PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING ......Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui...
Transcript of PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING ......Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui...
PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING RIVALRY
PADA ANAK SEKOLAH DASAR
OLEH
WINDA MARGARETHA
80 2012 076
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Winda Margaretha
Nim : 802012076
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal
bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING RIVALRY PADA
ANAK SEKOLAH DASAR
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih media
atau mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 18 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Winda Margaretha
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Winda Margaretha
Nim : 802012076
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING RIVALRY PADA
ANAK SEKOLAH DASAR
Yang dibimbing oleh:
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih,MS.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya
sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 18 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,
Winda Margaretha
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING RIVALRY PADA
ANAK SEKOLAH DASAR
Oleh
Winda Margaretha
802012076
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 30 Agustus 2016ptemb2015
Oleh:
Pembimbing,
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENGARUH COOPERATIVE PLAY TERHADAP SIBLING RIVALRY
PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Winda Margaretha
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cooperative play terhadap sibling
rivalry pada anak-anak pertengahan dan akhir. Sampel (N=2) diambil dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala sibling
rivalry dan observasi perilaku subjek. Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan disajikan
dalam bentuk grafik. Hasil penelitian dengan menggunakan teknik uji Wilcoxon diperoleh
hasil nilai Asym. Sig (2tailed) = 0,180 (p>0,05) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
cooperatif play terhadap sibling rivalry.
Kata kunci : permainan kooperatif, sibling rivalry
ii
Abstract
The aim of the present study is to find out the effect of cooperative play against sibling rivalry
in middle and late childhood. Sample (N=2) to participate in this study using purposive
sampling technique. The analysis of data by using sibling rivalry scale and observation of the
behavior subject’s. Data were analyzed with descriptive statistic and presented in graphical
form. All gathered datas were processed and analyzed using a wilcoxon test techniques with
results of Asym. Sig (2tailed) -0,180 (p>0,05) showed that there was no effect cooperative
play against sibling rivalry.
Keywords: cooperative play, sibling rivalry
1
PENDAHULUAN
Sebagian besar anak tumbuh dan tinggal dengan saudara kandungnya. Hal ini
menciptakan interaksi antara saudara kandung, yaitu kakak dan adik. Hubungan saudara
kandung mempunyai pengaruh yang lebih besar pada hubungan keluarga daripada di masa
lampau (Hurlock, 2014). Hubungan anak dengan saudaranya dalam sebuah keluarga disebut
sebagai sibling relationship. Sibling relationship dimulai sejak lahirnya seorang bayi sebagai
adik di dalam sebuah keluarga. Sibling relationship atau hubungan antara saudara kandung
merupakan salah satu hubungan yang bersifat timbal balik dimana satu pihak lain mempunyai
derajat yang sama (Bee dan Boyd, 2004). Adapun tipe sibling relationship menurut Bee dan
Boyd (2004) dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu (1) caregiver relationship, buddy
relationship, (2) critical or conflict relationship, (3) rival relationship, (4) casual or
uninvolved relationship.
Tipe sibling relationship yang hampir semua keluarga alami adalah sibling rivalry.
Sibling rivalry adalah pertengkaran antar saudara kandung, hal ini terjadi apabila salah satu
anak mendominasi anak yang lainnya dengan menggoda dan bertengkar dengan intensitas
rendah (Bee dan Boyd,2004). Adams dan Gilman (dalam Sawicki,1997) mengatakan bahwa
93% ibu melaporkan anak pertamanya mengalami sibling rivalry kepada adiknya. Sibling
rivalry biasanya terjadi pada pasangan kakak adik dengan rentang usia yang dekat (kurang
dari 4 tahun) dan sangat tinggi pada pasangan kakak beradik yang sama-sama berjenis
kelamin (Burmester dan Furman, 1990; McGuire,McHale,dan Updegraff,1996, dalam Bee
dan Boyd).
Fenomena sibling rivalry juga nampak saat peneliti mewawancari subjek sebelum
intervensi dilakukan. Pasangan partisipan I yaitu adik laki-laki yang mengatakan bahwa ia
sering berkelahi dengan saudaranya karena berebut mainan, ia cemburu kepada saudaranya
jika adiknya mendapat nilai lebih baik dari dirinya. Hal yang sama juga terjadi pada pasangan
2
partisipan II. Kali ini terjadi pada kakak laki-lakinya, Ia mengatakan sering berkelahi dengan
adiknya karena berebut mainan, berkelahi karena ayahnya lebih sayang kepada adik laki-
lakinya. Kemudian dari hasil wawancara dengan ibu pasangan pastisipan I, mereka
mengatakan benar adanya jika kedua anak laki-lakinya sering berkelahi karena berebut
mainan, dan marah jika ibunya memberi pujian kepada kakaknya yang mendapat nilai lebih
bagus. Ibu pasangan pastisipan II juga membenarkan pernyataan anak laki-lakinya. Mereka
sering berkelahi karena berebut mainan dan ayahnya lebih dekat dengan adik laki-lakinya
sehingga sering menimbulkan kecemburuan sang kakak.
