PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

20
PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN BRANDING SECARA VISUAL (Studi Kasus: The Goods Dept) Audy Daniaguitrianda Mutiarani, Achmad Hery Fuad Program Studi Arsitektur Interior, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstrak Dalam bidang ritel, inovasi branding merek dilakukan dengan sensory branding yang memanfaatkan indra manusia dalam memberi pengalaman emosional pada pengunjung. Sensori visual merupakan sensori yang merespon pertama, sehingga penting bagi toko ritel mementingkan branding secara visual. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana toko ritel menampilkan branding dalam desain interior secara visual dan bagaimana respon pengunjung terhadap hal tersebut. Material, skema warna, pencahayaan, window display, dan product display pada toko merupakan bentuk usaha visual archetypes pada merek. Maka dalam menampilkan citra dari branding interior toko, diperlukan gaya desain, elemen interior, dan visual merchandising. Studi kasus dilakukan pada toko The Goods Dept. Kata kunci : branding; sensori visual; gaya desain; visual merchandising The Application of Retail Interior Design in Creating Branding Visually (Case Study: The Goods Dept) Abstract In the field of retail, innovation in branding the brand conducted with sensory branding, which takes advantage of the senses of human beings in give emotional experience to consumers. Sensory visual is sensory that gives the first respond, so it is important in retail store to concern about branding visually. This thesis is aimed to find out how retail store shows its branding visually in interior design and how consumers response it. The materials, color schemes, lightings, window display and product display in store are visual efforts of archetypes brand. Therefore in showing image from store interior branding, it takes design style, interior element and visual merchandising. Case study is conducted at The Goods Dept. Keywords : branding; sensory visual; design style; visual merchandising 1. Pendahuluan Konsumerisme telah menjadi bagian dari kehidupan modern. Konsumerisme dapat dikatakan sebagai sebuah ekspresi kultural dan perwujudan dari kegiatan konsumsi yang dimana-mana. Kegiatan konsumsi itu sendiri hadir dari tuntutan kebutuhan seorang individu. Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Transcript of PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Page 1: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN

BRANDING SECARA VISUAL

(Studi Kasus: The Goods Dept)

Audy Daniaguitrianda Mutiarani, Achmad Hery Fuad

Program Studi Arsitektur Interior, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Dalam bidang ritel, inovasi branding merek dilakukan dengan sensory branding yang

memanfaatkan indra manusia dalam memberi pengalaman emosional pada pengunjung.

Sensori visual merupakan sensori yang merespon pertama, sehingga penting bagi toko ritel

mementingkan branding secara visual. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

toko ritel menampilkan branding dalam desain interior secara visual dan bagaimana respon

pengunjung terhadap hal tersebut. Material, skema warna, pencahayaan, window display, dan

product display pada toko merupakan bentuk usaha visual archetypes pada merek. Maka

dalam menampilkan citra dari branding interior toko, diperlukan gaya desain, elemen interior,

dan visual merchandising. Studi kasus dilakukan pada toko The Goods Dept.

Kata kunci : branding; sensori visual; gaya desain; visual merchandising

The Application of Retail Interior Design in Creating Branding Visually

(Case Study: The Goods Dept)

Abstract

In the field of retail, innovation in branding the brand conducted with sensory branding,

which takes advantage of the senses of human beings in give emotional experience to

consumers. Sensory visual is sensory that gives the first respond, so it is important in retail

store to concern about branding visually. This thesis is aimed to find out how retail store

shows its branding visually in interior design and how consumers response it. The materials,

color schemes, lightings, window display and product display in store are visual efforts of

archetypes brand. Therefore in showing image from store interior branding, it takes design

style, interior element and visual merchandising. Case study is conducted at The Goods Dept.

Keywords : branding; sensory visual; design style; visual merchandising

1. Pendahuluan

Konsumerisme telah menjadi bagian dari kehidupan modern. Konsumerisme dapat

dikatakan sebagai sebuah ekspresi kultural dan perwujudan dari kegiatan konsumsi yang

dimana-mana. Kegiatan konsumsi itu sendiri hadir dari tuntutan kebutuhan seorang individu.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 2: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Konsumsi akan kebutuhan yang berlebih dapat merujuk menjadi gaya hidup konsumerisme.

Tempat yang dipilih untuk berbelanja mengatakan sesuatu tentang budaya gaya hidup dan

daya tarik. Desain toko adalah sebuah siklus yang selalu berubah, mengikuti jaman dan

aspirasi konsumen. Persaingan pasar yang semakin kompetitif membuat semakin banyak toko

yang beralih ke metode baru untuk menjangkau konsumen melalui pembangunan merek

secara sensory branding. Dengan menggunakan visual, aroma, suara, dan material tekstur

untuk mendalami pengalaman konsumen, pemasar menemukan cara baru untuk membangun

hubungan yang lebih kuat untuk konsumen mereka dan mendorong merek mereka.

Arsitektur dapat menjadi agen dari konsumen yang tampaknya bertindak atas nama

masyarakat dalam memperkuat ortodoksi pasar. Klingmann (2007) berpendapat bahwa

arsitektur harus terlibat dengan konsumerisme bukan sebagai proses memiskinkan tetapi

sebagai peluang kesempatan untuk mencari inspirasi dan menggairahkan kreativitas. Ruang-

ruang ritel menawarkan kegembiraan dan bentuk pelarian yang menantang gagasan tentang

seberapa aktif konsumen dapat bernegosiasi dan berhubungan dengan tempat atau ruang.

Pusat perbelanjaan menjadi bukti dominasi konsumsi atas susunan perkotaan dalam bentuk

fisik utama dimana konsumen memasuki dunia konsumsi.

Bagi para konsumen, tampilan dan gaya hidup menjadi penting dan dalam titik ini

bagaimana sebuah produk menjadi berarti untuk memberikan citra gaya dan status sosial.

Desain itu sendiri merupakan hal yang fundamental untuk kesuksesan produk dan juga sangat

penting untuk reproduksi konsumerisme sebagai sebuah pencitraan gaya hidup. Menjadi

pertanyaan, bagaimanakah peran desain interior ritel dalam pembentukan branding khususnya

secara visual? Bagaimanakah penerapan sensory branding pada desain interior ritel dalam

menunjang pencitraan merek? Bagaimanakah respon pengunjung terhadap suatu desain

interior ritel berkaitan dengan branding yang disampaikan? Tujuan penulisan adalah mencari

pemahaman akan penerapan branding secara visual dalam pengembangan desain, khususnya

desain ritel, dan bagaimana respon dari manusia dan untuk manusia itu sendiri sebagai

pengguna utama ruang ritel tersebut.

