PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN...

153
PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg) SKRIPSI Oleh: IRMA RAHMAHWATI E1A009132 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

Transcript of PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN...

Page 1: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

TERHADAP PELAKU ANAK

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg)

SKRIPSI

Oleh:

IRMA RAHMAHWATI

E1A009132

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

i

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

TERHADAP PELAKU ANAK

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:

IRMA RAHMAHWATI

E1A009132

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

ii

Page 4: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

iii

Page 5: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

iv

MOTTO

Ketahuilah Oleh mu..

Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia... Allah SWT tahu betapa keras engkau sudah berusaha.

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih.. Allah SWT sudah menghitung air matamu.

Ketika kau fikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berjalan begitu saja.. Allah SWT sedang menunggu bersamamu.

Ketika kau berfikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi... Allah SWT sudah punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan.. Allah SWT dapat menenangkanmu.

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menelpon.. Allah SWT selalu berada disampingmu.

Ketika kau mendambakan sebuah cinta sejati yang tak kunjung datang... Allah SWT mempunyai Cinta dan Kasih yang lebih besar dari segalanya dan

Dia telah menciptakan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu kelak. Ketika kau merasa bahwa kau mencintai seseorang, namun kau tahu cintamu tak terbalas..

Allah SWT tahu apa yang ada di depanmu dan Dia sedang mempersiapkan segala yang terbaik untukmu. Ketika kau merasa telah dikhianati dan dikecewakan..

Allah SWT dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum. Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak -jejak harapan.

Allah SWT sedang berbisik kepadamu. Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur..

Allah SWT telah memberkatimu. Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban..

Allah SWT telah tersenyum padamu. Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi.. Allah SWT sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu.

Ingat dimanapun kau atau kemanapun kau menghadap.. Allah SWT tahu..

Jika kau merasa diberkati dengan kata-kata ini, sampaikanlah kepada orang yang kamu sayangi!

Dari Abdullah bin ‘Amr r.a, Rasulullah s.a.w bersabda, “Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat..”

Page 6: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

ALLOH SWT yang telah memberikan saia banyak kenikmatan yang tiada henti-hentinya,,, yang telah memberikan rasa sabar kepada saia,, yang selalu mempermudah jalan saia ,,, yang selalu memberikan keajaiban dan keberuntungan kepada saia... yang selalu memberik an apa yang terbaik untuk saia..

Nabi Muhammad SAW ,,, yang selalu mengingat umatnya, yang selalu memperdulikan umatnya,,, yang selalu memikirkan umatnya,,, yang selalu menginginkan yang terbaik untuk umatnya.............

Mamah saia yang selalu mendoakan anak terakhirnya ini menjadi orang yang sukses,,, yang selalu memberikan saia semangat,, yang selalu mendengar semua keluh kesah saia,, yang selalu sabar sama anak bungsunya yang keras kepala ini,,,,

Babeh saia yang telah memberikan dukungan ,, yang selalu berusaha memberikan kebutuhan kuliah saia,, dan yang pastinya selalu menginginkan anaknya sukses...

kakak saia mba Rahayu,, yang selalu mendukung saia ,,, memberikan dorongan agar saia menjadi orang yang sukses ,,, menjadi orang yang pintar melebihinya,,,, selalu memberikan kebutuhan kuliah saia juga,, tapi maaf mba,, otak saia masih dibawah mba... kakak saia satu lagi mba Ida,, yang juga selalu mendukung saia, abah Naufal, kedua keponakan saia Naufal dan Havid... dan om Heri yang selalu memberikan dukungan sera Almarhum Mbah saia yang selalu menginginkan cucu-cucunya menjadi orang yang sukses,,, dan seluruh keluarga besar Ahmad Suhemi terima kasih semuanya....

Ebink,,,, yang menjadi penyemangat saia,,, dan karenamu saia percaya diri untuk jalani hidup yang penuh rintangan ini,, terimakasih telah hadir dalam hidup saia,,, I Miss you ☺

Bongkrekan : Ian ,, yang selalu memberikan semangat pada saia agar saia bisa wisuda September (tapi ngga tercapai), yang selalu saia curhati,, yang selalu saia repotkan ... yang udah nemenin saia ketempat dosen, dan bikin malu.. ha ha ha... . Haniii,,, yang selalu menemani saia refreshing biar ngga jadi orang stresss,, . Luluk,, yang selalu memberikan nasehat-nasehat kepada saia,,, nasehatmu selalu berguna bu

Page 7: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

vi

guru,,. Fifit,, yang selalu menyemangati saia ,, yang memberikan solusi agar saia tidak stres dalam mengerjakan skripsi,,. Tanti,, Ruy,, Andes,, Annas,, Candra yang telah memberikan semangat dan mendorong saia agar cepat lulus.... kangen gila-gilaan bareng kalian,, kangen lutisan,, kangen karokean,,, kangen kalian semua.. saia tidak menganggap kalian sebagai teman, tapi lebih dari itu karena kalian adalah SAHABAT saia ☺ ..dan untuk seluruh keluarga besar SEGANDOG..... SEGANDOG maregiiiii,,, oouugghhhhh...............................................................................

Kosan Nikotin : Ipat,, Anti,, Asry,, Erna,,, yang selalu memberikan semangat kepada saia,,, yang selalu mendengarkan curhatan saia,, yang selalu saia repotkan,,, yang selalu kamarnya saia berantakin,, yang kamarnya saia pakai buat nginep,, yang selalu nolongin saia kalau saia sakit... makasih buat semuanya... ☺

Teman-teman kampus merah,,,, adik saia Gilang, yang selalu memberikan semangat,, udah bantuin translitin abstrak ke bahasa inggris.. Brian dan Syaikhu , yang telah memberikan masukan-masukan untuk skripsi saia,,, geng selalu senang Acca, Indah, Melda terimakasih buat semangatnya, yang selalu mendengar keluh kesah saia, yang selalu saia repoti, Yolanda teman seperjuangan saia, kanan kiri bareng, yang suka beliin jajan, he he he, ,, Nanda,, yang sering saia repoti juga,, he he he,,Azi, yang memberikan nasehat tentang hidup,, Capung, Mukti, Gendut, Deda, Yanuar, Denni, Putri, Agatha, Rety, Rizka, Danang, Subkhan... seluruh teman-teman saia di kampus merah yang tak bisa saia sebutkan samuanya... ☺

TIM KKN Posdaya Unsoed Periode Januari-Februari 2013 Desa Pekiringan 1 Kec Karangmoncol Kab Purbalingga,,, Annis, Anjar, Sam, Rara, Niken, Reza, David... terimakasih untuk suka dan duka selama 35 hari bersama .. terimakasih atas kerjasamanya,,, maaf kalau saia selalu merepotkan kalian...... ☺

Terimakasih untuk semuanya,,, maafkan saia yang selama ini memiliki banyak salah ,, saia yang keras kepala,,, saia yang egois,,, saia yang merepotkan,, saia yang cerewet,,, maafkan atas semua kekurangan saia...

“saia bukanlah siapapun, dan saia tak ingin menjadi siapapun,

karena diri saia adalah saia ....”

Page 8: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala yang

senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya serta atas izin-Nya skripsi ini

dapat penulis selesaikan. Sholawat dan Salam tak lupa penulis curahkan kepada

Junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Pembuktian Dalam

Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Pelaku Anak (Tinjauan Yuridis terhadap

Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg)”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak

terhingga atas motivasi, dukungan, dan pengalaman yang diperoleh, yaitu kepada

yang terhormat dan tercinta:

1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto beserta para Pembantu Dekan dan seluruh

jajarannya;

2. Pranoto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I atas segala bantuan,

arahan, bimbingan, kesabaran, dan masukan yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini;

3. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas

segala bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini;

4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji Skripsi atas

segala bantuan, arahan, dan masukan dalam skripsi ini;

Page 9: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

viii

5. Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik

atas segala arahan dan masukan yang telah diberikan selama menempuh studi

di fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto;

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto;

7. Kedua orang tuaku dan seluruh keluargaku, terima kasih atas segala yang telah

diberikan baik dukungan moril maupun materiil;

8. Semua sahabat bongkrek, segandog, kosan nikotin, kampus merah, kkn,

terima kasih atas dukungan dan motivasinya, terima kasih atas suka dan duka

dalam kebersamaan kita. Dan untuk Ebink, terima kasih sudah jadi motivasi

saya agar dapat sukses sepertimu.

Penulis selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun dan bermanfaat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna

bagi setiap pembacanya. Terima kasih.

Purwokerto, 23 Oktober 2013

Penulis

Page 10: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

ix

ABSTRAK

Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan bagian yang sangat

penting dan memegang peranan yang strategis dalam proses pemeriksaan sidang

pengadilan. Membuktikan mengandung maksud dan tujuan untuk menyatakan

kebenaran atas suatu peristiwa. Banyak perkara termasuk perkara anak nakal di

pengadilan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan sehingga terkesan

setiap perbuatan anak nakal dapat dipastikan selalu diproses melalui jalur hukum.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik menuyusun skripsi dengan

mengambil judul penelitian “PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA

PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap

Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg)”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang

pertama, mengapa anak nakal diproses dalam persidangan pada Putusan No.

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg ? Kedua, bagaimana pembuktian dalam tindak pidana

penganiayaan terhadap pelaku anak pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg ?

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa alasan anak nakal

diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak adanya upaya

perdamaian, diduga melakukan tinda k pidana penganiayaan, dan adanya

pelimpahan berkas perkara, surat dakwaan serta barang bukti oleh penuntut umum

ke Pengadilan Negeri. Pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap

pelaku anak yaitu adanya keterangan saksi ya ng saling bersesuaian dengan

keterangan terdakwa dan dihubungkan dengan alat bukti surat serta barang bukti

yang diajukan dipersidangan maka syarat pembuktian telah terpenuhi, serta unsur-

unsur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP telah terpenuhi sehingga hasil putusan

menyatakan bahwa terdakwa HA Bin Sm terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan.

Kata Kunc i : Pembuktian, Tindak Pidana Penganiayaan, Anak.

Page 11: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

x

ABSTRACT

Verification in the Code of Criminal Procedure is a very important part

and hold strategic role on court investigation process. Verifying has meaning and

purpose to assert the truth from certain incident. Many cases included

mischievous children can be certainly processed by law mechanism. Based on that

description, writer was interested to arrange a thesis entitled “VERIFICATION

ON VIOLENCE CRIME BY CONVICTED CHILDREN (Juridical Observation

Towards Court Verdict No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg).

Based on the description above, so the first problem can be formulated,

why mischievous child was processed by court on verdict no.

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg? Second, how was the verification on violence crime by

convicted children on verdict no. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg?

Based on the research result, is gotten conlusiom that the reason

mischievous child was processed in the court is because his age was 16 already,

no reconciliation effort, accused did violence crime, and there was transfering file,

accusation letter also evidence by attorney to the State Court. Verification on

violence crime by convicted children was there were witnesses explanation that

was correlated with convicted’s explanation and it was related with evidences that

proposed in court process thus the verification requirements were fulfilled, also

the elements on article 351 section (1) KUHP have fulfilled so the verdict result

stated that the accused HA Bin Sm was legally proven and convinced guilty did

the violence crime.

Keywords : Verification, Violence crime, Children.

Page 12: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iii

HALAMAN MOTTO........................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ v

KATA PENGANTAR........................................................................................ vii

ABSTRAK.......................................................................................................... ix

ABSTRACT........................................................................................................ x

DAFTAR ISI...................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah................................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7

A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana............................. 7

1. Pengertian Hukum Acara Pidana....................................................... 7

Page 13: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

xii

2. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana.......................................... 8

B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana............................................................. 11

C. Pembuktian.............................................................................................. 21

1. Pengertian Pembuktian. ..................................................................... 21

2. Sistem Pembuktian............................................................................ 23

3. Alat Bukti Menurut KUHAP............................................................. 28

D. Anak......................................................................................................... 39

1. Pengertian Anak................................................................................. 39

2. Kenakalan Anak................................................................................. 41

3. Proses Peradilan Pidana Anak........................................................... 43

E. Tindak Pidana Penganiayaan................................................................... 54

1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan........................................... 54

2. Jenis-Jenis Penganiayaan................................................................... 55

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 61

A. Metode Pendekatan.................................................................................. 61

B. Spesifikasi Penelitian............................................................................... 61

C. Jenis da n Sumber Data............................................................................. 62

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum...................................................... 62

E. Metode Penyajian Bahan Hukum............................................................ 63

F. Metode Analisis Bahan Hukum............................................................... 63

G. Perbedaan Penelitian Penulis Dengan Penelitian Terdahulu................... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 66

A. Hasil Penelitian........................................................................................ 66

Page 14: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

xiii

B. Pembahasan.............................................................................................. 88

BAB V PENUTUP............................................................................................. 136

A. Simpulan.................................................................................................. 136

B. Saran........................................................................................................ 137

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia merupakan

negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 yang merumuskan bahwa “Negara Republik Indonesia adalah

Negara Hukum”. Indonesia sebagai negara hukum memberikan perlindungan

terhadap hak asasi manusia. Setiap warga negara berhak dan wajib

diberlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang

lain, begitu pula mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan

pemerintah.

Anak merupakan suatu anugerah dan amanah dari Tuhan Yang Maha

Esa yang memiliki hak untuk dilindungi harkat dan martabatnya oleh undang-

undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Secara umum perlindungan dan hak-hak anak dijamin

oleh Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28 D ayat (2) yang merumuskan:

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Page 16: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

2

Situasi dan kondisi sosial sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan

perilaku seorang anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar

hukum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh berbagai faktor antara lain

adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus

globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagai orang tua, telah

membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang

sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu anak yang

kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan dan bimbingan dan

pembinaan dalam pengembangan sikap perilaku penyesuaian diri, serta

pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret

dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan

merugikan perkembangan pribadinya. Dalam situasi dan kondisi yang

abnormal serta pengaruh dari keadaan sekitarnya maka tidak jarang anak yang

melakukan tindak pidana.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

memberikan perlindungan hukum kepada anak yang melakukan perbuatan

pidana, sehingga anak yang melakukan perbuatan pidana mendapat

penanganan secara khusus, sedangkan peradilan yang dijalani anak tersebut

pun diatur dengan mengingat kekhususan pada anak. Tujuan pidana tidak

semata -mata menghukum anak yang sedang bersalah, akan tetapi membina

dan menyadarkan kembali anak yang telah melakukan kekeliruan atau telah

melakukan perbuatan menyimpang. Hal ini penting mengingat bahwa apa

Page 17: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

3

yang telah dilakukannya perbuatan salah yang melanggar hukum. Untuk itu

penjatuhan pidana bukanlah satu-satunya upaya untuk memproses anak yang

telah melakukan tindak pidana.

Proses peradilan pidana yang bertumpu pada hukum pidana dan

hukum acara pidana, negara melalui organ-organnya mempunyai hak atau

kewenangan untuk menjatuhkan pidana. Tujuan dari hukum acara pidana

adalah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sebenar-

benarnya. Hakim harus mencari dan mendapatkan kebenaran materiil yang

diperoleh dari alat bukti sebelum mengambil suatu putusan. Dalam Pasal 183

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) merumuskan bahwa :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Menurut Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti yang sah ialah :

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa.

Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan bagian yang sangat

penting dan memegang peranan yang sangat strategis dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan. Membuktikan mengandung maksud dan

tujuan untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa. Menurut Pasal 183

Page 18: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

4

KUHAP sistem pembuktian yang digunakan di Indonesia adalah sistem

pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Pembuktian sangat penting dalam membuktikan kesalahan seseorang,

apalagi saat ini kejahatan semakin berkembang dengan pesat. Barda Nawawi

Arief sebagaimana dikutip Moh. Hatta 1 mengungkapkan pendapatnya tentang

kejahatan bahwa kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya

dihadapi oleh Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi

merupakan suatu universal phenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang

meningkat tetapi juga kwalitasnya dipandang serius di banding masa-masa

lalu. Kejahatan timbul bukan sekedar karena niat, juga bukan pula tumbuh

karena kesempatan, tetapi kejahatan hadir karena memang semua orang lebih

‘aman dan tentram’ dengan berbuat jahat.2

Di masyarakat sering terjadi kejahatan terhadap tubuh atau yang biasa

kita kenal dengan penganiayaan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) juga menggunakan istilah penganiayaan untuk tindak pidana terhadap

tubuh, tetapi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak

memuat arti penganiayaan tersebut.

Pengertian penganiayaan menurut Soenarto Soerodibroto3 bahwa

menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka, kesengajaan

ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan. Tindak pidana penganiayaan telah

1Moh. Hatta, 2009, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum Dan Pidana Khusus , Yogyakarta : Liberty, hlm 33. 2Eko Prasetyo, 2010, Keadilan Tidak Untuk Yang Miskin, Yogyakarta : Resist Book, hlm 85. 3Soenarto Soerodibroto, 2007, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm 214.

Page 19: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

5

menyebabkan keresahan dalam masyarakat, sehingga untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat perlu adanya perlindungan hukum. Tindak pidana

penganiayaan ini diatur dalam KUHP buku II bab XX.

Peradilan pidana anak bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak yang

pada dasarnya merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial. Peradilan

pidana anak juga bertujuan untuk dapat mengungkap suatu perkara seperti

dalam Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg mengenai tindak pidana

penganiayaan yang dilakukan oleh anak nakal. Anak nakal melakukan tindak

pidana penganiayaan terhadap seorang tukang ojek, hal itu dilakukannya

karena anak nakal tersebut tidak memiliki uang untuk membayar ongkos ojek.

Anak nakal dilaporkan tukang ojek tersebut sehingga ditetapkan sebagai

tersangka dan dilimpahkan perkaranya ke Pengadilan. Setelah melalui proses

persidangan, anak nakal dijatuhi pidana penjara selama tujuh bulan.

Berdasarkan lata r belakang yang diuraikan di atas , penulis menyusun

skripsi dengan mengambil judul penelitian “PEMBUKTIAN DALAM

TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU ANAK

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg)”.

B. Perumusan Masalah

1. Mengapa anak nakal diproses dalam persidangan pada Putusan

No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg ?

2. Bagaimana pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap

pelaku anak pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg ?

Page 20: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

6

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui alasan anak nakal diproses dalam persidangan pada

Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

2. Untuk mengetahui pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan

terhadap pelaku anak pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengajaran

menambah materi perkuliahan khususnya dalam mata kuliah

hukum acara pidana.

b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat pada pengembangan teori

dalam hukum acara pidana khususnya mengenai pembuktian

dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku anak.

2. Kegunaan Praktis

a. Dapat memberikan jawaban dan masukan bagi penulis mengenai

permasalahan yang ada dalam penelitian ini dengan menerapkan

hukum acara pidana.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembaca dan bagi mereka yang berminat dibidang hukum.

Page 21: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum pidana merupakan hukum pidana materiil sedangkan

hukum acara pidana merupakan hukum pidana formil. Hukum formil

menurut A. Chainur Arrasjid4 adalah hukum yang mengatur cara

mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan hukum materiil.

Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

hukum materiil melalui suatu proses dengan berpedomankan kepada

peraturan yang dicantumkan dalam hukum acara. 5 Apabila ada

pelanggaran terhadap hukum pidana materiil, maka aparat kepolisian,

kejaksaan, dan pengadilan / kehakiman tanpa diminta oleh korban

kejahatan, harus sanggup melaksanakan tugas kewajibannya untuk

melakukan penyelidikan dan/atau penyidikan, penuntutan, mengadili dan

mengeksekusi pelaku kejahatan. Dengan demikian, berarti hukum acara

pidana adalah bersifat memaksa (dwangenrecht).6 Tidak mungkin sanksi-

sanksi yang diancamkan oleh hukum pidana materiil dapat langsung

dikenakan kepada orang yang diduga melakukan tindak pidana dan telah

4A. Chainur Arrasjid, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 110. 5R. Abdoel Djamali, 2010, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, hlm 193.

6Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 333.

Page 22: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

8

memenuhi unsur-unsurnya tanpa mekanisme peradilan yang benar, yaitu

hukum acara pidana. 7

Hukum Acara Pidana adalah hukum pidana yang mengatur tata

cara menegakkan hukum pidana materiil. Artinya, apabila terjadi

pelanggaran hukum pidana materiil, maka penegakannya menggunakan

hukum pidana formal. Istilah yang lazim hukum digunakan untuk hukum

ini adalah ‘Hukum Acara Pidana’, yakni hukum yang mengatur tentang

bagaimana para penegak hukum serta masyarakat (yang terpaksa

berurusan pidana) beracara di muka pengadilan pidana.8 Menurut Wirjono

Prodjodikoro yang dikutip oleh Yulies Tiena Masriani9, Hukum Acara

Pidana adalah peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat- alat

perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan, memperoleh Keputusan

Pengadilan, oleh siapa Keputusan Pengadilan itu harus dilaksanakan, jika

ada seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan pidana.

