Penatalaksanaan Mual Muntah

download Penatalaksanaan Mual Muntah

of 10

description

sari kepustakaan

Transcript of Penatalaksanaan Mual Muntah

ACC SupervisorDr M. Riswan, Sp.PD. KHOMReading AssignmentDivisi Hemato Onkologi MedikPresentator :Dr. WahyuddinDr Maimun Syukri, Sp.PD-KGH, FINASIM

Penggunaan Anti Emetik dalam Penatalaksanaan Mual Muntah Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi

Wahyuddin, M. Riswan, Desi Salwani

Divisi Hemato Onkologi Medik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

I. PENDAHULUANKanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (malignant). Suatu kelompok sel yang mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terus-menerus (proliferasi), akibatnya adalah pembengkakan atau benjolan yang disebut tumor atau neoplasma. Sel-sel kanker ini menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Dinegara yang telah maju dan dan telah berhasil membasmi penyakit infeksi, kanker merupakan penyebab utama kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular. Di Amerika Serikat merupakan penyebab utama kematian pada wanita antara 30 54 tahun dan anak-anak antara 3-14 tahun. Badan Kesehatan dunia (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015, dengan perkiraan setiap tahunnya 12 juta diseluruh dunia orang akan menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Kejadian kanker terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang. Dari data tersebut saat ini hanya 15 persen dari 190-200 ribu penderita kanker baru di Indonesia setiap tahunnya.1,2Terapi kanker dapat dilakukan dengan cara operasi, radioterapi, kemoterapi dan kombinasinya. Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, lokal maupun metastasis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik mematikan dan membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infus, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut. Obat kemoterapi umumnya berupa kombinasi dari beberapa obat yang diberikan secara bersamaan dengan jadwal yang telah ditentukan. Beberapa efek samping yang terjadi pada kemoterapi, gangguan mual dan muntah adalah efek samping frekuensi terbesar.3 Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan mual muntah setelah kemoterapi diantaranya adalah dengan terapi farmakologik, yaitu dengan obat anti mual dan muntah sebelum dan sesudah kemoterapi (premedikasi) dan non farmakologik yaitu berupa lingkungan yang kondusif untuk tenang dan nyaman, pengaturan pemberian nutrisi dan relaksasi. Penatalaksanaan mual dan muntah yang tidak tepat dapat menghambat proses kemoterapi berikut, menurunkan tingkat kesembuhan kasus kanker, serta menimbulkan mual dan muntah tipe antisipatori yang berat. Kejadian mual dan muntah sangat bervariasi pada kasus kemoterapi sehingga peran farmasis sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan gangguan ini untuk terwujudnya terapi yang rasional (appropriate, effective, safe, dan convenient) serta meningkatkan kualitas dan umur harapan hidup pasien kanker.3

II. ETIOLOGIII.1Kanker1. Zat-Zat KarsinogenikAromatik amine dikenal sebagai penyebab kanker traktus urinarius. Benzene dianggap berhubungan dengan terjadinya leukemia akut. Jelaga batubara, anthracene, creosote dihubungkan dengan kanker kulit, larynx dan bronkhus. Asbestos sering menyebabkan mesothelioma pada pekerja tambang dan pekerja kapal. Pada pekerja yang melakukan pengecatan radium pada lempeng arloji dijumpai adanya perkembangan ke arah kanker tulang. Kanker tiroid banyak dihubungkan dengan adanya irradiasi leher pada masa anak-anak. Selain itu, bagi korban yang berhasil hidup akibat meledaknya bom atom memberi gejala ke arah leukemia. Sinar ultraviolet dianggap sebagai penyebab meningginya insidensi kanker kulit pada pelaut atau petani, yang biasanya berhubungan dengan sinar matahari secara berlebihan. Pekerja di bagian radiologi yang sering terkena X-ray mempunyai kecenderungan untuk mendapat kanker kulit. 2. RadiasiTerdapat 2 macam radiasi yaitu radiasi ionisasi (misalnya sinar X) dan non-ionisasi (sinar ultraviolet). Keduanya adalah bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik. Sinar X berasal dari tambang uranium, kosmik, alat diagnostik penyakit, alat terapi radiasi, kecelakaan nuklir, bom atom dan sampah radioaktif. Sinar ultraviolet berasal dari matahari. Risiko terkena kanker meningkat pada anak yang waktu masa fetusnya terkena radiasi sinar X dari pelvimetri ibunya atau pada anak yang sel benih ibunya sebelum kehamilan mengalami mutasi.3. VirusVirus Ebstein-Barr (EBV) suatu virus herpes adalah penyebab infectious mononucleosis dan limfoma Burkitt pada anak-anak di Afrika. Virus papiloma (HPV) subtipe 6, 8, 16 dan 18, virus herpes simplex tipe 2 dan virus cytomegal berhubungan erat dengan risiko terkena kanker serviks.4. Faktor genetikTumor masa anak yaitu retinoblastoma telah lama dipandang sebagai contoh dari kanker yang diturunkan secara dominan, tetapi tumor ini dapat juga non-herediter.5. HormonHormon dalam hal ini adalah zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh yang berfungsi mengatur kegiatan alat-alat tubuh. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormone tertentu secara berlebihan dapat menimbulkan kanker pada organ tubuh yang dipengaruhinya.6. Faktor psikogenikFaktor ini mencakup 2 bagian yaitu faktor kepribadian dan psikososial. Penyelidikan-penyelidikan terhadap hubungan kepribadian dengan kanker mendapatkan hasil yang berlawanan, misalnya tes psikologi pada wanita yang akan dibiopsi payudaranya mendapatkan emosi yang tertekan pada penderita kanker payudara. 5,6

