Pemikiran Calvin Mengenai Kitab Suci

download Pemikiran Calvin Mengenai Kitab Suci

of 10

Transcript of Pemikiran Calvin Mengenai Kitab Suci

Pemikiran Calvin mengenai Kitab SuciOleh: Ev. Otniol Seba, S.Th1 I. Pendahuluan

Kitab Suci memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan John Calvin2. Pemikiran yang berakar pada Kitab Suci telah menjadikan tulisan-tulisannya dan khotbah-khotbahnya telah menjadi catatan sejarah yang mempengaruhi gereja masa kini. Bagi Calvin sendiri mengenal Allah dan pemahaman mengenai Kitab Suci adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan Allah dan seluruh kehendak-Nya dipaparkan di dalam Kitab Suci yang tertulis. Calvin sangat menekankan Kitab Suci di dalam karyanya, Instituto of Christian Religion. Seluruh pemikiran yang berkaitan dengan Allah sampai kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan praktis seorang Kristen di dasarkan kepada Firman Tuhan. Karya dan pemikiran Calvin terbawa di dalam arus reformasi dan mempengaruhi gereja-gereja masa kini. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jikalau dikatakan bahwa gereja masa kini sangat berhutang banyak di dalam pemikiran Calvin. Pemahaman dan pengertian Firman Tuhan yang benar yang telah diwarisi di dalam tradisi Reformasi, khususnya melalui pemikiran Calvin, telah menjadi fondasi yang kokoh bagi gereja sampai hari ini. Paper ini mencoba menguraikan pemikiran Calvin tentang Kitab Suci di dalam bukunya, Institutio of The Christian Religion Volume 1, terjemahan dari John T. McNeill, terbitan Westminster John Knox Press Louisville, 2006. Struktur Pemikiran Calvin mengenai Kitab Suci I. Di dalam Institutionya, Calvin membahas mengenai doktrin kitab sucinya di dalam buku pertama, pasal 6-10, dengan pembagian sebagai berikut: Pasal 6 dan pasal 10 merupakan catatan pembuka dan penutup dari pemikiran Calvin mengenai Kitab Suci Pasal 7 9 merupakan inti pemikiran Calvin mengenai Kitab suci3 II. Penjelasan Calvin mengenai Kitab Suci berkaitan dengan: Inspirasi Alkitab Ineransi Alkitab Penafsiran Alkitab

Penulis Sedang Menyelesaikan Program Studi, MACE dan M.Div di STT-Aletheia Lawang. Melayani sebagai koordinator kerohanian di SMA Kristen Gloria 1 Surabaya dan wakil sekretaris umum BPH Majelis Umum GKA Gloria, periode 2009-2011. Mulai Januari 2012 melayani di GKA Gloria Pos PI Rungkut Surabaya 2 The Bible played a central role in Calvins life and work. On April 25, 1564, Calvin dictated his testament to a notary, in which he described himself as a servant of the word of God in Genevan Church. He Explained that he strove, in accordance with the grace that God had granted him, to proclaim Gods word in its pure form and to interpret scripture accurately, in both of his writings and his speech. Lihat dalam Martin Ernst Hirzel and Martin Sallmann, (edits), John Calvins Impact on Church and Society. (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing House, 2009), p. 67. 3 Lihat di dalam Robert L Reymond, Doktrin Calvin tentang Kitab Suci, dalam Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin, David W. Hall dan Peter A. Lillback (Edits), (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009), h. 48.

1

1

II.

