PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika,...

31
Sikap dan Nilai yang Harus Dicapai Siswa dalam Pembelajaran Matematika Fadjar Shadiq, M.App.Sc ([email protected] atau www.fadjarp3g.wordpress.com) Purna Tugas WI Madya PPPPTK Matematika SEAMEO QITEP in Mathematics Bayangkan sejenak masa depan yang akan datang. Bahasa Ingrisnya: ‘Imagine the Future.Pada waktu itu, Bangsa dan Negara Indonesia akan dipimpin oleh para pemimpin yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah. Bayangkanlah, ‘imagine the future’, pada masa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), ASEAN Economic Community, sudah diberlakukan. Artinya, para pekerja dari Vietnam dan Thailand misalnya akan dapat masuk dengan begitu mudah dan bekerja di Indonesia dengan begitu leluasa. Begitu juga sebaliknya, para pekerja dari Indonesia dapat masuk dengan mudah serta leluasa bekerja di Malaysia dan Timor Leste, misalnya. Dengan kata lain, persaingan bebas di antara warga negara ASEAN akan semakin keras dan terbuka. Pertanyaannya, peran apa saja sebagai generasi tua yang saat ini sedang menjadi guru dan pendidik matematika dapat lakukan untuk mereka? Jawaban tersebut yang akan dipaparkan pada tulisan ini diharapkan akan menjadi bagian dari tanggung jawab seorang warga terhadap Bangsa dan Negaranya Indonesia Raya. Marilah kita mulai diskusi ini dengan mengajukan pertanyaan berikut ini: “Sanggupkah Bangsa Indonesia berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di kawasan ASEAN?” Jawabannya tidak bisa ditawar lagi: “Harus dan mesti sanggup.” Namun, bagaimana caranya? Bayangkan bahwa mereka akan berkompetisi secara bebas dan terbuka dengan warga bangsa lain. Mereka akan berkompetisi dengan warga AS, Jepang atau Hongkong. Imagine the Future. Yang pasti dan akan sangat menentukan suatu Negara sehingga perlu diperhatikan dengan seksama adalah Sumber Daya Manusianya (SDM). Bangsa dan Negara dengan SDM yang unggul bisa terus dan akan semakin eksis atau sebaliknya yang akan terjadi. 1

Transcript of PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika,...

Page 1: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

Sikap dan Nilai yang Harus Dicapai Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Fadjar Shadiq, M.App.Sc([email protected] atau www.fadjarp3g.wordpress.com)

Purna Tugas WI Madya PPPPTK MatematikaSEAMEO QITEP in Mathematics

Bayangkan sejenak masa depan yang akan datang. Bahasa Ingrisnya: ‘Imagine the Future.’ Pada waktu itu, Bangsa dan Negara Indonesia akan dipimpin oleh para pemimpin yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah. Bayangkanlah, ‘imagine the future’, pada masa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), ASEAN Economic Community, sudah diberlakukan. Artinya, para pekerja dari Vietnam dan Thailand misalnya akan dapat masuk dengan begitu mudah dan bekerja di Indonesia dengan begitu leluasa. Begitu juga sebaliknya, para pekerja dari Indonesia dapat masuk dengan mudah serta leluasa bekerja di Malaysia dan Timor Leste, misalnya. Dengan kata lain, persaingan bebas di antara warga negara ASEAN akan semakin keras dan terbuka. Pertanyaannya, peran apa saja sebagai generasi tua yang saat ini sedang menjadi guru dan pendidik matematika dapat lakukan untuk mereka? Jawaban tersebut yang akan dipaparkan pada tulisan ini diharapkan akan menjadi bagian dari tanggung jawab seorang warga terhadap Bangsa dan Negaranya Indonesia Raya.

Marilah kita mulai diskusi ini dengan mengajukan pertanyaan berikut ini: “Sanggupkah Bangsa Indonesia berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di kawasan ASEAN?” Jawabannya tidak bisa ditawar lagi: “Harus dan mesti sanggup.” Namun, bagaimana caranya? Bayangkan bahwa mereka akan berkompetisi secara bebas dan terbuka dengan warga bangsa lain. Mereka akan berkompetisi dengan warga AS, Jepang atau Hongkong. Imagine the Future. Yang pasti dan akan sangat menentukan suatu Negara sehingga perlu diperhatikan dengan seksama adalah Sumber Daya Manusianya (SDM). Bangsa dan Negara dengan SDM yang unggul bisa terus dan akan semakin eksis atau sebaliknya yang akan terjadi. Bangsa dan Negara dengan SDM yang tidak atau kurang unggul akan sirna dimangsa Negara dan Bangsa lain karena kalah berkompetisi. Lalu langkah-langkah konkret apa untuk mengatasi hal-hal yang tidak kita inginkan tersebut? Bagaimana langkah-langkah untuk mengatasi hal-hal yang tidak kita inginkan tersebut? Peran apa saja yang dipunyai dan diletakkan pada pundak setiap guru matematika Indonesia? Bagaimana SDM yang unggul tersebut? Bagaimana menciptakan SDM yang unggul tersebut?

SDM Unggul adalah Generasi yang Mandiri

1

Page 2: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

Matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menjelaskan pola atau keteraturan. Mathematics could be seen as the language that describes patterns (De Lange: 2004:8, NCTM: 1999). Karena itu selama belajar matematika, para generasi muda kita, para siswa kita akan belajar pola untuk mengasah dan menata kemampuan berpikir dan bernalar mereka, serta memfasilitasi mereka untuk belajar memecahkan masalah dan belajar berkomunikasi. Karenanya wajar jika, Marquis de Condorcet sebagaimana dikutip Fitzgerald and James (2007: ix) menyatakan: “Mathematics … is the best training for our abilities, as it develops both the power and the precision of our thinking.” Arti bebasnya, matematika merupakan latihan terbaik karena matematika dapat meningkatkan kekuatan dan ketepatan berpikir. Untuk itu, berkait dengan pendidikan matematika, pertanyaan yang dapat diajukan di antaranya adalah: 1. Apa kebutuhan (needs) para pelajar kita agar mereka mampu berkompetisi

dan berhasil dengan gemilang memenangkan berkompetisi tersebut? 2. Mampukah mereka berkompetisi hanya dengan retorika saja dari kita sebagai

generasi tua, tanpa tindakan nyata? Lalu apa tindakan nyata kita? 3. Pengetahuan (knowledges), keterampilan berpikir (thinking skills), sikap

(attitudes), nilai-nilai (values) serta keyakinan (belief) apa saja yang harus mereka kuasai dan miliki agar mereka dapat hidup secara layak dan dapat memenangkan kompetisi dengan bangsa-bangsa lain?

4. Sumbangan apa saja yang dapat diberikan matematika berkait dengan pertanyaan (1) di atas?

5. Berkait dengan sikap (attitudes) dan nilai-nilai (values), sumbangan apa saja yang dapat diberikan matematika yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran matematika?

Penulis sangat setuju dengan pendapat dan kebijakan Pemerintah seperti yang sudah dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Anies Baswedan (Kemdikbud, 2014) sehingga harus didukung segenap lapisan Kemdikbud, yaitu menjadikan ‘Generasi Mandiri Berkepribadian’. Pertanyaan yang dapat diajukan berkait dengan tugas kita sebagai pendidik matematika, di antaranya adalah:1. Apa yang dimaksud dengan istilah mandiri?2. Bagaimana menjadikan generasi mandiri?Berkait dengan pengertian istilah ‘mandiri’, Bangsa Indonesia dapat belajar dari Bangsa Jepang. Isoda & Katagiri (2012:31) menyatakan bahwa tujuan pendidikan di Jepang adalah sebagai berikut.

“ … To develop qualifications and competencies in each individual school child, including the ability to find issues by oneself, to learn by oneself, to think by oneself, to make decisions independently and to act. So that each child or student can solve problems more skilfully, regardless of how society might change in the future.”

Artinya, tujuan pendidikan di Jepang adalah untuk mengembangkan kualifikasi dan kompetensi pada setiap anak sekolah sebagai individu, termasuk kemampuan untuk mendapatkan issu secara mandiri, belajar secara mandiri, berpikir secara mandiri, menentukan keputusan secara mandiri dan bertindak

2

Page 3: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

secara mandiri. Sehingga setiap anak sekolah sebagai individu dapat memecahkan masalah dengan lebih baik, tanpa menghiraukan bagaimana limgkungan dan masyarakatnya akan berubah pada masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan pendidikan di Jepang adalah agar setiap siswa di Jepang dapat memecahkan masalah dengan lebih baik, tanpa memperdulikan apa dan bagaimana lingkungan dan masyarakat akan berubah, mereka akan mampu memecahkannya.

