Penaklukan Persia dan Difusi Kebudayaan Hellenis di Asia

download Penaklukan Persia dan Difusi Kebudayaan Hellenis di Asia

of 10

description

Mengenai Penaklukan Persia dan Difusi Kebudayaan Hellenis di Asia

Transcript of Penaklukan Persia dan Difusi Kebudayaan Hellenis di Asia

Sejarah AsiaTakluknya Persia dan Difusi Kebudayaan Hellenis di Asia 499-221 SM

Disusun OlehYuanita Wahyu Pratiwi13/347932/SA/16946

Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Gadjah MadaPendahuluanDaerah Asia Kecil merupakan sebuah bagian dari dunia yang tak henti bergolak setelah imperialisme paling awal dilancarkan umat manusia. Sejak menjadi bagian dari perluasan wilayah peradaban Mesir, ia terus mengalami menjadi bagian dari kekuasaan-kekuasaan lain dari mulai kekuasaan orang Het, Israel, Assyria, Babilonia, Persia, Makedonia, sampai ke kolonialisasi Eropa menjelang abad 20. Wilayahnya yang menjadi batas utama antara Barat dan Timur sekaligus sebagai pintu yang mempertemukan keduanya, diperkirakan menjadi alasan paling umum selain daripada faktor-faktor lainnya yang tak bisa serta merta digeneralisasikan.Dari keseluruhan imperialisme diatas, transisi antara imperialisme Persia ke Makedonia atau secara umum bisa dikatakan Yunani, saya kira cukup menarik untuk disoroti. Selain karena merupakan kali pertamanya imperialisme dari Barat mencapai wilayah ini, yang dikalahkan dominasinya oleh Yunani bukanlah sekedar kerajaan atau kesukuan kuno yang kecil melainkan Persia, sebuah kekuasaan paling besar pada masa itu. Persia yang pengaruhnya terbentang dari Afrika utara sampai lembah sungai Indus dan berdiri stabil untuk beberapa lama. Mereka bahkan amat disegani oleh daerah-daerah taklukanya dan dianggap sebagai pembebas dari rezim sebelumnya yang penuh kukungan dan kekerasan. Seperti soal Agama, dimana kebebasan untuk memeluk Agama di Persia amat dijamin. Pemerintahnya tak memaksakan untuk menganut suatu jenis Agama tertentu, bahkan tidak mencampuri urusan rumah tangga politik kerajaan-kerajaan yang sudah tunduk padanya. Penguasa Persia cukup menjadi pengawas yang sangat tolerir dan hasilnya adalah sebuah kekuasaan super luas dengan stabilitas yang amat baik.Sedangkan pada masa itu, bangsa tandingannya masih Barbar. Sang lawan dari Barat, Yunani, sedang berusaha membangun kembali peradaban dari reruntuhan peradaban yang telah Persia hancurkan dan kekuasaannya yang terpecah-pecah kedalam konsep negara kota. Antara satu negara kota dengan yang lain, sering kali tidak akur, mengalami perselisihan, masalah tertentu, dan lain sebagainya. Hal ini memicu banyak perang saudara atau paling tidak, ketidak harmonisan hubungan sehari-hari antara satu negara dengan lainnya, dan tentunya, ringkihnya persatuan diantara mereka. Penaklukan oleh Yunani yang kemudian terjadi membawa pengaruh yang sangat besar. Bukan hanya soal dimana pemimpin dan cara pimpinnya berganti total, melainkan juga penetrasi kebudayaan baru dalam kebudayaan lokal di wilayah taklukan Yunani dan sekitarnya. Kebudayaan yang dibawa Yunani ini kita kenal sebagai kebudayaan Hellenis. Berasal dari kata Hellas yakni istilah yang dipakai secara tradisional oleh orang Yunani untuk menyebutkan nama etnik mereka.[footnoteRef:1] Istilah ini pertama kali digunakan oleh Johan Gustav Droysen, seorang ahli sejarah dari Jerman, untuk menjelaskan penyebaran peradaban Yunani pada bangsa bukan Yunani yang ditaklukan oleh Aleksander Agung. Kebudayaan Hellenis ini kemudian tersebar sangat luas bahkan lebih daripada wilayah yang sebelumnya berada dibawah pengaruh Persia. Dikatakan Hellenistic diffusion sampai hingga ke Asia Tengah dan bagian barat Cina, dimana bukan hanya sampai sebagai produk, melainkan juga mentahan pola pikir yang setelah melalui filtrasi lokal jenius akan sedikit banyak mempengaruhi kebudayaan asli. Karena mengakar, bukti peradaban ini masih bisa ditemui hingga sekarang. [1: Calvin J. Roetzel. The World that Shape the New Testament. London: SCM, 1987. Hal.2-3.]

