Pen Gas a Pan

21
BAB I PENDAHULUAN A. Acara :Pengolahan/Pengawetan dengan Pengasapan B. Hari/Tanggal : Kamis/21 Oktober 2010 C.Tujuan : 1. Mengetahui cara-cara pengasapan pangan 2. Memilih bahan bakar yang menghasilkan aroma yang khas pada pangan yang diasap 3.Mengolah/mengawetkan pangan dengan pengasapan 4.Menilai secara organoleptik pangan yang diasap 1

Transcript of Pen Gas a Pan

Page 1: Pen Gas a Pan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Acara :Pengolahan/Pengawetan dengan Pengasapan

B. Hari/Tanggal : Kamis/21 Oktober 2010

C.Tujuan :

1. Mengetahui cara-cara pengasapan pangan

2. Memilih bahan bakar yang menghasilkan aroma yang khas

pada pangan yang diasap

3.Mengolah/mengawetkan pangan dengan pengasapan

4.Menilai secara organoleptik pangan yang diasap

1

Page 2: Pen Gas a Pan

BAB II

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Alat :

1. Pengasap panas

2. Pengasap dingin

3. Alumunium foil secukupnya

Bahan :

1. Daging sapi

2. Daging ayam

3. Daging tuna

4. Garam

5. Asap cair

2

Page 3: Pen Gas a Pan

B. Cara Kerja

Daging sapi, daging ayam, ikan tuna

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengasapan merupakan penggabungan antara proses penggaraman,

pengasapan dan pengeringan. Pada proses pengasapan ikan, perlakuan penggaraman

diterapkan sebelum ikan diasap dengan cara merendam ikan dalam larutan garam (brine) yang

kekentalannya serta lama perendamannya disesuaikan dengan selera konsumen atau

Menimbang ikan

Menyiangi, mencuci, dan membersihkan bahan

Merendam dalam larutan garam 10% selama 15 menit

Menimbang bahan (BDD)

Merendam dalam larutan asap cair selama 2 menitTanpa pengasapan

Larutan asap cair 4%

Larutan asap cair 3%

Larutan asap cair 2%

Membumbui bahan dan mendiamkan selama 15 menit

Meletakkan di atas Loyang yang telah berisi allumunium foil

Memasukkan ikan kedalam oven selama 25 menit (setiap 10 menit dilakukan uji organoleptik)

Mematangkan

Menimbang dan menguji organoleptik

Page 4: Pen Gas a Pan

permintaan pasar. Perendaman ikan dalam larutan garam dilakukan dengan konsentrasi 10%-

15% dari berat ikan selama 30-40 menit. Moeljanto (1998) mengatakan bahwa tujuan

penggaraman adalah agar daging ikan menjadi kompak (firm) karena penghisapan air oleh

garam dan penggumpalan protein dalam daging ikan. Penggaraman juga bertujuan agar rasa

daging ikan menjadi lebih enak (5-15%) dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Menurut Wibowo (1992), Pengggaraman ikan mengakibatkan pengeluaran sebagian air dari

jaringan ikan dan diganti larutan garam. Penggaraman dapat dilakukan dengan cara merendam

di dalam larutan garam atau menaburkan garam kering ke permukaan ikan, dengan kadar

garam antara 1-20 % berat ikan.

Ikan yang telah mengalami proses penggaraman akan mempunyai daya simpan dan

daya awet yang tinggi karena garam dapat menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi

autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Dimana garam menyerap

cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan,

bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap

cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati

(Jabat,2007).

Dalam membuat ikan asap kita harus menyiangi ikan terlebih dahulu untuk mengurangi

kontaminasi bakteri terutama yang ada di insang dan bagian alat pencernaan. Setelah

penyiangan, ikan selanjutnya dicuci sampai bersih dari kotoran dan sisa darah dengan air yang

mengalir. Setelah disiangi ikan lalu direndam dalam larutan garam. Setelah itu Penirisan ikan

dilakukan setelah perendaman dalam larutan garam, bertujuan untuk mengurangi jumlah air

yang menempel pada ikan dengan menggatungkannya pada rak-rak selama 1-4 jam hingga

permukaan kering. Setelah itu baru kita lakukan proses pengasapan (Jabat 2007).

