Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada...

89

Transcript of Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada...

Page 1: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 2: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 3: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 4: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 5: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 6: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

v

ABSTRAK

DWI ANGGOROWATI, NIM 11150480000101. PENGGUNAAN ALAT

BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE) OLEH KOMISI

PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PERKARA KARTEL DI

INDONESIA ( STUDI PUTUSAN NOMOR 294 K/ PDT.SUS/2012 DAN

163/PDT.G/KPPU2017). Program Studi Ilmu Hukum. Konsentrasi Hukum

Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta,1440 H/2019 M.vii + 69 halaman + 4 halaman daftar

pustaka + lampiran.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan

menggunakan metode pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pada

pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dan Peraturan pelaksaannya yaitu peraturan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kartel, sedangkan untuk

pendekatan kasus berdasarkan Putusan Komisi Pengawas persaingan Usaha,

Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung dengan tujuan menggali dan

memahami pemaknaan akan kebenaran yang berbeda-beda dalam kasus yang

telah diputuskan oleh Mahkamah Agung terhadap Putusan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang berkekuatan hukum tetap.

Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkapkan bahwa kekuatan

pembuktian dengan menggunakan Indirect Evidence masih menuai pro dan

kontra, dimana dalam penggunaan Indirect Evidence dalam setiap kasus kekuatan

pembuktiannya berbeda -beda. Indirect Evidence digunakan untuk mengungkap

adanya kartel karena memang sulit untuk membuktikan adanya unsur perjanjian

sedangkan dalam Undang-Undang Hukum Persaingan Usaha belum ada

penegasan dan pengaturan secara spesifik terkait penggunaan Indirect Evidence.

Kata kunci : Bukti tidak langsung, Kartel, KPPU, Mahkamah Agung

Pembimbing Skripsi : Indra Rahmatullah, S.H.I.,M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1986 – Tahun 2017

Page 7: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena

berkat rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “ Penggunaan Alat Bukti Tidak Langsung (Indirect

Evidence) Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam perkara kartel di

Indonesia (Studi Putusan Studi Putusan Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan

163/PDT.G/KPPU2017)”. Sholawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi

Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam, yang telah membawa umat manusia

dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Selanjutnya, dalam

penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan serta

bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini peneliti

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam

pembuatan skripsi ini.

3. Terkhusus Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H., Pembimbing Skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam

memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat

berharga kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini. Alhamdulillah berkat

beliau peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Terimakasih

banyak Pak Indra.

4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

vii

5. Teristimewa untuk kedua orangtuaku dan yang menjadi orang tua terhebat

dalam hidupku, yang tiada henti memberikan dukungan moril maupun materil

juga memberikan kasih sayang, nasihat, semangat, dan doa yang tak pernah

putus untuk kebahagiaan dan kesusuksesan ku.

6. Untuk kakak ku Prihatin Suyatiningsih S.Pd., terimakasih selalu

memberikan doa dan motivasi untuk selalu semangat meraih kesuksesaan.

7. Sahabat-sahabat dan teman teman seperjuangan Siti Romlah S.H. Ajeng

Arumsari S.Pd., Erdi Purnomo S.H., Maricha Nasution, Adelia Nawakartika,

Nurul Miftahul Jannah, Siti Nurhalimah, Eli Widiastuti, Dian Novianna,

Widya Nur Alifah, Khoirunnisa, Anggi Ristiana, Jejen Jaelani. Terimakasih

untuk persahabatan selama ini yang senantiasa memberikan nasihat,

semangat, dan dukungannya, kalian sudah seperti keluarga bagi ku.

8. Teman-teman KKN Mentari, Tiara, Ratna, Diyah, Enggar dan teman teman

lain. Terimakasih atas kebersamaan kalian untuk selalu saling memotivasi

dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi.

9. Keluarga Besar MCC UIN Jakarta dan Keluarga Besar DPC Permahi

Tangerang yang telah menjadi wadah untuk berproses bagi peneliti.

10. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Peneliti menyadari dalam penelitian skripsi ini banyak terdapat

kekurangan dan perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini

memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk

perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Sekian dan

terima kasih.