2. Landasan Teori

2.1 Branding, Sensory Branding, dan Sensori Visual

Branding memberi beberapa hal berguna dan semua itu membantu untuk memastikan

keberhasilan sebuah produk atau jasa. Hal tersebut yaitu memperkuat reputasi yang baik,

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 3: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

mendorong loyalitas, menjamin kualitas, menyampaikan persepsi nilai yang lebih besar, dan

memberi konsumen sebuah rasa yang memasuki imajinasi komunitas (Healey, 2008).

Terdapat beberapa prinsip branding (Mesher, 2010), yaitu prinsip esensi, prinsip nilai, prinsip

citra yang penting untuk pengembangan merek dan menunjukkan esensi dan nilai-nilai

organisasi kepada dunia melalui sarana visual, prinsip ide, prinsip cash generator, prinsip

strange attractor, dan prinsip budaya. Sebuah merek dapat melakukan branding dengan

menciptakan dan mengekspresikan archetype atau „jiwa‟ merek tersebut. Terdapat beberapa

tipe archetypes brand menurut Margaret Mark dan Carol S. Pearson (2001), yaitu The

Innocent, The Explorer, The Sage, The Hero, The Outlaw, The Magician, The Regular

Guy/Gal, The Lover, The Jetser, The Caregiver, The Creator, dan The Ruler.

Lindstrom memperkenalkan konsep sensory branding yang merangsang dan

meningkatkan imajinasi konsumen dan persepsi, dan menciptakan ikatan emosional antara

merek dan konsumen. Gibson (1966) mendefinisikan istilah indra sebagai sistem untuk

persepsi manusia yang memberikan berbagai sensasi. Ia menjelaskan bahwa indera dapat

memperoleh informasi tentang benda-benda di dunia tanpa campur tangan dari proses

intelektual. Diantara sistem sensorik yang berbeda, informasi visual mempengaruhi

bagaimana menganalisis hal-hal di sekitar. Menurut Millward Brown and Martin Lindstorm

(2005), terdapat urutan kepentingan dari indra-indra manusia dengan urutan sebagai berikut,

Diagram Tingkat Kepentingan Indra Manusia

Sumber: Martin Lindstorm, Brand Sense, 2005

Sistem visual manusia dimulai dengan mata, dimana merupakan tempat cahaya

masuk. Mata dipertimbangkan sebagai indra manusia terkaya. Mata adalah organ yang

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 4: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

mengumpulkan cahaya dan mengirimkannya ke otak. Otak mengubah cahaya dari mata ke

dalam gambar yang memungkinkan manusia untuk melihat.

When our eyes receive light from surrounding objects and translate it into nerve

impulses that are interpreted by the brain, we experience a vast array of shapes,

colors, textures, and movements. (Wortman, Loftus & Weaver, 1999, p.112)

Tujuan dari sensory branding antara lain keterlibatan emosional yang memberikan

potensi untuk membangun hubungan yang baik dan loyal antara konsumen dan merek,

optimalisasi antara persepsi dan realitas yang dapat menjadi kontrol kualitas sejak dipasarkan

hingga berada di tangan konsumen, membuat peron pada merek sebagai pengembangan

produk dan cap dagang atau trademark yang merupakan sebuah tantangan untuk menjaga

identitas merek dari kompetitor (Lindstorm, 2005).

2.2 Desain Ritel, Gaya Desain, dan Visual Merchandising

Ritel adalah suatu bagian dari kehidupan sehari-hari yang sering hanya diterima begitu

saja. Padahal ada beberapa hal yang pihak ritel lakukan agar lebih efisien dalam melakukan

kegiatan yang meningkatkan nilai produk dan jasa bagi konsumen, seperti menawarkan

berbagai macam jenis yang memungkinkan pelanggan mereka untuk memilih dari berbagai

pilihan produk, merek, ukuran, dan harga di satu lokasi (Levy & Weitz, 2012). Konfigurasi

gaya pada ruang ritel berdampak pada skema desain interior, struktur interior, dan unsur-

unsur dari skema desain yang bekerja di dalamnya dalam bentuk dinding, langit-langit dan

lantai, perlengkapan, peralatan, dan komponen tambahan.

Gaya desain membantu untuk membuat keputusan dalam pengembangan desain.

Terdapat beberapa jenis gaya dalam desain interior menurut Hazel Yule (2012), seorang

dosen dan praktisi internasional bidang desain interior, seperti American Southwestern yang

menggabungkan palet warna berani dan kayu berwarna terang dan Industrial yang merupakan

gaya desain dengan kombinasi dari seni dengan teknik untuk membuat hidup mudah,

sederhana, praktis, dan berteknologi tinggi.

Visual merchandiser dapat membuat sebuah display yang menstimulasi, menggoda,

dan membangkitkan keingintahuan kosumen untuk masuk ke sebuah toko, meskipun

konsumen awalnya tidak tertarik pada produknya. Merupakan sebuah keberhasilan apabila

konsumen berubah dari “walk-by” menjadi “walk-in” (Pegler, 2012). Visual merchandising

berperan untuk mempromosikan gambaran kesan toko melalui display, sehingga konsumen

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 5: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

mengetahui tentang toko tersebut, dimana posisinya dalam fesyen, apa isi dari toko, untuk

siapa toko tersebut, dan perkiraan harganya. Tujuan dari display itu sendiri adalah untuk

tampilan dan promosi. Tipe-tipe display menurut Pegler, yaitu one-item display yang

menunjukan hanya sebuah produk dalam suatu display, line-of-goods display yang

menampilkan hanya satu macam tipe produk, seperti baju-baju saja, rok-rok saja, atau celana-

celana saja, related merchandise display yang menampilkan produk berbeda-beda disatukan

karena cocok digunakan bersama, kecocokan itu dapat terjadi karena warna yang senada, gaya

atau tema yang sama, dan variety, or assortment display yang menyatukan semua dan

segalanya, produk-produk yang ditampilkan tidak berhubungan. Menurut Pegler (2012)

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam visual merchandising, seperti contohnya:

Color

Warna merupakan hal besar dalam menarik konsumen. Warna adalah hal pertama yang

kita lihat dalam sebuah produk. Warna dapat merubah suasana hati seseorang, sehingga

psikologi warna merupakan hal penting dalam visual merchandising. Beberapa contoh

psikologi warna, yaitu:

- Kuning mengesankan kesenangan, terang, ceria, dan hidup.