Dari beberapa pengertian hukum acara pidana menurut para ahli

hukum di atas, dapat dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah hukum

pidana yang mengatur tata cara negara untuk mempertahankan hukum

pidana materiil melalui melalui alat pelengkapnya.

2. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Hukum Acara Pidana itu berfungsi untuk melaksanakan hukum

pidana materiil, yakni memberikan peraturan cara bagaimana negara

7Zulkarnain, 2008, Praktik Peradilan Pidana (Panduan Praktis Kemahiran Hukum Acara Pidana), Malang : In-Trans Publishing, hlm 12. 8Ilham Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia (Prinsip -Prinsip Dan Implementasi Hukum Di Indonesia), Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm 46. 9Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia , Jakarta: Sinar Grafika, hlm 82.

Page 23: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

9

dengan mempergunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya

untuk memidana atau membebaskan pidana. 10 Menurut Yulies Tiena

Masriani11, fungsi hukum acara pidana adalah mendapatkan kebenaran

materiil, putusan hakim dan pelaksanaan keputusan hakim.

Fungsi hukum acara pidana dikemukakan secara umum dengan

membagi fungsi hukum acara pidana yaitu fungsi preventif dan fungsi

represif. Fungsi preventif yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat

kejahatan. Fungsi ini dapat dilihat ketika sistem peradilan pidana dapat

berjalan dengan baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang akan

berhitung atau berfikir kalau akan melakukan tindak pidana. Fungsi

represif yaitu, fungsi hukum acara pidana adalah melaksanakan dan

menegakkan hukum pidana. Artinya jika ada perbuatan yang tergolong

sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut harus diproses agar

ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam hukum pidana dapat

diterapkan. 12

Hukum acara pidana tidak hanya memiliki fungsi, namun hukum

acara pidana juga memiliki tujuan. Tujuan Hukum Acara Pidana sangat

erat hubungannya dengan tujuan Hukum Pidana yaitu menciptakan

ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan

masyarakat. Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang harus

10Ishaq, 2009, Dasar -Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 157. 11Yulies Tiena Masriani, Op.Cit. , hlm 83. 12http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/28/hukum-di-indonesia-hukum-acara-pidana/, diakses pada tanggal 10 Mei 2013.

Page 24: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

10

dilalui oleh aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum

pidana materiil terhadap pelanggarnya.13

Adapun tujuan hukum acara pidana antara lain telah dijelaskan

dalam Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukan Acara Pidana

sebagaimana dikutip oleh Ishaq, yaitu:

“Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” 14 Tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah

merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu

ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam

masyarakat.15

Fungsi dan tujuan hukum acara pidana dari beberapa penjelasan di

atas secara singkat dapat dikatakan bahwa fungsi dan tujuan hukum acara

pidana yaitu:

1. Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil.

2. Mencapai suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan,

dan kesejahteraan dalam masyarakat.

3. Putusan hakim dan pelaksanaan keputusan hakim.

13Yulias Tiena Masriani, Loc.Cit. 14Ishaq, Op.Cit., hlm 157-158. 15Andi Hamzah, 2011, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 9.

Page 25: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

11

4. Mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan.

5. Melaksanakan dan menegakkan hukum pidana.

B. Asas -Asas Hukum Acara Pidana

Asas merupakan sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau

berpendapat. Asas -asas hukum harus ada dalam setiap aturan hukum. Jika

asas-asas hukum tidak ada dalam sebuah aturan hukum maka aturan

tersebut tidak dapat dimengerti. Hukum acara pidana juga memiliki asas-

asas hukum acara pidana agar hukum acara pidana dapat dimengerti. Asas-

asas hukum acara pidana yaitu:

1. Asas Legalitas

Legalitas berasal dari kata legal (latin), aslinya legalis, artinya

sah menurut undang-undang. Asas legalitas ini dikenal sebagai asas

dalam hukum acara pidana, bahwa setiap perkara pidana harus

diajukan ke depan hakim. Dalam KUHAP, konsideran huruf a

mengatakan, “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan

itu dengan tidak ada kecualinya”.16

Asas ini te rcantum dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merumuskan bahwa :

16Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2010, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek , Bogor : Ghalia Indonesia, hlm 2.

Page 26: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

12

“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

Sebagaimana dikatakan oleh Hibnu Nogroho17 bahwa Dalam

KUHAP Indonesia dikenal suatu asas yang sangat fundamental yaitu

Asas Legalitas. Dalam bahasa latin asas ini berbunyi nullum dellictum,

nulla poena, sine praevie lege poenali. Asas ini diatur dalam Pasal 1

ayat (1) KUHP ya ng pada intinya menyatakan, tiada akan dijatuhkan

pidana kecuali telah ada aturan pidana yang telah mengatur perbuatan

tersebut sebelum perbuatan dilakukan. Asas ini oleh ahli hukum

dipandang sebagai asas yang vital. Prof. Oemar Senoaji pada waktu

menjadi Menteri Kehakiman bahkan menyatakan, asas legalitas

walaupun bukan asas yang tercantum dalam UUD namun pembentuk

undang-undang tidak boleh dengan gegabah menyimpanginya, sebab

asas ini merupakan asas fundamental bagi suatu negara hukum.

2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of innocence)

Asas ini disebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman dan juga dalam

Penjelasan Umum butir 3c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang K itab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

dirumuskan :

”Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang

17Hibnu Nugroho, 2012, Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hlm 8-9.

Page 27: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

13

menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Meskipun seorang terdakwa telah diperiksa di muka sidang

pengadilan bukan berarti ia telah salah melakukan tindak pidana, di

dalam sidang pengadilan tindak pidana yang didakwakan tersebut

masih harus dibuktikan, apakah betul ia melakukan tindak pidana dan

dapat dinyatakan salah sampai keputusannya mempunyai kekuatan

yang tetap.

Apabila terdakwa belum dapat dibuktikan bahwa ia salah masih

banyak kemungkinan terdakwa tidak salah. Untuk itu tidak boleh

orang cepat-cepat mengatakan bahwa orang yang diperiksa di muka

sidang pengadilan itu sudah salah. Dalam Pasal 158 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) merumuskan :

“Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terda kwa”.

3. Asas Perlakuan yang Sama atas Diri Setiap Orang di Muka

Hukum (Equality Before the Law)

Asas yang umum dianut di negara -negara yang berdasarkan

hukum ini tegas tercantum pula dalam Undang-Undang Kekuasaan

Kehakiman Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda -bedakan orang.”

Page 28: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

14

Asas ini juga terdapat dalam penjelasan umum butir 3a

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan:

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.”

Asas perlakuan yang sama di muka hukum dimaksudkan agar

setiap orang di muka peradilan mendapatkan perlakuan yang sama,

bahwa hukum tidak membeda-bedakan status sosial dari setiap orang

baik orang itu warga negara asing ataupun warga negara Republik

Indonesia mereka mendapatkan perlakuan yang sama di muka

hukum.18

4. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Asas ini terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman yang merumuskan:

“(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.

(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.”

18Suharto RM, 2006, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 129.

Page 29: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

15

Asas ini juga terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3d

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dirumuskan:

“Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan atau dikenakan hukum administrasi.”

5. Asas Oportunitas

Asas Oportunitas merupakan suatu asas yang bertentangan

dengan asas legalitas. Asas oportunitas yaitu asas yang tidak

mewajibkan penuntut umum untuk menuntut seseorang jika karena

penuntutannya dapat merugikan kepentingan umum. Sebagaimana

dikemukakan oleh A.Z. Abidin Farid dalam Andi Hamzah19 bahwa

asas oportunitas yaitu asas hukum yang memberikan wewenang

kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan

tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik

demi kepentingan umum. Asas oportunitas ini lebih mengedepankan

kepentingan umum sedangkan asas legalitas mengedepankan

kepentingan hukum.

Hibnu Nugroho20 mengatakan bahwa asas ini hanya dimilik

oleh Jaksa Agung. Berdasarkan asas opportunitas maka jaksa agung

19Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 17. 20Hibnu Nugroho, Op.Cit., hlm 79-80.

Page 30: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

16

dapat mengesampingkan perkara (populer dengan sebutan

deponering). Deponering perkara dapat dilakukan oleh jaksa agung

dengan syarat bahwa sekalipun perkara tersebut merupakan perkara

pidana dan dapat dilakukan penuntutan di muka persidangan karena

bukti yang ada telah cukup namun apabila penuntutan dilakukan maka

kepentingan umum menjadi terganggu. Konsekuensi dari deponering

adalah bahwa kasus tersebut tidak dapat lagi untuk diajukan ke muka

sidang pengadilan. Mengeluarkan deponering memang tidak menutup

kemungkinan untuk timbulnya polemik, dan sampai sekarangpun

tampaknya Kejagung belum pernah menerapkan asas tersebut. Karena

keberadaan asas opportunitas ini ada yang menganggapnya sebagai

pengingkaran terhadap asas equality before the law, diskriminatif

dengan bertameng demi kepentingan umum.

6. Asas Peradilan cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Asas ini tercantum dalam dalam Penjelasan Umum butir 3e

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dirumuskan :

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.”

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasan Kehakiman merumuskan :

“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.”

Page 31: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

17

Asas ini adalah untuk menjamin kehendak dan cita -cita

masyarakat dalam mencari keadilan maka pengadilan harus memenuhi

harapan dari para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang cepat,

sederhana dan biaya ringan. Pengadilan tidak perlu memeriksa dengan

acara yang berbelit-belit yang dapat menyebabkan proses sampai

bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang harus dilanjutkan oleh para

ahli warisnya. Biaya ringan artinya biaya yang serendah mungkin

sehingga dapat dipikul oleh masyarakat tanpa mengorbankan ketelitian

untuk mencari kebenaran dan keadilan.

7. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas terbuka untuk umum diatur dalam Pasal 64 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang dirumuskan sebagai berikut:

“Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.”

Asas ini juga terdapat dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yang dirumuskan:

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakw anya anak-anak”.

Kekecualian terhadap kesusilaan dan anak-anak alasannya

karena kesusilaan dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak

patut untuk mengungkapkan dan memaparkan secara terbuka dimuka

Page 32: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

18

umum. Begitu juga dengan anak-anak, melakukan kejahatan karena

kenakalan.

Maksud asas terbuka untuk umum dalam pemeriksaan di

sidang pengadilan ialah bahwa setiap orang yang mempunyai

kehendak mengikuti jalannya sidang pengadilan dapat hadir di ruang

sidang untuk mendengarkan jalannya pemeriksaan. Pada saat hakim

ketua membuka sidang peradilan harus sidang dinyatakan terbuka

untuk umum, kecuali pemeriksaan perkara khusus yang oleh undang-

undang ditentukan bahwa sidang peradilan dilaksanakan dengan pintu

tertutup, yang berarti umum tidak boleh menghadirinya jalannya

sidang peradilan. 21

Pelanggaran atas asas tersebut mengakibatkan batalnya

putusan hakim. Menurut Pasal 153 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) merumuskan:

“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.

8. Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Asas ini dimaksudkan bahwa untuk mendapatkan penasihat

hukum, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat

hukumnya yang dianggap menguntungkan dirinya. Untuk menghindari

penyalahgunaan wewenang dari para pejabat khususnya bagi mereka

yang tidak tahu hukum, Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

21Suharto RM, Op.Cit ., hlm 125.

Page 33: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

19

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan sebagai berikut :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana tersangka

atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu

antara lain sebagi berikut:

1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.

2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.

3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.

4. Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.

5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.

6. Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.22

9. Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Hadirnya

Terdakwa

Asas ini tercantum dalam dalam Penjelasan Umum butir 3h

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dirumuskan :

22Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 23.

Page 34: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

20

“Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa”

Dilihat dari segi hak-hak asasi manusia, pemeriksaan di

persidangan tanpa kehadiran terdakwa seolah-olah tidak memberi

kesempatan pada terdakwa untuk membela diri sehingga terasa kurang

adil.

Yang dipandang pengecualian dari asas ini ialah kemungkinan

putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau

in absentia . Tetapi ini hanya merupakan pengecualian, yaitu dalam

acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. 23

10. Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan

Tetap

Asas ini berarti bahwa pengambilan keputusan untuk

menyatakan salah atau tidaknya perbuatan terdakwa dilakukan oleh

hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Istilah tetap yang

dimaksud adalah bahwa hakim yang bertugas untuk memeriksa dan

memutuskan perkara adalah hakim-hakim yang diangkat oleh Kepala

Negara sebagai hakim. Sistem ini berbeda dengan sistem juri, Andi

Hamzah24 mengatakan bahwa sistem juri yang menentukan salah

tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-

golongan dalam masyarakat. Pada umumnya mereka awam terhadap

ilmu hukum.

23Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 9. 24Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 22.

Page 35: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

21

C. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian memiliki peranan dalam proses pemeriksaan sidang

pengadilan. Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud

dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga

dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Pembuktian

mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Melalui pembuktian akan ditentukan nasib

terdakwa.

Tahap pembuktian dalam persidangan merupakan “jantungnya”

sebuah proses peradilan guna menemukan kebenaran materiil, sebagai

tujuan adanya hukum acara pidana. Kebenaran materiil diartikan sebagai

suatu kebenaran yang diupayakan mendekati kebenaran sesungguhnya atas

tindak pidana yang telah terjadi.25 Adanya asas praduga tak bersalah dalam

hukum acara pidana untuk mengetahui apakah seseorang bersalah atau

tidak bersalah dapat diketahui dengan proses pembuktian. Sebagaimana

dikemukakan oleh Leden Marpaung yang menyatakan bahwa:

“Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas “praduga tak bersalah” (presumption of innocence). Untuk menyatakan seseorang “melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran” diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti”dimaksud untuk menentukan “kebenaran”. 26

25Hibnu Nugroho, Op.Cit., hlm 27. 26Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan Dan Penyidikan), Jakarta : Sinar Grafika, hlm 22-23.

Page 36: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

22

Menurut Suharto RM27, Pembuktian di muka sidang pengadilan

adalah suatu usaha penuntut umum dalam mengajukan alat-alat bukti yang

sah menurut undang-undang di muka sidang pengadilan untuk

membuktikan kesalahan terdakwa.

Pengertian pembuktian juga dikemukakan oleh M. Yahya Harahap,

yang mengatakan bahwa:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.” 28

Terbukti atau tidaknya seseorang dalam melakukan tindak pidana

tergantung dari pembuktian dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Untuk menilai seseorang bersalah atau tidak diperlukan suatu alat bukti,

dari alat bukti ini menunjukan bahwa salah atau tidaknya seseorang di

sidang pengadilan. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesala han terdakwa,

terdakwa dibebaskan dari hukumannya. Sebaliknya, apabila kesalahan

terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti, terdakwa dinyatakan

bersalah dan dikenakan hukuman kepadanya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Taufik Makarao dan

Suhasril yang menyatakan bahwa :

27Suharto RM, Op.Cit., hlm 135. 28M. Yahya Harahap, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta : Sinar Grafika, hlm 273.

Page 37: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

23

“Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan yang didakwakan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdakwa harus dinyatakan bersalah.” 29

2. Sistem Pembuktian

Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukkan bahwa

ada beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang

didakwakan. Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu

dan tempat. Sehingga di setiap negara memiliki sistem pembuktian yang

berbeda-beda.

Sistem pembuktian dalam hukum acara pidana terbagi ke dalam

beberapa sistem, yaitu:

1. Sistem Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim Semata

(Conviction-in time).

Sistem pembuktian ini didasarkan kepada keyakinan hakim

semata -mata, tidak peduli dari mana keyakinan hakim tersebut yang

penting yang dipakai adalah keyakinan hakim. Sebagaimana

diungkapkan oleh M. Yahya harahap yang menyatakan bahwa:

“Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata -mata ditentukan dengan penilaian “keyakinan” hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa, dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya tidak menjadi

29Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 102-103.

Page 38: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

24

masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya di dalam sidang pengadilan. Sistem ini mengandung kelemahan yaitu hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata -mata atas dasar “keyakinan” belaka tanpa didukung alat bukti yang cukup.” 30

Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim semata atau

dapat juga disebut sistem pembuktian keyakinan hakim melulu

memiliki kelemahan yaitu dalam menjalankan tugasnya hakim tidak

dibatasi oleh apapun, sehingga hakim memiliki kebebasan yang terlalu

besar dan hal ini dapat mengakibatkan ketidakadilan maupun

kesewenang-wenangan. Menurut A. Minkenhof dalam Andi Hamzah,

mengatakan bahwa:

“Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawas i. Di samping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan. Praktik peradilan juri di Prancis membuat pertimbangan berdasarkan metode ini dan mengakibatkan banyaknya putusan-putusan bebas yang sangat aneh.” 31

2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas

Dasar Keyakinan L ogis (Conviction Raisonce).

Sistem pembuktian ini merupakan sistem pembuktian yang

didasarkan pada keyakinan hakim menggunakan alasan yang dapat

diterima atau secara logis. Menurut M. Yahya Harahap32 bahwa dalam

sistem ini pun dapat dikatakan, keyakinan hakim tetap memegang

peranan penting dalam menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, 30 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 277. 31 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 252-253. 32M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 277.

Page 39: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

25

akan tetapi di dalam sistem pembuktian ini faktor keyakinan hakim

dibatasi. Jika di dalam convictio -in time peran keyakinan hakim leluasa

tanpa batas maka pada sistem conviction raisonce keyakinan hakim

harus didukung alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib menguraikan

dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas

kesalahan terdakwa. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar

alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima oleh akal.

Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas dasar

keyakinan logis juga dijelaskan oleh Andi Hamzah33 yang menyatakan

bahwa menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah

berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar

pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang

berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi,

putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.

Sistem pembuktian ini menurut keyakinan hakim secara logis

yang tidak didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuan-

ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut

pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia

akan pergunakan.

3. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif

Sistem pembuktian ini dikatakan secara positif karena hanya

mendasarkan pada undang-undang saja tidak berdasarkan atas

33Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 253.

Page 40: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

26

keyakinan hakim, yang artinya dalam sistem ini keyakinan hakim tidak

memiliki peranan. Hal tersebut juga dikemukan oleh Andi Hamzah34

yang mengatakan bahwa pembuktian yang didasarkan melulu ke pada

alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem atau

teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief

wettelijk bewijstheorie ). Dikatakan secara positif, karena hanya

didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya, jika telah terbukti

suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh

undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali.

Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele

bewijstheorie).

Ajaran ini didasarkan kepada kemurnian undang-undang

seperti diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP ) yang merumuskan sebagai berikut :

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam undang yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”.

Artinya hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan

undang-undang, yang berarti tugas hakim hanya sebagai pelaksana

undang-undang belaka. 35 Sehingga dalam ajaran tersebut memberi

kesempatan bagi orang melakukan perbuatan yang pada hakikatnya ia

melakukan kejahatan tetapi karena tidak diatur dalam undang-undang

sebagai tindak pidana ia le pas dari tuntutan pidana.

34Ibid, hlm 251. 35Suharto RM, Op.Cit., hlm 132.

Page 41: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

27

4. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif

(Negatief Wettelijk Stelsel)

Sistem pembuktian ini mendasarkan pada dua unsur yaitu

adanya unsur alat bukti yang ada dalam undang-undang dan unsur

keyakinan hakim. Sehingga dapat dikatakan bahw a sistem pembuktian

ini merupakan gabungan dari sistem pembuktian berdasar undang-

undang secara positif dan sistem pembuktian berdasar keyakinan

hakim semata. M. Yahya Harahap36 mengatakan bahwa pembuktian

menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antara sistem

pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem

pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time.

Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur mengenai

sistem pembuktian hukum acara pidana Indonesia yaitu sebagai berikut :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Menurut Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut hukum acara

pidana Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang

secara negatif yaitu menggunakan alat bukti yang telah ditentukan undang-

undang dan dengan keyakinan hakim demi tegaknya keadilan, kebenaran

dan kepastian hukum. Membuktikan mengandung maksud dan tujuan

36M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 278.

Page 42: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

28

untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima

oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.

Salah satu keuntungan dari dianutnya sistem pembuktian menurut

undang-undang yang bersifat negatif, seperti yang dianut oleh Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana kita dewasa ini adalah, bahwa

menurut sistem pembuktian ini hakim dipaksa menjelaskan alasan atau

atas dasar apa ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana itu

benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan

tindak pidana tersebut. Menurut sistem pembuktian yang dianut oleh

KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang

diajukan ke depan sidang pengadilan oleh penuntut umum, sepenuhnya

diserahkan kepada majelis hakim. 37

3. Alat Bukti Menurut KUHAP

Alat bukti sah yang diajukan bertujuan untuk memberikan

kepastian pada hakim tentang perbuatan-perbuatan terdakwa. Karena

tujuan pemeriksaan pengadilan di persidangan adalah untuk mencari

kebenaran materiil. Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana diatur

dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang terdiri dari :

1. Keterangan Saksi

37P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 409.

Page 43: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

29

Pasal 1 angka (27) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

merumuskan sebagai berikut :

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya ini.”

Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti yang sah harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji.

Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji agar

keterangannya dapat menjadi alat bukti yang sah. Pasal 160 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan:

“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Jika saksi tidak mau mengucapkan sumpah maka akibat

hukumnya keterangan saksi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai

alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang

dapat menguatkan keyakinan hakim. Hal ini diatur dalam Pasal 185

ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

merumuskan:

Page 44: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

30

“Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.”

b. Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti.

Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti ialah

keterangan saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu keterangan yang saksi lihat

sendiri, saksi dengar sendiri dan saksi alami sendiri dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan saksi yang diberikan atas dasar hasil pemikiran

sendiri bukan merupakan keterangan saksi. Saksi juga tidak boleh

memberikan keterangan mengenai terjadinya suatu tindak pidana

yang ia dengar dari orang lain. Keterangan seperti di dalam ilmu

pengetahuan hukum pidana disebut sebagai suatu kesaksian de

auditu atau suatu testimonium de auditu, yang tidak mempunyai

nilai sebagai alat bukti.

c. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.

Saksi-saksi yang diajukan penuntut umum memberikan

keterangannya secara langsung di persidangan. Ketentuan ini diatur

dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang merumuskan:

Page 45: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

31

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.”

d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup.

Ketentuan ini sesuai dengan prinsip minimum pembuktian

yaitu untuk menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya sekurang-kurangnya

dengan dua alat bukti. Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) merumuskan:

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”

Hal ini mengandung suatu asas yang sangat penting untuk

diperhatikan, baik oleh penyidik, penuntut umum, hakim maupun

penasihat hukum, yakni asas unus testis nullus testis, atau yang di

dalam praktik juga sering disebut secara singkat dengan perkataan

satu saksi bukan saksi.

e. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.

Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang

suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat

bukti yang sah apabila keterangan saksi itu saling berhubungan

satu dengan yang lain sehingga dapat membenarkan adanya suatu

kejadian atau keadaan tertentu. Jika keterangan beberapa saksi

tidak saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain maka

tidak akan dapat mewujudkan suatu kebenaran akan suatu kejadian

Page 46: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

32

tertentu. Keterangan beberapa saksi yang seperti itu tidak dapat

membuktikan kesalahan terdakwa.

Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi:

a. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas.

Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah

mempunyai kekuatan pembuktian bebas, tidak mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Mohammad Taufik

Makarao dan Suhasril 38 yang mengatakan bahwa alat bukti

keterangan saksi mempunyai kekuatan bebas, tidak melekat

nilai pembuktian yang sempurna.

b. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian

hakim.

Keterangan saksi sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim

tidak diharuskan untuk menerima kebenaran setiap

keterangan saksi. Hakim bisa saja mengesampingkan

keterangan saksi. Seperti yang dikatakan M. Yahya

Harahap39 bahwa tidak ada keharusan bagi hakim untuk

menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bebas

menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada

keterangan itu, dan dapat “menerima” atau

“menyingkirkannya”.

38Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 123. 39M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 295.

Page 47: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

33

2. Keterangan Ahli

Pasal 1 angka (28) Unda ng-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan sebagai berikut :

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. ” Menurut Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

mengatur bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan

disidang pengadilan.

a. Sebelum memberikan keterangan ahli terlebih dahulu harus

disumpah.

b. Keterangan ahli harus merupakan keterangan yang diberikan

oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus tentang

sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang

sedang diperiksa.

c. Keterangan ahli diberikan oleh ahli menurut pengetahuan

dalam bidang keahliannya.

Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai

keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan

perkara pidana yang bersangkutan, tidak mempunyai nilai sebagai alat

bukti yang sah menurut undang-undang.

Page 48: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

34

Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti

keterangan ahli:

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.

Keterangan ahli sebagai alat bukti yang mempunyai nilai

kekuatan pembuktian bebas, tidak memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna dan menentukan, sehingga terserah

pada penilaian hakim.

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, keterangan ahli

saja tanpa didukung oleh alat bukti yang la in, tidak cukup dan

tidak dapat membuktikan kesalahan terdakwa.

3. Surat

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan bahwa:

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

Page 49: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

35

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”

Surat dari rumusan pasal tersebut agar dapat dijadikan alat

bukti yang sah yaitu dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

sumpah.

Surat dapat digunakan sebagai alat bukti dan mempunyai nilai

pembuktian apabila surat tersebut dibuat sesuai dengan apa yang

diharuskan oleh undang-undang. Apabila surat sudah dibuat sesuai

dengan ketentuan undang-undang maka bukti surat mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi hakim dengan

syarat :

1. Bentuk formil maupun materiil sudah sesuai dengan ketentuan

yang diatur oleh undang-undang.

2. Bahwa surat tersebut tidak ada cacat hukum.

3. Tidak ada orang lain yang mengajukan bukti bahwa yang dapat

melemahkan bukti surat tersebut.

Dalam menilai alat bukti surat, penyidik, penuntut umum maupun

hakim dalam meneliti alat bukti surat harus cermat, dan hanya alat

bukti surat tersebut di atas yang merupakan alat bukti yang mempunyai

kekuatan pembuktian dalam perkara pidana. 40

Bagaimanapun sempurnanya nilai pembuktian alat bukti surat,

kesempurnaan itu tidak merubah sifatnya menjadi alat bukti yang

mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan

40Suharto RM, Op.Cit., hlm 154-155.

Page 50: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

36

yang melekat pada kesempurnaannya tetap bersifat kekuatan

pembuktian “yang bebas”. Hakim bebas untuk menilai kekuatannya

dan kebenarannya. Kebenaran penilaian itu dapat ditinjau dari

beberapa alasan. Boleh dari segi asas kebenaran sejati, atas keyakinan

hakim maupun dari sudut batas minimum pembuktia n. Dan memang

pada prinsipnya, ajaran pembuktian yang dianut hukum acara pidana

pada dasarnya tidak mengenal alat bukti yang sempurna dan mengikat,

kecuali bagi negara yang menganut sistem pembuktian menurut

undang-undang “secara positif”.41

4. Petunjuk

Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan bahwa :

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Pengertian petunjuk sebagaimana dikemukakan oleh M. Yahya

Harahapyaitu:

“Petunjuk ialah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan di mana isyarat itu mempunyai “persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau “mewujudkan” suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.” 42

41M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 312. 42Ibid, hlm 313.

Page 51: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

37

Petunjuk dapat digunakan oleh hakim, apabila hakim sudah

memeriksa alat bukti keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.

Hal ini diatur dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang merumuskan bahwa :

“Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa.

Hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk harus dengan

hati-hati dan cermat. Alat bukti petunjuk digunakan apabila alat bukti

yang lain belum mencukupi membuktikan kesalahan terdakwa. Jika

pembuktian dengan alat bukti yang lain sudah mencukupi, maka pada

dasarnya tidak lagi diperlukan alat bukti petunjuk.

Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk

serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain yaitu:

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas.

Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang

diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu, hakim bebas

menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya

pembuktian.

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian, alat bukti

petunjuk saja tanpa didukung oleh alat bukti yang lain, tidak

Page 52: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

38

cukup dan tidak dapat membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh

karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan

pembuktian yang cukup, harus didukung dengan sekurang-

kurangnya satu alat bukti yang lain.

5. Keterangan Terdakwa

Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan bahwa :

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. ”

Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir

dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP ).

Sebagaimana dikemukakan oleh Leden Marpaung yang mengatakan

bahwa:

“Jika diperhatikan Pasal 184 KUHAP yang memuat urutan alat bukti sah, urutan pertama adalah keterangan saksi. Dengan demikian maka pemeriksaan terdakwa tidak dilakukan lebih dahulu, melainkan pada pemeriksaan terakhir. Pemeriksaan terdakwa sebenarnya sejak pemeriksaan saksi, telah dimulai karena setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim Ketua Sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapat terdakwa tentang keterangan saksi tersebut (Pasal 184 ayat (1) KUHAP).” 43

Istilah keterangan terdakwa adalah istilah baru sebagai alat

bukti yang terdapat dalam KUHAP. Sebelumnya dalam HIR istilah

43Leden Marpaung, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Upaya Hukum dan Eksekusi), Jakarta : Sinar Grafika, hlm 116-117.

Page 53: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

39

yang digunakan adalah pengakuan tertuduh. Dari segi bahasa, maka

antara keduanya kelihatan bahwa keterangan terdakwa lebih luas,

sebab keterangan terdakwa meliputi pengakuan dan pengingkaran.

Sedangkan pengakuan tertuduh hanya terbatas pada pernyataan

pengakuan itu sendiri tanpa mencakup pengertian pengingkaran. 44

Menurut M. Yahya Harahapnilai kekuatan pembuktian alat

bukti keterangan terdakwa adalah sebagai berikut :

a. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas. Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti keterangan terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan alasan-alasannya.

b. Harus memenuhi batas minimum pembuktian. Asas batas minimum pembuktian telah menegaskan, tidak seorang terdakwa pun dapat dijatuhi pidana kecuali jika kesalahan yang didakwakan kepadanya telah dapat dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

c. Harus memenuhi asas keyakinan hakim. Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas batas minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan “keyakinan hakim”, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. 45

D. Anak

1. Pengertian Anak

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin

44Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 130-131. 45M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 332-333.

Page 54: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

40

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi,

selaras dan seimbang. Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

keturunan yang kedua. 46

Pengertian Anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang merumuskan:

“Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yaitu:

“Anak adalah seseorang orang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah nikah.”

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak memberikan pengertian anak yaitu:

“A nak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

pengertian anak tidak dicantumkan, tetapi batasan anak (orang belum

dewasa) dalam Pasal 45 KUHP adalah orang yang umurnya belum 16

(enam belas) tahun.

Setiap peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang anak

memberikan pengertia n dan batasan yang berbeda tentang anak. Hal ini

dikarenakan mengingat dari setiap peraturan perundang-undangan tersebut

memiliki sudut pandang yang berbeda tentang anak. Berdasarkan beberapa

46Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, hlm 41.

Page 55: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

41

pengertian tentang anak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kalau

ditinjau dari segi usia menurut hukum, maka seseorang yang disebut

sebagai anak adalah berbeda -beda tergantung tempat, waktu dan

kepentingannya.

2. Kenakalan Anak

Keluarga mempunyai kedudukan yang sangat fundamental dalam

pembentukan pribadi anak. Lingkungan keluarga potensial membentuk

pribadi anak untuk hidup secara lebih bertanggungjawab. Bila usaha

pendidikan dalam keluarga gagal, maka anak cenderung melakukan

kenakalan, yang dapat terjadi di lingkungan keluarga maupun di

lingkungan masyarakat tempat anak bergaul. Kenakalan anak merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. 47 Disamping itu,

terdapat pula anak, yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai

kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental, maupun

sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik

sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau

perilaku yang dapat merugikan dirinya dan masyarakat.

Menurut Bismar Siregar yang dikutip oleh Maidin Gultom48,

kenakalan anak disebabkan oleh modernisasi, masyarakat belum siap

menerimanya. Rumah tangga terbengkalai, karena kedua orang tua saling

menunjang mencari nafkah rumah tangga, berakibat anak tersia -sia.

47Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, hlm 63. 48Ibid, hlm 58.

Page 56: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

42

Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenile Delinquency.

Juvenile (dalam bahasa Inggris) atau yang dalam bahasa Indonesia berarti

anak-anak; anak muda, sedangkan Delinquency artinya

terabaikan/mengabaikan yang kemudian diperluas menjadi jahat, kriminal,

pelanggar peraturan dan lain-lain.49 Juvenile Delinquency adalah perilaku

anak yang merupakan perbuatan yang melanggar norma, yang apabila

dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan. 50 Juvenile

Delinquency juga merupakan suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran

norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh

anak-anak usia muda, pengertian tersebut cenderung sebagai kenakalan

anak daripada kejaha tan anak, karena rasanya terlalu ekstrim bila seorang

anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat.51

Sedangkan menurut Romli Atmasasmita yang dikutip oleh M. Nasir

Djamil52, Juvenile Delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku

seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan

pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat

membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.

Anak yang melakukan tindak pidana atau biasa disebut anak nakal

adalah suatu hal yang dapat dimungkinkan dalam keadaan yang di bawah

49M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum : Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Jakarta : Sinar Grafika, hlm 35. 50Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia , Jakarta : Rajawali Pers, hlm 29. 51Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Yogyakarta : Genta Publishing, hlm 30. 52M. Nasir Djamil, Loc.Cit.

Page 57: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

43

sadar. Hal ini dikarenakan sifat mental anak sangat rentan dengan

pengaruh lingkungannya. 53

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, tidak ada satu pasal pun yang memberikan batasan

tentang kenakalan anak, hanya saja batasan Anak Nakal dapat dilihat

dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, yang menyatakan bahwa Anak Nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang

bagi anak, baik menurut peraturan perundangan-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 dimaksudkan untuk lebih melindungi dan

mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang panjang.

Memberikan kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan

diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung

jawab, dan berguna bagi diri, masyarakat, bangsa, dan negara.54

3. Proses Peradilan Pidana Anak

Sistem peradilan pidana anak adalah suatu sistem penegakan

hukum pidana anak yang dilaksanakan secara terpadu oleh 4 (empat) sub-

sistem kekuasaan, yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan,

53Muhammad Azil Maskur, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Nakal (Juvenile Delinquency) Dalam Proses Acara Pidana Indonesia, Pandecta Volume 7 Nomor 2 Juli 2012, hlm 172. 54Mugiman, 2010, Implementasi Undang-Undang No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak ( Studi Terhadap Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Dalam Tingkat Penyidikan Di Polres Purbalingga), Jurnal Dinamika Hukum Vol.10 Mei 2010, hlm 115.

Page 58: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

44

kekuasaan mengadili atau menjatuhkan pidana, dan kekuasaan eksekusi

atau pelaksanaan pidana, berdasar hukum pidana materii l anak, hukum

pidana formal anak, dan hukum pelaksanaan pidana anak, dan aktivitas

dalam penegakan hukum pidana anak ini lebih menekankan pada

kepentingan perlindungan anak dan tujuan kesejahteraan anak. 55

Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak, mengatur bahwa “hukum acara yang berlaku

diterapkan pula dalam pengadilan anak, kecuali lain dalam undang-undang

ini”. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan dalam KUHAP berlaku pula

dalam acara pemeriksaan pengadilan anak.

Salah satu instrumen yang harus ada dalam setiap proses

pemeriksaan perkara pidana anak adalah adanya hasil penelitian

kemasyarakatan (litmas) yang dibuat oleh Petugas Pembimbing

Kemasyarakatan. Fungsi dari hasil litmas adalah memberikan masukan

bagi hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan hukuman dengan tidak

hanya mempertimbangkan dari segi yuridis tapi juga dari sudut nonyuridis

terkait dengan kondisi fisik maupun kejiwaan terdakwa anak beserta hal-

hal lainnya yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana

tersebut seperti kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya.56

Ada beberapa tahap proses peradilan pidana anak, yaitu terdiri dari:

1. Penyidikan

55 Setya Wahyudi, Op.Cit., hlm 37. 56Hari Widya Pramono, 2013, Upaya Perlindungan Terdakwa Anak Dalam Proses Persidangan Di Pengadilan, Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVI No. 319 Juni 2013, hlm 85.

Page 59: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

45

Tahap penyidikan ini diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Pengertian penyidikan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yaitu:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi da n guna menemukan tersangkanya.”

Penyidikan merupakan salah satu dari tindakan pemeriksaan

pendahuluan menurut KUHAP. Penyidikan dalam perkara pidana anak

adalah kegiatan penyidik anak untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana yang

dilakukan anak.

Penyidik membuat laporan mengenai kasus anak, sebab-sebab

melakukan kenakalan, latar belakangnya, dengan cara wawancara

secara sabar dan halus. Harus dijauhkan tindakan kekerasan atau

penyiksaan, tindakan yang sifatnya sugestif dengan tekanan-tekanan.

Diciptakan suasana sedemikian rupa agar anak merasa aman, tidak

takut sehingga anak dengan lancar memberikan jawaban-jawaban,

mengerti dan menghayati yang telah dilakukan. Dalam proses

penyidikan anak, harus dihindarkan hal-hal yang dapat merugikan

anak. Dalam penyidikan, dihindarkan gertakan-gertakan, kekerasan

fisik dan sebagainya. Orang tuanya mendampingi dan ikut menginsyafi

Page 60: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

46

kekurangan-kekurangan dalam melaksanakan kewajibannya kepada

anaknya dan dapat berjanji untuk memperbaikinya. 57

Pemberkasan perkara oleh penyidik anak berdasarkan

ketentuan KUHAP, karena dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak

mengatur sedikitpun tentang pemberkasan perkara. Setelah

pemberkasan selesai, selanjutnya penyidik anak menyerahkan berkas

perkara kepada penuntut umum.

2. Penangkapan dan Penahanan

Pasal 1 angka (20) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan bahwa:

“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam unda ng-undang ini.”

Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat diketahui

bahwa tujuan penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan

penyelidikan dan untuk kepentingan penyidikan.

Adapun syarat-syarat untuk melakukan pena ngkapan adalah

sebagai berikut:

a. Syarat formil

57Maidin Gultom, Op.Cit ., hlm 105.

Page 61: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

47

1) Dilakukan oleh penyidik POLRI atau oleh penyelidik atas

perintah penyidik.

2) Dilengkapi dengan Surat Perintah Penangkapan dari penyidik .

3) Menyerahkan surat perintah penangkapan kepada tersangka

dan tembusannya kepada keluarganya.

b. Syarat materiil

1) Ada bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP)

2) Penangkapan paling lama satu hari (Pasal 19 ayat (1) KUHAP)

Penangkapan yang tidak memenuhi syarat formil dan syarat materiil

adalah tidak sah, dan karenanya dapat diajukan ke praperadilan untuk

menyatakan ketidaksahannya dan sekaligus memintakan ganti

kerugian atas penangkapan itu.58

Dalam melakukan tindakan penangkapan, asas praduga tak

bersalah harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan

martabat anak. Anak juga harus dipahami sebagai orang yang belum

mampu memahami masalah hukum yang terjadi atas dirinya.

Melakukan tindakan penangkapan terhadap anak yang diduga

melakukan kenakalan, didasarkan pada bukti yang cukup dan jangka

waktunya terbatas dalam satu hari. Dalam melakukan penangkapan,

diperhatikan hak-hak anak sebagai tersangka, seperti hak mendapat

58Nashriana, Op.Cit., hlm 125-126.

Page 62: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

48

bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara

yang ditentukan oleh undang-undang.59

Pasal 1 angka (21) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan bahwa:

“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal ser ta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat

diketahui bahwa tujuan penahanan adalah untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan.

Setiap tersangka pelaku tindak pidana, ketika akan dilakukan

penahanan harus dilakukan dengan surat perintah penahanan, tidak

terkecuali bagi anak. Untuk menahan seorang anak, alasan

penahanannya harus mempertimbangkan kepentingan si anak dan

kepentingan masyarakat yang harus dinyatakan tegas dalam surat

perintah penahanan. 60

Penahanan dilakukan apabila anak melakukan tindak pidana

yang diancam pidana penjara lima tahun ke atas, atau tindak pidana-

tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal

ini, muncul persoalan dalam menentukan “diduga keras” dan “bukti

59 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 97. 60Nashriana, Op.Cit., hlm 128.

Page 63: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

49

permulaan”, sebab bisa saja penyidik salah duga atau menduga-duga

saja, hal ini tidak mencerminkan perlindungan anak. Anak dapat

menjadi korban ketidakcermatan atau ketidaktelitian penyidik.61

Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak untuk kepentingan penyidikan, penyidik

berwenang melakukan pena hanan terhadap anak yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Penyidik anak dapat melakukan penahanan paling lama 20 hari.

Apabila penyidik menganggap bahwa pemeriksaan yang dilakukan

terhadap anak tersebut belum selesai, penyidik dapat meminta

perpanjangan kepada Penuntut Umum untuk paling lama 10 hari.

Artinya terhadap anak dapat dilakukan penahana n oleh penyidik anak

selama 30 hari, dan apabila pemeriksaan belum selesai dila kukan,

maka anak harus dikeluarkan demi hukum. Penahanan anak yang

lebih sedikit waktunya dibandingkan dengan penahanan bagi orang

dewasa, semata-mata agar anak tidak terlalu lama dalam tahanan,

sehingga akan mengganggu perkembangan fis ik, mental, dan sosial

anak.

Terhadap anak nakal, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merumuskan bahwa

penahanan terhadap anak dapat dilakukan setelah dengan sungguh-

sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepentingan

61 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 98.

Page 64: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

50

masyarakat. Penyidik yang melakukan penahanan harus

memperhatikan kepentingan yang menyangkut pertumbuhan dan

pekembangan anak secara fisik, mental, ataupun sosial anak.

3. Penuntutan

Pengertian penuntutan menurut Pasal 1 angka (7) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yaitu:

“Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.”

Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak, penuntutan terhadap anak nakal dilakukan

oleh penuntut umum yang memenuhi syarat telah berpengalaman

sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang

dewasa, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami

masalah anak.

