Fitnah Dalam Kitab Suci

22
Ayat ini penting untuk kita pahami karena ia seringkali digunakan untuk sesuatu yang bukan maksudnya, hal ini karena kata fitnah sudah menjadi bahasa Indonesia yang konotasinya adalah mengemukakan tuduhan negatif kepada seseorang padahal orang itu tidak seperti yang dituduhkan. Bisa jadi banyak istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab atau dari kata yang terdapat di dalam Al- Qur’an tapi maknanya tidak seperti yang dimaksud oleh Al-Qur’an dan ketika orang menggunakan kata itu, ia menggunakan dalil Al-Qur’an untuk membenarkannya, bukankah ini namanya penyalahgunaan suatu ayat?. Dalam Ensiklopedi Al-Qur’an, fitnah berasal dari kata fatana yang berarti membakar logam, emas atau perak untuk menguji kemurniannya. Juga berarti membakar secara mutlak, meneliti, kekafiran, perbedaan pendapat dan kezaliman, hukuman dan kenikmatan hidup. kata-kata dalam bahasa indonesia banyak yang berasal dari bahasa arab dan inggris, namun ketika dibakukan menjadi bahasa indonesia susunan atau bentuknya banyak yang salah kaprah, maklum udah tanggung dipake masyarakat, padahal penggunaanya banyak yang salah (c0mm0n mistakes). fitnah juga dari bahasa arab. buktinya adalah kalo orang 'alim (ustadz dll) berbicara masalah fitnah mereka akan memberi ungkapan dahasa arabnya ة ن ت ف ل ا د ش ا ن م لة ت ق ل ا(fitnah lebih kejam dari pembunuhan). jadi kalo ada yang mengklaim "fitnah" dari bahasa inggris, jawa, sunda atau yang lainnya maka tertolak, atau menganggap ia bukan dari bahasa arab. fitnah artinya : usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan manusia (muslim) dari keimanannya. bisa berupa hasutan, musibah, siksaan, kesenangan, harta, dan banyak bentuk lain. didalam Al-Qur`an banyak disebutkan kata-kata fitnah ini dengan varian makna yang banyak. ketika bilal, amar bin Yasir dan sahabat Rasulullah yang lain disiksa dan di iming-iming dengan harta itu adalah fitnah (yang bisa mnegeluarkan dia dari keislaman)

Transcript of Fitnah Dalam Kitab Suci

Page 1: Fitnah Dalam Kitab Suci

Ayat ini penting untuk kita pahami karena ia seringkali digunakan untuk sesuatu yang bukan maksudnya, hal ini karena kata fitnah sudah menjadi bahasa Indonesia yang konotasinya adalah mengemukakan tuduhan negatif kepada seseorang padahal orang itu tidak seperti yang dituduhkan. Bisa jadi banyak istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab atau dari kata yang terdapat di dalam Al-Qur’an tapi maknanya tidak seperti yang dimaksud oleh Al-Qur’an dan ketika orang menggunakan kata itu, ia menggunakan dalil Al-Qur’an untuk membenarkannya, bukankah ini namanya penyalahgunaan suatu ayat?.

Dalam Ensiklopedi Al-Qur’an, fitnah berasal dari kata fatana yang berarti membakar logam, emas atau perak untuk menguji kemurniannya. Juga berarti membakar secara mutlak, meneliti, kekafiran, perbedaan pendapat dan kezaliman, hukuman dan kenikmatan hidup.

kata-kata dalam bahasa indonesia banyak yang berasal dari bahasa arab dan inggris, namun ketika dibakukan menjadi bahasa indonesia susunan atau bentuknya banyak yang salah kaprah, maklum udah tanggung dipake masyarakat, padahal penggunaanya banyak yang salah (c0mm0n mistakes).

fitnah juga dari bahasa arab. buktinya adalah kalo orang 'alim (ustadz dll) berbicara masalah fitnah mereka akan memberi ungkapan dahasa arabnya القتلة من أشد الفتنة (fitnah lebih kejam dari pembunuhan). jadi kalo ada yang mengklaim "fitnah" dari bahasa inggris, jawa, sunda atau yang lainnya maka tertolak, atau menganggap ia bukan dari bahasa arab.

fitnah artinya : usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan manusia (muslim) dari keimanannya. bisa berupa hasutan, musibah, siksaan, kesenangan, harta, dan banyak bentuk lain. didalam Al-Qur`an banyak disebutkan kata-kata fitnah ini dengan varian makna yang banyak.ketika bilal, amar bin Yasir dan sahabat Rasulullah yang lain disiksa dan di iming-iming dengan harta itu adalah fitnah (yang bisa mnegeluarkan dia dari keislaman)ketika kita lalai untuk terus mencarai harta tanpa sadar akan bekal untuk akhirat maka itu adalah fitnah.bahkan kecintaan kepada anak dan istri yang memalingkan kita dari cinta kepada Allah maka itu adalah fitnah (cobaan), hal-hal ini dengan jelas tertulis dalam Al-Qur`an. وأوالدكم أموالكم إنما sesungguhnya harta dan anak-anak adalah fitnah bagi kalian (cobaan yang bisa' فتنةmemalingkan)'.

benarkah fitnah lebih kejam dari pembunuhan?!

benar.sebab, fitnah (dengan menggunakan makna yang saya tulis diatas) efeknya lebih dahsyat. contoh jika Bilal dan Ammar (sahabat Rasulullah) dibunuh secara langsung, mereka mati syahid dan mendapat surga, tanpa rasa sakit, tanpa kehinaan. tapi jika mereka difitnah (di iming-iming harta, wanita dan jabata) kemudian menerima (terfitnah) kemudian keluar dari agama islam dan menyembah berhala karena iming-iming tadi, maka fitnah itu amat kejam. ia mendapat

Page 2: Fitnah Dalam Kitab Suci

kenikmatan tak seberapa tapi nanti kekal dineraka karena ia telah keluar dari agama islam (murtad), naudzubillah. silahkan cari contoh yang lain.

terus fitnah yang artinya nuduh orang gimana?

wallahu a'lam, yang jelas banyak hadits Rasululah yang mengatur hubungan antara tetangga, teman dan sesama. diantaranya:

1. barang siapa beriman kepada allah adn Rasulnya hendaklah menghormati tetangganya. (menghormati tetangga dikaitkan dengan keimanan, jadi kalo menyakiti tetangga apalagi menuduhnya ?! ....)