Pemikiran Calvin Dalam Intitutio I.6-10 A. Pemahaman tentang Allah dan Kitab Suci Calvin memulai argumennya dengan menjelaskan bahwa Allah tidak hanya menyatakan keagungan-Nya melalui ciptaan, tetapi juga melalui Firman-Nya yang dapat menuntun kepada pemahaman tentang Dia di dalam konteks keselamatan. Alkitab adalah Firman Allah, yang mana Allah menyatakan seluruh kehendak-Nya bagi manusia. Allah tidak hanya menyatakan diri-Nya sebagai pencipta dunia ini, melainkan juga sebagai penebus di dalam hidup manusia. Melalui Alkitablah kita dapat mengenal Allah lebih dekat4. Keyakinan Calvin bahwa Alkitab yang telah dipercayakan oleh Allah kepada para leluhur, para nabi dan rasul melalui pewahyuan-Nya menjadi sarana bagi manusia untuk mengenal Allah untuk mendapatkan tujuan hidupnya. Namun apabila manusia menolaknya mereka hanya akan menemukan kerumitan-kerumitan di dalam kehidupannya, kecuali jika kembali berpedoman kepada Firman. Calvin menuliskan: Hence, we must strive onward by this straight path if we seriously aspire to the pure contemplation of God. We must come, I say, to the Word, where God is truly vividly described to us from his works, while these very works are appraised not by our depraved jugdement but by the rule of eternal truth. If we turn aside from the Word, as I have just now said, though we may strive with strenuous haste, yet since we have got off the track, we shall never reach the goal. For we should so reason that the splendor of the divine countenance, which even the apostle call unapproachable [I Tim.6:16], is for us like an inexplicable labyrinth unless we are conducted into it by the thread of the Word5. Calvin menggunakan tiga metafora untuk menjelaskan maksudnya mengenai pentingnya pemahaman akan akan Allah di dalam hubungannya dengan Kitab Suci. Pertama, Calvin menggunakan Kitab Suci seperti kacamata yang berfungsi menuntun manusia untuk memahami penyataan Allah di dalam alam ciptaan-Nya6; Kedua, Calvin menggunakan metafora benang yang dipakai sebagai penuntun di dalam labirin yang membingungkan7; Ketiga, Calvin menggunakan metafora Kitab Suci sebagaimana guru kita yang mengajarkan mengenai pengetahuan yang benar berkaitan dengan sorga8 B. Otoritas Kitab Suci Selanjutnya di dalam Institutionya, Calvin menyatakan bahwa Alkitab yang adalah Firman Allah memiliki otoritas yang tidak bergantung kepada manusia. Sebaliknya Alkitab memiliki otoritas penuh di antara orang-orang percaya hanya ketika mereka memandangnya firman yang diturunkan dari sorga, sebagaimana telah diperdengarkan Allah. Calvin menuliskan: Hence the Scripture obtain fully authority among believers only when men regard them as having sprung from heaven, as if there the living words of God were heard9. Singkatnya dapat disimpulkan bahwa otoritas Kitab Suci berasal dari Tuhan dan bukan dari pengakuan manusia.J.T. McNeill (Edits), Calvin Intitutes of The Christian Religion, Volume I. (Louisville: Westminster John Knox Press, 2006), p. 69-70. (I.6.1) 5 Ibid, p. 72-73, (I.6.3). 6 Lihat dalam Institutes I.6.1. 7 Lihat dalam Institutes I.6.3 8 Lihat dalam Institutes I.6.2-4) 9 Ibid, p. 74, (I.7.1)4