II.2.MuntahPenyebabnya antara lain: Iritasi faring dan obstruksi parsial atau komplet saluran cerna (akibat kanker usus/di luar usus seperti asites, hepatomegoli, tumor pankreas, konstipasi, peregangan kapsul organ visera). Metabolik : hiperkalsemia, gagal ginjal, hati, dan hiponatremia. Infeksi berat (infeksi candida, herpes, lesi mukosal infeksi cytomegalovirus dan infeksi sistemik yang lain). Obat: kemoterapi, opioid, digoxin, antibiotik, radioterapi, dan seterusnya. Gangguan sistem vestibuler: infiltrasi keganasan, obat (aspirin, platinum). Pusat kortikal: faktor psikologis (kecemasan), bau, rasa kecap, peningkatan tekanan intrakarnial, iritasi meningeal.

III. PATOFISIOLOGIMuntah atau vomite atau emesis adalah keadaan akibat kontraksi otot perut yang kuat sehingga menyebabkan isi perut menjadi terdorong untuk keluar melalui mulut baik dengan maupun tanpa disertai mual terlebih dahulu. Mual dan muntah sering muncul bersama dalam berbagai kondisi, termasuk menjadi efek samping yang umum terjadi pada penggunaan obat anti neoplastik. Mual dan muntah yang terjadi setelah dilakukan kemoterapi dikenal sebagai Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV). Pada kemoterapi kanker, mual dan muntah yang diinduksi oleh obat dapat terjadi secara teratur sehingga antisipasi muntah dapat diberikan jika penderita kembali untuk berobat sebelum penderita diberi obat kemoterapi. Bila muntah tidak dapat dikontrol, perasaan tidak enak yang menyertai muntah yang diinduksi oleh obat dapat menyebabkan penderita menolak untuk menggunakan kemoterapi.7Mekanisme fisiologik yang menyebabkan terjadinya mual dan muntah ini belum seluruhnya diketahui, Koordinasi aktivitas gerakan yang kompleks dari lambung dan otot-otot abdomen terletak di pusat muntah, yang berlokasi di dalam formasi retikularis di medulla. Refleks yang menyebabkan muntah disebabkan oleh stimulasi dari reseptor pada CNS dan atau gastrointestinal. Area reseptor ini mengirim pesan pada pusat muntah di medulla, yang kemudian berkoordinasi dengan aksi muntah. Muntah yang diinduksi oleh berbagai zat kimia, obat sitostatik dan radiasi diperantai melalui CTZ (Chemoreceptors trigger zone.) CTZ juga berlokasi di medulla, berperan sebagai chemosensor dan diarahkan pada darah dan CSF. Area ini kaya akan berbagai reseptor neurotransmitter. Contoh dari reseptor-reseptor tersebut antara lain reseptor kolinergik dan histamin, dopaminergik, opiate, serotonin, neurokinin dan benzodiazepine. Agen kemoterapi, metabolitnya, atau komponen emetik lain menyebabkan mekanisme muntah melalui salah satu atau lebih dari reseptor tersebut..8,9,10Mekanisme ini didukung oleh beberapa penelitian tentang keterlibatan efek pada usus kecil bagian atas. Sel enterochromaffin usus mengeluarkan secara eksositotik radikal bebas berupa 5-hydroksitryptamin (5-HT) setelah mendapatkan kemoterapi, yang kemudian berinteraksi dengan reseptornya di terminal aferen vagal dari dinding saluran cerna. Saraf aferen vagal memproyeksikan ke belakang batang otak, terutama ke nucleus tractus solitarius (NTS), dan sedikit meluas pada area postrema (AP), yang keduanya disebut sebagai komplek dorsal vagal.7