Jakarta, Oktober 2019

Dwi Anggorowati

Page 9: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah .................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6

D. Metode Penelitian................................................................... 7

E. Sistematika Penelitian ........................................................... 9

BAB II : TINJAUAN UMUM SISTEM PEMBUKTIAN DI INDONESIA

A. Kerangka Konseptual ............................................................. 11

B. Kerangka Teoritis ................................................................... 22

C. Pembuktian Dalam Kartel di Amerika Serikat dan Indonesia 25

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ...................................... 33

BAB III : PENERAPAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT

EVIDENCE) DI INDONESIA

A. Alat Bukti dalam Hukum Persaingan Usaha .......................... 35

B. Bukti Langsung (Direct Evidence dan Indirect Evidence dalam

Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.................................. 36

C. Kelebihan dan kekurangan Indirect Evidence dalam Hukum

Persaingan Usaha ................................................................... 39

D. Kronologis Kasus Perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan

163/PDT.G/KPPU/2017 ......................................................... 43

Page 10: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

ix

BAB IV : PENGGUNAAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG

(INDIRECT EVIDENCE ) DALAM PUTUSAN OLEH

MAHKAMAH AGUNG BERKAITAN DENGAN PERKARA

KARTEL NOMOR 294 K/PDT.SUS/2012 DAN PERKARA

NOMOR 163/PDT.G/KPPU/2017

A. Pertimbangan Hakim Menolak Bukti Tidak Langsung (Indirect

Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor 294 K/PDT.SUS/2012

................................................................................................ 51

B. Pertimbangan Hakim Menerima Bukti Tidak Langsung (Indirect

Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor

163/PDT.G/KPPU/2017 ......................................................... 53

C. Analisis Peneliti Terkait Penggunaan Indirect Evidence dalam

Pembuktian Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ............ 55

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 65

B. Rekomendasi .......................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 67

LAMPIRAN

Page 11: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya

kesejahteraan rakyat, dalam hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Perekonomian Nasional dan

Kesejahteraan Sosial. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas

dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Hal ini pun sesuai

dengan Pasal 2 mengenai Asas dan Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

yang mana pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Persaingan usaha merupakan suatu hal yang penting untuk mendorong

roda pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara khususnya di Indonesia,

karena dengan adanya persaingan usaha menjadikan para pelaku usaha agar

selalu berinovatif untuk selalu mengembangkan usahanya sehingga

memunculkan produk atau jasa yang bervariasi dengan harga yang bervariasi

pula. Namun pesatnya perkembangan dunia usaha, adakalanya menjadikan

persaingan usaha menjadi tidak sehat karena beberapa faktor.

Seringkali suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain yang

mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mendorong mereka untuk

mengambil tindakan bersama dengan tujuan memperkuat ekonomi mereka dan

mempertinggi keuntungan. Ini akan membatasi tingkat produksi maupun

tingkat harga melalui kesepakatan bersama diantara mereka. Kesemuanya

dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya persaingan yang merugikan

mereka sendiri. Apabila berpegang pada teori monopoli, maka suatu kelompok

Page 12: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

2

industri yang mempunyai kedudukan oligopolis akan mendapatkan keuntungan

yang maksimal bila mereka secara bersama berlaku sebagai monopolis. Dalam

praktiknya kedudukan oligopolis ini diwujudkan melalui apa yang disebut

asosiasi-asosiasi. Melalui asosiasi ini mereka dapat mengadakan kesepakatan

bersama mengenai tingkat produksi, tingkat harga, wilayah pemasaran, dan

sebagainya, kemudian kesepakatan tersebut melahirkan kartel, yang dapat

mengakibatkan terciptanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat. Selain itu, kartel akan menyebabkan kerugian bagi konsumen karena

terbatasnya barang atau jasa di pasar.1

Apabila kita melihat praktik-praktik monopoli di masa lalu, krisis moneter

yang berlanjut pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia Tahun 1997,

