Pengaruh Konsentrasi Starter Bakteri Sterptococcus Thermovillus Dan Lactobacillus Bulgaricus Dengan...
-
Upload
iqbalulloh -
Category
Documents
-
view
23 -
download
9
description
Transcript of Pengaruh Konsentrasi Starter Bakteri Sterptococcus Thermovillus Dan Lactobacillus Bulgaricus Dengan...
Pengaruh Konsentrasi Starter Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan Penambahan Karbon Aktif Terhadap
Kualitas Yoghurt Susu KambingIqbalulloh Miftahul Khotib
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
ABSTRACT
Yoghurt adalah produk susu fermentasi dengan penambahan starter bakteri asam laktat.
Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi yoghurt pada umumnya adalah Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus terhadap kualitas yoghurt susu kambing. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian eksperimen dengan perlakuan variasi konsentrasi starter bakteri,
dan penambahan karbon aktif saat pasteurisasi susu. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 5 kali ulangan. Perlakuan pertama terdiri dari starter
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan konsentrasi 0% (A0),
2% (A1), 4% (A2), 6% (A3) dan 8% (A4). Perlakuan kedua starter bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 0:1 (L1), 1:0 (L2), 1:1 (L3),
1:2 (L4) dan 2:1 (L5) dan perlakuan ketiga adalah interaksi antara perbandingan dan
konsentrasi inokulum starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
Parameter pada penelitian ini adalah total keasaman, warna, aroma dan rasa yoghurt. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik total keasaman adalah konsentrasi 2%.
Analisa total keasaman pada perlakuan perbandingan menunjukkan tidak signifikan ( Fhitung <
Ftabel (0.05) . Analisa yang digunakan untuk uji organoleptik (warna, aroma dan rasa) adalah
analisis sidik ragam dengan hasil penelitian bahwa Fhitung < Ftabel (0.05) yang artinya
perbedaan perlakuan konsentrasi, perbandingan dan interaksi starter bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap
yoghurt susu kambing.
Kata Kunci: Konsentrasi, Yoghurt, Susu kambing, Karbon aktif
PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini
sudah diketahui pula oleh masyarakat yang hidup sebelum tahun masehi dikenal, bahwasanya
susu dapat mendorong pertumbuhan manusia dengan sangat baik sejak bayi sampai dewasa.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, permintaan susu yang diimbangi dengan
adanya usaha untuk mengolah susu segar menjadi berbagai bentuk olahan meningkat pula.
Konsumsi susu per kapita di negara-negara berkembang termasuk Indonesia terus-
menerus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode tahun 1978 - 1982, konsumsi susu
rata-rata per kapita di Indonesia mengalami peningkatan dengan rata-rata 3.5% per tahun.
Sedangkan dalam periode tahun 1983 - 1987, konsumsi susu rata-rata per kapita meningkat
1.3% per tahun. Peningkatan konsumsi tersebut berakibat terhadap permintaan susu yang
semakin besar dari tahun ke tahun (Siregar, 1990).
Peningkatan produksi susu harus diimbangi dengan pengamanannya untuk
mempertahankan keadaan susu dari pengaruh fisis, khemis dan mikrobiologis yang tidak
dikehendaki dengan cara pengawetan, karena susu juga merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Saleh (2004) menjelaskan bahwa “adanya nilai gizi yang tinggi
dalam susu menyebabkan susu dijadikan sebagai medium yang sangat disukai oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang cepat
susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar”. Widaningrum (2005)
menambahkan “adanya pertumbuhan berbagai mikroba tersebut juga dapat merubah mutu susu
yang ditandai dengan perubahan rasa, aroma, warna dan penampakan yang menyebabkan susu
menjadi rusak. Untuk menangani hal tersebut, dibutuhkan suatu proses pengawetan,
diantaranya adalah dengan cara fermentasi”.
Teknologi pangan yang semakin berkembang memungkinkan cara pengawetan susu
untuk memperoleh daya tahan yang lama dan penganekaragaman produk tanpa mengurangi
kandungan gizi, bahkan menambah kadar gizi dan citarasanya antara lain melalui proses
fermentasi susu menjadi produk yang dinamakan yoghurt. Kandungan gizi keju dan yoghurt
lebih tinggi dari susu biasa, ini disebabkan kadar komponen-komponen susu yang kompleks
dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh mikroba starter sehingga lebih mudah
dicerna (Porter, 1975).
