pengalengan pangan

download pengalengan pangan

of 18

Transcript of pengalengan pangan

  • Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    P. Hariyadi, F. Kusnandar,

    dan N. Wulandari

    Sub-topik 3.1. Prinsip dan Tahapan Proses Sterilisasi Komersial

    Tujuan Instruksional Khusus:

    Setelah menyelesaikan sub-topik 3.1 ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip dan tahapan proses pengalengan pangan untuk tujuan sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah, serta titik-titik kritis yang harus diperhatikan.

    Topik

    3

    Pendahuluan

    Sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah (pH4,5 dan Aw> 0,85) dalam kaleng sangat umum dilakukan di industri pangan dan banyak produk pangan hasil proses sterilisasi komersial ini yang dipasarkan secara luas dan dikonsumsi masyarakat. Proses pengalengan produk pangan dalam kemasan (kaleng, gelas atau kantung rebus) secara umum melibatkan proses sterilisasi dalam retort statis. Proses sterilisasi merupakan tahapan yang paling penting yang akan menentukan daya awet produk dan keamanannya. Proses yang dila-kukan melibatkan serangkaian proses mulai dari persiapan bahan baku hingga tahap pengemasan dan penggudangan.

    Modul Sub-topik 3.1 ini membahas tentang proses pengalengan produk pangan dalam kemasan yang umum dipraktekkan di industri pengalengan, terutama pengalengan dengan menggunakan retort statis. Untuk memudahkan pembahasan, diambil kasus teknologi pengalengan untuk buah. Prinsip penga-lengan ini dapat juga diterapkan untuk produk pangan lain.

    Proses Pengalengan

    Gambar 3.1 memperlihatkan contoh proses pengalengan buah-buahan dengan menerapkan proses sterilisasi komersial dalam retort statis. Masing-masing tahap proses tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    26

  • Buah

    Sortasi

    Pencucian

    Pengupasan

    Perajangan/ Pemotongan

    Blansir

    Pengisian dalam kaleng

    Penambahan larutan/sirop

    Exhausting

    Penutupan kaleng

    Sterilisasi (retorting)

    Pendinginan

    Pengeringan dan pelabelan

    Penyimpanan/ distribusi

    Gambar 3.1. Skema umum pembuatan buah dalam kaleng

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    27

  • Pemilihan bahan baku dan bahan tambahan

    Semua bahan pangan yang digunakan dalam proses produksi harus bersih, aman, dan memenuhi standar mikrobiologi, fisik, kimia dan organoleptik yang berlaku. Untuk menjamin bahwa semua bahan dan ingredien memenuhi syarat-syarat tersebut harus dilakukan langkah-langkah untuk menjaminnya, seperti pencucian dengan air bersih, penanganan, pewadahan, pemotongan, penyim-panan, dan transportasi dengan alat-alat yang menjamin kebersihan dan kea-manannya. Lebih lanjut, semua bahan-bahan yang digunakan juga harus bebas dari hama dan serangga. Khusus untuk bahan baku dan ingredien beku harus disimpan dalam kondisi beku sampai waktu digunakan. Proses thawing (pele-lehan) harus dilakukan pada kondisi lingkungan produksi yang bersih dan higienis untuk menghindari kontaminasi dan pertumbuhan mikroba selama proses thawing tersebut. Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk membantu proses dan meningkatkan produk harus merupakan bahan yang aman dan khusus untuk pangan serta dalam konsentrasi dan kondisi yang tepat.

    Pemilihan kemasan dan penanganan bahan kemasan

    Kemasan yang digunakan untuk mengemas pangan yang dikalengkan harus mampu melindungi makanan dari mulai proses produksi sampai ke tangan kon-sumen. Kemasan harus mampu melindungi produk dari mikroba, udara luar, air, dan kontaminan lain. Kemasan tersebut juga harus mampu mempertahankan produk dari kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis sampai makanan tersebut dikonsumsi. Kemasan yang dipilih untuk suatu produk harus disesuaikan dengan karakteristik produk untuk mengoptimalkan fungsi dari kemasan dan menghin-dari migrasi komponen-komponen kemasan yang dapat membahayakan kese-hatan dan keselamatan konsumen.

