penelitian geomorfologi tenggarong

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daerah penelitian terletak di daerah Jahab dan sekitarnya Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Daerah penelitian termasuk Zona Cekungan Kutai. Cekungan Kutai merupakan salah satu Cekungan besar di Indonesia yang terletak di Timur Kalimantan. Penyebaran Cekungan ini di sebelah Utara dibatasi oleh Tinggian Mangkaliat, di Selatan dibatasi oleh Tinggian Patemoster dan Pegunungan Meratus, di sebelah Timur dibatasi oleh Paparan Benua dan di Barat dibatasi oleh Tinggian Kuching. Pembentukan endapan-endapan Cekungan Kutai berlangsung dari Awal Paleogen sampai sekarang dan meliputi daerah yang sangat luas. Perkembangan Morfologi, penyebaran litologi secara vertikal dan horizontal, perkembangan Struktur Geologi pada Cekungan yang sangat luas biasanya sangat bervariasi. Litologi daerah Jahab dan sekitarnya berdasarkan peta Geologi Regional termasuk dalam Formasi Pulu Balang dan Formasi Pamaluan, sedangkan pada daerah penelitian termasuk dalam Formasi Pulu Balang. Dengan adanya penelitian geologi diharapkan mendapatkan data-data geologi yang akurat serta mengetahui secara teliti litologi yang ada, sehingga apabila ditemukan adanya endapan

description

.

Transcript of penelitian geomorfologi tenggarong

BAB I

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangDaerah penelitian terletak di daerah Jahab dan sekitarnya Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Daerah penelitian termasuk Zona Cekungan Kutai. Cekungan Kutai merupakan salah satu Cekungan besar di Indonesia yang terletak di Timur Kalimantan. Penyebaran Cekungan ini di sebelah Utara dibatasi oleh Tinggian Mangkaliat, di Selatan dibatasi oleh Tinggian Patemoster dan Pegunungan Meratus, di sebelah Timur dibatasi oleh Paparan Benua dan di Barat dibatasi oleh Tinggian Kuching. Pembentukan endapan-endapan Cekungan Kutai berlangsung dari Awal Paleogen sampai sekarang dan meliputi daerah yang sangat luas. Perkembangan Morfologi, penyebaran litologi secara vertikal dan horizontal, perkembangan Struktur Geologi pada Cekungan yang sangat luas biasanya sangat bervariasi. Litologi daerah Jahab dan sekitarnya berdasarkan peta Geologi Regional termasuk dalam Formasi Pulu Balang dan Formasi Pamaluan, sedangkan pada daerah penelitian termasuk dalam Formasi Pulu Balang.

Dengan adanya penelitian geologi diharapkan mendapatkan data-data geologi yang akurat serta mengetahui secara teliti litologi yang ada, sehingga apabila ditemukan adanya endapan alam yang berharga dapat dilanjutkan dengan penelitian yang lebih detail tentang endapan tersebut.

1.2 Maksud dan tujuanMaksud dan tujuan dilaksanakanya penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui keadaan geomorfologi daerah penelitian

Mengetahui susunan stratigtafi daerah penelitian,

Mengetahui struktur geologi yang berkembang didaerah penelitian,

Geologi sejarah daerah penelitian,

Mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah

Melatih keterampilan dalam eksplorasi

Informasi lainnya yang masih berhubungan dengan Ilmu Pengatahuan yang ada di Fakultas Teknik Geologi jurusan Geologi Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara.

1.3 Lokasi, Luas dan Kesampaian DaerahSecara administratif daerah penelitian adalah daerah Jahab dan sekitarnya Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 000 28' 00" LS - 000 29' 30" LS dan 1160 54' 30" BT - 1160 56' 00" BT, dan termasuk dalam lembar Tenggarong 1815 - 62 skala 1 : 50.000. dengan luas daerah + 7.7 km2. Kesampaian daerah penelitian berjarak + 15 km dari Kota Tenggarong ke arah Barat Daya (jalur Tenggarong Kota Bangun) dan dapat ditempuh + 10 menit dengan menggunakan kendaraan roda 2 atau 4 sampai ke jalan raya Jahab, kemudian masuk ke area penelitian + 300 meter dengan menggunakan kendaraan roda 2 atau berjalan kaki ke arah Selatan.