Berkait dengan pertanyaan: “Bagaimana menjadikan generasi baru yang mandiri?” Perlu diingat bahwa Bruner (Cooney dkk, 1975), seorang ahli teori belajar, pernah berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (‘learning by discovery is learning to discover’). Jelaslah bahwa selama duduk di bangku sekolah para siswa akan difasilitasi gurunya untuk belajar menemukan sesuatu dan bukan untuk menghafal saja, lalu pengetahuan dan keterampilan untuk menemukan sesuatu yang baru dan sudah dipelajari tersebut akan digunakan setelah mereka tamat dari bangku sekolah dan terjun ke lapangan pekerjaan di masyarakat nyata kelak. Cocoklah dengan yang disampaikan Marquis de Condorcet di atas tadi bahwa matematika merupakan latihan terbaik karena matematika dapat meningkatkan kekuatan dan ketepatan berpikir. Secara implisit juga hal ini menunjukkan bahwa tempat berlatih olah pikir yang ideal letaknya di sekolah, di kelas-kelas matematika, ketika para siswa tersebut sedang belajar matematika.

Sejalan dengan itu, penulis dapat menyatakan di sini bahwa pada proses pembelajaran di kelas yang berkait dengan eksplorasi adalah untuk memfasilitasi para siswa kita untuk belajar dan berlatih melakukan eksplorasi (‘learning by exploration is learning to explore’). Dengan analogi yang sama, pada proses pembelajaran di kelas-kelas matematika dan berkait dengan pemecahan masalah (problem-solving) adalah memfasilitasi para siswa kita untuk belajar dan berlatih melakukan memecahkan masalah (‘learning by problem-solving is learning to solve problem’). Itulah sebabnya akan mudah untuk dipahami jika tujuan pendidikan di Jepang seperti disampaikan di depan, adalah agar setiap siswa di Jepang dapat memecahkan masalah dengan lebih baik, tanpa memperdulikan apa dan bagaimana lingkungan dan masyarakat akan berubah, mereka akan mampu memecahkannya. Pertanyaannya: “Apakah para guru matematika di Indonesia sudah melakukan hal-hal seperti keadaan ideal tersebut atau belum?”

Di Jepang (Isoda & Nakamura, 2011:10; Isoda & Katagiri, 2012; Isoda, 2015a; Isoda, 2015b) memperkenalkan proses pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach atau PSA). Dengan kegiatan PSA ini, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi seperti layaknya hanya diberi seekor ikan yang dapat langsung dimakan selama sehari saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar cara menangkap ikan sehingga ia bisa makan ikan untuk seumur hidupnya. Untuk itu, para siswa harus mempelajari cara-cara menemukan teori sederhana selama duduk di bangku sekolah, termasuk di bangku SD yang akan sangat berguna di kelak kemudian hari, ketika mereka duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun di tempat kerjanya. Di era globalisasi dan teknologi maju seperti sekarang, para pemecah masalah tangguh dan penemu besar akan semakin

3

Page 4: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

dibutuhkan. Dengan belajar dan berlatih memecahkan masalah sejak dini inilah diharapkan akan muncul penemu-penemu besar dari bumi kita ini.

Sebagai tambahan, NCTM (National Council of Teachers of Mathematics), organisasi para guru matematika Amerika Serikat, pada tahun 1999, telah menerbitkan buku berjudul ‘Principles and Standards for School Mathematics’. NCTM (1999) menyatakan bahwa standar matematika sekolah meliputi standar isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical processes). Standar proses meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), katerkaitan (connections), komunikasi (communication), dan representasi (representation). Berkait dengan dua istilah tentang konten dan proses ini, ada kecenderungan di antara para pakar pendidikan matematika untuk lebih menekankan pada pencapaian tujuan proses daripada kontennya, sebagaimana dinyatakan Bastow, Hughes, Kissane, dan Mortlock (1984:1) berikut: “Among many mathematics educators there is a growing recognition of the need in school mathematics to increase the emphasis placed on process objectives.” Sebagaimana sudah disampaikan tadi, kegiatan pemecahan masalah ini kaya dengan pencapaian tujuan proses tanpa menafikan pencapaian kontennya.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para guru matematika di Indonesia lebih terfokus pada keterampilan melakukan algoritma. Bentuk ini lebih memfokuskan pada kegiatan mengingat dan tubian (drill). Guru matematika lebih menggunakan cara tradisional dengan ceramah lalu meminta siswanya melakukan kegiatan untuk menyelesaikan soal yang setipe dengan yang dicontohkan gurunya. Hasil penelitian yang dilakukan Shadiq (2010:56-57), menyimpulkan bahwa banyak guru menggunakan cara tradisional selama proses pembelajaran di kelasnya. Mereka pada umumnya mengimplementasikan paradigma memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswanya. Cara ini jelas kurang baik karena hanya berfokus pada konten matematikanya dan bukan berfokus pada proses berpikir, bernalar serta pemecahan masalah, eksplorasi dan investigasi. Jadi, intinya, generasi baru kita harus mandiri, dalam arti mampu memecahkan masalah yang akan muncul di hadapan mereka. Caranya adalah bahwa selama proses pembelajaran di kelas-kelas matematika, mereka, para siswa difasilitasi untuk belajar memecahkan masalah, bereksplorasi, berinvestigasi, bereksperimen sehingga diharapkan ketika mereka lulus dari sekolah mereka, mereka akan mampu untuk memecahkan masalah dan berinovasi untuk bangsa dan negaranya.

Peran Penting Guru Matematika Membantu SiswanyaEven dan Ball (2009:1) menyatakan: “ ... teachers are key to students’

opportunities to learn mathematics.” Artinya, guru adalah peluang atau kunci bagi keberhasilan siswa siswinya untuk belajar matematika. Tidak diragukan lagi akan kebenaran pernyataan itu. Para gurulah, termasuk yang saat ini menjadi pendidik matematika yang akan ikut berperan menentukan beberhasilan maupun kegagalan masa depan siswanya yang pada akhirnya akan menentukan masa depan bangsa dan negaranya. Diakui atau tidak, matematika akan sangat penting dan akan sangat menentukan bagi setiap individu siswa maupun bagi

4

Page 5: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

bangsa dan negaranya. Polya (1973:1) di dalam buku klasiknya yang sangat terkenal: ‘How to Solve It,” mengakuinya dengan menyataan: “One of the most important tasks of the teacher is to help his students. This task is not quite easy; it demands time, practice, devotion, and sound principles.” Menurutnya, salah satu tugas terpenting seorang guru adalah membantu siswanya. Namun Polya juga mengingatkan bahwa tugas tersebut sejatinya tidaklah terlalu mudah. Hal tersebut membutuhkan waktu, pengalaman, commitment dan kaidah-kaidah yang sudah teruji. Polya (1973:1) juga menyatakan bahwa para siswa harus difasilitasi untuk bekerja secara mandiri (independent) sebisa mungkin. Alasannya: “ … if he is left alone with his problem without any heIp or with insufcient help, he may make no progress at all. If the teacher helps too much, nothing is left to the student.” Artinya, jika para siswa dibiarkan dengan masalahnya tanpa bantuan sama sekali atau kurang dari guru matematikanya, maka para siswa tersebut tidak akan berkembang. Namun jika bantuan gurunya terlalu banyak, maka tidak ada yang tersisa untuk dipikirkan para siswanya.

Polya (1973:1) juga menyatakan: “The teacher should help, but not too much and not too little, so that the student shall have a reasonable share of the work. If the student is not able to do much, the teacher should leave him at least some illusion of independent work. In order to do so, the teacher shouId help the student discreetly, unobtrusively.” Artinya, para guru matematika harus membantu siswanya, namun bantuan tersebut jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit, sehingga para siswa akan mendapat porsi yang sesuai dengan kemampuannya untuk belajar berpikir dan memecahkan masalah secara mandiri. Jika misalnya ada siswa yang tidak mampu untuk bekerja secara penuh, maka para guru dapat mengarahkannya dengan sedikit illustrasi dari pekerjaan tersebut lalu siswa melanjutkannya secara mandiri. Untuk itu, para guru dapat membantu siswanya secara sembunyi-sembunyi dan dengan tanpa mengganggunya. Bantuan dari seorang guru matematikanya, adalah berupa pertanyaan yang mengarahkan. Yang terbaik, para guru matematika dapat membantu siswanya secara natural. Para guru hendaknya menempatkan dirinya sebagai siswa yang sedang belajar, mempelajari kesulitan yang mungkin muncul pada siswanya, ia juga dapat belajar memahami dan mengerti apa yang sedang terjadi pada pikiran siswanya sehingga para siswanya tersebut mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan. Si guru matematika dapat mengajukan pertanyaan untuk mengetahui langkah yang dapat mengacaukan pekerjaan siswanya.