Secara umum, yoghurt yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah berasal dari susu
sapi. Akan tetapi, saat ini banyak peternak yang memproduksi susu kambing, karena susu
kambing mempunyai kelebihan dalam komposisinya. Para dokter banyak yang menggunakan
susu kambing sebagai pengobatan, pemeliharaan kesehatan dan membantu penyembuhan
berbagai jenis penyakit, seperti TBC. Oleh karena itu, saat ini ada beberapa usaha yang
memproduksi olahan susu kambing menjadi yoghurt (Moeljanto dan Bernardinus, 2002).
Hasil penelitian Guntiawati (2007) bahwa.
pemberian konsentrasi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus dalam susu kambing memberikan pengaruh terhadap tingkat keasaman
total, kadar lemak dan tingkat organoleptiknya. Konsentrasi yang digunakan untuk
pembuatan yoghurt adalah konsentrasi 0%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7% dan 8% dengan
perbandingan starter bakteri 1:1. Pada kosentrasi 3% merupakan perlakuan terbaik jika
dilihat dari tingkat organoleptiknya dan pengaruh yang banyak disukai oleh panelis.
Tetapi untuk tingkat keasaman total dan kadar lemak terbaik adalah pada konsentrasi 8%.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi semakin tinggi total keasaman
dan kadar lemak dalam yoghurt, sedangkan tingkat organoleptiknya semakin rendah.
Dibanding susu sapi, susu kambing memiliki kandungan gizi yang lebih unggul, selain
itu lemak dan protein pada susu kambing lebih mudah dicerna dan kandungan vitamin B1 nya
lebih tinggi dibanding susu sapi. Permasalahan yang dihadapi adalah belum membudayanya
mengkonsumsi susu kambing karena belum ada tahap pengenalan atau promosi sebelumnya.
Alasan yang lain, konsumen mengkhawatirkan adanya bau yang khas seperti pada daging
kambing dapat juga dijumpai pada susu kambing. Guntiawati (2007) menyatakan bahwa.
Susu kambing merupakan susu yang sangat tinggi kandungan gizinya sehingga sangat
cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan, namun terdapat bau perengus yang khas
pada susu kambing sehingga membuat banyak kalangan yang tidak menyukainya. Salah
satu perlakuan yang dapat meminimalisir bahkan menghilangkan bau khas tersebut
adalah dengan menambahkan karbon aktip pada saat pasteurisasi susu
Untuk itu peningkatan kualitas yoghurt dari susu kambing diharapkan merupakan
jawaban untuk terjadinya peningkatan konsumsi susu kambing yang berupa produk hasil
olahannya.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
1. Materi
Susu kambing berasal dari kambing perah yang memiliki tubuh lebih kecil dari sapi
perah. Kambing perah memiliki karakteristik yang unik dalam memproduksi susu, berbeda
dengan sapi. Kalau sapi memiliki 4 puting dan 4 ambing yang terpisah, sedangkan kambing
hanya memiliki 2 ambing saja. Pada umumnya, 7 ekor kambing dapat menghasilkan susu yang
sama banyaknya dengan produksi 1 ekor sapi (Sarwono, 2007). Devendra dan Burns (1983)
menjelaskan bahwa kambing perah sudah mulai didomestikasi dan dipelihara oleh masyarakat
sejak tahun 7000 SM di Irak. Kambing perah tidak hanya bisa hidup didaerah yang beriklim
tropis, akan tetapi juga dapat hidup didaerah beriklim ekstrim. Hal ini disebabkan, bahwa
kandungan protein susu kambing jauh lebih tinggi daripada ASI jika dikaitkan dengan jumlah
kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak dan
dari laktosa serta protein masing-masing 25%, sedangkan proporsi ASI adalah 55% dari lemak,
38% dari laktosa dan hanya 7% dari protein. Kambing perah yang banyak dikembangkan di
Indonesia untuk produksi susu adalah kambing etawa dan peranakan etawa. Kambing perah,
diperah dua kali sehari dan total produksi susunya lebih tinggi daripada kambing yang diperah
sekali sehari, akan tetapi pergantian pemerah juga dapat mempengaruhi produksi susu kambing
menjadi menurun, karena kambing tidak terlalu mudah untuk beradaptasi, sehingga
menyebabkan stres (Shodiq dan Zainal, 2008)
Sarwono (2007) menjelaskan bahwa susu kambing adalah susu yang di peroleh dari
hasil pemerahan seekor kambing perah atau lebih, dilakukan secara teratur dan hasilnya berupa
susu segar murni tanpa campuran, tidak dikurangi dan ditambah suatupun. Susu kambing
merupakan salah satu sumber protein hewani yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan
pembentukan sel, karena susu kambing memiliki gizi yang tinggi dan sangat sempurna
nutrisinya (Murtidjo, 1993).