1.4 Kondisi Umum Daerah PenelitianDaerah penelitian kelurahan Jahab dan sekitarnya berupa daerah perbukitan dan persawahan serta berupa sungai kecil yang mengalir dari derah perbukitan menuju daerah yang lebih rendah. Daerah ini beriklim tropis.

1.5 Waktu PenelitianPenelitian lapangan di daerah Jahab dan sekitarnya dilaksanakan pada tanggal 24 November 2 Desember 2007

1.6 Metode dan Tahapan Penelitian1.6.1 Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan dengan melakukan pengumpulan data-data lapangan.

1.6.2. Tahapan PenelitianTahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian geologi daerah Jahab Kecamatan Tenggarong dan sekitarnya adalah sebagai berikut :

1.6.1.1 Tahapan PersiapanTahapan ini dilakukan agar segala tindakan yang mengacu pada kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan baik dan sistematis.

Adapun tahapan persiapan ini meliputi :

a. Mengurus administrasi sesuai dengan prosedur yang berlaku

b. Mengadakan studi tentang data-data geologi daerah penelitian secara regional dari hasil penelitian terdahulu.

c. Mempersiapkan peralatan penelitian seperti :

- Peta Lapangan

- Kompas Geologi

- GPS (Global Posisitioning System)- Palu Geologi

- Pita ukur (meteran)

- Alat tulis

- Larutan HCL

- Kantong Sampel (tas plastik)

- Kamera otomatis

- Dll

1.6.1.2. Tahapan penelitian lapanganPada tahapan ini penelitian berorientasi pada pemetaan geologi dengan tujuan utama adalah geomorfologi, Stratigrafi, struktur geologi dan litologi. Untuk memantapkan tahapan ini diperlukan tahapan kegiatan yang sistematis dan menunjang faktor diatas antara lain : orientasi lapangan, penelitian detail dan penelitian ulang.

Tahapan orientasi lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data-data sebagai berikut :

- Data geomorfologi

- Kondisi medan

- Litologi

- rencana lintasan yang akan dilaksanakan

Tahapan penelitian detail dilakukan dengan mengumpulkan data-data sebagai berikut :

- Data lereng

- Struktur geologi

- Litologi

- Analisa sampel batuan

- Pengambilan gambar singkapan dan gambar morfologi daerah penelitian

Tahapan penelirtian ulang dimaksudkan untuk memperbaiki dan melengkapi data-data sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan mendatangi lokasi lokasi yang datanya kurang lengkap.

1.6.1.3 Tahapan penulisan LaporanTahapan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh kegiatan penelitian, penulisan laporan berdasarkan pada data-data yang didapat di lapangan, hasil analisa, data-data hasil penelitian terdahulu serta data-data kepustakaan yang berhubungan dengan daerah penelitian sebagai bahan perbandingan.

Pada tahapan penulisan laporan di pergunakan peralatan-peralatan seperti :

1. Kertas gambar

2. Milimeter blok

3. Alat tulis

4. Mesin Hitung ( Calculator )

5. Komputer

1.7 Kajian PustakaBeberapa peneliti yang telah melakukan penelitian baik yang bersifat regional maupun yang berkaitan langsung dengan daerah penelitian, antara lain :

Supriatna dkk ( Bulan Mei 1978 ), dalam penelitiannya membagi fisiografi Zona Cekungan Kutai menjadi tiga zona yaitu, Zona dataran rawa di Barat, Zona Pegunungan Bergelombang ( Antiklinorium Samarinda ) di Tengah dan Zona Delta Mahakam di Timur. Dalam penelitiannya juga memuat susunan formasi penyusun stratigrafi Cekungan Kutai.