2. janganlah memaki (mencerca) seseorang (ibunya) maka ia akan memaku\i ibumu. (saya lupa teksnya apakah hadits atau bukan. yang jelas larangan menghina orang atau ibunya agar tidak balik menghina (bisa saling bunuh....naudzubillah) anda cari z.

3. dalam Islam ada ilmu fiqih yang membahas masalah fitnah (yang maknanya menuduh), yaitu menuduh orang berbuat zina (القذف). orang yang menuduh harus menghadirkan 4 orang saksi yang betul-betul melihat dengan nyata (bukan sekedar katanya) perbuatan zina tersebut. jika ia tidak bisa mendatangkan saksi atau salah satu saksi berkata "aku tidak melihat" maka saksinya gagal, dan orang yang menuduh (zina) ini mendapat hukuman dera (pukul) sebanyak delapan puluh satu kali (80), (coba di cek, saya lupa) dan tidak diterima kalo ia menjadi saksi (dianggap da dipercaya, lancung).lihat, islam begitu menghormati kemuliaan manusia, tuduh-menuduh saja ada aturan mainnya.

4. hukum bunuh berlaku jika ada orang yang membunuh namanya Qishash, dalam Al-Quran dijelaskan dengan rinci. (anda bisa buka al-qur`an digital atau program Qur`an yang lain kemudian search kata-kata Qishash,Qisas,Kisas (ga tau ejaannya gitu bukan, bhsa indonesia ga bisa mematok ejaan.)

kalo motong hidung harus dipotong hidung, menusuk mata ditusuk mata, membunuh dibunuh (hukumannya serupa dengan kejahatan, detailnya anda buka buku- fiqih atau tafsir, kalo mau mudah ya googling z.)

nah kalo dibandingkan antara no 3 dan 4, jelas bahwa menuduh (padahal itu menuduh orang lain berzina lho) hukumannya tidak lebih besar dari membunuh kan?!... bahkan lebih jauh bila dibandingkan dengan bahasan diatas, mati dibunuh sama murtad.

kalo belum jelas, tanya yang lebih tau z.

ada penggunaan kata-kata Arab lain yang salah kaprah karena kadung udah dipake dan dikenal masyarakat seperti : ulama : itu untuk jamak/plular , kalo satu/singular 'Alim ( bukan ulama besar tapi 'alim besar. tapi ketika ia dibakukan jadi bahasa indonesia, maka ia menjadi kata yang benar. bukan makna berbahasa arab.)

Page 3: Fitnah Dalam Kitab Suci

fit·nah n perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yg disebarkan dng maksud menjelekkan orang (spt menodai nama baik, merugikan kehormatan orang): -- adalah perbuatan yg tidak terpuji; mem·fit·nah v menjelekkan nama orang (menodai nama baik, merugikan kehormatan, dsb) dari KBBI

Fitnah dalam Kitab Suci

Seperti halnya dalam bahasa lain, dalam bahasa Arabpun ada beberapa kata yang memiliki banyak arti. Sebagai contoh kata "fitnah", memiliki lebih dari satu arti di dalam bahasa Arab.

Fitnah, arti asalnya adalah proses yang digunakan untuk memurnikan emas dari unsur selain emas. Namun karena digunakan dalam Al-Qur'an, maka kata tersebut berarti cobaan yang digunakan untuk membedakan orang beriman dengan orang kafir atau orang munafik. Cobaan-cobaan ini dapat membimbing seseorang kepada kebenaran atau membuat orang tersesat, tergantung dari pandangan orang itu terhadap agama.

Betul-betul buruk perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami itu. Dengan perbuatan mereka yang demikian mereka telah menganiaya dirinya sendiri.Al-A'raf:177

Ayat lain menjelaskan bahwa fitnah menyesatkan orang yang tidak hati-hati: Kelak engkau akan melihat, dan orang-orang yang mendustaimupun akan menyaksikan, siapa yang gila di antara kalian. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalanNya, dan lebih mengetahui pula orang-orang yang diberi pimpinan.Al-Qalam:5-7

Sikap positif yang seseorang ambil ketika terjadi fitnah adalah cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Fitnah adalah jalan yang dengan jalan itu orang beriman menunjukkan ketekunan dan komitmen mereka untuk mencapai kematangan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 191 dan 217, Allah menyatakan bahwa "fitnah lebih kejam dari pembunuhan". Untuk memahami fitnah sebagai suatu kejahatan, ada baiknya kita ketahui dulu betapa jahatnya pembunuhan.

Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka hukumannya ialah jahanam. Kekal ia di dalamnya. Allah memurkai dan mengutuknya serta menyediakan siksa yang besar baginya.An-Nisa:93

Sebetulnya fitnah memiliki arti lebih dari pada "ujian". Kata fitnah diartikan sebagai segala tindakan dan perbuatan yang menyesatkan manusia.

Al-Qur'an merujuk orang munafik sebagai "penyebab fitnah". Allah memberitahu kita bahwa orang munafik melakukan banyak jenis fitnah; mereka berencana melawan para Rasul dan

Page 4: Fitnah Dalam Kitab Suci

pengikutnya dengan mencoba mencegah orang beriman dari ikut perang sehingga kehilangan pendirian.

Orang munafik seringkali menyalah-artikan ayat serta mengubah pemahaman ayat, dan mau menurut ketika mereka anggap ayat tersebut menguntungkan. Sebaliknya orang beriman menunjukkan sikap yang sama sekali berbeda, mereka tunduk dalam keadaan apapun.

Sifat dasar orang munafik adalah kegemaran mereka memfitnah. Memecah belah persatuan orang beriman adalah fitnah dan juga dosa besar. Beberapa ayat menyatakan bahwa orang munafik suka sekali melakukan hal ini.

