Pemeriksaan Lab Lupus

65
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Faktor imun dalam tubuh memiliki peran sangat penting. Terdapat beberapa penyakit yang disebabkan gangguan atau kelainan pada sistem imun antara lain lupus eritematosus. Penyakit lupus eritematosus merupakan penyakit sistemik autoimun yang bersifat kronis yang melibatkan multiorgan, seperti pada kulit, sistem saraf, ginjal, gastrointestinal, mata, juga rongga mulut. Etiologi lupus eritematosus belum bisa dipastikan tetapi terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskannya, dan semua teori tersebut memiliki patogenesis yang sama. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan hal tersebut belum diketahui penyebabnya yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.

Transcript of Pemeriksaan Lab Lupus

Page 1: Pemeriksaan Lab Lupus

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Faktor imun dalam tubuh memiliki peran sangat penting. Terdapat

beberapa penyakit yang disebabkan gangguan atau kelainan pada sistem imun

antara lain lupus eritematosus. Penyakit lupus eritematosus merupakan

penyakit sistemik autoimun yang bersifat kronis yang melibatkan multiorgan,

seperti pada kulit, sistem saraf, ginjal, gastrointestinal, mata, juga rongga

mulut. Etiologi lupus eritematosus belum bisa dipastikan tetapi terdapat

beberapa teori yang dapat menjelaskannya, dan semua teori tersebut memiliki

patogenesis yang sama.

Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit

yang sulit diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian.

Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik,

seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks imun dan yang

terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan hal tersebut belum

diketahui penyebabnya yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat

luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas

pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode

remisi.

Lupus eritematosus merupakan penyakit sistemik autoimun kronis.

Etiologi lupus eritmatosus, sama seperti penyakit autoimun lainnya sampai

saat ini belum pasti, tetapi prognosis dapat baik bila diberikan terapi yang

adekuat contohnya pada beberapa kasus lupus yang ringan, seperti pada

penyakit yang bermanifestasi pada kulit.

Angka kejadian penyakit ini cukup tinggi, baik di seluruh dunia

maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Penatalaksanaan

penyakit ini membutuhkan kerjasama multidisiplin dan dukungan dari

berbagai pihak.

Page 2: Pemeriksaan Lab Lupus

Epidemiologi

Lupus Eritematosus sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus

eritematosus. Penyakit lupus ditemukan baik pada wanita maupun pria, tetapi

wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1 karena wanita punya respon

antibodi yang lebih cepat, , umumnya pada usia 18-65 tahun tetapi paling

sering antara usia 25-45 tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada anak usia

10 tahun. Seelain itu, wanita yang mengonsumsi estrogen oral / hormon

pengganti estrogen punya risiko 1,2-2 kali lebih tinggi untuk terkena SLE

Insidensi lupus tidak diketahui, tetapi bervariasi menurut lokasi dan

etnis. Tingkat prevalensi 4-250/100, 000 telah dilaporkan, dengan penurunan

prevalensi putih dibandingkan dengan penduduk asli Amerika, Asia, Latin,

dan Amerika. Walaupun awal awitan sebelum usia 8 tahun tidak biasa, lupus

telah di diagnosis selama 1 tahun kehidupan. Dominasi perempuan bervariasi

dari kurang dari 4:1 sebelum pubertas ke 8:1 sesudahnya.

Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan,

sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan

menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan

rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi

penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi

dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.

SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika-

Amerika, Asia, Hispanik, dan dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah

penelitian epidemiologi melaporkan insidensi rata-rata pada pria ras kaukasia

yaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orang per tahun); 0,7-2,5 pada pria keturunan ras

Afrika-Amerika; 2,5-3,9 pada wanita ras Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanita

keturunan ras Afrika-Amerika. Menelusuri epidemiologi SLE merupakan hal

yang sulit karena diagnosis dapat sukar dipahami.

Page 3: Pemeriksaan Lab Lupus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun

dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-

binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan

dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui

secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan

atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya

berbagai macam autoantibody dalam tubuh.

Terdapat beberapa spekulasi pendapat untuk istilah lupus

eritematosus. Kata “lupus” dalam bahasa Latin berarti serigala, ”erythro”

berasal dari bahasa yunani yang berarti merah, sehingga lupus digambarkan

sebagai daerah merah sekitar hidung dan pipi, yang dikenal dengan butterfly -

shaped malar rash. Tetapi pendapat lain menyatakan istilah lupus bukan

berasal dari bahasa Latin, melainkan dari istilah topeng perancis dimana

dilaporkan wanita memakainya untuk menutupi ruam di wajahnya. Topeng

ini dinamakan ”Loup”,yang dalam bahasa perancis berarti serigala atau

”wolf” dalam bahasa Inggris.

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ

yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan

jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena.

Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,

hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi

selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar

termal).

Page 4: Pemeriksaan Lab Lupus

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor

genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari

sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan

menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan

dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit

inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun

lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana

antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini

menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit

menahun.

Apapun etiologinya, selalu terdapat predisposisi genetik yang

menunjukkan hubungannya dengan antigen spesifik HLA (Human Leucocyte

Antigen) / MHC (Major Histocompatybility Complex). Defek utama pada

lupus eritematosus sistemik adalah disfungsi limfosit B, begitu juga supresor

limfosit T yang berkurang, sehingga memudahkan terjadinya peningkatan

autoantibody.

Resiko meningkat 25-50% pada kembar identik dan 5% pada kembar

dizygotic, menunjukkan kaitannya dengan faktor genetik. Fakta bahwa

sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi

genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat

menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau

regulasi sistem imun.