Rose dkk ( 1978 ), dalam penelitiannya menyebutkan Statigrafi Cekungan Kutai terbentuk sejak Kala Miosen. Sedimen yang diendapkan di bagian Timur tebal sekali dengan Fasies pengendapan yang berbeda-beda, sehingga banyak ditemukan nama Formasi dengan ciri litologi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Keseluruhan sedimen memperlihatkan siklus genang laut-susut laut (transgresi-regresi). Urutan regresi di Cekungan Kutai mengandung lapisan-lapisan klastik deltaik hingga paralik yang mengandung banyak lapisan batubara.

Samuel dkk (1975) dalam penelitiannya memperkirakan Cekungan Kutai terjadi karena adanya gerak pemisahan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi yang memungkinkan terjadi pada Akhir Kapur sampai Awal Paleogen. Cekungan ini di Utara dibatasi oleh tinggian Mangkaliat, di Selatan dibatasi oleh Tinggian Paternoster dan Pegunungan Meratus, di Timur dibatasi oleh Selat Makassar.

Ott (1987), mengadakan penelitian mengenai sejarah perkembangan struktur perkembangan Geologi Cekungan Kutai. Dari penelitian Ott disebutkan bahwa stuktur yang berkembang di Cekungan Kutai secara regional merupakan bagian kerangka tektonik daerah Kalimantan Timur, bahwa struktur di Cekungan Kutai dipengaruhi oleh proses pengangkatan Tinggian Kuching akibat subduction di Laut Cina Selatan yang mengakibatkan struktur lipatan, salah satunya adalah Antiklinorium Samarinda dengan arah sumbu reletif Timur-Barat Daya dimana daerah penelitian termasuk di dalamnya.

Dari uraian kajian pustaka yang dipelajari dan hubungnya dengan daerah penelitian diperoleh gambaran bahwa daerah penelitian berupa perbukitan lipatan Homoklin dengan beda tinggi 10 50 m dari permukaan laut termasuk dalam (Antiklinorium Samarinda), endapan-endapan litologi yang bervariasi didaerah penelitian.1.8 Sistematika PembahasanBab 1. Pendahuluan

Pendahuluan meliputi : latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, letak, luas, dan kesampaian daerah, waktu penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan laporan.

Bab 2. Geomorfologi

Bab 3. Stratigrafi

Bab 4. Struktur Geologi

Bab 5. Sejarah Geologi

Bab 6 Potensi Geologi

Bab 7. Kesimpulan

Daftar Pustaka. BAB II

GEOMORFOLOGI

2.1 Geomorfologi Regional Menurut Supriatna dkk (1978), secara fisiografi Zona Cekungan Kutai bagian tengah dibagi menjadi tiga, yaitu Zona dataran berawa pada bagian Barat, zona punggungan perbukitan (Antiklinorium Samarinda) pada bagian tengah dan zona Delta Mahakam pada bagian Timur, daerah penelitian terletak pada perbukitan lipatan dengan subsatuan geomorfologi struktural denudasional.

Fisiografi daerah penelitian umumnya menunjukan bentuk punggungan perbukitan dengan struktur perlipatan (Antiklinorium Samarinda)

Secara regional morfologi daerah penelitian termasuk dalam Cekungan Kutai (Nuay, 1985) Cekungan Kutai merupakan cekungan pengendapan yang berbatasan dengan Tinggian Kuching disebelah Utara, Cekungan Melawai Ketungau disebelah Barat, dan Cekungan Barito disebelah Selatan. Berdasarkan peta geomofologi lembar Samarinda edisi I 1991 oleh S. Poedjoprajitno, Suharsono dan Kamawan (1998), maka hal ini dapat dibedakan :

1. Rawa Buri (Back Swamp)

Merupakan dasar lembah cekung, lembah berbentuk U dengan jenis erosi alur, dijumpai adanya meterial organik, tanaman air, ilalang.

2. Dataran Banjir

Kondisi topografi dasar lembah, tipe erosi alur yang berbentuk U perkembangan humus terbatas, khususnya daerah aktif banjir.

