15,05% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya penurunan DPK pada giro rumah tangga dan perlambatan pertumbuhan pada

DPK tabungan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor musiman pembayaran gaji ke-14 pada triwulan sebelumnya

sehingga terdapat peningkatan yang signifikan pada Juni 2017. Meningkatnya keyakinan konsumsi masyarakat juga

dapat mendorong turunnya DPK karena adanya optimisme perkiraan penghasilan kedepannya. Tren yang sama juga

ditunjukkan pada pertumbuhan DPK non RT yang melambat dari triwulan sebelumnya 8,06% (yoy) menjadi 2,80% (yoy).

Adapun perlambatan tersebut sejalan dengan menurunnya giro pemerintah daerah mengikuti adanya realisasi anggaran

untuk proyek. Dari sisi korporasi, perlambatan DPK non RT sejalan dengan naiknya harga pembelian bahan baku

khususnya pada sektor perikanan, konstruksi dan perdagangan besar serta penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP),

sehingga ditengarai sebagian simpanan korporasi di perbankan digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut.

Berdasarkan jenis simpanan, RT di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan dalam bentuk

tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar yaitu 69,9% (Rp10,73 triliun), diikuti deposito sebesar

25,87% (Rp4,02 triliun) dan giro sebesar 3,84% (Rp0,59 triliun) dari total DPK RT. Pada periode kajian tercatat penurunan

simpanan giro yang tumbuh negatif sebesar -6,67% (yoy) dari periode sebelumnya 23,70% (yoy). Pertumbuhan DPK

tabungan mencatat perlambatan yang hanya tumbuh sebesar 9,30% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya

13,62% (yoy). Di sisi lain, deposito menunjukan adanya peningkatan positif dengan pertumbuhan sebesar 11,83% (yoy),

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 7,76% (yoy). Turunnya giro RT merupakan hal yang wajar, mengingat

peruntukan giro lebih kepada keperluan transaksi pemerintah dan korporasi. Tumbuhnya deposito RT merupakan hal yang

baik bagi perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan mengingat risiko likuiditas

deposito dari sisi penarikan sewaktu-waktu, lebih rendah dari pada giro dan tabungan.

Penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 mencapai Rp9,380 triliun atau 38,88% dari keseluruhan kredit yang

disalurkan. Porsi tersebut merupakan yang terbesar dari keseluruhan kredit yang disalurkan dan menunjukan adanya

peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 38,02%.

54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%%, YOYRP MILIAR

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

4,89%3,76%3,55%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2017

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

50,00

3,76

1,20

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

18,48

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Perlambatan pertumbuhan kredit merupakan langkah perbankan untuk semakin berhati-hati menyalurkan kredit UMKM

seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah mengalami sedikit

peningkatan mencapai 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Meskipun rasio kredit bermasalah masih di dalam batas wajar

(5%), perbankan perlu tetap mengendapankan aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM mengingat tren

peningkatan rasio kredit bermasalah yang terjadi sejak awal tahun 2017.

Penyaluran Kredit UMKM di Provinsi NTT mencatat peningkatan di triwulan III 2017 sebesar 13.04% (yoy). Peningkatan

tersebut lebih rendah daripada pertumbuhan kredit triwulan II 2017, 13,88 (yoy) ataupun triwulan III 2016, 18,21% (yoy).

Total kredit yang disalurkan untuk UMKM di provinsi NTT mencapai Rp8,26 triliun yang merupakan peningkatan sebesar

4,62% dari triwulan II 2017 yaitu Rp7,90 triliun. Adapun kredit yang disalurkan kepada UMKM terdiri dari kredit modal

kerja Rp6,94 triliun dan kredit investasi Rp1,32 triliun. Kredit modal kerja meningkat sebesar 14,54% (yoy), lebih tinggi

daripada triwulan II 2017 namun lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 14,44% (yoy) dan

19,76%% (yoy). Sedangkan kredit investasi, mengalami perlambatan di triwulan III 2017 yaitu 5,79% (yoy), lebih rendah

daripada triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu 10,88% (yoy) dan 16,65% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit

investasi merupakan bentuk respons kehatia-hatian perbankan atas lebih tingginya persentase kredit bermasalah investasi

dibanding modal kerja yaitu 4,89% dan 3,55% dimana posisi pada triwulan sebelumnya adalah 4,50% dan 3,51%.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan jenis usaha, UMKM kecil masih memegang pangsa terbesar penyaluran kredit yang mencapai 41,57% diikuti

oleh jenis usaha menengan dan mikro yang masing-masing mencapai 31,81% dan 26,62%. Tumbuhnya penyaluran kredit

UMKM ke jenis usaha menengah yang mencapai 15,78% (yoy) dari sebelumnya 12,53% (yoy) tidak dapat mengimbangi

perlambatan yang terjadi pada jenis usaha mikro dan kecil. Kedua jenis usaha tersebut masing-masing melambat menjadi

15,02% (yoy) dan 9,85% (yoy) lebih rendah daripada apertumbuhan sebelumnya yaitu 17,27% (yoy) dan 12,76% (yoy).

57- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE NDAO

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KAB. MALAKA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

197,52

35,67

33,16

23,48

8,52

60,14

78,06

56,24

120,75

17,62

36,03

7,89

7,37

68,04

33,21

-

2,34

3,21

2,78

1,04

-

828,83

1.621,90

96,77

9,03

4,12

8,85

0,42

2,52

55,78

22,34

2,37

4,04

2,29

2,52

1,58

0,57

1,42

0,77

0,63

0,08

0,11

0,04

-

116,20

332,45

1,70

0,14

0,52

0,57

0,04

0,83

1,43

0,62

0,62

0,37

0,07

0,04

0,01

0,09

0,02

0,00

0,00

0,02

0,00

-

-

2,86

9,95

376,07

549,65

381,70

765,68

284,00

390,46

438,18

483,11

273,21

401,43

417,34

364,79

197,63

62,56

101,02

12,04

54,76

18,76

57,12

23,01

1,99

1.761,38

7.415,90

14,81

5,09

2,10

28,46

12,35

100,30

1,47

1,68

0,10

33,01

14,69

0,97

0,02

2,40

0,10

-

1,06

-

0,37

-

-

178,10

397,08

686,88

599,58

421,60

827,03

305,32

554,25

574,92

563,99

397,05

456,47

470,43

376,21

206,61

133,67

135,77

12,81

58,80

22,07

60,39

24,08

1,99

2.887,37

9.777,29

7,03

6,13

4,31

8,46

3,12

5,67

5,88

5,77

4,06

4,67

4,81

3,85

2,11

1,37

1,39

0,13

0,60

0,23

0,62

0,25

0,02

29,53

100,00

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

KPR KKB PERALATAN RT MULTIGUNA LAINNYA TOTALPANGSA (%)DAERAH

sebelumnya 1,81%, 1,72% dan 0,93%. Meski eksposur ketiga kredit tersebut hanya 1,4% dari total kredit RT, perbankan

tetap perlu meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan pinjaman kepada tiga jenis kredit tersebut. Meningkatnya

nominal penyaluran kredit rumah tinggal memperbaiki rasio kredit bermasalah menjadi 1,57% dari sebelumnya 1,73%.

Kredit multiguna yang memiliki pansa hingga 79,08% dari total penyaluran kredit RT berhasil menghambat melonjaknya

rasio kredit bermasalah RT secara umum melalui membaiknya rasio kualitas kredit menjadi 0,96% dari sebelumnya 1,00%.

Rendahnya rasio kredit bermasalah untuk kredit multiguna membuka ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk terus

melakukan ekspansi kredit kepada RT, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian agar kestabilan rasio kredit

bermasalah untuk kredit multiguna tetap terjaga.

Secara spasial, penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 terbesar diberikan di Kota Kupang yang mencapai Rp2,89

triliun, atau 29,53% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp0,83 triliun (8,46%)

dan Kabupaten Kupang sebesar Rp0,69 triliun (7,03%). Terpusatnya akses kredit di wilayah Pulau Timor yang mencapai

55,48% dari seluruh total kredit, dikarenakan masih terpusatnya akses perbankan pada pulau tersebut. Adapun hal

tersebut merupakan sebuah peluang tersendiri bagi perbankan untuk melayani nasabah yang lebih luas.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 13,04% (yoy) atau mencapai Rp8,26 triliun.

Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu

masing-masing sebesar 13,88% (yoy) dan 18,21% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit berbanding lurus dengan

indikator kegiatan usaha sebagaimana hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang turun menjadi 18,49 dari

sebelumnya 47,14. Sejalan dengan kondisi tersebut, SKDU juga mengindikasikan turunnya kemudahan akses kredit dari

sebelumnya 35,29 menjadi 7,14 di triwulan III 2017. Meski demikian, pengukuran kondisi keuangan melalui SKDU

meningkat menjadi 50,00 dari sebelumnya 47,14.

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%%, YOYRP MILIAR

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

4,89%3,76%3,55%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2017

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

50,00

3,76

1,20

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

18,48

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

Perlambatan pertumbuhan kredit merupakan langkah perbankan untuk semakin berhati-hati menyalurkan kredit UMKM

seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah mengalami sedikit

peningkatan mencapai 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Meskipun rasio kredit bermasalah masih di dalam batas wajar

(5%), perbankan perlu tetap mengendapankan aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM mengingat tren

peningkatan rasio kredit bermasalah yang terjadi sejak awal tahun 2017.

Penyaluran Kredit UMKM di Provinsi NTT mencatat peningkatan di triwulan III 2017 sebesar 13.04% (yoy). Peningkatan

tersebut lebih rendah daripada pertumbuhan kredit triwulan II 2017, 13,88 (yoy) ataupun triwulan III 2016, 18,21% (yoy).

Total kredit yang disalurkan untuk UMKM di provinsi NTT mencapai Rp8,26 triliun yang merupakan peningkatan sebesar

4,62% dari triwulan II 2017 yaitu Rp7,90 triliun. Adapun kredit yang disalurkan kepada UMKM terdiri dari kredit modal

kerja Rp6,94 triliun dan kredit investasi Rp1,32 triliun. Kredit modal kerja meningkat sebesar 14,54% (yoy), lebih tinggi

daripada triwulan II 2017 namun lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 14,44% (yoy) dan

19,76%% (yoy). Sedangkan kredit investasi, mengalami perlambatan di triwulan III 2017 yaitu 5,79% (yoy), lebih rendah

daripada triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu 10,88% (yoy) dan 16,65% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit

investasi merupakan bentuk respons kehatia-hatian perbankan atas lebih tingginya persentase kredit bermasalah investasi

dibanding modal kerja yaitu 4,89% dan 3,55% dimana posisi pada triwulan sebelumnya adalah 4,50% dan 3,51%.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan jenis usaha, UMKM kecil masih memegang pangsa terbesar penyaluran kredit yang mencapai 41,57% diikuti

oleh jenis usaha menengan dan mikro yang masing-masing mencapai 31,81% dan 26,62%. Tumbuhnya penyaluran kredit

UMKM ke jenis usaha menengah yang mencapai 15,78% (yoy) dari sebelumnya 12,53% (yoy) tidak dapat mengimbangi

perlambatan yang terjadi pada jenis usaha mikro dan kecil. Kedua jenis usaha tersebut masing-masing melambat menjadi

15,02% (yoy) dan 9,85% (yoy) lebih rendah daripada apertumbuhan sebelumnya yaitu 17,27% (yoy) dan 12,76% (yoy).

57- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE NDAO

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KAB. MALAKA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

197,52

35,67

33,16

23,48

8,52

60,14

78,06

56,24

120,75

17,62

36,03

7,89

7,37

68,04

33,21

-

2,34

3,21

2,78

1,04

-

828,83

1.621,90

96,77

9,03

4,12

8,85

0,42

2,52

55,78

22,34

2,37

4,04

2,29

2,52

1,58

0,57

1,42

0,77

0,63

0,08

0,11

0,04

-

116,20

332,45

1,70

0,14

0,52

0,57

0,04

0,83

1,43

0,62

0,62

0,37

0,07

0,04

0,01

0,09

0,02

0,00

0,00

0,02

0,00

-

-

2,86

9,95

376,07

549,65

381,70

765,68

284,00

390,46

438,18

483,11

273,21

401,43

417,34

364,79

197,63

62,56

101,02

12,04

54,76

18,76

57,12

23,01

1,99

1.761,38

7.415,90

14,81

5,09

2,10

28,46

12,35

100,30

1,47

1,68

0,10

33,01

14,69

0,97

0,02

2,40

0,10

-

1,06

-

0,37

-

-

178,10

397,08

686,88

599,58

421,60

827,03

305,32

554,25

574,92

563,99

397,05

456,47

470,43

376,21

206,61

133,67

135,77

12,81

58,80

22,07

60,39

24,08

1,99

2.887,37

9.777,29

7,03

6,13

4,31

8,46

3,12

5,67

5,88

5,77

4,06

4,67

4,81

3,85

2,11

1,37

1,39

0,13

0,60

0,23

0,62

0,25

0,02

29,53

100,00

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

KPR KKB PERALATAN RT MULTIGUNA LAINNYA TOTALPANGSA (%)DAERAH

sebelumnya 1,81%, 1,72% dan 0,93%. Meski eksposur ketiga kredit tersebut hanya 1,4% dari total kredit RT, perbankan

tetap perlu meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan pinjaman kepada tiga jenis kredit tersebut. Meningkatnya

nominal penyaluran kredit rumah tinggal memperbaiki rasio kredit bermasalah menjadi 1,57% dari sebelumnya 1,73%.

Kredit multiguna yang memiliki pansa hingga 79,08% dari total penyaluran kredit RT berhasil menghambat melonjaknya

rasio kredit bermasalah RT secara umum melalui membaiknya rasio kualitas kredit menjadi 0,96% dari sebelumnya 1,00%.

Rendahnya rasio kredit bermasalah untuk kredit multiguna membuka ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk terus

melakukan ekspansi kredit kepada RT, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian agar kestabilan rasio kredit

bermasalah untuk kredit multiguna tetap terjaga.

Secara spasial, penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 terbesar diberikan di Kota Kupang yang mencapai Rp2,89

triliun, atau 29,53% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp0,83 triliun (8,46%)

dan Kabupaten Kupang sebesar Rp0,69 triliun (7,03%). Terpusatnya akses kredit di wilayah Pulau Timor yang mencapai

55,48% dari seluruh total kredit, dikarenakan masih terpusatnya akses perbankan pada pulau tersebut. Adapun hal

tersebut merupakan sebuah peluang tersendiri bagi perbankan untuk melayani nasabah yang lebih luas.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 13,04% (yoy) atau mencapai Rp8,26 triliun.

Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu

masing-masing sebesar 13,88% (yoy) dan 18,21% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit berbanding lurus dengan

indikator kegiatan usaha sebagaimana hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang turun menjadi 18,49 dari

sebelumnya 47,14. Sejalan dengan kondisi tersebut, SKDU juga mengindikasikan turunnya kemudahan akses kredit dari

sebelumnya 35,29 menjadi 7,14 di triwulan III 2017. Meski demikian, pengukuran kondisi keuangan melalui SKDU

meningkat menjadi 50,00 dari sebelumnya 47,14.

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT NON UMKM

6,19%

1,95%

9,32%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%%, YOYRPMILIAR

0%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Setidaknya selama lima tahun terakhir, kredit bermasalah sektor konstruksi telah berada di luar batas aman (5%). Selain

itu, sektor listrik, gas dan air juga perlu mendapat perhatian khusus mengingat rasio kredit bermasalah sektor tersebut

sejak awal 2013 cenderung menunjukan tren di luar batas aman. Meskipun masih diluar batas aman, rasio kredit

bermasalah untuk sektor konstruksi dan sektor listrik, gas, dan air mengalami perbaikan masing-masing menjadi 9,58%

dan 8,73% dari sebelumnya 12,40% dan 14,40%. Meski memiliki catatan rasio kredit bermasalah, secara umum tren

penyaluran kredit kedua sektor tersebut mengalami ekspansi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembangunan dan

adanya kebutuhan masyarakat NTT atas sektor listrik, gas dan air. Selain kedua sektor tersebut, perbankan juga secara

khusus perlu memperhatikan rasio kredit bermasalah untuk sektor perikanan. Sejak akhir 2016, rasio kredit bermasalah

sektor perikanan terus meningkat, hingga pada triwulan III 2017 mencapai 4,41%.

Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran, yang memiliki eksposur kredit terbesar,

sampai dengan triwulan III 2017 masih cukup terjaga yaitu sebesar 3,29%, adapun posisi tersebut menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu 3,13%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk

melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki

rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan (1,65%), sektor jasa

perorangan yang melayani rumah tanga (1,59%) penyediaan akomodasi dan makan minum (2,04%), dan jasa pendidikan

(2,10%). Terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang mencapai

3,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,47%. Meski masih didalam kategori aman, tren peningkatan kredit

bermasalah pada UMKM sektor tersebut telah terjadi sejak 2016 sehingga perbankan perlu memberikan perhatian khusus

dan pertimbangan yang mendalam terkait pengembangan penyaluran kredit kedepannya.

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Di Provinsi NTT, tiga kategori usaha korporasi dengan eksposur penyaluran kredit tertinggi adalah sektor perdagangan

besar (35,28%), sektor listrik, gas dan air (24,86%), dan sektor konstruksi (20,06%). Total penyaluran kredit korporasi di

Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp1,90 triliun, meningkat 32,32% (yoy). Pertumbuhan tersebut

jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,69% (yoy). Ekspansi pertumbuhan kredit korporasi

utamanya disumbangkan oleh peningkatan pada kredit investasi yang tumbuh hingga 95,68% (yoy) sedangkan modal

kerja tumbuh sebesar 6,80% (yoy). Relatif seimbangnya penyaluran kredit merupakan kondisi yang baik dalam rangka

diversifikasi portofolio untuk memperbaiki kualitas kredit mengingat rasio kredit bermasalah modal kerja lebih tinggi

daripada rasio kredit bermasalah investasi.

59- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERIKANAN

4,41%8,73%9,58%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

2,52%

3,03%

5,99%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

%, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASILISTRIK, AIR, GASPERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

9,30%4,15%

16,74%

66,19%34,08%

176,16%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi di triwulan III - 2017 masih didominasi oleh sektor

perdagangan besar dengan pangsa sebesar 67,59% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi

(7,88%) dan penyediaan akomodasi dan makan minum (4,90%). Meski terus mengalami pertumbuhan nominal,

eksposur sektor perdagangan besar menurun dari yang sebelumnya 69,78%. Hal tersebut mengindikasikan adanya

pertumbuhan yang lebih tinggi pada sektor lain sehingga menurunkan konsentrasi penurunan kredit di perdagangan

besar. Secara kuartal, nominal peningkatan terbesar terdapat di sektor konstruksi yaitu sebanyak Rp179 miliar dari

sebelumnya Rp472 miliar menjadi Rp651 miliar atau tumbuh sebesar 37,87% (qtq) dan 4,15% (yoy), yang merupakan

perbaikan dari posisi triwulan II 2017 yaitu -2,81%. Sektor listrik, gas dan air juga mengalami peningkatan tertinggi yaitu

mencapai 67,59% (qtq) dan 176,16% (yoy). Tren peningkatan penyaluran kredit kepada sektor listrik, gas dan air tersebut

sejalan dengan semakin bertambahnya pembangunan infrastruktur di Provinsi NTT yang pada gilirannya meningkatkan

kebutuhan listrik, gas dan air. Dibandingkan triwulan II 2017, kredit untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan

makan minum yang tumbuh melambat dari yang sebelumnya 76,09% (yoy) menjadi 66,19% (yoy), meskipun begitu,

pertumbuhan pada triwulan III 2017 lebih tinggi daripada periode yang sama untuk tahun sebelumnya yaitu 42,61% (yoy).

Berbanding terbalik dengan tren sektor penyediaan akomodasi, pertumbuhan sektor pertanian, perburuan dan

kehutanan mencapai 34,08% (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2017 namun perlambatan apabila

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016 masing-masing yaitu, 30,05% (yoy) dan 55,00% (yoy).

Tingkat risiko kredit UMKM masih menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, terutama

disebakan oleh peningkatan NPL pada kredit menengah dan mikro. Rasio kredit UMKM bermasalah adalah sebesar

3,76%, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 3,67%, namun masih di bawah pagu NPL yang sebesar 5%. Di

sisi lain, eksposur kredit usaha kecil menunjukan perbaikan kualitas kredit sejak awal tahun 2017. Ditengah tren

perlambatan penyaluran kredit UMKM, penyaluran kredit untuk jenis usaha menengah justru mengalami peningkatan.

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT NON UMKM

6,19%

1,95%

9,32%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%%, YOYRPMILIAR

0%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Setidaknya selama lima tahun terakhir, kredit bermasalah sektor konstruksi telah berada di luar batas aman (5%). Selain

itu, sektor listrik, gas dan air juga perlu mendapat perhatian khusus mengingat rasio kredit bermasalah sektor tersebut

sejak awal 2013 cenderung menunjukan tren di luar batas aman. Meskipun masih diluar batas aman, rasio kredit

bermasalah untuk sektor konstruksi dan sektor listrik, gas, dan air mengalami perbaikan masing-masing menjadi 9,58%

dan 8,73% dari sebelumnya 12,40% dan 14,40%. Meski memiliki catatan rasio kredit bermasalah, secara umum tren

penyaluran kredit kedua sektor tersebut mengalami ekspansi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembangunan dan

adanya kebutuhan masyarakat NTT atas sektor listrik, gas dan air. Selain kedua sektor tersebut, perbankan juga secara

khusus perlu memperhatikan rasio kredit bermasalah untuk sektor perikanan. Sejak akhir 2016, rasio kredit bermasalah

sektor perikanan terus meningkat, hingga pada triwulan III 2017 mencapai 4,41%.

Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran, yang memiliki eksposur kredit terbesar,

sampai dengan triwulan III 2017 masih cukup terjaga yaitu sebesar 3,29%, adapun posisi tersebut menunjukkan

peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu 3,13%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk

melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki

rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan (1,65%), sektor jasa

perorangan yang melayani rumah tanga (1,59%) penyediaan akomodasi dan makan minum (2,04%), dan jasa pendidikan

(2,10%). Terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang mencapai

3,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,47%. Meski masih didalam kategori aman, tren peningkatan kredit

bermasalah pada UMKM sektor tersebut telah terjadi sejak 2016 sehingga perbankan perlu memberikan perhatian khusus

dan pertimbangan yang mendalam terkait pengembangan penyaluran kredit kedepannya.

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Di Provinsi NTT, tiga kategori usaha korporasi dengan eksposur penyaluran kredit tertinggi adalah sektor perdagangan

besar (35,28%), sektor listrik, gas dan air (24,86%), dan sektor konstruksi (20,06%). Total penyaluran kredit korporasi di

Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp1,90 triliun, meningkat 32,32% (yoy). Pertumbuhan tersebut

jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,69% (yoy). Ekspansi pertumbuhan kredit korporasi

utamanya disumbangkan oleh peningkatan pada kredit investasi yang tumbuh hingga 95,68% (yoy) sedangkan modal

kerja tumbuh sebesar 6,80% (yoy). Relatif seimbangnya penyaluran kredit merupakan kondisi yang baik dalam rangka

diversifikasi portofolio untuk memperbaiki kualitas kredit mengingat rasio kredit bermasalah modal kerja lebih tinggi

daripada rasio kredit bermasalah investasi.

59- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERIKANAN

4,41%8,73%9,58%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

2,52%

3,03%

5,99%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

%, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASILISTRIK, AIR, GASPERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

9,30%4,15%

16,74%

66,19%34,08%

176,16%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi di triwulan III - 2017 masih didominasi oleh sektor

perdagangan besar dengan pangsa sebesar 67,59% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi

(7,88%) dan penyediaan akomodasi dan makan minum (4,90%). Meski terus mengalami pertumbuhan nominal,

eksposur sektor perdagangan besar menurun dari yang sebelumnya 69,78%. Hal tersebut mengindikasikan adanya

pertumbuhan yang lebih tinggi pada sektor lain sehingga menurunkan konsentrasi penurunan kredit di perdagangan

besar. Secara kuartal, nominal peningkatan terbesar terdapat di sektor konstruksi yaitu sebanyak Rp179 miliar dari

sebelumnya Rp472 miliar menjadi Rp651 miliar atau tumbuh sebesar 37,87% (qtq) dan 4,15% (yoy), yang merupakan

perbaikan dari posisi triwulan II 2017 yaitu -2,81%. Sektor listrik, gas dan air juga mengalami peningkatan tertinggi yaitu

mencapai 67,59% (qtq) dan 176,16% (yoy). Tren peningkatan penyaluran kredit kepada sektor listrik, gas dan air tersebut

sejalan dengan semakin bertambahnya pembangunan infrastruktur di Provinsi NTT yang pada gilirannya meningkatkan

kebutuhan listrik, gas dan air. Dibandingkan triwulan II 2017, kredit untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan

makan minum yang tumbuh melambat dari yang sebelumnya 76,09% (yoy) menjadi 66,19% (yoy), meskipun begitu,

pertumbuhan pada triwulan III 2017 lebih tinggi daripada periode yang sama untuk tahun sebelumnya yaitu 42,61% (yoy).

Berbanding terbalik dengan tren sektor penyediaan akomodasi, pertumbuhan sektor pertanian, perburuan dan

kehutanan mencapai 34,08% (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2017 namun perlambatan apabila

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016 masing-masing yaitu, 30,05% (yoy) dan 55,00% (yoy).

Tingkat risiko kredit UMKM masih menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, terutama

disebakan oleh peningkatan NPL pada kredit menengah dan mikro. Rasio kredit UMKM bermasalah adalah sebesar

3,76%, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 3,67%, namun masih di bawah pagu NPL yang sebesar 5%. Di

sisi lain, eksposur kredit usaha kecil menunjukan perbaikan kualitas kredit sejak awal tahun 2017. Ditengah tren

perlambatan penyaluran kredit UMKM, penyaluran kredit untuk jenis usaha menengah justru mengalami peningkatan.

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2016

III IV

30.327,22

22.405,34

5.059,30

11.062,67

6.283,37

22.382,83

7.050,03

1.661,22

13.671,58

99,90

1,84

29.756,92

21.465,81

3.722,19

12.819,48

4.924,14

22.837,49

7.120,99

1.659,18

14.057,33

106,39

1,91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2016

III IV

-7,40

0,29

-22,61

14,71

2,02

13,37

16,10

5,83

12,99

4,04

-0,06

-14,85

7,43

-4,81

12,59

16,55

0,56

12,24

PERTUMBUHAN (%YOY)

I

30.574,96

22.564,99

5.330,16

11.310,76

5.924,07

24.425,42

7.462,89

2.015,38

14.947,15

108,24

2,04

2017

I

-1,15

2,82

-4,88

8,25

0,53

19,00

21,80

28,58

16,50

2017

II

35.648,37

25.236,38

6.399,61

12.161,59

6.675,18

24.126,91

7.598,51

1.657,87

14.870,53

95,60

2,29

II

10,29

5,91

-0,46

9,08

6,80

11,03

13,53

-2,26

11,46

III

33.629,10

24.160,75

5.182,60

12.103,54

6.874,62

25.369,83

8.034,78

2.128,29

15.206,76

105,00

2,23

III

10,89

7,83

2,44

9,41

9,41

13,35

13,97

28,12

11,23

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000105,00%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

5,91%

11,03%

2016I II III IV I

2017 II III

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

kredit bermasalah mengindikasikan bahwa perbankan di Provinsi NTT berhasil meningkatkan kehati-hatian dalam

ekspansi kredit. DPK yang dikelola bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,16 triliun, naik 7,83%

(yoy). Peningkatan tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 yaitu 5,91% (yoy). Berdasarkan

nominal, tabungan masih menguasai pangsa DPK dengan porsi 50,10% diikuti oleh deposito 28,45% dan giro 21,45%.

Pertumbuhan tabungan pada triwulan III 2017 mencapai 9,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu

9,08%. Deposito dan giro juga menunjukan pertumbuhan positif masing-masing mencapai 9,41% (yoy) dan 2,44% (yoy)

dari triwulan sebelumnya 6,80% (yoy) dan -0,46% (yoy). Tumbuhnya deposito mengindikasikan meningkatnya literasi

masyarakat terhadap instrumen keuangan, khususnya investasi, diluar tabungan. Pada triwulan III 2017 tingkat

intermediasi perbankan yang diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat ke posisi 105,00 dari sebelumnya 95,60.

Meningkatnya rasio tersebut sejalan dengan peningkatan kredit yang disalurkan dan menunjukan ekspansi aktivitas

ekonomi sebagaimana meningkatnya PDRB.

Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, kembali terjadi penurunan tekanan terhadap beban

operasional yang ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 67,91 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82.

Adapun menurunya BOPO dikarenakan lonjakan peningkatan pendapatan operasional yang lebih tinggi daripada

peningkatan beban operasional. Di sisi lain, rasio Return on Asset (ROA) masih mengalami perbaikan menjadi 1,79% dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,35%. Kedua hal tersebut sejalan penurunan rasio kredit bermasalah sehingga mendorong

pendapatan perbankan yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan bank dalam penyaluran kredit. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap melakukan pengawasan terhadap kredit yang disalurkan dan tetap membentuk CKPN

yang cukup.

61- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIRPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

0,07%

11,43%

10,02%

49,84%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Secara nominal peningkatan kredit yang disalurkan kepada korporasi terutama disumbangkan oleh lonjakan penyaluran

pada sektor listrik, gas dan air yang naik sebesar 354,94% (qtq) dan 289,31% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan PDRB

sektor listrik, gas dan air. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 dan

triwulan III 2016 yang masing-masing sebesar -36,54% (yoy) dan -25,81% (yoy). Selain itu, sektor konstruksi juga

mendukung peningkatan penyaluran kredit dengan pertumbuhan sebesar 79,59% (qtq) dan 56,91% (yoy). Pertumbuhan

tersebut lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 11,25% (yoy) dan

-32,16% (yoy). Lonjakan pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor konstruksi korporasi sejalan dengan

pertumbuhan penyaluran kredit sektor yang sama untuk UMKM. Hal tersebut semakin menegaskan sedang terjadinya

pembangungan di NTT. Sektor perdagangan besar sebagai sektor yang memiliki eksposur terbesar di kredit korporasi,

mengalami perlambatan mencapai 2,83% (yoy) lebih rendah daripada periode sebelumnya dan periode yang sama di

tahun sebelumnya yaitu 5,85% (yoy) dan 6,97% (yoy). Pada triwulan III 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makanan

kembali mengalami penurunan penyaluran kredit yaitu sebesar -5,78% (yoy). Meskipun begitu, pertumbuhan tersebut

masih lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu -53,77% (yoy) dan -9,41% (yoy). Rasio kredit bermasalah korporasi untuk triwulan III 2017 tercatat sebesar 6,19% mengalami perbaikan dibanding

triwulan sebelumnya yang sebesar 9,61%,. Perbaikan kualitas kredit pada triwulan III 2017 terjadi pada kedua jenis kredit,

modal kerja dan investasi, yang masing-masing mencapai 9,32% dan 1,95% dari sebelumnya 11,32% dan 5,00%.

Perbaikan kinerja pengembalian dana kredit menunjukkan kondisi yang membaik pada sektor konstruksi walaupun masih

di luar batas aman yaitu 11,43%. Sementara itu, kinerja pengembalian kredit perdagangan masih mengalami penurunan

kualitas, demikian juga dengan sektor real estate. Kualitas kredit yang baik terdapat pada sektor listrik, gas dan air

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Posisi aset perbankan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 secara total mencapai 33,63 triliun atau tumbuh sebesar

10,89% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yaitu 10,29% (yoy).

Pertumbuhan aset di triwulan III 2017 didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit, khususnya lonjakan pada kredit

investasi yang tumbuh hingga 28,12% (yoy).