menyadarkan pemerintah pada waktu itu akan betapa lemahnya dasar ekonomi

Indonesia. Hal ini karena pemerintah Indonesia di era Orde Baru mengeluarkan

berbagai kebijakan yang kurang tepat pada sektor ekonomi sehingga

menyebabkan pasar menjadi terdistorsi. Kedudukan monopoli yang ada lahir

karena adanya fasilitas yang diberikan oleh pemerintah serta ditempuh melalui

praktik bisnis tidak sehat, seperti persekongkolan penetapan harga melalui

kartel menetapkan mekanisme yang menghalangi terbentuknya kompetisi,

menciptakan barier to entry, dan juga terbentuknya integrasi horizontal dan

vertikal. Perpanjangan kondisi yang demikian secara terus menerus

mengakibatkan saat terjadinya krisis moneter, nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing khususnya terhadap dollar Amerika menjadi terpuruk dan membuka

tabir ketidakberesan dunia usaha di Indonesia.2

Berdasarkan praktik monopoli di masa lalu, hal ini lah yang menjadikan

peneliti ingin meneliti mengenai masalah dalam penanganan kartel, karena

kartel merupakan salah satu yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter

yang berlanjut pada krisis ekonomi pada masa itu. Kita bisa lihat bahwasannya

1 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 282.

2 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana,2012), h.,702.

Page 13: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

3

sepanjang sepuluh tahun terakhir ini yakni dari Tahun 2009 sampai 2019 telah

terjadi tujuh kasus perkara mengenai kartel, berarti artinya dalam kurun waktu

sepuluh terakhir telah terjadi kartel secara terus menerus. Apabila hal ini terjadi

secara berkelanjutan dan kurangnya penanganan kartel, dapat mengakibatkan

persaingan usaha tidak sehat, dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan

mengalami krisis ekonomi kembali.

Dalam menentukan apakah suatu pelaku usaha melakukan praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, Komisi Pengawas Persaingan

Usaha memerlukan alat-alat bukti yang mana tertuang dalam Pasal 42 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan atau Persaingan

Usaha Tidak Sehat Jo. Pasal 72 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Alat-alat bukti

tersebut adalah: Keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen,

petunjuk, keterangan pelaku usaha, termasuk keterangan pelapor dan terlapor3

Adanya alat bukti yang tertuang dalam Pasal 42 Undang- Undang Nomor

5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan atau Persaingan Usaha

tidak sehat Jo. Pasal 72 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tidak

sehat Tentang Tata Cara Penanganan Perkara, dalam hal penanganan kartel

membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha menjadi sulit untuk

mengungkap adanya suatu kartel yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Hal

ini dapat kita lihat bahwasannya banyak putusan yang berkaitan dengan kartel

dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini yakni dari Tahun 2009 sampai

2019, menggunakan Indirect Evidence ( bukti tidak langsung).

Dalam penggunaan Indirect Evidence oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha ini pun menjadi problematika antar instansi pemerintah baik pengadilan

negeri, maupun Mahkamah Agung yang mempunyai fungsi pengawasan

tertinggi dalam hal penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan

3 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, ... h.,190.

Page 14: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

4

dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.4 Berdasarkan Peraturan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Tahun 2010 Tentang Kartel, karakteristik kartel

yang semakin kompleksnya sehingga keberadaan lembaga persaingan usaha

telah disiasati oleh pelaku usaha untuk menghindarkan diri dari bukti-bukti

kartel seperti pertemuan rutin, perjanjian untuk melakukan pengaturan dan hal-

hal yang cenderung menjadi bukti bagi penegak hukum persaingan. Dalam hal

ini berkembang model pembuktian kartel dengan menggunakan Indirect

Evidence, yang antara lain dilakukan melalui penggunaan berbagai analisis

ekonomi yang bisa membuktikan adanya korelasi antara satu fakta dengan

fakta ekonomi lainnya, sehingga akhirnya menjadi sebuah kartel yang utuh

dengan identifikasi sejumlah kerugian bagi masyarakat di dalamnya.

Menjadi permasalahan adalah ketika dalam Pasal 42 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat Jo. Pasal 72 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Tentang Tata Cara Penanganan Perkara, belum secara tegas dan spesifik

menyatakan bahwa Indirect Evidence merupakan suatu alat bukti yang sah atau

tidak. Maka, hal tersebut mengakibatkan lemahnya penanganan perkara dalam

Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga yang paling terdepan

untuk mengawasi persaingan usaha tidak sehat di Indonesia serta Mahkamah

Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Hal ini terlihat adanya

perbedaan putusan hakim dalam memutus perkara yang menggunakan Indirect

Evidence ada yang menerima dan ada yang menolak, sebagaimana dalam

putusan perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan putusan perkara Nomor.