    Ukuran kemasan yang digunakan dapat dise-suaikan dengan kebutuhan tetapi harus dijamin bahwa fungsi utama kemasan tetap terpenuhi dan produk tersterilisasi dengan cukup. Kemasan dan proses pengemasan harus dikontrol dan dievaluasi secara rutin untuk menjamin integritas kemasan. Khusus untuk kemasan kaleng bagian-bagian yang harus diperhatikan secara khusus adalah bagian sambungan di badan kaleng dan bagian penutupan. Bagian-bagian ini harus dilindungi secara khusus untuk menghindari terjadinya kontaminasi ulang. Perlakuan khusus tersebut di antaranya adalah menghindari kontak langsung bagian penutupan dengan sumber kontaminasi.

    Proses sortasi dan pencucian

    Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian dengan tujuan untuk membersihkan buah dari kotoran-kotoran.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    28

  • Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan

    Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemo-tongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng.

    Proses blansir

    Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan buah dan sayur dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir ini berguna untuk (a) member-sihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; (b) meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan; (c) membuang udara yang masih ada di dalam jaringan; (d) menginaktivasi enzim; (e) menghilangkan rasa mentah; (f) mem-permudah proses pemotongan (cutting, slicing, dll); (g) mempermudah pengu-pasan; (h) memberikan warna yang dikehendaki; dan (i) mempermudah penga-turan produk dalam kaleng.

    Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air mendidih selama 510 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut : (a) Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan; (b) Air yang digunakan untuk pro-ses blansir harus diganti secara rutin; (c) Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan (d) Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.

    Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada suatu ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan demikian umumnya sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water blancher. Secara umum, perbandingan antara steam blancher dan hot-water blancher tercantum pada Tabel 3.1. Salah satu contoh alat blansir adalah pada Gambar 3.2.

    Tabel 3.1. Perbandingan keuntungan dan kerugian antara steam blancher dan hot-water blancher.

    Peralatan Keuntungan Kerugian

    Steam

    Blancher

    Kehilangan komponen larut air dapat ditekan Produksi limbah lebih rendah

    (biaya pembuangan limbah lebih murah) Lebih mudah untuk

    dibersihkan

    Bahan pangan hanya mengalami proses pencucian dan pembersihan secara terbatas Memerlukan biaya modal

    yang lebih tinggi Mungkin terjadi proses

    blansir yang tidak merata

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    29

  • Peralatan Keuntungan Kerugian jika jumlah produk yang diblansir cukup besar Penggunaan energi panas

    dari uap panas kurang efisien

    Hot-water blancher

    Biaya modal lebih rendah Penggunaan energi panas

    dari air panas lebih efesien

    Kerusakan/kehilangan komponen larut air cukup tinggi (termasuk vitamin, mineral dan gula) Jumlah limbah dan biaya

    pengolahan limbah tingggi Terdapat resiko

    kontaminsasi bakteria, terutama bakteria termofilik

    Gambar 3.2. Proses blansir dengan sistem kontinyu

    Pengoperasian peralatan blansir perlu memperhatikan faktor yang mempe-ngaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan komponen-komponen mineral, vitamin dan komponen larut air lainnya. Kehilangan vitamin (Tabel 3.2) terutama disebabkan karena terjadinya pelepasan (leaching), kerusakan karena panas (thermal destruction) dan oksidasi.

    Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Vari-etas; (2) Tingkat kemasakan/kematangan; (3) Metode penanganan (terutama tingkat pemotongan, pengirisan, dll, yang mempengaruhi rasio luas permukaan/ volume bahan); (4) Penggunaan medium pemanas dan pendingin; (5) Lama dan suhu pemanasan; dan (6) Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika diguna-kan air sebagai medium pemanas atau pun pendingin).

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    30

  • Tabel 3.2. Pengaruh berbagai metode blansir terhadap kerusakan vitamin C pada beberapa sayuran

    Kerusakan Vitamin C (%) Perlakuan Blansir

    Kacang polong (peas) Brokoli

    Buncis (green bean)

    Blansir dengan air panas + Pendinginan dengan air dingin 29,1 38,7 15,1

    Blansir dengan air panas + Pendinginan dengan udara dingin

    25,0 30,6 19,5

    Blansir dengan uap panas + Pendinginan dengan air dingin 24,2 22,2 17,7

    Blansir dengan uap panas + Pendinginan dengan udara dingin 14,0 9,0 18,6

    Sumber : Cumming, et al., 1984.