2

Otoritas Kitab Suci juga bukan berasal dari gereja. Bagi Calvin, Kitab Suci itu memang diberikan Allah kepada gereja-Nya. Gereja memegang peranan penting meneruskan wibawa dan otoritas Kitab Suci yang adalah Firman Allah. Mengapa demikian? Calvin menjelaskan bahwa karena gereja didirikan di atas Firman Allah oleh para nabi dan rasul, sudah semestinya gereja menerima dan meneguhkan berita Firman Allah itu. Gereja harus menghormati berita kitab suci yang merupakan penjabaran tentang kebenaran Tuhan. Calvin menuliskan: For if the Christian church was from beginning founded upon the writings of the prophets and the preaching of the apostles, wherever this doctrine is found, the acceptance of it without which the church itself would never have existed must certainly have preceded the church. Thus, while the church receives and gives its seal of approval to the scripture, it does not thereby render authentic what is otherwise doubtful or controversial. But because the church recognize Scripture to be the truth of its own God, as a pious duty it unhesitatingly venerates Scripture10. Bagi Calvin dalam hal ini harus dapat dipahami bahwa gereja tidak berwenang menentukan Kitab Suci adalah Firman Allah, karena Kitab Suci adalah Firman Allah bagi dirinya sendiri. Dapat dikatakan bahwa gereja hanya sebagai pengantar yang mempersiapkan umat Tuhan untuk percaya akan berita Firman Allah itu sendiri. C. Kesaksian Roh Kudus tentang Kitab Suci Calvin menjelaskan hubungan antara kesaksian Roh Kudus yang meneguhkan wibawa dari Kitab Suci. Calvin menegaskan Roh kuduslah yang menghubungkan antara kita dengan Firman Allah. Roh Kudus memateraikan kesaksian-Nya mengenai kitab suci yang adalah Firman Allah di dalam hati seseorang. Bagaimanakah caranya sehingga kita yakin bahwa apa yang diberitakan itu adalah Firman Allah? Calvin meyakini bahwa para nabi memang berbicara tentang Firman Allah dan Roh Kudus yang memateraikan perkataan nabi yang adalah Firman Allah itu ke dalam hati seseorang, sehingga orang yang menerima pemberitaan ini, diyakinkan dalam hatinya oleh Roh Kudus bahwa itu adalah Firman Allah. Calvin menuliskan: If we desire to provide in the best way for our conscience-that they may not be perpetually beset the instability of doubt or vacillation, and that they may not also boggle at the smallest quibbles-we ought to seek our conviction in a higher place than human reason, judgement, or conjectures, that is, in the secret testimony of the spirit11But I reply: the testimony of the spirit is more excellent than all reason. For God alone is a fit witness of himself in his Word, so also the Word will not find acceptance in mens hearts before it is sealed by the inward testimony of the spirit12. Singkatnya, Calvin menekankan hubungan yang erat sekali antara Firman Tuhan dan karya dari Roh Kudus. Keduanya berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan13.Ibid, p. 75-76, (I.7.2) Ibid, p. 78. (I.7.4). 12 Ibid, p. 79. (I.7.4) 13 Penjelasan Calvin ini menegaskan posisinya yang bertentangan dengan apoleget Katolik, Saledeto yang memisahkan antara Roh Kudus dan Firman Allah. Dalam bantahannya11 10

3

D. Otentisitas Kitab Suci Oleh karena Kitab Suci berasal dari Allah dan kesaksian Roh Kudus membuktikan demikian, maka tidak ada keraguan untuk menyatakan bahwa Alkitab itu otentik. Keaslian Alkitab adalah Firman Allah sekali lagi bukan merupakan kesimpulan dari argumentasi rasional, melainkan karya Roh Kudus di dalam hati orang percaya. Calvin menuliskan: Let this point therefore stand: that those whom the Holy Spirit has inwardly taught truly rest upon Scripture, and that Scripture indeed is selfauthenticated; Hence, it is not right to subject it to proof and reasoning. And the certainty it deserves with us, it attains by testimony of the spirit. For even if it wins reverence for itself by its own majesty, it seriously affects us only when it is sealed upon our hearts through the Spirit. Therefore, illuminated by his power, we believe neither by our own nor by anyone elses judgement that Scripture is from God; but above human judgement we affirm with utter certainty (just as if we were gazing upon majesty of God himself) that it has flowed to us from the very mouth of God by ministry of men14. Jadi pemikiran Calvin sangat jelas mengenai hal ini. Jikalau Kitab Suci itu berasal dari dari Allah, maka sudah tentu Kitab Suci itu memiliki otoritas dan otentisitas dari Allah. Orang percaya dapat meyakini Alkitab adalah Firman Allah yang memiliki otoritas dan otentisitas bukanlah berasal dari hasil pemikiran manusia yang spekulatif, melainkan berasal dari kesaksian internal Roh Kudus yang menyatakan itu di dalam hati setiap orang percaya. E. Penolakan Kitab Suci Calvin memberikan gambaran mengenai pelokan kitab suci adalah Firman Allah, yang muncul dari sekelompok orang yang menyangkal Firman Allah [sekte-sekte spiritualis]15. Calvin menganggap bahwa mereka dikuasai oleh Iblis, sehingga bisa menyangkal wibawa kitab suci adalah Firman Allah. Calvin menuliskan: What devilish madness is to pretend that the use of Scripture, which leads the children of God even to the final goal, is fleeting of temporal?16. Calvin sangat meyakini kepastian dari RohNya dengan kepastian dari Firman Allah, karena keduanya saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Calvin menuliskan hubungan ini dengan tepat sekali: For by a kind of mutual bond the lord has joined together the certainty of his Word and his Spirit so that the perfect religion of the word may abide in our minds when the Spirit, who causes us to contemplate Gods face, shines; and that we turn may embrace the Spirit with no fear of being