3. Permatang Sungai

Terletak disebelah timur daerah penelitian lereng berbentuk cembung dengan tipe erosi alur aktifitas sungai mendatar tanah tanpa material organik dan semak belukar.

4. Kipas Alluvial

Dengan bentuk lereng cekung pola aliran subdenritik bentuk lembah V tajam, tipe erosi alur, aktifitas sungai tegak, material organik sedikit, terdiri dari semak belukar.

5. Dasar Lembah

Dengan bentuk lereng datar, tipe erosi alur, merupakan daerah akumulasi fragmen batuan yang berasal dari lereng, terdiri dari tanah hasil penumpukan material organik.

6. Gosong Pasir

Letak topografi daerah lembah, dengan jenis erosi alur, dan jarang dijumpai material organik.

7. Bukit Terisolir

Letak topografi daerah perbukitan, bentuk lereng cekung teratur, tidak dijumpai metrial organik.8. Punggungan Perbukitan

Letak topografi pada bagian tengah lembah, bentuk lereng cekung teratur, bentuk lembah U dangkal, tife erosi alur, sedikit dijumpai materil organik.

2.2 Dasar Pembagian Bentuk LahanDalam menentukan bentuk lahan geomorfologi daerah penelitian dapat disimpulkan, yaitu berdasarkan aspek :

1. Morfologi, yaitu aspek yang mempelajari relief secara umum, yaitu :

a. Morfografi, merupakan aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah, misalnya perbukitan, lembah, pegunungan dan dataran.

b. Morfometri, merupakan suatu aspek-aspek yang besifat kuantitatif dari suatu bentuk lahan seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, bentuk lahan dan relief.

2. Morfogenesa, studi mengenai geomorfologi yakni proses yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk lahan, mencakup

a. Morfo-struktur aktif berupa tenaga endogen dan struktur geologi seperti : antiklin, sinklin dan sesar

b. Morfo-struktur pasif meliputi litologi dan proses pelapukan

c. Morfo-dinamik berupa tenaga eksogen yang berhubungan degan proses air, proses angin, proses sungai dan lainya.

2.3 Geomorfologi Daerah PenelitianDaerah penelitian Jahab Kecamatan Tenggarong dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki morfologi perbukitan dan dataran (rawa).

Berdasarkan perolehan data dibeberapa tempat dijumpai bentuk lahan berupa daerah miring sampai dengan daerah curam dan dataran (Klasifikasi Van Zuidam, 1983)

Perkembangan bentuk lahan daerah Jahab Kecamatan Tenggarong dan sekitarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya struktur geologi yaitu kekar, perlipatan (Antiklinorium Samarinda) dan litologi penyusunnya.

Pembagian morfologi daerah penelitian meliputi pembagian berdasarkan kenampakan dari permukaan bumi (bentang alam) dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi selama proses pembentukan.

Faktor litologi pengontrol pada umumnya merupakan batuan berukuran butir halus sedang dengan resistensi yang rendah yang mengakibatkan pelapukan semakin intensif sejalan dengan perkembangan waktu, proses pelapukan, proses erosi, transportasi dan sedimentasi sehingga menghasilkan kenampakan bentuk lahan seperti pada daerah penelitian sekarang ini. Proses tersebut yang dominan membentuk kenampakan bentang alam di daerah penelitian yang sekarang.

2.3.1 Bentuk asal DenudasionalBentuk asal denudasional merupakan salah satu bentuk lahan yang terbentuk karena proses pelapukan dan erosi yang efektif dan kemudian diakhiri dengan proses pengendapan, pada daerah penelitian dicerminkan adanya perbukitan dan dataran.

2.3.1.1. FluvialBentuk asal fluvial berupa dataran yang terbentuk karana proses fluviatil hasil pelapukan, erosi, transportasi yang efektif. Di daerah penelitian bentuk asal fluvial ini berupa dataran alluvial, yaitu satuan bentuk lahan dataran banjir.

