Pengaruh Aktifitas Belajar Siswa Di Kebun Raya Bogor Terhadap Kesadaran Lingkungan
-
Upload
ahmad-dzulfaqor -
Category
Documents
-
view
160 -
download
7
Transcript of Pengaruh Aktifitas Belajar Siswa Di Kebun Raya Bogor Terhadap Kesadaran Lingkungan
Proposal Skripsi
PENGARUH AKTIFITAS BELAJAR SISWA DI KEBUN RAYA BOGORTERHADAP KESADARAN LINGKUNGAN(Survei pada pengunjung Kebun Raya Bogor)
AHMAD DZULFAQOR
4315072136
Proposal Penelitian Ini Ditulis Untuk Memenuhi Persyaratan Penelitian Skripsi Sebagai Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIALUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan bagian kecil dalam lingkungan hidup dan keduanya
merupakan sebuah kesatuan yang saling bergantung antara satu dengan yang lain,
baik itu manusia mempengaruhi lingkungan hidup ataupun sebaliknya. Menurut
Soemarwoto (1994), lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai ruang yang
ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di
dalamnya. Hal tersebut meliputi lingkungan alam hayati. Lingkungan hidup social
dan lingkungan hidup binaan. Lingkungan hidup ini harus dipelihara agar system
lingkungan tersebut dapat berada dalam keadaan seimbang dan harmonis dan
fungsinya tetap terjaga untuk mendukung peri kehidupan manusia dari generasi ke
generasi serta makhluk hidup lainnya.
Salah satu pendekatan dalam mewujudkan dimensi moral dan etika
manusia untuk penanaman pengertian tentang pentingnya menjaga keserasian dan
keseimbangan lingkungan hidup dengan manusia itu sendiri dapat disalurkan
melalui jalur pendidikan. Pendidikan lingkungan hidup merupakan upaya
mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan
lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan
aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan
generasi sekarang dan yang akan datang (National Environmental Education
Advisory Council, 1996).
Menurut Soemarwoto (1994), manusia memperoleh pengetahuan tentang
lingkungan hidup melalui pengalaman kehidupan sehari-hari, rasio dan
pendidikan lingkungan hidup (baik formal maupun nonformal/informal). Secara
lebih spesifik dipaparkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (2004), bahwa
Pendidikan lingkungan dapat diperoleh dengan cara yang beragam, baik dalam
bentuk pendidikan formal, nonfomal dan informal. Pendidikan lingkungan hidup
formal didapat dari jalur pendidikan di sekolah, sedangkan pendidikan lingkungan
hidup informal dapat diperoleh di lingkungan masyarakat.
Kebun raya (atau bisa juga disebut kebun botani atau taman botani) adalah
suatu area kebun yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan terutama
untuk keperluan penelitian dan konservasi. Selain untuk penelitian, kebun raya
juga kerap kali digunakan sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung.
Suasana di dalam kebun raya dapat menyejukkan bagi para pengunjung, sehingga
kebun raya dapat menjadi tujuan para wisatawan khususnya wisatawan domestic
untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia, yaitu mengembalikan kesegaran
jasmani maupun rohani.
Target dari Strategi Global untuk Konservasi Tanaman (dibuat oleh
Konvensi Keanekaragaman Hayati) mensyaratkan bahwa setiap orang harus
memahami pentingnya keanekaragaman tanaman dan pentingnya konservasi.
Untuk mewujudkan tujuan ini secara efektif, bagaimanapun, dibutuhkan
interpretasi yang tersusun rapi dalam mengkomunikasikan pentingnya kepedulian
pelestarian lingkungan untuk masa depan. Tanpa penafsiran demikian,
kemungkinan kebun raya hanya akan memiliki sedikit daya tarik bagi masyarakat,
padahal Kepala Dewan dari Kebun Binatang Australia (2005) juga menyatakan
bahwa meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya keanekaragaman hayati
sangatlah penting dalam mendorong pelestarian karena dapat menimbulkan
kebutuhan apreasiasi untuk melestarikan habitat alami, memahami ancaman dan
konsekuensi dari hilangnya keanekaragama hayati, serta menghargai langkah-
langkah netral yang akan diambil.
Beberapa penelitian tentang kebun raya menyatakan bahwa masyarakat
sekarang, terdiri dari orang yang di dalamnya telah terputus dari dunia alaminya,
padahal ada ancaman dari perubahan iklim serta kepunahan spesies tumbuhan dan
hewan yang diperkirakan akan semakin buruk keadaannya dengan adanya
kemajuan perindustrian. Di sini, kebun raya bisa memainkan peran penting dalam
menghubungkan kembali orang-orang tersebut dengan alam, mendidik mereka
dan menunjukkan kepada mereka model untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Di Inggris, ada lebih dari 130 kebun botani/kebun raya, yang dapat
menarik sekitar enam juta pengunjung setiap tahun. Kebun raya di Inggris
dianggap sebagai lembaga eksklusif dan elit. Masih banyak lagi kebun raya yang
berperan sebagai tempat wisata terkenal, misalnya, taman Monet di Prancis,
Central Park di New York, Amerika serikat, Kirstenbosch Gardens di Afrika
Selatan, Butchart Gardens di Kanada dan Kew Gardens di Inggris yang dua tahun
terakhir menarik lebih dari 1,5 juta wisatawan setiap tahunnya (ACIL Tasman,
2004, Kew Royal Botanical, 2006).
Sesuai dengan namanya, Kebun Raya Bogor (KRB) atau Kebun Botani
Bogor yang kini bernama resmi Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya
Bogor terletak di Kota Bogor, Jawa Barat Indonesia. Kawasan konservasi ini
menempati lahan seluas 87 hektar dan memiliki sedikitnya 15.000 koleksi jenis
tumbuhan. Kebun raya ini didirikan oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen
dengan nama s’Lands Plantentuinte Buitenzorg pada tanggal 18 Mei 1817. Kebun
Raya Bogor memiliki sekitar 15.000 jenis koleksi tumbuhan. Untuk menuju lokasi
Kebun Raya Bogor dapat ditempuh melalui tengah kota Bogor, +60 km dari
Jakarta ke arah selatan.