Yang dinyatakan Polya di atas adalah bagian dari tugas para guru matematika agar siswanya menjadi lebih mandiri. Nasehatnya, para guru matematika harus menempatkan dirinya pada posisi jika dirinya sebagai siswa. Para guru matematika, sesuai dengan berjalannya waktu, diharapkan akan mampu membantu setiap siswanya dengan porsi bantuan yang sesuai. Tidak terlalu banyak, sehingga setiap siswanya dapat belajar berpikir dan bernalar, namun bantuannya tidaklah terlalu sedikit, sehingga setiap siswanya dapat terbantu juga untuk belajar berpikir dan bernalar. Pada intinya, setiap guru

5

Page 6: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

matematika diharapkan dapat memfasilitasi siswanya agar dapat mandiri, dalam arti bahwa para siswa selama proses pembelajaran di kelas-kelas matematika akan difasilitasi untuk belajar memecahkan masalah, bereksplorasi, berinvestigasi, bereksperimen secara lebih mandiri sehingga diharapkan ketika mereka lulus dari sekolah mereka, mereka akan mampu untuk memecahkan masalah dan berinovasi untuk bangsa dan negaranya.

Ceritera Kehebatan Gaausshttps://en.wikipedia.org/wiki/Carl_Friedrich_Gauss menyatakan bahwa Johann

Carl Friedrich Gauss, lahir pada 30 April 1777 dan meninggal pada 23 Februari 1855) adalah matematikawan Jerman yang berperan sangat besar di berbagai bidang matematika, termasuk di bidang teori bilangan, aljabar, statistika, analisis, geometri differensial, geodesi, geofisika, meknika, elektrostatis, astronomi, teori matriks dan optika. Gauss juga dikenal sebagai Princeps Mathematicorum (Bahasa Latin) yang berarti “matematikawan utama” atau “matematikawan terbesar.” Hal ini menunjukkan kebesaran Gauss sebagai matematikawan. https://en. wikipedia. Org /wiki /Carl_Friedrich_Gauss juga menyatakan bahwa ketika ia berumur 8 tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya dihukum dan diminta untuk menentukan hasil dari penjumlahan seratus bilangan asli pertama, yaitu:

Bayangkan, siswa SD diminta menentukan hasil dari penjumlahan seratus bilangan asli pertama. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah, jika Anda yang mendapat soal seperti itu ketika Anda masih duduk di kelas 2 SD, apa yang akan Anda lakukan? Kemungkinan besar, pada awalnya, Gauss dan teman-temannya mencari hasil penjumlahan tersebut dengan menentukan hasil dari 1 + 2 yaitu 3. Hasil penjumlahan tersebut, yaitu 3 ditambah dengan 3, dan akan menghasilkan 6. Hasil 6 tersebut ditambah dengan 4 menjadi 10. Begitu juga 10 harus ditambah dengan 5 yang akan menghasilkan 15. Begitu seterusnya, setiap hasil yang didapat harus ditambah dengan bilangan berikutnya.

Pertanyaan yang dapat diajukan di antaranya adalah: “Kapan selesainya menjumlahkan seratus bilangan pertama tersebut, jika menggunakan cara seperti di atas?” Namun yang membedakan Gauss dengan teman-temannya adalah, Gauss lalu berpikir dan ia lalu mencari jalan lain yang lebih cepat dan ia menemukannya dengan gemilang. Diceriterakan juga bahwa dalam hitungan detik, Gauss dapat memecahkan masalah tersebut dengan benar. Meskipun tidak dijelaskan bagaimana cara mendapatkan hasil tersebut dengan benar, namun dugaan proses pengerjaan yang ia lakukan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.

1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100

101

101

101

1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100

6

Page 7: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

Gauss dan Anda dapat melihat beberapa hal menarik berikut, sebagaimana ditunjukkan diagram di atas.

1 + 100 = 1012 + 99 = 1013 + 98 = 101

- - -Inilah salah satu pola yang diperoleh Gauss. Ada yang mengistilahkan struktur. Berdasar data atau fenomena tersebut, Gauss lalu membuat atau menarik kesimpulan awal bahwa:o Setiap bilangan akan memiliki pasangan atau teman sehingga jumlah

keduanya menjadi 101 seperti tiga pasang bilangan di atas.o Akan ada 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101. Alasannya, terdapat 100

bilangan dari 1 sampai 100 yang akan dijumlahkan dan setiap bilangan memiliki pasangan, sehingga akan ada 100/2 atau 50 pasang bilangan dimaksud.

o Jumlah 100 bilangan asli pertama (1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100) akan menghasilkan 50 101 = 5050.

Hasil terakhir tersebut lalu ia sampaikan kepada gurunya. Diceriterakan juga bahwa gurunya sangat kaget mendapatkan hasil benar dalam waktu yang sangat cepat dari salah salah seorang muridnya. Murid tersebut di kelak kemudian hari akan dikenal sebagai salah satu matematikawan besar dunia. Alangkah manisnya proses berpikir yang terjadi di dalam benak Gauss sehingga ia dapat menemukan hasil tersebut dengan cepat dan benar. Tentunya, proses berpikir yang telah dilakukan Gauss itulah yang membedakannya dengan teman-teman sekelasnya.

Pada contoh yang telah dikemukakan di atas, telah terjadi proses berpikir atau proses menarik kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui Gauss. Dari beberapa fakta sebagai berikut. o 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 98 = 101, dan seterusnya.o Setiap bilangan akan memiliki pasangan. o Ada 100 bilangan asli pertama yang akan dijumlahkan.o Terdapat 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101.

Gauss lalu menyimpulkan bahwa 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 = 5050. Alangkah indah dan sempurnanya cara berpikir dan bernalar yang telah dilakukan Gauss sehingga dalam waktu yang relatif sangat singkat, ia dapat menentukan hasilnya. Proses berpikir yang dilakukan Gauss yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui (premis) menuju kepada suatu kesimpulan (konklusi) inilah yang disebut penalaran (reasoning). Copi (1978:5) menyatakan: “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises”. Artinya, penalaran adalah suatu kegiatan berifikir khusus, dimana terjadi suatu penarikan kesimpulan, di mana pernyataan disimpulkan dari beberapa premis.

Ada beberapa hal yang patut diteladani dari proses berpikir dan bernalar yang telah dilakukan Gauss kecil yang sudah terlihat kejeniusannya, diantaranya:

7

Page 8: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

o Ia dengan cepat memutuskan untuk berkelit dan tidak melanjutkan cara tradisional seperti yang dilatihkan gurunya, yaitu menentukan: 1 + 2 = 3, 3 + 3 = 6, 6 + 4 = 10, 10 + 5 = 15, … yang dinilainya akan memakan waktu lama.

o Seorang siswa, dalam hal ini Gauss, dapat menemukan dan menggunakan cara yang berbeda dari cara yang biasa dilakukan. Di dalam mata pelajaran matematika, suatu soal dapat saja diselesaikan dengan berbagai cara namun dengan hasil yang persis sama. Inilah salah satu keunggulan matematika yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan bernalar para siswa.

o Ia tidak perlu menulis keseratus bilangan tersebut, untuk membuktikan apakah benar akan terdapat 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101. Ia lebih percaya pada kemampuan akalnya. Karena ada 100 bilangan, sedangkan setiap bilangan memiliki pasangan maka ia dengan berani dan cepat memutuskan untuk menyimpulkan bahwa akan ada 50 pasang bilangan.