Shodiq dan Zainal (2008) melaporkan tentang perbandingan komposisi kimia antara
susu sapi, susu kambing dan susu ibu (ASI) sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan komposisi kimia antara susu sapi, susu kambing dan susu ibu (ASI)
Berdasarkan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa komposisi susu kambing jika
dibandingkan dengan susu sapi tidak berbeda jauh. Susu kambing mengandung zat-zat kimiawi
lebih tinggi dari susu sapi, akan tetapi kandungan laktosa susu kambing hanya 4,2% (Buckle,
1985).
2. Metode PenelitianMetode penelitian dengan judul “pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus terhadap kualitas yoghurt susu kambing” ini
menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) secara faktorial, terdiri dari dua faktor dengan
5 kali ulangan. Produk Yoghurt Hasil analisa kadar protein, lemak dan asam laktat.
2.1 Faktor-faktor yang diberikan:
a. Faktor pertama: konsentrasi (A)
A1 : Konsentrasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 0%
A2 : Konsentrasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 2%
A3 : Konsentrasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 4%
A4 : Konsentrasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 6%
A5 : Konsentrasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 8%
b. Faktor kedua: perbandingan (L)
L1: Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 (0 ml L. bulgaricus + 1 ml S.
thermophilus)
L2: Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 (1 ml L. bulgaricus + 0 ml S.
thermophilus)
L3: Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 (1 ml L. bulgaricus + 1 ml S.
thermophilus)
L4: Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 (1 ml L.bulgaricus + 2 ml S.
thermophilus)
L5: Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 (2 ml L. bulgaricus + 1 ml S.
thermophilus)
AL
A1 A2 A3 A4 A5
L1 L1 A1 L1 A2 L1 A3 L1 A4 L1 A5
L2 L2 A1 L2 A2 L2 A3 L2 A4 L2 A5
L3 L3 A1 L3 A2 L3 A3 L3 A4 L3 A5
L4 L4 A1 L4 A2 L4 A3 L4 A4 L4 A5
L5 L5 A1 L5 A2 L5 A3 L5 A4 L5 A5
Berdasarkan kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan, sebagai berikut:
L1A1 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 dengan konsentrasi 0%
L1A2 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 dengan konsentrasi 2%
L1A3 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 dengan konsentrasi 4%
L1A4 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 dengan konsentrasi 6%
L1A5 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 0:1 dengan konsentrasi 8%
L2A1 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 dengan konsentrasi 0%
L2A2 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 dengan konsentrasi 2%
L2A3 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 dengan konsentrasi 4%
L2A4 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 dengan konsentrasi 6%
L2A5 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:0 dengan konsentrasi 8%
L3A1 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 dengan konsentrasi 0%
L3A2 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 dengan konsentrasi 2%
L3A3 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 dengan konsentrasi 4%
L3A4 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 dengan konsentrasi 6%
L3A5 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1 dengan konsentrasi 8%
L4A1 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 dengan konsentrasi 0%
L4A2 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 dengan konsentrasi 2%
L4A3 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 dengan konsentrasi 4%
L4A4 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 dengan konsentrasi 6%
L4A5 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:2 dengan konsentrasi 8%
L5A1 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 dengan konsentrasi 0%
L5A2 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 dengan konsentrasi 2%
L5A3 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 dengan konsentrasi 4%
L5A4 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 dengan konsentrasi 6%
L5A5 : Perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 dengan konsentrasi 8%
2.2 Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 12 juni 2014. Bertempat di laboratorium
Biokimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
2.3 Alat dan Bahan
2.3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stering hot plate, beacker glass,
pengaduk, erlenmeyer, inkubator, pipet ukur, tip, mikropipet, spektrofotometer, kertas saring,
tabung reaksi, gelas ukur, gunting, timbangan analitik, water bath, oven, labu ukur, labu takar,
labu kjeldahl shaker, haemocytometer, kaca benda, preparat, botol Babcock.