Adapun yang menjadi daya tarik KRB antara lain dengan adanya bunga
bangkai (Amorphophalus titanium), bunga ini dapat mencapai tinggi 2 m dan
merupakan bunga majemuk terbesar di dunia tumbuhan. Pohon leci (Litchi
chinenis) yang menjadi pohon tertua di KRB, bunga regnant frangipani yang
akarnya selalu keluar dari tanah, bunga Lily, pohon Raja, Kelapa sawit tertua di
Asia Tenggara yang masih hidup hingga sekarang, dan pohon habitat kelelawar.
Di KRB juga terdapat museum hewan (museum zoology), perpustakaan, Istana
Bogor, koleksi taman anggrek, taman lumut, taman kaktus, pusat riset dan
pengembangan biologi, serta ribuan koleksi spesies tanaman tropis yang
dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, misalnya keluarga palem, bamboo,
tanaman obat (herbarium) dan juga terdapat pohon-pohon tua yang sudah langka
dan umurnya mencapai ratusan tahun.
Visi Kebun Raya Bogor adalah menjadi kebun raya yang terbaik kelas
dunia, terutama dalam bidang konservasi tumbuhan dan pelayanan dalam aspek
botani, pendidikan, lingkungan, hortikultura, lanskap, dan pariwisata. Sedangkan
misinya adalah melestarikan, mendayagunakan dan mengembangkan potensi
tumbuhan melalui kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, rekreasi serta
peningkatan apresiasi masyarakat terhadap Kebun Raya, tumbuhan dan
lingkungan dalam upaya pemanfaatan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Kebun Raya Bogor pun memiliki posisi tersendiri di antara empat kebun
raya di Indonesia saat ini. Sejak digulirkannya Program revitalisasi dan
Pengembangan kebun raya di Indonesia pada tahun 2002, yang melibatkan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
kinerja kebun raya tampak semakin nyata. Revitalisasi dilakukan di empat kebun
raya yang menjadi tanggung jawab LIPI yakni Kebun Raya Bogor, Purwodadi,
Eka Karya Bali dan Cibodas. Perbaikan jalan, penyediaan air bersih, pembuatan
rumah tamu, shelter rumah kaca dan laboratorium telah meningkatkan fungsi
kebun raya sebagai pusat konservasi, penelitian, pendidikan, serta rekreasi. Kebun
Raya Bogor yang merupakan kebun raya tertua di Indonesia, dipercayakan
sebagai Pembina bagi tiga kebun raya lainnya dalam menjalankan program ini.
Kondisi di atas tentu akan menuntut anggapan bahwa Kebun Raya Bogor
akan menjadi sarana yang baik dalam pendidikan informal mengenai lingkungan
hidup bagi masyarakat yang nantinya diharapkan akan semakin menumbuhkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan. Terlebih Kebun
Raya Bogor yang keberadaannya di tengah kota, selain sebagai tempat rekreasi,
juga merupakan tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
lingkungan bagi masyarakat kota.
Sampah sebagai masalah kebersihan di Kota Bogor, sejak puluhan tahun
silam sudah menjadi masalah krusial dan butuh solusi holistic. Berdasarkan Data
dari LKPJ walikota Bogor, volume sampah Kota Boor tahun 2011 telah mencapai
2.402,4 m3 artinya naik sebanyak 2,8% dari 2.337 m3 pada tahun 2010. Problem
kebersihan lingkungan di Bogor membutuhkan keterlibatan serta kepedulian
semua pihak tidak terkecuali para pendidik dan pelajar untuk mengatasinya.
Menurut seorang aktivis lingkungan Kota Bogor, M. Samhudi Tanara,
generasi penerus bangsa (pelajar) kini terkesan tidak lagi peduli terhadap
pemeliharaan kebersihan, baik di lingkungan sekolah, di lingkungan tempat
tinggalnya apalagi tempat-tempat umum (ruang publik). Jika memang ada, hanya
segelintir pelajar saja yang peduli dan mengerti akan pentingnya kebersihan
lingkungan. Seperti halnya di Kota Bogor, belakang ini tidak pernah lagi terlihat
rombongan pelajar yang sengaja melakukan gerakan bakti kebersihan di tempat-
tempat umum. Padahal di era tahun 1980-an, pelajar Kota Bogor sangat dikenal
sebagai pelajar yang peduli terhadap lingkungan. Pelajar kota Bogor pada waktu
itu menyatakan diri sebagai kader kebersihan dan garda terdepan sebagai
pengawas kebersihan Kota Bogor, menyusul Ikrar Pemuda melalui Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor pada pertengahan Maret 1985
lalu di Balaikota (Samhudi, M, 2011).
Kondisi yang disebutkan di atas sangatlah tidak relevan dengan
keberadaan Kebun Raya Bogor saat ini yang tidak hanya berperan sebagai Pusat
Konservasi Tumbuhan, namun juga sebagai sarana pendidikan lingkungan bagi
masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dimana sesuai
dengan salah satu misi PKT Kebun Raya Bogor yakni meningkatkan mutu
pelayanan publik termasuk mutu pendidikan lingkungan dan penyediaan
informasi ilmiah. Dalam hal ini pengembangan dan revitalisasi Kebun Raya
Bogor yang kian gencar dilakukan diantaranya berwujud peningkatan fasilitas,
promosi melalui media massa, pengadaan program pendidikan lingkungan, dan
kegiatan-kegiatan penanaman lingkungan, serta kegiatan lainnya. Ketimpangan
dua kondisi di atas yang menurut peneliti layak dan perlu untuk dikaji dalam
penelitian tentang pengaruh aktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor terhadap
kesadaran lingkungan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini akan
fokus dalam identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk pengalaman belajar yang diberikan Kebun Raya Bogor
terhadap siswa?
2. Bagaimanakah pengaruh aktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor
terhadap kesadaran mereka terhadap lingkungan?
3. Bagaimana wujud tindakan dari kesadaran siswa terhadap lingkungan setelah
mendapatkan pengalaman belajar di Kebun Raya Bogor ?
C. Pembatasan Masalah
D. Dari identifikasi di atas, maka masalah difokuskan pada penelitian
tentang “Pengaruh Aktivitas Belajar Siswa di Kebun Raya Bogor terhadap
Kepedulian Lingkungan.”
E. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka
perumusan masalah dari penelitian ini adalah : “Apakah terdapat pengaruh dari
aktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor terhadap kesadaran siswa terhadap
pelestarian lingkungan hidup.”
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Masyarakat dalam meningkatkan kesadaran untuk peduli terhadap
lingkungan.
2. Pihak pengelola Kebun Raya Bogor dalam meningkatkan sarana dan prasarana
untuk menunjang program edukasi dan peningkatan kesadaran pengunjung.
3. Dunia pendidikan dalam menambah sumbangan ilmu pengetahuan.
4. Peneliti dalam menambah wawasan mengenai peranan Kebun Raya Bogor
sebagai sarana dan sumber pengalaman belajar sektor informal dalam
pendidikan lingkungan hidup.
G. Definisi Operasional
Agar bentuk penelitian dapat tergambar lebih jelas, berikut merupakan
definisi operasional pada penelitian ini:
1. Responden adalah pengunjung dari kalangan pelajar. Dalam hal ini
pelajar/siswa yang dipilih adalah siswa yang berkunjung dengan tujuan studi
ataupun observasi di Kebun Raya Bogor
2. Kebun Raya Bogor berperan sebagai sarana pendidikan lingkungan secara
informal. Sehingga dianggap telah menyediakan berbagai fasilitas maupun
program yang dapat mendukung tercapainya visi PKT Kebun Raya Bogor
dalam hal pendidikan lingkungan
3. Kesadaran lingkungan yang akan diukur dalam penelitian ini terbatas pada
perubahan paradigma siswa terhadap lingkungan, dengan menggunakan skala
NEP (new environmental paradigm) pada aspek afektif, kognitif &
disposisional. Dengan kata lain tidak mengarah pada ukuran berwujud
tindakan. Dengan mempertimbangkan tidak memungkinkannya peneliti
mengukur tindakan dari subjek, langsung di lokasi penelitian.
4. Untuk membatasi konteks kesadaran lingkungan agar searah dengan peranan
esensial dari Kebun Raya Bogor, penjabaran setiap indikator kesadaran
lingkungan menjadi point pertanyaan dalam instrumen penelitian (kuisioner)
juga terbatas pada konteks konservasi tumbuhan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Aktivitas Belajar / Pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses, karenanya terdapat masukan (input),
yaitu yang akan diproses dan nantinya akan diperoleh hasil dari proses tersebut
(hasil belajar). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No.22 tahun
2003). Hergenhahn dan Olson (1997, dalam Walgito, 2010) menggambarkan
proses belajar melalui skema sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Proses Belajar
(Sumber : Walgito, 2010)
Output belajar dapat berupa peningkatan pengetahuan, perubahan persepsi,
dan perubahan perilaku (Walgito, 2010). Terdapat beberapa jenis input yang
mempengaruhi proses belajar, yaitu input mentah (individu yang akan belajar),
input instrumen (guru, media belajar, dll) dan input lingkungan. Interaksi antar
input tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar (Walgito, 2010).
Sejumlah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara media
pembelajaran seperti label pada tempat-tempat wisata dengan peningkatan
Pengalaman Belajar Hasil
Output
pengetahuan pengunjung yang membacanya. Hasil penelitian oleh Howard et al.
(2001) menemukan bahwa 34% dari peserta kemah mendapatkan sejumlah
informasi dengan membaca panel. Selain itu Prentice et al. (1998) juga
menemukan bahwa siswa yang mengatakan telah membaca panel atau label
outdoor mendapatkan nilai yang lebih tinggi pada test di suatu museum
dibandingkan dengan siswa yang tidak membaca panel.
2. Kebun Raya
Hutan kota adalah sebuah ekosistem. Komponen-komponen ekosistem
hutan kota adalah manusia sebagai pelaku, dan unit atau organisasi. Setiap
komponen merupakan subsistem yang kompleks. Bagian dari bentuk hutan kota
adalah kebun raya (Irwan, 2005). Hutan ini (kebun raya) biasanya bersifat
informal dan estetis, dan dengan demikian sangat baik difungsikan untuk
menampilkan keterkaitan antara tanaman, hewan dan manusia dan menjelaskan
bagaimana komponen yang berbeda dapat terkait erat dan saling tergantung
(Jones, 2000).
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.93 Tahun 2011 tentang
Kebun Raya, disebutkan bahwa kebun raya sebagai kawasan konservasi tumbuhan
secara ex-situ berperan dalam rangka mengurangi laju degradasi keanekaragaman
tumbuhan, sehingga perlu meningkatkan pembangunan kebun raya. Kebun raya
sebagai bagian dari agenda abad 21 Indonesia terkait konservasi keanekaragaman
hayati, harus dibangun secara terencana, terkoordinasi dan memenuhi standar
pembangunan kebun raya.
Kebun raya sangatlah bervariasi dalam tujuan, penataan, dan fiturnya,
sehingga tidak mengherankan bahwa penelitian telah mengidentifikasi secara luas
berbagai faktor yang memotivasi setiap orang dalam melakukan kunjungan. Motif
ini termasuk apresiasi terhadap estetika dan tanaman langka berkualitas tinggi,
bunga dalam desain taman dan teknik lansekap yang digunakan dalam periode
sejarah yang berbeda, kekaguman dari pemandangan yang ada serta suasana
kebun, dan kenyamanan untuk berada di luar ruangan (Connell & Meyer, 2004).
Keuntungan berupa kedamaian dan ketenangan yang ditimbulkan dalam
penataan taman telah diidentifikasi sebagai fitur yang dapat menarik orang untuk
mengunjungi kebun raya (Bennett & Swasey, 1996; Kepala Dewan Kebun Raya
Australia, 2005; Darwin-Edwards, 2000). Alasan lain untuk mengunjungi kebun
raya adalah termasuk rekreasi, bermain dan berinteraksi sosial (Bennett &
Swasey, 1996, Darwin-Edwards, 2000), keinginan untuk mendapatkan inspirasi
(Bennet & Swasey, 1996), dan kesempatan untuk bersantai dan membaca (Bennet
& Swasey, 1996, Crilley & Price, 2005).