Pertumbuhan kredit yang disalurkan melalui bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp25,37 triliun

yang merupakan peningkatan sebesar 13,35% (yoy) dan lebih tinggi dari triwulan II 2017 11,03% (yoy). Kualitas kredit

yang diberikan bank umum tercatat mengalami perbaikan yang diukur melalui turunnya rasio kredit bermasalah menjadi

2,23% dari triwulan sebelumnya 2,29%. Meningkatnya penyaluran kredit yang tidak diikuti dengan peningkatan rasio

60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2016

III IV

30.327,22

22.405,34

5.059,30

11.062,67

6.283,37

22.382,83

7.050,03

1.661,22

13.671,58

99,90

1,84

29.756,92

21.465,81

3.722,19

12.819,48

4.924,14

22.837,49

7.120,99

1.659,18

14.057,33

106,39

1,91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2016

III IV

-7,40

0,29

-22,61

14,71

2,02

13,37

16,10

5,83

12,99

4,04

-0,06

-14,85

7,43

-4,81

12,59

16,55

0,56

12,24

PERTUMBUHAN (%YOY)

I

30.574,96

22.564,99

5.330,16

11.310,76

5.924,07

24.425,42

7.462,89

2.015,38

14.947,15

108,24

2,04

2017

I

-1,15

2,82

-4,88

8,25

0,53

19,00

21,80

28,58

16,50

2017

II

35.648,37

25.236,38

6.399,61

12.161,59

6.675,18

24.126,91

7.598,51

1.657,87

14.870,53

95,60

2,29

II

10,29

5,91

-0,46

9,08

6,80

11,03

13,53

-2,26

11,46

III

33.629,10

24.160,75

5.182,60

12.103,54

6.874,62

25.369,83

8.034,78

2.128,29

15.206,76

105,00

2,23

III

10,89

7,83

2,44

9,41

9,41

13,35

13,97

28,12

11,23

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000105,00%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

5,91%

11,03%

2016I II III IV I

2017 II III

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

kredit bermasalah mengindikasikan bahwa perbankan di Provinsi NTT berhasil meningkatkan kehati-hatian dalam

ekspansi kredit. DPK yang dikelola bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,16 triliun, naik 7,83%

(yoy). Peningkatan tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 yaitu 5,91% (yoy). Berdasarkan

nominal, tabungan masih menguasai pangsa DPK dengan porsi 50,10% diikuti oleh deposito 28,45% dan giro 21,45%.

Pertumbuhan tabungan pada triwulan III 2017 mencapai 9,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu

9,08%. Deposito dan giro juga menunjukan pertumbuhan positif masing-masing mencapai 9,41% (yoy) dan 2,44% (yoy)

dari triwulan sebelumnya 6,80% (yoy) dan -0,46% (yoy). Tumbuhnya deposito mengindikasikan meningkatnya literasi

masyarakat terhadap instrumen keuangan, khususnya investasi, diluar tabungan. Pada triwulan III 2017 tingkat

intermediasi perbankan yang diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat ke posisi 105,00 dari sebelumnya 95,60.

Meningkatnya rasio tersebut sejalan dengan peningkatan kredit yang disalurkan dan menunjukan ekspansi aktivitas

ekonomi sebagaimana meningkatnya PDRB.

Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, kembali terjadi penurunan tekanan terhadap beban

operasional yang ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 67,91 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82.

Adapun menurunya BOPO dikarenakan lonjakan peningkatan pendapatan operasional yang lebih tinggi daripada

peningkatan beban operasional. Di sisi lain, rasio Return on Asset (ROA) masih mengalami perbaikan menjadi 1,79% dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,35%. Kedua hal tersebut sejalan penurunan rasio kredit bermasalah sehingga mendorong

pendapatan perbankan yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan bank dalam penyaluran kredit. Meskipun

demikian, perbankan perlu tetap melakukan pengawasan terhadap kredit yang disalurkan dan tetap membentuk CKPN

yang cukup.

61- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIRPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

0,07%

11,43%

10,02%

49,84%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

Secara nominal peningkatan kredit yang disalurkan kepada korporasi terutama disumbangkan oleh lonjakan penyaluran

pada sektor listrik, gas dan air yang naik sebesar 354,94% (qtq) dan 289,31% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan PDRB

sektor listrik, gas dan air. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 dan

triwulan III 2016 yang masing-masing sebesar -36,54% (yoy) dan -25,81% (yoy). Selain itu, sektor konstruksi juga

mendukung peningkatan penyaluran kredit dengan pertumbuhan sebesar 79,59% (qtq) dan 56,91% (yoy). Pertumbuhan

tersebut lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 11,25% (yoy) dan

-32,16% (yoy). Lonjakan pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor konstruksi korporasi sejalan dengan

pertumbuhan penyaluran kredit sektor yang sama untuk UMKM. Hal tersebut semakin menegaskan sedang terjadinya

pembangungan di NTT. Sektor perdagangan besar sebagai sektor yang memiliki eksposur terbesar di kredit korporasi,

mengalami perlambatan mencapai 2,83% (yoy) lebih rendah daripada periode sebelumnya dan periode yang sama di

tahun sebelumnya yaitu 5,85% (yoy) dan 6,97% (yoy). Pada triwulan III 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makanan

kembali mengalami penurunan penyaluran kredit yaitu sebesar -5,78% (yoy). Meskipun begitu, pertumbuhan tersebut

masih lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu -53,77% (yoy) dan -9,41% (yoy). Rasio kredit bermasalah korporasi untuk triwulan III 2017 tercatat sebesar 6,19% mengalami perbaikan dibanding

triwulan sebelumnya yang sebesar 9,61%,. Perbaikan kualitas kredit pada triwulan III 2017 terjadi pada kedua jenis kredit,

modal kerja dan investasi, yang masing-masing mencapai 9,32% dan 1,95% dari sebelumnya 11,32% dan 5,00%.

Perbaikan kinerja pengembalian dana kredit menunjukkan kondisi yang membaik pada sektor konstruksi walaupun masih

di luar batas aman yaitu 11,43%. Sementara itu, kinerja pengembalian kredit perdagangan masih mengalami penurunan

kualitas, demikian juga dengan sektor real estate. Kualitas kredit yang baik terdapat pada sektor listrik, gas dan air

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Posisi aset perbankan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 secara total mencapai 33,63 triliun atau tumbuh sebesar

10,89% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yaitu 10,29% (yoy).

Pertumbuhan aset di triwulan III 2017 didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit, khususnya lonjakan pada kredit

investasi yang tumbuh hingga 28,12% (yoy).

Pertumbuhan kredit yang disalurkan melalui bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp25,37 triliun

yang merupakan peningkatan sebesar 13,35% (yoy) dan lebih tinggi dari triwulan II 2017 11,03% (yoy). Kualitas kredit

yang diberikan bank umum tercatat mengalami perbaikan yang diukur melalui turunnya rasio kredit bermasalah menjadi

2,23% dari triwulan sebelumnya 2,29%. Meningkatnya penyaluran kredit yang tidak diikuti dengan peningkatan rasio

60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Penyelenggaraan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah

05

Sejalan dengan perlambatan per tumbuhan ekonomi, aktivitas sistem pembayaran tunai

menunjukkan kondisi net outow Rp 223,61 miliar dengan penurunan pertumbuhan dibandingkan

triwulan III 2016 sebesar 43,33%.

Transaksi kliring di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

CAR LDR

24

25

26

27

28

29

30

31

32

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

2,56

81,15

7,02

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II

76,82

29,77

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada periode kajian secara umum masih cukup stabil

yang dinilai tidak adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah

masih menjadi sorotan utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar batas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR

untuk menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,56% dari triwulan

sebelumnya sebesar 2,62%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam menyalurkan kredit yang

tercermin dari turunnya rasio intermediasi (LDR) dari 79,31 menjadi 76,82. Di sisi lain rasio permodalan atau Capital

Adequacy Ratio (CAR) BPR di NTT mengalami sedikit peningkatan menjadi 29,77% dari sebelumnya 29,69%. Sejalan

dengan hal tersebut, terjadi peningkatan efisiensi yang diukur dari turunnya BOPO dari 81,41% menjadi 81,15%.

Kredibilitas BPR sebagai lembaga intermediasi keuangan juga meningkat seiring dengan naiknya Cash Ratio (CR) yaitu

kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang naik menjadi 17,06% dari sebelumnya 15,02%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1,79

67,91

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

62 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Penyelenggaraan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah

05

Sejalan dengan perlambatan per tumbuhan ekonomi, aktivitas sistem pembayaran tunai

menunjukkan kondisi net outow Rp 223,61 miliar dengan penurunan pertumbuhan dibandingkan

triwulan III 2016 sebesar 43,33%.

Transaksi kliring di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

CAR LDR

24

25

26

27

28

29

30

31

32

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

2,56

81,15

7,02

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II

76,82

29,77

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013II III IV I

2017 II III

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada periode kajian secara umum masih cukup stabil

yang dinilai tidak adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah

masih menjadi sorotan utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar batas aman yaitu

mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR

untuk menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,56% dari triwulan

sebelumnya sebesar 2,62%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam menyalurkan kredit yang

tercermin dari turunnya rasio intermediasi (LDR) dari 79,31 menjadi 76,82. Di sisi lain rasio permodalan atau Capital

Adequacy Ratio (CAR) BPR di NTT mengalami sedikit peningkatan menjadi 29,77% dari sebelumnya 29,69%. Sejalan

dengan hal tersebut, terjadi peningkatan efisiensi yang diukur dari turunnya BOPO dari 81,41% menjadi 81,15%.

Kredibilitas BPR sebagai lembaga intermediasi keuangan juga meningkat seiring dengan naiknya Cash Ratio (CR) yaitu

kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang naik menjadi 17,06% dari sebelumnya 15,02%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1,79

67,91

2015II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

62 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH

2016I II III IV I

2017 II III

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000

MILIAR RP

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH

2016I II III IV I

2017 II III

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000

MILIAR RP

Pada triwulan III 2017, inflow dan outflow di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT didominasi oleh

uang kertas pecahanRp 100.000 dan Rp 50.000. Berdasarkan komposisi inflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki

porsi terbesar dengan presentase sebesar 59,20%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar

35,89%. Apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016, uang kertas pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 mengalami

kenaikan masing-masing sebesar 32,47% (yoy) dan 42,29% (yoy). Komposisi inflow pecahan lainnya masing-masing

adalah 2,01% uang kertas Rp 20.000, 1,45% uang kertas Rp 10.000, dan 1,45% pecahan lainnya terdiri dari uang kertas

Rp 5.000, Rp 2.000, Rp 1.000, dan uang logam. Berdasarkan komposisi outflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki porsi

terbesar dengan presentase sebesar 61,28%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar 33,40%.

Uang kertas pecahan Rp 50.000 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2016 yakni 33,31% (yoy). Sementara itu,

uang kertas pecahan Rp 100.000 hanya mengalami kenaikan 2,47% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Komposisi

outflow pecahan lainnya masing-masing adalah 2,25% uang kertas Rp 20.000, 1,55% uang kertas Rp 10.000, dan 1,53%

pecahan lainnya.

5.2.2. Perkembangan Kegiatan Layanan Kas

Pada triwulan III 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan kegiatan kas

keliling sebanyak 10 kali. Kegiatan kas keliling tersebut terdiri dari 9 kali di dalam Kota Kupang dan satu kali di luar kota

yakni di Kabupaten Alor. Total kegiatan kas keliling yang dilaksanakan mulai awal tahun 2017 sampai dengan Bulan

September 2017 adalah 42 kali yang terdiri dari 33 kali dalam kota dan 9 kali di luar kota.

Pada triwulan III 2017, kas titipan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47 miliar.

Posisi net outflow tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 13,37% (yoy). Kegiatan setoran dan penarikan di masing-

masing kas titipan mengalami kenaikan yang signifikan. Setoran bank ke kas titipan (inflow) pada triwulan III 2017

mengalami kenaikan 118,76% (yoy) atau sebesar Rp 791 miliar. Sementara itu, penarikan dari kas titipan ke bank (outflow)

mengalami kenaikan 76,22% (yoy) atau sebesar Rp 1.068,66 miliar. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh

penambahan kas titipan. Selama tahun 2017, Bank Indonesia menambah dua lokasi kas titipan di Provinsi NTT yakni

Waikabubak (Kabupaten Sumba Barat) pada Bulan Juni 2017 dan Kalabahi (Kabupaten Alor) pada Bulan September 2017.

Berdasarkan lokasi kas titipan, tiga kas titipan (Ende, Ruteng, dan Waingapu) mengalami kondisi net inflow.

Sementara itu, kas titipan yang lainnya (Atambua, Lewoleba, Maumere, Waikabubak, dan Alor) mengalami

kondisi net outflow. Net outflow terbesar dicapai oleh Atambua dengan nilai Rp 157,83 miliar. Hal tersebut sejalan

dengan proyek investasi strategis di kawasan perbatasan yang sedang dibangun oleh pemerintah pusat seperti jalan

65- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan III 2017, aktivitas sistem pembayaran tunai di Provinsi NTT menunjukkan posisi net outflow meskipun

menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 43,33%. Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas

ekonomi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 bertumbuh, tetapi cenderung melambat. Di samping itu, transaksi Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96%. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan volume dan nominal kliring nasional

yang justru mengalami penurunan pada triwulan III 2017. Hal ini menunjukkan transaksi non tunai di Provinsi NTT

mengalami pertumbuhan yang positif.

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61

miliar. Posisi net outflow tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan

triwulan III 2016 sebesar 43,33% (yoy).Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan

triwulan III 2016 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan inflow. Posisi inflow menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27%

(yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara itu, posisi outflow hanya mengalami

pertumbuhan sebesar 11,40% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.491,47 miliar.

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)

Berdasarkan pola aliran dana, setoran dan bayaran sebagian besar berasal dari bank pemerintah. Setoran bank

pemerintah pada triwulan III 2017 memiliki persentase 76,55%. Jumlah setoran bank pemerintah tersebut mengalami

kenaikan sebesar 60,75% (yoy) apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016. Bank swasta menempati posisi kedua

sumber setoran bank dengan persentase 23,38%. Jumlah setoran bank swasta mengalami penurunan 6,84% (yoy)

apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016 Sementara itu, 99,07% jumlah uang kartal yang keluar ditarik oleh bank

pemerintah. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 12,77% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016.

76,55%23,38%0,07%

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,07%0,70%0,23%

GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH

2016I II III IV I

2017 II III

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000

MILIAR RP

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH

2016I II III IV I

2017 II III

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000

MILIAR RP

Pada triwulan III 2017, inflow dan outflow di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT didominasi oleh

uang kertas pecahanRp 100.000 dan Rp 50.000. Berdasarkan komposisi inflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki

porsi terbesar dengan presentase sebesar 59,20%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar

35,89%. Apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016, uang kertas pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 mengalami

kenaikan masing-masing sebesar 32,47% (yoy) dan 42,29% (yoy). Komposisi inflow pecahan lainnya masing-masing

adalah 2,01% uang kertas Rp 20.000, 1,45% uang kertas Rp 10.000, dan 1,45% pecahan lainnya terdiri dari uang kertas

Rp 5.000, Rp 2.000, Rp 1.000, dan uang logam. Berdasarkan komposisi outflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki porsi

terbesar dengan presentase sebesar 61,28%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar 33,40%.

Uang kertas pecahan Rp 50.000 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2016 yakni 33,31% (yoy). Sementara itu,

uang kertas pecahan Rp 100.000 hanya mengalami kenaikan 2,47% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Komposisi

outflow pecahan lainnya masing-masing adalah 2,25% uang kertas Rp 20.000, 1,55% uang kertas Rp 10.000, dan 1,53%

pecahan lainnya.

5.2.2. Perkembangan Kegiatan Layanan Kas

Pada triwulan III 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan kegiatan kas

keliling sebanyak 10 kali. Kegiatan kas keliling tersebut terdiri dari 9 kali di dalam Kota Kupang dan satu kali di luar kota

yakni di Kabupaten Alor. Total kegiatan kas keliling yang dilaksanakan mulai awal tahun 2017 sampai dengan Bulan

September 2017 adalah 42 kali yang terdiri dari 33 kali dalam kota dan 9 kali di luar kota.