Setelah menerima berkas perkara yang dilimpahkan oleh

penyidik dan penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan

telah cukup dan dapat dilakukan penuntutan, maka berdasarkan Pasal

54 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,

maka wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai

dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara P idana. Surat

Page 65: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

51

dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana yang juga

merupakan dasar hakim melakukan pemeriksaan.

Penuntut umum anak yang diberi tugas untuk melakukan

penuntutan terhadap tersangka anak nakal, selanjutnya melimpahkan

berkas perkara ke pengadilan negeri disertai dengan surat dakwaan.

Pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan penuntut umum dengan

surat pelimpahan perkara dengan permintaan agar Pengadilan Negeri

segera mengadili perkara tersebut. Dalam pelimpahan itu penutut

umum juga menyerahkan barang bukti ke pengadilan. Setelah perkara

dilimpahkan, penuntut umum menunggu penetapan hakim tentang hari

sidang perkara tersebut yang segera akan dikirim ke pengadilan. 62

4. Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan

Pemeriksaan sidang anak pada dasarnya dilakukan de ngan

hakim tunggal ( Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak) dengan sidang tertutup. Dengan hakim

tunggal, bertujuan agar sidang anak dapat diselesaikan dengan cepat.

Memang pada prinsipnya penyelesaian perkara anak da pat dilakukan

dengan waktu singkat atau cepat agar anak tidak berlama-lama

mendapat perlakuan terkait pemberian sanksi terhadap kenakalan yang

telah dilakukannya. Perkara anak yang disidangkan dengan hakim

tunggal adalah perkara-perkara pidana yang ancaman hukumannya

lima tahun atau ke bawah dan pembuktiannya mudah atau tidak sulit.

62Nashriana, Op.Cit., hlm 138.

Page 66: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

52

Apabila tindak pidananya diancam dengan hukuman penjara diatas

lima tahun dan pembuktiannya sulit, maka berdasarkan Pasal 11 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,

perkara tersebut diperiksa dengan Hakim Majelis.63

Sesuai Pasal 56 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar

Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitia n

kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Setelah laporan

penelitian kemasyarakatan disampaikan oleh pembimbing

kemasyarakatan, hakim membuka sidang dan dinyatakan tertutup

untuk umum. Persidangan perkara anak bersifat tertutup agar tercipta

suasana tenang dan penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat

mengutarakan segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan

jujur selama sidang berjalan.

Setelah sidang dibuka, terdakwa dipanggil masuk ke ruang

sidang bersama orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat hukum,

dan pembimbing kemasyarakatan. Penasihat hukum mempunyai fungsi

membela kepentingan hukum terdakwa di persidangan, ia berperan

aktif dalam rangka mengungkap kebenaran materiil terhadap perkara

yang sedang dihadapi oleh terdakwa. Sedangkan orang tua, wali atau

63Ibid , hlm 141.

Page 67: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

53

orang tua asuh dan pembimbing kemasyarakatan lebih banyak bersikap

pasif, hanya pemerhati jalannya persidangan. 64

Dalam mengambil putusan, hakim wajib mempertimbangkan

laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan,

hal ini didasarkan pada Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Putusan harus diucapkan dalam

sidang yang terbuka untuk umum, dimaksudkan untuk mengedepankan

sikap objektif dari suatu peradilan. Putusan yang tidak diucapkan

dalam sidang yang terbuka untuk umum adalah batal demi hukum.

Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap

anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal

tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakuka n,

perkembangan jiwa anak, tempat menjalankan hukuman. 65

Banyaknya kasus anak yang diputus pidana penjara saat ini,

menandakan hakim belum dapat mengefektifkan sanksi tindakan

terhadap anak. Penegak hukum peradilan pidana anak saat ini masih

dominan pada penekanan aspek yuridis (aspek melihat pertimbangan

peraturan saja), sehingga aspek kepentingan perlindungan anak

cenderung diabaikan. Oleh karena itu putusan pidana penjara atau

kurungan bagi anak nakal selalu saja muncul. 66

64Ibid , hlm 146. 65Maidin Gultom, Op.Cit ., hlm 120. 66Setya Wahyudi, 2009, Penegakan Peradilan Pidana Anak Dengan Pendekatan Hukum Progresif Dalam Rangka Perlindungan Anak , Jurnal Dinamika Hukum Vol.9 Januari 2009, hlm 30.

Page 68: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

54

E. Tindak Pidana Penganiayaan

1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan

Penganiayaan adalah istilah yang digunakan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk kejahatan terhadap tubuh, namun

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak

memuat pengertian dari penganiayaan tersebut. Tindak pidana

penganiayaan ini diatur dalam KUHP buku II bab XX.

Pengertian penganiayaan menurut Soenarto Soerodibroto67 bahwa

menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka,

kesengajaan ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan. Penganiayaan tidak

menunjuk kepada perbuatan tertentu, misalnya kata mengambil dari

pencurian, penganiayaan berarti berbuat sesuatu dengan tujuan untuk

mengakibatkan rasa sakit.68

Penganiayaan bisa berupa pemukulan, penjebakan, pengirisan,

membiarkan anak kelaparan, memberikan zat, luka,dan cacat. Adapun

penganiayaan berarti menyebabkan cidera atau luka pada badan orang. 69

Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perlakuan

yang sewenang-wenang.70 Pengertian ini adalah pengertian dalam arti luas

yang menyangkut perasaan atau batiniah. Penganiayaan yang dimaksud

dalam ilmu hukum pidana adalah yang menyangkut tubuh manusia.

67Soenarto Soerodibroto, Loc.Cit. 68 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, hlm 68. 69 Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 70. 70 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm 53.

Page 69: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

55

Menurut penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan

Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain :

1. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain; atau

2. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang lain. 71

Dengan demikian, untuk menyebut seseorang telah melakukan

penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai

suatu kesenga jaan untuk:

a. Menimbulkan rasa sakit pada orang lain.

b. Menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau

c. Merugikan kesehatan orang lain .

2. Jenis-Jenis Penganiayaan

Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut “penganiayaan”. Tindak pidana

penganiayaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana

(KUHP) buku II bab XX terdiri dari:

1. Penganiayaan Biasa Berdasarkan Pasal 351 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan bahwa:

“(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

71Leden Marpaung, 2005, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh , Jakarta: Sinar Grafika, hlm 6.

Page 70: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

56

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.” Berdasarkan rumusan Pasal 351 KUHP tersebut tidak

memberikan kejelasan tentang jenis penganiayaan hanya merumuskan

kualifikasinya dan pidana yang diancamkan sehingga dalam Pasal 351

KUHP hanya disebut penganiayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh

Andi Hamzah72 bahwa rumusan delik ini tidak berdiri atas bagian inti

hanya disebut “penganiayaan” (mishandeling) karena sangat sulit

membuat rumusan atau definisi mengenai penganiayaan karena ribuan

cara untuk menganiaya orang.

Menurut Leden Marpaung, mengamati Pasal 351 KUHP maka

ada 3 (tiga) penganiayaan biasa yakni:

a. Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang;

b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat; c. Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang. 73

Di ayat (4) diberi pengertian tentang apa yang dimaksud

dengan penganiayaan, yaitu “dengan sengaja merusak kesehatan

orang”. Kalau demikian, maka penganiayaan itu tidak mesti berarti

72Andi Hamzah, Op.Cit. , hlm 69. 73Leden Marpaung, Op.Cit., hlm 52.

Page 71: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

57

melukai orang. Membuat orang tidak bisa bicara, membuat orang

lumpuh termasuk dalam pengertian ini.74

2. Penganiayaan Ringan yang Diatur oleh Pasal 352 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan bahwa:

“(1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan panyakit atu halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. P idana dapat ditambah sepertiga bagi orang ya ng melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.” Rumusan Pasal 352 KUHP di atas dapat diketahui bahwa

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian disebut sebagai

penganiayaan ringan. Apabila akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan

itu hanya berupa rasa sakit atau luka pada tubuh, luka tersebut

merupakan luka yang menghalangi untuk menjalankan pekerjaan

jabatan atau pencarian meski hanya sementara.

3. Penganiayaan Berencana yang Diatur oleh Pasal 353 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 353 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan bahwa:

74Andi Hamzah, Loc.Cit.

Page 72: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

58

“(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan

tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja

sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan , sehingga ia

menya dari apa yang dilakukannya. Tidak diperlukan suatu jangka

waktu yang lama, antara saat perencanaaan itu timbul dengan saat

perbuatan dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari sifat dan cara

perbuatan itu dilakukan serta alat yang digunakan untuk melaksanakan

perbuatan itu. 75

4. Penganiayaan Berat yang Diatur oleh Pasal 354 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan bahwa:

“(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.”

75http://pendidikan-hukum.blogspot.com/2011/10/delik-penganiayaan-dan-pembunuhan_24.html, diakses pada tanggal 6 Juni 2013.

Page 73: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

59

Dari rumusan Pasal 354 KUHP akibat luka berat merupakan

maksud dan tujuan dari si pelaku yaitu bahwa pelaku memang

menghendaki terjadinya luka berat pada korban. Sehingga pelaku

hanya menghendaki timbulnya luka berat.

Kesengajaan di sini ditujukan kepada melukai berat orang. Jadi,

di sini ada bentuk khusus penganiayaan dengan kesengajaan ditujukan

untuk melukai berat orang dan tidak termasuk mencederai. Bukan

berarti terjadinya nyeri, tetapi luka berat.76

Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

memperluas pengertian luka berat sebagai berikut :

a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak akan memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

b. Tidak mampu untuk terus -menerus menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.

c. Kehilangan salah satu panca indera. d. Mendapat cacat berat. e. Menderita lumpuh. f. Terganggu daya pikirnya selama empat minggu atau lebih. g. Gugur atau matinya kandungan seseorang perempuan.

5. Penganiayaan Berat dan Berencana yang Diatur Pasal 355

Kitab Und ang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merumuskan bahwa:

“(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

76Andi Hamzah, Op.Cit. , hlm 74

Page 74: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

60

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Penganiayaan berat dan berencana ini merupakan bentuk

gabungan antara penganiayaan berat dengan penganiayaan berencana,

kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara bersama-sama.

Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik

unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

Selain daripada itu, diatur pula pada Bab XX (Penganiayaan) oleh

Pasal 358 KUHP, orang-orang yang turut pada perkelahian/

penyerbuan/penyerangan yang dilakukan oleh beberapa orang. Hal ini

sangat mirip dengan Pasal 170 KUHP sebab perkelahian pada umumnya

penggunaan kekerasan di muka umum.77

77Leden Marpaung, Op.Cit. , hlm 50.

Page 75: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

61

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang

menggunakan konsepsi legis positivis, yang menyatakan bahwa hukum lebih

identik dengan norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau

pejabat yang berwenang, selain itu konsepsi ini memandang hukum sebagai

sistem normatif yang bersifat otonom tertulis dan terlepas dari kehidupan

masyarakat.78

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian Preskriptif yaitu menurut

Peter Mahmud Marzuki79 menyatakan bahwa ilmu hukum mempunyai

karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu

yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai

keadilan, valid itas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma

hukum. Sebagai ilmu terapan , ilmu hukum menciptakan standar prosedur,

ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.

78 Ronny Hanitio Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Ju rimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm 13. 79Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum , Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, hlm 22.

Page 76: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

62

C. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Data sekunder

terdiri dari tiga bahan hukum :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer dari penelitian ini diperoleh dari Putusan

Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 05/Pid.B/A/2011/PN. Pbg.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,

hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan

seterusnya.80

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.

D. Metode Peng umpulan Bahan Hukum

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka

terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan obyek atau masalah yang akan diteliti dan

membuat catatan.

80Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Pers, hlm 13.

Page 77: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

63

E. Metode Penyajian Bahan Hukum

Metode penyajian data dalam penyusunan penelitian ini akan disajikan

dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional.

Dalam arti keseluruhan bahan hukum yang diperoleh akan dihubungkan satu

sama lain disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga

merupakan satu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma hukum atau

kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok

permasalaha n.

F. Metode Analisis Bahan Hukum

Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode

normatif kualitatif yaitu dengan cara menjabarkan dan menafsirkan data yang

diperoleh berdasarkan norma-norma hukum atau kaidah-kaidah, teori-teori,

pengertian-pengertian hukum dan doktrin-doktrin yang terdapat dalam ilmu

hukum, khususnya dalam Hukum Acara Pidana.

G. Perbedaan Penelitian Penulis Dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian Penulis :

No. Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian

1 Irma Rahmahwati

Pembuktian Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Pelaku anak (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN. Pbg)

a. Untuk mengetahui alasan anak nakal diproses dalam persidangan pada putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

b. Untuk mengetahui pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku anak dalam putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

Page 78: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

64

Penelitian Terdahulu :

No. Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian

1 Indra Gunawan Pembuktian Dalam Tindak Pidana Penganiayaan (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Kebumen No. 234/Pid.B/2006/PN. Kbm)

a. Untuk mengetahui penerapan sistem pembuktian tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan luka dan sakit pada orang lain dalam putusan No.234/Pid.B/2006/PN.Kbm.

b. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan ahli dalam putusan No.234/Pid.B/2006/PN.Kbm.

2 Arya Pradana Pembuktian Dalam Tindak Pidana Pencurian Disertai Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 1256/Pid.B/2008/PN.Bks)

a. Untuk mengetahui upaya pembuktian tindak pidana pencurian yang disertai pembunuhan yang dilakukan anak dalam putusan No.1256/Pid.B/2008/PN.Bks.

b. Untuk mengetahui yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pada perkara No.1256/Pid.B/2008/PN.Bks.

3 Satrio Aji Nugroho

Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Matinya Orang (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana No. 23/Pid.B/2006/PN. Pwt)

a. Untuk mengetahui hakim dalam membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang lain dengan putusan No. 23/Pid.B/2006/PN.Pwt.

b. Untuk mengetahui pidana yang dijatuhkan majelis hakim selama 5 tahun kepada terdakwa sudah memenuhi rasa keadilan.

4 Sylvie Sulastri Pembuktian Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Anak (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 16/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)

a. Untuk mengetahui pembuktian dalam tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam putusan no. 16/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

b. Untuk mengetahui hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap anak dalam putusan No.16/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

Page 79: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

65

Penelitian penulis berbeda dengan penelitian terdahulu karena setiap

perkara pidana dalam proses pembuktiannya, alat-alat bukti yang diajukan

maupun alat bukti yang memenuhi syarat untuk dijadikan alat bukti yang sah

untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan tidak selalu

sama. Selain itu tindak pidana yang menjadi fokus penelitian penulis

merupakan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak. Penelitian

penulis juga bertujuan untuk mengetahui alasan anak nakal diproses dalam

persidangan pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg , dan untuk

mengetahui pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku

anak pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

Page 80: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

66

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap Putusan Nomor:

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, maka diperoleh data-data identitas terdakwa sebagai

berikut:

Nama Lengkap : HA Bin Sm

Tempat lahir : Purbalingga

Umur/Tanggal lahir : 16 tahun/ 16 April 1994

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Kabupaten Purbalingga

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta.

1. Duduk Perkara

Pada awalnya terdakwa hendak pulang dari rumah saudaranya di Kab.

Banyumas menuju ke rumah terdakwa di Purbalingga, ketika terdakwa sedang

jalan kaki menuju pertigaan pasar Sumpiyuh pada saat itu terdakwa ditawari

oleh tukang ojek yaitu saksi korban lalu pada waktu itu terjadi tawar menawar

ongkosnya dan akhirnya disepakati ongkosnya sebesar Rp. 100.000,- (seratus

Page 81: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

67

ribu rupiah) selanjutnya terdakwa dibonceng oleh saksi korban menuju Desa

Selakambang.

Ketika diperjalanan pada waktu itu terdakwa merasa kebingungan

karena tidak punya uang untuk membayar ongkos ojek tersebut lalu timbul

niat dari terdakwa untuk melakukan penganiayaan, kemudian pada saat

melewati jalan yang sepi tepatnya di Desa Selakambang terdakwa mengatakan

kepada saksi korban supaya terdakwa minta turun dulu karena jalannya

berlumpur mendengar permintaan terdakwa tersebut kemudian saksi korban

berhenti dan terdakwa turun dari sepeda motor. Setelah turun dari sepeda

motor kemudian pada saat itu juga terdakwa mengambil satu buah batu yang

berada dipinggir jalan denga n tangan kanan lalu memukulkannya ke badan

saksi korban mengenai punggung sebelah atas sebanyak dua kali, setelah

memukul saksi korban kemudian terdakwa melarikan diri menuju ke

rumahnya.

Namun tidak lama setelah berada di rumah terdakwa dapat ditangkap

oleh petugas polisi Polsek Kaligondang untuk diproses hukum yang berlaku.

Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban SM Als. Sl Bin Sr

mengalami luka memar dipunggung sebelah kiri dengan ukuran 3 milimeter

kali 6 cm dan punggung sebelah kanan luka memar 3 milimeter kali 6,5 cm

sesuai dengan Visum et Repertum dari Rumah Sakit Ibu dan Anak tanggal 13

Desember 2010 yang ditanda tangani oleh dr. Mulyadi Yanto dengan

kesimpulan terdapat 2 luka memar di punggung kiri dan kanan, disebabkan

Page 82: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

68

persentuhan dengan benda keras, tumpul, tidak bisa dikesampingkan sebagai

penyebabnya.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka terdakwa diduga melakukan

tindak pidana penganiayaan sebagaimana didakwa oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan tunggal yaitu :

Bahwa terdakwa HA Bin Sm pada hari Kamis tanggal 9 Desember

2010 sekitar jam 19.00 WIB atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam bulan

Desember 2010 bertempat di Desa Selakambang Kec. Kaligondang Kab.

Purbalingga atau setidak tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Purbalingga, dengan sengaja telah

menganiaya saksi korban SM Als. Sl Bin Sr yang mengakibatkan sakit atau

luka. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

3. Pembuktian

Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan barang

bukti dalam persidangan, yaitu :

a. Alat Bukti Keterangan Saksi

1) Saksi HK Bin SS di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut :

Saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi

tersebut didepan penyidik adalah benar. Saksi kenal dengan

terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga sedarah ataupun

semenda serta tidak ada hubungan kerja dengan terdakwa. Pada

Page 83: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

69

hari Kamis tanggal 09 Desember 2010 19.00 wib di Jalan masuk

Desa Selakambang, Kec. Kaligondang Kab. Purbalingga, telah

terjadi penganiayaan. Yang telah melakukan penganiayaan tersebut

adalah terdakwa dan korbannya SM A ls. Sl Bin Sr tukang ojek asal

Sumpyuh, Banyumas. Saksi mengetahui kejadian tersebut karena

mendengar teriakan orang minta tolong sehingga kemudian dirinya

mencari asal teriakan dimaksud dari jarak sekira 100 meter dari

rumahnya saksi bertemu dengan seorang laki laki sedang

mengendarai sepeda motor pelan-pelan sambil berteriak minta

pertolongan karena dirinya baru saja dianiaya seseorang dan orang

tersebut melarikan diri. Selanjutnya saksi berusaha mencari pelaku

penganiayaan dan mengajak laki-laki korban penganiayaan

tersebut untuk istirahat dan kemudian saksi panggil Ketua Rt. Pada

waktu itu korban sendirian, saksi melihat dipunggung Sdr. SM Als.

Sl Bin Sr terdapat luka memar (tidak ada darah) sebanyak dua buah

yakni dibagian kanan dan kirinya. Menurut keterangan dari korban

karena terdakwa minta diantar ke Purbalingga Desa Selakambang

dan sepakat ongkosnya Rp. 100.000,- namun sampai di jalan licin

terdakwa minta turun, setelah turun tahu-tahu terdakwa langsung

mengambil batu dan dipukulkan kepada korban. Saksi tidak

mengantar ke rumah sakit, terdakwa tidak mempunyai pe kerjaan

yang jelas sehingga kemampuan untuk membayar ongkos ojek

sampai seratus ribu rupiah tidak mungkin, ya dua hari sebelumnya

Page 84: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

70

juga terjadi kejadian yang sama sampai akhirnya diketahui kalau

pelakunya adalah terdakwa. Pada waktu saksi mendatangi ke lokasi

korban, korban dalam keadaan memegangi sepeda motornya dan

sepeda motor masih dalam keadaan hidup, pada waktu itu korban

tidak tergeletak. Terhadap barang bukti yang diajukan

dipersidangan berupa 1(satu) buah batu sungai seberat 2(dua)

kilogram, saksi tidak tahu.

Atas keterangan saksi tersebut terdakwa menyatakan benar

dan tidak keberatan.