Apa yang Dipelajari Siswa Ketika Belajar Matematika?Ceritera tentang Gauss pada contoh di atas, menyiratkan beberapa hal

berikut.1. Ketika belajar matematika, para siswa akan belajar:

a. Pengetahuan matematika, seperti 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 = 50×101 = 5050. Di samping itu para siswa akan dapat belajar juga pengertian atau konsep tentang barisan 100 bilangan asli pertama yaitu: 1, 2, 3, 4, …, 97, 98, 99, 100, serta dapat belajar juga pengertian atau konsep deret 100 bilangan asli berurutan pertama yaitu: 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100. Serta siswa dapat belajar konsep barisan dan konsep deret aritmetika secara umum, di samping dapat belajar tentang konsep beda (= b), konsep suku ke-n barisan aritmetika (= Un), dan konsep tentang jumlah n suku deret aritmetika (= Sn).

b. Keterampilan berpikir dan bertindak seperti dicontohkan Gauss berikut ini.i. Berkelit dari cara lama, menghitung 1 + 2 = 3, 3 + 3 = 6, 6 + 4 = 10,

10 + 5 = 15, … yang dinilainya akan memakan waktu lama. Ia mencari cara baru. Ini menunjukkan pentingnya inovasi dan kreativitas.

ii. Mengumpulkan data, seperti: 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 98 = 101, dan seterusnya. Mengapa fakta seperti itu ditemukan pertama kali oleh Gauss? Dan bukan ditemukan oleh siswa atau guru Indonesia?

iii. Mengamati data di atas, lalu mencari pola atau keteraturan yang ada. Pada contoh di atas, pola atau keteraturan yang ditemukan Gauss adalah setiap bilangan tersebut akan memiliki pasangan yang jumlahnya 101. Alangkah cantiknya pola atau struktur yang ditemukan Gauss. Bagaimana caranya supaya siswa di Indonesia memiliki keterampilan berpikir dan bertindak yang sama seperti yang dilakukan dan ditemukan Gauss?

iv. Mengajukan pertanyaan dan memberikan alasan, seperti:1) Mengapa hasilnya mesti 101? Artinya, 1 + 100 = 101, 2 + 99 =

101, 3 + 98 = 101, dan seterusnya. Mengapa?8

Page 9: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

2) Berapa pasang bilangan yang jumlahnya 101?3) Jadi berapakah nilai: 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100?

Hal ini menunjukkan juga bahwa matematika memberi kemudahan dan fasilitasi para siswa untuk mampu menjelaskan atau berargumentasi bahwa suatu tindakan atau operasi sudah tepat atau belum tepat.

v. Menarik kesimpulan dari fakta-fakta atau fenomena-fenomena yang baru saja ditemukan dan dicari polanya. Karena ada 100 bilangan asli pertama yang akan dijumlahkan maka akan terdapat 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101, sehingga jumlahnya akan menjadi 50×101 = 5050. Jadi, 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 = 50×101 = 5050.

vi. Mengomunikasikan proses dan hasilnya beserta alasan-alasan yang mendasari hasil tersebut.

c. Sikap dan nilai-nilai yang dapat dikembangkan selama proses pembelajaran di kelas, seperti sikap tidak cepat putus asa, jujur, dan lain sebagainya. Berkait dengan sikap dan nilai-nilai yang dapat dikembangkan selama proses pembelajaran di kelas ini, akan dibahas secara lebih terinci pada bagian berikutnya.

2. Dari contoh yang dilakukan Gauss, nampaklah bahwa matematika dapat digunakan untuk memudahkan, menghasilkan sesuatu yang masuk akal dan indah. Bandingkan antara menghitung satu persatu 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 dengan 50×101. Akan jauh lebih mudah, masuk akal dan lebih indah jika menggunakan 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 = 50×101 = 5050 dari pada jika menghitung satu persatu.

3. Yang dilakukan Gauss, juga menunjukkan akan pentingnya kemampuan berpikir, bernalar, berkreativitas dan berinovasi. Kemampuan berpikir, bernalar, berkreativitas dan berinovasi akan jauh dibutuhkan ketika siswa dihadapkan dengan masalah di dalam kehidupan sehari-harinya. Artinya, ketika siswa sedang mempelajari pengetahuan (content) matematika, siswa hendaknya difasilitasi untuk mempelajari kemampuan berpikir, bernalar, berkreativitas dan berinovasi.

4. Sebagaimana sudah disampaikan tadi, berkait dengan dua istilah tentang konten dan proses ini, ada kecenderungan di antara para pakar pendidikan matematika untuk lebih menekankan pada pencapaian tujuan proses daripada kontennya, sebagaimana dinyatakan Bastow, Hughes, Kissane, dan Mortlock (1984:1) berikut: “Among many mathematics educators there is a growing recognition of the need in school mathematics to increase the emphasis placed on process objectives.”

5. Isoda (2015a) juga menyatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran matematika di kelas adalah mengembangkan siswa agar mereka dapat mandiri, “Developing Children who learn mathematics by and for themselves.” Isoda (2015a) juga menyatakan agar guru matematika dapat mengembangkan siswa sehingga mereka mampu memanfaatkan hal-hal yang dipelajari di kelas sebelumnya tanpa bantuan kita. “We should develop children who can use what they learned before without our support.” Itulah sebabnya, pertanyaan

9

Page 10: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

yang sering diajukan beliau adalah: “What do you want to do next?” Pertanyaan pancingan seperti: “Apa yang akan Anda lakukan berikutnya?” merupakan pertanyaan yang dapat membantu siswa kita menjadi lebih mandiri. Hal itu juga yang menjadi kebijakan Mendikbud Prof. Anies Baswedan yang harus didukung.

6. Guru Gauss memulai pembelajaran dengan meminta siswanya menghitung: 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100. Gauss dan teman-temannya lalu mengerjakan tugas atau aktivitas tersebut secara perorangan. Hal itu sejalan dengan pernyataan Isoda (2015b) yang menjelaskan tentang Japanese Problem Solving Approach (PSA) yang terdiri atas empat langkah berikut.

a. Mengemukkan Permasalahan (Problem Posing)b. Memecahkan Soal secara Perorangan (Independent Solving)c. Membandingkan Hasil dan Diskusi (Comparison and Discussion) d. Penyimpulan dan Integrasi (Summary and Integration)

Di Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Saintifik (PS) yang langkah-langkahnya terdiri atas: (1) mengamati (observing), (2) menanyakann (questioning), (3) bereksperimen (experimenting), (4) menalar (reasoning) and (5) mengkomunikasikan (communicating). Pada Pendekatan Saintifik (PS), langkah (1) sampai (5) tidak akan muncul jika siswa tidak diberi masalah, aktivitas atau tugas. Pengungkapan masalah, aktivitas atau tugas merupakan langkah pertama pada Problem-Solving Approach (PSA). Jadi PSA dapat dikombinasikan dengan Pendekatan Saintifik untuk membantu siswa Indonesia belajar untuk menjadi mandiri.

Sikap dan Nilai yang Harus Dicapai SiswaSikap dan nilai-nilai yang dapat dikembangkan selama proses pembelajaran

matematika di kelas menurut Isoda (2015a) adalah: (1) keindahan (beautifulness), (2) rasa ingin tahu (curiosity), (3) kemasuk-akalan alasan (reasonableness), (4) penghargaan (appreciation). Prof. Masami Isoda berasal dari CRICED (Centre for Research on Innovation Cooperation in Educational Development) merupakan suatu lembaga pada University of Tsukuba di Jepang yang sangat aktif menggalang kerjasama dengan negara-negara di dunia terutama untuk hal-hal yang berkait dengan pendidikan. Professor Masami Isoda sering diundang SEAMEO QITEP in Mathematics dan terakhir menjadi pembicara pada Course on Developing Lesson Study in Mathematics Education for Primary (Mathematics) Teachers yang diadakan pada 16 – 29 October 2015 lalu. SEAMEO QITEP in Mathematics juga mengunggah video beliau dengan judul Mathematical Thinking melalui website: qitepinmathematics.org. Berikut penjelasan mengenai sikap dan nilai-nilai yang dapat dikembangkan selama proses pembelajaran matematika di kelas menurut Isoda tadi, berdasar contoh dari Gauss tadi.1. Keindahan (beautifulness)

Perhatikan sekali lagi diagram berikut.

1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100

101

101

101

10

Page 11: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

Diagram di atas menunjukkan bahwa Gauss kecil dapat menunjukkan keindahan matematika dan ini yang seharusnya ditunjukkan juga ketika para siswa mempelajari matematika. Keindahan itu di antaranya adalah sebagai berikut.o Diagram di atas menunjukkan bahwa:

1 + 100 = 1012 + 99 = 1013 + 98 = 101

- - -Setiap bilangan akan memiliki pasangan atau teman sehingga jumlah keduanya menjadi 101 seperti tiga pasang bilangan di atas. Sekali lagi, inilah keindahan pola dan struktur matematika yang juga harus dipelajari siswa ketika para siswa itu mempelajari matematika di kelasnya.

o Akan ada 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101. Alasannya, terdapat 100 bilangan dari 1 sampai 100 yang akan dijumlahkan dan setiap bilangan memiliki pasangan, sehingga akan ada 100/2 atau 50 pasang bilangan dimaksud. Sehingga, jumlah 100 bilangan asli pertama (1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100) akan menghasilkan 50 101 = 5050. Inilah juga yang menunjukkan keindahan matematika yang juga harus dipelajari siswa ketika para siswa itu mempelajari matematika di kelasnya. Di sini, keindahan matematika muncul pada urut-urutan argumentasi yang dapat diajukan Gauss dan para siswa ketika mempelajari matematika.