Ikan yang diasapi dapat berupa ikan segar yang baru di tangkap, atau yang sudah

didinginkan atau dibekukan. Ikan asap dapat berbentuk utuh, fillet, pembelahan atau bagian

kepala dihilangkan tergantung pada ukuran ikan dan selera konsumen (Swastawati, 2002).

Penggunaan bawang putih bertujuan untuk menambah citarasa ikan asap juga dapat

berperan sebagai bahan pengawet. Bawang putih selain mengandung aroma khas juga

mengandung senyawa allisin yang berfungsi sebagai antibakteri.

Ikan yang digunakan dalam praktikum pengasapan ini adalah ikan tuna, secara

organoleptik ikan tuna yang di gunakan terlihat segar. Tanda-tanda ikan yang masih segar

antara lain : daging kenyal,mata jernih menonjol,sisik kuat dan mengkilat,sirip kuat,warna

keseluruhan termasuk kulit cemerlang,insang berwarna merah,dinding perut kuat,bau ikan

segar.

Page 5: Pen Gas a Pan

Tabel 1.1 Tabel Hasil pengamatan setiap 10 menit

10 menit

pertama

Pengamatan Tanpa Asap Cair

Asap Cair 2% Asap Cair 3% Asap Cair 4%

Rasa Asin Asin Lebih asin Asin sekaliWarna Putih Putih Putih PutihAroma Amis, bau

bawang menyengat

Amis bawang Agak amis, bau bawang

Bau asap menyengat

Tekstur Halus, lunak Halus, lunak Halus, lebih lunak

Lebih halus

Bentuk Padat Padat berair Padat lebih beair

Agak padat

10 menit kedua

Rasa Asin Asin Lebih asin Asin sekaliWarna Putih Putih Putih PutihAroma Bau bumbu

bawangAgak amis, bau

bawangBau bawang Bau asap

menyengatTekstur Halus, lunak Halus, lunak Halus, lunak Halus, lunakBentuk Padat Padat tidak

berairPadat tidak

berairPadat rapuh

Hasil dari pengamatan tanpa oven pada 10 menit pertama dengan konsentrasi asap cair 4%

memiliki rasa yang lebih asin daripada menggunakan asap cair dengan konsentrasi 2% dan 3%.

Dari segi warna meskipun berbeda konsentrasi tetap memiliki warna yang sama yaitu sama-

sama putih. Aroma amis lebih tercium pada konsentrasi yang lebih rendah. Tekstur dengan

konsentrasi tinggi lebih halus daripada konsentrasi rendah. Pada konsentrasi asap cair 2%

bentuknya lebih padat daripada ikan yang direndam dalam konsentrasi lebih tinggi.

Pada 10 menit kedua rasa dengan konsentrasi asap cair yang lebih tinggi masih tetap lebih

asin,warna pada semuanya tetap putih. Aroma tidak berubah masih sama dengan 10 menitu

pertama. Teksturnya menjadi lebih lunak pada semua konsentrasi asap cair,bentuknya pada

konsentrasi 4% menjadi padat dan rapuh sedangkan pada konsentrasi 2 dan 3% menjadi padat

dan tidak berair.