terhadap surat yang dikirmkan Saledeto, Calvin menegaskan Firman Allah dan Roh Kudus di dalam Gereja. Lihat pembahasan ini dalam John C. Olin, (edit), A Reformation Debate Saledetos Letter to The Genevans and Calvin Reply. (New York: Harper Torchbooks The Academy Library, 1966), p. 20. 14 Ibid, p. 80. (I.7.5) 15 Lihat dalam McNeill, Calvin, p. 93, it writes, for of late, certain giddy men have arisen who, with great haughtiness exalting the teaching office of the spirit, despise all reading and laugh at the simplicity of those who, as they express it, till follow the dead and killing letter.. (I.9.1) 16 Ibid, Calvin menggunakan pertanyaan retorika untuk menjelaskan maksudnya.

4

deceived when we recognize him in his own image, namely, in the Word17. Dengan kata lain, bahwa Roh tanpa Firman adalah suatu khayalan (tentang Allah sebagaimana yang dipikirkan dan direnungkan oleh sekte-sekte spiritualis) dan Firman tanpa Roh dapat dikatakan mati (tidak memberi dampak positif di dalam kehidupan orang percaya). F. Hubungan antara Ciptaan dan Kitab Suci Calvin menjelaskan hubungan antara pengetahuan tentang Allah yang dinyatakan melalui ciptaan dan pengetahuan tentang Allah yang dinyatakan di dalam Kitab Suci. Calvin memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai pemahaman ini, demikian: We have taght that the knowledge of God, otherwise quite clearly set forth in the system of the universe and in all creatures, is nonetheless more intimately and also more vividly revealed in his Word18. Bagi Calvin, atribut-atribut dari Allah yang dilukiskan di dalam Kitab Suci sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam makhluk ciptaan-Nya. Calvin menyatakan: kita tidak mengabaikan kebenaran, kekuasaan, kekudusan dan kasih setia-Nya. Sebab bagaimana mungkin mempertahankan paham yang kita perlukan tentang kebenaran, kasih sayang dan keadilan-Nya, jika kita tidak bertumpu pada kebenaran-Nya yang tak tergoyahkan?19. III. Penjelasan Calvin mengenai Kitab Suci: Selanjutnya ada beberapa hal penting dari penjelasan Calvin mengenai Doktrin Kitab Suci mengenai: A. Inspirasi Alkitab Calvin di dalam Intitutio dan komentarinya juga menjelaskan mengenai Inspirasi Alkitab. Calvin sangat yakin bahwa Alkitab yang adalah Firman Allah memang diinsiprasikan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya, sehingga mereka dapat menuliskan Firman yang mereka beritakan itu. Calvin menuliskan: We ought to remember what I said a bit ago; credibility of doctrine is not established until we are persuaded beyond doubt that God is its Author. Thus, the highest proof of Scripture derives in general from that fact that God in person speaks in it. The prophets and apostles do not boast either of their keenness or of anything that obtains credit for them as they speak; nor do they dwell upon rational proofs20 Selanjutnya Calvin menambahkan For as God alone is a fit witness of himself in his Word, so also the Word will not find acceptance in mens hearts before it is sealed by the inward testimony of the Spirit. The same Spirit, therefore, who has spoken through the mouths of the prophets must penetrate into our hearts to