Banyaknya persegi satuan pada gambar secara geometris di bawah ini menunjukkan empat bilangan segitiga yang pertama. Bandingkan dengan diagram di atas.

a. Apa yang menarik pada banyaknya persegi satuan pada gambar di atas?b. Gunakan gambar di atas untuk menjelaskan cara cepat menghitung: 1 + 2

+ 3 + 4 + ... + 19 + 20.2. Rasa ingin tahu (curiosity)

Gauss sudah menunjukkan bahwa: (1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100) = 50 101 = 5050. Sudah ditunjukkan bagaimana indahnya pola atau keteraturan yang ada yang ditunjukkan Gauss. Diharapkan akan timbul rasa ingin tahu berkait dengan keindahan pola atau keteraturan yang ada lainnya. Rasa ingin tahu selanjutnya yang dapat muncul dari para siswa adalah bagaimana hasilnya dan mengapa hasilnya seperti itu pada:o 2 + 4 + 6 + … + 96 + 98 + 100

11

Page 12: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

o 1 + 3 + 5 + … + 97 + 97 + 99 Berkait dengan dua pertanyaan di atas, dapatkah gambar di bawah ini menimbulkan rasa ingin tahu untuk menyelidikinya?

Matematika memang indah dan seharusnya mengusik rasa ingin tahu (curiosity) para siswa di kelas-kelas matematika.

3. Kemasuk-akalan alasan (reasonableness)Inilah yang harus dikembangkan para siswa ketika belajar matematika. Ketika siswa A mengusulkan cara X, maka ia harus memaparkan alasannya mengapa ia mengusulkan cara X. Jika siswa B mengusulkan tidak setuju cara X, maka ia harus memaparkan juga alasan mengapa ia tidak menyetujui cara X. Begitu juga jika siswa C mengusulkan yang lain, misalnya cara Y, maka ia harus memaparkan alasannya mengapa ia mengusulkan cara Y. Semuanya dilatih untuk beralasan yang runtut dan masuk akal. Pada contoh tadi, di samping menunjukkan tentang alangkah indah dan manisnya proses berpikir yang terjadi di dalam benak Gauss, maka argumentasi yang dapat dikemukakan Gauss adalah sebagai berikut:o Faktanya adalah: 1 + 100 = 101, 2 + 99 = 101, 3 + 98 = 101, dan

seterusnya.o Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa setiap bilangan akan

memiliki pasangan bilangan lain sehingga jumlahnya 101. Sebagai contoh, 100 berpasangan dengan 1, serta 50 berpasangan dengan 51.

o Fakta lainnya, ada 100 bilangan asli pertama yang akan dijumlahkan, karena bilangannya adalah1 sampai dengan 100. Jika bilangannya adalah1 sampai dengan 5, maka akan ada 5 bilangan asli pertama yang akan dijumlahkan, yaitu 1 + 2 + 3 + 4 + 5.

o Sehingga akan terdapat 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101. 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101 didapat dari 100:2 = 50.

o Kesimpulan akhirnya adalah: 1 + 2 + 3 + 4 + … + 97 + 98 + 99 + 100 = 50 × 101 = 5050.

Alangkah indah dan sempurnanya cara berpikir dan bernalar yang telah dilakukan Gauss sehingga dalam waktu yang relatif sangat singkat, ia dapat menentukan hasilnya. Proses berpikir yang dilakukan Gauss yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui (premis) menuju kepada suatu kesimpulan (konklusi) inilah yang disebut penalaran (reasoning). Kata reasonableness yang dikemukakan Isoda (2015b) berasal dari kata ‘reason’ atau penalaran. Berkait dengan ‘reasoning’, Copi (1978:5) menyatakan: “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises”. Artinya, penalaran adalah suatu kegiatan berifikir khusus, dimana

12

Page 13: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

terjadi suatu penarikan kesimpulan, di mana pernyataan disimpulkan dari beberapa premis.Di samping itu, ada beberapa hal yang patut diteladani dari proses berpikir dan bernalar yang telah dilakukan Gauss kecil yang sudah terlihat kejeniusannya, diantaranya:o Ia dengan cepat memutuskan untuk berkelit dan tidak melanjutkan cara

tradisional seperti yang dilatihkan gurunya, yaitu menentukan: 1 + 2 = 3, 3 + 3 = 6, 6 + 4 = 10, 10 + 5 = 15, … yang dinilainya akan memakan waktu lama.

o Seorang siswa, dalam hal ini Gauss, dapat menemukan dan menggunakan cara yang berbeda dari cara yang biasa dilakukan. Di dalam mata pelajaran matematika, suatu soal dapat saja diselesaikan dengan berbagai cara namun dengan hasil yang persis sama. Inilah salah satu keunggulan matematika yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan bernalar para siswa.

o Ia tidak perlu menulis keseratus bilangan tersebut, untuk membuktikan apakah benar akan terdapat 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101. Ia lebih percaya pada kemampuan akalnya. Karena ada 100 bilangan, sedangkan setiap bilangan memiliki pasangan maka ia dengan berani dan cepat memutuskan untuk menyimpulkan bahwa akan ada 50 pasang bilangan.

Berkait dengan penalaran (reasoning), standar National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (1999) di bawah judul ‘Reasoning and Proof’ menyatakan bahwa proses pembelajaran di kelas-kelas matematika di Amerika Serikat, hendaknya memfasilitasi semua siswa untuk:o Mengenali bahwa penalaran dan pembuktian merupakan aspek mendasar

pada matematika (recognize reasoning and proof as fundamental aspects of mathematics)

o Menyusun dan mengisvestigasi dugaan-dugaan matematis (make and investigate mathematical conjectures).

o Mengembangkan dan menilai argumentasi dan pembuktiannya (develop and evaluate mathematical arguments and proofs).

o Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan pembuktian (select and use various types of reasoning and methods of proof).

Selama proses pembelajaran di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Beberapa contoh-nya adalah:o Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasar pengetahuan yang sudah

dimiliki para siswa yaitu 7 + 7 = 14, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15.

o Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasar pengetahuan yang sudah dimilikinya yaitu 7 + 3 = 10 dan 8 = 3 + 5, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 7 + 3 + 5 = 10 + 5 = 15.

13

Page 14: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

o Untuk menentukan hasil dari 6 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 5 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menarik suatu kesimpulan 6 7 = 35 + 7 = 42.

o Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2 dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian, para siwa dapat dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234. Dengan demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234.

o Berdasar data dan gambar di kanan bawah ini.1 + 3 = 4 = 2 2 1 + 3 + 5 = 9 = 3 31 + 3 + 5 + 7 = 16 = 4 4 1 + 3 + 5 + 7 + 9 = 25 = 5 5;Maka siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan atau menduga: 1 + 3 + 5 + 7 + … + 19 = 10 10 = 100, dan1 + 3 + 5 + 7 + … + 99 = 50 50 = 2500.

o Jika Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka para siswa diharapkan dapat menentukan umur Amir 10 + 2 = 12 tahun.

o Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60 dan 100 maka besar atau ukuran sudut yang ketiga adalah 180 – (100 + 60) = 20. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180.

o Jika (x – 1)(x + 10) = 0 maka x = 1 atau x = –10.Selama proses pembelajaran di kelas, guru matematika dapat memfasilitasi siswanya untuk belajar bernalar dengan memberi contoh formulasi penulisan di antaranya dalam bentuk berikut.o Jika … maka … .o Karena … maka … .o Disebabkan oleh … maka …, sehingga … .o Disebabkan oleh … maka …, sehingga …, sehingga dapat disimpulkan … .

Selama proses pembelajaran di kelas, guru matematika dapat memfasilitasi siswanya untuk belajar bernalar dengan memberi beberapa pertanyaan berikut.o Apa yang akan anda lakukan berikutnya?o Bagaimana hasilnya jika …?o Apakah ada yang ingin menjelaskan mengapa …?o Apa yang akan terjadi jika x-nya bilangan ganjil, bilangan negatif …? o Apa yang menarik dari hasil ini? Mengapa …?

Yang dilakukan seorang guru di kelas adalah memfasilitasi siswanya agar dapat memberi alasan terhadap segala hal yang sudah diputuskan.