Tabel 1. Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis

Page 5: Pemeriksaan Lab Lupus

Lupus Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's

Textbook of Rheumatology, 6th ed 2001)

Ultraviolet B light

Hormon sex

rasio penderita wanita : pria = 9:1 ; menarche : menopause = 3:1

Faktor diet

Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-canavanine;

Pristane atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats.

Faktor Infeksi

DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri

Faktor paparan dengan obat tertentu :

Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin;

Methyldopa; D-Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF-a;

Interferon-a.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum

sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan

keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:

Infeksi

Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

Sinar ultraviolet

Stres yang berlebihan

Obat-obatan tertentu

Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen

penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen

dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang

tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.

Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus

yang akan menderita penyakit ini.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa

diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria

Page 6: Pemeriksaan Lab Lupus

maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum

menstruasi dan atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon

(terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian

pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Terdapat dua teori mengenai etiologi lupus, yaitu :

1) Teori yang pertama menyebutkan bahwa pada perkembangan penyakit

mulai dari gambaran awal sampai timbul kerusakan didasari oleh

produksi sirkulasi autoantibodi menjadi suatu nukleoprotein, yaitu

antinuclear antibodies (ANA). Proses awal tidak diketahui tetapi

kemungkinan terjadi mutasi gen yang berhubungan dengan sel yang

mengalami apoptosis yang melibatkan limfosit, kemudian limfosit

bereaksi menyerang selnya sendiri.

Autoantibodi pada lupus dibentuk menjadi antigen nuclear (ANA)

dan (anti-DNA). Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks

imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon

inflamasi banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.

2) Teori lainnya menyatakan autoantibody lupus eritematosus merupakan

lanjutan dari reaksi silang antigen eksogen seperti retrovirus RNA.

Faktor Resiko terjadinya SLE

1. Faktor Genetik

Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering

daripada pria dewasa

Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering

dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon

Page 7: Pemeriksaan Lab Lupus

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen

mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi

menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah

berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan

prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun

secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi

terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan

diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus

obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat

yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,

metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid

Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat: dilantin,

penisilamin, dan kuinidin

Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis

antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-

kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi

7. Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah

memiliki kecendrungan akan penyakit ini.  

Patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas pathogenesis

SLE, yaitu : faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon.

Page 8: Pemeriksaan Lab Lupus

1. Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan

resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.

Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan

dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep

bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi

autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi

komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan imunoglobulin

(IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -DR3). Faktor

imunopatogenik yang berperan dalam LES bersifat multipel, kompleks

dan interaktif. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi

kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear, sehingga membantu

terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan fagositis gagal

membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akan

menimbulkan respon imun.

2. Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti

radiasi ultra violet, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-

immunity dan hilang toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.

Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada

penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara

langsung merubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator

yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi

kulit. Pengaruh obat memberikan gambaran bervariasi pada penderita

lupus, yaitu meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lain

yaitu peranan agen infeksius terutama virus rubella, sitomegalovirus,

dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.

3. Faktor imunologis, selama ini dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel

limfosit B menjadi dasar dari pathogenesis lupus eritematosus sistemik.

Beberapa autoantibodi ini secara langsung bersifat patogen termasuk

dsDNA (double-stranded DNA), yang berperan dalam membentuk

kompleks imun yang kemudian merusak jaringan.

Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis

autoantibodi terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis

Page 9: Pemeriksaan Lab Lupus

autoantibodi yang paling sering dijumpai pada penderita lupus adalah

antibodi antinuklear (autoantibodi terhadap DNA, RNA, nukleoprotein,

kompleks protein-asam nukleat). Umumnya titer antiDNA mempunyai

korelasi dengan aktivitas penyakit lupus.

Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk,

yaitu bersifat sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat

juga dengan mempermudah destruksi sel sebagai perantara bagi sel

makrofag yang mempunyai reseptor Fc imunoglobulin. Contoh klinis

mekanisme terakhir ini terlihat sebagai sitopenia autoimun. Ada pula

autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan karena dapat

berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya antiprotrombin,

sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi antinuklear

telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat

berperan sebagai penyebab vaskulitis.

Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis

ataupun bernilai sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi

antinuklear dapat ditemukan pada bukan penderita lupus, atau juga dalam

darah bayi sehat dari seorang ibu penderita lupus. Selain itu diketahui

pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif

dengan serum penderita lupus.

Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES

didasarkan pada adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang

terkena (glomerulus renal, tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) dan

aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasi

komplemen. Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan

terdeposit di jaringan, beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang

sering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA).

Komponen C1q dapat terikat langsung pada dsDNA dan menyebabkan

aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi.

4. Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun

mempunyai peran penting dalam predisposisi dan derajat keparahan

Page 10: Pemeriksaan Lab Lupus

penyakit. Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menars

dan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi

oleh Cooper menyatakan bahwa menars yang terlambat dan menopause

dini juga dapat mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan

estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk mendapat LES. 2,4

Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan

hormon estrogen merupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan

LES juga mempunyai kadar hormon FSH (Follicle-stimulating hormone),

LH (Luteinizing hormone) dan prolaktin meningkat. Pada perempuan

dengan LES, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan

estriol. Frekuensi LES meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan

postpartum. Pada hewan percobaan hormon androgen akan menghambat

perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan kastrasi

prapubertas akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.

Diagnosis

Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association

(ARA, 1997). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila

memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :

Kriteria diagnosis lupus menurut ACR (American College of Rheumatology).