- Merah mengesankan semangat, kuat, dan penuh gairah.

- Merah muda mengesankan manis, kasih sayang, dan kecantikan.

- Hijau mengesankan kehidupan, dingin, dan pertumbuhan.

- Biru mengesankan dingin, tenang, dan kelembutan.

- Abu-abu mengesankan depresi, tetapi dapat hadir sebagai keanggunan.

- Coklat mengesankan bumi, rumah, keluarga, dan rumah tangga.

- Putih mengesankan bersih, kuat, dan mendukung warna lain terlihat lebih jelas.

- Hitam mengesankan misteri, kematian, dan kecanggihan.

Warna-warna dapat dikelompokan menjadi merah, jingga, kuning, merah muda, dan

coklat sebagai warna hangat. Warna biru, hijau, dan ungu lebih mengarah pada warna

dingin. Kemudian warna putih, abu-abu, dan hitam sebagai warna netral.

Lighting

Terdapat dua macam sistem pencahayaan buatan menurut “Lighting Manual” (Philips

Lighting, 1993), yaitu:

- Sistem pencahayaan buatan primer, terbagi menjadi general untuk menerangi

keseluruhan dengan intensitas sama, localized untuk menerangi keseluruhan dengan

sumber cahaya diletakan di area yang memerlukan, dan general and localized adalah

peletakan sumber cahaya di area dengan intensitas sama pada pencahayaan umum.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 6: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

- Sistem pencahayaan buatan sekunder, terbagi menjadi aksen untuk menerangi spot

tertentu, efek untuk menonjolkan sesuatu, dekoratif untuk estetika, dan arsitektur

untuk menonjolkan elemen arsitektur.

Cahaya berfungsi mengarahkan konsumen masuk dan mengitari toko dengan

mengarahkan perhatian dari satu fitur ke fitur lainya melalui pemberhentian untuk

melihat fokus yang disorot. Cahaya dapat memisahkan satu area dengan lainnya.

2.3 Branding dalam Interior Ruang

Istilah yang digunakan untuk mengubah merek menjadi sebuah pengalaman spasial

tiga dimensi disebut brandscaping. Skema interior dimulai dari pedoman grafis yang

dikembangkan melalui pemahaman aspirasi pengguna dan analisa kompetisi. Informasi ini

digambarkan melalui penelitian visual yang disebut mood boards. Brandscaping dilakukan

dengan menggunakan hasil penelitian visual yang diekstraksi ke dalam cerita yang mengarah

pada ide-ide eksplisit tentang skema desain interior dan bagaimana identitas grafis akan

berdampak pada ruang. Dari proses tersebut, konsep interior lahir. Konsep ini kemudian

diterjemahkan menjadi storyboard visual ruang interior yang berisi rencana sirkulasi, sketsa

visual, dan contoh-contoh material (Mesher, 2010).

Desain interior ritel terlibat dengan visual merchandising, dimana secara khusus

memiliki tugas mengganti tampilan toko. Dalam jurnal yang berjudul Visual Merchandising

an Impulsive Reinforcer of Purchases Leading to Social Imbalance, Mopidevi dan Lolla

(2013) berpendapat bahwa visual merchandising membantu menyampaikan citra merek dan

mencerminkan kepribadian dari target pasar yang diinginkan. Maka dapat dikatakan, visual

merchandising adalah alat atau media yang digunakan sebuah merek untuk menampilkan

branding dalam sebuah ruang interior. Hal ini ditunjang juga dengan pendapat Dian Hasan

(2011) dalam presentasinya dengan judul The Psychology of Visual Merchandising pada

IISCM Retail Innovation Seminar yang diselenggarakan di Jakarta. Dian Hasan berpendapat

bahwa pengalaman konsumen terhadap merek berhubungan dengan seberapa baik visual

merchandising bercerita. Dengan menciptakan display yang menstimulasi dan menggugah

dapat membantu pemahaman konsumen terhadap bentuk dari produk dan jasa sebuah merek.

2.4 Kebutuhan dan Perilaku Manusia

Berdasarkan pendapat Deasy dan Lasswell (1985) dalam buku Designing Places for

People, konsumen dapat dikatagorikan dengan empat tujuan, salah satunya adalah konsumen

yang menganggap berbelanja adalah kegiatan rekreasi dan sosial. Dalam kasus ini keunikan

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 7: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

kualitas barang dan lingkungan belanja menjadi sangat penting. Ketika konsumen berbelanja

dengan perbedaan prioritas diwaktu yang sama, hal tersebut tidak berarti mereka

mengabaikan pilihan belanjaan mereka. Toko yang memiliki suasana yang lebih atraktif

dibanding yang lain dan memiliki kenyamanan bagi konsumen akan menyediakan faktor

dasar yang menjadi alasan untuk dipilih.

Di daerah dimana pasar yang kompetitif, desain toko dan usaha untuk menyediakan

kenyaman konsumen menjadi hal yang penting. Popularitas belanja sebagai aktivitas rekreasi

muncul melalui fenomena department store dimana tersedia berbagai macam produk di

bawah satu atap (Mesher, 2010). Department store dapat disebut juga sebagai toko multi-

brand. Sebelumnya, toko-toko bersifat khusus dan mahal dengan omset rendah. Interior

department store dikendalikan oleh tim desainer in-house yang bertugas menampilkan

window display, desain tata letak toko, mengatur penanda dan grafis lainnya, dan

mempertahankan skema yang padu.

Segmentasi pasar dapat membantu mendefinisikan kebutuhan dan keinginan

konsumen dengan lebih tepat. Masing-masing segmen pasar menunjukkan kebiasaan berbeda

pada pembelian karena berbagai pengalaman hidup, peningkatan pengetahuan teknologi baru,

dan harapan atau ketidakpastian masa depan. Segmen pasar adalah kelompok orang atau

organisasi yang berbagi satu atau lebih karakteristik kemudian menyebabkan mereka

memiliki kebutuhan yang serupa. Segmentasi pasar adalah proses membagi pasar lebih

mendalam, relatif sama, dan dapat diidentifikasi segmen atau kelompok yang berarti (Lamb,

Hair & McDaniel, 2011). Kotler menyatakan bahwa variabel demografis merupakan dasar

yang paling popular untuk membedakan kelompok konsumen. Segementasi demografi adalah

segmentasi pasar berdasarkan umur, jenis kelamin, kelompok sosial-ekonomi, keluarga, siklus

hidup, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain (Tynan & Drayton, 1987).