    Dalam bentuk yang paling sederhana, peralatan blansir terdiri dari konveyor

    berupa skrin yang akan membawa bahan pangan masuk ke dalam uap. Waktu tinggal (residence time) bahan pangan dalam ruangan blansir ini dapat diken-dalikan dengan mengatur kecepatan konveyor.

    Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

    Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

    Proses pengisian sirop

    Kemudian dituangkan larutan sirop. Sama halnya dengan pada saat pengi-sian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi teren-dam.

    Proses exhausting

    Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan (ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Tingkat kevakuman kaleng

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    31

  • setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir mem-bantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara (i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi panas, (ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau (iii) secara meka-nik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.

    Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 90oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.

    Pembentukan ruang hampa (head space)

    Ketika produk keluar dari exhauster, dilakukan pengaturan volume larutan garam. Bila larutannya kurang, maka ditambahkan lagi oleh operator. Sedangkan bila terlalu berlebihan, maka larutan garam dikeluarkan. Batas pengisian larutan garam adalah harus sesuai dengan ruang hampa (head space) yang ditetapkan, yaitu sekitar 1/10 dari tinggi kaleng. Untuk kaleng 8oz ruang hampa kira-kira 5.8 mm sedangkan untuk 68oz antara 5-10 mm. Pada dasarnya, adanya ruang hampa tersebut harus dapat menjamin tekanan vakum dalam kaleng minimal 12.7 inch Hg.

    Ruang hampa perlu diperhatikan supaya ketika terjadi pengembangan isi terdapat ruangan yang dapat ditempati sehingga tidak menyebabkan penggem-bungan kaleng. Isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi cembung yang meskipun tidak menyebabkan kerusakan, tetapi menurunkan mutunya karena disangka busuk.

    Di samping itu, adanya ruang hampa tersebut akan berguna untuk mera-patkan penutupan kaleng, karena pada waktu uap air mengembun di dalam kaleng, maka tekanan di dalam ruang hampa menjadi turun, sehingga tekanan atmosfir dari luar akan menekan tutup kaleng dan penutupan menjadi kuat (Wi-narno et al, 1980).

    Proses penutupan kaleng

    Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan ka-leng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanan-nya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan pro-duk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terja-dinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan.

    Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara hermetis dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan istilah metode double seamer, artinya proses dimana terjadi penggabungan badan kaleng

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    32

  • dengan tutup. Istilah ini berasal dari dua langkah yang diperlukan untuk proses penutupan baik operasi pertama dan operasi kedua.

    Operasi penutupan kaleng berlangsung dengan adanya tiga bagian dasar pada alat double seamer, yaitu base plate, seaming chuck roll untuk operasi pertama dan operasi kedua. Bagian Base plate berfungsi menekan badan kaleng pada posisinya, seaming chuck memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya pada operasi I dan operasi II (Gambar 3.3).

    Gambar 3.3. Proses penutupan kaleng (double seaming)

    Operasi penutupan kaleng dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) kaleng

    yang berisi bahan akan dialirkan ke bagian alat double seamer disertai dengan masuknya tutup kaleng. Ketika sampai di bagian base plate, kaleng akan ter-angkat dan akan bergabung dengan bagian tutup kaleng. (2) Setelah bergabung, rol I akan menyentuh lekukan pada tutup kaleng Dengan adanya putaran mesin, tutup terlipat ke bawah lalu dibengkokkan lagi ke atas. Sementara itu bibir kaleng juga tertekan dan membengkok ke bawah. Sampai disini kerja rol I selesai lalu menjauhi chuck. (3) Begitu rol I selesai bekerja, rol II mulai bekerja, yaitu mendekati chuck dan dengan lekukan yang lebih lebar, akan menekan lipatan yang sudah terbentuk pada rol I, sementara itu mesin berputar terus. (4) Setelah rol II selesai bekerja dan menjauhi chuck, base plate bersama-sama ka-leng yang telah tertutup turun lagi dan proses penutupan kaleng selesai.

