Pemeriksaan Laboratorium HIV (Tugas)

4
Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS Deteksi HIV dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. a. Rapid tes untuk melakukan uji tapis. Saat ini tes yang cukup sensitif dan juga memiliki spesifitas yang tinggi. Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit. b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien terinfeksi. Karena hasil positif palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang dan apabila keduanya positif maka dilakukan uji yang lebih spesifik yaitu Western Blot. c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif. d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas. UNAIDS dan WHO menyarankan pemakaian 3 strategi tes yang baru saja diperbarui untuk meningkatkan ketepatan dan mengurangi biaya tes dan telah diterima oleh Departemen Kesehatan. Keamanan transfusi/transplantasi : strategi I

description

lab hiv

Transcript of Pemeriksaan Laboratorium HIV (Tugas)

Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDSDeteksi HIV dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut.a. Rapid tes untuk melakukan uji tapis. Saat ini tes yang cukup sensitif dan juga memiliki spesifitas yang tinggi. Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.

b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien terinfeksi. Karena hasil positif palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang dan apabila keduanya positif maka dilakukan uji yang lebih spesifik yaitu Western Blot.c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif.d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas.

UNAIDS dan WHO menyarankan pemakaian 3 strategi tes yang baru saja diperbarui untuk meningkatkan ketepatan dan mengurangi biaya tes dan telah diterima oleh Departemen Kesehatan.

Keamanan transfusi/transplantasi : strategi I

Surveilans :

10% prevalensi : Strategi II

Diagnosis :

Terdapat gejala klinik infeksi HIV :

30% prevalensi : Strategi II

Tanpa gejala klinik infeksi HIV :

10% prevalensi : Strategi III

Strategi I.

1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)

2. Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mem[punyai sensitivitas yang tinggi (> 99%)

3. Bila tes (A1) menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF

Strategi II.

1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1)

2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)

3. Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif. Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2

4. Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai reaktif, bila salah satu hasil tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF

5. Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes A2 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1

Strategi III.

1. Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay (disebut tes A1)

2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2)

3. Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF

4. Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua (disebut tes A3)

5. Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan sebagai REAKTIF

6. Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE

7. Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi > 10% (beresiko tinggi), laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien berasal dari daerah dengan prevalensi 99%, sedangkan reagensia pada tes selanjutnya (kedua dan ketiga) memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari yang pertama, untuk tujuan surveilans harus memiliki spesifisitas minimal sebesar 95% dan untuk tujuan diagnosis memiki spesifisitas minimal sebesar 98%.

Pada bayi yang baru lahir dengan ibu terinfeksi HIV, dilakukan tes anti-HIV setelah berumur 18 bulan, atau kalau sarana tersedia dapat dilakukan tes antigen

Pada seseorang yang terpapar darah penderita HIV (jarum suntik), bila hasil tes HIV negatip pada 4 bulan setelah terpapar, dilanjutkan dengan tes tiap 3 bulan selama 1 tahun, bila hasil tetap negatif, penderita bebas dari infeksi HIV