Pada triwulan III 2017, kas titipan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47 miliar.

Posisi net outflow tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 13,37% (yoy). Kegiatan setoran dan penarikan di masing-

masing kas titipan mengalami kenaikan yang signifikan. Setoran bank ke kas titipan (inflow) pada triwulan III 2017

mengalami kenaikan 118,76% (yoy) atau sebesar Rp 791 miliar. Sementara itu, penarikan dari kas titipan ke bank (outflow)

mengalami kenaikan 76,22% (yoy) atau sebesar Rp 1.068,66 miliar. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh

penambahan kas titipan. Selama tahun 2017, Bank Indonesia menambah dua lokasi kas titipan di Provinsi NTT yakni

Waikabubak (Kabupaten Sumba Barat) pada Bulan Juni 2017 dan Kalabahi (Kabupaten Alor) pada Bulan September 2017.

Berdasarkan lokasi kas titipan, tiga kas titipan (Ende, Ruteng, dan Waingapu) mengalami kondisi net inflow.

Sementara itu, kas titipan yang lainnya (Atambua, Lewoleba, Maumere, Waikabubak, dan Alor) mengalami

kondisi net outflow. Net outflow terbesar dicapai oleh Atambua dengan nilai Rp 157,83 miliar. Hal tersebut sejalan

dengan proyek investasi strategis di kawasan perbatasan yang sedang dibangun oleh pemerintah pusat seperti jalan

65- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan III 2017, aktivitas sistem pembayaran tunai di Provinsi NTT menunjukkan posisi net outflow meskipun

menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 43,33%. Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas

ekonomi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 bertumbuh, tetapi cenderung melambat. Di samping itu, transaksi Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-

masing sebesar 11,17% dan 7,96%. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan volume dan nominal kliring nasional

yang justru mengalami penurunan pada triwulan III 2017. Hal ini menunjukkan transaksi non tunai di Provinsi NTT

mengalami pertumbuhan yang positif.

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61

miliar. Posisi net outflow tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan

triwulan III 2016 sebesar 43,33% (yoy).Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan

triwulan III 2016 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan inflow. Posisi inflow menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27%

(yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara itu, posisi outflow hanya mengalami

pertumbuhan sebesar 11,40% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.491,47 miliar.

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)

Berdasarkan pola aliran dana, setoran dan bayaran sebagian besar berasal dari bank pemerintah. Setoran bank

pemerintah pada triwulan III 2017 memiliki persentase 76,55%. Jumlah setoran bank pemerintah tersebut mengalami

kenaikan sebesar 60,75% (yoy) apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016. Bank swasta menempati posisi kedua

sumber setoran bank dengan persentase 23,38%. Jumlah setoran bank swasta mengalami penurunan 6,84% (yoy)

apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016 Sementara itu, 99,07% jumlah uang kartal yang keluar ditarik oleh bank

pemerintah. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 12,77% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016.

76,55%23,38%0,07%

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,07%0,70%0,23%

GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

MILIAR RP

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG

UPAL

GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

-50

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

RP 50.000 RP 100.000RP 20.000

5,26%10,53%84,21%

GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN

GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE

PEMUSNAHAN UTLE %PEMUSNAHAN/INFLOW

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

-

100

200

300

400

500

600

700

800 MILIAR RP

5.2.4. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Jumlah UPAL yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Penemuan uang palsu masih relatif

kecil walaupun dibanding triwulan sebelumnya mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan jenis pecahannya, temuan UPAL

terdiri dari pecahan Rp 100.000 sebanyak 16 lembar, pecahan Rp 50.000 sebanyak dua lembar dan pecahan Rp 20.000

sebanyak satu lembar. Penemuan UPAL berasal dari kegiatan layanan kas Bank Indonesia (57,89%) yang terdiri dari

layanan kas masyarakat di loket dan kegiatan kas keliling serta setoran perbankan (42,11%).

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

Pada triwulan III 2017, transaksi kliring Provinsi NTT

mengalami kenaikan baik secara volume maupun

nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017

adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut meningkat 11,17%

(yoy) dibandingkan triwulan III 2016.Dari segi nominal,

transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 3.031,84

miliar.

Secara nasional, transaksi kliring justru mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal. Volume kliring secara

nasional menurun 0,62% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 32 juta warkat. Sementara itu, nominal kliring

secara nasional menurun 15,43% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 869 triliun. Sementara

itu,penyerahan Cek/BG kosong di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Volume Cek/BG kosong

pada triwulan III 2017 meningkat 10,25% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 269 warkat.Dari sisi nominal,

67- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 5.9

ULE UTLE

2016I II III IV I

2017 II III

ULE UTLE

MAUMERE ATAMBUA WAINGAPU ENDE RUTENG LEWOLEBA WAIKABUBAK ALOR

0

200

400

600

800

1.000

1.200

PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT

0

50

100

150

200

250

300

350 MILIAR RP

GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT

(900)

(500)

(100)

300

700

1.100 MILIAR RP

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK2016I II III IV I

2017 II III

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ALOR

(250)

(150)

(50)

50

150

250

-

(400)

(300)

(200)

(100)

100

200

300

400MILIAR RP

perbatasan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Bendungan Rotiklot. Dari segi pertumbuhan, kas titipan di Waingapu

mencapai pertumbuhan net inflow tertinggi yakni 387,73% (yoy) atau sebesar Rp 58,02 miliar. Hal tersebut menjadi

indikasi investasi yang masuk di Kabupaten Sumba Timur terutama setelah beroperasinya agroindustri gula di kabupaten

tersebut.

Kas titipan meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE).

Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap oleh kas titipan mencapai Rp 236,06 miliar atau meningkat 125,18%

dibandingkan triwulan III 2016. UTLE tersebut digantikan oleh ULE sebesar Rp 975,79 miliar. Distribusi ULE melalui kas

titipan tersebut meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.

Berdasarkan lokasi kas titipan, Ende menempati posisi pertama kas titipan dengan penyerapan UTLE terbesar.

Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap kas titipan Ende sebesar Rp 63,76 miliar. Namun demikian, masih

terdapat defisit ULE di kas titipan Ende sekitar Rp 50,92 miliar. Kas titipan di Alor belum melakukan penyerapan UTLE

karena baru dibuka. Kas titipan di Lewoleba merupakan kas titipan dengan penyerapan UTLE terendah yakni sebesar Rp

4,94 miliar. Sementara itu, distribusi ULE terbesar adalah kas titipan Atambua dengan nilai Rp 306,75 miliar.

5.2.3. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Jumlah UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% (yoy) dibandingkan

triwulan III 2016 atau sebesar Rp 731,78 miliar seiring dengan adanya komitmen Bank Indonesia untuk

menyediakan kualitas uang yang lebih baik di masyarakat. Sepanjang triwulan III 2017, dari seluruh uang yang

masuk di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT 57,72% merupakan UTLE dan telah dimusnahkan. Persentase

tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III 2016 di mana persentase pemusnahan per inflow hanya mencapai 48,37%.

66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

MILIAR RP

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG

UPAL

GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

-50

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

RP 50.000 RP 100.000RP 20.000

5,26%10,53%84,21%

GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN

GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE

PEMUSNAHAN UTLE %PEMUSNAHAN/INFLOW

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

-

100

200

300

400

500

600

700

800 MILIAR RP

5.2.4. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Jumlah UPAL yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Penemuan uang palsu masih relatif

kecil walaupun dibanding triwulan sebelumnya mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan jenis pecahannya, temuan UPAL

terdiri dari pecahan Rp 100.000 sebanyak 16 lembar, pecahan Rp 50.000 sebanyak dua lembar dan pecahan Rp 20.000

sebanyak satu lembar. Penemuan UPAL berasal dari kegiatan layanan kas Bank Indonesia (57,89%) yang terdiri dari

layanan kas masyarakat di loket dan kegiatan kas keliling serta setoran perbankan (42,11%).

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

Pada triwulan III 2017, transaksi kliring Provinsi NTT

mengalami kenaikan baik secara volume maupun

nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017

adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut meningkat 11,17%

(yoy) dibandingkan triwulan III 2016.Dari segi nominal,

transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 3.031,84

miliar.

Secara nasional, transaksi kliring justru mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal. Volume kliring secara

nasional menurun 0,62% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 32 juta warkat. Sementara itu, nominal kliring

secara nasional menurun 15,43% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 869 triliun. Sementara

itu,penyerahan Cek/BG kosong di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Volume Cek/BG kosong

pada triwulan III 2017 meningkat 10,25% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 269 warkat.Dari sisi nominal,

67- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 5.9

ULE UTLE

2016I II III IV I

2017 II III

ULE UTLE

MAUMERE ATAMBUA WAINGAPU ENDE RUTENG LEWOLEBA WAIKABUBAK ALOR

0

200

400

600

800

1.000

1.200

PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT

0

50

100

150

200

250

300

350 MILIAR RP

GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT

(900)

(500)

(100)

300

700

1.100 MILIAR RP

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK2016I II III IV I

2017 II III

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ALOR

(250)

(150)

(50)

50

150

250

-

(400)

(300)

(200)

(100)

100

200

300

400MILIAR RP

perbatasan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Bendungan Rotiklot. Dari segi pertumbuhan, kas titipan di Waingapu

mencapai pertumbuhan net inflow tertinggi yakni 387,73% (yoy) atau sebesar Rp 58,02 miliar. Hal tersebut menjadi

indikasi investasi yang masuk di Kabupaten Sumba Timur terutama setelah beroperasinya agroindustri gula di kabupaten

tersebut.

Kas titipan meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE).

Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap oleh kas titipan mencapai Rp 236,06 miliar atau meningkat 125,18%

dibandingkan triwulan III 2016. UTLE tersebut digantikan oleh ULE sebesar Rp 975,79 miliar. Distribusi ULE melalui kas

titipan tersebut meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.

Berdasarkan lokasi kas titipan, Ende menempati posisi pertama kas titipan dengan penyerapan UTLE terbesar.

Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap kas titipan Ende sebesar Rp 63,76 miliar. Namun demikian, masih

terdapat defisit ULE di kas titipan Ende sekitar Rp 50,92 miliar. Kas titipan di Alor belum melakukan penyerapan UTLE

karena baru dibuka. Kas titipan di Lewoleba merupakan kas titipan dengan penyerapan UTLE terendah yakni sebesar Rp

4,94 miliar. Sementara itu, distribusi ULE terbesar adalah kas titipan Atambua dengan nilai Rp 306,75 miliar.

5.2.3. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Jumlah UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% (yoy) dibandingkan

triwulan III 2016 atau sebesar Rp 731,78 miliar seiring dengan adanya komitmen Bank Indonesia untuk

menyediakan kualitas uang yang lebih baik di masyarakat. Sepanjang triwulan III 2017, dari seluruh uang yang

masuk di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT 57,72% merupakan UTLE dan telah dimusnahkan. Persentase

tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III 2016 di mana persentase pemusnahan per inflow hanya mencapai 48,37%.

66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

1Bank Indonesia kembali membuka kas titipan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah masyarakat dalam jumlah

nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi layak edar. Pada tanggal 7 September 2017,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT meresmikan kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor. Peresmian kas titipan

tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT selaku bank pengelola kas titipan Bank Indonesia di Kalabahi, Kabupaten

Alor.

Boks 4. Peresmian Kas Titipan di Kabupaten Alor

GAMBAR BOKS 6.1. PERESMIANKAS TITIPAN DI KALABAHI, KABUPATEN ALOR

Kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor menjadi kas titipan Bank Indonesia ke-87 secara nasional atau kas titipan

kedelapan di Provinsi NTT. Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga telah meresmikan kas titipan

di Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Manggarai, Kabupaten

Lembata, dan Kabupaten Sumba Barat. Delapan kas titipan tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan kas

titipan terbanyak di Indonesia.

Provinsi NTT memiliki kondisi geografis berupa kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau

Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor dan Pulau Lembata dan biasa disebut Flobamorata. Di sisi yang lain, Bank Indonesia hanya

mempunyai satu kantor perwakilan di Provinsi NTT yakni di Kota Kupang yang berada di Pulau Timor dan

bertanggungjawab untuk mengedarkan uang Rupiah di seluruh wilayah Provinsi NTT. Pelaksanaan distribusi Uang Layak

Edar (ULE) dari kantor Bank Indonesia di Kota Kupang ke masing-masing pulau di Provinsi NTT membutuhkan waktu yang

tidak singkat dan sangat bergantung dengan kondisi cuaca. Sebagai contoh, perjalanan dari Pulau Timor ke Pulau Flores

(berlabuh di Larantuka) membutuhkan waktu selama ±15 jam dengan menggunakan transportasi laut berupa kapal ferry.

Begitu juga Pulau Timor ke Pulau Sumba (berlabuh di Waingapu) dapat ditempuh selama ±28 jam untuk satu kali

perjalanan (one way) dengan jadwal pelayaran satu kali dalam seminggu. Oleh karena itu, Bank Indonesia menetapkan

titik-titik lokasi yang strategis untuk menjangkau seluruh wilayah Provinsi NTT.

Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang Rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. Bank Indonesia menunjuk Bank Umum sebagai pengelola kas titipan untuk melakukan kegiatan : setoran dan penarikan bank di wilayah kerjanya, penukaran uang di loket untuk kebutuhan masyarakat, pelaksanaan kas keliling, sortasi uang, serta penyimpanan uang.

1.

69- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD

2016I II III IV I

2017 II III

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

JUMLAH LKD YOY QTQ

GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT

2016I II III IV I

2017 II III

PEMBELIANPENJUALAN

MILIAR RP

0

2

4

6

8

10

12

14

16

GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT

2016I II III IV I

2017 II III

MILIAR RP

0

5

10

15

20

25

30

EURUSD LAINNYA

Cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Hal ini disebabkan oleh

ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April

2017.

5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)

Di Provinsi NTT, jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin sampai dengan Bulan September 2017 adalah enam

penyelenggara. Lokasi KUPVA BB berizin tersebut adalah Kota Kupang (tiga penyelenggara), Atambua (dua

penyelenggara), dan Labuan Bajo (satu penyelenggara).

Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di Provinsi NTT terus mengalami

peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67 miliar atau naik 50,09% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2016. Sementara itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 14,54

miliar atau naik 10,18% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Kenaikan aktivitas penukaran valuta asing ini lebih

disebabkan oleh adanya aktivitas penertiban KUPVA BB tidak berijin dan pendampingan oleh Bank Indonesia sehingga

kepatuhan pelaporan transaksi oleh penyelenggara KUPVA BB berizin mengalami peningkatan.

Berdasarkan mata uang, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 didominasi

oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Selain berperan sebagai mata uang internasional, USD

mendominasi transaksi valuta asing di Provinsi NTT karena Timor Leste, negara yang berbatasan langsung dengan Provinsi

NTT menggunakan mata uang USD dalam aktivitas ekonomi sehari-hari. Mata uang EUR menempati peringkat kedua

dengan pangsa 14,67% atau senilai Rp 3,85 miliar. Sementara itu, mata uang lainnya yakni JPY, CNY, dan SGD mempunyai

pangsa yang kecil yakni 0,32%.

5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

Pada triwulan III 2017, jumlah agen LKD di Provinsi

NTT adalah 2.702 agen. Jumlah tersebut mengalami

kenaikan sebesar 28,97% (qtq) apabila dibandingkan

dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095

agen.Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial

non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)

dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat

diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan

bantuan sosial dan belanja bantuan pangan.

68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

1Bank Indonesia kembali membuka kas titipan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah masyarakat dalam jumlah

nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi layak edar. Pada tanggal 7 September 2017,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT meresmikan kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor. Peresmian kas titipan

tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT selaku bank pengelola kas titipan Bank Indonesia di Kalabahi, Kabupaten

Alor.

Boks 4. Peresmian Kas Titipan di Kabupaten Alor

GAMBAR BOKS 6.1. PERESMIANKAS TITIPAN DI KALABAHI, KABUPATEN ALOR

Kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor menjadi kas titipan Bank Indonesia ke-87 secara nasional atau kas titipan

kedelapan di Provinsi NTT. Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga telah meresmikan kas titipan

di Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Manggarai, Kabupaten

Lembata, dan Kabupaten Sumba Barat. Delapan kas titipan tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan kas

titipan terbanyak di Indonesia.