163/PDT.G/KPPU/2017)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai

Penggunaan Alat Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence) Oleh

Mahkamah Agung dalam Perkara Kartel di Indonesia (studi kasus 294 K/

PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017).

4 Harun M. Husein, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h.,195.

Page 15: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

5

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah peneliti paparkan

sebelumnya, peneliti mengidentifikasi masalah antara lain:

a. Kurangnya penegasan alat bukti yaitu Indirect Evidence dalam

Hukum Persaingan di Indonesia sehingga mengakibatkan sulitnya

penegakkan hukum persaingan usaha tidak sehat yang berkaitan

dengan kartel.

b. Kurangnya kerjasama yang baik antara KPPU dan instansi

Pemerintah serta pelaku usaha dalam hal penyelidikan terhadap

dugaan persaingan usaha tidak sehat, sehingga KPPU sering kali

mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya karena kurang

data pendukung.

c. Kurangnya perkuatan kelembagaan persaingan usaha antara lain

yang mencakup pengembangan sumber daya manusia, sarana dan

prasarana pendukung sehingga mengakibatkan disharmonisasi dalam

menentukan kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan

persaingan tidak sehat.

d. Kurangnya publikasi terhadap peraturan yang dibuat oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dan terbatasnya ruang gerak KPPU.

e. Kurangnya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha sehat dalam

pendidikan baik formal maupun informal.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

dipaparkan, banyak permasalahan-permasalahan penting yang perlu

dijawab, akan tetapi untuk mempermudah penelitian ini, perlu diadakan

pembatasan masalah, agar pembahasan dari penelitian ini hanya

berfokus untuk menjawab satu permasalahan yaitu berkaitan dengan

Penggunaan Indirect Evidence oleh Mahkamah Agung, yang mana

berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 294 K/

PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017 sebagai

Page 16: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

6

putusan yang diterima dan ditolak oleh Mahkamah Agung berkaitan

dengan adanya penggunaan Indirect Evidence.

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah adanya

ketidaksesuaian antara Putusan Mahkamah Agung dengan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dalam penggunaan Indirect Evidence

dalam menangani perkara Kartel.

Adapun pertanyaan penelitian dari permasalahan di atas adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana penggunaan alat bukti tidak langsung (Indirect Evidence)

pada Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Perkara Nomor

294 K/ PDT.SUS/2012 dan 163/PDT.G/KPPU/2017?

b. Bagaimana Penggunaan Indirect Evidence dalam Sistem Pembuktian

dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penggunaan alat bukti tidak langsung (Indirect

Evidence) pada Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,

Perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan

163/PDT.G/KPPU/2017.

b. Untuk mengetahui posisi penggunaan Indirect Evidence dalam

Sistem Pembuktian di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari adanya penelitian ini adalah:

a. Manfaat bagi peneliti adalah untuk melatih kemampuan dan

menerapkan teori- teori yang telah didapatkan dari bangku kuliah

kedalam sebuah penelitian terhadap fenomena yang terjadi di

lapangan dan merumuskan kedalam sebuah tulisan ilmiah sebagai

Page 17: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

7

syarat mendapat gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Syariah dan

Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat bagi pemerintah, yaitu sebagai kajian lebih lanjut terhadap

pembuktian dalam penanganan perkara kartel di Komisi Pengawas

Persaingan Usaha serta Mahkamah Agung.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah normatif, yang

mana penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang mencakup penelitian

terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi vertikal dan

horizontal, perbandingan hukum antar negara, ataupun dari

perkembangan hukum positif dari kurun waktu tertentu.5

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan penelitian hukum kualitatif, yaitu

penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan

konteks naturalnya (bukan di dalam labolatorium) dimana peneliti

tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati. Serta

penelitian kualitatif berusaha menggali dan memahami pemaknaan akan

kebenaran yang berbeda-beda oleh orang yang berbeda.6

3. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data

sekunder dan data tersier:

a. Data Primer, data yang berupa putusan yang berkaitan dalam

penggunaan Indirect Evidence dalam kartel di Indonesia yaitu

Putusan perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan 163/Pdt.