2.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah starter bakteri L. bulgaricus dan
S. thermophilus, media MRS broth dan MRSA, susu kambing, aquades, indikator fenolftalin
1%, NaOH 0,1 N, gelas plastik, kapas, kain kasa, plastik, kertas label, H2SO4, NA2SO4, HgO,
Na2SO3, butiran zink, asam borat, metilen biru, HCl.
2.4 Prosedur Kerja
2.4.1 Pembuatan Starter
Prosedur pembuatan starter bakteri berdasarkan Joentono (1980) dalamm Nur (2005)
sebagai berikut:
1. Sterilisasi alat yang akan digunakan (tujuannya untuk menghindari terjadinya kontaminasi)
dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 psi (pounds square inch) selama 15
menit, dicantumkan dalam Gambar 1 pada lampiran 2, kemudian membuat media MRSA,
lalu disterilisasi.
2. Ditambahkan karbon aktif sebanyak 10 gram kedalam susu kambing yang sedang disterilisasi
3. Isolat bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus dari biakkan murni dimasukkan pada media
MRSA dengan posisi dimiringkan masing-masing sebanyak 100 ml dalam tabung reaksi
dengan cara goresan menggunakan jarum ose. Tujuannya untuk stock kultur bakteri,
sebagaimana yang dicantumkan dalam Gambar 2 pada lampiran 2.
4. Media kultur diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.
5. Buat media MRS broth (untuk membuat starter bakteri) sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer
steril, lalu disterilisasi dalam autoklaf.
6. Kultur bakteri Lactobacillus bulgaricus dari media MRS agar miring tadi diinokulasikan ke
dalam media MRS broth steril menggunakan jarum ose, kemudian kultur bakteri
Streptococcus thermophilus dari media MRS agar miring, diinokulasikan ke dalam media
MRS broth steril menggunakan jarum ose.
7. Media kultur kedua bakteri tersebut diinkubasi selama 24 jam dalam shaker dengan putaran
125 rpm.
8. Disiapkan susu kambing murni sebagaimana dicantumkan pada Gambar 3 dalam lampiran 2.
Setelah itu dihomogenisasi (proses homogenisasi dimaksudkan untuk mencegah timbulnya
lapisan lemak pada permukaan) dengan cara 1/2 liter susu ditempatkan dalam erlenmeyer
1000 ml diaduk
sampai homogen.
9. Susu kambing dipasteurisasi selama 15 menit sampai mencapai suhu 70 - 75°C dengan tujuan
untuk mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan karena mikroorganisme,
sekaligus untuk mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar.
10. Didinginkan hingga mencapai suhu 45 - 50°C untuk menghindari terjadinya kontaminasi
oleh bakteri.
11. Inokulasi starter bakteri dalam susu, yaitu proses penambahan starter bakteri L. bulgaricus
dan S. thermophilus masing-masing dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml yang telah
berisi susu kambing hasil pasteurisasi.
12. Di inkubasi (fermentasi) yang dilakukan pada suhu 45°C dalam inkubator selama 3 jam.
2.4.2 Pembuatan Yoghurt
Proses pembuatan yoghurt yang dimodifikasi dengan penambahan starter
bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus sebagai berikut:
1. Sterilisasi peralatan dalam autoklaf
2. Disiapkan susu kambing murni sebanyak 5000 ml yang tercantum dalam Gambar 4 pada
lampiran 8. Selanjutnya dihomogenisasi yang dilakukan dengan cara susu sebanyak 5000 ml
masing- masing ditempatkan dalam erlenmeyer 1000 ml diaduk sampai homogen.
3. Pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu distering hot plate hingga suhunya mencapai
70 - 75°C selama 15 menit.
4. Pendinginan dilakukan setelah proses pasteurisasi hingga mencapai suhu 45 - 50°C.
5. Inokulasi starter bakteri yang digunakan adalah dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%.
Inokulan dalam pembuatan penelitian ini adalah inokulan bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan ditambahkan dengan bakteri Streptococcus thermophilus dengan masing-masing
perbandingan 0:1, 1:0, 1:1, 1:2 dan 2:1.
6. Inkubasi pada suhu 45°C dalam inkubator selama 3 jam dengan perlakuan pada masing-
masing konsentrasi sebanyak 5 kali ulangan.