    Penyimpanan dalam keranjang retort

    Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi (Gambar 3.4). Ben-tuk keranjang yang digunakan berkapasitas 450 buah untuk kaleng 8oz dan 62 buah untuk kaleng 68oz.

    Selama proses penyimpanan kaleng dalam keranjang ini, suhu kaleng harus tetap berada di atas 60C untuk memenuhi standar suhu awal produk sebelum proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, bila proses tersebut terlalu lama yang menyebabkan kaleng mulai mendekati suhu minimum, maka kaleng harus segera dimasukkan ke dalam retort. Biasanya holding time maksimum yang dapat mempertahankan suhu tetap di atas 60C dari sejak selesai proses penu-tupan sampai awal proses sterilisasi adalah 30 menit.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    33

  • Gambar 3.4. Proses memasukan kaleng dalam retort

    Proses sterilisasi

    Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121.1oC (250oF).

    Proses sterilisasi dalam sistem batch umumnya dilakukan dengan menggu-nakan retort statis, yaitu sebuah tabung bertekanan tanpa pengaduk yang digu-nakan untuk pengolahan produk pangan dalam wadah tertutup. Pada umumnya, industri pengolahan pangan steril komersial menggunakan tipe retort vertikal atau horizontal. Secara umum, wadah diletakkan dalam rak, peti, kendaraan/ gerbong, keranjang atau baki untuk pemuatan dan pembongkaran dalam retort.

    Sterilisasi adalah proses pemanasan yang diberikan pada bahan dengan tujuan untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen dalam kaleng. Mikroba yang terutama harus dimatikan adalah mikroba anaerobik yang tumbuh pada pH di atas 4.5. Hal ini disebabkan kondisi dalam kaleng adalah vakum dan produk-nya tergolong bahan pangan berasam rendah (low acid food). Salah satu mikro-ba yang harus dimatikan tersebut adalah Clostridium botulinum yang tergolong bakteri anaerobik mesofilik yang dapat menghasilkan racun botulinum yang berbahaya bagi manusia.

    Proses sterilisasi harus dilakukan secepat mungkin setelah proses penu-tupan kaleng untuk mencegah kesempatan mikroba memperbanyak diri. Bila holding time terlalu lama, maka jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak, sehingga standar proses sterilisasi yang telah ditetapkan tidak dapat membunuh semua mikroba pembusuk dan patogen yang ada.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    34

  • Waktu dan suhu yang diperlukan untuk proses sterilisasi biasanya tergan-tung pada konsistensi atau ukuran partikelnya, derajat keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan kecepatan perambatan panas. Setiap siklus proses sterilisasi panas menggunakan retort harus berlangsung mengikuti secara ketat sesuai standard proses yang telah ditetapkan.

    Suhu awal kaleng harus berada di atas 60C. Hal ini disebabkan pada suhu di bawah 60C dikhawatirkan terjadi pertumbuhan mikroba, baik mikroba meso-filik maupun termofilik yang tumbuh pada kisaran suhu 37-55C. Dengan demi-kian akan menambah jumlah awal mikroba yang akan berpangaruh terhadap keberhasilan proses sterilisasi. Bila kondisi tetap dipertahankan standar yang ditetapkan, maka kemungkinan terjadi under process, yaitu proses tidak cukup membunuh mikroba patogen dan pembusuk yang ada. Sedangkan bila kondisi dirubah untuk menyesuaikan dengan jumlah mikroba awal, maka akan terjadi overprocess, yaitu proses berlebihan yang akan menyebabkan kerusakan bahan yang disterilisasi. Tabel 3.3 memperlihatkan contoh standar proses sterilisasi makanan kaleng dengan menggunakan retort vertikal pada sterilisasi nenas dalam kaleng dengan menggunakan kaleng berukuran 8 oz dan 68 oz.