4. Penghargaan (appreciation)Sudah dibahas di atas tiga dari empat sikap serta nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran matematika di kelas, menurut Isoda (2015a) yaitu: (1) keindahan (beautifulness), (2) rasa ingin tahu (curiosity) dan (3) kemasuk-akalan alasan (reasonableness). Dengan tiga dari empat sikap

14

Page 15: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

serta nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran matematika di kelas, itulah seperti yang dipaparkan di atas, maka diharapkan pada para siswa akan muncul penghargaan (appreciation) tentang pentingnya matematika dan selama pembelajaran matematika di kelas, diharapkan juga para siswa akan berusaha untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai tersebut.

Pada intinya, ketika belajar matematika, para siswa tidak hanya belajar pengetahuan saja, namun yang lebih penting lagi siswa seharusnya belajar juga tentang keterampilan berpikir dan dapat mengembangkan sikap dan nilai-nilai positif tentang matematika. Pada saat sekarang ini, keterampilan berpikir dan bernalar sangat jauh dibutuhkan dari masa-masa sebelumnya. Kalau hal itu disepakati maka waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan juga keterampilan berpikir akan menyita waktu untuk belajar pengetahuan. Untuk itu, waktu untuk belajar pengetahuan harus lebih sedikit dari waktu-waktu sebelumnya. Artinya, harus ada penurunan waktu untuk pengetahuan. Dengan kata lain, topik-topik pembelajaran haruslah dikurangi dari waktu-waktu sebelumnya. Dengan mempelajari juga keterampilan berpikir tersebut, sikap dan nilai terhadap matematika akan semakin positif dan berkembang dengan baik.

Contoh LainContoh lain berikut ini akan berkait dengan pembelajaran pengurangan

seperti:

Beberapa pertanyaan berkait dengan soal pada kotak di atas adalah:a. Bagaimana cara menentukan hasil pengurangan di atas? Mengapa hasilnya 8?b. Bagaimana pembelajarannya? Bagaimana membantu siswa agar dia paham?c. Apakah kita sudah membantu siswa untuk menjadi siswa yang mandiri dalam

belajarnya?Ada guru yang hanya memberitahu (sekali lagi, hanya dengan memberitahu atau ‘telling’) dengan beberapa alternatif pembelajarannya sebagai berikut.a. Memberi tahu bahwa mengurangi adalah sama dengan menambah dengan

lawannya. Karena pengurangnya adalah (3), maka hal ini berarti sama dengan menambah dengan lawan dari (3), yaitu +3; sehingga didapat:

5 (3) = 5 + 3 = 8Namun mengapa pada kegiatan mengurangi dengan suatu bilangan adalah sama dengan menambah dengan lawannya? Tidak ada penjelasan tentang hal tersebut. Sekali lagi, guru hanya memberitahu tanpa ada upaya untuk menjelaskannya selama proses pembelajaran.

b. Memberi tahu bahwa bentuk (3) dapat dianggap sebagai bentuk perkalian. Pada operasi perkalian, bilangan negatif dikali dengan bilangan negatif akan menghasilkan bilangan positif, sehingga bentuk (3) adalah sama dengan + 3. Namun mengapa tiba-tiba muncul sturan seperti itu, padahalnya, operasi

Tentukan hasil dari:5 (3)

15

Page 16: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

perkalian belum diajarkan? Sama saja, tidak ada upaya si guru untuk menjelaskannya selama proses pembelajaran.

c. Memberi tahu bahwa pada pokoknya, pada operasi pengurangan, contohnya 5 (3), jika operasi “” (min, minus, atau kurang) bertemu dengan bilangan negatif maka dapat diubah menjadi tambah. Sekali lagi, mengapa harus begitu aturannya? Apa alasannya?

Jika ada siswa yang bertanya lebih jauh lagi, mengapa hasilnya begitu?; jawaban sebagian guru matematika di antaranya adalah: “Pokoknya begitu. Guru saya juga mengajarnya begitu.” Jawaban lainnya: “Ya dari sononya memang begitu. Mau apa lagi.” Pada masa lalu, dan mungkin juga sampai saat ini, masih ada sebagian guru matematika di Indonesia yang memulai proses pembelajaran matematika dengan mengumumkan (telling) suatu materi yang bisa berupa rumus, aturan, atau urutan langkah pengerjaan, diikuti dengan membahas contoh-contoh soal, dan diakhiri dengan meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan. Dengan pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas di saat itu lalu menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh yang diberikan para guru, tanpa pemahaman mengapa harus dilakukan seperti itu.

Pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh ‘strukturalistik’ dan ‘mekanistik’. Di samping itu, kurikulumnya terlalu sarat dan kelasnya didominasi pelajaran yang berpusat pada guru. Seperti para guru di Indonesia, para guru di Asia Tenggara berkecenderungan juga untuk menggunakan strategi pembelajaran tradisional yang dikenal dengan beberapa istilah seperti: pembelajaran terpusat pada guru (teacher centred approach), pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif (deductive teaching), ceramah (expository teaching), maupun whole class instruction (Tran Vui, 2001). Strategi pembelajaran seperti dinyatakan di atas dapat dikatakan lebih menekankan kepada para siswa untuk mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan kurang atau malah tidak menekankan kepada para siswa untuk bernalar (reasoning), memecahkan masalah (problem-solving), ataupun pada pemahaman (understanding). Dengan strategi pembelajaran seperti itu, kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah. Para siswa hanya menggunakan kemampuan mengingat yang tergolong kepada berpikir tingkat rendah (low order thinking skills). Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah, apakah cara pembelajaran seperti itu akan dapat menghasilkan siswa yang mandiri, yang kreatif, siswa yang jago memecahkan masalah, dan mampu menemukan hal-hal baru di bidangnya masing-masing? Tentunya, jawabannya adalah tidak. Karena itulah praktek pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan gurunya seperti yang diceriterakan di atas tadi sesungguhnya tidak sesuai dengan arah pengembangan dan inovasi pendidikan kita.

Berbeda dengan proses pembelajaran tadi, guru berikut sudah berupaya untuk membantu siswanya memahami mengapa 5 (3) = 5 + 3 = 8. Contoh

16

Page 17: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

pembelajaran yang dapat dilakukan guru adalah dengan meminta siswanya untuk mengerjakan tugas berikut.

Ketika para siswa mengerjakan soal a di atas, diharapkan akan didapat hasil di bawah ini. Alasannya, para siswa sudah mempelajari materi tersebut sebelumnya. Konteks atau kaitannya adalah si Amir yang memiliki 5 ekor ayam lalu 4 ekor ayamnya hilang maka banyak sisa ayamnya sekarang adalah 1. Begitu juga jika dari 5 ekor ayamnya lalu 3 ekor ayamnya hilang maka banyak sisa ayamnya sekarang adalah 2. Begitu seterusnya.

5 4 = 15 3 = 25 2 = 35 1 = 4

Dengan memperhatikan hasil tersebut di atas, diharapkan para siswa akan dapat melanjutkan untuk menjawab soal b di atas, sebagai berikut.o Bilangan yang dikurangi adalah tetap, yaitu 5. o Bilangan pengurangannya turun satu-satu, dimulai dari 4, lalu 3, diikuti 2, dan

diakhiri dengan 1.o Bilangan hasilnya adalah naik satu-satu, dimulai dari 1, lalu 2, diikuti 3, dan

diakhiri dengan 4, seperti ditunjukkan gambar di bawah ini.5 4 = 1

5 3 = 2

5 2 = 3

5 1 = 4Sampai di sini, guru dapat mengajukan pertanyaan lain seperti: “Mengapa hasilnya naik satu-satu? Diharapkan akan ada siswa yang menjawab:o Karena pengurangannya turun satu-satu.o Semakin kecil pengurangnya, maka akan semakin besar hasilnya.

Untuk soal c di atas, dengan memperhatikan pola yang ada, diharapkan para siswa akan dapat menjawab sebagai berikut.

5 0 = 55 (1) = 65 (2) = 7

Perhatikan lima pengurangan berikut.5 4 = ….5 3 = ….5 2 = ….5 1 = ….

….a. Tentukan hasil pengurangannya.

b. Perhatikan bilangan yang dikurangi, bilangan pengurangannya, bilangan hasilnya. Bagaimana polanya?

c. Lanjutkan kegiatan di atas.d. Jelaskan mengapa 5 (3) = 8

Hasilnya Bertambah 1

Bertambah 1

Bertambah 1

Bertambah 1

17

Page 18: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

5 (3) = 85 (4) = 9

5 (5) = 105 (6) = 11

Perhatikan sekali lagi bahwa berdasar pola yang ada sebelumnya, yaitu jika nilai pengurangnya semakin kecil, maka nilai hasilnya akan semakin besar. Dengan langkah seperti ini guru telah berusaha untuk membantu siswanya memahami mengapa 5 (3) = 5 + 3 = 8. Proses pembelajaran yang dilakukannya jauh lebih baik dari proses pembelajaran yang dilakukan sebelumnya. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, diharapkan adanya perubahan dari:1. Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir

(thinking) dan pemahaman (understanding)2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau

inquiry learning.Peningkatan kemampuan bernalar dan berpikir para siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas menjadi sangat penting dan menentukan keberhasilan mereka dan bangsa ini di masa yang akan datang. Karenanya proses pembelajaran matematika seperti ini diharapkan akan ikut membantu para siwa Indonesia untuk berlatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.