Umur telah sering digunakan sebagai dasar segmentasi keinginan konsumen dan

kapasitas perubahan seiring bertambahnya usia. Terdapat katagori perilaku konsumen

berdasarkan umur pada tahun 2006 menurut artikel-artikel dalam koran mengenai periklanan

dan pemasaran bernama Advertising Age. Katagori konsumen berdasarkan umur tersebut,

seperti contohnya pada umur 18 – 34 Tahun, tanggung jawab sosial memainkan peran penting

dalam menjual produk untuk kelompok usia ini. Mereka sangat peduli dengan nilai produk.

Dengan membeli sebuah jenis produk, mereka dapat merasa bertanggung jawab secara sosial.

Kelompok usia ini yang begitu beragam, sehingga sulit untuk memasarkan secara

keseluruhan. Bagi kelompok ini dibutuhkan penawaran produk dengan desain yang baik, nilai

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 8: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

yang baik, sebaiknya mewah, setidaknya munculnya beberapa tanggung jawab sosial, dan

kampanye pemasaran yang menjual (Hanas, 2006).

Merek-merek menerapkan branding dalam interior ritelnya dengan memanfaatkan

sensori manusia. Sensory branding secara visual menggunakan indera mata yang merupakan

indera paling cepat dalam merespon sekitar, sehingga kehadirannya sangat penting dan

potensial untuk menerima branding dari sebuah merek dalam ruang ritel. Branding secara

visual pada toko ritel dapat dicapai apabila desain interior dari toko tersebut mampu

menampilkan citra yang sesuai dengan branding merek. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,

citra merupakan prinsip dari branding yang dapat menampilkan nilai dan esensi merek secara

visual. Citra dapat diaplikasikan melalui gaya desain, elemen-elemen interior, dan visual

merchandising toko. Aplikasi citra melalui elemen interior dapat ditinjau melalui pemilihan

material, skema warna, dan teknik pencahayaan pada toko ritel. Aspek interior tersebut

merupakan hal utama yang menunjang konsep desain dalam membentuk citra. Hal ini

dikarenakan aspek-aspek tersebut adalah penggambaran visual yang dapat ditangkap oleh

indera mata pengunjung ketika berada di toko ritel. Selain tampilan citra, penggambaran

visual dari branding juga dapat menampilkan „jiwa‟ atau archetypes merek.

Tujuan konsumen yang melakukan konsumsi sebagai rekreasi memiliki

pertimbangan yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan ritel. Pertimbangan yang menuntun

konsumen membeli suatu barang dibanding yang lain dipengaruhi oleh karakteristik fisik

display terhadap publik, dimana hal tersebut merupakan bagian dari visual merchandising.

Desain ritel yang berhasil dalam menampilkan branding tokonya secara visual dapat dilihat

apabila pengunjung yang datang sesuai dengan segmentasi yang diharapkan. Pengunjung

tersebut juga dapat menangkap nilai dan esensi merek yang di tampilkan citra secara visual.

Dengan pembahasan teori-teori yang sebelumnya sudah dijelaskan, maka teori

tersebut kemudian akan dikaji menggunakan studi kasus terhadap toko multi-brand untuk

anak muda di Jakarta. Metode yang dilakukan adalah pendekatan pada beberapa studi, yaitu

studi literatur, dengan teori yang dipelajari adalah teori mengenai branding, sensori visual,

desain ritel, visual merchandising, kebutuhan dan perilaku manusia. Kemudian Studi kasus,

yaitu analisis dan kuesioner dengan kasus yang dipilih adalah toko ritel yang disebut sebagai

ikon gaya hidup anak muda di Jakarta, yaitu The Goods Dept.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 9: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

3. Studi Kasus

3.1 Profil, Segementasi, dan Branding The Goods Dept

The Goods Department yang dikenal dengan sebutan The Goods Dept adalah

department store yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Dikembangkan pada tahun 2010 oleh

para pendiri Brightspot Market dibawah naungan PT. Cipta Retail Prakarsa yang dipimpin

oleh Anton Wirjono. The Goods Dept sendiri dipimpin oleh Cynthia K. W. Wirjono selaku

direktur divisi ritel fesyen pada PT. Cipta Retail Prakarsa dan didampingi dan dibantu oleh

Chris Kerrigen.

The Goods Dept memiliki segementasi target pasar yang dipengaruhi oleh lokasi,

harga, dan produk-produknya itu sendiri. Lokasi The Goods Dept berada di Pacific Place dan

Pondok Indah Mall 2. Dari segi lokasi, The Goods Dept memiliki target market pengunjung

mall-mall besar di Jakarta, seperti yang dikutip dari situs Jakarta Fashion Week yang berjudul

Bringing The Goods, “...We are giving them access to mall-goers and from there they can

build a more progressive industry. We want our society to appreciate local designs and

products.” (Cynthia Wirjono, 2011).

Segmentasi The Goods Dept adalah pria dan wanita yang up to date dan peduli

dengan fesyen masa kini dengan kisaran umur 18-34 tahun. Disesuaikan berdasarkan katagori

perilaku konsumen dari artikel di Advertising Age oleh Hanas, segmen pasar dengan umur

18-34 tahun memiliki kepedulian atas nilai produk. Kelompok ini membutuhkan penawaran

produk dengan desain yang baik, nilai yang baik, sebaiknya mewah, beberapa tanggung jawab

sosial, dan kampanye pemasaran yang menjual.

The Goods Dept adalah toko di Jakarta yang sudah cukup terkenal di kalangan anak

muda Jakarta. Pengaruhnya dalam dunia fesyen Indonesia sangat besar. Nama The Goods

Dept itu sendiri yang memiliki kepanjangan nama The Goods Department, apabila diartikan

secara harafiah ke Bahasa Indonesia berarti „departemen bagus‟. Dari nama merek yang

seperti itu, dapat disimpulkan The Goods Dept seperti memberi jaminan bahwa tokonya

hanya akan menjual produk-produk „bagus‟. Dengan penjualan produk yang bagus-bagus,

The Goods Dept turut memperkenalkan gaya hidup masa kini kepada konsumennya, seperti

yang di kutip dari artikel Delivering The Goods di situs Sea Globe,“...We are a lifestyles

brand, we try to curate the best and we want to be everywhere.” (Anton Wirjono, 2012).