7. Sesudah 3 jam, yoghurt dianalisa tingkat warna, aroma, rasa, total keasaman, kadar lemak dan
kadar protein.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi
starter bakteri L. bulgaricus dan S. Thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu
kambing yang dapat dilihat dalam grafik pada Gambar 4.1 sebagai berikut:
1 2 3 4 50
1
2
3
4
5
6
KosentrasiPerbandinganInteraksi
Gambar 1 Grafik hasil penelitian pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi starter
bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu
kambing.
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi bakteri L.
bulgaricus dan S. thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu kambing dilakukan
analisis statistik desain faktorial dengan menggunakan analisis variansi (ANAVA) dua jalur.
Hasil analisis statistik desain faktorial dengan menggunakan ANAVA dua jalur tercantum
pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3 Ringkasan ANAVA pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi starter
bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu
kambing
SK db JK KT F hitung F tabel 5%
Perbandingan (L) 4 0,07 0,01 0,3 2,46
Konsentrasi (A) 4 2,5 0,62 15 2,46
Interaksi (L*A) 16 0,22 0,01 0,03 1,75
Galat 100 3,8 0,04
Total 124 2,79
Berdasarkan hasil ANAVA pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa ada pengaruh
konsentrasi starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap total keasaman yoghurt
susu kambing, dimana Fhitung > Ftabel (0,05). Selanjutnya di uji lanjut dengan uji BNT(0,05),
sebagai berikut:
Tabel 4.2 Notasi uji BNT(0,05) pengaruh konsentrasi starter bakteri L. Bulgaricus dan S.
thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu kambing
Konsentrasi starter bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophilus
Rata-rata
Total keasaman
(%)
A1(0%) 0,12 a
A2(2%) 0,4 b
A3(4%) 0,42 b
A4(6%) 0,5 b
A5(8%) 0,6 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%
A1 A2 A3 A4 A50
1
2
3
4
5
6
7
Persentase total keasaman yoghurt
Persentase total keasaman yoghurt
Gambar 2 Grafik persentase hasil uji BNT 5% konsentrasi starter bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophilus terhadap total keasaman yoghurt susu kambing
Berdasarkan Tabel 2 dan pada Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa kontrol berbeda nyata
dengan konsentrasi 2% yaitu nilai rata-rata total keasaman 0,12% menjadi 0,4%, sedangkan
pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 4%, 6% dan 8%. Menurut
Winarno dan Ivone (2007) bahwa pada konsentrasi starter bakteri 2% kultur campuran bakteri
L. bulgaricus dan S. thermophilus telah mampu meningkatkan keasaman yoghurt yang berasal
dari susu sapi. Jika dilihat dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan starter bakteri
yang sama, pada konsentrasi yang sama (2%) dengan bahan dasar susu kambing telah mampu
meningkatkan total keasaman yoghurt dengan nilai rata-rata total keasaman sebesar 0,4%, akan
tetapi nilai rata-rata total keasaman yang didapatkan dari hasil penelitian ini belum memenuhi
standart kriteria uji total keasaman yoghurt berdasarkan SNI yaitu dengan nilai total keasaman
yoghurt sebesar 0,5-2,0% (Wahyudi, 2006). Jika dilihat pada Tabel 4.2 pada konsentrasi 6%
dengan nilai rata-rata total keasaman sebesar 0,5% dan pada konsentrasi 8% dengan nilai rata
rata total keasaman sebesar 0,6% menunjukkan telah memenuhi kriteria uji total keasaman
yoghurt berdasarkan SNI.
2 Pengaruh Konsentrasi, Perbandingan dan Interaksi Starter Bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophillus Terhadap Sifat Fisik Yoghurt
2.1 Pengaruh Starter Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus
Terhadap Warna Yoghurt
Pengamatan terhadap warna yoghurt dilakukan dengan cara pengumpulan data hasil
pengujian sensoris, yaitu melalui pengamatan visual langsung. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian dicantumkan dalam lampiran 6. Ketelitian dari pengujian sensoris terhadap yoghurt
dan kepercayaan bahwa hasilnya dapat dipakai tergantung pada standarisasi dari kondisi
pengujian dan pemakaian metode statistik dalam rancangan penelitian serta analisa datanya.
