Pembuatan Mie Basah
Click here to load reader
description
Transcript of Pembuatan Mie Basah
PEMBUATAN MIE BASAH
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri-industri kecil.
Mie basah bersifat tidak tahan lama. Bila dibuat serta ditangani dengan baik maka pada
musim panas atau musim kering mie basah dapat tahan disimpan sekitar 36 jam. Pada
musim penghujan mie hanya bertahan selama kira-kira 20-22 jam. Mie basah dapat
digolongkan sebagai produk yang memiliki kadar air cukup tinggi (± 60 %), karena itu
daya simpannya tidak lama. Agar awet biasanya ditambah dengan bahan pengawet
(kalsium propionate) untuk mencegah mie berlendir dan jamur bahkan ada juga yang
menggunakan pengawet untuk makanan seperti boraks atau formalin.
Mie sekarang menjadi trend konsumsi masyarakat kita dari kalangan atas hingga
kalangan bawah. Bahkan mie hampir menggantikan makanan pokok nasi. Untuk itu proses
pembuatan mie basah ini sangatlah penting untuk diketahui oleh masyarakat luas. Rating
dari konsumsi mie yang tinggi jika tidak diimbangi pengetahuan dari masyarakat justru
akan berbahaya. Seperti kasus pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006 lalu banyak
mie,terutama mie basah yang ditemukan mengandung formalin dan boraks yang bukan
merupakan Bahan Tambahan Makanan (BTM). Menurut beberapa produsen, penggunaan
boraks pada pembuatan mie akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal. Sementara itu,
penggunaan formalin akan menghasilkan mie yang lebih awet, yaitu dapat disimpan
hingga 4 hari. Laporan Badan POM tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mie
basah yang dijual di pasar dan supermarket Jawa Barat, ditemukan 2 sampel (6,9 persen)
mengandung boraks, 1 sampel (3,45 persen) mengandung formalin, sedangkan 22 sampel
(75,8 persen) mengandung formalin dan boraks. Hanya empat sampel yang dinyatakan
aman dari formalin dan borak (Astawan, 2008).
Memang jika ditinjau dari keuntungan yang diperoleh produsen dapat
meningkatkan beberapa kali lipat dari biasanya. Akan tetapi resiko kesehatan akan
dipertaruhkan sampai resiko kematian jika konsumsi formalin dan boraks pada produk mie
tidak dibatasi. Untuk itu informasi tentang cara pembuatan mie sangatlah penting untuk
diketahui oleh masyarakat secraa umum dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan secra
khususnya. Agar mahasiswa dapat berinovasi dari produk mie yang dapat meningkatkan
tingkat kualitas tanpa menambahkan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Akan tetapi justru memberikan solusi dari permasalahan yang ada.
2. Tujuan praktikum
Tujuan dari praktikum acara Pembuatan Mie Basah ini adalah :
a. Memahami dan mampu membuat mie basah
b. Mengetahui pengaruh variasi penggunaan tepung terigu dan tepung tapioka terhadap
sifat organoleptik mie basah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses setelah tahap pemotongan dan
sebelum dipasarkan. Kadar airnya mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat
(40 jam pada suhu kamar). Rasanya yang hambar membuat bahan makanan ini dapat diolah
dengan bumbu yang sesuai dengan selera. Biasanya dibuat dari adonan terigu, air, garam, dan
minyak. Pembuatan mie basah lebih sering dibuat dengan mencampur air khi atau kansui atau
lebih dikenal dengan air abu. Dalam proses pembuatan mie, harus dipertimbangkan dalam
memilih terigu terutama adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai
korelasi erat dengan jumlah gluten. Sedangkan kadar abu erat dengan kualitas mie yang
dihasilkan. Mie basah disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami perebusan
dengan kadar air mencapai 52 % sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada
suhu kamar hanya bertahan sampai 10-12 jam. Setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir
atau basi. Adapun ciri-ciri mie basah yang baik adalah berwarna putih atau kuning terang, tekstur
agak kenyal, tidak mudah putus-putus. Pada umumnya mie yang disukai masyarakat adalah mie
berwarna kuning. Bentuk khas mie berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai
batas tertentu dan lentur serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini
termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen. Tanda-tanda
kerusakan mie adalah berbintik putih atau hitam karena tumbuhnya kapang, berlendir pada
permukaan mie, berbau asam dan berwarna agak gelap (Widianingsih dan Murtini, 2006).
Terigu banyak digunakan untuk pemuatan mie, kue, roti, biskuit. Ciri khas terigu adalah
mengandung protein yang lebih tinggi dan dapat membentuk gluten yang berupa jaringan dari
sebagian penyusun protein, apabila terigu diberi air dan digilas-gilas. Adonan yang mengandung
gluten tersebut berikatan satu sama lain dan bersifat lenting, dengan demikian lebih mudah
dibentuk, lebih mudah matang, dalam keadaan encer adonan tidak segera mengendap dibanding
tepung beras. Pada produk makanan, gluten juga cenderung memberikan rasa lebih enak
daripada produk makanan yang dibuat dari tepung yang lain. Tepung terigu adalah bahan dasar
pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum yang digiling. Tepung ini berfungsi
untuk membentuk struktur mie, sumber protein, dan karbohidrat. Kandungan protein utama
tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Protein dalam tepung terigu
untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan
tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksi berlangsung (Handayani, 2007).