The Goods Dept memiliki logo yang sederhana dan mudah diingat. Warna yang

digunakan adalah kelompok warna netral, dimana memberi kesan tidak adanya

pengelompokan, seperti pria, wanita, remaja, dewasa, dan sebagainya. Penggunaan warna

netral putih dan hitam dalam logo ini memberi kesan kuat, tegas, dan kecanggihan,

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 10: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

disesuaikan dengan teori psikologi warna menurut Pegler. Kotak dalam kata goods memberi

penekanan pada branding toko yang hanya menjual produk-produk yang „bagus‟.

Logo The Goods Dept

Sumber: Arsip The Goods Dept

Apabila ditelaah dengan tipe archetypes brand, The Hero dirasa adalah yang paling

tepat. The Hero memilki karakteristik memicu keberanian dan kekuatan untuk dunia yang

lebih baik. Branding yang dimiliki The Goods Dept merupakan sebuah adaptasi dari kekinian

di dunia, khususnya negara-negara barat. The Goods Dept merupakan „penyelamat‟ gaya

hidup dan fesyen anak muda Indonesia khususnya Jakarta, agar dapat berkembang, tidak

ketinggalan jaman, mampu bersaing, dan tidak kalah dari negara-negara barat. Branding dari

The Goods Dept bukanlah hal baru, namun merupakan pionir di Indonesia.

The Goods Dept adalah inovator sekaligus trendsetter yang mengubah fesyen

Indonesia menjadi lebih terdepan. The Goods Dept juga menginspirasi pengusaha dan

perancang muda untuk berkarya. Citra dari branding yang menjual produk „bagus‟ memberi

keyakinan dan keberanian terhadap merek ini, sehingga konsumen percaya bahwa apapun

produk yang dijual adalah benar dan kekinian dalam dunia fesyen.

3.2 Analisa Kasus

3.2.1 Floor Plan

Perbedaan The Goods Dept Pacific Place dan Pondok Indah Mall 2 ada pada

perbedaan luasan dan jumlah lantai. The Goods Dept Pondok Indah Mall 2 memiliki luasan

yang lebih besar karena toko terdiri dari dua tingkat, sedangkan The Goods Dept Pacific Place

hanya terdiri dari satu tingkat. Pembagian area pada toko tidak dibatasi oleh partisi yang solid,

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 11: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

melainkan hanya berupa pengelompokan produk penjualan. Penataan display produk-produk

disebar di ruang-ruang kosong pada sekitaran toko.

The Goods Dept membagi area toko berdasarkan kelompok produk yang dijual.

Pembagian area kedua toko diawali oleh produk gaya hidup, perabot rumah, aksesoris, dan

kemudian produk sepatu. Semakin masuk kedalam, dimana area yang lebih luas, toko diisi

oleh produk-produk pakaian. Meskipun pembagian area yang jelas, tetapi tidak ada alur yang

menuntun ketika berada di toko. Ketika sudah berada di dalam, pengunjung bebas untuk

mengitari toko mengikuti ketertarikannya pada produk-produk yang dijual. Layout pada toko

dirasa tidak berhubungan dengan branding yang ingin disampaikan. Layout toko diatur

berdasarkan pemanfaatan ruang secara maksimal.

3.2.2 Window Display

Pada periode Maret – April 2013, The Goods Dept mengangkat tema musim semi

melalui kegiatan piknik untuk window display. Konsep yang sama diterapkan untuk kedua

lokasi Pacific Place dan Pondok Indah Mall 2. Window display menampilkan pakaian dan

barang-barang yang biasanya dipakai atau diperlukan saat piknik, seperti tikar, keranjang

makanan, makanan dan minuman, kacamata hitam, headset, tas besar, bantal, topi, pakaian

santai, dan sepatu santai. Seluruh barang-barang tersebut ditata di atas karpet rumput dan

untuk pakaian dikenakan oleh manekin. Namun dalam window display ini ada hal berbeda

dari window display pada umumnya. Orientasi bidang alas diangkat ke bidang latar, sehingga

menjadikan yang seharusnya berada pada bidang alas menjadi berada di bidang latar.

Penataan tersebut memberi kesan ketika melihat bidang latar seakan sedang melihat bidang

alas. Untuk menghasilkan kesan tersebut, dilakukan teknik menggantung pada setiap barang

yang dipajang.

Warna-warna cerah yang digunakan adalah kuning, biru muda, merah muda, jingga,

dan hijau muda. Peninjauan berdasarkan psikologis warna, yaitu kuning mengesankan

kesenangan dan ceria, jingga mengesankan ramah dan bersahabat, merah muda mengesankan

kasih sayang dan kecantikan, hijau mengesankan kehidupan dan pertumbuhan, dan biru

mengesankan tenang dan kelembutan. Warna-warna tersebut dianggap mewakili gambaran

musim semi. Konsep tersebut diangkat untuk mengikuti kondisi musim saat itu di negara-

negara besar empat musim. Konsep yang mengikuti keadaan dunia dengan kegiatan piknik

yang kerap dilakukan anak muda, membuat window display ini menunjang citra merek yang

kekinian dan berjiwa muda. Inovasi yang dilakukan dengan merubah orientasi bidang

merupakan keberanian dan inspiratif, sesuai dengan „jiwa‟ merek The Hero.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 12: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

3.2.3 Konsep Interior

Konsep interior The Goods Dept diklarifikasi masuk dalam gaya desain industrial,

yang mengarah pada sederhana, praktis, dan teknologi. Nuansa maskulin, minim finishing

pada elemen interior, sudut tajam, dan warna-warna netral dari material merupakan

karakteristik gaya desain industrial. The Goods Dept memiliki nuansa warna netral, langit-

langit ekspos, lantai semen yang tidak dilapisi, dan lainnya, sehingga gaya desain industrial

adalah gaya desain yang sesuai dengan The Goods Dept. Kesederhanaan dan nilai praktikal

terasa dalam interior dengan terlihatnya kabel-kabel yang menempel di dinding, tidak ditanam

dalam dinding. Hal tersebut seakan dijadikan bagian dari dekorasi gaya desain industrial.