Kebun raya memiliki potensi untuk memberikan pengalaman belajar
bersifat informal yang tidak hanya mempromosikan pentingnya tanaman, habitat
dan konservasi, tetapi juga mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan tindakan
pengunjung (Willson, 1997). Kebun raya, khususnya secara tradisional, dikaitkan
dengan pelestarian lingkungan dan pendidikan, untuk itu mereka biasanya berisi
koleksi tanaman bernilai pendidikan, tujuan ilmiah dan lansekap. Kebun raya di
seluruh dunia mulai mengambil tanggung jawab lebih besar dalam mendidik
masyarakat tentang isu perubahan lingkungan secara global dan isu konservasi
(Mintz & Rode, 1999; Willison, 1997).
3. Kebun Raya Bogor
KRB terletak di Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Kawasan konservasi
ini menempati lahan seluas 87 hektar dan memiliki sedikitnya 15.000 koleksi jenis
tumbuhan. Kebun raya ini didirikan oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen
dengan nama s’Lands Plantentuinte Buitenzorg pada tanggal 18 Mei 1817. Kebun
ini memiliki sekitar 15.000 jenis koleksi tumbuhan. Salah satu daya tarik utama
KRB adalah bunga bangkai (Amorphophalus titanium) yang tingginya dapat
mencapai 2m dan merupakan bunga majemuk terbesar di dunia tumbuhan. Untuk
menuju KRB, dapat ditempuh melalui tengah kota Bogor, +60 km dari Jakarta ke
arah selatan (Subarna, 2006).
KRB merupakan kebun penelitian besar, tempat untuk kegiatan
pendidikan dan sebagai tempat rekreasi yang banyak dikunjungi oleh pengunjung
dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, keluarga, bahkan wisatawan
dari mancanegara. KRB adalah salah satu kebun botani tertua di Asia dan
memiliki keindahan tersendiri, di dalamnya terdapat museum zoologi,
perpustakaan, koleksi taman anggrek, pusat riset dan pengembangan biologi, serta
ribuan koleksi spesies tanaman tropis yang dikelompokkan sesuai dengan
jenisnya, misalnya keluarga palem, bamboo, atau jahe dan juga terdapat pohon-
pohon tua yang sudah langka dan umurnya mencapai ratusan tahun.
KRB, mula-mulanya adalah bagian dari Samida (hutan buatan atau taman
buatan) yang telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi,
1474-1513) dari Kerajaan Sunda, seperti yang sudah tertulis di dalam prasasti
Batutulis. Hutan buatan ini dibuat dengan maksud untuk menjaga kelestarian
lingkungan, yang dijadikan sebagai tempat untuk memelihara benih-benih kayu
yang langka. Hutan ini kemudian terlantar setelah Kerajaan Sunda ditaklukkan
oleh Kesultanan Banten, dan akhirnya pada pertengahan abad ke-18 Gubernur
Jenderal Van Der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudut
hutan buatan ini. Pada awal tahun 1800-an, Gubernur Jenderal Thomas Stamford
Raffles (yang mendiami Istana Bogor saat itu) tertarik untuk menjadikan halaman
Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik, kemudian dengan dibantu oleh
para ahli botani, halaman Istana Bogor dirubah menjadi sebuah taman yang
bergaya Inggris klasik (Subarna, 2006).
Penataan kawasan KRB dilakukan melalui penentuan zona. Zona
dimaksudkan paling kurang mencakup zona penerima (gerbang utama, loket,
pusat informasi dan fasilitas penunjang untuk pengunjung), zona pengelola
(kantor pengelola, pembibitan dan sarana penelitian) dan zona koleksi (petak-
petak koleksi tumbuhan yang ditentukan berdasarkan pola klasifikasi taksonomi,
bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut.
Pengembangan koleksi tumbuhan, dilakukan untuk pengadaan dan
peningkatan jenis koleksi tumbuhan serta peningkatan kualitas koleksi tumbuhan.
3.1. Visi & Misi Kebun Raya Bogor
Visi KRB yakni menjadi salah satu kebun raya terbaik di dunia dalam
bidang konservasi tumbuhan, penelitian pendidikan lingkungan, dan pariwisata.
Dalam rangka mewujudkan visi yang telah ditetapkan, PKT KRB menetapkan
misinya sebagai berikut:
a. Memperkuat bobot ilmiah di dalam pengelolaan koleksinya.
b. Mengembangkan model pengelolaan tumbuhan secara, ex-situ dalam bentuk
kebun raya.
c. meningkatkan mutu penelitian di bidang konservasi, domestikasi dan
reintroduksi tumbuhan Indonesia.
d. Meningkatkan mutu pelayanan publik, termasuk mutu pendidikan lingkungan
dan penyediaan informasi ilmiah.
e. Memperkuat jaringan kerja sama dengan para pemangku kepentingan, baik
dari dalam maupun luar negeri.
f. Memperkuat manajemen kelembagaan
g. Membangun dan mengembangkan sarana prasarana yang dibutuhkan,
khususnya sarana prasarana yang menunjang pelayanan publik dan penelitian.
(Laporan Tahunan PKT KRB-LIPI Tahun Anggaran 2012).
3.2. Fungsi Kebun Raya Bogor
KRB adalah miniatur hutan yang bertahan selama ratusan tahun di dalam
lanskap perkotaan dan menjadi ‘benteng terakhir’ penyelamatan keanekaragaman
tumbuhan Indonesia serta berperan dalam mereduksi emisi karbon. KRB bagi
Kota Bogor adalah:
a. Identitas Bogor
b. Laboratorium Alam,
c. Fungsi ekologis (paru-paru kota, lumbung air dan karbon)
d. Fungsi Sosial (ruang publik, pendidikan lingkungan dan ekowisata)
e. Fungsi Penelitian
f. Fungsi Ekonomi (membuka lapangan pekerjaan sektor informal dan
industri pariwisata). (www.bogorbotanicgardens.org)
4. Definisi Lingkungan Hidup
Lingkungan secara. umum dapat diartikan sebagai hubungan antara suatu
objek dengan sekitarnya (Djauhari Noor, 2005). Hubungan antara objek dengan
sekitarnya dapat bersifat aktif maupun pasif Sedangkan Nursid mengatakan
lingkungan adalah semua kondisi, situasi, benda, dan makhluk hidup yang ada
disekitar makhluk hidup (organisme) yang mempengaruhi peri kehidupan,
pertumbuhan, dan. sifat-sifat atau karakter makhluk hidup tersebut (Nursid
Sumaatmadja, 2007). Dengan demikian lingkungan tidak terbatas pada
lingkungan fisis dan biologi.