Seandainya rencana mereka terungkap, orang munafik berusaha melakukan perlawanan dengan cara mencoba meyakinkan para Rasul dan orang beriman bahwa perbuatan mereka itu bukanlah suatu penghianatan dan hal yang biasa-biasa saja. Mereka sangat takut mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. Lebih jauh lagi, mereka meminta orang beriman supaya melanjutkan hubungan dengan mereka.

Di antara mereka ada yang mengatakan: "Izinkanlah saya untuk tidak turut berperang dan janganlah saya dijerumuskan ke dalam fitnah Beberapa orang munafik minta izin tidak ikut berperang ke

Tabuk daerah kekuasaan Romawi dengan dalih takut tergoda oleh wanita-wanitanya. Ketahuilah sebenarnya mereka telah terjerumus ke dalam fitnah dan sesungguhnya jahanam itu akan mengepung orang-orang yang kafir.At-Taubah:49

Ayat tersebut menegaskan bahwa orang munafik adalah pembohong dan terlibat dalam fitnah. Allah memperingatkan orang beriman untuk tidak terperdaya oleh kecurangan mereka. Orang kafir dan orang munafik akan mengalami penderitaan yang mengerikan di neraka sebagai balasan atas fitnah yang mereka sebabkan:

Rasakanlah siksaan itu, siksaan yang dahulu kamu minta supaya disegerakan.Adz-Dzariyat:14

Fitnah akan merajalela di muka bumi kecuali jika orang beriman saling melindungi satu sama lain:

Adapun orang-orang yang kafir, mereka bersetia kawan terhadap sesamanya dalam menghadapi kaum mu'min. Jika kamu tidak menggalang kesetia-kawanan pula seperti mereka, akan terjadilah kekacauan dan kerusakan yang besar di muka bumi ini.Al-Anfal:73

Orang beriman tidak melakukan sesuatu yang membuat mereka terlibat dengan hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah. Sebab beberapa perbuatan tertentu, yang walaupun tidak dimaksudkan, dapat menjadi dasar bagi terjadinya fitnah. Seperti disebutkan pada ayat di atas, gagal melindungi satu sama lain atau membiarkan persengketaan terjadi di antara orang beriman, dapat menjadi penyebab fitnah, yang pada akhirnya, harus ditanggung juga oleh orang beriman. Karenanya, orang yang betul-betul beriman, saling melindungi satu sama lain.

Di dalam Al-Qur'an Allah memberitahu kita bagaimana seseorang menjadi tersesat. Yaitu ketika seseorang lebih senang mengikuti nafsu pribadi terhadap dunia ketimbang mencari keridhaan

Page 5: Fitnah Dalam Kitab Suci

Allah. Dalam keadaan seperti itu, dia akan menunjukkan sikap masa bodoh terhadap Allah dan umat Islam.

Allah berulang-kali mengingatkan bahwa dunia ini hanya tempat sementara bagi manusia untuk menjalani ujian.

Siapapun yang menolak Al-Qur'an sebagai panduan, akan diliputi oleh kesibukan hidup sehari-hari yang pada dasarnya menyengsarakan. Harta dan anak-anak disebut juga sebagai fitnah.

Kesejahteraan dan anak-anak sama sekali tidak menjamin keselamatan kecuali jika ditujukan untuk mencapai keridhaan Allah.

Mengenai harta dan anak-anak, Allah memberi peringatan kepada orang beriman agar tetap waspada supaya terhindar dari fitnah.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anakmu sampai melalaikanmu dari mengingati Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, itulah orang-orang yang rugi. Al-Munafiqun:9Harta benda dan anak-anak mereka tidak berguna sedikitpun juga untuk penebus dan menolong mereka dari siksaan Allah, Mereka penghuni neraka, serta kekal di dalamnya selama-lamanya. Al-Mujadilah:17

Dengan berpura-pura tidak mengerti tujuan hidup di dunia, manusia biasanya terpengaruh oleh tujuan yang mereka anut sebagai "hukum dunia". Karena doktrin masyarakat, orang percaya bahwa pernikahan, mempunyai anak, dan mencari uang, sebagai hukum dunia yang kekal. Kebanyakan orang menunjukkan ketertarikan yang kuat terhadap hal-hal tersebut sambil tetap acuh tak acuh dalam mematuhi perintah Allah.

kata ujian (fitnah) digunakan oleh orang beriman sebagai do'a supaya terhindar dari fitnah orang kafir:

Dengan segera mereka berkata: "Kepada Allah sajalah kami mempercayakan diri! Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran kekejaman oleh orang-orang yang zalim.Yunus:85

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami jadi sasaran-fitnah oleh mereka yang kafir, dan ampunilah kami. Ya Tuhan kami, Engkaulah yang Maha Perkasa dan Bijaksana."Al-Mumtahinah:5

Al-Qur'an juga menamakan kesulitan, bencana, dan malapetakan sebagai fitnah:

Dan tidakkah orang yang munafik itu memperhatikan bahwa mereka diuji, sekali atau dua kali setiap tahun? Namun mereka tidak juga mau tobat dan tidak pula mau mengambil pelajaran.At-Taubah:126

Page 6: Fitnah Dalam Kitab Suci

Diterjemahkan dari "The Basic Concepts in The Qur'an" karya Harun Yahya www.harunyahya.com. Terjemahan Al-Qur'an dikutip dari "Terjemah dan Tafsir Al-Qur'an" susunan Bachtiar Surin terbitan Fa. SUMATRA Bandung.

Fitnah By Republika NewsroomKamis, 16 Oktober 2008 pukul 14:04:00

Fitnah berasal dari bahasa Arab berarti kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian dan siksaan. Dalam Alquran kata fitnah disebutkan pada 34 tempat dan digunakan untuk arti-arti yang berbeda-beda. Kitab-kitab hadis pada umumnya memuat bab tertentu tentang fitnah. Kitab Shahih al Bukhari misalnya memuat 78 hadis tentang fitnah. Fitnah dalam bahasa Indonesia difahami sebagai berita bohong atau desas-desus tentang seseorang, karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap sasaran fitnah.