Tabel 1.2.Tabel Hasil Uji Organoleptik Ikan Setelah Dioven 25 Menit

Uji Organoleptik Tanpa Asap Cair Asap Cair 2% Asap Cair 3% Asap Cair 4%Rasa Asin Asin Lebih asin Asin sekali

Warna Putih Putih Putih PutihAroma Bau berbumbu Tidak

amis,berbumbuAgak amis, berbumbu

Bau asam menyengat

Tekstur Halus, lunak Halus,lunak Halus, lunak Halus, lunakBentuk Padat kering Padat kering Padat kering Padat kering

Pada ikan asap yang dioven selama 25 menit rasa pada konsentrasi tinggi akan lebih

asin, warna pada semua konsentrasi tidak ada yang berbeda. Aroma pada ikan tanpa asap cair

lebih mengarah ke bau bumbu, pada ikan dengan asap cair 2% tidak bau amis dan ada aroma

bumbu,pada ikan dengan asap cair 3% aromanya agak amis dan ada aroma bumbu,pada ikan

dengan konsentrasi asap cair 4% memiliki bau asam yang menyengat. Tekstur pada

Page 6: Pen Gas a Pan

keseluruhan ikan setelah di oven adalah halus dan lunak sedangkan bentuknya padat dan

kering.

Dari pengamatan di atas pada ikan yang diberikan konsentrasi asap cair lebih tinggi

akan paling tampak perbedaan organoleptiknya. Dan akan semakin tampak perbedaan

organoleptiknya jika ikan tersebut di oven.

Tabel 1.3. Tabel Hasil Pengamatan Berat Bahan Ikan Tuna

Berat awal bahan : 217,4 gr

Berat setelah disiangi : 62,6 gr ( ½ bagian ikan )

Tanpa asap cair Asap cair 2% Asap cair 3% Asap cair 4%Berat awal (Setelah dipotong) 6,3 gr 6,2 gr 5,3 gr 4,8 grBerat setelah dioven 25 menit 6 gr 5 gr 4 gr 4 gr

Setelah dilakukan pengovenan selama 25 menit ikan tuna akan mengalami penyusutan

berat hal ini dikarenakan suhu oven yang panas mampu menguapkan air di dalam ikan tersebut.

Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan,

menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan

(Jabat,2007).

Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu :

penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri. Pengasapan adalah

salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama

daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu,

dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Sewaktu

pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap.

Waktu pengasapan bergantung ukuran potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar

tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk

ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar

(Anonim,2010). Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan

rasa spesifik pada ikan. Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan.

Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan

asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang

terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi (Jabat,2007).

Cara membuat asap cair dengan konsentrasi 2% adalah dengan mengencerkan 10ml

asap cair di dalam 500 ml air, asap cair dengan konsentrasi 3% dibuat dengan mengencerkan

Page 7: Pen Gas a Pan

15 ml asap cair ke dalam 500 ml air, dan asap cair dengan konsentrasi 4%dibuat dengan cara

mengencerkan 20 ml asap cair ke dalam 500 ml air.

Ikan yang di asap akan memiliki kulit yang mengkilap hal ini disebabkan karena

terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara

formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan

sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan

asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri. Warna ikan asap yang baik biasanya kuning

emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari

asap dengan oksigen dari udara. Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik,

yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan

phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu (Jabat,2007).

Kandungan gizi ikan tuna mentah dalam 100 gr

Hasil penelitian Swastawati (2004) membuktikan bahwa lama pengasapan dapat

mempengaruhi komposisi nutrisi ikan terutama kadar lemaknya. Suhu yang tinggi selama

proses pengasapan ikan dapat menurunkan kadar asam lemak omega-3 (DHA) ikan. Oleh

karena itu perlu dipertimbangkan lama waktu pengasapan ikan yang benar-benar efektif untuk

mempertahankan nilai gizi sekaligus mengawetkan dan aman bagi konsumen.

Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah Pengasapan Dingin (cold

smoking) dan Pengasapan Panas (hot smoking), pada pengasapan dingin suhu asap tidak

boleh melebihi 400C, kelembaban nisbi (R.H) yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses

pengeringan berlangsung sangat lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering

terlalu cepat, kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah,

sehingga pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih

awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas).Pada pengasapan panas,

suhu asap mencapai 1200C atau lebih dan suhu pada daging ikan bagian dalam dapat

mencapai 600C. Kadar air ikan asap yang dihasilkan relatif masih tinggi, sehingga daya awetnya

lebih rendah daripada yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin. Pengasapan panas

biasanya menghasilkan ikan asap yang mempunyai rasa yang baik. Untuk memperoleh rasa

Zat gizi Jumlah dalam 100 gr

AirEnergiProtein Total lemak

59.83g198 kkal29.13 g8.2 g

Page 8: Pen Gas a Pan

ikan asap yang diinginkan, perlu dilakukan variasi pada penggaraman dan perlakuan-perlakuan

pendahuluannya (Jabat,2007)

Dalam pengasapan panas biasanya dalam ruang pengasapan suhunya sekitar 70-85oC,

suhu panas yang ada dalam alat pengasapan sepenuhnya diserap oleh ikan-ikan itu sehingga

dengan cepat ikan akan menjadi kering dan matang, rasa ikan menjadi enak dan berdaging

lunak (Irawan,1997).

Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan pengasapan dingin ialah

kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional sangat sederhana dan ikan hanya di

gantungkan di atas api yang berasal dari serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan

asap yang dihasilkan sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses

pengasapan telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap

mekanik ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik dan

mudah (Jabat,2007)

Menurut (Winarno,1993) Teknik pengasapan tradisional biasanya menggunakan

peralatan yang sederhana, tanpa adanya pertimbangan untuk menjaga mutu ikan sebagai

bahanmentah dengan standar sanitasi dan hygiene yang sangat rendah. Konsekuensinya

produk akhir tidak menarik bentuk maupun penampilannya, tidak merangsang selera, dan

bahkan tidak cocok untuk digunakan sebagai makanan

Kriteria mutu sensoris ikan asap yang baik adalah sebagai berikut:

Parameter Deskripsi Mutu Ikan Asap

Kenampakan Permukaan ikan asap cerah, cemerlang dan

mengkilap. Kalau kusam dan suram menunjukkan

bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus

mutunya atau karena perlakuan dan proses

pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar.

Tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang

mengering, sisa isi perut, abu, atau kotoran lain.

Adanya kotoran semacam ini menjadi indikasi kalau

pengolahan dan pengasapannya tidak baik. Kalau

pada permukaan ikan terdapat deposit kristal garam

maka hal ini menunjukkan bahwa penggaraman

terlalu berat dan tentunya rasanya sangat asin.

Page 9: Pen Gas a Pan

Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya

jamur atau lendir.

Warna Ikan asap berwarna coklat keemasan, coklat

kekuningan, atau cokelat agak gelap. Warna ikan

asap tersebar merata. Adanya warna kemerahan

disekitar tulang atau warna gelap di bagian perut

menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah

bermutu rendah.

Bau Bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam,

tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa

bau asam, tanpa bau apak.

Rasa Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai

tajam, tanpa rasa getir atau pahit, tidak terasa tengik.

Tekstur Tekstur kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras

(kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak

lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket. Hendaknya

kulit ikan tidak mudah dikelupas dari dagingnya.

Sumber : Wibowo (2002)

Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil

yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang

berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap,

senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel

padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan

karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung

dalam asap. Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-

alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic.

Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan

menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam

senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan

tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.

Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu

keras (non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan

Page 10: Pen Gas a Pan

menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan

bau yang tidak diinginkan (Jabat,2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengasapan, antara lain :

1. Jenis bahan bakar.

Jenis kayu yang baik untuk digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu keras

seperti kayu turi,serbuk gergaji, kayu jati, sabut dan tempurung kelapa (Wibowo, 2002).

Jenis kayu keras mengandung senyawa phenol dan asam organik yang cukup tinggi

yang sangat dibutuhkan untuk proses pengasapan. (Kanoni, 1991).

2. Kepekatan asap.

Asap mempunyai efek antibakteri atau bakterisidal sehingga dapat

mengawetkan ikan. Menurut Hudaya et al., (1981) apabila mengandung kadar air tinggi

maka asap akan pekat sedangkan bila berkadar air rendah maka asap akan tipis.