    Tabel 3.3. Contoh standar proses sterilisasi makanan kaleng

    dengan menggunakan retort vertikal ukuran Kaleng

    Spesifikasi 8 oz 68 oz

    Suhu produk awal (oC) Waktu venting (menit) Suhu venting Come Up Time (menit) Suhu proses (oC) Waktu proses (menit) Kadar klorin air (ppm) Tekanan Retort (kg/cm2) Suhu akhir setelah pendinginan (C)

    60 8

    110 10

    128.5 32

    >= 0.2 1.5 0.2

    38-42

    60 8

    110 10

    128.5 50-55 >= 0.2

    1.5 38-42

    Karena retort adalah tabung bertekanan, maka retort terbuat dari plat setebal inci (0,63 cm) atau lebih dengan bentuk tertentu dengan pengelasan. Pintu atau atau penutup dibuat dari besi tuang atau plat tebal. Berbagai macam kunci digunakan untuk keamanan pintu dan harus selalu dalam kondisi yang prima untuk mencegah peledakan selama operasi. Hal ini penting bagi kesela-matan pekerja mengingat tekanan di dalam retort sangat kuat. Pada suhu 250F (121C) besar tekanan di dalam retort mencapai 15 psia, atau sekitar 10 ton beban menekan penutup atau pintu.

    Apabila proses pengalengan menggunakan gelas, maka jenis retort yang digunakan adalah retort bertekenan berlebih (overpressure). Yang dimaksud

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    35

  • dengan tekanan berlebih (overpressure) adalah tekanan yang diberikan kedalam retort di atas tekanan yang diberikan oleh medium pemanas uap atau air pada suhu proses tertentu. Sebagai contoh, tekanan yang diberikan kepada retort pada suhu 250oF (121oC) adalah sekitar 15 psi, sedangkan pada suhu yang sama retort dengan tekanan berlebih dapat beroperasi dengan tekanan 25 sampai 35 psi. Retort yang dirancang untuk proses dengan tekanan berlebih membutuhkan beberapa perbedaan dasar baik dalam peralatan maupun dalam pengoperasian-nnya.

    (a) Venting

    Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort sebelum proses sterilisasi dimulai (Gambar 3.5). Dengan demikian, selama proses sterilisasi berlangsung uap dalam retort berasal dari steam murni. Hal ini perlu dilakukan, karena dalam uap air murni hubungan antara suhu dan tekanan adalah linier yang akan memudahkan operator dalam membaca dan mengetahui suhu dan tekanan dalam retort melalui manometer atau pressure gauge. Adanya udara-udara lain dalam retort juga akan menyebabkan terjadinya penghambatan penetrasi panas dari retort ke dalam kaleng yang akan mempengaruhi keber-hasilan proses sterilisasi.

    Gambar 3.5. Proses venting

    Di samping itu, venting bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu

    dengan tekanan. Apabila tidak dilakukan venting, maka dapat terjadi suhu tidak sesuai dengan tekanan, karena tekanan akan lebih cepat meningkat dibanding-kan suhu. Venting juga bertujuan untuk meningkatkan suhu awal kaleng se-hingga dapat sesuai dengan suhu retort.

    Venting dimulai dengan mengeluarkan dahulu air yang mungkin masih tersisa dalam retort dengan membuka valve drainage. Kemudian saluran venting (venting valve) dan bleeder dibuka dan uap panas (steam) dialirkan ke dalam retort. Sedangkan seluruh katup (valve) untuk air/udara harus tertutup. Venting

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    36

  • berlangsung kira-kira 8 menit sampai suhu retort mencapai 110C. Setelah venting selesai, saluran klep venting ditutup, sedangkan saluran uap panas tetap dalam keadaan terbuka.

    Penjadwalan venting biasanya dirancang oleh seorang ahli pengolahan atau oleh industri pengalengan makanan itu sendiri. Untuk memastikan bahwa udara keluar selama periode venting, pengesetan waktu dan suhu proses harus disesu-aikan dengan penjadwalan proses. Proses pemanasan atau sterilisasi pada retort tidak boleh dimulai sebelum venting benar-benar selesai dan kemudian suhu proses dapat dicapai dan dipertahankan. Sebagai tanda bahwa proses venting telah selesai secara visual biasanya tidak ada lagi letupan-letupan udara yang terjadi pada vent dan uap keluar secara penuh dari ventilasi.