Dunn dan Tamrouti Makkink dkk (dalam Berk, 2012) memaparkan bahwa pada masa
kanak – kanak pertengahan atau masa sekolah dasar yaitu pada rentang usia 6-11 tahun,
sibling rivalry cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut anak mulai
berpartisipasi dalam banyak sekali aktivitas dan berprestasi baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat. Sehingga orang tua mulai membandingkan sifat dan pencapaian
saudara kandung. Selain itu, anak dengan rentan usia berdekatan masuk ke dunia sekolah,
perbandingan yang dilakukan orang tua akan semakin sering akibatnya anak akan semakin
sering iri, cemburu, sering bertengkar dan susah untuk menyesuaikan diri (Berk,2012).
Sibling rivalry merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah keluarga namun juga
merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bagi orang tua (Boyse,2007). Karena sibling
rivalry memiliki dampak buruk pada masa perkembangan selanjutnya jika tidak diatasi
(Sawicki, 1997). Hal ini dapat menghambat tugas perkembangan pada masa perkembangan
yang akan datang. Hubungan antarasaudara kandung penuh perselisihan juga akan merusak
hubungan keluarga. Hubungan saudara kandung yang seperti ini akan menjadi pola hubungan
sosial yang akan dibawa anak ke luar rumah untuk diterapkan dalam hubungannya dengan
teman sebaya, memperkecil peluang anak untuk diterima kelompok teman sebayanya, dan
3
melemahkan motivasi anak untuk menjalin hubungan dengan orang di luar lingkungan
keluarga (Hurlock, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Roscoe, et al (1987, dalam Hoffman dan Edward,
2004) melaporkan bahwa rata-rata terjadinya sibling rivalry yang berupa kekerasan atau
agresi pada saudara kandung adalah sebesar 60-80%. Hal ini dapat berdampak pada keadaan
fisik dan keadaan emosional anak. Dengan demikian sibling rivalry harus diatasi.
Orang tua perlu memiliki metode khusus yang dapat menurunkan sibling rivalry pada
anak sekolah dasar. Salah satu metode yang dapat diterapkan langsung pada anak adalah
dengan membuat anak-anak bekerjasama dalam kegiatan kooperatif. Kegiatan kooperatif
yang dapat dilakukan langsung untuk anak adalah dengan bermain. Karena bermain
merupakan pekerjaan anak kecil dan memberikan kontribusi kepada seluruh ranah
perkembangan (Hurlock, 2010). Dari beberapa tipe permainan yang memiliki tujuan untuk
menciptakan dan mengambangkan kerjasama adalah cooperative play.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh April K., Hinitz, Peterson, dan
Quilitch (1994) dengan judul “Cooperative games: a way to modify aggressive and
cooperative behaviors in young children” didapatkan hasil bahwa model permainan
kooperatif (cooperative play) dapat meningkatkan tingkah laku kooperatif pada anak usia
prasekolah. Riset tersebut menegaskan bahwa cooperative play terbukti dapat
menurunkan reaksi agresif anak usia prasekolah serta dapat meningkatkan tingkah laku
kooperatif anak usia prasekolah. Agresif sendiri merupakan salah satu bentuk reaksi dari
sibling rivalry.
Di indonesia peneliti menemukan juga adanya penelitian serupa yang menekankan
pada reaksi langsung dari sibling rivalry. Penelitian dengan judul “Pengaruh cooperative play
terhadap reaksi langsung sibling rivalry pada anak usia prasekolah” yang dilakukan oleh
4
Rismawan A Y (2012). Penelitian tersebut kembali menegaskan bahwa cooperative play
dapat mengurangin sibling rivalry pada anak usia pra sekolah.
Sejauh penelusuran peneliti pada beberapa jurnal, belum banyak yang melakukan
penelitian mengenai pengaruh cooperative play terhadap sibling rivalry dan berdasarkan
paparan yang sudah ditulis, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana metode bermain
kooperatif (cooperative play) dapat menjadi solusi untuk mengatasi sibling rivalry yang
terjadi pada anak sekolah dasar.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sibling Rivalry
1. Definisi
Sibling rivalry menurut Shaffer (2014) adalah semangat kompetisi, kecemburuan
atau kemarahan saudara kandung yang dimulai sejak lahirnya adik dalam keluarga. Bee
dan Boyd menjelaskan bahwa sibling rivalry adalah tipe hubungan saudara kandung
yang memiliki elemen yang sama dengan critical relationship dengan tingkat yang
rendah dalam dukungan dan pertemanan. Rivalrous atau critical relationship biasanya
terjadi pada pasangan kakak adik dengan rentang usia yang dekat (kurang dari 4 tahun)
dan sangat tinggi pada pasangan kakak beradik yang jenis kelaminnya sama.