Oleh karena itu, untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi, perbandingan serta interaksi
starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap warna yoghurt susu kambing
dilakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis data dengan menggunakan analisa sidik ragam
tercantum pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh
starter bakteri L. Bulgaricus dan S. thermophilus terhadap warna yoghurt susu kambing
SK db JK KT F hitung F tabel 5%
Contoh 19 3,8 0,2 0,48 1,52
Panelis 14 9,35 0,66 1,6 1,52
Eror 266 109,9 0,41
Total 299 123 0,41
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa Fhitung < Ftabel
(0.05) yang artinya tidak menunjukkan hasil signifikan, sehingga konsentrasi inokulum dan
perbandingan serta interaksi starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak terdapat
pengaruh terhadap warna yoghurt susu kambing. Hal ini menandakan bahwa adanya perbedaan
perlakuan konsentrasi, perbandingan dan interaksi tidak mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap warna yoghurt susu kambing. Sebagaimana hasil penelitian Ace dan Supriyanto
(2006) yang menyatakan, bahwa hasil analisis variansi terhadap warna yoghurt dengan variasi
perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini juga sesuai dengan
Wulandari (2005) bahwa warna yoghurt setelah dianalisis dengan uji friedman tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata, semakin besar perlakuan yang ditambahkan akan
menghasilkan warna yoghurt yang kurang disukai oleh panelis, karena menyebabkan
peningkatan kekeruhan pada produk.
2.2 Pengaruh Konsentrasi, Perbandingan dan Interaksi Starter Bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus Terhadap Aroma Yoghurt
Data yang diperoleh dari hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi, perbandingan
dan interaksi starter bakteri L. bulgaricus dan S. Thermophilus terhadap aroma yoghurt susu
kambing tercantum dalam lampiran 7. Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi,
perbandingan dan interaksi starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap aroma
yoghurt susu kambing dilakukan analisis sidik ragam. Hasil uji statistik menggunakan analisis
sidik ragam tercantum pada Tabel 5 sebagai berikut
Tabel 5 Ringkasan analisis sidik ragam starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus
terhadap aroma yoghurt susu kambing
SK db JK KT F hitung F tabel 5%
Contoh 19 3,6 0,18 0,4 1,52
Panelis 14 10,5 0,75 1,6 1,52
Eror 266 120,9 0,45
Total 299 135 0,45
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil analisis tidak signifikan, dimana
Fhitung < Ftabel (0.05). Jadi dapat disimpulkan tidak ada pengaruh konsentrasi inokulum,
perbandingan dan interaksi starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap aroma
yoghurt susu kambing. Hal ini menandakan bahwa adanya perbedaan perlakuan konsentrasi,
perbandingan dan interaksi tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma yoghurt susu
kambing. Berdasarkan hasil penelitian Dianita (2005) menyatakan, bahwa variasi jenis starter
dan konsentrasi tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma.
Jika berdasarkan SNI 01-2981-1992 menyatakan, bahwa kriteria uji aroma yoghurt
adalah normal atau khas (Wahyudi, 2006). Tamime dan Deeth (1989) dalam Abubakar dan
Ilyas (2005) mengatakan, bahwa aroma dari produk olahan susu dipengaruhi oleh kandungan
lemak dan protein dari susu.
2.3 Pengaruh Starter Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus
Terhadap Rasa Yoghurt
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi, perbandingan dan interaksi
starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap rasa yoghurt susu kambing
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam yang tercantum pada Tabel 6
sebagai berikut:
SK db JK KT F hitung F tabel 5%
Contoh 19 9,3 0,48 01,26 1,52
Panelis 14 4,1 0,29 0,76 1,52
Eror 266 103,1 0,38
Total 299 116,5 0,38
Tabel 6 menunjukkan, bahwa Fhitung < Ftabel (0.05) sehingga dapat diketahui bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara perbandingan, konsentrasi serta interaksi starter
bakteri L. bulgaricus dan S. Thermophilus terhadap rasa yoghurt susu kambing. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan rasa yang menandakan bahwa adanya perbedaan
perlakuan konsentrasi, perbandingan dan interaksi tidak mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap rasa yoghurt susu kambing. Sebagaimana terjadinya peningkatan total keasaman pada
tabel 2 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wulandari (2005), bahwa variasi perlakuan pada
rasa tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis, diduga karena rasa asam
yang terlalu tajam sehingga dapat diketahui bahwa panelis lebih menyukai rasa yang tidak
terlalu asam.