Tapioka berasal dari pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubikayu yang dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai industri. Sedangkan menurut SNI 01–3451–1994,
definisi tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh dari umbi ubi kayu segar setelah melalui
cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Tepung tapioka memiliki ukuran granula
pati berkisar antara 5 – 35 mikron. Tepung ini mengandung cukup banyak karbohidrat yaitu
sebesar 86.9% dan sebagian kecil lemak dan protein dengan kandungan amilosanya sebanyak
17% dari seluruh pati. Kandungan molekul amilosa akan mempengaruhi sifat-sifat pati yang
sudah tergelatinisasi (Christine, 2008).
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji
gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie,
sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam
pembuatan mie adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan
glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup
tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya.
Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu
dan telur. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam,
dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air
yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin
meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah.
Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik. Garam berperan dalam memberi rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Garam
dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan
tidak mengembang secara berlebihan. Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan
kuat pada permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak
sewaktu digoeng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur
merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat
mengembangkan adonan (Anonim2, 2010).
Tepung gandum yang dibuat berwarna krem, karena adanya zat xantofil. Warna tepung
akan memutih selama penyimpanan, tetapi prose tersebut berjalan lambat. Tepung yang
dikurangi patinya atau ditambah gluten, sering digunakan untuk pembuatan mie atau roti. Gluten
seringkali ditambahkan saat adonan dicampur. Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein
seperti protein kedelai, konsentrat protein ikan sering kali ditambahkan. Protein-protein ini dari
segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia, bukan hanya karena
meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena protein meningkatkan kadar asam amino
terutama lisin dalam tepung (Buckle, 1985).
2. Tinjauan Teori
Penambahan garam dapur NaCl selain menambah cita rasa dapat pula untuk
mengawetkan mie kalau kadarnya tidak kurang dari 2 %. Garam dapur dapat mengawetkan mie
karena mempunyai tekanan osmotik yang tinggi serta bersifat hidroskopik sehingga dapat
memecah dinding sel dari mikroba tersebut. Air merupakan komponen yang penting dalam
pembentukan gluten, selain itu juga berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan
pengikatan untuk member rasa, memperkuat tekstur mie dan meningkatkan elastisitas serta
mengurangi kelengketan adonan. Penambahan telur pada umumnya dapat meningkatkan mutu
karena meningkatkan nilai gizi. Selain itu sifat mie dapat lebih liat sehingga tidak mudah putus-
putus. Natrium karbonat, kalium karbonat, dan garam fisfat dipakai sebagai alkali dalam
pembuatan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur.
Penambahan natrium karbonat dimaksudkan untuk dapat mengembangkan adonan karena oleh
cair, soda tersebut akan terurai dan melepaskan CO2 sebagai gas yang mengembangkan adonan
mie (Anonim1, 2008)
Prinsip pembuatan mie basah pada dasarnya sama dengan pembuatan mie pada
umumnya. Hanya pada pembuatan mie basah perlu ditambah kansui (air alkali) atau kie (air abu)
dan beberapa zat aditif atau bahan tambahan makanan lain. Maksud pemberian zat-zat tambahan
tersebut untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko-kimia mie serta meningkatkan daya awet mie. Pada
proses pembuatan mie memerlukan berbagai bahan tambahan yang masing-masing bertujuan
tertentu antara lain menambah bobot, menambah volume, memperbaiki mutu ataupun citarasa
serta warna. Banyak pabrik yang menggunakan tepung tapioka atau aci untuk memperoleh
adonan dengan mutu tertentu. Semakin banyak tepung tapioka digunakan semakin menurun
mutunya (Widianingsih dan Murtini, 2006).
Semakin tinggi konsentrasi penambahan terigu, maka kekenyalan produk akan semakin
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kekenyalan produk mie pati ubi kayu sangat
ditentukan oleh konsentrasi tapioka. Sumbangan pati ubi kayu terhadap karakteristik kekenyalan
produk sangat berkaitan erat dengan rasio amilosa-amilopektin ubi kayu. Berbeda dengan pati
lainnya, pati ubi kayu memiliki kandungan amilopektin sebesar 86%. Dibandingkan amilosa,
amilopektin memiliki viskositas dan kekentalan yang tinggi, sehingga adonan berbahan baku pati
ubi kayu umumnya bersifat lengket dan memiliki tingkat kekentalan yang tinggi. Terigu
memiliki kandungan protein 10,20% dalam bentuk gluten. penambahan terigu hingga pada
konsentrasi 40% akan menghasilkan produk mie pati ubi kayu dengan tekstur dan rasio
pengembangan optimal (Hidayat, 2008).