Meski diawali dengan penaklukan terhadap Persia, Aleksander Agung adalah seorang ambisius yang berambisi untuk menyatukan seluruh dunia dibawah kekuasaannya. Pada masa ini, penggambaran pasti mengenai seberapa luas dunia dan berapa persen luas darinya yang dihuni manusia memang belum diketahui, namun bagaimanapun kekuasaan yang dicapai oleh Aleksander Agung adalah yang terluas, bahkan tak ada tandingannya hingga saat ini jika mengingat bagaimana penaklukannya berlangsung sangat cepat. Daerah kekuasaan yang diwariskan kepadanya, berlipat ganda menjadi 50 kalinya hanya dalam 13 tahun. Asia sendiri merupakan benua yang terkena dampak perluasan budaya Helenis sebagai akibat dari penaklukan Aleksander. Padahal sebelum itu, Asia dihuni oleh berbagai jenis masyarakat dengan kebudayaan dan garis peradabannya tersendiri. Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas, mengenai seberapa stabilnya Persia, betapa kekacauan sering melanda Yunani, bagaimana konsep negara-kota membuat wilayah ini terpecah belah dan saling menjatuhkan, dan betapa influentalnya penaklukan serta difusi kebudayaan yang mereka lancarkan di kemudian hari dilihat dari bukti-bukti sejarah dan dampaknya yang masih bisa ditelusuri hingga sekarang, dapat disimpulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.1. Bagaimana kontak antara Yunani dan Persia sampai terjadinya perang dan penaklukan terhadap Persia?2. Faktor apa yang dapat membuat kekuasaan dengan kondisi seperti Yunani dapat menaklukan Persia yang dikenal stabil dan dapat mengayomi daerah taklukannya dengan baik?3. Apakah budaya Hellenis itu?4. Bagaimana proses penyebarannya, seberapa luas pengaruhnya, dan seberapa besar pengaruhnya pada kebudayaan lokal?***