 (Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

No Kriteria Definisi

1 Bercak malar

(butterfly rash)

Eritema datar atau menimbul yang menetap

berbatas tegas di daerah pipi, cenderung

menyebar ke lipatan nasolabial pada wilayah

pipi sekitar hidung (wilayah malar)

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan

adherent keratotic scaling dan follicular

plugging, pada lesi lama dapat terjadi parut

atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan

Page 11: Pemeriksaan Lab Lupus

sinar matahari, pada anamnesis atau

pemeriksaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak

nyeri. Termasuk ulkus oral dan nasofaring

yang dapat ditemukan

5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih

persendian perifer, ditandai dengan nyeri

tekan, bengkak atau efusi

6 Serositif a. Pleuritis

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural

friction rub atau terdapat efusi pleura pada

pemeriksaan fisik.

atau

b. Perikarditis

Dibuktikan dengan EKG atau terdengar

pericardial friction rub atau terdapat efusi

perikardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau

pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif

tidak dapat dilakukan.

atau

b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular,

tubular atau campuran

8 Gangguan saraf Kejang

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan

metabolik (uremia, ketoasidosis atau

ketidakseimbangan elektrolit)

atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan

metabolik (uremia, ketoasidosis atau

Page 12: Pemeriksaan Lab Lupus

ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah

Anemia hemolitik à dengan retikulositosis

Leukopenia à < 4000/mm3 pada >  1

pemeriksaan

Limfopenia à < 1500/mm3 pada >  2

pemeriksaan

Trombositopenia à < 100.000/mm3 tanpa adanya

intervensi obat

10 Gangguan imunologi Terdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA diatas titer normal

Anti-Sm(Smith) (+)

Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang

abnormal

antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes

standar

tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan

dan dikonfirmasi dengan ditemukannya

Treponema palidum atau antibodi treponema

11 Antibodi antinuklear Tes ANA (+)

*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 100%

spesifisitas

Gejala

Gejala dari penyakit lupus:

- demam

- lelah

- merasa tidak enak badan

- penurunan berat badan

- ruam kulit

- ruam kupu-kupu

Page 13: Pemeriksaan Lab Lupus

- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari

- sensitif terhadap sinar matahari

- pembengkakan dan nyeri persendian

- pembengkakan kelenjar

- nyeri otot

- mual dan muntah

- nyeri dada pleuritik

- kejang

- psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

- hematuria (air kemih mengandung darah)

- batuk darah

- mimisan

- gangguan menelan

- bercak kulit

- bintik merah di kulit

- perubahan warna jari tangan bila ditekan

- mati rasa dan kesemutan

- luka di mulut

- kerontokan rambut

- nyeri perut

- gangguan penglihatan.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit

dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem

dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang

lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.

Waktu yang dibutuhkan antara onset penyakit dan diagnosis adalah

5 tahun. Penyakit ini mempunyai ciri khas terdapatnya eksaserbasi dan

remisi. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitat

Page 14: Pemeriksaan Lab Lupus

seperti kontak dengan sinar matahari infeksi virus/bakteri, obat misalnya

golongan sulfa.

Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas

gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di

kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.

A. Gejala Konstitusional

Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Anak-anak yang paling

sering adalah anorexia, demam, kelelahan, penurunan berat badan,

limfadenopati dan irritable. Gejala dapat berlangsung intermiten atau

terus-menerus.

B. Gejala Muskuloskeletal

Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan, dapat berupa

athralgia (90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang

paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh

lutut, pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan

kaki.

Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris,

terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat

responsif terhadap terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain

pada LES. Arthritis pada tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament

dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat

timbul belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid dan

vaskulopati.

Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan

nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi.

Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan

pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun

kemudian dapat menjadi LES. Berikut merupakan mekanisme arthritis

pada SLE.

Page 15: Pemeriksaan Lab Lupus

C. Gejala Mukokutan

Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus SLE.

1). Lesi Kulit Akut

Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit

berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit

edematus pada hidung dan kedua pipi. Karakteristik malar atau ruam

kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari merah

pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches.

Ruam mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua

daerah terkena sinar matahari. Lesi-lesi tersebut penyebarannya

bersifat sentrifugal dan dapat bersatu sehingga berbentuk ruam yang

tidak beraturan. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat

sembuh tanpa bekas.

Page 16: Pemeriksaan Lab Lupus

2). Lesi Kulit Sub Akut

Lesi kulit sub akut yang khas berbentuk anular.

3). Lesi Diskoid

Sebesar 2 sampai 2% lesi discoid terjadi pada usia di bawah

15 tahun. Sekitar 7 % lesi discoid akan menjadi LES dalam waktu 5

tahun, sehingga perlu di monitor secara rutin. Hasil pemeriksan

laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA) yang

disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.

Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka,

telinga, dada, punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan

berbatas tegas, dengan diameter 5-10 mm, tidak gatal maupun nyeri

Berkembangnya melalui 3 tahap, yaitu erithema, hiperkeratosis dan

atropi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi,

tertutup oleh sisik keratin disertai oleh adanya penyumbatan folikel.

Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatrik.

Lesi diskoid tidak biasa di masa kanak-kanak. Namun,

mereka terjadi lebih sering sebagai manifestasi dari SLE daripada

sebagai diskoid lupus erythematosis (DLE) saja; 2-3% dari semua

DLE terjadi di masa kanak-kanak.

Page 17: Pemeriksaan Lab Lupus

4). Livido Retikularis

Suatu bentuk vaskulitis ringan, sering ditemukan pada SLE.

Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil

sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema

periungual.

5). Urtikaria

Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah

penyakit tenang secara klinis dan serologis.

D. Kelainan pada Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus

nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun

pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, jenis lupus

nefritis adalah :

(1) Kelas I: minimal mesangial lupus nephritis

(2) Kelas II: mesangial proliferative lupus nephritis

(3) Kelas III: focal lupus nephritis

(4) Kelas IV: diffuse lupus nephritis

(5) Kelas V: membranous lupus nephritis

(6) Kelas VI: advanced sclerotic lupus nephritis

Kelainan ginjal ditemukan 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering

ialah proteinuria dan atau hematuria. Ada 2 macam kelainan patologis

pada ginjal yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa.

Nefritis lupus difus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis tampak

sebagai sindrom nefrotik, hipertensi, serta gangguan fungsi ginjal sedang

Page 18: Pemeriksaan Lab Lupus

sampai berat. Nefritis membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai

dengan sindroma nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan

penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.

E. Serositis (pleuritis dan perikarditis)

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik

dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial. Efusi

pleura lebih sering unilateral, mungkin ditemukan sel LE dalam cairan

pleura. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.

F. Pneuminitis Interstitial

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan

sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai

tahap lanjut.

G. Gastrointestinal

Dapat berupa rasa tidak enak di perut, mual ataupun diare. Nyeri

akut abdomen, muntah dan diare mungkin menandakan adanya vaskulitis

intestinalis. Gejala menghilang dengan cepat bila gangguan sistemiknya

mendapat pengobatan yang adekuat.

H.Hati dan Limpa

Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi

jarang disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang

atau kembali normal.

I. Kelenjar Getah Bening dan Kelenjar Parotis

Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada 50% kasus.

Biasanya berupa limfadenopati difus dan lebih sering pada anak-anak.

Kelenjar parotis membesar pada 60% kasus SLE.

J. Susunan Saraf Tepi

Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan

motorik. Biasanya bersifat sementara.

K.Susunan Saraf Pusat

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan

kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan

kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk

Page 19: Pemeriksaan Lab Lupus

mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik.

Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid.

Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, CT Scan perlu dilakukan.

Gangguan susunan saraf pusat terdiri dari 2 kelainan utama, yaitu

psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya

ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya.

Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi disamping gejala khas

kelainan organik otak.

Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal.

Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah korea, paraplegia karena

mielitis transversal, hemiplegia, afasia, psikosis, pseudotumor cerebri,

aseptic meningitis, chorea, defisit kognitif global, melintang myelitis,

neuritis perifer dan sebagainya. Mekanisme terjadinya kelainan susunan

saraf pusat tidak selalu jelas. Faktor-faktor yang memegang peranan antara

lain vaskulitis, deposit gamma globulin di pleksus koroideus.

L. Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia,

Coombs-positif anemia hemolitik, anemia penyakit kronis

trombositopenia, dan lekopenia.

M. Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan

kembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium

pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau

menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,

terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang

pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu

pengobatan.

Secara umum anjuran pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah 

Analisis darah tepi lengkap (darah rutin dan LED), Sel LE, Antibodi

Page 20: Pemeriksaan Lab Lupus

antinuclear (ANA), Anti-dsDNA (anti DNA natif), Autoantibodi lain (anti

SM, RF, antifosfolipid, antihiston, dll), Titer komplemen C3, C4 dan CH50,

Titer IgM, IgG, IgA, krioglobulin, masa pembekuan, serologi sifilis (VDRL),

Uji Coombs, Elektroforesis protein, Kreatinin dan ureum darah, Protein urin

(total protein dalam 24 jam), Biakan kuman, terutama dalam urin dan foto

rontgen dada.

Mengingat banyaknya pemeriksaan yang dilakukan bila tidak terdapat

berbagai macam komplikasi atau karena pertimbangan biaya maka maka

dapat dilakukan permeriksaan awal yang penting seperti darah lengkap dan

hitung jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, sel LE dan  antibodi anti-ds

DNA

1. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalensi,

%

Antigen yang

Dikenali

Clinical Utility

Antinuclear antibodies

(ANA)

98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining

terbaik; hasil negative

berulang menyingkirkan

SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-

stranded)

Jumlah yang tinggi

spesifik untuk SLE dan

pada beberapa pasien

berhubungan dengan

aktivitas penyakit,

nephritis, dan vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks protein

pada 6 jenis U1 RNA

Spesifik untuk SLE;

tidak ada korelasi klinis;

kebanyakan pasien juga

memiliki RNP; umum

pada African American

dan Asia dibanding

Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks protein

pada U1 RNAγ

Tidak spesifik untuk

SLE; jumlah besar

berkaitan dengan gejala

yang overlap dengan

gejala rematik termasuk

Page 21: Pemeriksaan Lab Lupus

SLE.

Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein

pada hY RNA,

terutama 60 kDa dan

52 kDa

Tidak spesifik SLE;

berkaitan dengan

sindrom Sicca,

subcutaneous lupus

subakut, dan lupus

neonatus disertai blok

jantung congenital;

berkaitan dengan

penurunan resiko

nephritis.

Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada

hY RNA

Biasanya terkait dengan

anti-Ro; berkaitan

dengan menurunnya

resiko nephritis

Antihistone 70 Histones terkait

dengan DNA (pada

nucleosome,

chromatin)

Lebih sering pada lupus

akibat obat daripada

SLE.

Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2

glycoprotein 1

cofactor, prothrombin

Tiga tes tersedia –ELISA

untuk cardiolipin dan

β2G1, sensitive

prothrombin time

(DRVVT); merupakan

predisposisi pembekuan,

kematian janin, dan

trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes

Coombs’ langsung;

terbentuk pada

hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan

perubahan antigen

sitoplasmik pada

platelet.

Terkait dengan

trombositopenia namun

sensitivitas dan spesifitas

kurang baik; secara klinis

tidak terlalu berarti untuk

SLE

Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil

Page 22: Pemeriksaan Lab Lupus

(termasuk anti-

glutamate receptor)

permukaan antigen

limfosit

positif terkait dengan

lupus CNS aktif.

Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil

positif terkait dengan

depresi atau psikosis

akibat lupus CNS

Tabel : Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus

(SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid,

DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-

linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi

adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya

pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1

tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat

berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini

sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan

kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak

ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas

antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA)

spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel

dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60%

sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-

dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih

baik dengan nephritis

2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,

yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi

ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika

menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan

Page 23: Pemeriksaan Lab Lupus

untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari

kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua

penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk

mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem

kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

Ruam kulit atau lesi yang khas

Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya

gesekan pleura atau jantung

Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis

sel darah

Biopsi ginjal

Pemeriksaan saraf.

Komplikasi

Komplikasi LES pada anak meliputi:

Hipertensi (41%)

Gangguan pertumbuhan (38%)

Gangguan paru-paru kronik (31%)

Abnormalitas mata (31%)

Kerusakan ginjal permanen (25%)

Gejala neuropsikiatri (22%)

Kerusakan muskuloskeleta (9%)

Gangguan fungsi gonad (3%).

Penatalaksanaan

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan

jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah

kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa

dipantau dari pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan

Page 24: Pemeriksaan Lab Lupus

dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

SLE yang tidak diobati dapat diikuti oleh penyembuhan spontan, dapat

menjadi penyakit menahun, atau kematian yang cepat.

Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:

Kelompok Ringan

Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,

kelelahan, dan sakit kepala

Kelompok Berat

Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,

trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis,

pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan Umum :

Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam

infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional.

Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat,

pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup

Hindari Merokok

Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

Hindari stres dan trauma fisik

Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia

Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai

15.00

Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon

estrogen

Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan

relaps. Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua

dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan.

Edukasi dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam

menangani penyakit multisistem pada anak dan remaja. Nefrologis perlu

dilibatkan pada awal penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap

komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan dermatologis dan nutrisionis.

Perpindahan terapi ke masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.

Page 25: Pemeriksaan Lab Lupus

1. Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya

kenaikan berat badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu

dihindari makanan “junk food” atau makanan mengandung tinggi sodium

untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih.

2. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih dari 15 perlu diberikan

pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat melindungi dari sinar

UVB.

3. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi, karena risiko

infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik sebagai

profilaksis dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.

Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita

lupus, yaitu ;

1) diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama

infeksi bakterial

2) sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis

(leukosit >10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi,

3) gambaran radiologi infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu

sebagai infeksi bakterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain, dan

4) setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis.

Lupus diskoid

Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim

luocinonid 5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi

dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif

terhadap 50% pasien.

Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)

Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap

gangguan ginjal), antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis

rendah.

Arthritis lupus

Page 26: Pemeriksaan Lab Lupus

Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan

pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan

untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake

inhibitor antidepresan (amitriptilin).

Miositis lupus

Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi, dimulai dengan

prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen

meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati dalam 2-

3 tahun sampai mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang

digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan

cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari,

tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.

Fenomena Raynaud

Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin; 

alfa 1 adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid

mononitrat.

Lupus nefritis

Kelas I : Tidak ada terapi khusus dari klasifikasi WHO

Kelas II : (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan

terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena

menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah.

Kelas III : (focal proliferative Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama

agresifnya dengan  DPGN, khususnya bila ada  lesi focal

necrotizing.

Kelas IV : (DPGN) kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena

ternyata lebih baik dibandingkan bila hanya dengan prednison.

Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik untuk

DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah

terbukti memperbaiki outcome jangka panjang untuk tipe DPGN.

Page 27: Pemeriksaan Lab Lupus

Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan,

bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di

tapering off secara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid

intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian,

diperiksa kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan

dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah lekositnya

(normalnya 3.000-4.000/ml).

Kelas V : regimen terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan

kortikosteroid. (2). terapi kombinasi kortikosteroid dengan

siklosporin A, (3). sikofosfamid, azathioprine,atau klorambusil.

Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE inhibitor. Pada

Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah

dialisis dan transplantasi renal.

Gangguan hematologis

Untuk trombositopeni,  terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini

adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena,

vinblastin, danazol dan splenektomi. Sedangkan untuk anemia hemolitik,

terapi yang dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid intravena,

danazol dan splenektomi.

Pneumonitis interstitialis lupus

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan

siklfosfamid intravena.

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan

siklfosfamid intravena.

Penatalaksanaan Medikamentosa :

Untuk SLE derajat Ringan;

Page 28: Pemeriksaan Lab Lupus

Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,

perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.

Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan

non-steroid

Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.

Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria

(hydroxycloroquine)

Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.

Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai

kebutuhan

Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada

saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun

kacamata

Untuk SLE derajat berat;

Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia

hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal,

penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis

sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.

Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat

bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan

Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat

pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang

baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada

kortikosteroid dosis tinggi.