2. Asepek Sibling rivalry
Menurut Shaffer (2014) ada 3 aspek sibling rivalry , yaitu :
- Perilaku agresif atau resentment (kekesalan, kemarahan, kebencian)
- Kompetisi atau semangat untuk bermain (tidak mau mengalah)
- Perasaan iri dan cemburu dengan mencari perhatian.
3. Faktor yang mempengaruhi Sibling Rivalry
Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya sibling rivalry pada anak
(Hurlock, 2010) diantaranya :
5
1. Sikap orang tua
Sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak mendekati
keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua yang membedakan antar kakak
dengan adik membuat salah satu anak merasa bahwa orang tua pilih kasih dan
membuat mereka membenci saudaranya.
2. Urutan kelahiran
Dalam semua keluarga, kecuali keluarga dengan satu anak, tiap anak diberi peran
masing-masing. Jika tiap anak dapat menerima perannya semua akan berjalan
dengan baik, namun jika anak tidak dapat menerima peran yang diberikan maka
akan menimbulkan perselisihan.
3. Jenis kelamin saudara kandung
Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat berbeda terhadap saudara laki-laki
dan perempuannya. Keluarga dengan anak yang memiliki jenis kelamin sama,
perempuan dengan perempuan ataupun laki-laki dengan laki-laki akan lebih banyak
mengalami konflik daripada keluarga dengan anak jenis kelamin yang berbeda,
perempuan dengan laki-laki.
4. Perbedaan usia
Perbedaan usia antar saudara kandung mempengaruhi cara mereka bereaksi satu
terhadap yang lain dan cara orang tua memperlakukan mereka. Bila perbedaan
saudara kandung itu besar, baik jika jenis kelamin sama maupun berbeda, hubungan
yang lebih ramah, kooperatif dan saling mengasihi terjalin daripada bila usia mereka
berdekatan. Perbedaan usia yang kecil, lepas dari jenis kelamin yang dimiliki
kecenderungan meningkatkan perselisihan antara mereka. Jika anak-anak berdekatan
usia, orang tau cenderung memperlakukan mereka dengan cara yang sama. Tetapi
orang tua cenderung mengharapkan anak yang lebih tua menjadi model yang baik
6
dan mereka mengecamkannya bila ia gagal melakukan hal itu. Sebaliknya anak yang
lebih muda, diharapkan meniru anak yang lebih tua dan mematuhinya. Harapan
orang tua ini ikut memperburuk hubungan antarsaudara kandung.
5. Pengaruh orang luar
Kehadiran orang luar keluarga mempengaruhi hubungan antar saudar kandung
dalam keluarga. Pengaruh itu dapat timbul karena kehadiran orang luar di rumah,
tekanan orang luar pada anggota keluarga dan perbandingan anak dengan
saudaranya oleh orang luar.
B. Cooperative Play
1. Definisi
Cooperative play adalah suatu permainan dalam bentuk kelompok yang
terorganisir untuk mencapai tujuan tertentu, misal untuk membuat sesuatu, bermain
permainan formal, atau mendramatisir situasi, satu atau dua anak mengontrol anggota
kelompok dan mengarahkan aktivitas. Permainan pembagian kerja tiap anak mengambil
peran yang berbeda dan saling melengkapi usaha yang lain. (Parten, 2008).
7
C. Kerangka konsep
Gambar 1
Keterkaitan cooperative play terhadap sbling rivalry
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh cooperative
play terhadap sibling rivalry. Artinya setelah pemberian cooperative play pada anak sekolah
dasar sibling rivalry pada anak akan menurun.
8
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian menggunakan eksperimen semu (Quasi Experimental) dengan tidak
melakukan randomisasi dalam meneliti hubungan sebab-akibat (Seniati, Yulianto & Setiadi,
2011).
Desain yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design. Menurut
Christensen (dalam Psikologi Ekperimen, 2011) langkah dalam penelitian ini sebagai berikut
:
Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk grafik,
perhitungan statistik menggunakan teknik uji Wilcoxon.