Kerajaan Persia Pertama dan Proses Runtuhnya oleh YunaniMasa-masa dimana Levant berada dibawah kerajaan Persia dikenal damai. Rakyatnya merasa amat terlindungi, terlebih setelah militerisme rezim sebelumnya yakni Assyriakhususnya pada periode terakhirnya yang demikian menimbulkan kesengsaraan dan trauma mendalam bagi semua korbannya, termasuk rakyat Assyria itu sendiri. Tak ada perlawanan yang berarti karena sifat kekuasaan Persia yang tidak mencampuri urusan kerajaan-kerajaan kecil lokal dan lebih memilih mengambil kontrol atas mereka dengan tetap menjaga jarak untuk memberi mereka ruang tersendiri dalam kekuasaannya. Untuk melindungi wilayah kekuasaannya, Persia memastikan bahwa gangguan dari sainganna kala itu, Yunani, tidak sampai mengganggu stabilitas mereka. Mereka kemudian membuat perjanjian dengan Kartago untuk sama-sama memusuhi Yunani.Toleransi tinggi baik dalam politik maupun agama yang diberlakukan raja Persia menarik perhatian bangsa-bangsa yang masih berjibaku dengan perlawanan terhadap kekuasaan sebelumnya yakni Assyria dan Babilonia untuk lebih memilih bergabung dengan Persia. Salah satu dari mereka adalah orang-orang Syria. Orang Yahudi Babilonia juga menjadi sekutu Persia. Masalah mereka disebabkan karena orang-orang Babilonia non-Yahudi mengusir mereka. Dikarenakan mereka adalah minoritas lokal di Persophile dan penting keberadaannya bagi Persia, Raja Persia sangat menyambut baik mereka. Meskipun Cyrus II telah dengan bijak bermaksud tetap menghormati amour propore bangsa Babilonia, ia tetap memberi harapan kepada orang-orang Yunani ini untuk kembali ke kuil mereka di Jerusalem. Hubungan baik Persia dengan orang-orang Aramae, Yahudi, dan Fenisia membuat bahasa Aramaic berkembang luas di wilayah Persia. Bahasa ini segera menempati posisi sebagai bahasa sehari-hari menggantikan bahasa Ibrani yang lebih utama digunakan sebagai bahasa tulisan. Meskipun demikian, Babilonia, Mesir, dan Yunani adalah wilayah yang tak selalu rukun-rukun dengan penguasa Persia. Orang-orang Babilonia yang telah ditaklukan sempat melakukan dua kali pemberontakan pada 522 dan 484 SM. Pada pemberontakan keduanya, Persia benar-benar menghancurkan Babilonia sehingga mereka tidak lagi berdaya sampai akhirnya nanti dibebaskan oleh Aleksander Agung. Persia memperjuangkan Babilonia karena merupakan titik sentral dalam jaringan komunikasi darat internal kerajaan Persia.[footnoteRef:2] [2: Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 250 ]

Namun pada masa kekuasaan Nehemiah dan Ezra, Persia melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Toleransi yang sudah dibangun untuk membesarkan dan menjaga stabilitas kekuasaan selama ini, diabaikan. Persia yang sedianya tidak memihak pada orang-orang Babilonia, Elephantine, maupun Samaritan yang menyembah Yahweh, pada masa ini melakukan diskriminasi agama dan sosial terhadap semua komunitas ini termasuk am ha-aertz Judean (penduduk wilayah itu, yakni kaum tani yang masih bertahan hidup).[footnoteRef:3] Padahal, dalam kasus ini, toleransi dan perlakuan sama terhadap semua agama yang ada membuka kemungkinan perkawinan campuran. Perkawinan campuran ini yang merobohkan dinding-dinding eksklusivitas antar agama, maka dapat terciptalah sebuah persatuan. Namun Nehemiah dan Ezra melarang perkawinan campuran, bahkan melakukan pengucilan terhadap orang-orang Yahudi Judaean yang melakukannya. Dan pengingkaran terhadap salah satu aturan terpenting yang dimiliki oleh Persia ini telah membawa konsekuensi-konsekuensi yang besar yang amat menciderai stabilitas yang telah dirintis sejak lama. [3: Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 252]

Sementara Persia bergejolak, Yunani yang sebelumnya justru penuh gejolak mulai mengalami pencerahan. Pada dasarnya, dua perbedaan paling mencolok pada dua kelompok yang terikat dalam masing-masing institusi politik yang sejaman ini berada pada pola kepercayaan mereka. Penguasa Persia sampai sebelum Nehemiah dan Ezra yang menjunjung tinggi kepentingan beragama menyediakan lahan subur bagi tersebar luasnya ajaran Yahudi. Menurut Wells, setelah kejatuhan Tyre, Sidon, Kartago, dan kota-kota Funisia di Spanyol, orang-orang Funisia mendadak menghilang, dan pada saat yang sama, dapat ditemukan sangat banyak komunitas orang Yahudi, dimanapun tempat dimana orang Funisia pernah tinggal.[footnoteRef:4] Sedangkan orang Yunani terpusat pada dewa-dewa khayalan yang memegang kekuasaan tertinggi di negara kota tersebut. Karena perbedaan inilah, mereka saling bentrok untuk mengalahkan demi menjadi yang tertinggi diantara yang lain. Pada tahun 499 SM, kekaisaran Persia-Yunani-Asia memberontak didukung oleh dua negara kota yakni Athena dan Eretria. Konfrontasi ini berlanjut hingga 330 SM dan didalamnya hanya ada dua periode singkat terbentuknya persekutan antar beberapa negara kota Yunani untuk melawan Persia yakni selama 2 tahun pada 480-479, dan 8 bulan pada 337-330 SM. Pada periode pertama, pasukan Persia dapat dipukul mundur, bahkan pada periode selanjutnya, keadaan berbalik dan Yunanilah yang justru datang menginvasi dan menaklukan kerajaan Persia. Jeda panjang diantara dua penyerangan inilah yang membuat kekaisaran Persia memiliki waktu cukup untuk menghasilkan efek yang influental dan berjangka panjang dalam bidang keagamaan dan kebudayaan. [4: Wells, H.G. A Short History of The World. Yogyakarta: Indoliterasi, 2013. hal. 86 ]