3. Suhu.

Sebaiknya asap tidak dihasilkan dari pembakaran di atas 175-205°C, karena

pada suhu tinggi akan menimbulkan rasa pahit dan zat karsinogenik pada produk.

Pada pengasapan yang dilakukan dengan suhu tinggi juga dapat menyebabkan hasil

produk yang kurang baik, karena permukaan daging akan mengeras sehingga cairan

pada bagian dalam tubuh ikan menjadi terhalang penguapannya. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya peristiwa “case hardening”. (bagian luar daging ikan

mengering tetapi bagian dalamnya masih basah).

4. Kelembaban udara. (RH)

Proses penyerapan asap sangat mempengaruhi kelembaban udara, sehingga

pengontrolan sangat penting. Kelembaban yang tinggi menambah waktu pengasapan

dan memperbanyak konsentrasi asap yang terserap dalam daging ikan sehingga rasa

asap menjadi sangat kuat, tetapi produk tidak kering. Sebaliknya RH yang terlalu

rendah dapat menghambat penyerapan asap.

5. Sirkulasi udara.

Sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengasapan menjamin mutu ikan asap yang

lebih sempurna, karena suhu dan kelembaban ruang tetap konstan selama proses

pengasapan berlangsung. Aliran asap berjalan dengan lancar dan kontinyu sehingga

partikel asap yang melekat menjadi terarah dan merata (Afrianto dan Liviawaty, 1993).

6. Lama Pengasapan.

Page 11: Pen Gas a Pan

Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat

dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada

bahan dasar dan suhu pirolisis (Darmaji dkk, 1998). Asap memiliki kemampuan untuk

mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Pirolisis

tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %,

karbonil 11,3 % dan asam 10,2%. Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk

karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-

komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur

tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-

komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan

produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan

fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti,

2000). Komposisi unsur kimia asap adalah sebagai berikut:

Zaitsev et . al. (1996)

Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1986) antara lain lebih intensif dalam

pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai

jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan

dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti

penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan.

Page 12: Pen Gas a Pan

Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen asap

berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena

beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran

terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat

dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas HPA (Pszczola,1995)

Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap fraksi

minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor

hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak (Astuti,

2000). Asam-asam yang ada di dalam distilat asap cair meliputi asam format, asetat, propionat,

butirat, valerat dan isokaproat. Asam-asam yang berasal dari asap cair dapat mempengaruhi

flavor, pH dan umur simpan makanan (Pszczola, 1995). Senyawa asam terutama asam asetat

mempunyai aktivitas antimikrobia dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam

asetat bersifat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien

pH transmembran.

Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya formaldehid

saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab semua efek yang

diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja

secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola1995). Adanya fenol

dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Astuti, 2000).

Menurut Ruiter (1979) karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan

warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah

aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan

peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada

produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.

Senyawa karbonil (aldehid dan keton) mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi

maillard) sedang pengaruhnya pada citarasa kurang menonjol. Warna produk asapan

disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992). Kandungan

senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56-15,23% dengan variasi rata-

rata 11,84% sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 13,28% (Tranggono., dkk, 1996).

Pembuatan asap cair dilakukan dengan destilasi.Bahan cangkang sawit sebelumnya

dianalisa kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin kemudian kadar airnya dibuat menjadi 8%,

13% dan 18% dengan pengering kabinet.Asap cair dibuat dengan memasukkan 1 kg cangkang

sawit ke dalam reaktor kemudian ditutup dan rangkaian kondensor dipasang.Selanjutnya dapur

pemanas dihidupkan dengan mengatur suhu dan waktu yang dikehendaki.Pada penelitian ini