Soemarwoto mengemukakan, lingkungan adalah segala sesuatu yang
terdapat disekitar makhluk hidup baik yang berupa benda tak hidup (abiotik) yaitu
tanah, air, udara maupun benda yang hidup (biotik) yaitu manusia, hewan,
tumbuhan (Otto Soemarwoto, 2004:23).
Pembagian lingkungan hidup menurut para ahli juga berbeda-beda, Fuad
Amsyari dalam Husein (1995:11), membagi lingkungan hidup atas tiga macam
lingkungan, yakni:
1) Lingkungan fisik (Phisical Environment), yaitu segala sesuatu di sekitar kita
yang bersifat benda mati, seperti: gedung, sinar, air dan lain-lain;
2) Lingkungan biologis (Biological Environment), yaitu segala sesuatu yang
berada di sekitar kita yang bersifat organis, seperti: manusia, binatang, jasad
renik tumbuh tumbuhan dan sebagainya;
3) Lingkungan sosial (Social Environment), yaitu manusia-manusia lain yang
berada di sekitar atau kepada siapa kita mengadakan hubungan pergaulan.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, disebutkan mengenai konservasi sumber daya
alam. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya
dengan tetap, memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya. Konservasi sumber daya alam hayati dilakukan baik pada
tingkat genetik, spesies, komunitas, maupun keseluruhan ekosistem.
(Undang-undang No. 32 Tahun 2009).
Spesies merupakan sekelompok individu yang menunjukkan beberapa
karakteristik penting yang sama baik secara morfologi, fisiologi, maupun
biokimia. Ketika diantara beberapa spesies berbeda terjadi interaksi, maka
terbentuklah sebuah komunitas. Interaksi di dalam komunitas tersebut ditambah
dengan interaksi terhadap lingkungan fisik dan kimia di sekitarnya akhirnya akan
membentuk suatu ekosistem. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup
yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
(Campbell et al. 2004).
5. Kesadaran Lingkungan Hidup
Hasil penelitian teoritik tentang kesadaran lingkungan hidup dari Neolaka
(1991), menyatakan bahwa kesadaran adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap
sesuatu, dalam hal ini terhadap lingkungan hidup, dan dapat terlihat pada perilaku
dan tindakan masing-masing individu.
Menurut Soemaatmadja (1981), Pendidikan lingkungan hidup adalah suatu
proses yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran umat manusia akan
lingkungan hidup dan segala permasalahannya. Pendidikan. lingkungan dapat
diperoleh dengan berbagai jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Hines et al. (1986), dalam tulisannya mengidentifikasi empat elemen
pokok yang harus ada dalam pendidikan lingkungan. hidup, yaitu
1. Pengetahuan tentang isu-isu lingkungan
2. Pengetahuan tentang strategi dan tindakan. yang khusus untuk diterapkan pada
isu-isu lingkungan
3. Kemampuan untuk bertindak terhadap isu-isu lingkungan
4. Memiliki kualitas dalam menyikapi serta sikap personalitas yang baik
Garis penelitian tentang environmentalisme (yang merupakan induk dari
kesadaran lingkungan) yang paling bertahan lama dan paling banyak
disebarluaskan adalah yang diusulkan oleh Dunlap dan van Liere ( Dunlap et al
2000; van Liere dan Dunlap 1981; Dunlap dan van Liere 1978). Dunlap dan van
Liere berpendapat bahwa implisit dalam environmentalisme adalah menantang
pandangan dasar kita tentang hubungan manusia dengan alam. Konseptualisasi
mereka tentang apa yang mereka sebut The New Environmental Paradigm ( NEP )
difokuskan pada keyakinan tentang potensi manusia untuk merusak keseimbangan
alam, adanya batas untuk pertumbuhan masyarakat manusia, dan hak manusia
untuk menguasai seluruh alam. (Dunlap et al, 2000).
Dunlap dan Van Liere (1978) telah mengembangkan 12 aspek skala
(kemudian direvisi menjadi 6 aspek) untuk mengukur faset (keyakinan) tadi.
Dalam studi empiris mereka, para penulis ini memberikan bukti untuk konsistensi
internal yang tinggi antara perbedaan-perbedaan dan kevalidan mereka terhadap
diskriminasi yang ada antara paham environmentalis dengan masyarakat umum
(Jimenez & Lafuente, 2008)
Jimenez dan Lafuente (2008) juga mengartikan kesadaran lingkungan
merupakan perwujudan kondisi dari NEP (new environmental paradigm). Dalam
mengukur kesadaran lingkungan, Jimenez dan Lafuente merumuskan skala NEP
milik Dunlap dan Liere menjadi 3 dimensi yakni dimensi affective, kognitive,
serta dispositional. Kemudian ia menambahkan dimensi active (aktif) yang
berisikan indikator tentang behaviour atau tindakan yang menunjukan kepedulian
terhadap lingkungan. Ia menyebut skala pengembangan ini dengan Categorical
Principal Components Analysis (kategori analisis komponen utama) disingkat
menjadi Cat-PCA. Skala tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Indikator-indikator yang digunakan dalam Cat-PCA
DIMENSI ASPEK/INDIKATOR SUB INDIKATOR
AFEKTIF
Persepsi terhadap kerusakan kondisi lingkungan
Penilaian kondisi lingkungan global
Dukungan untuk pandangan umum
Tingkat persetujuan dengan pernyataan : " Kami terlalu khawatir tentang lingkungan dan bukan tentang harga atau situasi pekerjaan saat ini"
Dukungan untuk tindakan pro - lingkungan tertentu
Tingkat persetujuan terhadap tindakan yang berbeda untuk meningkatkan pengelolaan air
KOGNITIFInformasi dan pengetahuan
Sejauh mana responden menganggap diri mereka diberitahu tentang isu-isu yang berhubungan dengan lingkungan
Indeks pengetahuan lingkungan tertentu
DISPOSISIONAL
Sikap terhadap perilaku pro-lingkungan individu ( norma moral pribadi dan kesungguhan diri )
Tingkat persetujuan dengan pernyataan : " Adalah sangat sulit bagi orang seperti saya untuk tidak melakukan apa pun untuk lingkungan "
Sikap mengenai biaya pribadi untuk melakukan langkah-langkah pro-lingkungan
Tingkat kesepakatan dengan usulan pro - lingkungan "membayar lebih untuk air"
AKTIF * Keterlibatan dalam perilaku individu kategori
Indeks tingkat daur ulang ( kaca, kertas , plastik )
low-cost
Keterlibatan dalam aksi pro-lingkungan kolektif
Indeks aktivisme ( mengajukan petisi pada isu-isu lingkungan , mengambil bagian dalam demonstrasi , melakukan pekerjaan sukarela , berkolaborasi dalam organisasi , membuat sumbangan )
* Untuk alasan teknis kami belum memasukkan indikator pada perilaku individu kategori high-cost
Sumber: Defining and Measuring Environmental Consciousness, Jimenez & Lafuente, 2008.