Pada pemberontakan Yunani-Asia yang berlangsung selama 6 tahun, Persia sadar bahwa mereka belum mengamankan perbatasan bagian barat daya mereka yang lemah. Akhirnya dibuatlah perjanjian anti Yunani dengan Kartago sebagai langkah awal. Dengan demikian, Persia merasa harus pula menguasai penuh pesisir baratnya selagi juga menjaga pesisir timur laut Angea yang menjadi celah fatal yang bisa ditembus Yunani kapan saja. Keadaan ini sekaligus menjelaskan bahwa mereka memang harus menguasai keseluruhan dunia Hellenis untuk semakin memperkuat kekuasaannya.Penaklukan lain terus terjadi baik antara sesama negara kota maupun kesatuan yang berusaha menghancurkan dominasi Persia. Puncaknya berada pada 431 SM, ketika Athena dan Sparta terlibat dalam sebuah pertarungan untuk saling menjatuhkan. Kekaisaran Athena dikalahkan oleh Sparta pada 405 SM, tapi segera Sparta yang menggantikannya dijatuhkan oleh Makedonia pada 371 SM. Kekuasaan baru berada di tangan Makedonia dibawah Philip II yang kemudian membentuk liga Corinth. Tentara Makedonia yang terlatih tela tiba di Asia pada 336 SM, akan tetapi Phillip dibunuh di puncak kariernya. Semenjak ini, tampuk keuasaan diwariskan pada putranya, Aleksander. Pada tahun 334 SM, ia menaklukan Dardanella dan dilanjutkan dengan kemenangan besar yakni penaklukan terhadap Persia pada 330 SM.

Peta Perang Yunani-Persia 500-479 SM

Makedonia yang menjadi asal dari Aleksander dan ayahnya jugalah merupakan bagian dari Yunani, tapi letaknya yang berbatasan langsung dengan Persia dan jauh dari pusat pusat budaya Hellenis, membuat mereka tidak akrab dengan kehidupan dan gaya hidup negara kota. Pengaruh dan mentalitas prinsip negara-kota bagi hubungan internasional sangat buruk dan inilah yang dilihat Phillip II sebagai peluang. ***