Diriwayatkan bahwa suatu kali sahabat Ibnu Umar ditanya tentang makna fitnah. Ia lalu mengutip ayat Alquran yang artinya, ‘’Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka.’’ (QS. 2:193), kemudian menjawab, ‘’Tahukah engkau apakah fitnah itu?’’ Ia menjawabnya sendiri seraya mengatakan, ‘’Nabi memerangi orang-orang kafir (agar mereka mau memeluk Islam dan tidak kembali kepada agama mereka itulah fitnah, bukannya perang yang engkau perjuangkan untuk mendapatkan kekuatan duniawi.’’ (Hadis riwayat Bukhari).

Perang saudara di antara sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu fitnah tuli, buta, dan bisu. ‘’Dan mereka mengira tidak ada akan terjadi suatu bencana (fitnah) pun, maka (karena itu) mereka menjadi buta dan tuli.’’ (QS Al Maidah [5]:71). Literatur sejarah mencatat peristiwa pembunuhan Usman RA, khalifah yang ketiga sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa al fitnah al kubra (fitnah besar) yang pertama dan peperangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib R sebagai al fitnah al kubra yang kedua. Inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka sama sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar.

Alquran menggambarkan fitnah adalah lebih kejam dan lebih besar daripada pembunuhan (QS Al-Baqarah [2]: 191,217). Fitnah di sini digambarkan sebagai usaha menimbulkan kekacauan seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka, menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama. Juga berarti upayaupaya penganiyaan dan segala perbuatan yang dimaksud untuk menindas Islam dan kaum muslimin. dam

FITNAH LEBIH KEJAM DARI PEMBUNUHAN ?

January 7th, 2007 by Mbah Dipo

Page 7: Fitnah Dalam Kitab Suci

Kita sering mendengar istilah “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”. Namun rupanya tidak banyak yang tahu darimana istilah ini berasal, dan apa makna sebenarnya dari kalimat tersebut. Pokoknya asal pakai saja, dan ngaku-ngaku itu ajaran Islam, karena kalimat tersebut ‘kelihatannya’ berasal dari Al Qur’an.

Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut disebut memfitnah. Tapi apakah makna ‘fitnah’ yang dimaksud di dalam Al Qur’an itu seperti yang disebutkan itu? Mari kita telaah.

Di dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu asyaddu minal qotli….” yang artinya “Dan fitnah itu lebih sangat (dosanya) daripada pembunuhan..”. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Imam Abul ‘Aliyah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Al Hasan, Qotadah, Ad Dhohak, dan Rabi’ ibn Anas mengartikan “Fitnah” ini dengan makna “Syirik”. Jadi Syirik itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan.

Ayat tersebut turun berkaitan dengan haramnya membunuh di Masjidil Haram, namun hal tersebut diijinkan bagi Rasulullah saw manakala beliau memerangi kemusyrikan yang ada di sana. Sebagaimana diketahui, di Baitullah saat Rasulullah saw diutus terdapat ratusan berhala besar dan kecil. Rasulullah diutus untuk menghancurkan semuanya itu. Puncaknya adalah saat Fathu Makkah, dimana Rasulullah saw mengerahkan seluruh pasukan muslimin untuk memerangi orang-orang musyrik yang ada di Makkah.

Kemudian juga di surat Al Baqoroh (2) ayat 217, disebutkan “Wal fitnatu akbaru minal qotli…” yang artinya “Fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan..”.  Ayat ini turun ketika ada seorang musyrik yang dibunuh oleh muslimin di bulan haram, yakni Rajab. Muslimin menyangka saat itu masih bulan Jumadil Akhir. Sebagaimana diketahui, adalah haram atau dilarang seseorang itu membunuh dan berperang di bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram.

Melihat salah seorang kawan mereka dibunuh, kaum musyrikin memprotes dan mendakwakan bahwa Muhammad telah menodai bulan haram. Maka turunlah ayat yang menjelaskan bahwa kemusyrikan dan kekafiran penduduk Makkah yang menyebabkan mereka mengusir muslimin dan menghalangi muslimin untuk beribadah di Baitullah itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang beriman.

Tak ada satupun ayat di dalam Al Qur’an yang mengartikan kata “fitnah” dengan arti sebagaimana yang dipahami oleh orang Indonesia, yakni menuduhkan satu perbuatan yang tidak dilakukan oleh orang yang dituduh. Kata ‘fitnah’ di dalam Al Qur’an memang mengandung makna yang beragam sesuai konteks kalimatnya. Ada yang bermakna bala bencana, ujian, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran, dan lain sebagainya. Maka memaknai kata ‘fitnah’ haruslah dipahami secara keseluruhan dari latar belakang turunnya ayat dan konteks kalimat , dengan memperhatikan pemahaman ulama tafsir terhadap kata tersebut.

Memaknai kata-kata di dalam Al Qur’an dengan memenggalnya menjadi pengertian yang sepotong-sepotong serta meninggalkan makna keseluruhan ayat, hanya akan menghasilkan

Page 8: Fitnah Dalam Kitab Suci

pemahaman yang melenceng dan keliru akan isi Kitabullah. Dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang yang hendak menyalahgunakan Kitabullah demi mengesahkan segala perilakunya. Dan ini juga dilakukan oleh orang-orang yang hendak menyelewengkan makna Al Qur’an dari pengertian yang sebenarnya.

1.

Saifullah Kamalie

May 15th, 2007 at 1:26 pm

Tentang “Fitnah itu Lebih Kejam daripada Pembunuhan”, saya telah menulis sebuah makalah dengan judul “Fitnah Itu Lebih Kejam Daripada Pembunuhan”: Sebuah Gejala Faux Amis Dalam Penerjemahan.

Makalah tersebut telah didiskusikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah, Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta. Juga dimuat di Jurnal Kordinat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Atas penilaian sebuah tim, tulisan saya di jurnal itu memperoleh “award” dan sejumlah uang yang lumayan.