Variabel
- Variabel bebas (independent/X) : Cooperative play
Cooperative play adalah suatu permainan dalam
bentu kelompok yang terorganisir untuk
mencapai tujuan tertentu, misal untuk membuat
sesuatu, bermain permainan formal, atau
mendramatisir situasi, satu atau dua anak
mengontrol anggota kelompok dan mengarahkan
aktivitas. Permainan pembagian kerja tiap anak
mengambil peran yang berbeda dan saling
melengkapi usaha yang lain. (Parten, 2008).
- Variabel tergantung (dependent/Y) : Sibling rivalry
Sibling rivalry adalah semangat kompetisi,
kecemburuan atau kemarahan saudara kandung
yang dimulai sejak lahirnya adik dalam keluarga
(Shaffer, 2014)
Pengukuruan (O1) Manipulasi (X) Pengukuran (O2)
9
Intervensi
Cooperative play sebagai intervensi dalam penelitian ini bertujuan untuk melatih dan
meningkatkan kerjasama serta koordinasi antara kakak dan adik . Jenis permainan kooperatif
yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Menyusun balok bangunan
- Menyusun balok alat transportasi
- Puzzle gambar 1
- Puzzle gambar 2
- Meronce manik-manik dan membuat gelang untuk saudaranya.
- Meronce rantai kecil berdasarkan warna
- Meronce rantai dengan bentuk
- Lego
Intervensi dilakukan sebanyak 8 sesi, yaitu pada tanggal 11 Juli 2016 sampai 20 Juli
2016. Pemberi instruksi adalah penulis dan dibantu oleh 3 orang observer yang
mengobservasi peserta dan proses pelaksanaan intervensi tersebut. Waktu bermain untuk tiap
sesi dilakukan dengan durasi waktu minimal 15 menit .
Validitas intervensi diukur dengan expert judgment atau penilaian ahli yang
berkompeten dibidangnya. Penilaian ahli untuk intervensi ini dilakukan oleh 2 orang, yaitu
ibu Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS dan ibu Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.
Alat pengumpulan data
Dalam penelitian ini menggunakan skala sibling rivalry untuk mengukur pengaruh
cooperative play terhadap sibling rivalry. Skala sibling rivalry disusun menggunakan skala
Likert dengan empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, sangat tidak
sesuai. Skala ini terdiri dari 18 item dari skala milik Etika (dalam Etika, 2013) dengan daya
beda item valid bergerak 0,325-0,737 dan koefisien alpha sebesar 0,857.
10
Skala sibling rivalry ini diberikan kepada ibu partisipan, sehingga yang memberikan
penilaian mengenai tingkat sibling rivalry adalah ibu kandung yang tinggal bersama dengan
anak. Selain itu sebagai alat pengambilan data tambahan menggunakan observasi yang
dilakukan oleh observer sebanyak 3 orang. Mereka mengisi lembar observasi yang sudah
disediakan, setiap perilaku yang dilihat akan diberikan satu turus. Perilaku yang diamati
adalah perilaku agresif, perilaku agresif non verbal dan verbal. Perilaku agresif merupakan
salah satu aspek dari sibling rivalry yang dapat diamati secara langsung.
Partisipasi
Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling.
Teknik ini adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,2013)
Dalam memilih partisipan peneliti membuat kriteria partisipan, sehingga yang dapat
menjadi partisipan adalah pasangan saudara kandung yang memenuhi karakteristik sebagai
berikut :
- Berusia enam tahun sampai sebelas tahun atau disebut juga masa sekolah dasar, usia
tersebut masuk dalam masa kanak-kanak pertengahan dan akhir (Santrock, 2009)
- Jenis kelamin sama, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.
- Rentang usia tidak terlalu jauh, maksimal rentang usia 4 tahun.
- Tidak tergolong dalam anak berkebutuhan khusus.
- Tidak tergolong dalam anak berbakat.
- Orang tua mengijinkan anak untuk dibawa oleh peneliti ke tempat penelitian.