Apabila ditelaah secara seksama, selain gaya desain industrial terdapat juga

sentuhan gaya desain American Southwestern, dengan ciri khas pencampuran warna berani

dengan warna kayu, disesuaikan dengan teori gaya desain. Gaya ini hadir sebagai aksen dari

konsep utama industrial yang sederhana agar suasana interior lebih hidup. Hadir dalam bentuk

nuansa warna tambahan, material perabot berupa rak-rak kayu, dan motif karpet yang

digunakan di beberapa area di kedua toko. Gaya American Southwestern dikenal dengan

motif tribal atau aztec. Unsur-unsur motif tribal dan aztec hadir pada karpet-karpet di

beberapa area toko The Goods Dept. Dapat disimpulkan secara keseluruhan konsep interior

The Goods Dept adalah pencampuran gaya desain industrial dengan sentuhan aksen gaya

desain American Southwestern.

3.2.4 Elemen Interior

Material pada sebagian besar toko ini, baik lantai dan dinding, adalah semen yang

tidak dilapisi oleh keramik, cat, atau sebagainya. Namun untuk beberapa bagian tertentu,

dilakukan variasi material, seperti dinding dicat dan lantai dilapisi parket. Untuk langit-langit,

keseluruhan langit-langit ekspos dicat dengan warna hitam. Warna dominan pada ruang untuk

menunjang konsep industri yang berjiwa muda, yaitu putih, hitam, dan abu-abu, memberi

kesan kuat dan berteknologi tinggi. Dipadukan dengan dominasi warna kayu, yaitu coklat

yang memberi kesan keramahan dan kekeluargaan. Kesan yang ditimbulkan pada warna-

warna tersebut merata di setiap ruang, karena tidak adanya perbedaan yang mecolok dalam

aplikasi warna dari satu area ke area lainnya. Aksen-aksen warna lain ditampilkan melalui

karpet dan produk-produk yang dijual.

Pencahayaan buatan pada The Goods Dept dibagi atas dua macam, yaitu

pencahayaan primer secara keseluruhan dan pencahayaan sekunder secara aksen.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 13: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Pencahayaan primer pada toko ini, disesuaikan dengan teori pencahayaan, merupakan tipe

localized lighting. Localized lighting yang merupakan teknik pencahayaan secara keseleruhan

dengan meletakan sumber cahaya pada suatu area diterapkan pada toko ini dengan

penggunaan lampu-lampu sorot yang tersebar di seluruh area. Lampu-lampu sorot tersebut

digantung yang kemudian diarahkan ke seluruh penjuru toko disesuaikan dengan keperluan

display produk. Pencahayaan sekunder hadir dengan penggunaan lampu TL yang diselipkan

pada rak display, sehingga memberi aksen berbeda dibandingkan keseluruhan pencahayaan.

Pada dasarnya elemen interior di kedua toko tidak berbeda. Dari segi material yang

dipilih, pemilihan skema warna, teknik pencahayaan semua mengarah pada persamaan.

Sedikit perbedaan muncul dikarenakan penyesuaian denah dengan luasan berbeda dan juga

variasi dalam visualisasi konsep ke dalam ruang. Elemen-elemen interior yang digunakan

kedua toko mencerminkan konsep gaya desain yang mengacu pada „jiwa‟ The Hero, seperti

pada pemilihan material yang sederhana berkesan berani dan inovatif. Kemudian warna-

warna netral yang kuat dan tegas. Pencahayaan dengan lampu sorot juga menunjukan

kepercayaan diri pada produk yang di display. Citra jiwa muda dan kekinian yang timbul dari

kesederhanaan dan kepraktisan terasa di seluruh penjuru toko.

3.2.5 Product Display

The Goods Dept melakukan variasi dalam menata produk-produknya. Pada satu meja

dan sekitarnya terdapat beberapa jenis produk. Terdapat produk pakaian, tas, aksesoris, dan

sebagainya. Display seperti itu tergolong dalam related merchandise display, dimana

menggabungkan beberapa produk berbeda dalam satu display. Produk-produk tersebut

Bagian Aksesoris The Goods Dept

Pondok Indah Mall 2

Sumber: Dokumentasi Penulis

Bagian Pakaian The Goods Dept

Pacific Place

Sumber: Dokumentasi Penulis

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 14: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

memiliki hubungan satu dengan lainnya. semuanya adalah produk-produk pria yang dapat

menjadi referensi untuk digunakan bersamaan.

Keseluruhan display yang interaktif dan santai, merupakan inovasi di lingkungan

ritel Jakarta dalam membuat display yang lebih baik dan menarik. Hal tersebut merupakan

aplikasi dari karakteristik archetypes tipe The Hero. Merupakan sebuah rekreasi ketika

memasuki dan mengitari toko The Goods Dept, karena desain interior toko yang berbeda dari

toko-toko ritel pada umumnya. Branding toko yang menampilkan citra dari nilai merek yang

berjiwa muda dan kekinian terasa pada keseluruhan interior toko, baik dari tampilan toko,

konsep interior, elemen-elemen interior toko, dan penataan produk-produknya.

The Goods Dept memiliki branding kekinian dan good product yang menjadi

panutan fesyen dan gaya hidup anak muda. Citra kekinian dan „jiwa‟ The Hero dari The

Goods Dept berdasarkan hasil kuesioner dapat disimpulkan telah sampai ke pengunjung.