Insya Allah tulisan itu akan saya cari kembali filenya, siapa tahu di antara rekan ada yang berminat membacanya.

Yang jelas “fitnah” dalam bahasa Indonesia memang jauh berbeda maknanya dengan “fitnah” dalam bahasa Arab. Celakanya, kedua ayat dalam surah al-Baqarah tersebut sering dikutip para khatib Jum’at ketika mereka membahas “fitnah” dalam pengertian bahasa Indonesia. Dosa sih memang tidak, tetapi kasihan, mereka memperlihatkan kebodohannya tentang bahasa Arab.

http://www.republika.co.id/berita/8346/Fitnah, tgl 19 nov 2009.

Rujuk Kepada Ulama Jalan Keluar dari Fitnah

Fitnah adalah sebuah ungkapan yang sangat ditakuti oleh segenap manusia. Hampir-hampir tak seorang pun kecuali akan berusaha menghindarinya.

Begitulah Allah menjadikan tabiat manusia ingin selalu terhindar dari hal-hal yang menakutkan atau membahayakan. Lebih dari itu secara umum dalam pandangan syariat Islam, fitnah adalah sesuatu yang harus dihindari. Oleh karenanya ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa salam begitu banyak mewanti-wanti kita dari fitnah sehingga tidak sedikit dari para ulama' menulis buku khusus atau meletakkan bab khusus dalam buku-buku mereka yang menjelaskan perkara fitnah baik dari sisi makna atau bentuk dan gambarannya atau sikap-sikap yang mesti diambil saat menghadapi fitnah. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Page 9: Fitnah Dalam Kitab Suci

Dan peliharalah dirimu dari fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja diantara kamu. (Al-Anfal: 25).

Juga Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah Allah takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih. (An-Nur: 36).

Nabi bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: Zaman-zaman akan saling berdekatan, amalan akan berkurang, sifat pelit akan diberikan, fitnah dan haraj akan banyak. Para shahabat berkata, “Apakah itu?” Beliau menjawab, “Pembunuhan“.

Demikian pula Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu menceritakan apa yang beliau alami dari peringatan Nabi shallallahu 'alaihi wa salam terhadap fitnah. Kami dahulu duduk-duduk bersama Nabi maka beliau menyebut fitnah dan berulang kali menyebutnya. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Daud no 42431).

Nabi shallallahu 'alaihi wa salam juga menyatakan:

Segeralah beramal, fitnah-fitnah seakan potongan-potongan malam yang gelap, seorang di waktu pagi sebagai mukmin dan masuk sore menjadi kafir atau di waktu sore sebagai mukmin, di waktu pagi menjadi kafir, ia menukar agamanya dengan harta benda dunia”. (HR. Muslim).

Demikian mengerikan fitnah-fitnah itu. Karenanya beliau bersabda:

Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah yang benar-benar dijauhkan dari fitnah-fitnah dan yang diberi cobaan lalu bersabar. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani dalam As-Shahihah: 975). Bahkan dalam lafadz yang lain beliau mengulang-ulang kalimat pertamanya sampai 3 kali.

Makna Fitnah

Apa yang dimaksud dengan fitnah? Apakah berarti tuduhan tanpa bukti sebagaimana makna yang dipahami masyarakat? Untuk mengetahui maksudnya kami akan menukilkan penjelasan salah seorang ulama ahli tafsir Al Qur’an yaitu syaikh Muhammad As-Syinqity. Beliau berkata: “Penelitian Al Qur’an menunjukkan bahwa kata fitnah dalam Al Qur’an jika disebut secara mutlak memiliki 4 makna, yaitu membakar dengan api, cobaan dan ujian, hasil yang jelek dari cobaan, dan hujjah. (Lihat Adhwa’ul Bayan 6: 254-255)

Disebut pula dalam kamus-kamus bahasa Arab yang artinya perbedaan-perbedaan pendapat manusia dan kegoncangan pemikiran mereka (Kamus Al-Muhith dan Mu’jam Al-Wasith).

Dari uraian makna fitnah di atas maka menjadi jelas gambaran-gambaran fitnah didunia ini, diantaranya:

Pertama, banyaknya kelompok-kelompok dan aliran-aliran yang menisbatkan diri mereka kepada Islam. Kedua, pembantaian yang menimpa kaum muslimin di berbagai daerah di belahan dunia .

Ketiga, kedzaliman yang dilakukan oleh para umara (penguasa).

Page 10: Fitnah Dalam Kitab Suci

Keempat, simpang siur pendapat dalam perkara-perkara baru yang membutuhkan pembahasan para ulama' dan lain-lain.

Dalam menghadapi fitnah-fitnah yang ada, Ahlu Sunnah wal Jamaah telah memberikan tuntunan-tuntunan berupa sikap yang bijaksana sehingga dapat menghalau fitnah-fitnah itu atau meminimalkannya. Diantara sikap yang sangat penting dalam hal ini adalah merujuk kepada para ulama, meminta bimbingannya dan pengarahan mereka dalam menghadapinya.

Mengapa demikian? Kenapa perkara ini tidak diserahkan kepada masing-masing individu biar mereka menentukan sikap sendiri-sendiri? Menjawab pertanyaan yang terkadang muncul itu, kita katakan bahwa perkara fitnah bukan perkara biasa, bahkan perkara yang amat berbahaya sebagaimana telah disinggung. Dan tidak setiap orang bisa menyikapinya dengan tepat dan bijak sehingga kita kembalikan kepada para ulama karena beberapa hal.

Pertama, karena fitnah pada awal munculnya tidak ada yang mengetahui kecuali para ulama. Kalau sudah pergi baru orang-orang jahil ikut mengetahuinya sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud. Kedua, menyikapi fitnah sangat diperlukan pertimbangan maslahat (keuntungan) dan mafsadah (kerusakan) yang akan diakibatkan, terutama yang berkaitan erat dengan syariat. Dan yang sangat mengerti dalam masalah ini adalah para ulama. Juga peninjauan perkara itu dilihat dari sekian banyak sisi syariat.yang tidak mungkin bagi orang awam bahkan pemula thalibul ilmi untuk memahami perkara yang sifatnya umum dan menyeluruh.