Provinsi NTT memiliki kondisi geografis berupa kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau

Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor dan Pulau Lembata dan biasa disebut Flobamorata. Di sisi yang lain, Bank Indonesia hanya

mempunyai satu kantor perwakilan di Provinsi NTT yakni di Kota Kupang yang berada di Pulau Timor dan

bertanggungjawab untuk mengedarkan uang Rupiah di seluruh wilayah Provinsi NTT. Pelaksanaan distribusi Uang Layak

Edar (ULE) dari kantor Bank Indonesia di Kota Kupang ke masing-masing pulau di Provinsi NTT membutuhkan waktu yang

tidak singkat dan sangat bergantung dengan kondisi cuaca. Sebagai contoh, perjalanan dari Pulau Timor ke Pulau Flores

(berlabuh di Larantuka) membutuhkan waktu selama ±15 jam dengan menggunakan transportasi laut berupa kapal ferry.

Begitu juga Pulau Timor ke Pulau Sumba (berlabuh di Waingapu) dapat ditempuh selama ±28 jam untuk satu kali

perjalanan (one way) dengan jadwal pelayaran satu kali dalam seminggu. Oleh karena itu, Bank Indonesia menetapkan

titik-titik lokasi yang strategis untuk menjangkau seluruh wilayah Provinsi NTT.

Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang Rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. Bank Indonesia menunjuk Bank Umum sebagai pengelola kas titipan untuk melakukan kegiatan : setoran dan penarikan bank di wilayah kerjanya, penukaran uang di loket untuk kebutuhan masyarakat, pelaksanaan kas keliling, sortasi uang, serta penyimpanan uang.

1.

69- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD

2016I II III IV I

2017 II III

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

JUMLAH LKD YOY QTQ

GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT

2016I II III IV I

2017 II III

PEMBELIANPENJUALAN

MILIAR RP

0

2

4

6

8

10

12

14

16

GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT

2016I II III IV I

2017 II III

MILIAR RP

0

5

10

15

20

25

30

EURUSD LAINNYA

Cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Hal ini disebabkan oleh

ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April

2017.

5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)

Di Provinsi NTT, jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin sampai dengan Bulan September 2017 adalah enam

penyelenggara. Lokasi KUPVA BB berizin tersebut adalah Kota Kupang (tiga penyelenggara), Atambua (dua

penyelenggara), dan Labuan Bajo (satu penyelenggara).

Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di Provinsi NTT terus mengalami

peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67 miliar atau naik 50,09% (yoy)

dibandingkan triwulan III 2016. Sementara itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 14,54

miliar atau naik 10,18% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Kenaikan aktivitas penukaran valuta asing ini lebih

disebabkan oleh adanya aktivitas penertiban KUPVA BB tidak berijin dan pendampingan oleh Bank Indonesia sehingga

kepatuhan pelaporan transaksi oleh penyelenggara KUPVA BB berizin mengalami peningkatan.

Berdasarkan mata uang, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 didominasi

oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Selain berperan sebagai mata uang internasional, USD

mendominasi transaksi valuta asing di Provinsi NTT karena Timor Leste, negara yang berbatasan langsung dengan Provinsi

NTT menggunakan mata uang USD dalam aktivitas ekonomi sehari-hari. Mata uang EUR menempati peringkat kedua

dengan pangsa 14,67% atau senilai Rp 3,85 miliar. Sementara itu, mata uang lainnya yakni JPY, CNY, dan SGD mempunyai

pangsa yang kecil yakni 0,32%.

5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

Pada triwulan III 2017, jumlah agen LKD di Provinsi

NTT adalah 2.702 agen. Jumlah tersebut mengalami

kenaikan sebesar 28,97% (qtq) apabila dibandingkan

dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095

agen.Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial

non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)

dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat

diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan

bantuan sosial dan belanja bantuan pangan.

68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016 menegaskan bahwa setiap penyaluran bantuan

sosial (bansos) akan dilakukan dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam satu kartu.

Pesan Presiden tersebut diejawantahkan melalui program bansos non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan

(PKH) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). PKH yang diluncurkan pada bulan Oktober 2016 merupakan program

perlindungan sosial pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di mana KPM yang

menerima bantuan tersebut wajib melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, BPNT

yang baru diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2017 adalah bantuan sosial di bidang pangan yang menggantikan

program Beras Miskin (Raskin).

Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam upaya mensukseskan program bansos non tunai tersebut. Bank Indonesia telah

memberikan sosialisasi dan edukasi terkait bansos non tunai meliputi manfaat program bansos non tunai, tata cara

bertransaksi yang aman menggunakan kartu, peran Layanan Keuangan Digital (LKD) serta tata cara pengaduan apabila

menemui kendala. Di samping itu, Bank Indonesia juga melaksanakan monitoring penyaluran bansos non tunai secara

berkala agar program dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada tahun 2017, Bank Indonesia telah melaksanakan

monitoring bansos non tunai sebanyak tiga tahap yakni pada bulan Juli, September, dan November. Monitoring tersebut

dilaksanakan melalui metode wawancara terhadap KPM, pendamping dari Dinas Sosial setempat, dan agen bank.

Boks 5. Implementasi Bantuan Sosial Non Tunai di Provinsi NTT

GAMBAR BOKS 5.1. KEGIATAN BANK INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG BANSOS NON TUNAI

Di Provinsi NTT, program bansos non tunai yang telah berjalan adalah PKH. Program tersebut telah dilaksanakan di Kota

Kupang dan masing-masing Kabupaten di Provinsi NTT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) berperan sebagai bank penyalur PKH

di Provinsi NTT. PKH disalurkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibagikan kepada masing-masing

KPM.Sementara itu, BPNT sampai saat ini belum diimplementasikan karena dalam proses persiapan e-warung selaku

pedagang dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan bank penyalur sebagai tempat penarikan/pembelian BPNT.

Sampai saat ini, Kota Kupang telah memiliki 15 e-warung.

Berdasarkan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di

Provinsi NTT telah memahami mekanisme penyaluran bansos non tunai menggunakan KKS. KPM telah mendapatkan

sosialisasi dan edukasi dari pihak-pihak terkait, termasuk Bank Indonesia. Di samping itu, kehadiran pendamping dari

Dinas Sosial setempat sangat membantu KPM dalam memahami program PKH tersebut.

71- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GAMBAR BOKS 4.3.PERKEMBANGAN KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT

PENYERAPAN UTLE

DISTRIBUSI UTLE

387 M

949 M

553 M

1.955 M

1.179 M

1.820 M

2017

TW III - 125,18% (YOY)

20162015

8 KAS TITIPAN5 KAS TITIPAN3 KAS TITIPAN

*September

TW III - 65,95% (YOY)

GAMBAR BOKS 6.2.LOKASI KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT

Pertambahan kas titipan berbanding lurus dengan peningkatan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi

ULE. Penyerapan UTLE per Bulan September 2017 mencapai Rp 1.179 miliar. Pencapaian ini melebihi penyerapan UTLE

pada tahun 2015 dan tahun 2016 masing-masing sebesar Rp 387 miliar dan Rp 553 miliar. Secara triwulanan, penyerapan

UTLE pada triwulan III 2017 meningkat 125,18% dibandingkan triwulan III 2016. Distribusi ULE per Bulan September 2017

mencapai Rp 1.816 miliar atau 93% total pencapaian tahun 2016. Secara triwulanan, distribusi ULE pada triwulan III 2017

meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.

Program kas titipan di Provinsi NTT telah memberikan manfaat bagi masyarakat dan perbankan. Masyarakat memperoleh

uang Rupiah dengan jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan sesuai, dan berkualitas. Sementara itu, bank umum juga

dipermudah karena tidak perlu melaksanakan pengiriman uang dari kantor pusat ke kantor cabang di kabupaten. Kantor

cabang di kabupaten dapat memenuhi kebutuhan ULE melalui kas titipan yang terletak di wilayah kabupatennya. Hal

tersebut menurunkan risiko pengiriman uang dan menghemat biaya operasional bank untuk melaksanakan pengiriman

uang.

70 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016 menegaskan bahwa setiap penyaluran bantuan

sosial (bansos) akan dilakukan dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam satu kartu.

Pesan Presiden tersebut diejawantahkan melalui program bansos non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan

(PKH) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). PKH yang diluncurkan pada bulan Oktober 2016 merupakan program

perlindungan sosial pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di mana KPM yang

menerima bantuan tersebut wajib melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, BPNT

yang baru diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2017 adalah bantuan sosial di bidang pangan yang menggantikan

program Beras Miskin (Raskin).

Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam upaya mensukseskan program bansos non tunai tersebut. Bank Indonesia telah

memberikan sosialisasi dan edukasi terkait bansos non tunai meliputi manfaat program bansos non tunai, tata cara

bertransaksi yang aman menggunakan kartu, peran Layanan Keuangan Digital (LKD) serta tata cara pengaduan apabila

menemui kendala. Di samping itu, Bank Indonesia juga melaksanakan monitoring penyaluran bansos non tunai secara

berkala agar program dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada tahun 2017, Bank Indonesia telah melaksanakan

monitoring bansos non tunai sebanyak tiga tahap yakni pada bulan Juli, September, dan November. Monitoring tersebut

dilaksanakan melalui metode wawancara terhadap KPM, pendamping dari Dinas Sosial setempat, dan agen bank.

Boks 5. Implementasi Bantuan Sosial Non Tunai di Provinsi NTT

GAMBAR BOKS 5.1. KEGIATAN BANK INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG BANSOS NON TUNAI

Di Provinsi NTT, program bansos non tunai yang telah berjalan adalah PKH. Program tersebut telah dilaksanakan di Kota

Kupang dan masing-masing Kabupaten di Provinsi NTT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) berperan sebagai bank penyalur PKH

di Provinsi NTT. PKH disalurkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibagikan kepada masing-masing

KPM.Sementara itu, BPNT sampai saat ini belum diimplementasikan karena dalam proses persiapan e-warung selaku

pedagang dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan bank penyalur sebagai tempat penarikan/pembelian BPNT.

Sampai saat ini, Kota Kupang telah memiliki 15 e-warung.

Berdasarkan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di

Provinsi NTT telah memahami mekanisme penyaluran bansos non tunai menggunakan KKS. KPM telah mendapatkan

sosialisasi dan edukasi dari pihak-pihak terkait, termasuk Bank Indonesia. Di samping itu, kehadiran pendamping dari

Dinas Sosial setempat sangat membantu KPM dalam memahami program PKH tersebut.

71- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GAMBAR BOKS 4.3.PERKEMBANGAN KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT

PENYERAPAN UTLE

DISTRIBUSI UTLE

387 M

949 M

553 M

1.955 M

1.179 M

1.820 M

2017

TW III - 125,18% (YOY)

20162015

8 KAS TITIPAN5 KAS TITIPAN3 KAS TITIPAN

*September

TW III - 65,95% (YOY)

GAMBAR BOKS 6.2.LOKASI KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT

Pertambahan kas titipan berbanding lurus dengan peningkatan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi

ULE. Penyerapan UTLE per Bulan September 2017 mencapai Rp 1.179 miliar. Pencapaian ini melebihi penyerapan UTLE

pada tahun 2015 dan tahun 2016 masing-masing sebesar Rp 387 miliar dan Rp 553 miliar. Secara triwulanan, penyerapan

UTLE pada triwulan III 2017 meningkat 125,18% dibandingkan triwulan III 2016. Distribusi ULE per Bulan September 2017

mencapai Rp 1.816 miliar atau 93% total pencapaian tahun 2016. Secara triwulanan, distribusi ULE pada triwulan III 2017

meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.

Program kas titipan di Provinsi NTT telah memberikan manfaat bagi masyarakat dan perbankan. Masyarakat memperoleh

uang Rupiah dengan jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan sesuai, dan berkualitas. Sementara itu, bank umum juga

dipermudah karena tidak perlu melaksanakan pengiriman uang dari kantor pusat ke kantor cabang di kabupaten. Kantor

cabang di kabupaten dapat memenuhi kebutuhan ULE melalui kas titipan yang terletak di wilayah kabupatennya. Hal

tersebut menurunkan risiko pengiriman uang dan menghemat biaya operasional bank untuk melaksanakan pengiriman

uang.

70 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di

semester II 2017.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan

nasional dan berada di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia

Persentase pengangguran 3,25% atau 78,5 ribu orang dari total angkatan kerja 2.398.609 orang

Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 103,00 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar

101,20. NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan

Peningkatan pada jumlah tenaga kerja berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy)

mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat membuka lapangan usaha sendiri di

Provinsi NTT

25%75%

TIDAKYA

45%55%

GRAFIK BOKS 5.1. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MEMILIKI REKENING SEBELUM BANSOS NON TUNAI DILAKSANAKAN"

GRAFIK BOKS 5.3. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MENYISIHKAN YANG DITERIMA UNTUK DITABUNG"

TIDAKYA

Pelaksanaan bansos non tunai juga telah memenuhi prinsip perlindungan konsumen. KPM selaku penerima bansos dan

pengguna KKS mempunyai dua saluran untuk menyampaikan keluhan atau kendala terkait pelaksanaan bansos non

tunai. Saluran yang pertama adalah pendamping. Pendamping selalu mengadakan pertemuan rutin dengan KPM untuk

memonitor perkembangan penyaluran bansos non tunai. Saluran yang kedua adalah bank penyalur. Kantor bank penyalur

juga siap sedia menerima keluhan dan kendala yang dialami oleh KPM.

Selama ini, KPM mencairkan dana PKH melalui kantor bank dan mesin ATM. Selain dua tempat tersebut, pencairan dana

PKH bisa dilaksanakan melalui LKD. KPM serta pendamping belum mengenal peran LKD sehingga Bank Indonesia ke

depannya akan terus mendorong pengoptimalan peran LKD di Provinsi NTT. Sampai dengan triwulan III tahun 2017,

jumlah LKD di Provinsi NTT mencapai 2.791 agen di mana jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 33,22%.

Program bansos non tunai memberikan dampak yang besar terhadap keuangan inklusif. Berdasarkan monitoring yang

telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di Provinsi NTT tidak memiliki

rekening di bank sebelum implementasi program bansos non tunai. Alasan KPM tidak mempunyai rekening di bank adalah

tidak mempunyai uang untuk ditabung, proses yang rumit dalam membuka rekening, dan segan untuk datang ke kantor

bank. Melalui bansos non tunai, KPM secara tidak langsung diajak untuk membuka rekening di bank. Tidak hanya

membuka rekening, beberapa KPM juga mulai menyisihkan sebagian dana PKH untuk ditabung.

72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di

semester II 2017.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan

nasional dan berada di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia

Persentase pengangguran 3,25% atau 78,5 ribu orang dari total angkatan kerja 2.398.609 orang

Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 103,00 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar

101,20. NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan

Peningkatan pada jumlah tenaga kerja berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy)

mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat membuka lapangan usaha sendiri di

Provinsi NTT

25%75%

TIDAKYA

45%55%

GRAFIK BOKS 5.1. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MEMILIKI REKENING SEBELUM BANSOS NON TUNAI DILAKSANAKAN"

GRAFIK BOKS 5.3. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MENYISIHKAN YANG DITERIMA UNTUK DITABUNG"

TIDAKYA

Pelaksanaan bansos non tunai juga telah memenuhi prinsip perlindungan konsumen. KPM selaku penerima bansos dan

pengguna KKS mempunyai dua saluran untuk menyampaikan keluhan atau kendala terkait pelaksanaan bansos non

tunai. Saluran yang pertama adalah pendamping. Pendamping selalu mengadakan pertemuan rutin dengan KPM untuk

memonitor perkembangan penyaluran bansos non tunai. Saluran yang kedua adalah bank penyalur. Kantor bank penyalur

juga siap sedia menerima keluhan dan kendala yang dialami oleh KPM.