- Dari satu lingkungan yang sama
Partisipan dalam penelitian ini 2 pasang kakak adik, berikut data dirinya (Tabel 1, Tabel
2) :
11
Tabel 1
Indentitas pasangan partisipan I
Kakak Adik
Nama IM (Inisial) Nama AD (Inisial)
Usia 11 tahun Usia 10 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Pancuran Salatiga Alamat Pancuran Salatiga
Pendidikan Kelas 5 SD Pendidikan Kelas 4 SD
Anak ke 3 dari 4 bersaudara Anak ke 4 dari 4 bersaudara
Tabel 2
Indentitas pasangan partisipan II
Kakak Adik
Nama DA (Inisial) Nama DI (Inisial)
Usia 11 tahun Usia 10 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Pancuran Salatiga Alamat Pancuran Salatiga
Pendidikan Kelas 4 SD Pendidikan Kelas 3 SD
Anak ke 2 dari 3 bersaudara Anak ke 3 dari 3 bersaudara
HASIL PENELITIAN
Tabel 3
Keterangan (S*) :
- 1 = Pasangan partisipan I
- 2 = Pasangan partisipan II
S PERILAKU AGRESIF KOMPETISI ATAU
PERSAINGAN
PERASAAN IRI DAN
CEMBURU
PRETEST POSTTEST PRETEST POSTTEST PRETEST POSTEST
1 12 10 12 7 6 5
2 22 14 16 9 10 7
11
Grafik Skala Sibling Rivalry
A. Grafik Perilaku Agresif
Grafik 1
B. Kompetisi Atau Persaingan
Grafik 2
C. Perasaan Iri Dan Cemburu
Grafik 3
Melalui grafik di atas dapat diketahui perubahan skor sibling rivalry pada
indikator agresif untuk pasangan subjek I dari skor pretest 12 poin menjadi skor posttest
0
5
10
15
20
25
PRETEST POSTTEST
Pasangansubjek I
Pasangansubjek II
0
5
10
15
20
PRETEST POSTTEST
Pasangansubjek I
Pasangansubjek II
0
2
4
6
8
10
12
PRETEST POSTEST
Pasangansubjek I
Pasangansubjek II
12
10 poin, untuk pasangan subjek II dari skor pretest 22 poin menjadi skor postest 14
poin. Pada indikator kompetisi atau persaingan untuk pasangan subjek I dari skor pretest
12 poin menjadi skor posttest 7 poin, untuk pasangan subjek II dari skor pretest 16 poin
menjadi skor postest 9 poin. Pada indikator perasaan iri atau cemburu untuk pasangan
subjek I dari skor pretest 6 poin menjadi skor posttest 5 poin, untuk pasangan subjek II
dari skor pretest 10 poin menjadi skor postest 7 poin. Artinya tingkat sibling rivalry
pada partisipan mengalami penurunan baik pada pasangan subjek I maupun pada
pasangan subjek II
Analisis statistik
Perolehan diolah dengan uji Wilcoxon match pair test dengan program SPSS
statistic 16.0 untuk melakukan uji beda dengan melihat perbedaan rata-rata (mean) skor
mentah skala sibling rivalry.
13
Melalui hasil uji Wilcoxon, dinyatakan ada perbedaan apabila nilai Asymp. Sig
(2tailed) < tingkat signifikasn 0,05. Statistik hitung dari data di atas adalah 0.180.
dengan level signifikan 5%, maka 0.180 > 0,05 yang artinya Ho diterima atau tidak ada
pengaruh cooperatif play terhadap sibling rivalry.
Hasil obeservasi
Aspek dari sibling rivalry yang dapat dilihat atau diobservasi adalah agresif.
Dilakukan dalam 30 menit setiap hari, dibagi menjadi 2 interval, setiap interval
mendapat waktu pengamatan 15 menit (1 sesi). Perilaku yang diamati dibagi menjadi
dua, yaitu perilaku agresif secara verbal dan nonverbal. Observer memberikan turus
pada kolom yang sudah disediakan, di dalam kolom juga sudah terdapat contoh perilaku
dari agresif secara verbal maupun nonverbal. Hal ini supaya mempermudahkan
memberi penilaian kepada partisipan. Hasil dari agresif non verbal dan verbal
kemudian dijumlah untuk diolah sebagai data.
Hasil observasi dilakukan dalam tiga fase, yaitu baseline 1 (A1), intervensi (B)
dan baseline 2 (A2). Baseline 2 (A2) adalah pengamatan yang dilakukan sebelum
intervensi diberikan kepada pastisipan. Intervensi (B) adalah pengamatan yang
dilakukan saat intervensi berlangsung, sedangkan baseline 2 (A2) adalah pengamatan
yangv dilakukan setelah intervensi diberikan. Setiap fase dilakukan 4 hari sehingga
keseluruhan fase berlangsung selama 12 hari. Berikut hasil observasi untuk tiap fase :
Pasangan Subjek I
Tabel 4
Baseline 1 Intervensi Baseline 2
Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Agresif 10 15 21 13 30 8 14 8 8 13 12 9
Jumlah 59 60 43
14
Pasangan Subjek II
Tabel 5
Baseline 1 Intervensi Baseline 2
Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Agresif 20 23 16 19 50 41 18 14 11 21 17 15
Jumlah 78 123 64
Setelah hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel, hasilnya akan disajikan
dalam bentuk grafik. Berikut grafik dari hasil observasi :
Hasil analisi observasi pasangan subjek I- Grafik 4
Hasil analisi observasi pasangan subjek II- Grafik 5
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
baseline I
Intervensi
baseline 2
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
baseline 1
intervensi
baseline 2
15
PEMBAHASAN
Hasil penelitian dengan pengukuran skala sibling rivalry yang diisi oleh ibu
subjek, yang ditampilkan secara grafik menunjukkan adanya perubahan. Melalui grafik
dapat diketahui perubahan skor sibling rivalry pada indikator agresif untuk pasangan
subjek I dari skor pretest 12 poin menjadi skor posttest 10 poin, untuk pasangan subjek
II dari skor pretest 22 poin menjadi skor postest 14 poin. Pada indikator kompetisi atau
persaingan untuk pasangan subjek I dari skor pretest 12 poin menjadi skor posttest 7
poin, untuk pasangan subjek II dari skor pretest 16 poin menjadi skor postest 9 poin.