Sehubungan dengan ini Imam Nawawi menjelaskan, jika sebuah kemungkaran ada pada masalah-masalah yang pelik baik dari perbuatan atau perkataan dan membutuhkan ijtihad, maka tiada jalan bagi orang awam untuk masuk padanya. Itu hanya hak para ulama Ketiga, bahwa Islam telah memberikan tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan fitnah dan yang mengetahuinya adalah para ulama.

Keempat, Islam memerintahkan dan menganjurkan untuk bertanya kepada ahlu dzikir (ulama) pada permasalahan yang tidak diketahuinya. Allah berfirman:

Bertanyalah kepada ahlu dzikr jika kalian tidak mengetahui. (An Nahl: 43)

Kelima, mengembalikan perkara ini kepada orang-orang awam akan mengakibatkan terpecahnya persatuan kaum musliman. Syaikh Shaleh Al-Fauzan menyatakan, “Allah menjadikan perkara-perkara perdamaian dan peperangan serta urusan-urusan yang sifatnya umum dan menyeluruh kembalinya kepada para umara dan ulama secara khusus dan tidak boleh untuk masing-masing individu masuk dalam perkara ini, karena yang demikian akan mengacaukan urusan dan memecah persatuan serta memberikan peluang kepada orang-orang yang memiliki tujuan-tujuan jahat yang selalu menunggu-nunggu bencana untuk kaum muslimin. (Lihat Qowaid fitta’amul ma’al ulama’: 120-122). Keenam, yang mampu menganalisa hakekat akibat dari fitnah adalah para ulama yang benar-benar kokoh dalam berilmu. Ibnu Qoyyim menjelaskan, “Tidak setiap orang yang mengerti fiqh dalam bidang agama mengerti takwil, hakekat yang berakhir padanya sebuah makna. Yang mengetahui perkara ini khusus orang-orang yang kokoh dalam berilmu”. (I’lamul Muwaqqi’in 1:332 dari Madarikun Nadhar:163)

Page 11: Fitnah Dalam Kitab Suci

Beberapa alasan tersebut sangat cukup untuk menjadi landasan dalam berpijak di atas prinsip ini yaitu merujuk para ulama dalam perkara fitnah. Dan alangkah baiknya kalau kita merenungi beberapa ayat atau hadits yang memerintahkan atau mengandung anjuran untuk melakukan hal ini sebagaimana telah diisyaratkan di atas.

Firman Allah:

“Bertanyalah kepada ahlu dzikr jika kalian tidak mengetahui”

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya: Bertanyalah kepada ahli ilmu…… sesungguhnya Allah memerintahkan siapa saja yang tidak mengetahui untuk rujuk kepada mereka dalam seluruh kejadian…… (Taisir Al-Karimir Rahman hal. 441).

Dan apabila datang kepada mereka suatu cerita tentang keamanan atau ketakutan mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka tentulah orang-orang yang mampu menyimpulkan diantara mereka akan mengetahuinya. (An-Nisa :83).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’ady menerangkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, katanya: “Ini adalah teguran dari Allah subhanahu wa ta'ala kepada hamba-hamba-Nya dari perbuatan yang tidak sepantasnya. Seharusnya jika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang penting dan maslahat yang bersifat menyeluruh yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum muslimin atau ketakutan yang mengandung musibah, mereka mengecek dan tidak terburu-buru menyebarkan kabar, tapi mengembalikan pada Rasul dan kepada Ulil Amri diantara mereka. Orang-orang yang memiliki pendapat yang baik, ilmu, keinginan yang baik, berakal dan memiliki kebijakan, yang memahami perkara-perkara dan mengetahui maslahat serta mafsadah. Jika mereka (ulil amri dan para ulama) memandang panyebarannya ada maslahat dan memberi semangat kaum mukminin, kebahagiaan dan keselamatan dari musuh, mereka akan melakukannya. Tapi jika mereka memandang tidak ada maslahat atau ada tapi mudharatnya lebih besar mereka tidak akan menyiarkannya”. Lalu beliau menyatakan: “Dalam penjelasan ini terkandung sebuah kaedah beradab, yaitu jika terjadi sebuah pembahasan pada sebuah perkara, hendaknya diserahkan kepada ahlinya (dalam hal ini ulama’) dan jangan melancangi mereka. Itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Dan ayat itu mengandung larangan terburu-buru menyebarkan berita saat mendengarnya. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk berfikir sebelum berbicara, bila ada maslahatnya maka dia maju, bila tidak maka menahan diri. (Taisir Al Karimir-Rahman: 198).

Firman Allah:

Wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan ulil amri diantara kalian” .(An Nisa :59).

Masalah fitnah biasanya mengundang kontroversial, makanya kita mesti mengembalikannya kepada Allah dan Rasul-Nya yakni Al Kitab dan As Sunnah. Dan yang memahami benar-benar hukum yang terkandung di dalamnya adalah para ulama.

Nabi shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

Page 12: Fitnah Dalam Kitab Suci

Tidakkah mereka bertanya ketika mereka tidak tahu, sesungguhnya obatnya bodoh itu hanya bertanya…

Telah dimaklumi bahwa kita diperintah untuk bertanya kepada Ahlu Dzikr yakni ulama, sebagaimana ayat yang lalu.

Dalam kisah seorang yang membunuh 99 jiwa, lalu ingin bertobat disebut di sana: Maka ia ditunjukkan kepada seorang ahli ibadah, lalu ia mendatanginya dan menyatakan bahwa telah membunuh 99 jiwa, bisakah bertaubat? Jawabnya: “Tidak”. Maka dibunuhnya sekalian sehingga genap menjadi 100. Kemudian ia mencari orang yang paling alim dimuka bumi ini, maka ditunjukkanlah dia kepada seorang ulama lalu ia katakan kepadanya bahwa telah membunuh 100 jiwa apakah bisa bertaubat? Jawabnya: “Ya, apa yang menghalangi antara kamu dengan taubat ?” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry).