17 18

Ibid, p. 95 (I.9.3) Ibid, p. 96. (I.10.1) 19 Ibid, p. 98. (I.10.2) 20 Ibid, p. 78. (I.7.4)

5

persuade us that they faithfully proclaimed what had been divinely commanded21. Hal yang sama ditegaskan kembali di dalam penjelasannya yang sama dan konsisten mengenai Inspirasi Alkitab ditemukan dalam II Timotius 3:16. Calvin menuliskan: In order to uphold the authority of the Scripture, he declares that it is divinely inspired; for, if it be so, it is beyond all controversy that men ought to receive it with reverence. This is a principle which distinguishes our religion from all others, that we know that God hath spoken to us, and are fully convinced that the prophets did not speak at their own suggestion, but that, being organs of Holy Spirit, they only uttered what they had beencommissioned from heaven to declare22. Beberapa teolog modern penganut Calvinist menilai serta menyimpulkan pemikiran Calvin mengenai Inspirasi Alkitab ini dengan istilah verbal planary inspiration23. Mereka meyakini bahwa Calvin berpegang pada pandangan ini. E.A. Dowey berpendapat demikian: there is no hint anywhere in Calvins writings that the original text contained any flaws at all,.. the important things to realize is that according to Calvin the Scriptures were so given that whether by literal or figuratif dictation the result was a series of document errorless in their original form24. Kantzer juga mendukung pandangan Calvin menuliskan: rigidly orthodoxy verbal type of Inspiration is so transparent that any endeavor to clarify his position seems almost to be a work of superegation25. B. Ineransi Alkitab Menjadi sebuah pertanyaan menarik sekaligus sebuah perdebatan pada zamannya, apakah Calvin mengakui ineransi Alkitab, sebagai otograf yang yang tidak mengandung kesalahan? Sangat jelas di dalam institutionya, Calvin menegaskan keyakinannya terhadap inneransi dari Kitab Suci26. Di dalam pengantarnya mengenai Calvin Institutes of Christian Religion, McNeill menegaskan bahwa Calvin mengakui hal ini: The authority of the Bible, as Gods Word and the source of indisputable truth is never called in question by Calvin, and he assumes that his readersIbid, p. 78. (I.7.4) John Calvin, Calvins Commentaries Vol.XXI: Galatians Filemon. Rev. William Pringle, (Trans.). (Michigan: Baker Books, 2005), p. 248-249. 23 Verbal Planary Inspirasi dipahami bahwa Allah memberikan Firman-Nya kepada nabi dan rasul, di mana mereka menuliskan Firman Allah itu dibawah tuntunan dari Roh Kudus. Diskusi yang panjang mengenai hal ini, dapat dilihat di dalam Cornelius Van Til, An Introduction to Systematic Theology. Second Edition. (New Jersey: P & R Publishing, 2007), p. 249-252. 24 Edward A. Dowey, The Knowledge of God in Calvins Theology. (New York: Columbia University Press, 1952), p. 100, 101. 25 Dikutip dari John W. Walvoord (ed.), Inspiration and Interpretation. (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1957), p. 137. 26 Lihat Penjelasan Calvin berkaitan dengan II Timotius 3:16, dalam Calvins Commentaries Vol.XXI: Galatians Filemon. Rev. William Pringle, (Trans.). (Michigan: Baker Books, 2005), p. 248-249.22 21