Selain dikarenakan dari produk yang dijual, interior toko The Goods Dept merupakan salah

satu hal penting dalam menarik pengunjung dan menyampaikan branding The Goods Dept

secara visual. Dari studi kasus yang telah dilakukan dalam menampilkan citra dari branding

kedalam tokonya, The Goods Dept memiliki konsep gaya desain industrial yang

mencerminkan kesederhanaan, kepraktisan, dan teknologi tinggi. Namun konsep yang

sederhana tersebut diberi sentuhan estetika melalui gaya desain American Southwestern dan

display produk yang menarik. Karakteristik The Hero muncul dalam material, warna, dan

teknik pencahayaan yang digunakan. Window display dan product display yang inovatif dan

inspiratif juga mengacu pada The Hero. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut,

Display Sepatu The Goods Dept

Pondok Indah Mall 2

Sumber: Dokumentasi Penulis

Meja Pakaian The Goods Dept

Pacific Place

Sumber: Dokumentasi Penulis

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 15: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Kesimpulan Studi Kasus The Goods Dept

Prinsip Citra Archetypes

Window Display

Konsep mengikuti keadaan

dunia dengan kegiatan piknik

menunjang citra merek yang

kekinian dan berjiwa muda

Merubah orientasi bidang

adalah keberanian dan inspiratif,

sesuai dengan „jiwa‟ The Hero

Konsep Interior

Aksen American Southwestern

mengacu pada citra kekinian

dengan motif tren masa kini di

dunia fesyen

Gaya industrial mengarah pada

The Hero yang berkesan kuat,

berani, dan percaya diri

Elemen

Interior

Material

Material yang minim finishing

memberi citra muda yang

praktis dan teknis

Pemilihan material sederhana

berkesan berani dan inovatif

mengarah pada The Hero

Warna

Citra kekinian dengan kesan

teknologi tinggi dari psikologi

warna-warna netral

Warna-warna netral yang kuat

dan tegas menampilan

keberanian 'jiwa' The Hero

Cahaya

Cahaya redup memberi citra

untuk yang muda, karena untuk

penglihatan orang tua dapat

terasa terlalu gelap

Cahaya dengan lampu sorot

menunjukan kepercayaan diri

'jiwa' The Hero pada produk

Product Display

Display yang playful, variatif,

dan tidak monoton adalah citra

muda aktif dan produktif

Display interaktif dan santai

adalah inovasi yang merupakan

aplikasi The Hero

3.3 Analisa Kuesioner

Analisa melalui kuesioner dilakukan pada 12 responden yang merupakan pengunjung

dari The Goods Dept. Pengunjung yang datang ke The Goods Dept berdasarkan hasil

kuesioner berada pada kisaran umur 18 – 30 tahun, yang berdomisili Jakarta dan sekitarnya,

pada hasil kuesioner dua responden berdomisili Bekasi. Pekerjaannya adalah pelajar,

mahasiswa, pegawai swasta, dan wiraswasta yang rata-rata memiliki pengeluaran per-bulan

sekitar Rp.1.000.000 – Rp. 5.000.000. Dari hasil kuesioner atas data diri responden,

pengunjung yang datang sesuai dengan segmentasi yang diharapkan The Goods Dept.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 16: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Pengunjung berada pada masa produktif dan merupakan kelas sosial menengah

keatas. Kisaran umur 18 – 34 tahun merupakan pasar yang sangat beragam sehingga sulit

untuk dikelompokan, tetapi penawaran produk dengan desain dan nilai yang baik merupakan

daya tarik tersendiri bagi mereka. The Goods Dept memiliki daya tarik tersebut, yaitu dari

desain dan nilai yang baik atas tujuannya yang ingin memajukan pengusaha dan perancang

muda Indonesia. Pengunjung mengetahui The Goods Dept sebagai toko berisi produk lokal

dan internasional untuk anak muda dengan fesyen kekinian. The Goods Dept memiliki citra

ikon „gaul‟, „keren‟, dan kekinian.

Tujuan Pengunjung The Goods Dept

Sumber: Olahan Penulis

Ketertarikan Pengunjung The Goods Dept

Sumber: Olahan Penulis

Pengunjung The Goods Dept sebagian besar datang setiap bulan atau tidak menentu

sesuai dengan kebutuhan. Pengunjung sangat menyukai untuk melihat-lihat isi sekitar The

Goods Dept, berbelanja, dan bertemu kerabat. Selain dari produk yang dijual, faktor yang

dapat memicu dan mendukung kegiatan tersebut salah satunya yang terpenting adalah interior

toko. Dari segi interior, berdasarkan hasil kuesioner, gaya atau konsep interior merupakan hal

yang paling menarik bagi pengunjung.

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 17: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Ketertarikan Terhadap Interior The Goods Dept

Sumber: Olahan Penulis

Dari hasil kuesioner, dapat disimpulkan pengunjung The Goods Dept menangkap

kesan sederhana dari konsep industrial. Pengunjung merasakan keunikan, kekinian, dan

kreativitas interior toko. Meskipun karena kesederhanaan tersebut, beberapa pengunjung

melihat interior toko suatu hal biasa tidak ada yang istimewa. Pengunjung melihat display

produk toko menarik, cukup rapih, bagus, dan unik. Interior The Goods Dept secara

keseluruhan, berdasarkan hasil kuesioner, dirasa baik dan menunjang tujuan pengunjung

datang ke toko.

Dengan citra yang „gaul‟ dan „keren‟, dapat disimpulkan bahwa pengunjung The

Goods Dept memiliki keberanian dan kepercayaan diri saat menggunakan produk-produknya.

Branding merek yang berjiwa The Hero dirasa sampai ke pengunjung. Disimpukan juga

bahwa tampilan interior The Goods Dept menunjang citra yang ditangkap pengunjung, karena

interior toko adalah hal yang menarik bagi pengunjung setelah produk yang dijual.

4. Kesimpulan

Branding memiliki prinsip-prinsip dasar dan archetypes atau „jiwa‟ dari mereknya.

Sensory branding adalah salah satu cara dalam melakukan branding. Sensory branding dapat

merangsang imajinasi konsumen yang dapat menciptakan hubungan antara konsumen dengan

merek. Prinsip citra dari branding merupakan penggambaran esensi dan nilai sebuah merek

secara visual. Diantara beberapa sistem sensori, visual adalah sensori pertama yang memberi

respon sekitar. Gaya desain, elemen interior, dan visual merchandising dapat menampilkan

branding merek melalui citra yang dibangun secara visual. Hal ini dikarenakan, gaya desain

akan mempengaruhi pemilihan material, skema warna, pencahayaan, dan elemen pendukung

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 18: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

lainnya. Selain dari elemen interior, branding juga dipengaruhi oleh bagaimana display pada

toko, baik window display dan product display. Karakteristik-karakteristik yang ditampilkan

sebagai citra dari branding turut menggambarkan „jiwa‟ merek tersebut.