Dalam hadits ini nampak jelas perbedaan antara seorang ulama dengan ahli ibadah. Fatwa seorang ulama membawa maslahat, sebaliknya fatwa seorang ahli ibadah tapi tanpa ilmu membawa mafsadah. Oleh karenanya Asy-Sya’by menyatakan: “Apa yang datang kepadamu dari para shahabat Nabi ambillah. Dan tinggalkan olehmu Sha’afiqah. Yakni yang tidak berilmu”.(Syarhus Sunnah Baghawi 1/318 lewat Madarikun-Nadhar: 162).

Atas dasar itu prinsip ini menjadi pilihan para ulama Ahlu Sunnah sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim Ar-Razi: “Pilihan kami adalah apa yang dipilih oleh para imam Ahlus-Sunnah di berbagai negeri….pada masalah-masalah yang tidak terdapat padanya riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa salam, para shahabat dan tabi’in dan meninggalkan (membuang) ide serta pendapat orang-orang yang mengkaburkan masalah (dan seakan) menghiasinya yaitu dari para pendusta.” (Syarh Ushul I’tiqad Al-Lalika’iy: 1/202-323)

Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnul Qoyyim melalui penjelasannya: “Seorang yang memahami kitab Allah, Sunnah Rasulullah dan ucapan shahabat dialah yang berhak berijtihad pada perkara nawazil (kejadian atau masalah yang baru). Golongan inilah yang boleh berijtihad dan boleh diminta fatwa.” (I’lamul Muwaq’in 4/212 melalui Madharikun Nadhar).

Uraian di atas baik dari ayat, hadits serta penjelasan para ulama merupakan dasar yang sangat kuat yang melandasi tegaknya prinsip ini. Maka hendaknya kita berusaha keras untuk tidak bergeser darinya walaupun sejengkal.

Film Anti Quran (Fitna)

Film Anti Quran = Film Sopan?

Oleh : Redaksi-kabarindonesia

28-Mar-2008, 12:03:06 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Page 13: Fitnah Dalam Kitab Suci

KabarIndonesia - Fitna, film yang sudah lama dinanti-nanti buatan anggota parlemen Belanda Geert Wilders akhirnya, sejak Kamis malam waktu Belanda, bisa dilihat juga di internet. (Redaksi: Lihat situs: http://www.liveleak.com/ & http://wildersnews.blogspot.com/)

"Film yang sopan dalam batas koridor hukum Belanda," demikian Wilders menyebut film sepanjang 16 menit itu dengan pesan terhadap Al Qur'an. Pengumuman Fitna mengundang kekhawatiran di dalam dan di luar negeri.

"Pesan saya jelas: makin banyak islamisasi akan berarti berkurangnya kebebasan kita, akan mengurangi hal-hal yang kita junjung tinggi di Belanda dan di sebuah negara demokrasi," kata Geert Wilders kepada Radio Nederland tak lama setelah filmnya keluar.

Awal Film

Film Fitna dimulai dengan gambar kitab suci Al Qur'an dan karikatur Denmark yang menggambarkan Nabi Mohamad mengenakan tulban dan bom. Sesudah itu terlihat gambar serangan berdarah terhadap New York, London dan Madrid, yang diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an. Selain itu juga diperlihatkan persiapan eksekusi oleh kalangan muslim radikal.

Kemudian muncullah tayangan panjang kepala berita pelbagai surat kabar; tidak hanya mengenai pembunuhan sineas Belanda Theo van Gogh oleh penganut Islam radikal Mohamad Bouyeri, tetapi juga ancaman terhadap penulis Inggris keturunan India Salman Rushdie, menyusul terbitnya buku Ayat-Ayat Setan.

Dan Geert Wilders sendiri juga tidak ketinggalan. Kepala berita, ‘Jihad terhadap Wilders' terpampang besar. Sementara itu ditampilkan juga beberapa orang imam yang mengeluarkan ucapan-ucapan radikal terhadap orang Yahudi dan kalangan homosexual. Terlihat pula gambar seorang anak perempuan kecil yang, dalam bahasa Arab, menyamakan orang Yahudi dengan "kera dan babi" serta rujukannya pada kitab suci Al Qur'an.

Film Fitna kemudian menyoroti apa yang disebutnya bahaya Islam terhadap Negeri Belanda. Gambar-gambar mesjid disusul dengan tulisan, "salam dari Belanda." Ditampilkan pula angka-angka meningkatnya jumlah orang Muslim di Belanda. Pada film ini hanya diperdengarkan musik klasik dan suara asli yang ada.

Akhir Film

Akhirnya terlihat gambar tangan yang membuka halaman kitab suci Al Qur'an. Lalu tidak terlihat apa-apa, hanya gambar hitam. Tapi terdengar suara kertas yang disobek. Kemudian muncul tulisan bahwa yang disobek itu adalah buku telpon. "Bukanlah saya, melainkan orang Muslim yang harus merobek ayat-ayat yang mengandung kebencian dalam Al Qur'an." Lalu Wilders

Page 14: Fitnah Dalam Kitab Suci

melanjutkan peringatannya dengan kata-kata, "Islam ingin menguasai, menundukkan dan bertekat menghancurkan kebudayaan Barat."

Tayangan terakhir kembali memperlihatkan karikatur Nabi Mohamad dengan bom pada tulbannya. Penyulut bom itu hampir terbakar habis, lalu terlihat ledakan dan kilat sebagai akhirnya.

Rapat Darurat

Tiga jam sebelum Wilders memasang filmnya pada internet, Koordinator Nasional Pemberantasan Terorisme Tjibbe Joustra sudah mengeluarkan peringatan. Segera setelah film itu ditayangkan kabinet Belanda mengadakan rapat darurat. Diberitakan Perdana Menteri Jan Peter Balkenende akan mengeluarkan pernyataan. Berkali-kali Balkenende sudah memperingatkan Wilders supaya tidak menayangkan film ini. Di dalam dan di luar negeri, pemerintah Belanda sudah menegaskan bahwa sebelum film ini keluar tidak bisa diambil langkah terhadap Wilders, karena ini merupakan kebebasannya untuk berpendapat.