6

share this assurance. Yet he is not concerned to assert what in later controversy has been spoken of as verbal inerrancy. His whole emphasis is thrown on the message or content of Scripture rather than on the words27. Penjelasan Calvin mengenai ineransi Alkitab memang tidak dibahas secara mendetil di dalam karyanya, Institutio. Calvin hanya menjelaskan bagian ini secara ringkas: thus, he who, functioning as a herald, publishes what has been dictated to him from Word of God cannot err28. Mengenai hal ini Roger Nicole berpendapat: In using the word dictated which we encounter frequently in Calvins works, he apparently did not mean to indicate a special methode that God would have used in communicating scriptural content to the mind of the human authors. The focus seems to be rather on the result that is, on the fact that the text that issued from the hands of the secred writers was as authentically Gods own work asif it had been dictated word for word by him 29. Lain halnya dengan Murray, di dalam bukunya mengenai Calvin on Scripture and Divine Sovereignty, ia tidak menjelaskan pandangannya tentang ineransi di dalam pembahasan mengenai doktrin Calvin ini. Di dalam bukunya, Murray lebih memilih untuk membahas konsep-konsep yang jelas dari Calvin, seperti Otoritas Kitab Suci, dan Inspirasi Kitab Suci30. Di sisi yang lain, beberapa teolog yang lain melihatnya secara berbeda, mereka menganggap bahwa Calvin menolak inspirasi verbal dan ineransi, di antaranya: T.H.L Parker (1952), F. Wendel (1950) dan J.K.S. Reid (1957)31. Keterbatasan buku-buku sumber mengenai pembahasan Calvin tentang ineransi menjadi pergumulan banyak teolog Reformed sampai hari ini. C. Penafsiran Alkitab Para teolog modern menganggap bahwa Calvin telah mewarisi sesuatu yang sangat berharga bagi gereja dan orang-orang percaya masa kini. Bukunya Instituo tidak hanya dipakai sebagai acuan untuk gereja dan politik, namun lebih dari itu, Institutio dianggap memberikan pengajaran yang dalam mengenai Kitab Suci. Cara berpikir dan penyusunan pokok-pokok pikiran yang disusun di dalam karya ini sangat sarat dengan pemikiran-pemikiran teologi yang didasarkan pada pemahaman Firman yang dalam. Elsie Anne McKee menjelaskan mengenai hal ini demikian: John Calvin aimed above all to be faithful to scripture. The Institutes of the Christian Religions was written as a key to help people understanding the Bible; it was intended to be a companion to the many commentaries the reformer published over the course of the years. Because of this close relationship between two kinds of works, and above all the fact that Calvin wanted to say only what he believed theMcNeill, Calvin, I:1iv. Ibid, p. 649 (III. 4.22). 29 Roger Nicole, John Calvin and Inerransi. JETS, 25/4 (1982), p. 426 30 John Murray, Calvins Doctrine of Scripture dalam Calvin On Scripture and Divine Sovereignty. (England: Evangelical Press, 1979), p. 11-31 31 Nicole, John Calvin and Inerransi, p. 427.28 27