Pada indikator perasaan iri atau cemburu untuk pasangan subjek I dari skor pretest 6
poin menjadi skor posttest 5 poin, untuk pasangan subjek II dari skor pretest 10 poin
menjadi skor postest 7 poin
Hal ini menunjukkan adanya penurunan sibling rivalry pada anak sekolah dasar
karena intervensi yang sengaja diberikan, yaitu cooperative play. Dari observasi pun
peneliti melihat adanya perubahan yang nampak. Hari pertama saat intervensi,
dilakukan observasi pada pasangan subjek I, didapat frekuensi perilaku agresif secara
verbal sebanyak 19 kali, non verbal sebanyak 11 kali dan perilaku pada pasangan subjek
II sebanyak 29 kali untuk verbal, 21 kali untuk non verbal. Pada hari kedua frekuensi
perilaku agresif pada pasangan subjek I mengalami penurunan menjadi 6 kali untuk
verbal, 2 kali untuk non verbal. Pada pasangan subjek II frekuensi juga mengalami
penurunan 20 kali untuk verbal dan 21 untuk non verbal. Pada hari ketiga perilaku pada
pasangan subjek I mengalami peningkatan sebanyak 7 kali untuk verbal dan 7 kali
untuk non verbal. Pasangan subjek II muncul perilaku sebanyak 10 kali untuk verbal
dan non verbal sebanyak 8 kali. Pada hari keempat perilaku agresif masih muncul
16
dengan frekuensi 6 kali untuk verbal dan nonverbal 2 kali, sedangkan pasangan subjek
II muncul 10 kali untuk verbal dan 4 kali untuk non verbal.
Selain itu hasil pengamatan observer melihat bahwa baik pasangan subjek I
maupun pasangan subjek II bersemangat untuk bermain pada hari pertama, ketika
selesai diberi instruksi IM (kakak/pasangan subjek I) maupun DT (kakak/pasangan
subjek II) langsung mengambil mainan dari tangan peneliti, setelah itu diikuti adik
mereka masing-masing yang turut mengambil mainan yang telah disediakan. Kemudian
mereka menyelesaikan perintah secara individu. Jika hal demikian terjadi peneliti
sebagai instruktur mengingatkan aturan awal bahwa saat menyelesaikan permaianan,
mereka harus mengerjakan secara bersamaan, bekerjasama dan membagi tugas tiap
anak. Setelah diperingatkan oleh peneliti mereka baru mengerjakan secara bekerjasama
dan kooperatif. Hal serupa terjadi di hari kedua, mereka membuat sendiri-sendiri
mainannya, setelah diperingatkan mereka baru mengerjakan secara kooperatif. Pada hari
ketiga hal ini tidak terjadi pada pasangan subjek I namun masih terjadi pada pasangan
subjek II. Kemudian pada hari keempat hal kompetisi ini sudah tidak terjadi, tanpa
diperintah sang kakak, baik IM (pasangan subjek I) maupun AD (pasangan subjek II)
membagi tugas dengan adiknya, mereka bermain secara kooperatif.
Penurunan tingkat sibling rivalry pada anak terjadi karena intervensi, yang
memiliki tujuan menciptakan dan meningkatkan kerjasama dan perilaku kooperatif
antara kakak dan adik. Dari berbagai kategori permainan menurut Parten (Papalia,
2010), permainan yang tepat karena dapat menciptakan kerjasama dan perilaku
kooperatif adalah permainan kooperatif (cooperative play). Hal ini dapat dilakukan
dengan mudah oleh orang tua maupun anak. Cooperative play. Menurut Hurlock (2010)
17
bermain merupakan pekerjaan anak kecil dan memberikan kontribusi kepada seluruh
ranah perkembangan.