IV. FAKTOR PENDERITA dan DERAJAT MUNTAHIV.1.Faktor Penderita1. Riwayat emesis tidak terkontrolEmesis yang sulit dikontrol sebelum penggunaan kemoterapi akan menyebabkan pasien lebih sulit untuk mengontrol emesisnya saat dilakukan kemoterapi walaupun sudah diberikan antiemesis, terutama untuk emesis yang bersifat akut.2. Konsumsi alkoholEmesis akan lebih mudah muncul pada pasien yang biasa menggunakan alkoholdalam dosis tinggi (>100 g/ hari). Semakin banyak alkohol yang dikonsumsi makanrisiko kejadian emesis akan semakin tinggi. 3. Usia Beberapa penelitian mengemukakan lebih mudah untuk mengontrol emesis pada pasien dalam usia lanjut. Pada pasien yang lebih muda biasanya ada kecendrungan untuk perkembangkan kearah reaksi distonik akut. 4. Jenis kelaminLebih sulit untuk mengontrol emesis pada wanita dari pada lakilaki yang diberikan kemoterapi yang sama termasuk dalam dosis dan frekuensi pemberiannya. 5. Motion sickness Pasien yang mengalami motion sickness biasanya lebih mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi.11

IV.2.Derajat MuntahMual dan muntah dibagi berdasarkan keparahannya (Tabel I) dan onsetnya. Berdasarkan onsetnya, mual dan muntah umumnya dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Tipe antisipatori: munculnya sebelum mulai seri kemoterapi baru akibat rangsang bau, pandangan, dan suara di ruang terapi, sering kali muncul setelah seri 3-4 karena pengalaman mual dan muntah tipe akut dan tertunda. 2. Tipe akut: munculnya 24 jam setelah kemoterapi.1,12

Tabel I. Tingkat Keparahan Mual dan Muntah19 Tingkat 1Tingkat 2Tingkat 3Tingkat 4Tingkat 5

Mual Hilang selera makan, kebiasaan makan tidak berubah Asupan makan berkurang tanpa penurunan BB bermakna; Asupan kalori dan cairan oral tak memadai; Mengancam nyawa Kematian

Cairan i.v. atau TPN perlu 24 jam Cairan i.v. tube feeding atau TPN perlu 24 jam

Muntah 1episode dalam 24jam 2-5 episode/ 24jam 6episode/24jam Mengancam nyawa Kematian

Cairan i.v. perlu 90%): antagonis serotonin peroral (bila muntah iv) dan dexametason 20 mg iv, bila sangat berat atau terjadi muntah antisipatori misalnya pada kemoterapi dengan cisplatin ditambahkan benzodiazepin (lorazepam); mual dan muntah frekuensi sedang dapat dipilih salah satu dari metoklopramid, domperidon, atau dexametason po; mual dan muntah frekuensi rendah pemberian anti mual dan muntah hanya bila perlu.8Berikut ini adalah manajemen untuk keparahan mual muntah berdasarkan tingkatan agen kemoterapi:20 1. Resiko muntah beratKombinasi 5-HT3 reseptor antagonis (antagonis serotonin), deksametason, aprepitant direkomendasikan penggunaannya sebelum pemberian agen kemoterapi yang diasosiasikan dengan emetik resiko tinggi. Muntah tipe tertunda (delayed emesis) terjadi kira-kira pada 90% pasien yang diobati dengan cisplatin tanpa pemberian antiemetik sebelumnya. Pasien yang menerima kemoterapi dengan potensial emetik level tinggi harus menerima kombinasi aprepitant pada hari ke 2-3 dan deksametason pada hari 2-4.2. Resiko muntah sedangPada pasien yang menerima pengobatan dengan antrasiklin dan siklofosfamid, kombinasi 5-HT3-reseptor antagonis, deksametason, dan aprepitant direkomendasikan penggunaannya sebelum kemoterapi. Setelah menjalani kemoterapi dapat diberikan aprepitant pada hari ke 2 dan 3 atau deksametason pada hari 2 dan 3. Untuk regimen lain selain agen kemoterapi diatas dapat diberikan 5-HT3-reseptor antagonis dan deksametason sebelum kemoterapi. Kemudian diberikan 5-HT3-reseptor antagonis atau deksametason pada hari 2 dan 3 setelah menjalani kemoterapi. Karena regimen kemoteapi antrasiklin dan siklofosfamid mempunyai potensial emetik menengah untuk delayed emesis, maka aprepitant juga harus diberikan pada hari 2 dan 3.3. Resiko muntah ringanDosis tunggal deksametason sebelum kemoterapi direkomendasikan untuk agen-agen yang berhubungan dengan emesis resiko rendah. Dosis tunggal antagonis dopamin dapat digunakan sebagai pilihan lain untuk pencegahan.Tidak ada profilaksis rutin yang diindikasikan untuk delayed emesis.4. Resiko muntah minimalTidak ada profilaksis rutin untuk tipe muntah akut atau tertunda dibutuhkan untuk agen kemoterapi yang berhubungan dengan muntah resiko minimal