    Sebelum siklus retort dimulai, terdapat udara dalam jumlah yang banyak dalam retort. Retort horizontal dengan muatan penuh kaleng masih terdapat sekitar 70 80% ruangan yang masih dipenuhi udara sebelum dimulainya proses venting. Sedangkan untuk retort vertikal bermuatan penuh, biasanya lebih dari 60% ruangan terisi oleh udara. Karena itu penting sekali membuang udara sebelum proses uap berlangsung, karena udara bukanlah penghantar panas yang baik (isolator) sehingga udara dapat menghambat proses penetrasi panas. Untuk retort yang menggunakan uap sebagai medium pemanas, tes distribusi suhu perlu dilakukan untuk menentukan jadwal venting yang baik.

    (b) Pencapaian suhu retort (CUT)

    Selama aliran uap panas terbuka dan saluran venting tertutup, maka retort akan meningkat suhunya. Recorder suhu akan mulai naik sampai mencapai suhu proses. Peningkatan suhu ini dilakukan sampai mencapai suhu dan tekanan yang diinginkan, yaitu pada 128.5C dan tekanan 1.5 kg/cm2. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu retort tersebut adalah 2 menit. Sedangkan waktu total sejak awal venting sampai tercapai suhu retort adalah 10 menit yang disebut dengan Come Up Time (CUT).

    CUT adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu retort. Dari pengalaman empiris, diketahui bahwa hanya 40% dari CUT mem-punyai efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas. CUT biasanya dimulai dari 0 hingga 0.5-0.6 menit tergantung pada penjadwalan proses pemanasan yang dirancang oleh seorang ahli pengolahan. Semakin cepat CUT maka suhu proses akan semakin tinggi dan waktu proses yang dibutuhkan untuk mencapai suhu tersebut akan semakin cepat sehingga dapat menghemat energi yang digunakan pada proses pemanasan tersebut.

    (c) Sterilisasi

    Proses sterilisasi (pemanasan dengan menggunakan suhu tinggi) yang dila-kukan terhadap bahan pangan di dalam retort sebenarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk menghitung waktu proses yang tepat untuk suatu bahan pangan dalam wadah/kemasan agar nantinya diperoleh nilai sterilitas yang diinginkan

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    37

  • untuk menjamin keamanan produk atau bahan pangan dalam kemasan/wadah tersebut.

    Selama proses berlangsung, suhu harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga suhu tidak kurang dari 127C dan tidak lebih dari 130C. Sedangkan tekanan harus dipertahankan pada 1.5 kg/cm2. Hal ini perlu diperhatikan, karena bila suhu kurang dari standar, akan terjadi underprocess, sedangkan bila suhu lebih dari standar, akan terjadi overprocess. Untuk mempertahankan kondisi tersebut, maka aliran uap panas diatur. Bila suhu terlalu tinggi, maka uap panas dikurangi, sedangkan bila terlalu rendah aliran uap panas ditambah. Tekanan akan tetap stabil selama suhu proses tetap stabil.

    Apabila terjadi proses dimana suhu menyimpang dari standar (misalnya terjadi drop), maka operator harus melakukan hal berikut. Bila drop terjadi sebe-lum proses berlangsung lebih dari 5 menit, maka waktu proses mulai diukur ketika mulai terjadi drop tersebut. Sedangkan bila terjadi setelah waktu tersebut, maka operator harus menambah waktu proses selama waktu dimana terjadi drop (misalnya, bila drop terjadi selama 2 menit, maka waktu proses ditambah selama 2 menit). Setelah proses sterilisasi selesai, maka aliran uap panas dihentikan dengan menutup klep aliran uap panas.

    Proses pendinginan

    Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.

    Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendi-nginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup kerankeran lainnya. Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut.

    Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendi-nginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    38

  • Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai 38-42C. Suhu tersebut dapat dilihat pada catatan recorder. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort (Gambar 3.6). Seluruh proses sterilisasi sejak venting sampai pendinginan akan dicatat pada rekorder. Dari catatan tersebut dapat diketahui apakah proses yang dilakukan berjalan secara sempurna atau terjadi penyimpangan. Data ini penting dalam melakukan pengawasan mutu produk akhir.

    Gambar 3.6. Proses pendinginan setelah sterilisasi

    Pengeringan

    Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan diber-sihkan. Proses pengeringan kaleng dan pembersihan kaleng ukuran 8oz dilaku-kan dengan menggunakan mesin pengering, sedangkan untuk kaleng 68oz dila-kukan secara manual. Untuk pengeringan dengan mesin, pengeringan hanya dilakukan pada badan kaleng, sedangkan pengeringan pada bagian tutup dilaku-kan secara manual.

    Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah. Di samping itu akan memudahkan dalam proses labeling.

    Pemberian Label

    Pemberian label adalah kegiatan penempelan label pada kaleng dengan maksud agar penampakan kaleng lebih menarik dan konsumen mengetahui isi kaleng tersebut. Label yang dicantumkan harus mempunyai warna yang cukup menarik, disertai gambar, angka dan huruf yang jelas, singkat dan sederhana (Gambar 3.7). Pencantuman label tersebut akan memudahkan konsumen dalam

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    39

  • memilih jenis jamur yang diinginkan dan yang lebih penting adalah kesesuaian antara isi kaleng dengan apa yang tercantum dalam label. Sebelum label ditem-pelkan keadaan permukaan kaleng bagian luar harus bersih dan tidak berminyak.

    Pada label kertas tersebut dicantumkan jenis dan kualitas produk jamur, gambar jamur, merk produk, medium yang digunakan, nama pabrik, berat ber-sih, tujuan pemasaran jamur serta nomor ijin dari BPOM. Merk jamur yang digunakan tergantung pada tujuan pemasaran dan berdasarkan permintaan pemesan.

    Gambar 3.7. Pelabelan

    Penggudangan

    Setelah kaleng dikeringkan, kaleng tersebut kemudian dibawa ke gudang penyimpanan untuk menunggu hasil pemeriksaan sampel produk akhir di labora-torium pengawasan mutu (Gambar 3.8). Lamanya penggudangan minimal 10 hari sesuai dengan lama pemeriksaan produk inkubasi. Bila produk sudah dinya-takan aman (release), maka produk tersebut siap untuk dipasarkan. Penggu-dangan produk dapat lebih dari 10 hari sampai ada pemesan yang akan mem-belinya.

    Pengepakan

    Pengepakan adalah suatu kegiatan mengemas produk kaleng ke dalam bahan pengemas. Pengemas yang digunakan ada dua macam, yaitu kardus karton dan plastik. Fungsi kemasan ini adalah sebagai wadah kedua, yaitu wadah yang tidak langsung berhubungan dengan makanan. Pada kemasan karton terdapat tulisan label dan keterangan lain yang menjelaskan isi sebagai informasi yang perlu disampaikan kepada konsumen.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    40

  • Gambar 3.8. Penggudangan

    Sebelum proses pengepakan dilakukan, maka kaleng diuji dahulu kondisi

    pembentukan vakumnya. Caranya adalah dengan memukul tutup kaleng dengan batang besi kecil. Bila terjadi penyimpangan bunyi kaleng, maka kaleng diperiksa apakah proses penutupan kaleng tidak sempurna atau sebab-sebab lain. Bila terjadi cacat pada kaleng, maka kaleng dipisahkan.

    Dengan pengemasan kaleng menjadi lebih rapi dan teratur, mencegah/ mengurangi terjadinya kerusakan selama penyimpanan di gudang dan di pasar, serta memudahkan dalam pengangkutan dan distribusinya. Kegiatan pengepakan meliputi tiga tahap, yaitu pembentukan bahan pengepak, pengisian kaleng dan penutupan. Setelah kaleng dimasukkan dalam kardus atau dikemas dengan plas-tik, lalu kaleng ditumpuk di atas palet untuk siap diangkut ke tujuan pemasaran.

    Pencatatan dan Pengarsipan Proses Produksi

    Informasi mengenai produksi seperti dijelaskan di atas harus dicatat pada saat produksi oleh operator retort atau orang lain yang ditunjuk dalam formulir yang mencakup tentang produk, nomor kode produksi, waktu, nomor retort atau sistim proses, ukuran kaleng, jumlah kaleng per lot, suhu awal, waktu proses aktual, suhu termometer air raksa, dan data-data proses yang dirasa perlu. Hal lain yang perlu dicatat adalah tentang kevakuman mesin penutup kaleng (jika penutupan kaleng dilakukan dengan mesin penutup vakum), maksimum pengi-sian atau bobot tuntas, dan faktor-faktor kritis lain.