Cooperative play akan menuntut anak untuk bermain bersama dengan saudara
kandungnya secara bersama dimana didalam aturan permainan kooperatif terdapat
proses perencanaan aktivitas, diskusi pembagian tugas bersama anak dengan tujuan
tertentu (menyelesaikan permainan), sehingga cooperative play dapat menimbulkan
perubahan sibling rivalry pada anak. Sehingga permainan kooperatif tidak akan
memberikan efek persaingan antar anak karena dalam permainan ini setiap anak sudah
mendapatkan tugas masing-masing.
Berdasarkan deskripsi grafik dan olah data yang sudah dilakukan peneliti
menemukan kesamaan antara hasil penelitian yang dilakukan oleh April K., Hinitz,
Peterson, dan Quilitch (1994) dengan judul “Cooperative Games: A Way to
Modify Aggressive and Cooperative Behaviors in Young Children”. Dalam
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model permainan kooperatif (cooperative
play) dapat meningkatkan tingkah laku kooperatif.
Sedangkan pengujian statistik menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh nilai p =
0,180. Dengan demikian, hasil yang ditunjukkan p > 0,05 mengindikasikan Ho diterima
atau tidak ada perbedaan signifikan antara pretest dan posttest.
Melalui pendekatan analisis ini, dapat diketahui bahwa ada keterbatasan dan
kekurangan dalam penelitian eksperimen, sehingga interfensi permainan kooperatif ini
tidak begitu berpengaruh pada sibling rivalry.
Hal lain yang mungkin mempengaruhi hasil disebut sebagai variabel sekunder
yang tidak dapat dikontrol. Salah satu variabel sekundernya adalah enggan bermain dan
pola asuh orang tua. Pada hari kedua subjek I enggan bermain karena saat peneliti
18
menjemput subjek di tempat tinggal, subjek sedang bermain dengan teman-temannya.
Menurut Hurlock (2000) bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau
tekanan dari luar atau sebuah kewajiban. Saat subjek dijemput oleh peneliti untuk
melakukan intervensi yaitu permainan kooperatif, subjek sedikit dipaksa oleh orang tua
untuk ikut dengan peneliti. Saat di lokasi penelitian subjek tidak sukarela ingin bermain,
namun perlu diberi stimulus (ajakan) oleh peneliti.
Selain paksaan, faktor gender juga menjadi kemungkinan alasan subjek enggan
bermain. Menurut Papalia, Old dan Feldman (2009), anak laki-laki cenderung memilih
permainan aktif, bersemangat dalam kelompok yang relatif besar, sedangkan anak
perempuan cenderung memilih permainan kalem, rukun dengan satu temannya.
Berdasarkan keterangan Papalia, dkk tersebut permainan-permainan yang digunakan
dalam intervensi, seperti bermain puzle, merangkai manik-manik, meronce rantai dan
menyusun balok memiliki kencenderungan dipilih oleh anak perempuan, sedangkan
subjek berjenis kelamin laki-laki. Permainan yang digunakan untuk intervensi
merupakan permainan yang dilakukan dengan duduk didalam ruangan sehingga untuk
anak laki-laki cenderung membosankan karena bukan merupakan permainan yang aktif.
Pada hari ketiga dan selanjutnya terdapat peningkatan minat partisipasi bermain.
Hal ini merupakan strategi yang dilakukan oleh peneliti. Setelah intervensi pada hari
kedua, subjek sedikit enggan bermain dan mau bermain kembali setelah dibujuk oleh
peneliti, peneliti membangun raport dengan memberikan hadiah kepada subjek dan
mengajak subjek bercerita, sehingga pada keesokan harinya subjek bersemangat untuk
bermain.
Variabel sekunder yang kedua adalah jenis pola asuh orang tua. Peneliti tidak
melakukan identifikasi pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada subjek.
19
Menurut Hurlock (2000) pola asuh menjadi salah satu faktor terjadinya persaingan
antara saudara kandung. Ketika peneliti mengamati perlakuan orang tua subjek I dan
orang tua subjek II kepada mereka, peneliti menemukan beberapa perbedaan.
Pada subjek I, orang tua lebih cenderung memiliki pola asuh demokrati.