Perhatikan contoh pembelajaran guru berikut di mana sang guru berupaya dengan langkah-langkah yang dilakukannya telah berupaya untuk memandirikan siswanya. Berikut ini adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dirancangnya.

Sang guru telah berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa para siswanya telah memahami tugas di atas, utamanya untuk kegiatan b. Biasanya para guru dituntut untuk berkeliling dan memantau pekerjaan siswa ataupun kelompok siswanya. Meskipun si guru sudah lebih memberi kesempatan untuk langsung bekerja namun ia masih dituntut untuk tetap membantu siswanya yang mengalami kesulitan. Pada kotak di atas, guru harus tetap berupaya agar setiap siswanya mampu menemutunjukkan pola, keteraturan, atau struktur yang ada pada lima pengurangan di atas. Jika siswanya tidak mampu mengungkap pola yang ada, ia akan memfasilitasi siswanya dengan mengajukan beberapa alternatif pertanyaan berikut. o Hal menarik apa yang dapat anak-anak katakan tentang bilangan yang

dikurangi? (Harapan jawabannya adalah: “Sama, yaitu 5.”)o Hal menarik apa yang dapat anak-anak katakan tentang bilangan

pengurangnya? (Harapan jawabannya adalah: “Semakin kecil atau semakin kurang.”)

a. Bekerjalah dalam kelompok @ 4 orangb. Perhatikan dan kerjakan lima pengurangan di bawah ini.

5 4 = ….5 3 = ….5 2 = ….5 1 = ….

….c. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik.

d. Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya

18

Page 19: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

o Hal menarik apa yang dapat anak-anak katakan tentang hasilnya? (Harapan jawabannya adalah: “Semakin besar atau semakin meningkat.”)

o Bagaimana dengan hasil dari 5 (1)? Mengapa? Bagaimana dengan hasil dari 5 (2)? Mengapa?

o Minta siswa memperhatikan bahwa 5 (1) = 6 dan 5 (2) = 7; lalu mengarahkan mereka untuk menyimpulkan bahwa mengurangi dengan bilangan negatif adalah sama dengan menambah dengan lawannya.

Berdasar pada konsep yang sudah dimiliki siswa bahwa 3 × 2 = 2 + 2 + 2 = 6 dan 3 × (2) = (2) + (2) + (2) = 6, para siswa diharapkan akan mampu menemukan aturan sendiri jika dihadapakan dengan tugas atau kegiatan lain seperti.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru ini jauh lebih baik dari proses pembelajaran yang dilakukan guru-guru sebelumnya. Karena ia telah berusaha membantu siswanya untuk menemukan kembali pengetahuan matematika sebagaimana yang ditemukan para matematikawan dahulu. Guru tersebut dapat dianalogikan dengan seseorang yang memberi kail dan tidak memberi ikan; sebagaimana dinyatakan pepatah: “A person given a fish is fed for a day. A person taught to fish is fed for live.” Jelaslah bahwa selama di kelas, para siswa dilatih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi layaknya diberi seekor ikan yang dapat dan tinggal dimakan selama sehari saja, namun, mereka dilatih seperti layaknya belajar cara menangkap, dengan diberi kail, sehingga ia bisa makan ikan selama hidupnya. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, diharapkan akan ada perubahan dari:1. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan

paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah.

a. Perhatikan empat perkalian di bawah ini.4 2 = ….3 2 = ….2 2 = ….1 2 = ….

….b. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik.

a. Perhatikan empat perkalian di bawah ini.4 (2) = ….3 (2) = ….2 (2) = ….1 (2) = ….

….b. Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik.

19

Page 20: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

2. Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa). Perhatikan bahwa dari pengetahuan yang sudah dimiliki tentang 5 4, 5 3, 5 2, dan 5 1 maupun 4 (2), 3 (2), 2 (2), dan 1 (2) para siswa difasilitasi untuk dapat mengembangkan pengetahuan baru tentang 5 0, 5 (1), 5 (2) maupun 0 (2), (1) (2), (2) (2), (3) (2), dan (4) (2), sehingga secara mandiri mereka dapat menemukan bahwa 5 (3) = 5 + 3 = 8 maupun (5) (2) = 5 × 2 = 10.

3. Dari siswa yang hanya mengikuti dan menunggu diperintah berubah ke siswa yang mandiri. Dalam arti, para siswa juga difasilitasi untuk belajar memutuskan hal-hal yang baik dan masuk akal. Seorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan (telling) atau hanya untuk pemahaman (understanding) saja, namun para guru dituntut juga unuk memfasilitasi siswanya untuk berpikir sehingga mereka dapat menjadi siswa yang mampu belajar secara mandiri (independent learners), berpikiran maju, dan kreatif. Dengan kata lain, guru yang secara demokratis dan tidak mendikte, akan menyebabkan para siswa terfasilitasi untuk belajar memutuskan sendiri, sehingga para siswa kita diharapkan akan menjadi Warga Negara Indonesia yang secara bersama-sama ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib bangsa, negara, dan warganya. Menurut penulis, para pemimpin Bangsa Indonesia dahulu seperti Ki Hadjar Dewantoro, M Natsir, dan HOS Tjokroaminoto yang dengan tekun telah menyiapkan kader-kader bangsa berikutnya yang mandiri, idealis, berpikiran maju, dan rasional perlu ditiru para guru matematika kini. Merekalah para guru bangsa yang memiliki karakter yang harus kita teladani. Jelaslah sekarang akan pentingnya peran guru untuk ikut mencerdaskan dan memandirikan kehidupan bangsanya.

Sejalan dengan munculnya teori pembelajaran terbaru yang dikenal dengan konstruktivisme, menguatnya isu demokratisasi pendidikan, semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin dibutuhkannya kemampuan memecahkan masalah dan berinvestigasi, dan semakin banyak dan cepatnya penemuan teori-teori baru, maka pendekatan seperti Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education), Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), serta Pendekatan Pembelajaran Matematika Kontekstual (Contextual Teaching & Learning) merupakan pendekatan-pendekatan yang sangat dianjurkan para pakar untuk digunakan selama proses pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia. Karena itulah pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat disarankan adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada suatu pendapat bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh para siswa yang juga akan memfasilitasi siswa untuk belajar mandiri.

Sekali lagi perhatikan empat perkalian di bawah ini.4 2 = ….3 2 = ….2 2 = ….1 2 = ….

20

Page 21: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

….Karena para siswa sudah mempelajari perkalian dua bilangan bulat, sehingga diharapkan para siswa akan mendapatkan hasil berikut.

4 2 = 83 2 = 62 2 = 41 2 = 2

….Coba perhatikan perkalian dua bilangan bulat beserta hasil perkaliannya. Adakah hal-hal yang menarik? Mengapa?1. Keindahan (beautifulness)

Perhatikan sekali lagi perkalian dua bilangan bulat beserta hasil perkaliannya. Alangkah indahnya pola atau struktur pada perkalian dua bilangan bulat di atas, di mana hasilnya adalah berturut-turut dari atas adalah: 8, 6, 4, 2, ..., sebagai hasil perkalian berturut-turut dari: 4 2, 3 2, 2 2, 1 2, ... . Indah bukan? Hal seperti ini yang seharusnya ditunjukkan juga ketika para siswa mempelajari matematika, bukan hanya isi materi dan prosesnya saja, namun juga keindahan matematikanya harus ditonjolkan juga selama proses belajar matematika sedang berlangsung di kelas-kelas matematika.

2. Rasa ingin tahu (curiosity)Rasa ingin tahu (curiosity) para siswa akan muncul ketika muncul pertanyaan seperti berikut ini:

o Mengapa hasil perkaliannya berturut-turut adalah: 8, 6, 4, 2, ...?o Apa ada hubungannya dengan perkaliannya, yaitu: 4 2, 3 2, 2 2, 1

2, ... ?o Hubungan apa saja antara perkalian dua bilangan dengan hasilnya?o Bagaimana jika perkalian itu dilanjutkan? Apa yang akan terjadi?