G/KPPU/2017.

5 Mukti Fajar dan Yulianto achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.,44.

6 Samiaji Sarosso, Penelitian Kualitatif Dasar-dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012), h.,7.

Page 18: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

8

b. Data Sekunder, adalah data yang berasal dari studi kepustakaan

melalui literatur ilmiah berupa buku, jurnal, artikel, dan lain

sebagainya yang berkaitan.

c. Data tersier, adalah data yang berupa ensiklopedia atau kamus

ataupun internet.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data adalah berbagai cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data, menghimpun, mengambil, atau

menjaring data penelitian. Adapun metode dan teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen yaitu

pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak

dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui oleh pihak

tertentu. Studi dokumen dilakukan dengan mengkaji putusan yang

mana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 294 K/

PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017. 7

5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,

mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengkategorikan

sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus masalah yang

ingin dijawab.8

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah

metode analisis data deskriptif dan analisis data naratif.

a. Analisis data deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi

yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah

dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat

dan situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-

kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses

7 Abdul Khadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti,2004), h.,81-83.

8 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, ...h.,209.

Page 19: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

9

yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu

fenomena. Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja

membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan

suatu studi komparatif.9

b. Analisis Naratif, dimana peneliti akan menganalisis informasi yang

berisi rangakaian peristiwa dari waktu kewaktu yang dijabarkan

dengan urutan awal, tengah dan akhir.10

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada “Buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.”

E. Sistematika Penelitian

Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan

dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan

menjadi 5 (lima ) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

BAB 1 : Pendahuluan memuat secara keseluruhan mengenai latar

belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan danmanfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Merupakan kajian pustaka yang bersumber pada bahan hukum

mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti. Kajian pustaka tersebut terdiri dari kerangka teori dan

kerangka konseptual dan juga tinjauan (review) terdahulu.

BAB III : Berisi data penelitian yaitu rangkuman Putusan Perkara 294 K/

9 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 2014), h.,144.

10Samiaji Sarosso, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar,...h.,84.

Page 20: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

10

PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017

serta peraturan yang berkaitan.

BAB IV : Bab ini membahas mengenai analisis putusan 294 K/

PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017

berkaitan dengan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

dalam menerima maupun menolak Putusan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang berhubungan dengan posisi Indirect

Evidence dalam pembuktian di Indonesia.

BAB V : Penutup berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas

permasalahan yang diteliti dan juga direkomendasikan dari

hasil penelitian.

Page 21: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

11

BAB II

TINJAUAN UMUM SISTEM PEMBUKTIAN DI INDONESIA

A. Kerangka Konseptual

1. Arti Pembuktian

Praktik peradilan selalu menjadi harapan masyarakat yang mencari

keadilan, dalam menyuguhkan pembuktian dalam berbagai rangkaian

kegiatannya. Pembuktian selalu memberikan arti yang sangat

bermanfaat untuk pencarian kebenaran yang hakiki, dalam

memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat. Arti penting pembuktian

ini sangat bersifat menyeluruh dan universal, serta merupakan suatu

basis utama dalam tata kelola hukum atas suatu peristiwa dan keadaan

hukum, yang tentunya telah mengakibatkan hukum dalam artian yang

konkret.1 Dengan demikian perhatian mengenai pembuktian mesti

mendapat perhatian lebih oleh negara, agar setiap warga negara menjadi

tenang dan berbahagia, dalam meraih impian dan cita-cita, menjadi

masyarakat yang berkeadilan, berkesejahteraan dan berbahagia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “bukti” terjemahan

dari Bahasa Belanda, bewijs diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan

kebenaran suatu peristiwa. Dalam kamus hukum, bewijs diartikan

sebagai segala sesuatu yang memperlihatkan kebenaran fakta tertentu

atau ketidakbenaran fakta lain oleh para pihak dalam perkara

pengadilan, guna memberi bahan kepada hakim bagi penilaiannya.