Selama ini, KPM mencairkan dana PKH melalui kantor bank dan mesin ATM. Selain dua tempat tersebut, pencairan dana

PKH bisa dilaksanakan melalui LKD. KPM serta pendamping belum mengenal peran LKD sehingga Bank Indonesia ke

depannya akan terus mendorong pengoptimalan peran LKD di Provinsi NTT. Sampai dengan triwulan III tahun 2017,

jumlah LKD di Provinsi NTT mencapai 2.791 agen di mana jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 33,22%.

Program bansos non tunai memberikan dampak yang besar terhadap keuangan inklusif. Berdasarkan monitoring yang

telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di Provinsi NTT tidak memiliki

rekening di bank sebelum implementasi program bansos non tunai. Alasan KPM tidak mempunyai rekening di bank adalah

tidak mempunyai uang untuk ditabung, proses yang rumit dalam membuka rekening, dan segan untuk datang ke kantor

bank. Melalui bansos non tunai, KPM secara tidak langsung diajak untuk membuka rekening di bank. Tidak hanya

membuka rekening, beberapa KPM juga mulai menyisihkan sebagian dana PKH untuk ditabung.

72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

1.900.000

2.000.000

2.100.000

2.200.000

2.300.000

2.400.000

2.500.000

2.600.000

FEB AGS2013

FEB AGS201

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

ANGKATAN KERJA TPT (%)KERJA

GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR

FEB AGS2013

FEB AGS201

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

-

50

100

150

200

250

300

350

400

PERTANIAN PERTAMBANGAN,LISTRIK GAS dan AIR INDUSTRI KONSTRUKSIPERTANIAN TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN

adanya indikasi pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya, yang tercermin juga dengan

adanya penurunan cukup tinggi dari jumlah tenaga kerja di sektor Pertanian sebesar 171 ribu orang. Adanya program

mekanisasi pertanian yang sedang digalakkan di beberapa daerah telah berhasil meningkatkan pendapatan petani yang

terlihat dari meningkatnya nilai tukar petani. Namun demikian, hal ini juga berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja

yang dibutuhkan. Adanya peningkatan pekerjaan di sektor industri dan konstruksi menyebabkan banyak pencari kerja di

pedesaan melakukan urbanisasi yang berdampak pada peningkatan kemiskinan perkotaan. Apabila dilihat dari pola

tahunan, peningkatan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian di Provinsi NTT cenderung terjadi pada bulan Februari

seiring adanya panen di awal tahun.

Berdasarkan data, tingginya ketergantungan pada sektor pertanian terlihat dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian

yang masih dominan sebesar 54,81%, meningkat dibandingkan Agustus 2016 sebesar 53,3% diikuti oleh sektor jasa

kemasyarakatan sebesar 14,6%. Sementara itu apabila dilakukan analisis perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja

secara tahunan, terlihat bahwa terjadi perlambatan secara yoy pada bulan Agustus 2017. Hal ini terlihat dari pertumbuhan

penyerapan pekerja secara tahunan yang tetap positif walaupun tidak terlalu signifikan pertambahannya dibandingkan

dengan bulan Agustus 2016.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat

menjadi yang tertinggi yaitu 35.124 pada bulan Agustus 2017 jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2016 sebesar

31.155. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan SMA/SMK yang baru lulus dan belum masuk angkatan kerja.

Penurunan jumlah penganggur justru terjadi pada pekerja dengan pendidikan SD yang tercatat sebesar 14.985 orang

pada bulan Agustus 2017 dibanding Februari 2017 sebesar 24.355 orang. Berkurangnya jumlah pengangguran diduga

6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

MILIAR RP

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

SMPSD DIPLOMA I/II/IIISMA/SMK UNIV

GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

<SD

SMP

SMA

/ SM

KD

I/II/

IIIU

NIV

1.343.7661.358.751

308.646315.762

435.452470.576

52.12556.371

180.072197.149

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000

SD

SMP

SMA/SMK

DIPLOMA I/II/III

UNIVERSITAS

PERTUMBUHAN PENGANGGURAN

%YOYTINGKAT

11,8%

-19,8%

12,7%

60,3%

16,7%

75- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

6.1 KONDISI UMUM

Jika dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar

3,27% atau 78,5 ribu orang, sedikit meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,25% atau 76,6 ribu orang.

Peningkatan persentase pengangguran sebesar 0,02% selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di

tahun 2017 sebanyak 1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang), juga disebabkan oleh

kenaikan yang signifikan TPT di perkotaan dari sebelumnya 4,61% di bulan Februari 2017 saat ini naik menjadi 8,66% di

bulan Agustus 2017, perubahan ini dapat ditahan dengan menurunnya TPT di pedesaan dari 2,83% di bulan Februari

2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017. Hal ini mengimplikasikan adanya kegiatan urbanisasi pengangguran yang

ada di desa ke kota namun tidak diimbangi dengan kecocokan kualitas sumber daya manusia pada lapangan pekerjaan di

perkotaan.

Indikator kesejahteraan pada triwulan-III dapat dikatakan mengalami perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya

perbaikan dari 101,20 pada bulan Juni menjadi 103,00 di bulan September 2017. Hal ini disebabkan oleh terjadinya

peningkatan angka indeks pada setiap sektor terutama di sektor Tanaman Perkebunan Rakyat yang cukup signifikan yang

menunjukkan bahwa pendapatan perkebunan mengalami peningkatan lebih besar dari biaya hidup petani.

6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih baik dibandingkan nasional dan berada

di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Jumlah pengangguran di NTT pada bulan Agustus 2017 sebesar

3,27% dari total angkatan kerja, lebih baik dibanding pengangguran terbukanasional yang sebesar 5,50%. Hanya Provinsi

Bali (1,48%), Daerah Istimewa Yogyakarta (3,02) dan Sulawesi Barat (3,21) yang memiliki tingkat pengangguran terbuka

lebih rendah dari NTT. Namun demikian, rendahnya angka TPT tersebut cukup berkontradiksi dengan persentase

penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat

sebagaimana data tingkat kemiskinan di bulan Maret 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh besarnya jumlah pekerja

tidak dibayar yang mencapai 25,18% dari total angkatan kerja.

Tingginya partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian yakni sebesar 53,32% atau 1,21 juta orang dari 2,28 juta penduduk

bekerja tidak serta merta diikuti dengan produktivitas dan pendapatan di sektor pertanian yang menyebabkan

pendapatan masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari.

6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum

Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran. Terjadi penurunan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2017 yaitu

menjadi sebanyak 2.398.609 orang dari bulan Februari yang sebesar 2.503.057 orang. Penurunan tersebut terutama

didorong oleh adanya penurunan yang cukup signifikan pada kategori pegawai kerja sebesar 102.748 jiwa.

Sementara itu, dari sisi jumlah pengangguran jika dibandingkan dengan Triwulan II 2017, terjadi penurunan dari 80.248

orang (Februari 2017) menjadi 78.548 orang (Agustus 2017). Penurunan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan

penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan konstruksi. Berdasarkan data historis, jumlah tenaga kerja di sektor industri

pada bulan Agustus 2017 ini mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan 4 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan

6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Sektor

74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

1.900.000

2.000.000

2.100.000

2.200.000

2.300.000

2.400.000

2.500.000

2.600.000

FEB AGS2013

FEB AGS201

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

ANGKATAN KERJA TPT (%)KERJA

GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR

FEB AGS2013

FEB AGS201

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

-

50

100

150

200

250

300

350

400

PERTANIAN PERTAMBANGAN,LISTRIK GAS dan AIR INDUSTRI KONSTRUKSIPERTANIAN TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN

adanya indikasi pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya, yang tercermin juga dengan

adanya penurunan cukup tinggi dari jumlah tenaga kerja di sektor Pertanian sebesar 171 ribu orang. Adanya program

mekanisasi pertanian yang sedang digalakkan di beberapa daerah telah berhasil meningkatkan pendapatan petani yang

terlihat dari meningkatnya nilai tukar petani. Namun demikian, hal ini juga berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja

yang dibutuhkan. Adanya peningkatan pekerjaan di sektor industri dan konstruksi menyebabkan banyak pencari kerja di

pedesaan melakukan urbanisasi yang berdampak pada peningkatan kemiskinan perkotaan. Apabila dilihat dari pola

tahunan, peningkatan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian di Provinsi NTT cenderung terjadi pada bulan Februari

seiring adanya panen di awal tahun.

Berdasarkan data, tingginya ketergantungan pada sektor pertanian terlihat dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian

yang masih dominan sebesar 54,81%, meningkat dibandingkan Agustus 2016 sebesar 53,3% diikuti oleh sektor jasa

kemasyarakatan sebesar 14,6%. Sementara itu apabila dilakukan analisis perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja

secara tahunan, terlihat bahwa terjadi perlambatan secara yoy pada bulan Agustus 2017. Hal ini terlihat dari pertumbuhan

penyerapan pekerja secara tahunan yang tetap positif walaupun tidak terlalu signifikan pertambahannya dibandingkan

dengan bulan Agustus 2016.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat

menjadi yang tertinggi yaitu 35.124 pada bulan Agustus 2017 jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2016 sebesar

31.155. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan SMA/SMK yang baru lulus dan belum masuk angkatan kerja.

Penurunan jumlah penganggur justru terjadi pada pekerja dengan pendidikan SD yang tercatat sebesar 14.985 orang

pada bulan Agustus 2017 dibanding Februari 2017 sebesar 24.355 orang. Berkurangnya jumlah pengangguran diduga

6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

MILIAR RP

FEB AGS2015

FEB AGS2016

FEB AGS2017

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

SMPSD DIPLOMA I/II/IIISMA/SMK UNIV

GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

<SD

SMP

SMA

/ SM

KD

I/II/

IIIU

NIV

1.343.7661.358.751

308.646315.762

435.452470.576

52.12556.371

180.072197.149

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000

SD

SMP

SMA/SMK

DIPLOMA I/II/III

UNIVERSITAS

PERTUMBUHAN PENGANGGURAN

%YOYTINGKAT

11,8%

-19,8%

12,7%

60,3%

16,7%

75- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

6.1 KONDISI UMUM

Jika dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar

3,27% atau 78,5 ribu orang, sedikit meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,25% atau 76,6 ribu orang.

Peningkatan persentase pengangguran sebesar 0,02% selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di

tahun 2017 sebanyak 1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang), juga disebabkan oleh

kenaikan yang signifikan TPT di perkotaan dari sebelumnya 4,61% di bulan Februari 2017 saat ini naik menjadi 8,66% di

bulan Agustus 2017, perubahan ini dapat ditahan dengan menurunnya TPT di pedesaan dari 2,83% di bulan Februari

2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017. Hal ini mengimplikasikan adanya kegiatan urbanisasi pengangguran yang

ada di desa ke kota namun tidak diimbangi dengan kecocokan kualitas sumber daya manusia pada lapangan pekerjaan di

perkotaan.

Indikator kesejahteraan pada triwulan-III dapat dikatakan mengalami perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya

perbaikan dari 101,20 pada bulan Juni menjadi 103,00 di bulan September 2017. Hal ini disebabkan oleh terjadinya

peningkatan angka indeks pada setiap sektor terutama di sektor Tanaman Perkebunan Rakyat yang cukup signifikan yang

menunjukkan bahwa pendapatan perkebunan mengalami peningkatan lebih besar dari biaya hidup petani.

6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih baik dibandingkan nasional dan berada

di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Jumlah pengangguran di NTT pada bulan Agustus 2017 sebesar

3,27% dari total angkatan kerja, lebih baik dibanding pengangguran terbukanasional yang sebesar 5,50%. Hanya Provinsi

Bali (1,48%), Daerah Istimewa Yogyakarta (3,02) dan Sulawesi Barat (3,21) yang memiliki tingkat pengangguran terbuka

lebih rendah dari NTT. Namun demikian, rendahnya angka TPT tersebut cukup berkontradiksi dengan persentase

penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat

sebagaimana data tingkat kemiskinan di bulan Maret 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh besarnya jumlah pekerja

tidak dibayar yang mencapai 25,18% dari total angkatan kerja.

Tingginya partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian yakni sebesar 53,32% atau 1,21 juta orang dari 2,28 juta penduduk

bekerja tidak serta merta diikuti dengan produktivitas dan pendapatan di sektor pertanian yang menyebabkan

pendapatan masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari.

6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum

Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran. Terjadi penurunan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2017 yaitu

menjadi sebanyak 2.398.609 orang dari bulan Februari yang sebesar 2.503.057 orang. Penurunan tersebut terutama

didorong oleh adanya penurunan yang cukup signifikan pada kategori pegawai kerja sebesar 102.748 jiwa.

Sementara itu, dari sisi jumlah pengangguran jika dibandingkan dengan Triwulan II 2017, terjadi penurunan dari 80.248

orang (Februari 2017) menjadi 78.548 orang (Agustus 2017). Penurunan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan

penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan konstruksi. Berdasarkan data historis, jumlah tenaga kerja di sektor industri

pada bulan Agustus 2017 ini mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan 4 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan

6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Sektor

74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

REALISASIPERKIRAAN

% SBT

Sumber : BPS, diolah

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

IND

EKS

GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

UMP %YOYKHI

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800 RIBU RP

Sumber : Disnakertrans-NTT, diolah

GRAFIK 6.7

25,80%24,38%16,80%33,02%

MINUMAN FURNITURMAKANAN BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.8

INFORMALFORMAL

0

5

10

15

20

25

30

35

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

16,38

9,01 8,44

31,67

23,73

9,77 8,54

26,61

PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT

Pada November 2017, Gubernur Provinsi NTT telah

menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018

sebesar Rp 1.660.00,- atau meningkat 8,85% dibandingkan

UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.525.000,-. Penetapan

tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa

Tenggara Timur No. 282/KEP/HK/2017 tertanggal 2

November 2017 dan akan berlaku pada tahun 2018.

Peningkatan upah tersebut mengikuti penetapan

pemerintah untuk menyesuaikan upah.

6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Tingkat kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan dari 101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-

2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari

sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan

seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.

6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Hasil SKDU di wilayah NTT menunjukkan adanya penurunan

jumlah tenaga kerja, terutama di sektor pertanian seiring

dengan mulai menurunnya kegiatan penanaman tanaman

pangan. Kenaikan kebutuhan tenaga kerja terjadi pada

sektor jasa maupun industri pengolahan.

77- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN

AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2017

INFORMALFORMAL

573.875 560.166

1.703.193 1.759.895

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

2000000

GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

BERUSAHA SENDIRI BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN

AGUSTUS 2017AGUSTUS 2016

MILIAR RP

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

INFORMAL FORMAL

disebabkan kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Secara tahunan (Agustus 2017 dibanding

Agustus 2016), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Diploma tercatat meningkat cukup tajam sebesar 60,3%

(yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain.

Walaupun pertumbuhan pengangguran di tingkat pendidikan universitas menunjukkan penurunan (-16,7%-yoy) , rasio

TPT di tingkat pendidikan universitas merupakan TPT tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain yakni sebesar 8,66%.

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya lapangan kerja yang ada masih belum bisa menyerap lulusan pendidikan formal

khususnya universitas secara optimal. Sehingga kedepannya perlu adanya upaya dari pemerintah untuk tetap menjaga

iklim investasi di Provinsi NTT yang berpotensi dapat menyerap tenaga kerja dengan lulusan pendidikan formal, serta

memfasilitasi terkait penyelesaian permasalahan investasi seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang dapat menjadi area lapangan

kerja baru untuk lulusan universitas di Provinsi NTT.

6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan Agustus 2017 cenderung masih didominasi

oleh pekerja informal sebanyak 75,86% atau 1,759 juta penduduk, meningkat dibandingkan Agustus 2016. Di sisi lain,

jumlah pekerja formal justru mengalami penurunan. Sementara itu dari status pekerjaan masyarakat, komposisi tertinggi

pekerja adalah: 1)Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap (27,76%), 2) Pekerja Tak Dibayar (25,18%) dan 3) Buruh/Karyawan

(22,05%). Tingginya pekerja tidak dibayar lebih menggambarkan kehidupan keluarga petani yang turut mengerjakan

sawah tanpa mendapat bayaran. Beberapa diantaranya memilih untuk mencari pekerjaan di kota sehingga terjadi

penurunan jumlah pekerja tak dibayar, namun berdampak pada meningkatnya pengangguran perkotaan. Di sisi lain,

buruh/karyawan justru mengalami penurunan sebesar 4,49%. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tenaga kerja

berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat

membuka lapangan usaha sendiri di Provinsi NTT meskipun belum mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal.