Sejam setelah diluncurkan di internet, film itu sudah dilihat sebanyak 75 ribu kali. Kejaksaan Belanda akan menyelidiki apakah Fitna melanggar hukum. Bulan-bulan terakhir Wilders sudah puluhan kali digugat.

Geert Wilders tentang Fitna:"Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa (terorisme, red) berasal dari Quran. Bahwa Quran mengandung ayat-ayat yang menggunakan istilah torhibu (terorisme). (...) Untungnya, masa kini tidak ada lagi orang-orang yang mencari kebenaran di Alkitab atau Tora untuk membenarkan tindakan yang sangat keji. Tapi ini masih terjadi dengan Quran dan Islam. Dan saya mau menunjukkan: ini bukan buku yang sekedar tebal saja, tapi semuanya berasal dari buku yang mengerikan itu.''

"Sudah tentu saya membedakan agama dari orang-orangnya. Saya benar-benar melawan segala sesuatu yang berkaitan dengan ideologi Islam dan agama, Quran dan Mohamad. Karena menurut saya, semuanya itu mengorbankan kebebasan kami. Saya tidak bermasalah dengan orang Muslim secara individu atau dengan kelompok Muslim. Film ini bukan tentang orang Muslim."

Perdana Menteri Balkenende:"Kami menyayangkan film ini ditayangkan oleh bapak Wilders. Kami tidak mengerti apa tujuan film ini kecuali menyakiti perasaan. Pemerintah merasa didukung oleh reaksi-reaksi pertama yang berimbang dari organisasi-organisasi Muslim di Belanda."

Fouad Sidali (Ikatan Kerjasama warga Maroko di Belanda):"Film ini tidak mengejutkan seperti diduga sebelumnya. Kami belum ditelpon pendukung kami dengan keluhan mereka merasa tersinggung atau dihina. Mereka hanya berkata: bagi kami fragmen-fragmen di film itu juga mengerikan. Itu adalah fragmen-fragmen yang sudah masuk dalam buku sejarah; dan yang bertanggungjawab adalah penjahat, kaum kriminal dan bukannya Islam."

Page 15: Fitnah Dalam Kitab Suci

Sumber: Radio Nederland Wereldomroep (RNW)

PENAFSIRAN AL-RAZI TERHADAP FITNAH DALAM AL-QUR'AN

(Studi Deskriptif Analisis Tafsir Mafatih al-Gaib)

Skripsi/Undergraduate Theses from digilib-uinsuka / 2009-07-30 12:00:48By : SYAIFULLOH ANWAR NIM: 04531582, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated : 2009-07-30, with 1 files

Keyword : fitnahABSTRACT

Al-Qur'an sebagai kitab suci mengandung berbagai hal yang dibutuhkan umat manusia. Tujuan utama al-Qur'an diturunkan adalah untuk menjadi pedoman hidup umat manusia dalam menata kehidupan sehingga mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mendapatkan petunjuk al- Qur'an, para ulama sekian lama telah berusaha menggali dan menyingkap maksud atau tujuan al-Qur'an dengan jalan menafsirkan ayat-ayatnya sesuai kemampuan daya pikir dan kencenderungan masing-masing. Dengan semangat seperti itu, masa demi masa lahirlah berbagai produk penafsiran. Setiap zaman bisa jadi berbeda dalam produk penafsirannya. Dari situ muncullah perbedaan perbedaan dalam metode, sumber, dan corak penafsirannya.

Dari argumen tersebut kemudian menghantarkan penulis untuk meneliti sebuah karya tafsir yang muncul pada abad pertengahan yang terfokus pada karya al-Razi yaitu tafsir Mafatih al-Gaib. Dalam penelitian yang hendak dikaji adalah kata fitnah dalam tafsir Mafatih al-Gaib karya Fakhur al-Din al-Razi. Hal itu menarik untuk dikaji mengingat banyaknya cobaan atau ujian yang terjadi di negara kita ini, bersamaan dengan hal itu terdapat kebingungan sebagian masyarakat untuk mengidentifikasi berbagai bencana yang datang bertubi-tubi, dari kondisi tersebut sehingga perlu kita ketahui bagaimana al-Razi mengemukakan di dalam tafsirnya. Ketertarikan penulis untuk mengambil tafsir al-Razi berangkat dari analisisnya yang mendalam dan komprehensif karena beliau setiap kali menafsirkan ayat beliau selalu menggunakan analisis bantu keilmuan lainnya agar diperoleh penafsiran yang komprehensif.

Penelitan ini merupakan penelitan kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini, metode yang akan penulis gunakan dalam menganalisis fitnah dalam tafsir Mafatih al-Gaib adalah metode deskriptif-analisis yaitu bagaimana penyelidikan yang menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasi pemikiran al- Razi dalam karya tafsirnya. Prakteknya penulis berusaha menuturkan penafsirannya, kemudian menganalisisnya secara kritis dengan menguraikan atau

Page 16: Fitnah Dalam Kitab Suci

menyimpulkan. Kemudian untuk menganalisa data-datanya penulis menggunakan content analisys. Pada akhirnya diperoleh ragam makna fitnah dalam al-Qur'an, diantaranya adalah fitnah yang berarti cobaan dan ujian sedangkan makna lain telusuri berdasarkan konteks ayat sehingga melahirkan pengertian yang lain, seperti syirik, kufur, dosa, adzab, membakar, kesesatan, kerusakan, kekacauan, mengelincirkan dan gila.

Dalam kaitanya dengan penafsiran fitnah, secara umum al-Razi lebih menekankan pada pemilihan makna yang tepat. Makna itu ia peroleh dari penemuan dan penggalian makna dasar dan makna relasional. Makna dasar berarti makna yang akan selalu melekat pada kata, sedangkan makna relasional akan memunculkan setelah kata itu berinteraksi dengan konteks tertentu, yang akan memunculkan makna baru, dengan tetap mempertahankan makna semula.

Copyrights : Copyright � 2009 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.