3. Kemasuk-akalan alasan (reasonableness)Setelah rasa ingin tahu (curiosity) para siswa muncul, selanjutnya diharapkan para siswa akan menjawab pertanyaan tadi. Di dalam menjawab beberapa pertanyaan yang muncul tadi, para siswa harus bersikap dan memperhatikan kemasuk-akalan alasan (reasonableness). Sikap ini merupakan sikap dan nilai baik yang harus dimiliki dan mempelajarinya di kelas-kelas matematika. Beberapa jawaban pertanyaan di atas adalah sebagai berikut.

o Hasil perkaliannya adalah: 8, 6, 4, 2, ... yang merupakan hasil dari 4 2, 3 2, 2 2, 1 2, ....

o Hasil perkaliannya berkurang dua-dua karena bilangan pengalinya turun satu-satu.

o Hubungannya adalah, ketika pengalinya turun atau berkurang 1 maka hasil perkaliannya turun atau berkurang 2. Mengapa bukan berkurang tiga-tiga misalnya, kok berkurang dua-dua? Pada contoh ini nampaklah bahwa rasa ingin tahu (curiosity) para siswa akan muncul juga ketika melakukan proses menentukan kemasuk-akalan alasan (reasonableness) yang sebelumnya. Tentunya jawabannya adalah karena pengalinya 2. Bagaimana jika pengalinya 5? Bagaimana jika

21

Page 22: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

pengalinya 5? Nah sebetulnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini jika muncul dari siswa, berarti Bapak dan Ibu guru Matematika sudah separuh berhasil memandirikan siswanya. Ingat, imagine the future, Bapak dan Ibu guru Matematika sudah separuh berhasil mengaderkan siswanya untuk menjadi matematikawan muda. Bapak dan Ibu guru Matematika, itulah keadaan ideal yang diharapkan.

o Jika perkalian itu dilanjutkan akan didapat sebagai berikut.0 2 = 0

(1) 2 = 2(2) 2 = 4(3) 2 = 6

….o Mengapa begitu? Ya karena sesuai dengan yang didapatkan siswa

sebelumnya, yaitu jika pengalinya turun atau berkurang 1 maka hasil perkaliannya turun atau berkurang 2.

o Dari hasil itu dapat disimpulkan para siswa sendiri pengetahuan yang baru bahwa hasil perkalian bilangan bulat negatif dan bilangan bulat positif adalah bilangan bulat negatif.

o Adakah cara mudah untuk melakukan perkalian tersebut, seperti 200×50? Bagaimana caranya? Berdasar hasil di atas sebelumnya, juga dapat disimpulkan bahwa cara mudah adalah menghitung hasil perkalian 200 dan 50 namun hasilnya mesti berupa bilangan negatif. Jadi 200×50 = 10.000.

4. Penghargaan (appreciation)Dengan tiga dari empat sikap serta nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran matematika di kelas, itulah seperti yang dipaparkan di atas, maka diharapkan pada para siswa akan muncul penghargaan (appreciation) tentang pentingnya matematika dan selama pembelajaran matematika di kelas, diharapkan juga para siswa akan berusaha untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai tersebut.

Penutup

Sekali lagi, imagine the future, peran suci dan menentukan apa saja yang dapat diemban para guru matematika untuk memajukan bangsanya? Menurut Mendikbud, menjadikan murid-muridnya mandiri dan berkepribadian. Gambar di sebelah kiri ini adalah lukisan favorit yang sering ditunjukkan Prof. Masami Isoda ketika memaparkan ide-idenya,

22

Page 23: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

yang menunjukkan bahwa Pak Guru Euclid (jubah merah) sedang belajar dengan murid-muridnya. Pak Guru Euclid hanya mengambarkan suatu masalah sedang murid-muridnya saling berdiskusi satu sama lain untuk menjawabnya. Meskipun Euclid hidup di masa silam, namun Euclid adalah tipe guru masa depan. Seperti ditunjukkan lukisan di atas, Euclid sudah berhasil membantu siswanya untuk menjadi kader dirinya, dalam arti sudah mandiri. Seperti itulah guru yang diharapkan Mendikbud Prof. Anis Baswedan.

Belajar dari lukisan dan paparan di atas, diharapkan para guru matematika memfasilitasi setiap siswanya menjadi mandiri. Namun fasilitasi para guru matematika itu jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Di samping belajar materi matematika seperti bilangan dan luas bangun datar maka yang lebih penting lagi adalah memfasilitasi setiap siswanya untuk belajar kemampuan berpikir dan bernalar dan memiliki sikap dan nilai berupa: (1) keindahan (beautifulness), (2) rasa ingin tahu (curiosity), (3) kemasuk-akalan alasan (reasonableness), (4) penghargaan (appreciation). Berkait dengan proses pembelajaran yang ideal di kelas adalah dengan memfasilitasi para siswa kita untuk belajar dan berlatih melakukan pemecahan masalah (‘learning by problem-solving is learning to solve problem’). Belajar dari Jepang, hendaknya setiap siswa di Indonesia dapat memecahkan masalah dan menemukan hal-hal baru dengan lebih baik, tanpa memperdulikan apa dan bagaimana lingkungan dan masyarakat akan berubah, mereka akan mampu memecahkan masalah mereka sendiri di masa yang akan datang. Sebagian guru matematika di Indonesia sudah melakukan hal-hal seperti keadaan ideal tersebut, namun untuk mengantisipasi persaingan global maka mau tidak mau semua guru matematika di Indonesia harus melakukan peran yang sama seperti keadaan ideal tersebut. Mudah-mudahan akan muncul pemecah masalah tangguh dan penemu besar dari bumi Indonesia. Mudah-mudahan juga akan ada penerima hadiah Nobel dari bumi Indonesia. Amin.

Daftar Pustaka

Bastow, B. Hughes, J. Kissane, B. & Randall, R. (1986). Another 20 Mathematical Investigational Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia (MAWA).

Cooney, T.J. Davis, E. J. dan Henderson, K.B. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company.

Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York: Macmillan.De Lange, J. (2004). Mathematical Literacy for Living from OECD-PISA

Perspective. Paris: OECD-PISA.Even R.; Ball, D.L. (2009). Setting the stage for the ICMI study on the professional

education and development of teachers of mathematics. Pada Even R.;

23

Page 24: PEMBELAJARAN KUANTOR - Web viewJawaban tersebut yang akan dipaparkan pada ... aljabar, statistika, analisis ... masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), Gauss dan teman-teman sekelasnya

Ball, D.L. (Eds). The Professional Education and Development of Teachers of Mathematics. New York: Springer

Fitzgerald, M. and James, I. (2007). The Mind of the Mathematician. Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Isoda, M. & Nakamura, T. (2011). The theory of Problem Solving Approach on Lesson Study for All APEC Economies on Isoda, M. & Nakamura, T. (Chief editors): Mathematics Education Theories for Lesson Study: Problem Solving Approach through Extension and Integration (Special Issue of EARCOME 5). Tokyo: Journal of Japan Society of Mathematical Education.

Isoda, M. & Katagiri, S. (2012). Mathematical Thinking. Singapore: World Scientific.

Isoda, M. (2015a). Mathematical Thinking: How to Develop It in the Classroom. Power Point presented on Course on Developing Lesson Study in Mathematics Education for Primary (Mathematics) Teachers, October 16 – 29, 2015, Yogyakarta: SEAMEO for QITEP in Mathematics.

Isoda, M. (2015b). What is the product of Lesson Study? Japanese Mathematics Textbook and Theory of Teaching. Power Point presented on Course on Developing Lesson Study in Mathematics Education for Primary (Mathematics) Teachers, October 16 – 29, 2015, Yogyakarta: SEAMEO for QITEP in Mathematics.

Kemdikbud (2014). Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia. Power Point presented by the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia in front of all the Head of Education and Culture Districts Offices. Jakarta: Kemdikbud.

NCTM (1999). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston: NTCM. Diunggah 21 April 2001 pukul 12.00.

Polya, G. (1973). How to Solve It (2nd Ed). Princeton: Princeton University Press.Shadiq, F. (2010). Identifikasi Kesulitan Guru Matematika SMK pada Pembelajaran

Matematika yang Mengacu pada Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Edumat: Jurnal Edukasi Matematika, Nomor 1, Volum 1, 49 – 60.

Tran Vui (2001). Practice Trends and Issues in the Teaching and Learning of Mathematics in the Countries. Penang: Recsam.

Wikipedia (….). Carl Friedrich Gauss. https://en.wikipedia.org/wiki/Carl_Friedrich _Gauss. Downloaded on 3 February 2016 at 11.00.

24