2.3.1.2. Subsatuan bentuk lahan Flood PlainsPenentuan bentuk lahan dataran banjir berdasarkan hasil penafsiran peta topografi, pengamatan lapangan dan pengukuran yaitu secara morfografi berupa dataran, secara morfimetri menunjukan daerah yang relatif datar sampai dengan rata dengan persen lereng 0-2% dengan beda tinggi kurang lebih 5 meter, secara morfostruktur pasif terusun oleh material lepas dengan endapan sungai berukuran pasir berupa lumpur, secara morfo-dinamis terbentuk dari proses transportasi oleh sungai/alur sungai. Satuan bentuk lahan daerah dataran menempati + 27% dari seluruh daerah penelitian.

Tabel 2.1. Dasar pembagian geomorfologi (A.K Lobeck :1931)SATUAN GEOMORFIKSUB SATUAN GEOMORFIKPEMERIAN

FluvialRiver BedsMerupakan daerah datar sampai dengan hampir datar, luas kira-kira + 27% dari seluruh daerah penelitian dengan persen lereng 0 2%, daerah berupa dataran rendah dan dataran alluvial dengan ciri-ciri litologi pasir halus dan endapan lumpur.

Denudational Denudational Slopes

and Hill (Perbukitan Homoklin)Merupakan daerah perbukitan yang mempunyai ketinggian 10 50 m dari permukaan laut, menempati + 73% daerah penelitian dengan ciri-ciri litologi batupsir halus hingga sedang, lereng miring hingga hampir curam, persen lereng 7 50%

Tabel 2.2 Dasar pembagian kelas lereng dan hubungan antara proses kemiringan dan kondisi permukaan (Van Zuidam, 1983)

Kelas LerengSifat-Sifat dan Kondisi AlamiahWarna

0 2( 0 2 % )

2 - 4

( 2 7 % )

4 8

( 7 15 % )

8 16

( 15 30 % )

16 35

( 30 70 % )

35 55

( 70 140 % )

> 55

( > 140 % )Datar hingga hampir datar. Tidak ada proses denudasi yang berarti.Agak Miring.

Pergerakan massa tanah secara perlahan dengan kecepatan yang berbeda, erosi lembar dan erosi alur. Rawan erosi.

Miring.

Hampir sama dengan diatas, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi.

Curam Menengah.

Banyak terjadi gerakan tanah, erosi dan longsoran yang bersifat mendatar.

Curam.

Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi.

Sangat Curam.

Batuan umumnya mulai tersingkap, proses denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial).

Curam Ekstrim.

Batuan tersingkap, proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas)Hijau.

Hijau Muda.

Kuning Terang

Jingga.

Merah Muda.Merah Tua.Ungu.

2.3.2 Satuan Geomorfologi Denudasional Penentuan satuan bentuk lahan Denudasional adalah hasil dari penafsiran peta geologi melalui pengamatan singkapan batuan di lapangan dan pengukuran, secara morfografi berupa perbukitan dengan jarak relatif rapat, morfometri mempunyai kemiringan lereng miring hingga curam, secara morfostruktur pasif terbentuk oleh adanya lipatan (antiklinorium samarinda), kikisan yang kuat dengan lembah dominan berbentuk U dengan lebar lembah berkisar 40 50 meter, tersusun oleh batuan sedimen berbutir halus hingga sedang, secara morfodinamis terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan proses erosi air, yang banyak terdapat di alur sungai.

2.3.2.1 Subsatuan bentuk lahan Perbukitan Homoklin Subsatuan bentuk lahan perbukitan Homoklin ditandai dengan terdapatnya arah kemiringan batuan rata-rata kearah barat laut.

2.3.2.2 Sub Satuan bentuk lahan Denudational Slopes and Hill Subsatuan bentuk lahan Denudational Slopes and Hill ditandai dengan terdapatnya daerah perbukitan yang terdapat di sebelah timur dan barat dari Flood Plains yang terdapat di membujur dari utara sampai selatan.