7

Bible taught, it is fascinating to investigate how his exegesis molded his theology and his theology shaped his exegesis32. Calvin juga merupakan seorang penafsir Alkitab yang baik. Di dalam zamannya, ia merupakan salah seorang teolog gereja yang kritis di dalam membaca dan Kitab Suci. Kemampuannya menguasai berbagai bahasa menjadi jaminan bagi Calvin dapat memahami Firman Allah dengan baik. Para teolog modern menganggap Calvin pada zaman itu melebihi Erasmus di dalam pemahaman dan penggunaan teks Kitab Suci, karena kecakapannya menggunakan berbagai bahasa sebagai sarana untuk membedah dan menjelaskan Kitab Suci tersebut. Bouwsma menjelaskan: Most recent scholars have agreed that, for his time, Calvin was a distinguished textual scholar. Proficient in all three languages, he relied on the best contemporary scholarship, notably Erasmus and Bude33. Di dalam menafsirkan dan menjelaskan Kitab Suci, Calvin berusaha untuk memaparkan kitab suci dengan jelas34. Calvin selalu menempatkan teks pada konteksnya untuk mendapatkan arti yang lebih mendalam35. Bagi Calvin Kitab Suci adalah Firman Allah dan oleh sebab itu, Firman Allah itu harus dapat dimengerti dengan tepat sesuai dengan konteksnya. Calvin menggunakan metode penafsiran Garamatikal-Historikal Konteks untuk menjelaskan pemahamannya mengenai bagian Kitab suci yang ditafsirnya. Pucket memberikan komentar mengenai hal ini: This approach regarded seriously the historical and literary context of the text in question36. Calvin memang menolak cara penafsiran yang dipakai oleh Gereja Katolik Roma pada waktu itu yang menafsirkan Kitab Suci dengan cara alegoris. Calvin menuliskan: First suppose, I do not want to accept their allegory. What, pray, will they do? For no doubt the fathers devised this interpretation without regard to the true meaning of the Lords Word. Allegories ought not to go beyond the limits set by the rule of Scripture, let alone suffice as the foundation for any doctrine37. Penggunaan metode tafsir Gramatikal-Historical Konteks sangat menekankan makna/arti teks dengan memperhatikan konteksnya. Calvin menegaskan: Now the meaning will be quite clear if we take into account to whom these words are addressed,Dalam artikel: Elsie Anne McKee, Calvin Teaching on the Elder Illuminated by Exegetical History, dalam John Calvin and the Church: A Prism of Reformed, Timothy George, (edit), (Kentucky: Westminster/John Knox Press, 1990), p. 147. 33 William J. Bouwsma, John Calvin: A Sixteenth Century Potrait. (Oxford: Oxford University Press, 1988), p. 117. 34 Among the characteristic features of Calvins work as a commentator, none was so important as his desire for clarity and brevity. Lihat Dalam Moises Silva, The Case For Calvinistic Hermeneutics; Walter Kaiser and Moises Silva, (edit.), An Introduction to Biblical Hermeneutic: The Search For Meaning. (Michigan: Zondervan Publishing House, 1994), p. 253. 35 In addition to his Greek, Calvins Hebrew was so good that he was able to determine the meanings of the words independently. Whenever words had several different meanings, the context was able to clarify the correct meaning. At times, other texts with the same words would be taken for comparison as well. But Calvin always focused on the meaning of the text within their context. Dikutip dari Hirzel and Sallmann, (edits), John Calvins Impact on Church and Society, p. 77. 36 Lihat pembahasannya di dalam David L. Puckett, John Calvins Exegesis of the Old Testament. (Louisville: Westminster John Knox Press, 1995), p.106. 37 McNeill, Calvin, p. 339. (II.5.19)32

8

something we should always heed in all Christ discourses38. Calvin menerapkan ini ketika membahas Matius 19:21. Cara penafsiran Calvin seperti ini telah mempengaruhi penafsiran gereja terhadap Kitab Suci sampai hari kini. Vos menuliskan hal ini dengan tepat: In place of this faulty interpretive principle, Calvin proposed a historical, grammatical approach to the Scriptures which modern day exegetes take for granted39. Kesetiaan Calvin dengan metode penafsiran Alkitab menghasilkan suatu ekposisi Kitab suci yang sangat mendalam. Tidak berlebihan jikalau kita dapat menyimpulkan bahwa semua ini telah mempengaruhi gereja dari berbagai denominasi di dalam sepanjang 200 tahun kemudian setelah masa hidupnya. Cairns memberikan laporan mengesankan di dalam bukunya mengenai pengaruh Calvin ini: Calvins faithful exposition of almost the entire Bible through his commentaries was perhaps his greatest enduring contribution to the church across denominational lines and through the ages40 IV. Kesimpulan Pemaparan Calvin mengenai Kitab Suci di dalam Institutio dan tulisan-tulisan lainnya merupakan warisan yang sangat penting dan bernilai di dalam gereja sampai hari ini. Sumbangsih yang sangat besar dari Calvin di dalam pemikiran dan penafsiran mengenai Kitab Suci selain Martin Luther, telah memberikan warna sendiri di dalam tradisi reformasi, khususnya bagi para pengikut Calvin, yaitu gereja-gereja Reformed pada masa kini. Sudah sewajarnya gereja-gereja yang terhisap di dalam arus tradisi Reformasi Calvinist mengikuti jejak Calvin yang menekankan pada pencarian akan Allah dan pemahaman akan kehendak-Nya41. Pencarian dan pemahaman akan kehendak Allah hanya dapat ditemukan di dalam pemahaman Kitab Suci dengan kesaksian internal dari Roh Kudus di dalam komunitas hidup umat pilihan Allah.