Kajian-kajian empiris yang menggunakan skala NEP menunjukan bahwa
tidak semua orang yang mendukung paradigma ini secara konsisten berperilaku
sejalan. Bagaimanapun, hal itu sangat beralasan bahwa meskipun masyarakat
mungkin kurang dalam perilaku untuk mendukung prinsip-prinsip dan nilai-nilai
lingkungan, namun mereka yang menyatakan dukungannya akan memiliki
kecondongan lebih besar dalam melakukan tindakan peduli lingkungan daripada
yang tidak (Dunlap dan Liere, 1978, dalam Jimenez dan Lafuente, 2008)
B. Kerangka Berpikir
Di dalam penelitian ini diasumsikan bahwa salah satu fungsi dari Kebun
Raya Bogor adalah sebagai sarana pendidikan informal untuk masyarakat umum
dalam mempromosikan pentingnya kelestarian lingkungan. Sehingga untuk
memenuhi perannya tersebut, PKT Kebun Raya Bogor menyediakan berbagai
kebutuhan dalam menginformasikan pengetahuan mengenai spesies tumbuhan,
manfaatnya serta berbagai pesan yang berisikan nilai-nilai yang akan
menumbuhkan kesadaran lingkungan masyarakat.
Pelajar yang berkunjung ke Kebun Raya Bogor menjadi responden
penelitian dimana menurut Walgito (2010), individu yang mengalami proses
belajar disebut input mentah. Ditambah kawasan Kebun Raya Bogor sebagai
komponen input lingkungan. Serta peran sarana edukasi di dalam kebun raya
bogor seperti spesies tumbuhan, label/keterangan spesies, staff kebun raya,
program edukasi lingkungan dan lainnya sebagai input instrumen. Ketiga
komponen tersebut akan saling berinteraksi dalam suatu proses belajar dan
diharapkan akan menghasilkan output belajar.
Willson (1997) mengungkapkan, kebun raya memiliki potensi untuk
memberikan pengalaman belajar bersifat informal yang tidak hanya
mempromosikan pentingnya tanaman, habitat dan konservasi, tetapi juga
mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan tindakan pengunjung. Hal ini beririsan
dengan dikatakan pula Walgito (2010), output belajar dapat berupa peningkatan
pengetahuan, perubahan persepsi dan perubahan perilaku. Hal ini memungkinkan
pula untuk memberikan pengaruh terhadap kesadaran lingkungan (environmental
consciousness) dari setiap individu yang mengalami proses belajar di Kebun Raya
Bogor. Kesadaran lingkungan dapat diukur menggunakan skala NEP (new
environmental paradigm) yang telah dikembangkan dalam Categorical Principal
Component Analysis.
Berdasarkan uraian di atas, kerangka berpikir peneliti dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Berpikir
(Input)
Input Mentah : Pengunjung/Siswa
Input Instrumen : Staff, Spesies Tumbuhan, Media Edukasi, Program
Input Lingkungan : Kondisi lingkungan Kebun Raya Bogor
Aktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor
(Proses)
Kunjungan ke fasilitas edukasi, pengamatan spesies, membaca label
informasi, bertanya, membaca brosur.
Hasil Belajar
(Output)
(Walgito, 2010)
Kesadaran Lingkungan (environmental consciousness)
Menggunakan skala New Environmental Paradigm(Dunlap dan Van Liere, 1978) yang telah
dikembangkan dalam Cat-PCA (Jimenes dan Lafuente, 2008)
Tahap Penerapan Pola Hidup Peduli Lingkungan
Afektif Kognitif Disposisional
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir peneliti di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model
regresi.
Terima HO = Tidak terdapat pengaruh antara kunjungan ke Kebun Raya
Bogor terhadap kepedulian lingkungan.
Tolak Ho = Terdapat pengaruh antara kunjungan ke Kebun Raya Bogor
terhadap kepedulian lingkungan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas belajar siswa
di Kebun Raya Bogor terhadap kesadaran lingkungan, dengan survei pengunjung
Kebun Raya Bogor.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kebun Raya Bogor yang terletak di
Kota Bogor, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan pada Bulan Desember 2013 -
Januari 2014.
C. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini digunakan teknik quota sampling. Menurut Arikunto,
(2010), dalam pengumpulan data (quota sampling), peneliti menghubungi subjek
yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa menghiraukan dari mana asal
subjek tersebut (asal masih dalam populasi). Biasanya yang dihubungi (dijadikan
responden) adalah subjek yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya
mudah.
Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung Kebun Raya Bogor
kategori pelajar yang secara khusus berkunjung ke Kebun Raya Bogor adalah
untuk melakukan kegiatan studi wisata ataupun observasi di Kebun Raya Bogor.
Maka ditentukan sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 100 orang
pelajar yang berkunjung ke Kebun Raya Bogor dengan kriteria memiliki motif
kunjungan untuk melakukan studi ataupun observasi di Kebun Raya Bogor.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey. Kuesioner digunakan sebagai alat
pengumpul data.
E. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk yang memberikan gambar atau arah
dalam suatu penelitian sehingga dari hipotesis yang diajukan “apakah berpengaruh
antara variabel bebas (Aktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor) terhadap
variabel terikat (kepedulian lingkungan)”, desain penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Aktivitas Belajar siswa di
Kebun Raya Bogor Kepedulian Lingkungan
(Vani abel Bebas (X) ) (Variabel Terikat (Y)
Gambar 3. Desain Penelitian Variabel X dan Variabel Y
Keterangan:
x : Variabel Bebas/Variabel Independen (Kunjungan ke Kebun Raya Bogor)
y : Variabel Terikat/Variabel Dependen (Kepedulian Lingkungan)
: Arah Hubungan
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, kuesioner,
dokumentasi dan gabungan keempatnya (Sugiyono 2609:308). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1) Observasi. Metode ini digunakan untuk mengamati komponen edukasi di
Kebun Raya Bogor dalam hal ini adalah sarana, dan prasarana di dalamnya
juga berbagai bentuk program pendidikan lingkungan yang disediakan.
2) Penyebaran kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai aktivitas belajar
siswa di dalam Kebun Raya Bogor sebagai proses pengumpulan fakta dan
pengalaman dari para. siswa sampai dengan pertanyaan-pertanyaan mengukur
kesadaran lingkungan.
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan kuisioner berupa angket tertutup. Untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa di dalam Kebun Raya Bogor, digunakan skala
Guttman dengan pilihan jawaban benar-salah, yaitu skor I untuk jawaban benar
(b) dan 0 untuk jawaban salah (s). Cara ini digunakan untuk mempermudah
responden dalam menjawab dengan tegas terhadap item pernyataan yang
diberikan. Untuk itu digunakan pernyataan favourable (positif) dan unfavourable
(negatif) terhadap masalah pada setiap variabel yang akan diteliti.
Untuk memperoleh data mengenai kesadaran lingkungan dari siswa,
digunakan instrumen dengan pilihan jawaban berskala Likert. Skala Likert yang
digunakan adalah skala dengan jarak 5 pilihan, yaitu sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Tipe pola jawaban dengan 5
pilihan ini dipilih karena responden diasumsikan tidak punya pendapat terhadap
pernyataan yang diajukan (indecided respon) sebelum diajukan pertanyaan dalam
kuisioner. (Black & Champion, 1999).
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian (2013)
Variabel Penelitian
Sub Variabel Indikator Sebaran Butir
PertanyaanAktivitas belajar siswa di Kebun Raya Bogor
Procces a. Mengunjungi/tidak mengunjungi fasilitas-fasilitas edukasi Kebun Raya
b. Melakukan/tidak melakukan pengamatan spesies
f. Membaca/tidak membaca label informasi
g. Bertanya//tidak bertanya dengan staf
h. Membaca/tidak membaca brosur Kebun Raya
Kesadaran lingkungan
1. Afektif a. Persepsi terhadap kerusakan kondisi lingkungan
b. Dukungan untuk
pandangan umumc. Dukungan untuk tindakan
pro - lingkungan tertentu
2. KognitifInformasi dan pengetahuan
3. Disposisional
a. Sikap terhadap perilaku pro-lingkungan individu ( norma moral pribadi dan kesungguhan diri )
b. Sikap mengenai biaya pribadi untuk melakukan langkah-langkah pro-lingkungan
1) Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas yang rendah. (Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini, instrumen kuesioner diuji validitas menggunakan
validitas butir soal melalui perhitungan statistik menggunakan SPSS versi 17.0.
Pengujian validitas tiap butir menggunakan analisis item, yaitu
mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap
skor butir. Pengujian dilakukan dengan analisis Product Moment dari Pearson,
dengan taraf kesalahan 5% (Sugiyono, 2009), dengan cara membandingkan taraf
signifikansi hitung dengan tingkat kesalahan a (alpha) = 0.05.
Dengan ketentuan apabila taraf signifikansi hitung lebih besar dari tingkat
kesalahan (alpha), atau Sig > 0,05 maka butir soal dianggap tidak valid,
sedangkan apabila taraf signifikansi hitung lebih kecil daripada tingkat kesalahan
(alpha) 0,05 atau Sig < 0,05 maka butir soal dianggap valid.
2) Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, maka akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2009:121). Butir-butir pertanyaan yang valid selanjutnya diuji tingkat
reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, perhitungan reliabilitas
instrument pada penelitian ini menggunakan SPSS 16.0. Kriteria reliabilitas dapat
dilihat dari tabel yang mengacu pada kaidah Guldford, berikut ini:
Tabel 2. Kaidah Reliabilitas Guldford ( Sumber: Kuncoro (2004: 27))
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat reliabilitas > 0.9
Reliabilitas 0.7-0.9
Cukup Reliabilitas 0.4-0.7
Kurang Reliabilitas 0.2-0.4
Tidak Reliabilitas <0.2
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini, adalah dengan menggunakan
analisis secara kuantitatif, menggunakan program SPSS versi 16.0., dengan
menggunakan teknik analisis data regresi linear sederhana, dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data penelitian
normal atau tidak. Meskipun data populasi selalu berdistribusi normal karena
populasi selalu mempunyai distribusi yang normal (Purwanto, 2008: 286). Pada
penelitian ini dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui nilai normalitas data
berdasarkan statistik dengan uji Kolmorov Smirnov dan Shapiro Wilk dengan alat
yang digunakan untuk menghitung SPSS Versi 16.0. Sesuai dengan ketentuannya,
apabila responden kurang dari 100 orang maka uji normalitas data menggunakan
uji Shapiro Wilk.
Jika nilai Sig > (0.05), maka data berdistribusi normal
Jika nilai Sig < (0.05), maka data tidak berdistribusi normal
b. Uji Linieritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
regresi yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan
sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS
dengan menggunakan Test For Linearity dengan taraf signifikansi kesalahan (a)
sebesar 5% atau 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear
bila signifikansi (linearity) kurang dari 0.05. (Dwi Priyatno, 2008: 36).