2) Saksi Mm Bin Sd di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut:

Saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi

tersebut didepan penyidik adalah benar. Saksi kenal dengan

terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga sedarah ataupun

semenda serta tidak ada hubungan kerja dengan terdakwa. Pada

hari Kamis tanggal 9 Desember 2010 sekira jam 19.10 Wib di jalan

raya masuk Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang

Kabupaten Purbalingga, telah terjadi penganiayaan. Yang menjadi

korban penganiayaan tersebut adalah seorang laki-laki yang

mengaku bernama SM Als. Sl Bin Sr, (Tukang ojek) warga

Sumpyuh Banyumas. Saksi mengetahui saat korban sudah berada

di rumah Pak HK Bin SS, saksi datang kesitu. Saat kejadian saksi

sedang sholat isya mendengar ada orang ramai-ramai, dan setelah

selesai sholat saksi datang ke lokasi. Yang saksi lihat di lokasi

Page 85: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

71

kejadian adalah korban (tukang ojek) yang telah dipukul oleh

terdakwa pakai batu sebanyak 2 kali, kemudian korban dibawa

kerumah Sdr. HK Bin SS. Korban katanya dipukul dibagian

punggung kanan dan kiri sebanyak 2 kali. Penyebab penganiayaan

tersebut, katanya terdakwa naik ojek dari sumpyuh ke

Selakambang Purbalingga, korban minta ongkos Rp. 100.000,-.

Terdakwa tidak menawar ongkos Rp.50.000,-, saksi tidak

mengantar ke rumah sakit, dan sepeda motor milik korban yang

dipakai untuk ngojek Honda Supra. Terhadap barang bukti yang

diajukan dipersidangan berupa 1(satu) buah batu sungai seberat

2(dua) kilogram, saksi tidak tahu.

Atas keterangan saksi terdakwa menyatakan ada yang

salah, yang benar adalah tidak ada tawar menawar Rp.50.000,- .

Dan atas sanggahan terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangan semula.

3) Saksi Mr Bin Sm di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut:

Saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi

tersebut didepan penyidik adalah benar. Saksi kenal dengan

terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga sedarah ataupun

semenda serta tidak ada hubungan kerja dengan terdakwa. Pada

hari Kamis tanggal 9 Desember 2010 sekira jam 19.10 Wib di jalan

raya masuk Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang

Kabupaten Purbalingga, telah terjadi penganiayaan. Saksi

Page 86: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

72

mengetahui kejadian penganiayaan tersebut, waktu itu saksi habis

setor dari arah gunung terdengar ada teriakan minta tolong. Waktu

itu saksi datang kerumah Pak HK Bin SS karena korban sudah

dibawa kerumah Pak HK Bin SS. Korban penganiayaan tersebut

adalah seorang laki-laki yang mengaku bernama SM Als. Sl Bin

Sr, (Tukang ojek) warga Sumpyuh Banyumas. Yang menyebabkan

penganiayaan tersebut adalah katanya HA Bin Sm (Terdakwa)

sedang ngojek minta turun di jalan licin tapi tiba-tiba memukul

korban pakai batu sampai 2 kali. Tidak ada tawar menawar untuk

ongkos naik ojek, korban minta ongkos Rp.100.000,-. Waktu itu

terdakwa habis dari rumah Liliknya di Banyumas, dan HA Bin Sm

(terdakwa) tersebut adalah anaknya Sm Bin Jm. Pak Sm Bin Jm

datang ke rumah Pak HK Bin SS, dan bertanya apakah terdakwa

sudah pulang, dijawabnya belum. Pak Sm Bin Jm waktu itu

menyuruh korban supaya istirahat, saksi tidak tahu apakah Pak Sm

Bin Jm membawa korban ke rumah sakit ataukah tidak. Saksi tidak

tahu apakah sudah ada perdamaian antara terdakwa dengan korban,

dan saksi tidak mengetahui perkembangan saksi korban. Waktu itu

saksi lihat baju korban tidak robek dan waktu itu korban memakai

jaket.

Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan.

Page 87: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

73

4) Saksi Sm Bin Jm

Saksi adalah Bapak kandung terdakwa, berdasar dan

berpedoman pada Pasal 168 KUHAP telah mengundurkan diri

sebagai saksi. Atas pengunduran saksi tersebut terdakwa tidak

keberatan.

5) Saksi SM Als. Sl Bin Sr di bawah sumpah menerangkan sebagai

berikut:

Saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan saksi

tersebut didepan penyidik adalah benar. Saksi tidak kenal dengan

terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga sedarah ataupun

semenda serta tidak ada hubungan kerja dengan terdakwa. Pada

hari Kamis tanggal 9 Desember 2010 sekira jam 19.00 Wib di

sebuah jalan Desa masuk Desa Selakambang Kecamatan

Kaligondang Kabupaten Purbalingga, saksi telah menjadi korban

pemukulan yang dilakukan oleh terdakwa. Waktu itu terdakwa naik

ojek dengan saksi dari Sumpyuh dengan tujuan Purbalingga Desa

Selakambang, setelah perjalanan sampai di Desa Selakambang

terdakwa minta turun ditempat jalan licin, lalu tiba -tiba terdakwa

memukul punggung saksi sebanyak 2 kali dengan menggunakan

batu. Terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi mengenai

bagian punggung saksi sebelah kanan dan kiri masing-masing 1

kali. Akibat pemukulan yang dilakukan terdakwa saksi mengalami

sakit (pegel) dibagian punggung selama seminggu, dan berobat ke

Page 88: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

74

rumah sakit dengan biaya sendiri sebesar Rp.50.000,-. Saksi waktu

itu minta ongkos ojek Rp. 100.000,- untuk ongkos mengantar

terdakwa dari Sumpyuh sampai ke Desa Selakambang, dan

terdakwa sempat menawar sehingga terjadi harga kesepatakan

Rp.100.000,-. Untuk tarif ke Purbalingga minimal Rp. 100.000,-

dan melihat-lihat orangnya, pernah juga saksi dikasih Rp.

150.000,- untuk mengantar ke Purbalingga, dan saksi sudah 3 kali

mengantar ke Purbalingga dan keempatnya untuk kejadian ini.

Pada saat saksi dipukul terdakwa sempat mengadakan pengejaran

namun tidak berhasil. Saksi mengantar terdakwa baru sekali ini,

waktu itu terdakwa bilang ” Pak aku jujugna meng Purbalingga ”

(Pak saya antar ke Purbalingga) lalu saksi jawab ” Ya nek Rp.

100.000,- tak antar ” ( Ya kalau Rp. 100.000,- saya antar). Yang

melaporkan kejadian pemukulan tersebut kepada Polisi adalah

saksi sendiri, dari keluarga terdakwa be lum pernah menemui saksi

dan belum memberikan santunan untuk pengobatan saksi. Atas

kejadian tersebut saksi merasa dirugikan sebesar Rp.100.000,- dan

tidak akan memaafkan kelakuan terdakwa. Barang bukti yang

diajukan dipersidangan berupa 1 (satu) buah batu sungai seberat

2(dua) kilogram, adalah yang dipergunakan terdakwa untuk

memukul saksi.

Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan.

Page 89: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

75

b. Alat Bukti Surat

Dalam perkara ini terdapat bukti surat berupa Visum et Repertum

atas nama SM Als. Sl Bin Sr tanggal 13 Desember 2010, yang dibuat dan

ditandatangani oleh dr. Mulyadi Yanto dokter pemeriksa pada Rumah

Sakit Ibu dan Anak Purbalingga yang menerangkan bahwa terdapat 2 luka

memar yaitu dipunggung sebelah kiri dengan ukuran 3 milimeter kali 6

cm, dan punggung sebelah kanan dengan ukuran 3 milimeter kali 6,5 cm..

c. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Di persidangan telah pula didengar keterangan terdakwa yang pada

pokoknya sebagai berikut :

Terdakwa pernah diperiksa oleh penyidik dan keterangan

terdakwa tersebut didepan penyidik adalah benar. Pada hari Kamis,

tanggal 9 Desember 2010 sekira pukul 19.00 Wib di jalan Desa masuk

Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga,

terdakwa telah melakukan pemukulan terhadap seorang tukang ojek.

Terdakwa melakukan penganiayaan dengan cara saksi korban dipukul

dengan batu kepunggung korban bagia n kanan dan kiri masing-masing

sebanyak 1 kali. Sebab terdakwa melakukan pemukulan, awalnya

terdakwa mau pulang ke Purbalingga dari Sumpyuh naik ojek, dan

terdakwa diminta bayar Rp. 100.000,- akan tetapi terdakwa tidak

punya uang Rp. 100.000,- yang untuk membayar ongkos tersebut.

Tempat terdakwa melakukan pemukulan sepi, dan mengambil batu

yang untuk memukul korban, terdakwa ambil disitu dan saat itu juga.

Page 90: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

76

Alasan terdakwa memukul korban karena tidak bisa membayar ongkos

dan mau dibayar dirumah terdakwa juga berpikiran dirumah bapak

juga tidak punya uang sebanyak itu. Waktu itu terdakwa membawa

uang Rp.10.000,-, terdakwa minta turun karena jalan sedang

diperbaiki. Setelah terdakwa memukul korban terus lari kearah kebun

singkong meninggalkan korban. Waktu itu terdakwa setelah turun

langsung ambil batu dan langsung memukul korban dan waktu itu

posisi korban masih diatas sepeda motornya. Waktu terdakwa pulang

dan sampai dirumah, waktu itu orang tua (bapak) terdakwa baru pulang

dari Polsek, terdakwa sudah tidak sekolah dan sudah bekerja di Batam.

Pada waktu terdakwa memukul korban terdakwa tidak kepikiran mau

memukul sebelah mana, dan terdakwa memukul korban agar supaya

korban tidak meminta bayaran. Terdakwa baru sekali melakukan

kejahatan, ke Banyumas seminggu dalam rangka main, terdakwa

merasa kasihan dengan orang tua terdakwa. Terdakwa kerja di Batam

sebulan dibayar Rp. 600.000,-, dan orang tua terdakwa bekerja cabutan

tiap hari dapat penghasilan sekitar Rp. 20.000,-. Terdakwa pulang dari

Batam karena kehendak orang tua karena terdakwa kerja di Batam

terlalu jauh dengan orang tua sedangkan terdakwa masih anak-anak.

Barang bukti yang diajukan dipersidangan berupa 1(satu) buah batu

sungai seberat 2(dua) kilogram, adalah batu yang dipergunakan

terdakwa untuk memukul saksi.

Page 91: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

77

d. Barang Bukti

Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa : 1 (satu) buah

batu sungai seberat 2 (dua) kilogram, di mana terhadap barang bukti

tersebut te lah disita sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat

dipergunakan untuk memperkuat pembuktian dalam perkara ini.

4. Tuntutan Penuntut Umum

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa,

dan memperhatikan bukti surat berupa Visum et Repertum serta barang

bukti yang diajukan di persidangan, maka Jaksa Penuntut Umum

mengajukan tuntutan sebagai berikut:

1) Menyatakan bahwa terdakwa HA Bin Sm terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang

mengakibatkan luka sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat (1)

KUHP dalam Dakwaan Tunggal;

2) Menjatuhka n pidana terhadap terdakwa HA Bin Sm dengan pidana

penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangan selama terdakwa berada

dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan;

3) Menyatakan barang bukti berupa:

a) 1 (satu) buah batu sungai seberat sekitar 2 kg, dirampas untuk

dimusnahkan;

4) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000,-

(seribu rupiah).

Page 92: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

78

5. Putusan Pengadilan Negeri

a. Pertimbangan Hukum Hakim

Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan

terdakwa, bukti surat berupa Visum et Repertum dan barang bukti yang

diajukan dipersidangan, dapatlah disusun fakta yuridis sebagai berikut;

1) Bahwa pada hari Kamis, tanggal 9 Desember 2010 sekira pukul

19.00 Wib di jalan Desa masuk Desa Selakambang Kecamatan

Kaligondang Kabupaten Purbalingga, terdakwa telah melakukan

pemukulan terhadap SM Als. Sl Bin Sr yang pekerjaannya sebagai

tukang ojek;

2) Bahwa terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi korban SM

Als. Sl Bin Sr karena tidak mempunyai ongkos ojek yang

disepakati sebesar Rp.100.000,- dari Sumpyuh ke Purbalingga

dengan naik ojek saksi korban;

3) Bahwa terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi korban

dengan cara korban dipukul dengan batu kepunggung korban

bagiam kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1 kali;

4) Bahwa akibat pemukulan yang dilakukan terdakwa, saksi korban

mengalami sakit selama seminggu, sebagaimana yang diterangkan

dalam Visum et Repertum tanggal 13 Desember 2010, yang dibuat

dan ditandatangani oleh dr. Mulyadi Yanto dokter pemeriksa pada

Rumah Sakit Ibu dan Anak Purbalingga.

Page 93: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

79

Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini,maka

dengan menunjuk segala sesuatu yang tercantum di dalam berita acara

sidang haruslah dianggap telah termuat seluruhnya dan merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;

Menimbang, bahwa sampailah kini hakim pada pembahasan secara

yuridis, apakah berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan

dapat menjadikan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana didakwakan kepadanya, dan apakah terdakwa dapat dipidana

atas perbuatan dimaksud;

Menimbang, bahwa para terdakwa diajukan oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan tunggal yaitu pasal 351 ayat (1) KUHP, yang unsur-

unsurnya sebagai berikut;

Unsur “Barangsiapa” ;

Unsur “Dengan Sengaja”;

Unsur “Melakukan Penganiayaan” ;

ad. Unsur “Barangsiapa” ;

Menimbang bahwa, yang dimaksud dengan Unsur

“Barangsiapa”, yaitu siapa saja sebagai pendukung hak dan kewajiban

(subyek hukum) yang dapat di pertanggungjawabkan atas perbuatan

pidana yang telah dilakukannya, yang dalam perkara ini telah

diperhadapkan di persidangan terdakwa HA Bin Sm, yang identitasnya

sesuai dengan identitas terdakwa dalam dakwaan Penuntut Umum dan

telah dibenarkan dalam persidangan;

Page 94: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

80

Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,

maka unsur “Barangsiapa” telah terpenuhi;

ad. Unsur “Dengan Sengaja” ;

Menimbang, bahwa menurut ilmu hukum yang dimaksud

dengan “sengaja”, adalah dikehendaki dan diketahui atau diinsyafi

akibat dari perbuatan tersebut;

Menimbang, bahwa “Dengan Sengaja” dalam kaitannya dengan

perkara ini, terdakwa mengetahui kalau sebuah batu yang merupakan

benda keras bila dipukulkan terhadap manusia akan berakibat

kesakitan terhadap yang dipukul, dalam perkara ini terdakwa telah

memukulkan batu kepunggung korban bagian kanan dan kiri masing-

masing sebanyak 1 kali kepada SM Als. Sl Bin Sr, sehingga kesakitan;

Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,

maka unsur “Dengan Sengaja” telah terpenuhi;

ad. Unsur “Melakukan Penganiayaan” ;

Menimbang, bahwa menurut yurispr udensi, yang dimaksud

dengan penganiayaan adalah perbuatan dengan sengaja yang

menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka;

Menimbang bahwa, berdasarkan keterangan saksi-saksi

keterangan terdakwa, dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum et

Repertum dan barang bukti yang diajukan dipersidangan telah ternyata,

pada hari Kamis, tanggal 9 Desember 2010 sekira pukul 19.00 Wib di

jalan Desa masuk Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang

Page 95: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

81

Kabupaten Purbalingga, terdakwa telah melakukan pemukulan

terhadap SM Als. Sl Bin Sr yang pekerjaannya sebagai tukang ojek

dengan cara korban dipukul dengan batu kepunggung korban bagiam

kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1 kali yang mengakibatkan

saksi korban mengalami sakit sebagaimana diterangkan dalam Visum

et Repertum tanggal 13 Desember 2010, yang dibuat dan

ditandatangani oleh dr. Mulyadi Yanto dokter pemeriksa pada Rumah

Sakit Ibu dan Anak Purbalingga;

Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebutdiatas,

maka unsur “Melakukan Penganiayaan” telah terpenuhi ;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur pasal 351 ayat (1)

KUHP telah terpenuhi, maka Pengadilan Negeri berpendapat bahwa

terdakwa telah terbukti sacara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum

tersebut;

Menimbang, bahwa Hakim sependapat dengan dakwaan Jaksa

Penuntut Umum, namun tidak sependapat dengan besarnya hukuman

pidana yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa karena hal-hal diatas maka berdasar pasal 193

KUHAP kepadanya haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana

sesuai dengan perbuatannya, serta berdasar pasal 222 KUHAP kepadanya

dibebani membayar biaya pe rkara;

Page 96: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

82

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan maka masa

penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa akan dikurangi sepenuhnya

dari pidana penjara yang dijatuhkan, dan terhadap pidana yang akan

dijatuhkan dianggap telah sesuai dengan rasa keadilan pada diri terdakwa

serta yang ada dan berkembang dalam masyarakat;

Menimbang, bahwa pengamatan Hakim selama persidangan

berlangsung, terdakwa sehat jiwa dan akalnya, serta tidak dijumpai alasan

pemaaf dan penghapus pidana pada diri terdakwa, maka kepadanya dapat

dipertanggungjawabka n atas perbuatannya;

Menimbang, bahwa, perilaku menyimpang yang dilakukan anak ini

disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun eksternal dari si anak, di

antaranya adalah perkembangan fisik dan jiwanya (emosinya) yang belum

stabil, mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan, serta karena

disebabkan pengaruh lingkungan sosial di mana anak itu berada. (Gatot

Supramono, 2000:4), Perilaku menyimpang anak-anak tersebut (atau yang

disebut juga dengan deliquency) tidak dapat dipandang mutlak sama

dengan perbuatan menyimpang yang dilakukan orang dewasa. Meskipun

pada prinsipnya jenis perbuatannya sama, namun tingkat kematangan fisik

dan emosi anak masih rendah, dan masa depan anak seharusnya dapat

menjadi pertimbangan dalam hal menentukan perlakuan yang tepat

terhadap mereka. Terhadap anak yang melakukan perbuatan yang

menyimpang, sikap yang ditunjukkan masyarakat dan pemerintah

seringkali kurang arif. Anggapan atau stigma sebagai anak nakal atau

Page 97: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

83

penjahat seringkali diberikan kepada mereka, bahkan dalam proses

peradilan, mereka kerapkali diperlakukan tidak adil. Sehingga yang terjadi

adalah anak-anak pelaku kejahatan tersebut menjadi korban struktural dari

para penegak hukum;

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan

dipersidangan berupa: 1 (satu) buah batu sungai seberat 2 (dua) kilogram,

dikarenakan terhadap barang bukti tersebut digunakan terdakwa untuk

melakukan kejahatan, maka berdasar serta berpedoman pada pasal 194

ayat (1) KUHAP terhadap barang bukti tersebut dirampas untuk

dimusnahkan;

Menimbang, bahwa karena menurut hukum terdakwa masih

tergolong anak-anak, maka berdasarkan pasal 1 ayat 2 huruf a Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 termasuk anak nakal, maka berdasarkan

pasal 22 jo pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Hakim

mempunyai alternatif yaitu dapat memilih menjatuhkan pidana atau

tindakan terhadap terdakwa, namun berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap dipersidangan dan hasil penelitian kemasyarakatan terhadap

terdakwa, Hakim berpendapat lebih tepat dan adil apabila terhadap

terdakwa dijatuhi pidana penjara;

Menimbang, bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa

tidak dimaksudkan untuk balas dendam ataupun merendahkan harkat

martabatnya ataupun untuk memisahkan terdakwa dengan orang tuanya,

melainkan untuk menyadarkan terdakwa dalam kesalahannya dan untuk

Page 98: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

84

pembinaan baginya agar sebagai generasi muda penerus bangsa yang

mempunyai peranan strategis bagi kehidupan bangsa dikemudian hari akan

diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri,

bertanggungjawab, mental dan jiwanya akan tumbuh dan berkembang

secara sehat dan wajar, berguna bagi dirinya, keluarga dan masyarakat,

bangsa dan Negara sekaligus diharapkan mampu menjadi daya tangkal

baginya untuk tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum

namun harus seimbang dengan rasa keadilan yang hidup ditengah

masyarakat;

Menimbang, bahwa sebelum Hakim menjatuhkan putusan maka

berdasarkan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP akan

dipertimbangkan hal-hal yang dapat dijadikan untuk menentukan berat

ringannya hukuman yang akan dijatuhkan atas diri terdakwa :

Hal-hal yang memberatkan :

1) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat ;

2) Perbuatan terdakwa mengakiba tkan saksi korban SM Als. Sl Bin Sr

mengalami luka-luka;

Hal-hal yang meringanka n :

1) Terdakwa berlaku sopan dipersidangan, mengaku terus terang ;

2) Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya ;

3) Terdakwa masih anak-anak sehingga masih memerlukan bimbingan

orang tuanya, dengan demikian diharapkan dapat memperbaiki mental

dan prilakunya ;

Page 99: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

85

4) Terdakwa belum pernah dihukum;

Menimbang, bahwa disamping hal-hal tersebut diatas Hakim juga

mendasar pada laporan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) atas nama

terdakwa HA Bin Sm, Nomor : 16/Pid.A/XiI/2010, tanggal 21 Desember

2010, yang dibuat dan ditandatangani ole h SUSWANTO, NIP.19590524

19803 1 002, pembimbing kemasyarakatan pada BAPAS Purwokerto;

b. Amar Putusan Pengadilan

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim di atas dalam

perkara Nomor: 05/Pid.B/A/2011/Pn.Pbg, maka hakim memutuskan:

1) Menyatakan terdakwa HA Bin Sm, terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“PENGANIAYAAN”;

2) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu

dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;

3) Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangi

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa tersebut;

4) Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5) Menetapkan agar barang bukti, berupa :

a) 1 (satu) buah batu sungai seberat 2 (dua) kilogram ;

Dirampas untuk dimusnahkan;

b) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah);

Page 100: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

86

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan No:

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, maka dapat dilakukan suatu pembahasan sebagai

berikut:

1. Alasan Anak Nakal diproses dalam persidangan pada Putusan

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai penerus cita -cita

perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Anak juga memiliki hak untuk dilindungi harkat dan martabatnya oleh

undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan sumber daya

manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan dan perlindungan

untuk menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental dan sosial anak.