Sementara itu, membuktikan berarti memperlihatkan bukti dan

pembuktian diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara

membuktikan.2

R. Soepomo berpendapat bahwa pembuktian mempunyai dua arti.

Pertama dalam arti luas, pembuktian membenarkan hubungan hukum.

1 Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian Dalam Pencapain Keadilan, (Depok: PT

RajaGrafido Persada, 2018), h.,24.

2 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h.,3.

Page 22: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

12

Misalnya jika hakim mengabulkan gugatan penggugat. Gugatan

penggugat yang dikabulkan mengandung arti hakim telah menarik

kesimpulan bahwa hal yang dikemukakan oleh penggugat sebagai

hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah benar, oleh

karena itu membuktikan dalam arti yang luas berarti memperkuat

kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Kedua, dalam

arti terbatas, pembuktian hanya diperlukan apabila hal yang

dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat.3

Menurut Sudikmo Mertokusumo, membuktikan mempunyai

beberapa pengertian yaitu arti logis, konvensional, dan yuridis.

Pertama, membuktikan dalam arti logis ialah memberikan kepastian

yang bersifat mutlak karena berlaku bagi setiap orang dan tidak

memungkinkan adanya bukti lawan. Kedua, pembuktian dalam arti

konvensional inilah memberikan kepastian yang bersifat nisbi atau

relatif, yang sifatnya mempunyai tingkatan-tingkatan. Memberikan

kepastian yang bersifat nisbi atau relatif ini dibagi menjadi dua, yakni

kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, atau kepastian yang

bersifaf intuitif yang biasa disebut conviction intime dan kepastian yang

didasarkan atas pertimbangan akal yang biasa disebut conviction

rasionance. Ketiga, membuktikan dalam arti yuridis ialah memberi

dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang

bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa

yang diajukan.4

Selanjutnya adalah mengenai pengertian hukum pembuktian, M.

Yahya Harahap tidak mendifinisikan hukum pembuktian, melainkan

memberi definisi pembuktian sebagai ketentuan-ketentuan yang berisi

penggarisan dan pedoman tentang tata cara yang dibenarkan undang-

undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

3 R. Subekti, Hukum Pembuktian Cetakan ke 1, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), h.,1.

4 Sudikmo Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1982), h., 101.

Page 23: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

13

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur mengenai alat

bukti yang boleh digunakan hakim guna membuktikan kesalahan

terdakwa.5

2. Parameter Pembuktian

Perjuangan Keadilan untuk sejatinya, memenuhi hasrat berhukum

yang baik dan benar, haruslah taat pada kaidah-kaidah ataupun hal-hal

yang fundamental adanya pembuktian yang bertujuan mulia yaitu

mendapatkan dan memberikan keyakinan penyidikan, penuntutan

hingga hakim dalam memutuskan dan mengakhiri pergolakan di

peradilan. Adapun karakter atau parameter pembuktian sebagai hal

fundamental terkait suatu pembuktian adalah 6

Pertama, suatu bukti haruslah relevan dengan sengketa atau

perkara yang sedang di proses, Artinya, bukti tersebut berkaitan dengan

fakta-fakta yang menunjuk pada suatu kebenaran suatu peristiwa.

Kedua, suatu bukti haruslah dapat diterima atau admissible. Biasanya

suatu bukti yang diterima dengan sendirinya dengan relevan.

Sebaliknya, suatu bukti yang tidak relevan, tidak dapat diterima.

Kendatipun demikian, dapat saja suatu bukti relevan, tetapi tidak dapat

diterima. Misalnya adalah testimoni de auditu atau kearsay, yakni

mendengar kesaksian dari orang lain. Tegasnya, suatu bukti yang dapat

diterima pasti relevan, namun tidak sebaliknya, suatu bukti yang

relevan belum tentu dapat diterima. Dengan kata lain, primacie dari

bukti yang diterima adalah bukti yang relevan.

Ketiga, adalah exclusionary rules. Dalam beberapa literatur dikenal

dengan exclusionary discretion. Phyllis B. Gerstenfeld memberi definisi

istilah exclusionary rules sebagai prinsip hukum yang mensyaratkan

tidak diakuinya bukti yang diperoleh secara melawan hukum.

5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapann KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h., 252.

6 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 10-13.