Dengan menggunakan software SPSS versi 16.0. Ketentuannya adalah:
Jika Fhitung < Ftabel atau Sig > , maka terima Ho
Jika Fhitung > Ftabel, atau Sig < , maka tolak Ho
Atau:
Jika nilai Sig < (0.05), maka regresi linear
Jika nilai Sig > (0.05), maka regresi tidak linear
2) Uji Analisis Regresi Linear Sederhana
Konstanta a dan koefisien regresi b dapat dihitung dengan rumus:
Y'= a + bX
Keterangan:
Y = regresi Y atas X
a = konstanta regresi
b = koefisien regresi
Maka, nilai-nilai parametemya dapat dihitung dengan rumus:
a = ( Y)( X 2 )-( X)( XY) (n)(X2)-(X)2
b = (n)( XY)-( X)( Y) (n)(X2)-(X)2
Keterangan:
X = nilai variabel independen
X = total skor variabel X dalam sebaran X
Y = total skor variabel Y dalam sebaran Y
n = jumlah responden
XY = total skor perkalian antara X dan Y di sebaran XY
Pada penelitian ini uji regresi dilakukan dengan SPSS versi 16.0, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Jika Sig < (0.05), maka Ho ditolak (koefisien regresi signifikan)
Jika Sig > (0.05), maka Ho diterima (koefisien regresi tidak signifikan)
Untuk membaca persamaan regresinya maka lihat table Coefficients
dengan membaca konstantanya, dan nilai t nya sehingga akan memperoleh
persamaan regresi = a + bX
3) Uji Koefisien Regresi Sederhana (Uji-t)
Uji-t berfungsi untuk melihat pengaruh variabel bebas (X) berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel terikatnya (Y). Untuk mengetahui terdapatnya
pengaruh positif atau negatif secara signifikan antara variabel kunjungan ke
Kebun Raya Bogor terhadap kepedulian lingkungan, maka digunakanlah uji t. Uji
ini dilakukan dengan pendekatan penentuan signifikan (The Test of Significance
Approach). Tes ini menguji hipotesis dengan menentukan taraf signifikansi
kesalahan (a) sebesar 5% atau 0.05, dengan menggunakan program SPSS versi
16.0, dengan ketentuan yang berlaku adalah :
Jika Sig < (0.05), maka Ho ditolak (ada pengaruh secara signifikan)
Jika Sig > (0.05), maka Ho diterima (tidak ada pengaruh secara
signifikan)
Atau dengan cara membandingkan t tabel dengan t hitung:
thitung > ttabel, maka Ho ditolak (ada pengaruh signifikan)
thitung < ttabel, maka Ho diterima (tidak ada pengaruh signifikan)
thitung dapat dihitung dengan menggunakan rumus. Rumus thitung pada
analisis regresi adalah:
t hitung = koefisien regresi atau b standar error Sb
DAFTAR PUSTAKA
ACIL Tasman. 2004. Canberra International Gardens and Aboretum: Preliminary assessment of expenditure and revenue: Brief for George Tomlins. Didownload pada 22 September 2006 dari http://www.aciltasman.com.au/images/df/ACIL_Tasman_Arboretum_ brief_131204.pdf
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta.
Azwar, Azrul. 198 1. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta.
Azwar, S. 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ballantyne, R., & Packer, J. 2005. Promoting environmentally sustainable attitudes and behaviour through free choice learning experiences: What is the state of the game” Environmental Education Research, 11 (3), 281-295.
Bennett, E. S., & Swasey. J. E. 1996. Perceived stress reduction in urban public gardens. HortTechnology, 6(2),125-128.
Black, J. A., & D. J. Champion. 1999. Metode dan Permasalahan Penelitian Sosial. Terj. Dari Method and issues in social research, oleh E. Koswara, Dira Salam, Alfin Ruzhendi. Rafika Aditama, Bandung.
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004. Biologi. Tej. Dari Biology, Oleh W. Manalu. Erlangga, Jakarta
Connell, J., & Meyer, D. 2004. Modelling the visitor experience in the gardens of Great Britain. Current Issues in Tourism, 7(3), 183-216.
Crilley, G., & Price, B. 2005. The Adelaide Botanic Gardens visitor service quality, survey. Adelaide: Centre for Environmental and Recreational Management, University of South Australia.
Dunlap, R. E. Et al. 2000.
Hasan, C. 1994, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Al-lkhlas, Surabaya.
Hines, J., Hungerford, H. R., & Tomera, A. N. 1986. Analys and synthesis on research environmental behavior: A meta-analysis. Journal of Environmental Education, 18(2), 1-8.
Howard, J., Lipscombe, N., & Porter, A. 2001. The Tourist, the dingo, and interpretation on Frase Island, Queensland. Paper presented at the IAA Conference 2001.
Husein, M. Harun. 1995. Lingkungan Hidup Masalah, Pengelolaan dan Penegakkan Hukumnya. Bumi Aksara, Jakarta.
Jimenez, M. Sanchez., & Lafuente, R. 2008. Defining and Measuring Environmental Consciousness. Revista Internacional de Sociologia. http://revintsociologia.revistas.csic.es/index.php/revintsociologia/article/download/350/357. Diunggah pada Kamis 17 Oktober 2013, pk 22 : 30.
Jones, D. M. 2000. Making connections with the earth: In Reaching out to the garden visitor. American Association of Botanical Gardens and Arboreta (pp. 7-12).
Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Jalur Pendidikan Lingkungan Hidup. Serasi, 3 0-3 1
Mintz, S., & Rode, S. 1999. More than a walk in the park?: Demonstration carts personalize interpretation. Roots, 18, 24-26
National Environmental Education Advisory Council. (1996). Report assessing environmental education in the United States and the implementation of the National Environmental Education Act of 1990. http://www.epa.gov/enviroed/pdf/report.pdf
Neolaka, Amos. 1991. Kesadaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta.
Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 93 Tahun 2011, Kebun Raya
Prentice, R. C., Sinead, G., & Stuart, M. 1998. Visitor learning at a heritage attraction: A case study of discovery as a media product. Tourism Management, 19(l)., 5-23.
Soemarwoto, Otto. 1994. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan, Jakarta.
Sumaatmadja, Nursid. 2007. Studi Lingkungan Hidup. Alumni, Bandung.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, Pengelolaan Lingkungan Hidup.
______________ No. 32 Tahun 2009, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Willison, J. 1997. Botanic gardens as agents for social change. In Kings Park and botanic garden conservation into the 21st century: Proceedings of the fourth intemational botanical gai:dens conservation congress, 25-29 September, 1995, Perth, (pp. 339-344).
Zen, M. T. 198 5. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Gramedia, Jakarta:.
Zoos Victoria. 2011. Meet the Keeper, http://www.zoo.org.au/Melbourne/Plan/Meet_the_keeper. 29 Juli 2013. Pk. 21.30 WIB