Pasal 1 (angka 1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak memberikan pengertian anak yaitu :

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.”

Berdasarkan pengertian tersebut maka terdakwa HA Bin Sm termasuk

dalam kategori anak nakal karena HA Bin Sm baru berumur 16 tahun saat

melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap seorang tukang ojek.

Situasi dan kondisi sosial sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan

perilaku seorang anak. Dalam berbagai hal upaya pembinaan dalam

Page 101: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

87

masyarakat, kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan

anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan

melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Disamping itu,

terdapat pula anak, yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai

kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental, maupun sosial.

Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun

tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau perilaku yang dapat

merugikan dirinya dan atau masyarakat.

Keluarga memiliki peran yang strategis dalam membentuk pribadi

anak untuk hidup secara lebih bertanggungjawab. Anak harus dipersiapkan

untuk menghadapi kehidupan pribadi dalam masyarakat. Jika dalam sebuah

keluarga usaha untuk membentuk pribadi anak menjadi baik itu gagal, maka

anak cenderung melakukan kenakalan. Kenakalan tersebut dapat terjadi di

lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat anak bergaul.

Kenakalan anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

manusia serta salah satu bentuk perilaku menyimpang yang tidak terlepas dari

masyarakat.

Anak sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum adalah

anak yang disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar

hukum, dan memerlukan perlindungan. Dapat juga disebut anak yang harus

mengikuti prosedur hukum akibat kenakalan yang telah dilakukannya. Jadi

dapat dikatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang

melakukan kenakalan, yang kemudian akan disebut sebagai kenakalan anak

Page 102: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

88

(Juvenile Delinquency). Juvenile (dalam bahasa Inggris) atau yang dalam

bahasa Indonesia berarti anak-anak; anak muda, sedangkan Delinquency

artinya terabaikan/mengabaikan yang kemudian diperluas menjadi jahat,

kriminal, pelanggar peraturan dan lain-lain. Sedangkan menurut Romli

Atmasasmita yang dikutip oleh M. Nasir Djamil81, Juvenile Delinquency

adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18

tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma -norma

hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak

yang bersangkutan.

Kenakalan anak merupakan suatu ancaman terhadap norma -norma

sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial yang dapat

menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial

dan merupakan ancaman bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Kenakalan

anak disamping merupakan masalah kemanusian juga merupakan masalah

sosial, sehingga penanganan kenakalan anak merupakan tanggung jawab

bersama anggota masyarakat. 82 Tindakan kenakalan yang dilakukan oleh

anak-anak merupakan manifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud

merugikan orang lain seperti yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan

kejahatan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) di mana pelaku harus menyadari akibat dari perbuatannya itu serta

pelaku mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut. Dengan

81 M. Nasir Djamil, Op.Cit., hlm 35. 82 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 61.

Page 103: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

89

demikian, maka kurang pas apabila kenakalan anak dianggap sebuah

kejahatan murni.83

Latar belakang anak melakukan kenakalan, tentu tidak sama dengan

latar belakang orang dewasa dalam melakukan kejahatan. Mencari latar

belakang atau sebab anak melakukan kenakalan sebagai lingkup dari

kriminologi akan sangat membantu dalam memberi masukan tentang apa yang

sebaiknya diberikan terhadap anak yang telah melakukan kenakalan. Artinya,

berbicara tentang kenakalan anak, tidak terlepas dari faktor-faktor pendorong

atau motivasi sehingga seorang anak melakukan kenakalan. 84

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

memberikan perlindungan hukum kepada anak yang melakukan kenakalan,

sehingga anak yang melakukan kenakalan mendapat penanganan secara

khusus, sedangkan peradilan yang dijalani anak tersebut pun diatur dengan

mengingat kekhususan pada anak. Demi pertumbuhan dan perkembangan

mental anak, perlu ditentukan pembedaan perlakuan di dalam hukum acara

dan ancaman pidananya. Undang-undang ini juga mengatur tentang

pemeriksaan terhadap anak nakal harus dilaksanakan dalam suasana

kekeluargaan.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, tidak ada satu pasal pun yang memberikan batasan tentang kenakalan

anak, hanya saja batasan Anak Nakal dapat dilihat dalam Pasal 1 angka (2)

83M. Nasir Djamil, Op.Cit., hlm 34. 84 Nashriana, Op.Cit. , hlm 35.

Page 104: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

90

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang

menyatakan bahwa Anak Nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi

anak, baik menurut peraturan perundangan-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak merumuskan bahwa:

“Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Di sini tampak bahwa pembentuk undang-undang mempunyai

ketegasan tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak di bawah umur

sehingga berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan

yang khusus bagi kepentingan psikologi anak. 85 Adapun latar belakang

pembentuk undang-undang menentukan batas umur minimum dan maksimum

(minimum ages and maximum ages floor), oleh karena pada umur tersebut

secara psikologis dan pedagogis anak dapat dianggap sudah mempunyai rasa

tanggung jawab. 86

Pada Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, HA Bin Sm termasuk dalam kategori anak nakal

yang melakukan tindak pidana, sehingga dalam hal ini HA Bin Sm dapat

diajukan ke sidang anak karena usianya yang sudah 16 tahun.

85Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung : Refika Aditama, hlm 26. 86Nashriana, Op.Cit., hlm 67.

Page 105: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

91

Pengelompokan anak berdasarkan pertimbangan umur sangatlah

penting, mengingat pada tiap tingkatan usia anak berbeda pula tingkat

kematangan anak dalam berpikir sehingga akan berbeda cara memperlakukan

anak tersebut. Batasan dari segi usia akan sangat berpengaruh pada

kepentingan hukum anak yang bersangkutan. Perta nggungjawaban pidana

anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral dan kejiwaan

anak dengan kenakalan yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental

dan sosial anak menjadi perhatian. 87

Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya dapat

dilaksanakan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). Sehingga sebelum

adanya suatu proses peradilan pidana anak perlu adanya upaya penyelesaian

melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justic e). Sebagaimana

dikemukakan oleh M. Nasir Djamil 88 bahwa pemidanaan atau penjaraan

sebagai upaya yang paling akhir terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum, sehingga untuk anak yang berhadapan dengan hukum diperlakukan

prinsip-prinsip Restorative Justice System di mana membangun perdamaian

dan kedamaian dalam masyarakat merupakan suatu hal yang utama.

Restorative Justice atau keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara

tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan

pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil

dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan

87Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 33. 88M. Nasir Djamil, Op.Cit., hlm 119.

Page 106: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

92

pembalasan. Pengetian keadilan restoratif ini terdapat dalam Pasal 1 angka (6)

Undang-Undang Nomor 11 ahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Keadilan restoratif juga mendorong pada perbaikan kesejahteraan

masyarakat melalui cara-cara menghadapkan pelaku anak pada

pertanggungjawaban atas perilakunya, korban yang biasanya dihalangi ikut

berperan serta dalam proses peradilan kini diberi kesempatan untuk berperan

serta di dalam proses penyelesaian. Tujuan akhir dari keadilan restoratif

diharapkan berkurangnya jumlah anak-anak yang ditangkap, ditahan, dan

dipenjara, mengembalikan anak menjadi manusia yang diharapkan dapat

berguna kelak di kemudian hari. Anak nakal dapat menyadari kesalahannya,

sehingga tidak mengulangi perbuatannya dan tidak menimbulkan rasa dendam

karena pela ku telah dimaafkan oleh korban. Apabila pihak-pihak tidak

menghendaki penyelesaian melalui keadilan restoratif , maka proses peradilan

baru dilaksanakan oleh para penegak hukum.

Polisi menyatakan dalam mena ngani perkara anak dimungkinkan

terjadi perdamaian, dengan tujuan menghindari stigmatisasi pada anak dan

mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana. Tetapi di sisi lain, harus

dilihat dari sudut pandang korban. Bisa saja kasus itu ringan tetapi bila

menurut korban berat, maka polisi tidak bisa memaksakan upaya perdamaian.

Akibatnya perkaranya akan diproses lebih lanjut ke persidangan.89

89Noeke Sri Wardhani, 2009, Penerapan Pidana Alternatif Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Di Pengadilan Negeri Bengkulu, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol V No. II Agustus 2009, hlm 50.

Page 107: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

93

Pada Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, antara pelaku, korban, keluarga korban atau

keluarga pelaku tidak pernah melakukan upaya perdamaian. Hal ini

berdasarkan keterangan saksi korban SM Als. Sl Bin Sr yang menyatakan

bahwa keluarga HA Bin Sm belum pernah menemui saksi dan belum

memberikan santunan untuk pengobatan saksi, sehingga saksi melaporkan

kejadian pemukulan tersebut kepada polisi.

Kelemahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak tidak mengatur adanya pendekatan keadilan restoratif. Sehingga

beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan

masyarakat Indonesia saat ini. Karena itu, Undang-Undang tersebut diganti

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak yang akan berlaku dua tahun terhitung sejak tanggal

diundangkan. Tujuan utama Undang-undang ini adalah menciptakan keadilan

restoratif bagi anak yang berhadapan atau berkonflik dengan hukum.

Hal yang baru dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak batas bawah usia anak yang bisa dimintai

pertanggungjawaban hukum adalah 12 (dua belas) tahun. Sebelumnya, anak

yang berusia 8 (delapan) sampai 18 (delapan belas) tahun diberikan

tanggungjawab pidana sesuai dengan Pasal 1 angka (1), Pasal 4 ayat (1), dan

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak. Anak umur 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan

Page 108: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

94

emosional, mental dan intelektual yang stabil. Batas umur 12 tahun lebih

menjamin hak anak untuk tumbuh be rkembang dan mendapatkan

perlindungan hukum sebagaimana dijamin Pasal 28 D ayat (2) Undang-

Undang Dasar 1945.

Aparat penegak hukum lebih mengutamakan sistem peradilan pidana

yang ada sebagai jalan dalam penyelesaian kasus anak. Sistem Peradilan

Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan

pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Sistem

peradilan pidana anak pada dasarnya tidak berbeda dengan prosedur yang

dijalankan pada sistem peradilan orang dewasa. Perbedaan hanya terletak pada

masa penahanan dan lama hukuman yang lebih singkat dari orang dewasa dan

seharusnya petugas yang menangani kasus anak adalah yang memiliki

pengetahuan tentang anak.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam

pasal-pasalnya menganut beberapa asas yang membedakannya dengan sidang

perkara pidana untuk orang dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai

berikut:

1. Pembatasan Umur (Pasal 1 angka (1) jo Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997);

Orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak ditentukan

secara limitatif, yaitu minimum berumur 8 (delapan) tahun dan

maksimum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

2. Ruang Lingkup Masalah Dibatasi;

Page 109: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

95

Masalah yang diperiksa di sidang Pengadilan Anak hanyalah

menyangkut perkara anak nakal saja. Sidang anak hanya berwenang

memeriksa perkara pidana, jadi masalah-masalah lain di luar pidana

bukan wewenang Pengadilan Anak. Sidang Pengadilan Anak hanya

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesa ikan perkara Anak

Nakal (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997).

3. Ditangani Pejabat Khusus;

Perkara anak nakal ditangani pejabat khusus yaitu penyidik anak,

penuntut umum anak, dan hakim anak.

4. Peran Pembimbing Kemasyarakatan;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengakui Peran Pembimbing

Kemasyarakatan, Pekerja Sosial, dan Pekerja Sosial Relawan.

5. Suasana Pemeriksaan dan Kekeluargaan;

Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakukan dalam suasana

kekeluargaan, karena itu hakim, penuntut umum, penyidik, dan

penasihat hukum tidak memakai toga.

6. Keharusan Splitsing;

Anak tidak boleh disidangkan atau diadili bersama orang dewasa baik

yang berstatus sipil maupun militer.

7. Acara Pemeriksaan Tertutup;

Acara pemeriksaan di Pengadilan Anak dilakukan secara tertutup dan

putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 153 ayat

Page 110: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

96

(3) KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997).

8. Diperiksa Oleh Hakim Tunggal;

Hakim yang memeriksa perkara di Pengadilan Anak, baik di tingkat

pertama, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal. Apabila

tindak pidananya diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun

dan pembuktiannya sulit, maka berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 perkara diperiksa dengan hakim majelis.

9. Masa Penahanan Lebih Singkat;

Masa penahanan terhadap anak lebih singkat yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dibandingkan dengan masa

penahanan yang diatur dalam KUHAP. Hal ini memberikan

perlindungan terhadap anak, sebab dengan penahanan yang tidak

begitu lama tidak akan berpengaruh besar terhadap perkembangan

fisik, mental dan sosial anak.

10. Hukuman Lebih Ringan;

Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal (Pasal 22 jo Pasal 23

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), lebih ringan dari ketentuan

yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal terhadap anak nakal

adalah 10 (sepuluh) tahun. Hakim pengadilan anak harus dengan jeli

mempertimbangkan dan memahami bahwa penjatuhan pidana terhadap

anak merupakan upaya terakhir (ultimum remedium).90

90Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 87-88.

Page 111: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

97

Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, mengatur bahwa “hukum acara yang berlaku diterapkan

pula dalam pengadilan anak, kecuali lain dalam undang-undang ini”. Hal ini

berarti ketentuan-ketentuan dalam KUHAP berlaku pula dalam acara

pemeriksaan pengadilan anak.

Banyak perkara termasuk perkara anak nakal di pengadilan dari tahun

ke tahun menunjukkan peningkatan sehingga terkesan setiap perbuatan anak

nakal dapat dipastika n selalu diproses melalui jalur hukum. Proses

persidangan merupakan proses yang menghasilkan sebuah putusan yang

menyatakan terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Dalam proses persidangan

tersebut akan dilakukan pembuktian untuk membuktikan apakah terdakwa

bersalah atau tidak bersalah yang dilakukan dengan memeriksa alat-alat bukti

dan barang bukti yang ada.

Proses peradilan pidana anak terdiri dari beberapa tahap. Tahap

penyidikan diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Penyidik membuat laporan mengenai

kasus anak, sebab-sebab melakukan kenakalan, latar belakangnya, dengan cara

wawancara secara sabar dan halus.

Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak merumuskan bahwa “Penyidik wajib memeriksa tersangka

dalam suasana kekeluargaan”. Dalam penjelasan pasal dirumuskan bahwa

suasana kekeluargaan antara lain pada waktu memeriksa tersangka, penyidik

tidak memakai pakaian dinas dan melakukan pendekatan secara efektif dan

Page 112: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

98

simpatik. Efektif dapat diartikan bahwa pemeriksaannya tidak memakan

waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak

dan dapat mengajak tersangka untuk memberikan keterangan yang sejelas-

jelasnya, sedangkan simpatik dapat diartikan bahwa pada waktu pemeriksaan

penyidik bersikap sopan dan ramah serta tidak membuat takut si tersangka

anak.91

Pasal 1 angka (29) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mendefinisikan keterangan anak

yaitu:

“Keterangan anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat diketahui bahwa tujuan

penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan penyelidikan dan untuk

kepentingan penyidikan. Dalam melakukan tindakan penangkapan, asas

praduga tak bersalah harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan

harkat dan martabat anak.

Anak juga harus dipahami sebagai orang yang belum mampu

memahami masalah hukum yang terjadi atas dirinya. Melakukan tindakan

penangkapan terhadap anak yang diduga melakukan kenakalan, didasarkan

pada bukti yang cukup dan jangka waktunya terbatas dalam satu hari. Dalam

melakukan penangkapan, diperhatikan hak-hak anak sebagai tersangka, seperti

91Nashriana, Op.Cit., hlm 119.

Page 113: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

99

hak mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata

cara yang ditentukan oleh undang-undang. 92

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak merumuskan bahwa :

“(1) Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari.”

Berdasarkan duduk perkara pada Putusan Pengadilan Negeri

Purbalingga No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg bahwa HA Bin Sm pada hari Kamis

tanggal 9 Desember 2010 sekitar jam 19.00 WIB bertempat di jalan desa

masuk Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga

telah melakukan pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr seorang

tukang ojek. HA Bin Sm melakukan pemukulan terhada p korban SM Als. Sl

Bin Sr karena tidak mempunyai ongkos ojek yang disepakati sebesar Rp

100.000,-. HA Bin Sm melakukan pemukulan tersebut dengan cara korban

dipukul menggunakan batu pada bagian punggung korban bagian kanan dan

kiri masing-masing sebanyak 1 kali sehingga mengakibatkan sakit atau luka.

Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, untuk kepentingan pemeriksaan maka dilakukan

penangkapan terhadap HA Bin Sm.

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak merumuskan bahwa:

92 Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 97.

Page 114: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

100

“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.” Penyidik anak dapat melakukan penahanan paling lama 20 hari.

Apabila penyidik menganggap bahwa pemeriksaan yang dilakukan terhadap

anak tersebut belum selesai, penyidik dapat meminta perpanjangan kepada

Penuntut Umum untuk paling lama 10 hari. Artinya terhadap anak dapat

dilakukan penahanan oleh penyidik anak selama 30 hari, dan apabila

pemeriksaan belum selesai dilakukan, maka anak harus dikeluar kan demi

hukum. Penahanan anak yang lebih sedikit waktunya dibandingkan dengan

penahanan bagi orang dewasa, semata-mata agar anak tidak terlalu lama dalam

tahanan, sehingga akan mengganggu perkembangan fisik, mental, dan sosial

anak.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, dengan bukti permulaan yang cukup HA Bin

Sm diduga telah melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap SM Als. Sl

Bin Sr, maka penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap HA Bin Sm

untuk kepentingan penyidikan.

Pemberkasan perkara oleh penyidik anak berdasarkan ketentuan

KUHAP, karena dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak mengatur sedikitpun tentang

pemberkasan perkara. Setelah pemberkasan selesai, selanjutnya penyidik anak

menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

Page 115: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

101

Penuntutan dalam acara pidana anak mengandung pengertian tindakan

penuntut umum anak untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam

persidangan anak.93

Tugas penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari

penyidik anak, harus segera mempelajari dan menelitinya, dan dalam tempo 7

(tujuh) hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan

yang dilakukan telah cukup ataukah tidak. Jika ternyata hasil penyidikan

belum lengkap, maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada

penyidik anak dengan disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan

untuk dilengkapi. 94

Setelah menerima berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik dan

penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan telah cukup dan dapat

dilakukan penuntutan, maka wajib dalam waktu secepatnya penuntut umum

membuat surat dakwaan.95 Hal ini sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang merumuskan:

“Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka ia wajib dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.”

Surat dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana yang juga

merupakan dasar hakim melakukan pemeriksaan.

93M. Nasir Djamil, Op.Cit ., hlm 159. 94Nashriana, Op.Cit., hlm 132. 95Ibid , hlm 134.

Page 116: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

102

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, penuntut umum membuat surat dakwaan atas

tindak pidana yang disangkakan kepada HA Bin Sm. Kemudia n penuntut

umum melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Purbalingga disertai

dengan surat dakwaan untuk diproses dalam persidangan anak. Dalam

pelimpahan tersebut penuntut umum juga menyerahkan barang bukti berupa 1

(satu) buah batu sungai seberat 2 (dua) kilogram ke pengadilan negeri.

Berkaitan dengan penelitian terhadap ketentuan-ketentuan di atas maka

alasan anak nakal diproses dalam persidangan pada Putusan No.

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg dapat diketahui, yaitu:

a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak bahwa batas umur Anak Nakal yang dapat

diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah kawin. Nashriana96 mengatakan pasal tersebut menunjukkan

bahwa yang disebut sebagai anak yang dapat diperkarakan ke sidang

anak hanyalah anak yang berumur antara 8 tahun sampai 18 tahun dan

belum pernah kawin. Terhadap anak yang walaupun belum mencapai

18 tahun tetapi telah menikah, tidak dapat diajukan ke sidang anak,

tetapi ke sidang orang dewasa berdasarkan KUHP dan KUHAP. HA

Bin Sm termasuk dalam kategori anak nakal yang melakukan tindak

96Ibid , hlm 77.