Sumber-Sumber Utama: Bouwsma, William J., John Calvin: A Sixteenth Century Potrait. (Oxford: Oxford University Press). 1988. Cairns, Earle E. Christianity Through The Centuries: A History of the Christian Church. 3rd Edition. (Michigan: Zondervan Publishing House), 1996. Calvin, John, Calvins Commentaries Vol.XXI: Galatians Filemon. Rev. William Pringle, (Trans.). (Michigan: Baker Books), 2005 Dowey, Edward A., The Knowledge of God in Calvins Theology. (New York: Columbia University Press), 1952J.T. McNeill (Edits), Calvin Intitutes of The Christian Religion, Volume II. (Louisville: Westminster John Knox Press, 2006), p. 1267. (IV.13.13)38

Howard F. Vos, Exploring Church History. (Nashville: Thomas Nelson Publishers, 1994), p. 93 40 Earle E. Cairns, Christianity Through The Centuries: A History of the Christian Church. 3rd Edition. (Michigan: Zondervan Publishing House), 1996.Calvin's motto appears on a seal which portrays a pair of human hands presenting a heart to God, and the inscription is Cor meum tibi offero, Domine, prompte et sincere-"My heart I give to thee, 0 Lord, promptly and sincerely." Theology for Calvin was not a detached academic discipline for the benefit of erudite minds alone but the greatest privilege and the most satisfying pursuit for all who love God and seek to understand his ways. Lihat dalam James Edward McGoldrick, Introduction John Calvin The Reformers Preparation. Reformation & Revival: A Quarterly Journal for Church Leadership. Volume 10. Number 4. Fa1l. 2001, p. 2741

39

9

George, Timothy., (edit), A Prism of Reformed. (Kentucky: Westminster/John Knox Press), 1990 Hall, David W. dan Lillback, Peter A., (Edits), Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin, (Surabaya: Penerbit Momentum), 2009. Hirzel, Martin Ernst and Sallmann, Martin, (edits), John Calvins Impact on Church and Society. (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing House), 2009 Kaiser, Walter and Silva, Moises, (edit.), An Introduction to Biblical Hermeneutic: The Search For Meaning. (Michigan: Zondervan Publishing House), 1994 McNeill, John T., (Edits), Calvin Intitutes of The Christian Religion, Volume I & II. (Louisville: Westminster John Knox Press), 2006 Murray, John, Calvin On Scripture and Divine Sovereignty. (England: Evangelical Press), 1979 Olin, John C. (edit), A Reformation Debate Saledetos Letter to The Genevans and Calvin Reply. (New York: Harper Torchbooks The Academy Library), 1966 Puckett, David L. John Calvins Exegesis of the Old Testament. (Louisville: Westminster John Knox Press), 1995Van Til, Cornelius, An Introduction to Systematic Theology. Second Edition. (New Jersey: P & R Publishing), 2007

Vos, Howard F., Exploring Church History. (Nashville: Thomas Nelson Publishers), 1994 Walvoord, John W. (Edit.), Inspiration and Interpretation. (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company), 1957 Artikel-Artikel Roger Nicole, John Calvin and Inerransi. Journal of The Evangelical Theological Society, 25 / 4 (1982) James Edward McGoldrick, Introduction John Calvin The Reformers Preparation. Reformation & Revival: A Quarterly Journal for Church Leadership. Volume 10. Number 4. Fa1l. 2001.

10