6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS), pada triwulan III-2017 terjadi penyerapan tenaga kerja

terutama pada sektor Barang Galian Bukan Logam. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan yang tinggi untuk memenuhi

pekerjaan proyek yang sedang berjalan. Walaupun begitu, tingkat produktivitas sektor barang galian bukan logam jika

dibandingkan dengan triwulan-II 2017 justru mengalami penurunan. Adanya kebutuhan yang material bangunan yang

tetap tinggi membuat kebutuhan tenaga kerja meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi oleh peningkatan kemampuan

yang terlihat dari turunnya produktifitas pekerja. Pada sektor yang lain, produktivitas masyarakat pada sektor industri

makanan meningkat cukup tinggi di triwulan III jika dibandingkan dengan triwulan II yakni 45%.

76 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

REALISASIPERKIRAAN

% SBT

Sumber : BPS, diolah

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV

2013I II III IV I

2017 II III

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

IND

EKS

GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

UMP %YOYKHI

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800 RIBU RP

Sumber : Disnakertrans-NTT, diolah

GRAFIK 6.7

25,80%24,38%16,80%33,02%

MINUMAN FURNITURMAKANAN BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.8

INFORMALFORMAL

0

5

10

15

20

25

30

35

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

16,38

9,01 8,44

31,67

23,73

9,77 8,54

26,61

PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT

Pada November 2017, Gubernur Provinsi NTT telah

menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018

sebesar Rp 1.660.00,- atau meningkat 8,85% dibandingkan

UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.525.000,-. Penetapan

tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa

Tenggara Timur No. 282/KEP/HK/2017 tertanggal 2

November 2017 dan akan berlaku pada tahun 2018.

Peningkatan upah tersebut mengikuti penetapan

pemerintah untuk menyesuaikan upah.

6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Tingkat kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan dari 101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-

2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari

sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan

seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.

6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Hasil SKDU di wilayah NTT menunjukkan adanya penurunan

jumlah tenaga kerja, terutama di sektor pertanian seiring

dengan mulai menurunnya kegiatan penanaman tanaman

pangan. Kenaikan kebutuhan tenaga kerja terjadi pada

sektor jasa maupun industri pengolahan.

77- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN

AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2017

INFORMALFORMAL

573.875 560.166

1.703.193 1.759.895

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

2000000

GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

BERUSAHA SENDIRI BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN

AGUSTUS 2017AGUSTUS 2016

MILIAR RP

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

INFORMAL FORMAL

disebabkan kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Secara tahunan (Agustus 2017 dibanding

Agustus 2016), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Diploma tercatat meningkat cukup tajam sebesar 60,3%

(yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain.

Walaupun pertumbuhan pengangguran di tingkat pendidikan universitas menunjukkan penurunan (-16,7%-yoy) , rasio

TPT di tingkat pendidikan universitas merupakan TPT tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain yakni sebesar 8,66%.

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya lapangan kerja yang ada masih belum bisa menyerap lulusan pendidikan formal

khususnya universitas secara optimal. Sehingga kedepannya perlu adanya upaya dari pemerintah untuk tetap menjaga

iklim investasi di Provinsi NTT yang berpotensi dapat menyerap tenaga kerja dengan lulusan pendidikan formal, serta

memfasilitasi terkait penyelesaian permasalahan investasi seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang dapat menjadi area lapangan

kerja baru untuk lulusan universitas di Provinsi NTT.

6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan Agustus 2017 cenderung masih didominasi

oleh pekerja informal sebanyak 75,86% atau 1,759 juta penduduk, meningkat dibandingkan Agustus 2016. Di sisi lain,

jumlah pekerja formal justru mengalami penurunan. Sementara itu dari status pekerjaan masyarakat, komposisi tertinggi

pekerja adalah: 1)Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap (27,76%), 2) Pekerja Tak Dibayar (25,18%) dan 3) Buruh/Karyawan

(22,05%). Tingginya pekerja tidak dibayar lebih menggambarkan kehidupan keluarga petani yang turut mengerjakan

sawah tanpa mendapat bayaran. Beberapa diantaranya memilih untuk mencari pekerjaan di kota sehingga terjadi

penurunan jumlah pekerja tak dibayar, namun berdampak pada meningkatnya pengangguran perkotaan. Di sisi lain,

buruh/karyawan justru mengalami penurunan sebesar 4,49%. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tenaga kerja

berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat

membuka lapangan usaha sendiri di Provinsi NTT meskipun belum mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal.

6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS), pada triwulan III-2017 terjadi penyerapan tenaga kerja

terutama pada sektor Barang Galian Bukan Logam. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan yang tinggi untuk memenuhi

pekerjaan proyek yang sedang berjalan. Walaupun begitu, tingkat produktivitas sektor barang galian bukan logam jika

dibandingkan dengan triwulan-II 2017 justru mengalami penurunan. Adanya kebutuhan yang material bangunan yang

tetap tinggi membuat kebutuhan tenaga kerja meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi oleh peningkatan kemampuan

yang terlihat dari turunnya produktifitas pekerja. Pada sektor yang lain, produktivitas masyarakat pada sektor industri

makanan meningkat cukup tinggi di triwulan III jika dibandingkan dengan triwulan II yakni 45%.

76 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Boks 6. Phasing Out Klaster Bero Sembada Malaka dan Pengembangan Klaster Bank Indonesia

Setelah 4 tahun lebih menjadi klaster binaan Bank Indonesia, maka pada tanggal 10 November 2017 telah dilakukan

penandatanganan phasing out klaster Sapi dan hortikultura Bero Sembada di Kabupaten Malaka. Dengan adanya

pelaksanaan phasing out, maka Bank Indonesia melihat bahwa klaster ini sudah mencapai tahapan mandiri, dan bisa

dijadikan percontohan untuk pengembangan klaster selanjutnya. Hingga pelaksanaan phasing out, ternak budidaya

mengalami peningkatan signifikan dari 178 ekor ternak di tahun 2014, saat ini telah bertambah menjadi 403 ekor sapi,

terdiri dari 93 ekor sapi jantan dan 310 sapi betina. Adapun penjualan sapi juga meningkat signifikan, dari hanya menjual

10 sapi di tahun 2013 sebelum menjadi klaster binaan menjadi 81 ekor sapi posisi bulan Oktober 2017. Selain itu, klaster

binaan juga telah mendapatkan akses KUR dengan total pinjaman sebesar Rp 770 juta,-.

Tujuan Bank Indonesia dalam mengembangkan klaster adalah selain melatih masyarakat dalam mengembangkan

perekonomian rumah tangga, Bank Indonesia juga ingin berkontribusi terhadap daerah melalui pengembangan ekonomi

maupun pengendalian inflasi di daerah. Program pendampingan yang dilakukan lebih bersifat program percontohan

untuk pengembangan klaster binaan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait.

Adapun program pengembangan klaster sebagaimana dilakukan di klaster binaan Bero Sembodo berfokus pada 3 hal

utama yaitu pengembangan sumber daya manusia meliputi pemberian bantuan teknis, pemberdayaan kelompok,

pendampingan dan studi banding; dilanjutkan dengan program pengembangan klaster, baik dari sisi hulu maupun hilir,

hingga pengembangan faktor penunjang meliputi pemasaran, pembiayaan dan sarana pendukung. Dalam

pelaksanaannya, pengembangan klaster akan melalui tiga tahap utama yaitu dimulai dari tahap inisiasi yaitu

mengidentifikasi klaster potensial baru kemudian diberikan bimbingan teknis. Fokus utama dalam tahap ini adalah

merubah paradigma berpikir dari beternak secara subsisten menjadi melakukan budidaya peternakan. Setelah itu baru

dilakukan penguatan kelembagaan dan pemberian bantuan untuk pengembangan ternak berupa sarana dan prasarana

penunjang. Setelah teknologi on farm dikuasai, maka klaster akan diajari tentang pengolahan hasil, pemasaran dan

mencari pembiayaan. Apabila semua sudah dilakukan, maka pendampingan selesai dan berangsur akan melakukan

pentahapan keluar.

GRAFIK BOKS 6.1. PENANDATANGAN KEGIATAN PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA

GRAFIK BOKS 6.2. FOTO BERSAMA PETERNAK BINAAN KLASTER BERO SEMBADA

79- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

Sumber : SK-BI dan ITK-BPS, diolah

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)

GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber : BPS, diolah

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

100

105

110

115

120

125

130

135

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

IBITNTP-AXIS KANAN

GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

SEP 2017JUN 2017

Sumber : BPS, diolah

PERIKANANTANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN88

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi

ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari

meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks

penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan

tersebut seiring dengan meningkatnya nilai tukar petani

karena peningkatan pendapatan masyarakat dan

produktivitas, maupun adanya efisiensi biaya.

6.3.2 Survei Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Boks 6. Phasing Out Klaster Bero Sembada Malaka dan Pengembangan Klaster Bank Indonesia

Setelah 4 tahun lebih menjadi klaster binaan Bank Indonesia, maka pada tanggal 10 November 2017 telah dilakukan

penandatanganan phasing out klaster Sapi dan hortikultura Bero Sembada di Kabupaten Malaka. Dengan adanya

pelaksanaan phasing out, maka Bank Indonesia melihat bahwa klaster ini sudah mencapai tahapan mandiri, dan bisa

dijadikan percontohan untuk pengembangan klaster selanjutnya. Hingga pelaksanaan phasing out, ternak budidaya

mengalami peningkatan signifikan dari 178 ekor ternak di tahun 2014, saat ini telah bertambah menjadi 403 ekor sapi,

terdiri dari 93 ekor sapi jantan dan 310 sapi betina. Adapun penjualan sapi juga meningkat signifikan, dari hanya menjual

10 sapi di tahun 2013 sebelum menjadi klaster binaan menjadi 81 ekor sapi posisi bulan Oktober 2017. Selain itu, klaster

binaan juga telah mendapatkan akses KUR dengan total pinjaman sebesar Rp 770 juta,-.

Tujuan Bank Indonesia dalam mengembangkan klaster adalah selain melatih masyarakat dalam mengembangkan

perekonomian rumah tangga, Bank Indonesia juga ingin berkontribusi terhadap daerah melalui pengembangan ekonomi

maupun pengendalian inflasi di daerah. Program pendampingan yang dilakukan lebih bersifat program percontohan

untuk pengembangan klaster binaan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait.

Adapun program pengembangan klaster sebagaimana dilakukan di klaster binaan Bero Sembodo berfokus pada 3 hal

utama yaitu pengembangan sumber daya manusia meliputi pemberian bantuan teknis, pemberdayaan kelompok,

pendampingan dan studi banding; dilanjutkan dengan program pengembangan klaster, baik dari sisi hulu maupun hilir,

hingga pengembangan faktor penunjang meliputi pemasaran, pembiayaan dan sarana pendukung. Dalam

pelaksanaannya, pengembangan klaster akan melalui tiga tahap utama yaitu dimulai dari tahap inisiasi yaitu

mengidentifikasi klaster potensial baru kemudian diberikan bimbingan teknis. Fokus utama dalam tahap ini adalah

merubah paradigma berpikir dari beternak secara subsisten menjadi melakukan budidaya peternakan. Setelah itu baru

dilakukan penguatan kelembagaan dan pemberian bantuan untuk pengembangan ternak berupa sarana dan prasarana

penunjang. Setelah teknologi on farm dikuasai, maka klaster akan diajari tentang pengolahan hasil, pemasaran dan

mencari pembiayaan. Apabila semua sudah dilakukan, maka pendampingan selesai dan berangsur akan melakukan

pentahapan keluar.

GRAFIK BOKS 6.1. PENANDATANGAN KEGIATAN PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA

GRAFIK BOKS 6.2. FOTO BERSAMA PETERNAK BINAAN KLASTER BERO SEMBADA

79- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

Sumber : SK-BI dan ITK-BPS, diolah

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)

GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber : BPS, diolah

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III

100

105

110

115

120

125

130

135

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

IBITNTP-AXIS KANAN

GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

SEP 2017JUN 2017

Sumber : BPS, diolah

PERIKANANTANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN88

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi

ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari

meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks

penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan

tersebut seiring dengan meningkatnya nilai tukar petani

karena peningkatan pendapatan masyarakat dan

produktivitas, maupun adanya efisiensi biaya.

6.3.2 Survei Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Prospek Perekonomian Daerah07Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-

5,30% (yoy). Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2018 ekonomi Provinsi NTT juga tumbuh

di kisaran yang sama 4,90%-5,30% (yoy) atau sama dengan proyeksi keseluruhan tahun 2017,

dengan perkiraan capaian pada tahun 2018 sedikit lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran,

perekonomian Provinsi NTT masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan

investasi. Sementara dari sisi sektoral, perekonomian masih akan ditopang oleh sektor

pertanian, kehutanan dan perikanan; administrasi pemerintahan; perdagangan besar dan

eceran; konstruksi; informasi dan komunikasi serta jasa pendidikan. Faktor risiko yang perlu

diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya turunnya hasil produksi pertanian dan

perikanan seiring tetap adanya potensi cuaca buruk, terhambatnya kelanjutan pembangunan

infrastruktur dan pemotongan belanja pemerintah. Tekanan harga pada triwulan I 2018 dan

keseluruhan 2018 diperkirakan masih pada kisaran inasi nasional 3,5%±1,0%, masing-masing

pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) dan 4,20-4,60% (yoy) seiring potensi pembalikan arah harga

pada tahun 2018 setelah capaian inasi rendah pada tahun 2017.

Dalam pengembangan klaster Bero Sembada, terdapat rantai nilai pengembangan klaster yang dilakukan meliputi

penyediaan bahan baku, proses produksi, peningkatan nilai tambah, hingga perdagangan dan konsumsi. Penanganan

bahan baku meliputi penyediaan pakan dan sapi bakalan, obat-obatan hingga air minum. Dalam penanganan produksi,

terdapat dua fokus meliputi pembibitan sapi meliputi penyediaan kandang pembibitan dan penyapihan dan

penggemukan meliputi penyediaan kandang koloni, kandang jepit, dan timbangan. Peternak juga diajari bagaimana

mengolah limbah menjadi pupuk atau biogas dan diajak untuk mendiversifikasi produk dengan menanam hortikultura

untuk meningkatkan pendapatan dan membantu menjaga inflasi di daerah. Pemasaran produk juga sudah terhubung

dengan penjual sehingga tidak ada masalah dalam penjualan.

Dalam mengembangkan klaster, tentunya tidak dapat dilakukan sendiri. Oleh karena itu, banyak pihak terlibat dalam

semua tahapannya, sehingga pembentukan klaster percontohan tersebut dapat berhasil dengan baik.

Adapun tindakan lanjut pengembangan klaster Bank Indonesia lainnya kami sampaikan dalam boklet di halaman

selanjutnya. Diharapkan ke depan, peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi daerah dapat lebih dirasakan

oleh stakeholder di daerah.

Gambar Boks 6.1. Model Pengembangan Klaster Bank Indonesia Gambar Boks 6.2. Tahapan Pengembangan Klaster Bank Indonesia

Gambar Boks 6.3. Rantai Nilai Proses Kegiatan Pengembangan Klaster Binaan Bero Sembada Gambar Boks 6.4. Stakeholder yang Terkait dalam Rangka Pengembangan Klaster

80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

Prospek Perekonomian Daerah07Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-

5,30% (yoy). Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2018 ekonomi Provinsi NTT juga tumbuh

di kisaran yang sama 4,90%-5,30% (yoy) atau sama dengan proyeksi keseluruhan tahun 2017,

dengan perkiraan capaian pada tahun 2018 sedikit lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran,

perekonomian Provinsi NTT masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan

investasi. Sementara dari sisi sektoral, perekonomian masih akan ditopang oleh sektor

pertanian, kehutanan dan perikanan; administrasi pemerintahan; perdagangan besar dan

eceran; konstruksi; informasi dan komunikasi serta jasa pendidikan. Faktor risiko yang perlu

diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya turunnya hasil produksi pertanian dan

perikanan seiring tetap adanya potensi cuaca buruk, terhambatnya kelanjutan pembangunan

infrastruktur dan pemotongan belanja pemerintah. Tekanan harga pada triwulan I 2018 dan

keseluruhan 2018 diperkirakan masih pada kisaran inasi nasional 3,5%±1,0%, masing-masing

pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) dan 4,20-4,60% (yoy) seiring potensi pembalikan arah harga

pada tahun 2018 setelah capaian inasi rendah pada tahun 2017.