Page 24: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

14

Tegasnya, peraturan yang mensyaratkan bahwa bukti yang diperoleh

secara ilegal tidak dapat diterima di pengadilan. Terlebih dalam konteks

pidana, kendatipun suatu bukti relevan dan dapat diterima dari sudut

pandang penuntut umum, bukti tersebut dapat dikesampingkan oleh

hakim bilamana perolehan bukti tersebut dilakukan tidak sesuai dengan

aturan. Keempat, dalam konteks pengadilan, setiap bukti yang relevan

dan dapat diterima harus dapat dievaluasi oleh hakim. Dalam konteks

yang demikian, kita memasuki kekuatan pembuktian atau

bewijsskracht. Di sini hakim akan menilai setiap bukti yang satu dengan

yang bukti lain, kemudian akan menjadikan bukti-bukti tersebut sebagai

dasar pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan.

Selanjutnya adalah empat karakter hukum pembuktian yang

dikenal dalam hukum pembuktian modern7:

a. Hukum pembuktian meliputi hal yang sangat luas. Di sini Hukum

pembuktian meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan

pembuktian itu sendiri, dimulai dari tahap pengumpulan bukti,

penyampaian bukti sampai ke pengadilan, penilaian terhadap setiap

bukti sampai pada beban di pengadilan.

b. Perkembangan hukum pembuktian sangat berpengaruh bagi

perkara yang sedang ditangani dan bukti yang dimiliki. Di sini,

perkembangan zaman, termasuk perkembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan, akan sangat berpengaruh pada hukum pembuktian.

c. Hukum pembuktian bukanlah sistem yang teratur. Kuat atau

lemahnya pembuktian tergantung pada kesesuaian antara fakta

yang satu dengan fakta yang lain yang dapat dibuktikan dan

diyakinkan kepada hakim. Ada kalanya material facts atau fakta-

fakta pokok yang harus dibuktikan pada kenyataannya tidak bisa

meyakinkan hakim, dengan sendirinya pembuktian atas fakta

tersebut dianggap lemah. Dapat juga fakta yang satu yang harus

7 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian,...h., 13.

Page 25: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

15

membuktikan fakta yang lain (Factum probandum) terdapat

ketidaksesuaian sehingga pembuktian yang demikian juga

dianggap lemah.

d. Tidak ada satu kesatuan hukum pembuktian yang dapat diterapkan

untuk semua proses hukum. Dalam konteks hukum pembuktian di

Indonesia, masing-masing lapangan hukum memiliki hukum

pembuktian sendiri. Ada hukum pembuktian pidana dan ada

pembuktian perdata, bahkan seiring perkembangan berbagai

kejahatan, hukum pembuktian tergantung pada kejahatan yang

dihadapi. Misalkan saja hukum pembuktian pidana memiliki

berbagai macam pembuktian tergantung pada kejahatan yang

dihadapi. Tindak Pidana umum yang ada dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), Pembuktiannya mengikuti apa

yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), sedangkan tindak pidana khusus, masing-masing

memiliki hukum pembuktian tersendiri seperti tindak pidana

korupsi, tindak pidana terorisme dan tindak pidana pencucian uang.

Hal-hal di atas merupakan hal fundamental dalam hal

pembuktian adapun parameter lebih lanjutnya mengenai pembuktian

adalah sebagai berikut:8

a. Bewijstheorie

Bewijstheorie adalah teori pembuktian yang dipakai sebagai

dasar pembuktian oleh hakim di pengadilan. Ada empat teori

pembuktian. Pertama, Positief wettelijk beweijstheorie yang mana

hakim terikat secara positif kepada alat bukti menurut undang-

undang. Artinya, jika dalam pertimbangan, hakim telah

menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti

yang disebut dalam undang-undang tanpa di perlukan keyakinan,

hakim, dapat menjatuhkan putusan. Kedua, conviction intime, yang

8 Ansori Sabuan, Syariffuddin Petanasse dkk, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Angkasa Bandung, 1990), h., 189.