Berdasarkan SNI 01-2981-1992 yang menyatakan, bahwa kriteria uji rasa yoghurt
adalah khas asam (Wahyudi, 2006). Kumalaningsih (1985) dalam Budi (2001) mengatakan,
bahwa rasa dari suatu bahan pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri, tetapi setelah
mendapatkan perlakuan dan pengolahan, maka rasanya dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan
yang ditambahkan sebelum proses pengolahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, sebagai berikut:
a. Ada pengaruh konsentrasi 8% starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap
kualitas yoghurt susu kambing. Konsentrasi 8% merupakan konsentrasi tertinggi total
keasaman.
b. Ada pengaruh perbandingan 2:1 starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap
kadar protein dan lemak yoghurt susu kambing, sedangkan untuk total keasaman tidak terjadi
pengaruh.
c. Tidak ada pengaruh interaksi antara perbandingan dan konsentrasi starter bakteri L.
bulgaricus dan S. thermophilus terhadap kualitas yoghurt susu kambing.
2. Saran
d. Tidak ada pengaruh konsentrasi, perbandingan serta interaksi antara perbandingan dan
konsentrasi starter bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus terhadap tigkat kesukaan panelis
pada yoghurt susu kambing
e. Adanya pengaruh karbon aktif dalam meminimalisir bau perengus susu kambing.
2. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya agar lebih disiplin dan hati-hati terkait keseterilan
alat, bahan dan perlakuan disetiap tahapan pembuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1994. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 dan 5. Terjemahan M. Abdul Ghoffar,
Abdurrohim Mu’thi, Abu Ihsan Al-Atsari. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Ace, I.S dan Supriyanto, S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Starter Terhadap Karakteristik
Yoghurt. Dalam Jurnal Penyuluhan Pertanian, Volume 1, Nomor 1, Mei 2006. Bogor:
Jurusan Penyuluhan Peternakan STTP.
Andrianto, T.T. 2008. Di Balik Ancaman E. Sakazaki Dalam Susu Formula, Susu Fermentasi
Untuk Kebugaran dan Pengobatan. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Anonymous. 2008. Yoghurt. Dalam Jurnal Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Bandung.
Buchanan, R.E. and N.E. Gibbons, 1974. Bergeys manual of Determinative BacteriologyThe
Williams and Wilkins Co., Baltimore. 521- 547
Eckles, C.H., W.B. Combs and H. Macy, 1973. Milk and Milk Product. Mc Graw Hill Book
Company, Inc., New York.
Effendi, M.H. 2001. Perbandingan Kualitas Yoghurt dari Susu Kambing dengan Suhu
Pemeraman yang Berbeda.Media Kedokteran Hewan 17: 144-147.
Gilliand, S.E., 1990. Bacterial Starter Cultures for Food. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.
Harper, W.J. and C.W. Hall, 1976. Dairy Technology. Chapman and Hall Limited. Jhon Willey
and Sons Inc., New York.
Jay, J.M., 1978. Modern Food Microbiology. Publish by Van Norstrand Inc., New York.
Lampert, L.M. 1970. Modern Dairy Product. Chemical Publishing Company Inc.,
New York.
Kramer. A. and B. A. Twigg, 1962. Fundamentals of Quality Control for The Food Industry.
The AVI Publishing Company Innc., Westport.
Lusiastuti, A. M., 1992. Pengaruh Tingkat Prosentase Bahan Kering Susu dan Konsentrasi
Starter Terhadap Kualitas Akhir Yoghurt, Lemlit-Unair, Surabaya.
Lusiastuti, A. M., S. Prawesthirini, A. T. S. Estoepangestie, D. Raharjo dan M. A. Alamsjah,
1995. Diversifikasi Susu Kambing Menjadi Produk Keju dan Yoghurt. Lemlit-Unair,
Surabaya.
Oberman, H., 1985. Microbiology of Fermented Foods. Elrevier Applied Science Publishers.
Porter, J.W.G., 1975. Milk and Dairy Foods. Oxford University Press, London.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Dalam Jurnal Program Studi
Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Siregar, S., 1990. Sapi Perah : Jenis, Tehnik Pemeliharaan dan Analisa Usaha, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Smith, A., 1993. Design and Experiment. CTVM, Edinburgh.
Soewedo, 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan dan Daging serta Telur. Liberty, Yogyakarta.
Suhita, D. 1990. Studi Perbandingan beberapa Perbedaan Suhu Pemeraman Air Susus Terhadap
Kualitas Akhir Yoghurt. FKH - Unair, Surabaya.
Wibowo, D., 1989. Bakteri Asam Laktat. Kursus Fermentasi Pangan, PAU-UGM, Yogyakarta.