Kebudayaan Hellenis dan KemegahannyaPada periode 478-438 SM, dunia Hellenis memang sedang mengalami keterpurukan dalam urusan politik, tapi mereka gemilang soal kebudayaan. Pada masa ini, hidup seorang Pericles, seorang pria dengan kekuatan mental besar dan pemikiran luas yang mendominasi kebudayaan berpikir di Athenapusat dunia Hellenis saat itu. Ia bertekad untuk membangun kembali Athena yang telah dileburkan oleh pasukan Persia. Reruntuhan di Athena yang kita temui sekarang adalah hasil dari usaha keras ini. Pericles adalah seorang kritis, sedang sejak waktu lama, disana telah membudaya keahlian berdiskusi. Keahlian berdiskusi tentu harus disokong dengan pemahaman mendalam dan pengetahuan yang luas. Karenanya kecakapan berbicara dan argumen yang kuat menjadi prestasi yang sangat didambakan pada saat itu, lebih daripada kritisme sendiri. Kebiasaan ini melahirkan sebuah kelas tertentu yakni Kaum Sofiskaum para pendebat. Dikarenakan semakin maraknya seni debat ini, semakin banyak orang yang tertarik masuk kedalam kelas para Sofis. Perkembangannya pun tidak lagi merupakan elevasi vertikal terhadap kualitas argumen, melainkan semakin menurun. Semakin lama, orang semakin mempercakap gaya bicara, tanpa menyeimbangkannya dengan pengetahuan dan pemahaman, dan seni berdiskusi ini pun semakin hanyut jauh dari kritisme. Setelah Pericles wafat, kedudukannya diambil alih oleh seorang anak muda yang merupakan salah satu muridnyaSokrates. Sokrates mewarisi kritisme Pericles dan sedang menonjol sebagai seorang yang piawai sebagai kritikus yang sifatnya serinkali mengoreksi argumen argumen yang buruk dan seringkali, argumen para Sofis-lah yang buruk. Karena kritisme-nya yang dimaknai salah, Sokrates dihukum mati pada 399 SM sebab dianggap mengganggu pikiran rakyat.Sebelum dihukum mati, Sokrates telah mewariskan pemikirannya kepada murid-muridnya, salah satunya ialah Plato. Plato dikenal sebagai orang pertama yang menulis mengenai Utopia, yakni rencana mengenai suatu komunitas yang berbeda dan lebih baik dari komunitas yang sudah ada.[footnoteRef:5] Plato membuka pemahaman baru terhadap manusia dan kedudukannya. Menurut Plato, manusia dapat mengendalikan takdirnya. Sebagian besar penyakit sosial dan politis yang anda derita ada di bawah kendali anda, anda hanya membutuhkan kemauan dan keberanian untuk mengubahnya. Anda dapat hidup dengan cara yang lain yang lebih bijaksana jika anda memilih memikirkan dan mengerjakannya. Anda belum menyadari kekuatan anda sendiri. demikian yang diungkapkan Plato. Pada masanya, ini adalah ajaran yang paling berani. [5: Wells, H.G. A Short History of The World. Yogyakarta: Indoliterasi, 2013. hal. 100]

Pewaris tradisi pemikiran kritis selanjutnya adalah Aristoteles yang merupakan murid dari Plato. Aristoteles mengilhami inspirasi dari Plato, tapi ia memasukkan unsur yang kemudian menjadi dasar peletakan pondasi keilmuan modern yakni logika. Menurut Aristoteles, ada yang harus dilengkapi dari pemikiran Plato, bahwasanya, sebelum seseorang merubah takdirnya, ia terlebih dahulu harus mengetahui dan menguasai pengertian mengenai banyak hal. Manusia membutuhkan pengetahuan yang banyak dan akurat. Karena kesadaran inilah, Aristoteles yang kemudian menjadi guru pribadi Aleksander ini melakukan berbagai usaha eksplorasi keilmuan seperti mengirim para penjelajah untuk mengumpulkan fakta-fakta. Orang-orang ini merupakan pemikir yang nyaris menembus batas menuju pemikiran modern. Metode pemikiran kuno yang mirip yang dimiliki anak-anak, penuh dengan khayalan dan kukungan-kukungan yang sifatnya konservatif dan anti-kritis perlahan dirobohkan. Disinilah era pemikiran bebas telah dimulai. Selain daripada mengenai budaya pemikiran, di ranah Hellenis, berkembang pula seni pertunjukan, arsitektur, dan lain sebagainya. Pericles sendiri juga merupakan seorang yang cukup berpengaruh dalam bidang arsitektur. Sedang Sopocles dipilih sebagai salah seorang biasa yang dikumpulkan untuk tujuan menggagalkan usaha yang dilakukan oleh sekutu Athena untuk melepaskan ikatan dari Athena pada tahun 440 SM karena dramanya.Sekolah sekolah juga banyak ditemui sejak abad ke 5 SM. Salah satu kota Yunani-Italia, yakni Elea, adalah tempat sekolah filsuf Yunani Monis yang didirikan oleh Parmenicles (515-445 SM) dan Zeno (490-420 SM) berada. Selain itu terdapat pula sekolah-sekolah Sofis yang membuat dengan cepat banyak Sofis bermunculan dari berbagai penjuru Yunani untuk datang kebanyakan ke Athena, karena Athena adalah negara kota yang paling kuat pada saat itu.[footnoteRef:6] [6: Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 hal. 264]