Roll press adalah mesin produksi yang terdiri dari 3 buah unit, yaitu unit pressing
(penggilingan),slitter dan unit wave conveyor. Unit pressing berfungsi membentuk lembaran
adonan mie sampai ketebalan tertentu. Unit slitter berfungsi seperti pisau yang akan memotong
lembaran mie secara membujur menjadi untaian mie. Terakhir adalah unit wave conveyor yang
akan membentuk untaian mie menjadi bergelombang atau keriting. Untaian mie tersebut
kemudian masuk ke dalam steam box untuk proses lebih lanjut (Anonim3, 2009).
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat mie basah dengan campuran terigu dan
tapioka adalah tepung terigu 22 kg, tepung tapioka 5,5 kg, air 9 L, garam 200 kg, soda abu 75 gr,
pewarna makanan 5 gr, minyak kacang 750 g. Langkah-langkah dalam pembuatan mie basah
adalah :
a. Pencampuran bahan
Pada proses pencampuran terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang di
tengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan lain ke dalam lubang tersebut.
Campuran diaduk rata dan ditambah air sampai terbentuk adonan yang homogeny
yaitu tidak menggumpal bila dikepal dengan tangan.
b. Pengulenan bahan
Pengulenan sampai diameter 7 cm dan panjang 1,75 m selama 15 menit.
c. Pembentukan lembaran
Adonan mempunyai ketebalan 1,5-2 mm
d. Pembentukan Mie
Proses pembentukan mie menggunakan pencetak mie (roll press). Alat ini
mempunyai 2 rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mi dan rol
kedua berfungsi untuk mencetak mi.
e. Perebusan
Perebusan jangan terlalu lama karena menyebabkan mie manjadi lembek.
(Astawan, 2008)
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak terlarut adalah amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus
sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang. Peranan perbandingan amilosa dan
amilopektin terlihat pada serealia. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi
kandungan amilopektinnya, maka semakin lekat adonan (Winarno, 2002).
Protein pada tepung gandum bersifat unik, bila tepung gandum dicampur dengann air
dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal
yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang.
Karakteristik tepung gandum ini memungkinkan dalam pembuatan roti atau mie. Protein di
dalam adonan akan membentuk seperti koil dan menghasilkan sifat elastis. Ikatan antara rantai
pada semua titik tidak sama kuat, sehingga apabila dicampur sebagian ikatan putus sedangkan
yang lain tetap utuh. Apabila tepung ditambah air, protein akan berada dalam keadaan tersebar
secara acak. Ketika pencampuran terjadi maka rantai protein berorientasi pada orientasi atau
posisi sejajar. Dalam kondisi ini, kenampakan adonan berubah dan memperlihatkan kehalusan
adonan dan protein memiliki elastisitas yang maksimum (Muljohardjo, 1988).
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, mie dapat dibagi menjadi 5 golongan :
a. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan
kadar air 35 persen.
b. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih
lebih dahulu, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar 52 persen.
c. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar
10 persen.
d. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
e. Mie instan (mie siap hidang), adalah mie mentah, yang telah mengalami pengukusan dan
dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi mie instan
goreng (instant freid noodles).
Mie basah tidak tahan simpan. Bila dibuat serta ditangani dengan baik maka pada musim
panas atau musim kering mie basah dapat tahan simpan selama sekitar 36 jam. Pada musim
penghujan mie demikian hanya tahan selama kira-kira 20 – 22 jam. Keadaan tersebut disebabkan
karena mikroflora terutama jamur atau kapang pada umumnya lebih mudah tumbuh pada
keadaan lembab dan suhu yang tidak terlalu tinggi. Mie kering pada umumnya dapat disimpan
sampai beberapa bulan tergantung pada cara menyimpannya. Mi basah dapat digolongkan
sebagia produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (± 60%), karena itu daya simpannya
tidak lama, biasanya hanya sekitar 2 – 3 hari. Agar supaya lebih awet, biasanya ditambahkan
bahan pengawet (kalsium propinat) untuk mencegah mie berlendir dan jamuran (Koswara, 2005).
Beberapa faktor saat menentukan kualitas mie yaitu faktor sensorik seperti warna, rasa rasa,
dan tekstur, sifat fisikokimia dan mikrobiologis (Bahk et al. 2007). Faktor mikrobiologis
meliputi konsentrasi bakteri aerobik total, bakteri coliform dan Escherichia coli. Aturan Kode
Makanan Korea, mie basah yang direndam alkohol produk harus mengandung kurang dari 1,0 x
106 cfu / g bakteri aerobik dan nol E. coli. pada 25gr sampel. Untuk memastikan bahwa standar
mutu makanan, sejumlah prosedur telah dikembangkan untuk mencegah perubahan kualitas mie
basah termasuk sterilisasi dan teknik kemasan baru (Korea Food and Drug Administration 2002;.
Park et al, 2002);( Lee et al., 2011).