Page 117: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

103

pidana, sehingga dalam hal ini HA Bin Sm dapat diajukan ke sidang

anak karena usianya yang sudah 16 tahun.

b. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya dapat

dilaksanakan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). Menurut

Wagiati Soetodjo 97, penahanan hanya merupakan upaya terakhir dalam

menyelesaikan suatu perkara setelah sebelumnya diselesaikan dengan

cara lain tidak mendapat jalan keluarnya. Sehingga sebelum adanya

suatu proses peradilan pidana anak perlu adanya upaya perdamaian.

Namun antara pelaku, korban, keluarga korban atau keluarga pelaku

tidak pernah melakukan upaya perdamaian. Hal ini berdasarkan

keterangan saksi korban SM Als. Sl Bin Sr yang menyatakan bahwa

keluarga HA Bin Sm belum pernah menemui saksi dan belum

memberikan santunan untuk pengobatan saksi, sehingga saksi

melaporkan kejadian pemukulan tersebut kepada polisi.

c. Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, untuk kepentingan pemeriksaan maka dilakukan

penangkapan terhadap HA Bin Sm. Dengan bukti permulaan yang

cukup HA Bin Sm diduga telah melakukan tindak pidana

penganiayaan terhadap SM Als. Sl Bin Sr, maka penyidik berwenang

melakukan penahanan terhadap HA Bin Sm untuk kepentingan

penyidikan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Menurut

97Wagiati Soetodjo, Op.Cit., hlm 42.

Page 118: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

104

Maidin Gultom 98, dasar diperkenankan suatu penahanan anak, adalah

adanya dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup, bahwa anak

melakukan tindak pidana (kenakalan).

d. Penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan telah cukup dan

dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut umum membuat surat

dakwaan atas tindak pidana yang disangkakan kepada HA Bin Sm, hal

ini berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak. Kemudian penuntut umum melimpahkan

berkas perkara ke Pengadilan Negeri Purbalingga disertai dengan surat

dakwaan untuk diproses dalam persidangan anak. Sebagaimana

dikemukakan oleh Nashriana99 bahwa Penuntut umum anak yang

diberi tugas untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka anak

nakal, selanjutnya melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri

disertai dengan surat dakwaan. Pelimpahan berkas perkara pidana

dilakukan penuntut umum dengan surat pelimpahan perkara dengan

permintaan agar Pengadila n Negeri segera mengadili perkara tersebut.

Dalam pelimpahan itu penuntut umum juga menyerahkan barang bukti

ke pengadilan.

2. Pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku

anak pada Putusan No: 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg.

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari kebenaran

materiil atau kebenaran yang sebenar -benarnya. Hakim harus mencari dan

98Maidin Gultom, Op.Cit., hlm 98. 99Nashriana, Op.Cit., hlm 138.

Page 119: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

105

mendapatkan kebenaran materiil yang diperoleh dari alat bukti sebelum

mengambil suatu putusan. Upaya mencari kebenaran mate riil ini menjadi

salah satu perbedaan antara hukum acara pidana dengan hukum acara perdata.

Tujuan hukum acara perdata adalah mencari kebenaran formil, sehingga

hakim tidak diwajibkan untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.

Hukum acara pidana mengenal asas praduga tak bersalah (presumption

of innocence) untuk mengetahui apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah

dapat diketahui dengan proses pembuktian. Pembuktian dalam hukum acara

pidana merupakan bagian yang sangat penting dan memegang peranan yang

sangat strategis dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Membuktikan

mengandung maksud dan tujuan untuk menyatakan kebenaran atas suatu

peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa

tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembuktian berarti

merupakan suatu perbuatan membuktikan. Sedangkan membuktikan dapat

diartikan memperlihatkan bukti, menyatakan kebenaran sesuatu dengan bukti,

ataupun meyakinkan dengan bukti.100 Jika dikaitkan dengan hukum acara

pidana yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran materiil, maka

membuktikan berarti memperlihatkan, menyatakan kebenaran ataupun

meyakinkan dengan menggunakan alat bukti serta barang bukti.

Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah

terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

100Pusat Bahasa Depart emen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm 172.

Page 120: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

106

mempertanggungjawabkannya. Melalui pembuktian akan ditentukan nasib

terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat

bukti yang dibenarkan undang-undang. Apabila hasil pembuktian dengan alat-

alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari

hukumannya. Sebaliknya, apabila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan

dengan alat-alat bukti, terdakwa dinyatakan bersalah dan dikenakan hukuman

kepadanya.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum

kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian

tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan. 101 Sedangkan pengertian

pembuktian menurut M. Yahya Harahap, yang mengatakan bahwa:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan kete ntuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.” 102 Tujuan pembuktian adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran

materiil, bukan untuk mencari kesalahan seseorang. Oleh karena itu para

hakim harus hati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan

mempertimbangkan masalah pembuktian. Tujuan pembuktian dalam hukum

acara pidana berbeda dengan hukum acara perdata. Tujuan pembuktian dalam

hukum acara pidana yaitu untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran

101http://lawfile.blogspot.com/2011/06/pengertian-pembuktian.html, diakses pada tanggal 4 Juni 2013. 102M. Yahya Harahap, Op.Cit ., hlm 273.

Page 121: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

107

yang hakiki mengenai suatu tindak pidana dan pelaku yang sesungguhnya dari

tindak pidana tersebut. Tujuan pembuktian pada hukum acara perdata adalah

mencari kebenaran formil, sehingga hakim tidak diwajibkan untuk mencari

kebenaran yang sesungguhnya dari perkara yang diperiksanya.

Ditinjau dari segi hukum acara pidana, pembuktian merupakan

ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan

mempertahankan kebenaran, hakim, penuntut umum, terdakwa, maupun

penasihat hukum masing-masing terikat pada ketentuan tata cara penilaian alat

bukti yang ditentukan undang-undang artinya bahwa dalam mempergunakan

dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti hakim,

jaksa, terdakwa, maupun penasihat hukum harus melaksanakannya dalam

batas-batas yang dibenarkan undang-undang. Sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai oleh KUHAP yaitu untuk menentukan kebenaran materiil,

maka di dalam acara pembuktian jaksa penuntut umum harus dapat

menunjukkan bukti-bukti yang sah menurut KUHAP yang pada akhirnya

dapat memberikan keyakikan pada hakim bahwa terdakwalah yang bersalah

telah melakukan suatu tindak pidana.

Dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana merumuskan bahwa :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Menurut Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-U ndang Hukum Acara Pidana tersebut hukum acara pidana

Page 122: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

108

Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara

negatif yaitu menggunakan alat bukti yang telah ditentukan undang-undang

dan dengan keyakinan hakim. Berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hakim

dalam menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk

menjatuhkan pidana kepada terdakwa, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Hakim membuktikan kesalahan terdakwa dengan memeriksa

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;

2. Hakim memperoleh keyakinan atas pembuktian dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut bahwa telah terjadi

tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dalam proses pembuktian perkara di pengadilan diperlukan alat bukti

dan barang bukti yang benar -benar dapat membuat terang suatu tindak pidana

yang disangkakannya yang akhirnya akan digunakan sebagai bahan

pembuktian. Alat bukti sah yang diajukan bertujuan untuk memberikan

kepastian pada hakim tentang perbuata n-perbuatan terdakwa sebagaimana

yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam surat dakwaan. Karena

tujuan pemeriksaan pengadilan di persidangan adalah untuk mencari

kebenaran materiil. Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana diatur

dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang terdiri dari :

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk;

Page 123: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

109

5. Keterangan terdakwa. Mengenai alat bukti dalam pembuktian pada praktek pemeriksaan

perkara pidana dipersidangan alat bukti yang paling sering dan paling banyak

dipergunakan untuk pembuktian adalah keterangan saksi dan keterangan

terdakwa. Keterangan saksi dan keterangan terdakwa mempunyai kedudukan

yang sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana di persidangan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, alat bukti yang digunakan oleh Hakim

Pengadilan Negeri Purbalingga adalah:

1. Alat Bukti Keterangan Saksi

Salah satu alat bukti yang digunakan dalam pembuktian yaitu

keterangan saksi yang merupakan alat bukti paling utama dalam

perkara pidana. Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang memuat urutan alat bukti sah, urutan pertama adalah

keterangan saksi. Pada dasarnya alat bukti keterangan saksi merupakan

alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Dapat dikatakan

tidak ada perkara pidana yang luput dari alat bukti keterangan saksi.

Jika suatu tindak pidana sudah dibuktikan dengan alat bukti yang lain,

sekurang-kurangnya masih tetap diperlukan pembuktian dengan alat

bukti keterangan saksi. Karena tanpa kehadiran saksi dipersidangan

penuntut umum tidak akan dapat membuktikan kesalahan terdakwa.

Page 124: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

110

Pasal 1 angka (27) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana , merumuskan

sebagai berikut :

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya ini.”

Alat bukti keterangan saksi adalah alat bukti yang paling

utama. Hal ini disebabkan karena alat bukti keterangan saksi

merupakan alat bukti yang pertama kali diperiksa dalam sidang

pengadilan dan memegang peranan yang penting dalam menentukan

bersalah atau tidaknya terdakwa. Dengan kata lain alat bukti

keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan dalam

pembuktian selain alat-alat bukti yang lain, meskipun terkadang dalam

memberikan keterangannya saksi memberikan keterangan yang tidak

sebenarnya untuk meringankan atau memberatkan dakwaan yang

didakwakan kepada terdakwa.

Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti ialah keterangan

saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-U ndang Hukum Acara Pidana yaitu

keterangan yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri dan saksi

alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan saksi yang diberikan atas dasar hasil pemikiran

sendiri bukan merupakan keterangan saksi. Saksi tidak boleh

Page 125: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

111

memberikan keterangan mengenai terjadinya suatu tindak yang ia

dengar dari orang lain. Keterangan seperti di dalam ilmu pengetahuan

hukum pidana disebut sebagai suatu kesaksian de auditu atau suatu

testimonium de auditu , yang tidak mempunyai kekuatan hukum

sebagai suatu kesaksian. 103

Keterangan saksi HK Bin SS, saksi Mm Bin Sd, saksi Mr Bin

Sm, serta saksi korban SM Als. Sl Bin Sr pada Putusan

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg yang diberikan di bawah sumpah di

dalam persidangan, isi keterangannya sesuai dengan sebagaimana

dirumuskan dalam Pasal 1 angka (27) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Keterangan tersebut yaitu apa yang ia dengar, ia lihat dan ia alami

sendiri, sehingga keterangan tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti.

Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji agar

keterangannya dapat menjadi alat bukti yang sah. Pasal 160 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana merumuskan:

“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.” Ada beberapa saksi yang dapat memberikan keterangannya

tanpa harus mengucapkan sumpah terlebih dahulu yakni sebagaimana

dinyatakan dalam ketentuan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8

103P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hlm 419.

Page 126: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

112

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merumuskan bahwa:

“Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah: a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan

belum pernah kawin; b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-

kadang ingatannya baik kembali.”

Dari ketentuan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di atas maka

dapat diketahui bahwa anak yang belum berumur 15 (lima belas) tahun

dan belum pernah kawin serta orang yang sakit jiwa dapat memberikan

keterangan di muka persidangan mengenai peristiwa tindak pidana

yang ia dengar, ia lihat, serta ia alami sendiri tanpa harus disumpah

terlebih dahulu. Oleh karena itu maka dapat diketahui bahwa alat bukti

keterangan saksi tanpa mengangkat sumpah ini memiliki kekuatan

pembuktian yang berbeda dengan nilai kekuatan pembuktian

keterangan saksi dibawah sumpah, dimana nilai kekuatan pembuktian

keterangan saksi dibawah umur atau tanpa diangkat sumpah hanya

dijadikan petunjuk bagi hakim untuk menilai benar tidaknya kesalahan

terdakwa dan fungsinya untuk menambah keyakinan hakim dalam

memutuskan suatu tindak pidana. Sebagaimana dinyatakan dalam

penjelasan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa:

“Mengingat bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dlaam ilmu

Page 127: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

113

penyakit jiwa disebut Psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpahatau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.”

Pada Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, saksi HK Bin SS,

saksi Mm Bin Sd, saksi Mr Bin Sm, serta saksi korban SM Als. Sl Bin

Sr telah disumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing-masing sebelum memberikan keterangannya.

Keterangan saksi-saksi tersebut merupakan alat bukti yang sah karena

sebelum memberikan keterangan para saksi disumpah terlebih dahulu.

Jika saksi tidak mau mengucapkan sumpah maka akibat

hukumnya keterangan saksi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat

bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan yang dapat

menguatkan keyakinan hakim.

Sumpah yang diucapkan sebelum memberi keterangan di muka

sidang pengadilan dengan alasan :

1. Saksi akan terpengaruh oleh sumpah atau janji yang diucapkan.

2. Saksi akan mengurangi niat untuk mengingkari janji.

3. Bahwa keterangan yang diucapkan akan mempunyai kekuatan

pembuktian. 104

Saksi-saksi yang diajukan penuntut umum memberikan

keterangannya secara langsung di persidanga n. Ketentuan ini diatur

dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

104Suharto RM, Op.Cit., hlm 142.

Page 128: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

114

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merumuskan:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, saksi HK

Bin SS, saksi Mm Bin Sd, saksi Mr Bin Sm, serta saksi korban SM

Als. Sl Bin Sr memberikan keterangannya secara langsung di

persidangan.

Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, hal ini

berdasarkan Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merumuskan:

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.”

Hal ini mengandung suatu asas yang sangat penting untuk

diperhatikan, baik oleh penyidik, penuntut umum, hakim maupun

penasihat hukum, yakni asas unus testis nullus testis, atau yang di

dalam praktik juga sering disebut dengan perkataan satu saksi bukan

saksi.

Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, saksi yang

yang dihadirkan sebanyak 5 orang. Namun 1 orang saksi yaitu saksi

Sm Bin Jm yang merupakan Bapak kandung terdakwa, berdasar dan

berpedoman pada Pasal 168 KUHAP telah mengundurkan diri sebagai

Page 129: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

115

saksi. Pasal 168 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merumuskan bahwa:

“Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi: a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas

atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.”

Sehingga saksi yang memberikan keterangannya hanyalah 4 orang

yaitu saksi HK Bin SS, saksi Mm Bin Sd, saksi Mr Bin Sm, serta saksi

korban SM Als. Sl Bin Sr.

Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang

sah apabila keterangan saksi itu saling berhubungan satu dengan yang

lain sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan

tertentu. Jika keterangan beberapa saksi tidak saling berhubungan

antara yang satu dengan yang lain maka tidak akan dapat mewujudkan

suatu kebenaran akan suatu kejadian tertentu. Keterangan beberapa

saksi yang seperti itu tidak dapat membuktikan kesalahan terdakwa.

Pasal 185 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merumuskan:

“Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

Page 130: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

116

b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk

memberi keterangan yang tertentu; d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang

pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.”

Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg saksi HK

Bin SS, saksi Mm Bin Sd, saksi Mr Bin Sm, serta saksi korban SM

Als. Sl Bin Sr memberikan keterangan yang saling berhubungan dan

saling bersesuaian satu dengan yang lain yang menerangkan bahwa

HA Bin Sm pada hari Kamis tanggal 9 Desember 2010 sekitar jam

19.00 WIB bertempat di jalan desa masuk Desa Selakambang

Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga telah melakukan

pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr seorang tukang ojek.

HA Bin Sm melakukan pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr

karena tidak mempunyai ongkos ojek yang disepakati sebesar Rp

100.000,-. HA Bin Sm melakukan pemukulan tersebut dengan cara

korban dipukul menggunakan batu pada bagian punggung korban

bagian kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1 kali sehingga

mengakibatkan sakit atau luka.

2. Alat Bukti Surat

Pengertian surat tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

tetapi bisa didapatkan dari para ahli. Pengertian surat menurut Asser-

Page 131: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

117

Anema dalam Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril105, surat ialah

segala sesuatu yang mengandung tanda baca yang dapat dimengerti,

dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana merumuskan bahwa:

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, diliha t atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”

Surat yang dimaksud pada Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

adalah surat-surat yang dibuat oleh pejabat resmi yang berbentuk berita

acara, akte, surat keterangan atau surat lain yang mempunyai hubungan

dengan perkara yang sedang diadili. Surat dari rumusan pasal tersebut

agar dapat dijadikan alat bukti yang sah yaitu dibuat atas sumpah

jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Permintaan untuk

105Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 127.

Page 132: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

118

mendapatkan suatu surat keterangan ahli dapat dipandang sebagai

suatu permintaan yang resmi, apabila permintaan tersebut diminta oleh

pejabat-pejabat tertentu yang disebutkan dalam KUHAP dalam

kualitas mereka sebagai penyidik, penuntut umum dan hakim, dan

dimaksud untuk membuat terang suatu perkara pidana dalam

pemeriksaan, baik oleh penyidik, oleh penuntut umum maupun oleh

majelis hakim.

Sepucuk surat itu walaupun di dalamnya tertulis hal-hal yang

sangat penting, tidak dengan sendirinya ia merupakan suatu alat bukti

yang sah menurut undang-undang. Akan tetapi, isi surat tersebut dapat

digunakan sebagai dasar pembuktian, apabila ada saksi yang dapat

memberikan keterangan di bawah sumpah mengenai asal-usul dari

surat itu dan mengenai apa yang dituliskan dalam surat itu sendiri. 106

Ahli yang menyatakan keterangannya pada waktu diperiksa

oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk

laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima

jabatan atau pekerjaan, maka dapat berupa Visum et Repertum. Visum

et Repertum memiliki arti penting untuk menjamin kepastian hukum

dan memudahkan penegak hukum atau pihak lain dalam proses

peradilan perkara pidana dalam mengetahui, mempelajari, dan menilai

hal-hal nyata sebagai hasil pemeriksaan yang tertuang di dalamnya.

Visum et Repertum termasuk alat bukti yang sah bagi hakim untuk

106P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hlm 426.

Page 133: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

119

memeriksa kasus -kasus tindak pidana. Visum et Repertum

diklasifikasikan sebagai “surat keterangan” yang dibuat berdasarkan

hasil pemeriksaan seorang ahli pada tubuh korban, yang diduga akibat

tindak pidana. Seorang ahli dapat memberikan keterangannya dalam

bentuk tertulis sehingga dapat dijadikan alat bukti yaitu alat bukti

surat.

Polisi sebagai penyidik dalam tindak pidana, sudah lazim untuk

pertama sekali mengetahui suatu tindak pidana , maka untuk keperluan

penyidikan, polisi berdasarkan wewenangnya yaitu Pasal 133 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana mengirim korban penganiayaan kepada dokter

kehakiman untuk meminta Visum et Repertum sebagai pengganti alat

bukti, kemudian dokter kehakiman memeriksa korban penganiayaan,

dan dari hasil pemeriksaannya dibuat dalam bentuk Visum et Repertum

dan dengan secepatnya diserahkan kepada penyidik untuk melakukan

pemeriksaan pendahuluan.

Visum et Repertum sendiri berasal dari bahasa latin yaitu visum

– something seem, appearance (sesuatu yang dilihat), et – and (dan),

repertum – invention, find out (ditemukan). Jadi pengertian Visum et

Repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan pada korban.

Page 134: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

120

Menurut R. Soeparmono107 pengertian mengenai Visum et Repertum

adalah sebagai berikut:

“Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan atas bukti hidup, mayat, atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik -baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli maupun kesaksian (ahli) secara tertulis sebagaimana yang tertuang dalam bagan pemberitaan (hasil pemeriksaan). Oleh karena itu Visum et Repertum semata-mata hanya dibuat agar perkara pidana menjadi jelas dan hanya berguna bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukan bagi kepentingan peradilan.”

Dapat dikatakan Visum et Repertum adalah keterangan tertulis dari

seorang dokter atas sumpah jabatan dengan permintaan tertulis dari

pihak berwenang mengenai apa yang dilihat dan / atau yang ditemukan

pada barang bukti baik orang hidup atau mati untuk kepentingan

peradilan.

Visum et Repertum juga berperan dalam menentukan tindak

pidana yang terjadi. Selain itu hakim juga dapat membuktikan tindak

pidana yang terjadi, yaitu dengan melihat niat dan tujuan yang ingin

dituju oleh pelaku. Dalam tindak pidana penganiayaan pada Putusan

No.05/Pid.B /A/2011/PN.Pbg, tujuan pelaku adalah dengan sengaja

menimbulkan rasa sakit atau luka tubuh pada korban. Sehingga tindak

pidana yang dilakukan oleh HA Bin Sm merupakan tindak pidana

107R. Soeparmono, 2002, Ahli dan Visum et Repertum Dalam Praktek Hukum Acara Pidana, Semarang: Setia Wacana, hlm 98.