Kontribusi Athena terhadap kebudayaan helenis yang paling terkenal adalah dalam bidang drama, filosofi, dan pelukisan vas. Drama yang terkenal di pusat dunia Hellenis ini adalah Drama Attic yang menampilkan yang dapat diterima baik oleh publik karena mereka menghadirkannya dari suatu materi primitif yang religius dan tidak menyajikan suatu drama yang mengetengahkan masalah dan parade sejarah kehidupan manusia. Dimainkan dengan memadukan peran para aktor sebagai orang-orang dari abad ke 8 SM yang merupakan nabi-nabi Israel atau Judah dengan musik. Sementara untuk tembikar, pelukis vas terus menguasai pasar sejak abad ke 5.

Persebaran Kebudayaan HellenisMeskipun Aleksander adalah seorang Makedonia, dan Makedonia bukanlah merupakan bagian dari pusat berkembangnya kebudayaan Hellenis, kebudayaan inilah yang dibawa sebagai antitesis dari penaklukannya. Salah satu penyebabnya adalah selain liga Corinth yang dibawahi Phillip II, lalu Aleksander adalah sebuah liga yang beranggotakan banyak negara kota Yunani, bahkan Athena dan Sparta, bahasa yang digunakan orang-onrang di Makedonia juga hampir persis dengan orang-orang Yunani pada umumnya. Disamping itu, Phillip II, orang yang memiliki ide revolusioner untuk menyatukan Yunani dibawah mandatnya adalah mantan sandera di Athena. Selama ditawan, ia mendapatkan pendidikan Yunani secara menyeluruh dan mungkin terilhami oleh ide-ide Herodotus bahwasanya Negeri Yunani harus bersatu untuk menaklukan Asia.Tahun 334 SM bukanlah waktu dimulainya persebaran kebudayaan Hellenis, karena sebenarnya, kebudayaan ini telah terbentuk dan tersebar sejak 4 abad sebelumnya. Yang kemudian membuat berbeda adalah, semenjak penaklukan atas Persia, kebudayaan ini mengalami penyebaran secara sadar oleh Yunani. Kebudayaan Hellenis yang kemudian tercipta pun, memiliki beberapa perbedaan dengan Hellenis murni di Yunani, karena seperti yang dikatakan Gustav Droysen, Hellenis kemudian dimaknai sebagai kebudayaan yang tercipta atas pengaruh kuat dari Yunani, dengan penyesuaian, sinkretisasi, dan peleburan dengan budaya-budaya lokal yang ada jauh sebelumnya.Ketika Yunani menguasai wilayah dari Mesir hingga sebagian Asia, dapat diartikan mereka menguasai peradaban yang jauh lebih tua. Bahkan, dalam beberapa sisi dapat dikatakan lebih maju dari mereka.[footnoteRef:7] Karena itu, Aleksander dan pasukannya dihadapkan kepada dua pilihan untuk pertama; menumbuhkan superioritas atas daerah taklukannya dan menjadikan mereka sapi perah dari kasta rendah, atau hidup bersama dalam satu strata sosial yang tiada berbeda. Meskipun guru Aleksander, seorang Aristoteles, mengatakan sebuah pernyataan yang tidak ilmiah soal bahwa bangsa Yunani ditakdirkan untuk menjadi tuan bagi rakyat ras lain, Aleksander berpegang pada nilai-nilai yang sifatnya toleratif sebagaimana yang dulu diberlakukan Persia. [7: McKay P. John, Hill, Buckler. A History of World Societies. USA: Houghton Mifflin Company, 1992. Hal. 150]