    Faktor-faktor kritis didefinisikan sebagai faktor-faktor yang dapat mempe-ngaruhi scheduled process dan pencapaian nilai sterilitas suatu proses sterilisasi. Faktor-faktor kristis tersebut dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada (a) erat pengisian; (b) berat tiris; (c) head space; (d) ukuran partikel produk, (e) kon-sistensi/viskositas; (d) tingkat kematangan produk (bahan baku); (e) formulasi

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    41

  • produk; (f) suhu awal produk; (g) suhu sterilisasi; (h) waktu sterilisasi; (i) keva-kuman; (j) persen liquid; (k) persen solid; (l) Brix, (m) orientasi produk dalam wadah; (n) orientasi wadah dalam retort; (o) prosedur pendinginan; dan (p) Come up time. Faktor-faktor kritis yang telah ditetapkan tersebut harus dicek dan dikontrol secara rutin.

    Rangkuman

    a. Proses sterilisasi produk pangan dalam kemasan yang paling populer ada-lah proses pengalengan, dimana produk dalam kaleng akan disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort). Proses pengalengan secara umum melibatkan proses (a) pemilihan bahan baku dan bahan tambahan; (b) sor-tasi dan pencucian; (c) pengupasan kulit, pembu-angan biji dan pemo-tongan; (d) proses blansir; (e) pemasukan potongan buah ke dalam ka-leng; (f) pengisian sirop/cairan; (g) exhausting; (h) penutupan kaleng; (i) sterilisasi dalam retort (horisontal/vertikal); dan (j) pendinginan.

    b. Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Blansir dapat menggunakan steam blancher dan hot-water blancher. Tujuan blansir ada-lah (a) membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; (b) meningkatkan suhu produksi produk/jaringan; (c) membuang udara yang masih ada di dalam jaringan; (d) menginaktivasi enzim; (e) menghilang-kan rasa mentah; (f) mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dll); (g) mempermudah pengupasan; (h) memberikan warna yang dikehen-daki; dan (i) mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.

    c. Exhausting adalah proses untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng, yang dapat memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penu-tupan, sehingga (i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng yang terlalu tinggi, dan (ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi oksi-dasi lainnya yang akan menurunkan mutu.

    d. Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara hermetis dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan istilah metode double seaming. Operasi penutupan kaleng berlangsung dengan adanya tiga bagian dasar pada alat double seamer, yaitu base plate, seaming chuck roll untuk operasi pertama dan operasi kedua. Bagian base plate berfungsi menekan badan kaleng pada posisinya, seaming chuck memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya pada operasi I dan operasi II.

    e. Sterilisasi merupakan tahap proses yang paling penting, dimana proses pembunuhan mikroba berlangsung. Waktu dan suhu yang diperlukan untuk proses sterilisasi tergantung pada konsistensi atau ukuran partikelnya, derajat keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan kecepatan perambatan panas.

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    42

  • f. Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort sebelum proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, selama proses sterili-sasi berlangsung uap dalam retort berasal dari steam murni. venting bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu dengan tekanan. dan untuk meningkatkan suhu awal kaleng sehingga dapat sesuai dengan suhu retort.

    g. CUT (come up time) adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu retort. 40% dari CUT mempunyai efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas.

    h. Proses pendinginan dilakukan hingga suhu air dalam retort mencapai 38 - 42C. Pendinginan harus dilakukan secara cepat untuk mencegah tum-buhnya mikroba termofilik.

    Daftar Pustaka

    Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis Horwood, New York.

    Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

    Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic Press, San Diego, CA.

    Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand

    Reinhold, New York. Valentas,K.J., Rotstein,E. Dan Singh,R.P. 1997. Handbook of Food Engineering

    Practice. CRC Presss, New York. Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip

    Teknik Pangan. PAU Pangan

    Topik 3. Prinsip dan Proses Pengalengan Pangan

    43

    Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada suatu ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan demikian umumnya sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water blancher. Secara umum, perbandingan antara steam blancher dan hot-water blancher tercantum pada Tabel 3.1. Salah satu contoh alat blansir adalah pada Gambar 3.2. Pencatatan dan Pengarsipan Proses Produksi