Page 135: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

121

penganiayaan sesuai dengan niat dan tujuannya yaitu menimbulkan

rasa sakit atau luka tubuh pada korban.

Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg terdapat alat

bukti surat berupa Visum et Repertum atas nama saksi korban SM Als.

Sl Bin Sr tanggal 13 Desember 2010, yang dibuat dan ditandatangani

oleh dr. Mulyadi Yanto dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Ibu dan

Anak Purbalingga yang menerangkan bahwa terdapat 2 luka memar

yaitu dipunggung sebelah kiri dengan ukuran 3 milimeter kali 6 cm,

dan punggung sebelah kanan dengan ukuran 3 milimeter kali 6,5 cm.

3. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir

dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dapat

dijadikan sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Penempatannya pada urutan terakhir inilah salah satu alasan yang

dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan

terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan saksi.

Makna keterangan terdakwa ditempatkan pada urutan terakhir

dimaksudkan agar terdakwa dapat mendengarkan dan memperhatikan

keterangan alat bukti yang lain, sehingga ia akan dapat merenungkan

dengan tenang apabila nanti mendapat pertanyaan yang diajukan oleh

hakim, penuntut umum maupun dari penasihat hukumnya.

Page 136: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

122

Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merumuskan

bahwa :

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. ” Istilah keterangan terdakwa adalah istilah baru sebagai alat

bukti yang terdapat dalam KUHAP. Sebelumnya dalam HIR istilah

yang digunakan adalah pengakuan tertuduh. Dari segi bahasa, maka

antara keduanya kelihatan bahwa keterangan terdakwa lebih luas,

sebab keterangan terdakwa meliputi pengakuan dan pengingkaran.

Sedangkan pengakuan tertuduh hanya terbatas pada pernyataan

pengakuan itu sendiri tanpa mencakup pengertian pengingkaran. 108

Istilah keterangan terdakwa adalah lebih cocok karena sesuai

dengan asas yang dianut KUHAP ialah asas praduga tidak bersalah,

sebab apabila menggunakan istilah pengakuan tertuduh berarti sudah

melanggar hak asasi terdakwa dan tidak sesuai dengan asas praduga

tidak bersalah, karena dengan istilah tertuduh sudah dianggap bersalah

dan dalam pemeriksaan hanya tinggal mengusahakan pengakuan saja.

Memeriksa terdakwa adalah tidak semudah yang diperkirakan, karena

terdakwa mempunyai hak ingkar, dan dapat mengaku yang bukan

108Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit., hlm 130-131.

Page 137: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

123

sebenarnya lebih-lebih apabila sudah ada rencana antara terdakwa dan

para saksi, tanpa kearipan hakim keputusan akan menjadi fatal.109

Dengan digunakannya perkataan keterangan terdakwa di dalam

KUHAP mempunyai arti, bahwa untuk menyatakan terbuktinya tindak

pidana yang didakwakan kepada terdakwa, hakim tidak perlu

mendasarkan hal tersebut semata -mata pada adanya pengakuan dari

terdakwa, melainkan ia juga dapat mendasarkan pernyataan tentang

terbuktinya terdakwa melakukan tindak pidana seperti yang telah

didakwakan oleh penuntut umum kepadanya, pada lain-la in alat bukti

yang telah dibicarakan di atas, misalnya pada keterangan saksi,

keterangan ahli, surat atau pada petunjuk-petunjuk.

Terdakwa memiliki hak untuk memberikan keterangan secara

bebas kepada hakim dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, agar

pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada

yang sebenarnya maka terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut

sehingga perlu dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap

terdakwa. Keterangan terdakwa diberikan tanpa harus mengucapkan

sumpah terlebih dahulu, hal itu yang sering membuat keterangan

terdakwa seringkali diabaikan oleh hakim. Selain itu keterangan

terdakwa seringkali diabaikan karena ada kecenderungan seseorang

untuk mengelak melakukan kejahatan yang dilakukannya yang

109Suharto RM, Op.Cit., hlm 158 -159.

Page 138: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

124

disebabkan faktor psikologis. Andi Hamzah110 mengatakan bahwa

psikologi memegang peranan penting. Pada umumnya manusia takut

menerima pidana. Dan walaupun dalam hatinya terbenih keinginan

menerangkan yang sebenarnya, kadang-kadang takut menerima pidana

itu akhirnya yang menang, sehingga pada umumnya terdakwa

mengkhianati hati nuraninya sendiri.

Keterangan terdakwa meskipun demikian, seharusnya hakim

jangan selalu mengabaikan keterangan terdakwa karena keterangan

terdakwa merupakan alat bukti yang sah di dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Keterangan terdakwa memang ditempatkan di posisi terakhir

di dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hal ini salah

satu alasan agar dalam pemeriksaan terdakwa memberikan

keterangannya paling akhir agar terdakwa dapat secara jelas mengerti

tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Keterangan terdakwa sebenarnya memiliki sifat yang sama

dengan keterangan saksi. Menurut Andi Hamzah111 yang mengatakan

bahwa perubahan alat pembuktian dari pengakuan terdakwa menjadi

keterangan terdakwa sangat penting dan membawa akibat jauh, bahwa

keterangan terdakwa itu mempunyai sifat yang sama dengan

keterangan saksi.

110Andi Hamzah, Op.Cit., hlm 281. 111 Ibid, hlm 280.

Page 139: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

125

Pembuktian harus tetap dilaksanakan meskipun terdakwa telah

memberikan pengakuan bahwa ia yang bersalah. Pengakuan tersebut

tidak boleh dianggap dan dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan

mengikat. Hal itu juga ditegaskan M. Yahya Harahap112 yang

mengatakan bahwa seperti yang telah diungkapkan, seribu kalipun

terdakwa memberikan pernyataan pengakuan sebagai pelaku dan yang

bersalah tindak pidana yang didakwakan kepadanya, pengakuan itu

tidak boleh dianggap dan dinilai sebagai alat bukti yang sempurna,

menentukan dan mengikat.

Sudah tentu tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai

alat bukti yang sah. Untuk menentukan sejauh mana keterangan

terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-

undang, diperlukan beberapa asas sebagai landasan berpijak, antara

lain :

1. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan.

2. Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan, ketahui, atau alami

sendiri. Pernyataan terdakwa meliputi :

a. Tentang perbuatan yang terdakwa lakukan sendiri.

b. Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.

c. Tentang apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.

112M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm 331.

Page 140: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

126

d. Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap

dirinya sendiri. 113

Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, di

persidangan terdakwa HA Bin Sm telah memberikan keterangan yang

menerangkan bahwa terdakwa HA Bin Sm pada hari Kamis tanggal 9

Desember 2010 sekitar jam 19.00 WIB bertempat di jalan desa masuk

Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga

telah melakukan pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr

seorang tukang ojek. HA Bin Sm melakukan pemukulan terhadap

korban SM Als. Sl Bin Sr karena tidak mempunyai ongkos ojek yang

disepakati sebesar Rp 100.000,-. HA Bin Sm melakukan pemukulan

tersebut dengan cara korban dipukul menggunakan batu pada bagian

punggung korban bagian kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1

kali sehingga mengakibatkan sakit atau luka .

Berdasarkan Putusan No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg selain alat bukti

keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, penuntut umum juga

mengajukan barang bukti. Barang bukti sendiri tidak diatur secara khusus

seperti halnya alat bukti yang secara limitatif ditentukan dalam Pasal 184 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana . Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara

jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun, dalam Pasal 39

113Ibid, hlm 320.

Page 141: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

127

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang merumuskan :

“Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau

sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.”

Dapat dikatakan benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam

Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat disebut sebagai barang bukti.

Pengertian barang bukti menurut Nikolas Simanjuntak yang

mengatakan bahwa:

“Barang bukti adalah benda-benda, kertas, surat, uang, alat yang dipakai, materi, zat, warna, dan sebagainya, baik sebagai data maupun sebagai benda itu sendiri apa adanya untuk menjadi bahan terhadap data dan keterangan yang telah dibuat ke dalam berita acara. Barang atau benda itu sendiri bukan alat bukti, tetapi segala surat dan keterangan yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana barang itulah yang menjadi alat-alat bukti hukum.”114

Pengertian barang bukti yang tidak dijelaskan oleh Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana merumuskan :

114Nikolas Simanjuntak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 266-267.

Page 142: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

128

“Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.”

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana memberikan penjelasan bahwa penyidik

mempunyai keluasan dalam hal tertangkap tangan dapat menyita selain benda

yang diduga atau patut diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana

tetapi juga benda-benda lain untuk dipakai sebagai barang bukti. Dari pasal

tersebut dapat dikatakan bahwa barang bukti adalah benda yang diduga atau

patut diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana, dan juga benda -benda

lain dapat dipakai sebagai barang bukti dalam hal tertangkap tangan.

Pada putusan Pengadilan Negeri Purbalingga

No.05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, Penuntut Umum mengajukan barang bukti

berupa 1 (satu) buah batu sungai seberat 2 (dua) kilogram, di mana terhadap

barang bukti tersebut telah disita sesuai dengan peraturan yang berlaku

sehingga dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian dalam perkara

ini.

Setelah syarat-syarat dalam Pasal 183 jo Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

telah terpenuhi, maka untuk dapat melihat apakah tindak pidana penganiayaan

tersebut benar -benar terjadi harus melihat unsur-unsur dalam tindak pidana

tersebut. Penganiayaan adalah istilah yang digunakan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) untuk kejahatan terhadap tubuh, namun dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak memuat pengertian dari

Page 143: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

129

penganiayaan tersebut. Pengertian penganiayaan menurut Soenarto

Soerodibroto115 bahwa menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit

atau luka, kesengajaan ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan.

Menurut penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan

Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain :

1. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain; atau

2. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang lain. 116

Dengan de mikian, untuk menyebut seseorang telah melakukan

penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai

suatu kesengajaan untuk:

a. Menimbulkan rasa sakit pada orang lain.

b. Menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau

c. Merugikan kesehatan orang lain.

Oleh karena dakwaan penuntut umum merupakan dakwaan tunggal,

maka hakim akan mempertimbangkan dakwaan dengan fakta-fakta hukum

yang terungkap di persidangan, yaitu perbuatan terdakwa sebagaimana diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yang unsur -unsurnya

seba gai berikut:

1. Unsur “Barangsiapa” ;

2. Unsur “Dengan Sengaja”;

3. Unsur “Melakukan Penganiayaan” ;

115Soenarto Soerodibroto, Loc.Cit. 116Leden Marpaung, 2005, Op.Cit., hlm 6.

Page 144: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

130

ad. 1. Unsur “Barangsiapa” ;

Yang dimaksud dengan Unsur “Barangsiapa”, yaitu siapa saja

sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum) yang dapat di

pertanggungjawabkan atas perbuatan pidana yang telah dilakukannya,

yang dalam perkara ini telah diperhadapkan di persidangan terdakwa

HA Bin Sm, yang identitasnya sesuai dengan identitas terdakwa dalam

dakwaan Penuntut Umum dan telahdibenarkan dalam persidangan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur

“Barangsiapa” telah terpenuhi;

ad. 2. Unsur “Dengan Sengaja” ;

Menurut ilmu hukum yang dimaksud dengan “sengaja”, adalah

dikehendaki dan diketahui atau diinsyafi akibat dari perbuatan tersebut.

Bahwa “Dengan Sengaja” dalam kaitannya dengan perkara ini,

terdakwa mengetahui kalau sebuah batu yang merupakan benda keras

bila dipukulkan terhadap manusia akan berakibat kesakitan terhadap

yang dipukul, dalam perkara ini terdakwa telah memukulkan batu

kepunggung korban bagian kanan dan kiri masing-masing sebanyak 1

kali kepada saksi korban SM Als. Sl Bin Sr, sehingga kesakitan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur

“Dengan Sengaja” telah terpenuhi;

ad. Unsur “Melakukan Penganiayaan” ;

Page 145: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

131

Menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan penganiayaan

adalah perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak,

rasa sakit atau luka .

Berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa,

dikaitkan dengan bukti surat berupa Visum et Repertum dan barang

bukti yang diajukan dipersidangan telah ternyata, pada hari Kamis,

tanggal 9 Desember 2010 sekira pukul 19.00 Wib di jalan Desa masuk

Desa Selakambang Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga,

terdakwa telah melakukan pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin

Sr yang pekerjaannya sebagai tukang ojek dengan cara korban dipukul

dengan batu kepunggung korban bagiam kanan dan kiri masing-

masing sebanyak 1 kali yang mengakibatkan saksi korban mengalami

sakit sebagaimana diterangkan dalam Visum et Repertum tanggal 13

Desember 2010, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Mulyadi

Yanto dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Purbalingga.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur

“Melakukan Penganiayaan” telah terpenuhi.

Melihat unsur-unsur di atas bahwa semua unsur Pasal 351 ayat (1)

KUHP telah terpenuhi, maka Pengadilan Negeri berpendapat bahwa terdakwa

telah terbukti sacara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.

Page 146: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

132

Berkaitan dengan penelitian terhadap ketentuan-ketentuan di atas,

maka pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku anak

pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg dapat diketahui yaitu :

a. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diberikan di bawah sumpah

di persidangan yang saling bersesuaian dengan keterangan terdakwa

yang diberikan di persidangan yang menyatakan bahwa HA Bin Sm

pada hari Kamis tanggal 9 Desember 2010 sekitar jam 19.00 WIB

bertempat di jalan desa masuk Desa Selakambang Kecamatan

Kaligondang Kabupaten Purbalingga telah melakukan pemukulan

terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr seorang tukang ojek. HA Bin Sm

melakukan pemukulan terhadap korban SM Als. Sl Bin Sr karena tidak

mempunyai ongkos ojek yang disepakati sebesar Rp 100.000,-. HA

Bin Sm melakukan pemukulan tersebut dengan cara korban dipukul

menggunakan batu pada bagian punggung korban bagian kanan dan

kiri masing-masing sebanyak 1 kali sehingga mengakibatkan sakit atau

luka. Kemudian dihubungkan dengan alat bukti surat berupa Visum et

Repertum atas nama saksi korban SM Als. Sl Bin Sr tanggal 13

Desember 2010, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Mulyadi

Yanto dokter pemeriksa pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Purbalingga

yang menerangkan bahwa terdapat 2 luka memar yaitu dipunggung

sebelah kiri dengan ukuran 3 milimeter kali 6 cm, dan punggung

sebelah kanan dengan ukuran 3 milimeter kali 6,5 cm, serta barang

bukti berupa 1 (satu) buah batu sungai seberat 2 (dua) kilogram yang

Page 147: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

133

diajukan di persidangan. Sehingga syarat pembuktian sebagaimana

diatur dalam Pasal 183 jo Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah

terpenuhi.

b. Berdasarkan unsur-unsur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yaitu unsur

barang siapa , unsur dengan sengaja , dan unsur melakukan

penganiayaan, bahwa semua unsur telah terpenuhi, sehingga hasil

putusan menyatakan bahwa terdakwa HA Bin Sm terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana telah

didakwakan oleh penuntut umum.

Page 148: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

134

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Purbalingga No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Alasan anak nakal diproses dalam persidangan pada Putusan No.

05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg karena :

a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak bahwa HA Bin Sm dapat diajukan

ke sidang anak karena usianya yang sudah 16 tahun.

b. Sebelum adanya suatu proses peradilan pidana anak perlu adanya

upaya perdamaian. Namun antara pelaku, korban, keluarga korban

atau keluarga pelaku tidak pernah melakukan upaya perdamaian.

c. Adanya bukti permulaan yang cukup HA Bin Sm diduga telah

melakukan tindak pidana penganiayaan, sehingga untuk

kepentingan pemeriksaan penyidik berwenang melakukan

penangkapan dan penahanan.

d. Penuntut umum melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri

disertai dengan surat dakwaan dan barang bukti untuk diproses

dalam persidangan anak.

Page 149: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

135

2. Pembuktian dalam tindak pidana penganiayaan terhadap pelaku anak

pada Putusan No. 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg yaitu :

a. Adanya keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian dengan

keterangan terdakwa dan dihubungkan dengan alat bukti surat serta

barang bukti yang diajukan di persidangan, maka syarat

pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 jo Pasal 184

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana telah terpenuhi.

b. Adanya unsur-uns ur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yang telah

terpenuhi, sehingga hasil putusan menyatakan bahwa terdakwa HA

Bin Sm terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana telah didakwakan oleh penuntut umum.

B. Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian dapat diberikan saran,

bahwa sebelum adanya suatu proses peradilan pidana anak perlu adanya upaya

perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku atau keluarga korban

sehingga tidak mempengaruhi perkembangan fisik, mental dan sosial anak,

serta agar tidak semua anak nakal diproses dalam peradilan pidana anak.

Page 150: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Arrasjid, A. Chainur. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Bisri, Ilham. 2004. Sistem Hukum Indonesia (Prinsip -Prinsip Dan

Implementasi Hukum Di Indonesia ). Jakarta : Raja Grafindo Persada. Djamali, R. Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali

Pers. Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum : Catatan Pembahasan

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA). Jakarta : Sinar Grafika.

Gultom, Maidin. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia . Bandung : Refika Aditama. Hamzah, Andi. 2011. Hukum Acara Pidana Indonesia . Jakarta : Sinar Grafika.

-------------------. 2009. Delik -Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP. Jakarta : Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta : Sinar Grafika.

Hatta, Moh. 2009. Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum Dan

Pidana Khusus. Yogyakarta : Liberty. Ishaq. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut

Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Dan Yurisprudensi. Jakarta : Sinar Grafika.

Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana

Dalam Teori Dan Praktek . Bogor : Ghalia Indonesia.

Marpaung, Leden. 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh . Jakarta: Sinar Grafika.

Page 151: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

-----------------------. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan Dan Penyidikan). Jakarta : Sinar Grafika.

-----------------------. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan

dan Pengadilan Negeri Upaya Hukum dan Eksekusi). Jakarta : Sinar Grafika.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup.

Masriani, Yulias Tiena. 2004. Pengantar Hukum Indonesia . Jakarta: Sinar Grafika.

Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia .

Jakarta : Rajawali Pers. Nugroho, Hibnu. 2012. Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia.

Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Prasetyo, Eko. 2010. Keadilan Tidak Untuk Yang Miskin . Yogyakarta : Resist Book.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia .

Bandung : Refika Aditama.

RM, Suharto. 2006. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan . Jakarta : Sinar Grafika.

Simanjuntak, Nikolas. 2009. Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum.

Jakarta: Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : Rajawali Pers.

Soemitro, Ronny Hanitio. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Soeparmono, R. 2002. Ahli dan Visum et Repertum Dalam Praktek Hukum

Acara Pidana. Semarang: Setia Wacana. Soerodibroto, Soenarto. 2007. KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi

Mahkamah Agung dan Hoge Raad . Jakarta : Raja Grafindo Persada. Soetodjo, Wagiati. 2006. Hukum Pidana Anak . Bandung : Refika Aditama.

Page 152: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

Sugiarto, Umar Said. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Wahyudi, Setya. 2011. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia . Yogyakarta : Genta Publishing.

Zulkarnain. 2008. Praktik Peradilan Pidana (Panduan P raktis Kemahiran Hukum Acara Pidana). Malang : In-Trans Publishing.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

-------------, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

--------------, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

--------------, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

--------------, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

--------------, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

--------------, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak. --------------, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

C. Internet

http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/28/hukum-di-indonesia -hukum-acara-pidana/, diakses pada tanggal 10 Mei 2013.

http://lawfile.blogspot.com/2011/06/pengertian-pembuktian.html, diakses

pada tanggal 4 Juni 2013. http://pendidikan-hukum.blogspot.com/2011/10/delik-penganiayaan-dan-

pembunuhan_24.html, diakses pada tanggal 6 Juni 2013.

Page 153: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI E1A009132.pdf · diproses dalam persidangan karena usianya sudah 16 tahun, tidak

D. Sumber Lain

Maskur, Muhammad Azil. 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Nakal (Juvenile Delinquency) Dalam Proses Acara Pidana Indonesia. Pandecta Volume 7 Nomor 2 Juli 2012.

Mugiman. 2010. Implementasi Undang-Undang No. 3 tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak ( Studi Terhadap Anak Yang Berhadapan dengan Hukum Dalam Tingkat Penyidikan Di Polres Purbalingga). Jurnal Dinamika Hukum Vol.10 Mei 2010.

Wahyudi, Setya. 2009. Penegakan Peradilan Pidana Anak Dengan Pendekatan

Hukum Progresif Dalam Rangka Perlindungan Anak. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 Januari 2009.

Wardhani, Noeke Sri. 2009. Penerapan Pidana Alternatif Bagi Anak Pelaku

Tindak Pidana Di Pengadilan Negeri Bengkulu. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol V No. II Agustus 2009.

Pramono, Hari Widya. 2013. Upaya Perlindungan Terdakwa Anak Dalam

Proses Persidangan Di Pengadilan. Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XXVI No. 319 Juni 2013.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa

Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka.

Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 05/Pid.B/A/2011/PN.Pbg