Menurut Hurlock (2006) pola asuh demokratis adalah gaya pengasuhan yang
mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas dan kendali,
mempunyai kontrol diri dan kepercayaan diri yang kuat. Terlihat ketika peneliti pertama
kali bertemu untuk meminta ijin kepada orang tua dan subjek, orang tua subjek I
mengembalikan kepada anaknya, apakah anaknya bersedia atau tidak untuk
berpartisipasi sebagai subjek penelitian. Sedangkan subjek II, orang tua lebih cenderung
memiliki gaya pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter, orang tua cenderung
memperlakukan anaknya dengan kaku dan ketat dengan tujuan mengontrol tingkah laku
anaknya dalam berperilaku sehari-hari (Hurlock, 2006). Hal ini terlihat juga ketika
peneliti pertama kali bertemu untuk meminta ijin kepada orang tua dan subjek, orang
tua subjek cenderung memaksa subjek untuk mengiyakan permohonan peneliti,
kemudian saat hari ketiga ketika subjek sedang bermain, orang tua subjek memaksa
anaknya untuk segera pulang dan mengikuti peneliti. Melihat peran pola asuh
berpengaruh terhadap sibling rivalry, maka sebaiknya sebelum melakukan intervensi,
peneliti melihat pola asuh apa yang diterapkan orang tua kepada anak sebagai subjek.
Peneliti perlu memberikan kuisoner mengenai pola asuh kepada orang tua subjek.
Pemahaman mengenai pola asuh dapat menjadi karakteristik peneliti dalam menentukan
kriteria subjek untuk diteliti.
20
KESIMPULAN
Secara deskriptif berdasarkan grafik terdapat perubahan sibling rivalry pada
anak sekolah dasar, walaupun tidak banyak perubahan namun jelas grafik
menunjukkan adanya sedikit perubahan. Sedangkan hasil analisis statistik tidak ada
pengaruh pemberian cooperative play terhadap sibling rivalry pada anak sekolah
dasar.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih
banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini. Peneliti memberikan beberapa saran ,
yaitu sebagai berikut :
- Penelitian selanjutnya perlu mengontrol variabel sekunder yang lebih mendalam.
Seperti melakukan penggolangan tipe pola asuh orang tua terhadap anak sebelum
melakukan intervensi karena pola asuh juga mempengaruh hubungan anak dengan
saudara kandungnya.
- Peneliti perlu membuat intervensi berupa permainan kooperatif yang dapat
dilakukan di luar rumah dan bersifat lebih aktif, karena berpengaruh terhadap
kecenderungan gender dalam memilih permainan.
- Intervensi perlu diulang secara berkala untuk mendapatkan perubahan yang
signifikan.
- Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel sehingga hasilnya dapat
digeneralisasikan untuk anak sekolah dasar.
- Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan desain two Group
Pretest-Posttest Design, sehingga hasil atau perubahan yang terjadi semakin
21
nampak jelas antara kelompok ekperimen yang diberikan perlakuan dan kelompok
kontrol yang tidak diberi perlakuan.
22
DAFTAR PUSTAKA
April, K., Peterson, R. F., & Robert, H. R. (1994). Cooperative games: a way to
modify aggressive and cooperative behaviors in young children. Journal of
applied behavior analysis, 27(3), 435-446.
Bee, H., & Boyd, D. (2004). The developing child. Boston : Person Education.
Berk, L. E. (2012). Development throught the lifespan : dari prenatal sampai remaja
(transisi menjelang dewasa) (5th ed.). Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Hoffman, Kristi, L., & Edward, John, N. (2004). An integrated theoretical model of
sibling violance and abuse. Journal of Family Violance, 19(3), 183-200. doi :
10.1037/0012-1649.43.4.947.
Hurlock, E. B. (2010). Perkembangan anak jilid 1. Jakarta : Erlangga.
.__________. (2010). Perkembangan anak jilid 2. Jakarta : Erlangga.
.__________. (2014). Perkembangan anak jilid 1. Jakarta : Erlangga.
John, S. W. (2009). Masa perkembangan anak edisi 11. Jakarta : Salemba Humanika.
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2010). Human development (psikologi
perkembangan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Rahmawati, E. (2013). Hubungan antara sibling rivalry dengan kemampuan
penyesuaian sosial anak usia sekolah di SDN Cireundeu III. Skripsi. (tidak
diterbitkan). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Indonesia. Jakarta
Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2011). Psikologi eksperimen. Jakarta : Indeks
Kelompok Gramedia.
Sawicki, J. A. (1997). Sibling Rivalry and The New Baby : Anticipatory Guidance and
Management Strategies. Journal of Pediatric and Nursing, 23(3), 298-302.
Shaffer, D. R. (2014). Development psychology ninth edition childhood and
adolescence. USA : Wadsworth Thomson Learning.
Sugiyono. (2013). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.
Tedjasaputra, M. S. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta : Grasindo
23
Yunanto, R. A. (2012). Pengaruh cooperative play terhadap reaksi langsung sibling
rivalry pada anak usia prasekolah di desan cangkring kecamatan jenggawah
kabupaten jember. Skripsi. (tidak diterbitkan). Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Jember. Jember.