Dalam pengembangan klaster Bero Sembada, terdapat rantai nilai pengembangan klaster yang dilakukan meliputi

penyediaan bahan baku, proses produksi, peningkatan nilai tambah, hingga perdagangan dan konsumsi. Penanganan

bahan baku meliputi penyediaan pakan dan sapi bakalan, obat-obatan hingga air minum. Dalam penanganan produksi,

terdapat dua fokus meliputi pembibitan sapi meliputi penyediaan kandang pembibitan dan penyapihan dan

penggemukan meliputi penyediaan kandang koloni, kandang jepit, dan timbangan. Peternak juga diajari bagaimana

mengolah limbah menjadi pupuk atau biogas dan diajak untuk mendiversifikasi produk dengan menanam hortikultura

untuk meningkatkan pendapatan dan membantu menjaga inflasi di daerah. Pemasaran produk juga sudah terhubung

dengan penjual sehingga tidak ada masalah dalam penjualan.

Dalam mengembangkan klaster, tentunya tidak dapat dilakukan sendiri. Oleh karena itu, banyak pihak terlibat dalam

semua tahapannya, sehingga pembentukan klaster percontohan tersebut dapat berhasil dengan baik.

Adapun tindakan lanjut pengembangan klaster Bank Indonesia lainnya kami sampaikan dalam boklet di halaman

selanjutnya. Diharapkan ke depan, peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi daerah dapat lebih dirasakan

oleh stakeholder di daerah.

Gambar Boks 6.1. Model Pengembangan Klaster Bank Indonesia Gambar Boks 6.2. Tahapan Pengembangan Klaster Bank Indonesia

Gambar Boks 6.3. Rantai Nilai Proses Kegiatan Pengembangan Klaster Binaan Bero Sembada Gambar Boks 6.4. Stakeholder yang Terkait dalam Rangka Pengembangan Klaster

80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III OKT

Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I

2018. Pertumbuhan diperkirakan didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan swasta.

Investasi pemerintah antara lain dimulainya pembangunan proyek strategis nasional seperti Bendungan Temef dan

percepatan fisik Bendungan Napun Gete. Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan pembangunan dan/atau

pengembangan saluran irigasi serta embung baru. Investasi ketenagalistrikan juga dalam masa percepatan target 100%

elektrifikasi di Provinsi NTT. Adapun tingginya investasi swasta terutama antara lain pengembangan pariwisata yang

didukung dengan penetapan Komodo-Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia.

Net impor antar daerah Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan

investasi. Kecenderungan kondisi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan realisasi investasi yang diikuti dengan

pemenuhan kebutuhan proyek yang masih perlu didatangkan dari luar Provinsi NTT seperti permesinan maupun bahan

baku pembangunan. Selain itu, konsumsi yang masih tinggi pada awal tahun turut mendorong peningkatan net impor

antar daerah seiring kebutuhan konsumsi yang juga masih perlu didatangkan dari daerah lain terutama Surabaya. Di sisi

lain, ekspor luar negeri diperkirakan melambat yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan komoditas utama seperti

semen dari Timor Leste. Selain itu, produksi ikan tuna dan cakalang untuk ekspor terutama ke Jepang diperkirakan juga

berkurang seiring kondisi cuaca awal tahun yang sulit diprediksi sehingga perusahaan cenderung memilih mengurangi

kegiatan pada awal tahun seiring biaya operasional yang meningkat.

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh melambat.

Perlambatan pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi telah usainya masa panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir 2017,

sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya masih mengalami panen sebagai dampak positif La Nina. Selain itu,

kondisi gelombang laut pada triwulan I 2018 yang cenderung tinggi disertai hujan juga mempengaruhi perlambatan dari

sisi subsektor perikanan, sementara adanya prospek intensitas hujan di atas normal pada beberapa daerah produsen buah-

buahan di Flores (terutama jambu mete) diperkirakan turut memperlambat dari sisi subsektor perkebunan.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan meningkat pertumbuhannya

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya seiring tidak adanya pengaruh perubahan nomenklatur di tubuh

Pemda sebagaimana terjadi di tahun 2017. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan

pertumbuhan seiring meningkatnya realisasi investasi di awal tahun 2018 dibandingkan triwulan I 2017 yang terkena

dampak perubahan nomenklatur di Pemda.

83- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy), namun masih sedikit lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi seiring

kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah yang meningkat untuk

kebutuhan konsumsi dan persiapan proyek baru di awal tahun. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat

sebagai dampak hasil panen raya yang lebih tinggi pada akhir tahun 2017 dan menjadi penahan perlambatan di triwulan I

2018. Adapun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan tumbuh

lebih tinggi didorong hasil produksi pertanian yang terus meningkat. Pertumbuhan investasi juga lebih tinggi seiring

maraknya proyek infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata baru di tahun 2018 oleh pemerintah dan swasta, yang

diikuti pula oleh meningkatnya net impor antar daerah untuk pemenuhan kebutuhan proyek dan konsumsi. Peningkatan

pertumbuhan investasi diperkirakan sejalan dengan sektor konstruksi yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV

2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor utama lainnya seperti pertanian, kehutanan dan perikanan serta

perdagangan besar dan eceran diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Hal ini seiring masa panen akhir tahun 2017 yang cenderung kembali normal, tidak lebih panjang hingga

memasuki awal tahun 2018. Kondisi tersebut diperkirakan turut mendorong perlambatan sektor perdagangan besar dan

eceran.

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2018

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

4,20%

4,40%

4,60%

4,80%

5,00%

5,20%

5,40%

5,60%

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

4,6

6%

5,13

%

5,17

%

5,15

%

5,0

7%

5,35

%

5.11

%

5.19

%

4.9

8%

5,0

1%

4.9

1%

5.1-

5.5%

4.9

-5.3

%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV* I**

2018

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

Pertumbuhan ekonomi dari sisi penggunaan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan

didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak hasil panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir

tahun 2017. Kondisi tersebut terindikasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan III 2017 yang

menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan

lapangan kerja 6 bulan kedepan. Di sisi lain, PMTB/investasi diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya seiring maraknya proyek baru di awal tahun 2018 seperti proyek strategis nasional, infrastruktur oleh

Pemerintah Provinsi dan investasi swasta terutama pengembangan pariwisata beserta fasilitas pendukungnya.

82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

2014I II III IV

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III OKT

Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I

2018. Pertumbuhan diperkirakan didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan swasta.

Investasi pemerintah antara lain dimulainya pembangunan proyek strategis nasional seperti Bendungan Temef dan

percepatan fisik Bendungan Napun Gete. Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan pembangunan dan/atau

pengembangan saluran irigasi serta embung baru. Investasi ketenagalistrikan juga dalam masa percepatan target 100%

elektrifikasi di Provinsi NTT. Adapun tingginya investasi swasta terutama antara lain pengembangan pariwisata yang

didukung dengan penetapan Komodo-Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia.

Net impor antar daerah Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan

investasi. Kecenderungan kondisi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan realisasi investasi yang diikuti dengan

pemenuhan kebutuhan proyek yang masih perlu didatangkan dari luar Provinsi NTT seperti permesinan maupun bahan

baku pembangunan. Selain itu, konsumsi yang masih tinggi pada awal tahun turut mendorong peningkatan net impor

antar daerah seiring kebutuhan konsumsi yang juga masih perlu didatangkan dari daerah lain terutama Surabaya. Di sisi

lain, ekspor luar negeri diperkirakan melambat yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan komoditas utama seperti

semen dari Timor Leste. Selain itu, produksi ikan tuna dan cakalang untuk ekspor terutama ke Jepang diperkirakan juga

berkurang seiring kondisi cuaca awal tahun yang sulit diprediksi sehingga perusahaan cenderung memilih mengurangi

kegiatan pada awal tahun seiring biaya operasional yang meningkat.

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh melambat.

Perlambatan pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi telah usainya masa panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir 2017,

sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya masih mengalami panen sebagai dampak positif La Nina. Selain itu,

kondisi gelombang laut pada triwulan I 2018 yang cenderung tinggi disertai hujan juga mempengaruhi perlambatan dari

sisi subsektor perikanan, sementara adanya prospek intensitas hujan di atas normal pada beberapa daerah produsen buah-

buahan di Flores (terutama jambu mete) diperkirakan turut memperlambat dari sisi subsektor perkebunan.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan meningkat pertumbuhannya

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya seiring tidak adanya pengaruh perubahan nomenklatur di tubuh

Pemda sebagaimana terjadi di tahun 2017. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan

pertumbuhan seiring meningkatnya realisasi investasi di awal tahun 2018 dibandingkan triwulan I 2017 yang terkena

dampak perubahan nomenklatur di Pemda.

83- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy), namun masih sedikit lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi seiring

kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah yang meningkat untuk

kebutuhan konsumsi dan persiapan proyek baru di awal tahun. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat

sebagai dampak hasil panen raya yang lebih tinggi pada akhir tahun 2017 dan menjadi penahan perlambatan di triwulan I

2018. Adapun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan tumbuh

lebih tinggi didorong hasil produksi pertanian yang terus meningkat. Pertumbuhan investasi juga lebih tinggi seiring

maraknya proyek infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata baru di tahun 2018 oleh pemerintah dan swasta, yang

diikuti pula oleh meningkatnya net impor antar daerah untuk pemenuhan kebutuhan proyek dan konsumsi. Peningkatan

pertumbuhan investasi diperkirakan sejalan dengan sektor konstruksi yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV

2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor utama lainnya seperti pertanian, kehutanan dan perikanan serta

perdagangan besar dan eceran diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Hal ini seiring masa panen akhir tahun 2017 yang cenderung kembali normal, tidak lebih panjang hingga

memasuki awal tahun 2018. Kondisi tersebut diperkirakan turut mendorong perlambatan sektor perdagangan besar dan

eceran.

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2018

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

4,20%

4,40%

4,60%

4,80%

5,00%

5,20%

5,40%

5,60%

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

4,6

6%

5,13

%

5,17

%

5,15

%

5,0

7%

5,35

%

5.11

%

5.19

%

4.9

8%

5,0

1%

4.9

1%

5.1-

5.5%

4.9

-5.3

%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV* I**

2018

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

Pertumbuhan ekonomi dari sisi penggunaan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan

didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak hasil panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir

tahun 2017. Kondisi tersebut terindikasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan III 2017 yang

menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan

lapangan kerja 6 bulan kedepan. Di sisi lain, PMTB/investasi diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya seiring maraknya proyek baru di awal tahun 2018 seperti proyek strategis nasional, infrastruktur oleh

Pemerintah Provinsi dan investasi swasta terutama pengembangan pariwisata beserta fasilitas pendukungnya.

82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018

Sumber: BPS & BI (diolah)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

3,46%3,43-3,83%

2,55-2,95%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV* I**

2018 2014I II III IV

komoditas penyebab inflasi. Tahun 2018 direncanakan

akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura,

disebabkan 80% lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT

berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-

bumbuan dan sayur-sayuran. Dengan memastikan

pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura,

diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam

gejolak harga volatile food.

85- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4,0

4,2

4,4

4,6

4,8

5,0

5,2

5,4

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2018

Pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT

diperkirakan masih tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,9-

5,3% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi

tahun 2018 diperkirakan masih didorong oleh konsumsi

rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi

rumah tangga terutama didorong oleh maraknya event

nasional dan internasional yang diselenggarakan di Provinsi

NTT sepanjang tahun 2018.

Pertumbuhan investasi masih didominasi oleh investasi pemerintah untuk pembangunan strategis nasional seperti

penyelesaian pembangunan Bendungan Rotiklot, kelanjutan pembangunan fisik Bendungan Napun Gete dan prospek

dimulainya pembangunan Bendungan Temef yang akan menjadi bendungan terbesar di Provinsi NTT. Sementara investasi

swasta diperkirakan terutama masih berasal dari pembangunan ketenagalistrikan, hotel bintang, perumahan dan

kelanjutan pengembangan agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dan perkebunan lain di Sumba

Timur. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat, salah satunya dipengaruhi oleh tibanya tahun politik pada

tahun 2018 sehingga pemerintah cenderung fokus menyukseskan Pilkada Gubernur (Juli 2018) serta Bupati di tiga

kabupaten, yakni Sikka (Juli 2018), Sumba Tengah (November 2018) dan Nagekeo (Desember 2018).

7.2 INFLASI

7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2018

Perkembangan inflasi di triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) atau meningkat

dibandingkan perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I

lebih disebabkan oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas

bahan makanan terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya

cukai.

7.2.2 Inflasi Tahun 2018

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20-4,60% (yoy). Inflasi

tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55%-2,95% (yoy) didorong

oleh pembalikan arah terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan

beberapa kali mengalami deflasi. Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018 seiring masih

berlangsungnya kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras seiring

adanya penambahan breeding farm. Adapun komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif

stabil. Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara

pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak di tahun

tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur). Dalam rangka

pengendalian inflasi di tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi

dengan seluruh pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga

84 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018

Sumber: BPS & BI (diolah)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

3,46%3,43-3,83%

2,55-2,95%

2015I II III IV

2016I II III IV I

2017 II III IV* I**

2018 2014I II III IV

komoditas penyebab inflasi. Tahun 2018 direncanakan

akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura,

disebabkan 80% lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT

berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-

bumbuan dan sayur-sayuran. Dengan memastikan

pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura,

diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam

gejolak harga volatile food.

85- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4,0

4,2

4,4

4,6

4,8

5,0

5,2

5,4

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2018

Pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT

diperkirakan masih tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,9-

5,3% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi

tahun 2018 diperkirakan masih didorong oleh konsumsi

rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi

rumah tangga terutama didorong oleh maraknya event

nasional dan internasional yang diselenggarakan di Provinsi

NTT sepanjang tahun 2018.

Pertumbuhan investasi masih didominasi oleh investasi pemerintah untuk pembangunan strategis nasional seperti

penyelesaian pembangunan Bendungan Rotiklot, kelanjutan pembangunan fisik Bendungan Napun Gete dan prospek

dimulainya pembangunan Bendungan Temef yang akan menjadi bendungan terbesar di Provinsi NTT. Sementara investasi

swasta diperkirakan terutama masih berasal dari pembangunan ketenagalistrikan, hotel bintang, perumahan dan

kelanjutan pengembangan agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dan perkebunan lain di Sumba

Timur. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat, salah satunya dipengaruhi oleh tibanya tahun politik pada

tahun 2018 sehingga pemerintah cenderung fokus menyukseskan Pilkada Gubernur (Juli 2018) serta Bupati di tiga

kabupaten, yakni Sikka (Juli 2018), Sumba Tengah (November 2018) dan Nagekeo (Desember 2018).

7.2 INFLASI

7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2018

Perkembangan inflasi di triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) atau meningkat

dibandingkan perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I

lebih disebabkan oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas

bahan makanan terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya

cukai.

7.2.2 Inflasi Tahun 2018

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20-4,60% (yoy). Inflasi

tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55%-2,95% (yoy) didorong

oleh pembalikan arah terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan

beberapa kali mengalami deflasi. Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018 seiring masih

berlangsungnya kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras seiring

adanya penambahan breeding farm. Adapun komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif

stabil. Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara

pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak di tahun

tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur). Dalam rangka

pengendalian inflasi di tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi

dengan seluruh pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga

84 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN November 2017 KEUANGAN REGIONAL ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran 1.2.1 konsumsi 1.2.2 ekspor – impor 1.3 perkembangan ekonomi sisi sektoral 1.3.1