Page 13: Pen Gas a Pan

suhu yang digunakan 350°C, 400°C dan 450 °C sedangkan waktu yang digunakan adalah 45

menit, 60 menit dan 75 menit yang dihitung pada saat tercapai suhu yang dikehendaki.Asap

yang keluar dari reaktor akan mengalir ke kolom pendingin melalui pipa penyalur asap yang

mana pada pipa ini terdapat selang yang dihubungkan botol penampung untuk menampung tar ,

kemudian ke dalam kolom pendingin ini dialirkan air dengan suhu kamar menggunakan aerator

sehingga asap akan terkondensasi dan mencair.Embunan berupa asap cair yang masih

bercampur dengan tar ditampung kedalam erlenmeyer, selanjutnya disimpan di dalam botol,

sedangkan asap yang tidak terembunkan akan terbuang melalui selang penyalur asap

sisa.Selanjutnya asap cair + tar yang terdapat didalam botol dilakukan pengendapan untuk

memisahkan tar dan asap cair (Darmadji,2005).

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Page 14: Pen Gas a Pan

1. Pengasapan terdiri dari 2 macam cara yaitu pengasapan dingin dan pengasapan

panas.

2. Jenis kayu yang baik untuk digunakan sebagai bahan bakar adalah kayu keras

seperti kayu turi,serbuk gergaji, kayu jati, sabut dan tempurung kelapa

3. Pengasapan dilakukan memlalui beberapa tahap yaitu

penggaraman,pengeringan,pemanasan dan pengasapan.

4. Pangan yang telah diolah dengan pengasapan akan memiliki aroma dan rasa

yang khas.

B. SARAN

Sebaikmya selain menggunakan asap cair dalam praktikum juga dilakukan dengan

pengasapan biasa (kering) agar dapat membandingkan perbedaanya.

Tangerang,10 November 2010

Asisten Praktikan

Wening Widyastari Wulandari Riantina Rizky Nir Sonia Prameswari

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1993. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Darmadji, P ,Setiawan, I,Raharjo, B. 1997. Pengawetan Ikan dengan Pencelupan dalam Liquid

Smoke. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Buku I. Perhimpunan Ahli

Page 15: Pen Gas a Pan

Teknologi Indonesia. Jakarta.

Darmadji,P.2005. Asap Cair Dari Cangkang Sawit. http://www.iptek.net.id

Girard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Product. Pure Appl. Chem., 49 :

1640-1653.

Hudaya, S. dan Daradjat, S. 1981. Dasar-Dasar Pengawetan I. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Jakarta,

Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka. Solo

Moeljanto, R. 1998. Pengolahan Ikan Untuk Indonesia. Penerbit Nelpan, Jakarta.

Jabat,2007.Pembuatan Ikan Asap. http://bisnisukm.com/pembuatan-ikan-asap.html

Kanoni, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta.

Maga,J.A.1986.PAH of Mesquite smoke and grilled beef.J.Agric.Food.Chem (34) 249-251

Pszczola, D. E. 1995. Tour Higlights Production and Uses of Smoke Base Flavors. Food Tech.

(49): 70-74

Swastawati, F. 2002. Pengasapan Ikan dengan Smoking cabinet. Badan Penerbit Undip.

Semarang.

Swastawati, F. 2004. The Effect of Different Concentration of salt and Smoking Duration to the

Quality and Self-Life of Smoked Milkfish (Chanos-chanos sp). Proceeding of the JSPS-

DGHE International Workshop on Processing Technology of Fisheries Products. Vol 18,

March 2004. ISBN : 4-925135-18-9. Page 223-227.

Tranggono, dkk. 1996. Identifikasi Asap cair dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. J.

ilmu dan Tek. Pangan. Vol. 1(2) : 15-24.

Wibowo. S. 1992. Petunjuk Laboratorium (Industri Mikrobiologi dan Bioteknologi). PAU UGM.

Yogyakarta.

Wibowo, S. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Umum. Jakarta.

Zaitsev, V.I., Keizevetter, L. Lagunov, T. Makarova, D. Minder and V. Padsevalvo. 1996. Fish

Curing and Processing. Mir Published.Moskow.