Pengobatan Pada Keadaan Khusus

Anemia Hemolitik

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan

sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu

belum ada perbaikan

Trombositopenia autoimun

Page 29: Pemeriksaan Lab Lupus

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon

dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan

dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut

Perikarditis Ringan 

Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif

dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari

Perkarditis Berat

Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari

Miokarditis

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat

dikombinasikan dengan siklofosfamid

Efusi Pleura

Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi

pleura/drainase

Lupus Pneunomitis

Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu

Lupus serebral

Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil

dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.

Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-

turut

Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LES

1. Antimalaria : Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO dalam garam sulfat

(maksimal 400 mg/hari)

2. Kortiko-steroid  : Prednison dosis harian (1 mg/kg/hari); prednison dosis

alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg);

prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan bersama

methylprednisolone dosis tinggi intermitten  (30 mg/kg/dosis, maksimum

mg) per minggu.

3. Obat imuno-supresif : Siklofosfamid 500-750 mg/m2 IV 3 kali sehari

selama 3 minggu.  maksimal 1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus

Page 30: Pemeriksaan Lab Lupus

terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap

dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3). Azathioprine  1-3

mg/kg/hari PO 4 kali sehari.

4. Non-steroidal anti-inflam-matory drugs (NSAIDs)

Naproxen 7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 500-1000 mg/hari

Tolmetin 15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 1200-1800 mg/hari

Diclofenac

< 12 tahun : tak dianjurkan

> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

5. Suplemen Kalsium dan vitamin D        

Kalsium karbonat      

< 6 bulan : 360 mg/hari

6-12 bulan : 540 mg/hari

1-10 bulan : 800 mg/hari

11-18 bulan : 1200 mg/hari

Calcifediol

< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu

> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

6. Anti-hipertensi

Nifedipin  0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg,

diulang tiap 4-8 jam.

Enalapril 0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa

ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari

Propranolol 0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan

bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari 2,3,4

PROGNOSIS

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin

membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan.

Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai

melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun

jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan.

Page 31: Pemeriksaan Lab Lupus

Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.

Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami

kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

Masa kanak-kanak SLE pada awalnya dipandang sebagai penyakit

fatal seragam. Dengan kemajuan dalam diagnosis dan perawatan, 5-yr

survival rate lebih besar dari 90%.. Penyebab utama kematian pada pasien

dengan lupus saat ini termasuk infeksi, nefritis, penyakit SSP, perdarahan

paru-paru, dan infark miokard; yang terakhir mungkin komplikasi akibat

administrasi kortikosteroid kronis dalam pengaturan kekebalan penyakit

kompleks.

LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%.

Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal

ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun.

Data dari beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival

rates sebesar 17.5%-69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates

sebesar 83%-93%. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien

LES dapat hidup selama 10 tahun, sebesar 88% dari pasien mengalami

sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan

menetap.

Page 32: Pemeriksaan Lab Lupus
Page 33: Pemeriksaan Lab Lupus

BAB III

KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. W

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sawangan 3/1, Kebasen

Pekerjaan : buruh

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Tgl masuk RSMS : 7 April 2011

Tgl pemeriksaan : 14 April 2011

2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

a. Keluhan utama : Badan pegal-pegal

b. Keluhan tambahan : lemas, nafsu makan menurun, mual, BB menurun,

sariawan di mulut, rambut rontok.

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik penyakit dalam RSMS dengan keluhan

badan terasa pegal-pegal sejak ± 1 tahun yang lalu. Pegal-pegal yang

dirasakan pasien terutama pada sendi-sendi lutut, pergelangan tangan,

siku dan telapak kaki. Keluhan tersebut dirasakan semakin lama semakin

memberat terutama ± 6 bulan terakhir ini dan mengganggu aktivitas.

Beberapa kali pasien mengkonsumsi obat pegal linu yang dibeli diwarung

untuk mengurangi pegal-pegal tersebut.

Pasien juga mengeluh badan menjadi sangat lemas, badan lemas

dirasakan di seluruh badan secara tiba-tiba oleh pasien sampai

mengganggu aktivitas dan diikuti dengan sakit kepala, mual, dan tidak

ada nafsu makan, sehingga berat badan pasien semaki hari semakin

menurun. Berat badan pasien menurun ± 18kg selama 1 tahun terakhir.

Page 34: Pemeriksaan Lab Lupus

Pasien juga mengeluhkan sariawan yang dirasakan sejak ± 1

minggu sebelum masuk rumah sakit. Sariawan semakin banyak dan tidak

sembuh-sembuh. Keluhan tersebut disertai dengan nyeri telan dan mual.

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh demam naik

turun. Demam dengan suhu yang tidak begitu tinggi dan tidak menggigil.

Demam dirasa berkurang jika minum obat penurun panas.

Pasien mengeluh rambut rontok, setiap harinya sekitar ± 300 helai

rambut pasien rontok. Selain itu pasien juga merasa bahwa rambutnya

mudah dicabut. Kurang lebih, 6 bulan yang lalu pasien pernah mengalami

bercak bercak kemerahan yang timbul di wajah terutama sekitar hidung

dan pipi serta di badan yang didominasi di daerah siku dan lutut yg

sekarang masih berbekas berupa bercak kehitaman.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit hati : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat penyakit ginjal : disangkal

- Riwayat penyakit paru : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat penggunaan obat-obatan : disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit ginjal : disangkal

- Riwayat penyakit hati : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat penyakit paru : disangkal

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Page 35: Pemeriksaan Lab Lupus

Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien dan

suami sudah lama tinggal di kebasen. Pasien tinggal di rumahnya sendiri

di daerah pemukiman padat penduduk, yang mana terdapat ruang tamu,

dapur, kamar mandi dan 3 buah kamar. Rumah pasien terbuat dari batu

bata, lantai rumah pasien belum dikeramik hanya diplester dengan semen.