Foto. 2.2. Kenampakan Subsatuan Geomorfologi Struktural DenudasionalArah kamera N600/E

Berdasarkan tabel perhitungan persen lereng ( lihat lampiran 4 ) maka sub-satuan perbukitan mempunyai nilai slop 7% 50 % yang merupakan miring hingga curam (klasifikasi Van Zuidam, 1983).2.4 Pola Pengaliran Jenis Sungai2.4.1. Pola PengaliranPola pengaliran merupakan pola yang dibentuk oleh aliran air di permukaan yang dipengaruhi faktor geologi yaitu berupa litologi, kontrol struktur, dan kelerengan topografi maupun faktor iklim yang memungkinkan terdapatnya air dalam jumlah yang relatif besar. Faktor litologi sangat mempengaruhi pembentukan suatu pola pengaliran, litologi yang memiliki resistensi yang rendah umumnya terbentuk pada pola pengaliran yang kurang beraturan sebaliknya batuan yang memiliki resistensi yang lebih tinggi menghasilkan pola aliran yang tegas. Kondisi iklim sangat berpengaruh sekali dalam genesa pola pengaliran, semakin tinggi curah hujan maka semakin banyak air yang ada, kegiatan air akan teratur dalam lembah-lembah pengaliran.

Menurut Arthur Davis Howard (1966), kumpulan jalur-jalur pengaliran hingga bagian terkecilnya mengalami pelapukan atau tidak ditempati oleh sungai secara permanen.

Menurut Dessaunet (1972), susunan garis-garis alamiah yang mempunyai pola tertentu. Pada suatu daerah yang dikaitkan dengan kondisi geologi lokal dan sejarah geologinya.

Menurut William D. Thorbury (1954), merupakan penggabungan dari beberapa individu sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola dalam kesatuan ruang.

Pola pengaliran pada hakikatnya menggambarkan daerah yang relatif lunak, tempat erosi mengambil bagian dengan aktif, merupakan daerah rendah hingga air permukan dapat terkumpul dan mengalir. Adakalanya resistensi batuan relatif sama, sehingga tidak ada tempat mengalir yang tertentu dan erosi menjadi luas. Hal ini mencerminkan bahwa pola pengaliran dikendalikan oleh resistensi batuan, struktur geologi dan proses yang berlangsung didaerah tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pola aliran antara lain :

a. Kemiringan lereng d. Pembentukan pegunungan

b. Perbedaan resistensi batuan e. Proses geologi

c. Sejarah dan stadia geomorfik f. Kontrol struktur

Pembahasanan pola pengaliran meliputi aspek pola pengaliran, penyimpangan aliran, tektur pengaliran, jenis sungai berdasarkan bentuk lembah. Adapun tujuan pembahasan aspek-aspek tersebut di atas adalah untuk mengetahui hubungan antara pengeruh kendali geologi terhadap aspek pola pengaliran secara keseluruhan. Tabel 2.3 Hubungan aspek-aspek pola pengaliran dan makna geologiAspek-aspek pola pengairanMakna geologiModel

Pola pengaliranFungsi dan litologi, Struktur dan proses geologiArthur Davis Howard, 1967

Penyimpangan aliranFungsi dan resistensi batuan, struktur geologi, bidang perlapisanArthur Davis Howard, 1967

Tekstur PengairanFungsi dari litologi (ukuran butir dan permeabilitas)Way, 1968

Tempat mengalirFungsi dari proses aluvialThombury, 1954

Bentuk lembah sungaiFundi dari litologi (ukuran butir)Van Zuidam, 1983

Berdasarkan rangkaian sungai-sungai utama, cabang-cabang sungai dan alur-alur liar, menunjukan bahwa pola percabangan antara sungai dan cabang sungai yang berkembang di daerah penelitian membentuk sudut lancip yang relatif sama diseluruh daerah penelitian (Peta Pola Pengaliran).