VII. DAFTAR PUSTAKA1. Grunberg S, Adam N, Gralla R. Management of Nausea and Vomiting. In : Cancer management.14th ed. Cancernetwork 2011;6-7.2. International Union Against Cancer/UICC, 2009. http://www.uicc.org/today-world-cancer-day-2014. [Accessed 12 Februari 2014].3. Cancer Consultant, 2005, Managing Side Effects Treatment & Prevention, Nausea and Vomiting, http://patient.cancerconsultants.com/supportive_treatment.aspx?id=992, [Accessed 12 Februari 2014].4. Schnell FM. Chemotherapy - induced nausea and vomiting : the importance of acute antiemetic control. The Oncologist 2003;8:187-98.5. Giovannucci E. Calcium and fructose intake in relation to risk of prostate cancer. Cancer Research 1998;58 : 443-6.6. Zahm SH. Use of hair coloring products and the risk of lymphoma, multiple myeloma and chronic lymphocytic leukemia. Am J Publ Health1992:82:990-6.7. Goodin S, Cunningham R. 5-HT3- receptor antagonist for the treatment of nausea and vomiting : A reappraisal of their side-effect profile. The Oncologist 2002;7: 424-36.8. Adeleide Royal Hospital, 2004, Medical Oncology Treatment Policy Guidelines 2004, 8th Ed. http://www.rah.sa.gov.au/download/chemotherapy_guidelines.pdf., Accessed March 1, 2005. 9. Berkery, R., Cleri LB, Skarin AT, 1997, Oncology Pocket Guide to Chemotherapy, 3rd Ed., Mosby-Wolfe, Mosby-Year Book, Inc. , St. Louis.10. Tehuteru, Edi S. 2007. Tatalaksana Muntah Bagi Anak yang Menjalani Kemoterapi. [Accessed 12 Februari 2014]. From http://www.dharmais.co.id11. Japaries, Willie. (2007). Pencegahan Dan Terapi ,Kanker dengan kombinasi herbal Indonesia dan traditional Chinese Medicine. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 12. Berkery, R., Cleri LB, Skarin AT, 1997, Oncology Pocket Guide to Chemotherapy, 3rd Ed., Mosby-Wolfe, Mosby-Year Book, Inc. , St. Louis.13. Hesketh JP. Defining the emetogenicity of cancer chemotherapy regimen: relevance to clinical practice. The Oncologist 1999; 4: 191-196.14. Ettinger DS, Armstrong DK, Barbour S, Berger MJ, Bierman PJ, Bradbury B, et al. Antiemesis. J Natl Compr Canc Netw 2009; 7:572-95.15. National Comprehensive Cancer Network and American Cancer Society. Nausea and vomiting : Treatment guidelines for patients with cancer {Version I.2. 2014}. Retrieved February 21, 2014, from http://www.cancer.org/downloads/CRI/ NCCN _ Nausea.pdf.16. National Comprehensive Cancer Network. Antiemesis.NCCN clinical practice guidelines in oncology (NCCN guidelines). Version I.2011. NCCN.org, from www.medicine.wisc.edu/~williams/antiemesis.pdf.17. American Pharmacists Association. Management of chemotherapy-induced nausea and vomiting. In:Drug information handbook for oncology. 8th ed. Ohio:Lexi Comp;2010.p.1434- 44.18. European Society for Medical Oncology. ESMO minimum clinical recommendation for prophylaxis of chemotherapy induced nausea and vomiting. Ann Onc 2005; 1-3.19. National Cancer Institute (NCI). 2006. Supportive Care Statement for Health Professional, Nausea and Vomiting. [Accessed 15 Februari 2014], from http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062747.html20. Hesketh, Paul J. 2008. Drug Therapy; Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. from http://content.nejm.org/cgi/reprint/358/23/2482.pdf. [Accessed 15 Februari 2014] 10