Disekitar tempat tinggal pasien tidak terdapat pabrik maupun tempat

pembuangan limbah.. Ventilasi rumah pasien kurang dan pencahayaannya

kurang. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan pasien bahwa rumahnya

terlihat gelap walaupun di siang hari.

Pasien bekerja sebagai buruh. Pasien sudah menikah selama ± 15

tahun dan mempunyai 2 orang anak. Pasien mengaku hubungan antara

pasien dan suaminya harmonis. Suami pasien bekerja sebagai tukang

ojek. Ekonomi keluarga tergolong menengah kebawah yang mana

pendapatan sehari-hari hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-

harinya. Sehingga dalam masalah kesehatan pasien tidak terlalu

memperhatikan karena biaya yang tidak ada.

3. PEMERIKSAAN FISIK.

Keadaan Umum : Sedang, kooperatif

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : T : 120/80 mmHgR : 20 x/menitN : 78 x/menit S : 36,5 O C

BB : 40kg

TB : 160 cm

IMT = 40/ (1,60)2kg/m2

= 15,6kg/m2

Status Generalis

1

.

Pemeriksaan Kepala

- Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris.

Page 36: Pemeriksaan Lab Lupus

- Rambut : Warna hitam, jarang/sedikit, mudah rontok,

mudah dicabut

-

-

Nyeri Tekan

Muka

:

:

Tidak ada

Bintik-bintik disekitar pipi (tinggal bercak-

bercak kehitaman)

2

.

Pemeriksaan Mata

- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)

- Konjunctiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+) N, Isokor, diameter 3mm

3

.

Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

4

.

Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),

rinore (-/-)

5

.

Pemeriksaan Mulut

dan Faring

: Bibir terlihat kering, sianosis (-), tampak plak

putih yang meluas mengenai mukosa bukal, tepi

hiperemis (-), sariawan (+)

6

.

Pemeriksaan Leher

- Trakea : Deviasi trakea (-), Struma (-).

- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar limfe : Tidak Membesar, nyeri (-)

- JVP : JVP normal 5+1cm

7

.

Pemeriksaan Dada

Paru-paru

Paru bagian Depan :

Inspeksi : Dada simetris, Ketinggalan gerak (-), Retraksi (-)

Palpasi :Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada semua lapang paru

Page 37: Pemeriksaan Lab Lupus

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan: Ronkhi basah kasar (-/-), Ronkhi

basah halus (-/-), wheezing (-/-)

Paru bagian belakang :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua paru

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan : Ronkhi basah kasar (-/-), Ronkhi

basah halus (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMC

sinistra

- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMC

sinsitra, kuat angkat (-)

- Perkusi : Batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

- Auskultasi : S1 > S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

8

.

Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Datar

- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

- Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

- Palpasi : supel, undulasi (-), nyeri tekan(-), hepar dan lien tak

teraba besar

9 Pemeriksaan Ekstremitas

Page 38: Pemeriksaan Lab Lupus

- Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), ikterik (-), sianosis

(-),edema (-)

- Inferior : Deformitas (-), ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Pemeriksaan penunjang

Hasil laboratorium tanggal 7 April 2011

Darah lengkap

(nilai normal)

1. Hb : 9,3 gr/dl ↓ 13-16 gr/dl

2. Leukosit : 740 /ul ↓ 5000 – 10.000 /ul

3. Hematokrit : 29 % ↓ L 40 – 48, p 37 – 43 %

4. Eritrosit : 3,6 juta /ul ↓ L 4,5 – 5,5 , p 4 – 5 juta /ul

5. Trombosit : 97.000/ul ↓ 150.000 – 400.000 /ul

6. MCV : 80,1 ↓ 82 – 92 pg

7. MCH : 28,1% ↓ 31 – 37 %

8. MCHC : 32,6 gr/dl 32 – 36 gr/dl

9. RDW : 13,5 % 11,5-14,5 %

10.MPV : 10,1 (7,2-11,1fl)

Hitung Jenis

a. Eosinofil : 1,4 ↓ 0-1 %

b. Basofil : 4,1 ↑ 1-3 %

c. Batang : 0,00 ↓ 2-6 %

d. Segmen : 10,7 ↓ 50-70 %

e. Limfosit : 58,1 ↑ 20-40 %

f. Monosit : 25,7 ↑ 2-8 %

Kimia Darah

BUN : 19,8 ↑ 0,65mg/dl

GDS : 75 (≤200)

Seroimunologi

RF : negative

Page 39: Pemeriksaan Lab Lupus

Tanggal 9 April 2011

S : badan pegal-pegal, sariawan, batuk berdahak sudah 2 hari, mata sakit, mual,

muntah, BB menurun, Pusing, BAB tidak lancar, kadang sesak.

VS : TD : 90/70mmHg RR : 22x/menit

N : 60x/menit s : 37,1ºC

Belum cek lab ulang

Tanggal 10 April 2011

S : lemas, pusing, kaki kesemutan, batuk, sulit makan, bibir dan mulut sariawan

VS : TD : 110/70mmHg RR : 18x/menit

N : 68x/menit s : 36,5ºC

-diberikan leukokin 2x1

-belum cek lab ulang

Tanggal 11 April 2011

S : lemas, pusing, kaki kesemutan, batuk, sulit makan, bibir dan mulut sariawan

VS : TD : 110/70mmHg RR : 18x/menit

N : 70x/menit s : 36,5ºC

-diberikan leukokin 2x1

belum cek lab ulang

Tangga 12 April 2011

S : batuk, telapak kaki kanan dan kriri terasa senut-senut.