Aleksander mendukung persamaan derajat dalam kepemimpinannya yang singkat. Ia bahkan merayakan festival perdamaian dan mengatur serta mendukung penuh pernikahan-pernikahan para elitnya dengan perempuan-perempuan Asia dari daerah taklukannya. Karena dari sinilah kebudayaan yang kuat akan mengakar. Mereka akan menghasilkan keluarga, dan keluarga itu adalah keluarga yang memiliki paham yang tersinkretisasikan antara Hellenis dan lokal. Menciptakan sebuah perpaduan yang sepenuhnya baru, karena satu sama lain tidak berusaha menjadi dominan atau resesif, melainkan saling mempengaruhi secara seimbang. Kebijakan yang berdasar pada persamaan derajat ini kemudian dilanjutkan oleh Seleukus I, pewaris utama Aleksander yang mendapatkan daerah paling luas dari penaklukan Persia.Persebaran ini dimulai sejak penaklukan fase pertama Aleksander sampai tahun 332 SM yakni keseluruhan Yunani, Asia Minor, Issus, Tye, Memphis, Alexandria, dan Siwa. Lalu dilanjutkan sampai pada 330 SM melewati ibukota Persia yakni Susa dan mencapai Persepolis. Puncaknya pada 326 SM kekuasaan terjauh yang berhasil dicapai Aleksander dan pasukannya adalah Lembah Indus, tapi tidak sampai ke Hifasis, karena di wilayah ini mereka mengalami pertempuran hebat melawan Porus, seorang raja India yang pasukannya dilengkapi gajah. Ia kemudian kembali ke Susa, lalu mati muda pada 323 SM karena suatu sebab yang masih dalam perdebatan.Setelah kematian Aleksander, difusi Hellenis masih terus berlanjut selama Yunani masih memiliki kekuatan yang stabil di daerah taklukannya. Mereka membangun kota-kota kecil di pesisir dengan arsitektur Yunani dan menggunakan bahasa Yunani sebagai pengantar komunikasinya. Bahkan Yunani pernah mencatatkan sebuah sejarah intelektual mutakhir di Aleksandria berupa sebuah perpustakaan tertua di dunia yang merefleksikan tingginya kesadaran intelektual mereka. Namun perpustakaan ini akhirnya mengalami kendala soal teknologi pengarsipan dan mundur dalam dinamikanya menghadapi perkembangan zaman. Unsur-unsur berbau Hellenis dapat terlihat dari konsep tata kota, kemiliteran, seni, pendidikan, maupun penataan pemerintahan. Pengaruhnya menyeluruh, bahkan sampai ke negeri-negeri yang agak ke timur seperti India, dan Cina. Ini dapat terlihat jelas pada banyaknya patung-patung Buddha yang digambarkan seperti Dewa Apollo, konsep Bodhisattva juga terndikasi merupakan pengaruh Hellenisme yang merujuk pada para pahlawan Dewa Yunani, bahkan ritual Mahayana mirip ritual Yunani kuno yakni dengan membakar dupa, menaruh sesaji makanan, dan memberi bunga-bunga.Akan tetapi, dunia Hellenis yang cemerlang ini kemudian diserang oleh serbuan dari utara yang kita kenal dengan orang-orang Gaul atau barbar Nordik Baru. Mereka menghancurkan, merampok, dan memusnahkan semua milik Yunani. Orang-orang Romawi juga menyerang di Italia dan menaklukan secara berangsur-angsur semua paruh barat wilayah yang sangat luas dari kekuasaan Aleksander. Mereka pada Romawi adalah bangsa yang cakap namun tidak imajinatif, dan lebih menyukai hukum dan keuntungan daripada seni. Hampir bertolak belakang dengan Yunani. Lalu adapula orang nomad dari Timur Laut yang berkulit kuning dan berambut hitamMongol. Meski hancur, penetrasi kebudayaan yang dilakukan Yunani telah mengakar dan menyejarah bagi bekas wilayah-wilayah taklukannya.***Kesimpulan