Toko The Goods Dept memiliki konsep interior yang menampilkan branding dari

mereknya, yaitu kekinian dan jiwa muda. Pengalaman visual yang tercipta dari tampilan

suasana ruang, membantu The Goods Dept dalam menampilkan nilai merek melalui aspek

yang dapat ditangkap oleh organ mata. Gaya desain indutrial dengan sentuhan American

Southwestern dirasa menampilkan citra kekinian. Elemen interior turut menunjang konsep

gaya desain tersebut, seperti material sederhana, warna netral, dan teknik pencahayaan sorot.

Ditunjang juga dengan kreativitas inovasi penataan produk yang membuat branding The

Goods Dept sesuai dengan segmentasinya, yaitu para jiwa muda yang modern dan kekinian.

Gaya desain, elemen interior, dan visual merchandising membuat konsep interior toko

semakin terasa dan mengacu pada „jiwa‟ atau archetypes merek The Goods Dept, yaitu The

Hero. Berdasarkan hasil kuesioner pada pengunjung The Goods Dept, konsumen disimpulkan

menangkap branding dari merek tersebut. Secara garis besar pengunjung menangkap citra

kekinian dan jiwa muda. Konsumen menganggap The Goods Dept adalah ikon kekinian

dalam fesyen dan gaya hidup. Selain dari produk, interior toko turut menunjang pembentukan

citra karena merupakan hal menarik bagi pengunjung.

Desain interior ritel The Goods Dept memiliki peran dalam keberhasilan merek

menyampaikan branding mereknya secara visual kepada konsumen. Hal tersebut dilakukan

dengan cara menampilkan citra dari branding melalui penggambaran visual, seperti visual

merchandising dan gaya desain yang hadir melalui elemen interior. Maka dapat dilihat

diagram berikut,

Branding menampilkan identitasnya dengan penggambaran visual melalui desain

interior yang kemudian ditangkap pengunjung. Kemudian pengunjung yang menangkap

penggambaran visual dari desain interior dapat mengetahui branding dari merek. Dengan

contoh kasus yang seperti itu, dapat disimpulkan bahwa desain interior ritel adalah aspek

penting dalam pembentukan branding secara visual terhadap sebuah merek.

PENGUNJUNG

Segmen menangkap visualisasi merek

INTERIOR

Penggambaran secara visual

BRANDING

Identitas prinsip citra dan archetypes

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 19: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

Daftar Referensi

Deasy, C. M., & Lasswell, Thomas E. (1985). Designing Places for People. New York:

Whitney Library of Design.

Healey, Matthew. (2008). What is Branding. Swiss: RotoVision SA.

Lamb, Charles W., Joseph F. Hair, & Carl McDaniel. (2011). Marketing. USA: South-

Western Cengage Learning.

Levy, Michael., & Weitz, Barton A. (2012). Retailing Management. New York: McGraw-

Hill.

Lindstorm, Martin. (2005). Brand Sense. New York: Free Press.

Mark, Margaret., & Pearson, Carol S. (2001). The Hero and The Outlaw: Building

Extraordinary Brands Through the Power of Archetypes. USA: McGraw-Hill.

Mesher, Lynne. (2010). Basic Interior Design: Retail Design. Swiss: AVA Publishing SA.

Miles, Steven. (1998). Consumerism as A Way of Life. London: Sage Publications Ltd.

Miles, Steven. (2010). Spaces for Consumption. London: Sage Publications Ltd.

Parsons, Elizabeth., & Maclaran, Pauline. (2009). Contemporary Issues in Marketing and

Consumer Behavior. Oxford: Elsevier Ltd.

Pegler, Martin M. (2012). Visual Merchandising and Displays. Canada: Fairchild Books.

Philips Lighting. (1993). Lighting Manual. Netherlands: Philips Lighting.

Piliang, Yasraf Amir. (1999). Hiper-realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LkiS.

Wortman, Camille., Elizabeth Loftus, & Charles Weaver. (1999). Psychology. USA:

McGraw-Hill.

Media Elektronik:

Hanas, Jim. (2006). Bling is The Thing. Tersedia: http://adage.com (diakses pada 8 Mei 2013)

Hasan, Dian. (2011). Retail Branding: The Pschology of Visual Merchandising. Tersedia:

http://www.slideshare.net/dianhasan/iiscm-retail-innovation-seminar-jakarta-april-8-

2011 (diakses pada 20 Mei 2013)

Larry, Dobrow. (2006). A Walk on The Mild Side. Tersedia: http://adage.com (diakses pada 8

Mei 2013)

Larry, Dobrow. (2006). Teen Angel? Kinda. Tersedia: http://adage.com (diakses pada 8 Mei

2013)

Mopidevi, RamaRao., & Lola, Sree Rama. (2013). Visual merchandising an impulsive

reinforcer of purchases leading to social imbalance: a case study on middle class

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013

Page 20: PENERAPAN DESAIN INTERIOR RITEL PADA PEMBENTUKAN …

families in Hyderabad. Tersedia: http://iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol9-

issue6/P096111122.pdf (diakses pada 20 Mei 2013)

Song, Jihung. (2010). Retail Design and Sensory Experience. Tersedia:

http://www.designresearchsociety.org/docs-procs/DRS2010/PDF/111.pdf (diakses

pada 16 Maret 2013)

Stone, Randall. Engaging Customers through Sensory Branding Tersedia:

http://www.lippincott.com/files/documents/news/SensoryBranding.pdf (diakses

pada 9 April 2013)

Tenser, James. (2006). Ageless Aging of Boom-X. Tersedia: http://adage.com (diakses pada 8

Mei 2013)

Tenser, James. (2006). New Old Won’t Go Quietly. Tersedia: http://adage.com (diakses pada

8 Mei 2013)

Tynan, A. Caroline., & Drayton, Jenifer. (1987). Market Segmentation. Tersedia:

http://itu.dk/people/petermeldgaard/B12/lektion%204/Market%20Segementation.pdf

(diakses pada 8 Mei 2013)

Ward, David., & Lasen, Marta. (2009). An Overview of Needs Theories behind Consumerism.

Tersedia: http://mpra.ub.uni-muenchen.de/13090/ (diakses pada 12 Maret 2013)

Yule, Hazel. (2012). Interior Design Styles. Tersedia:

http://www.interiordesignipedia.com/interior-design-styles.html (diakses pada 21

Mei 2013)

Situs:

http://thegoodsdept.com

http://www.jakartafashionweek.co.id

http://sea-globe.com

Penerapan desain..., Audy Daniaguitrianda Mutiarani, FT UI, 2013