Berdasarkan klasifikasi Howard, 1967, pola pengaliran didaerah penelitian membentuk pola aliran Sub-denritik. Pola aliran ini merupakan pencerminan dari kontrol struktural dan rekahan-rekahan kecil pengaruhnya, karena proses denudasional yang bekerja intensif. Pola aliran subdenritik merupakan ubahan dari pola denritik yang dikontrol oleh jenis geologi yang bervariasi biasanya tersusun oleh batuan sedimen butir halus sampai dengan butir sedang dengan resistensi lemah/rendah dan berkembang pada bidang perlapisan batuan. Berdasarkan tabel 2.2 diketahui bahwa pada satuan bentuk lahan perbukitan berlereng curam dan bentuk lahan perbukitan berlereng curam menengah dijumpai adanya penyimpangan aliran disebabkan oleh rensistensi batuan dan bidang perlapisan. 2.4.2 Jenis SungaiKlasifikasi Calvin F. Miler (diambil dari buku Van Zuidam, 1983), berdasarkan genesanya jenis sungai dibagi menjadi beberapa tife, yaitu :a. Sungai konsekuen Sungai yang mengalir dengan searah kemiringan lapisan.b. Sungai subsekuen Sungai yang mengalir yang arah alirannya searah dengan jurus perlapisan batuan dan membentuk lembah ssepanjang daerah lunak.c. Sungai obsekuen Sungai yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan dan berlawanan arah dengan sungai konsekuen. Umumnya merupakan cabang dari sungai sebsekuen. d. Sungai ResekuenSungai yang mengalir searah dengan kemiringan lapisan batuan dan searah dengan sungai konsekuen, tetapi cenderung baru.e. Sungai InsekuenSungai yang tidak jelas pengendaliannya. Tidak mengikuti jurus batuan dan tidak jelas mengikuti kemiringan lapisan batuan. Umumnya menyangkut sungai-sungai kecil.Dari klasifikasi Arthur Davis Howar, 1966 dan Calvin F. Miller (dari buku Van Zuidam, 1983) maka dapat disimpulkan pola aliran daerah penelitian adalah sub-denritik dengan jenis sungai Subsekuwen yang mengalir searah jurus perlapisan batuan dan sungai Obsekuen yang mengalir berlawanan arah kemiringan perlapisan batuan.2.5 Stadia GeomorfologiPada daerah penelitian stadia erosi dapat dilihat dari beberapa gejala yang nampak dari bentuk lahan yaitu dari unsur-unsur bentuk lahan yang ada meliputi bentuk yang berkelok-kelok, lembah sungai relatif lebar dengan jenis erosi yang membentuk pola alur liar dan lembah, pola ini berkembang pada satuan bentuk lahan perbukitan lipatan. Sedangkan pada satuan bentuk lahan dataran erosinya membentuk lembah.Bentuk lembah U berkembang di sebagian besar bentuk lahan. Hal ini menunjukan adanya stadia bentuk lembah yang sedang mencapai tahap lanjut dengan proses erosi yang lebih efektif dari pada proses sedimentasi.Hubungan gemorfologi dengan geologi pada daerah penelitian adalah dengan terjadinya proses erosi yang lanjut tersebut dijumpai kenampakan puncak-puncak bukit yang relatif tumpul yang secara keseluruhan membentuk lembah yang terdiri dari bukit-bukit dan sebagian kenampakan dataran. Berdasarkan uraian diatas, daerah penelitian dibagi menjadi perbukitan dan dataran, perkembangan bentuk lahan didaerah penelitian dipengaruhi oleh faktor litologi penyusun, proses-proses struktur geologi. Pola pengaliran yang berkembang dalah subdenritik dengan tekstur aliran sedang dengan stadia geomorfologi digolongkan stadia dewasa.Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dikatahui bentuk lahan daerah penelitian berhubungan dengan beberapa faktor pengontrol berupa litologi penyusun berupa litologi berupa batuan sedimen yang bervariasi ukuran butirnya (butir halus sampai sedang) dan kontrol struktur geologi didaerah penelitian berupa struktur denudasional. Pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut kan lebih jelah dibahas pada bab stratigrafi dan bab struktur daerah penelitian pada bab selanjutnya.