VS : TD : 110/70mmHg RR : 18x/menit

N : 76x/menit s : 36,5ºC

Hasil lab tanggal 12 April 2011

Darah lengkap

1. Hb : 9,2 gr/dl ↓ 13-16 gr/dl

2. Leukosit : 2060 /ul ↓ 5000 – 10.000 /ul

3. Hematokrit : 29 % ↓ L 40 – 48, p 37 – 43 %

4. Eritrosit : 3,5 juta /ul ↓ L 4,5 – 5,5 , p 4 – 5 juta /ul

Page 40: Pemeriksaan Lab Lupus

5. Trombosit : 69.000/ul 150.000 – 400.000 /ul

6. MCV : 81 ↓ 82 – 92 pg

7. MCH : 26,1% ↓ 31 – 37 %

8. MCHC : 32,3 gr/dl 32 – 36 gr/dl

9. RDW : 13,4 % 11,5-14,5 %

10.MPV : - (7,2-11,1fl)

Hitung Jenis

a. Eosinofil : 0,0 0-1 %

b. Basofil : 1 1-3 %

c. Batang : 0,00 ↓ 2-6 %

d. Segmen : 43,1 ↓ 50-70 %

e. Limfosit : 20,9 20-40 %

f. Monosit : 35,0 ↑ 2-8 %

Tanggal 13 April 2011

S : batuk, telapak kaki kanan dan kiri terasa senur-senut

VS : TD : 110/70mmHg RR : 20x/menit

N : 76x/menit s : 36,5ºC

diberikan leukokin 2x1, belum cek lab ulang

Tanggal 14 April 2011

S : Keluhan sudah mulai berkurang

VS : TD : 120/80mmHg RR : 20x/menit

N : 78x/menit s : 36,5ºC

Hasil laboratorium tanggal 14 Maret 2011

Darah lengkap

1. Hb : 10 gr/dl ↓ 13-16 gr/dl

2. Leukosit : 2190 /ul ↓ 5000 – 10.000 /ul

3. Hematokrit : 31 % ↓ L 40 – 48, p 37 – 43 %

4. Eritrosit : 3,9 juta /ul ↓ L 4,5 – 5,5 , p 4 – 5 juta /ul

5. Trombosit : 113.000/ul ↓ 150.000 – 400.000 /ul

6. MCV : 80,1 ↓ 82 – 92 pg

Page 41: Pemeriksaan Lab Lupus

7. MCH : 25,5% ↓ 31 – 37 %

8. MCHC : 31,8 gr/dl ↓ 32 – 36 gr/dl

9. RDW : 13,3 % 11,5-14,5 %

10.MPV : - (7,2-11,1fl)

Hitung Jenis

a. Eosinofil : 1,4 ↑ 0-1 %

b. Basofil : 2,7 1-3 %

c. Batang : 0,00 ↓ 2-6 %

d. Segmen : 51 50-70 %

e. Limfosit : 39,7 20-40 %

f. Monosit : 51,1 ↑ 2-8 %

DIAGNOSIS

SLE

PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Medikamentosa :

IVFD KAEN 3B+sohobion

inj Metilprednisolon 2 x 125 mg (iv)

inj rantin 2 x 50 mg (iv)

inj Panso 1 x 1 vial (iv)

inj cefotaxim 2 x 1 gram

ondansetron 1x1

leukokin 2x1

ciprofloxasin 2x1

Page 42: Pemeriksaan Lab Lupus

BAB V

KESIMPULAN

Lupus eritematosus didefinisikan sebagai gangguan autoimun, dimana

sistem tubuh menyerang jaringannya sendiri. Etiologi penyakit LES masih belum

terungkap dengan pasti tetapi diduga merupakan interaksi antara faktor genetik,

faktor yang didapat dan faktor lingkungan. Ada empat faktor yang menjadi

perhatian bila membahas pathogenesis SLE, yaitu : faktor genetik, lingkungan,

kelainan sistem imun dan hormon.

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat

timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh.

Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi

yang paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of

Rheumatology (ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4

dari 11 kriteria ACR tersebut, meliputi : butterfly rash, bercak discoid, fotosensitf,

ulkus mulut, arthritis, serositif, gangguan ginjal, gangguan saraf, gangguan darah,

gangguan imunologi dan gangguan antinuclear.

Komplikasi LES pada anak meliputi: hipertensi, gangguan pertumbuhan,

gangguan paru-paru kronik, abnormalitas mata, kerusakan ginjal permanen, gejala

neuropsikiatri, kerusakan muskuloskeleta dan gangguan fungsi gonad.

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan

jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah

kelainan organ yang sudah terjadi.

Page 43: Pemeriksaan Lab Lupus
Page 44: Pemeriksaan Lab Lupus

DAFTAR PUSTAKA

1. Anna MQ, Peter VR, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Eritematosus. Last

update: 1 Desember 2003. Available at: http://www.aafp.org

2. Anonim. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 16 Mei, 2009.

Available at htttp://www.childrenclinic.wordpress.com.

3. Harsono A, Endaryanto A. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last

update : 14 Februari, 2010. Available at http://www.pediatrik.com.

4. Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148 - Systemic Lupus

Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders,

Philadelphia. 2003. p810-813.

5. Callen JP. Lupus Eritematosus, Discoid. Last update : February, 2007.

Available at htttp://www.emedicine.com.

6. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus

Eritematosus Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.