Page 26: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

16

berarti keyakinan semata. Artinya, dalam menjatuhkan putusan,

dasar pembuktiannya semata-mata diserahkan kepada keyakinan

hakim. Dia tidak terikat kepada alat bukti, namun atas dasar

keyakinan yang timbul dari hati nurani dan sifat bijaksana seorang

hakim, ia dapat menjatuhkan putusan. Ketiga, conviction raisonee,

Artinya, dasar pembuktian menurut keyakinan hakim dalam batas-

batas tertentu atas alasan yang logis. Disini, hakim diberi

kebebasan untuk memakai alat-alat bukti disertai dengan alasan

yang logis. Keempat, negatief wettelijk bewijstheorie. Dasar

pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat

bukti dalam undang-undang secara negatif.9

b. Bewijsmiddelen

Bewijsmiddelen adalah alat-alat bukti yang digunakan untuk

membuktikan telah terjadinya suatu peristiwa hukum. Mengenai

apa saja yang menjadi alat bukti, akan diatur dalam hukum acara.

Dalam buku IV Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata yang

mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa, alat bukti terdiri atas:

bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan, pengakuan,

sumpah dan segala sesuatu dengan mengindahkan aturan-aturan

yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut.

Dalam hukum acara pidana di Indonesia, alat bukti yang diakui

di pengadilan sama dengan alat bukti yang digunakan di banyak

negara. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah dalam

hukum acara pidana adalah keterangan saksi, keterangan ahli,

surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Dalam perkembangan di Indonesia masing-masing hukum

acara memuat ketentuan mengenai alat bukti yang berbeda antara

satu dengan yang lainnya. Misalnya hukum acara Mahkamah

Konstitusi menyebutkan bahwa alat bukti dalam persidangan

9 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 15.

Page 27: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

17

Mahkamah Konstitusi adalah surat atau tulisan, keterangan saksi,

keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk dan alat bukti lain

berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa

dengan itu.10

Dalam konteks hukum Pidana, untuk menanggulangi

kejahatan-kejahatan luar biasa seperti terorisme dan korupsi, alat

bukti yang dapat digunakan di depan sidang pengadilan tidak

sebatas yang termaktub dalam Pasal 184 KUHAP semata, tetapi

juga alat bukti lainnya. Dalam Undang-undang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme, dikenal alat bukti lain berupa informasi

yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Demikian

pula alat bukti lain berupa data, rekaman, atau informasi yang

dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan

dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas

kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara

elektronik termasuk, tetapi tidak terbatas pada, tulisan, suara atau

gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda angka

simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami

oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Perluasan alat bukti seperti dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana terorisme, yaitu segala sesuatu yang

dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana terorisme dapat

digunakan dalam sidang pegadilan. Artinya, sudah tidak ada

pembatasan yang tegas antara alat bukti dan barang bukti.

Demikian halnya dalam menghadapi perkembangan teknologi

informasi, data elektronik adalah alat bukti yang sah dan dapat

10

Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian,...h., 19.

Page 28: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

18

digunakan dalam sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.11

c. Bewijsvoering

Secara harfiah Bewijsvoering diartikan sebagai penguraian cara

bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di

pengadilan bagi negara-negara yang cenderung menggunakan due

process model dalam sistem peradilan pidananya, perihal

Bewijsvoering ini cukup menjadi perhatian. Dalam Due Process

Model, negara begitu menjunjung tinggi hak asasi manusianya

(Hak-hak tersangka) sehingga acap kali seorang tersangka

dibebaskan oleh pengadilan dalam pemeriksaan praperadilan

lantaran bukti di peroleh dengan cara tidak sah yang biasa disebut

unlawful legal evidence.

d. Bewijslast

Bewijslast adalah pembagian beban pembuktian yang

diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan suatu

peristiwa hukum. Dalam hukum positif, asas pembagian beban

pembuktian tercantum dalam Pasal 163 Herzine Indische

Reglement, Pasal 283 Reglement Op de Burgelijke dan Pasal 1865

Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa

yang diembani kewajiban untuk membuktikan adalah pihak yang

mendalihkan bahwa ia mempunyai suatu hak orang lain yang

menunjuk pada suatu peristiwa. Hal ini berdasarkan asas actori

incumbit Probatio yang berarti siapa yang menggugat, dialah yang

wajib membuktikan.

11 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 15-26.

Page 29: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

19

3. Asas Terkait Pembuktian

Pemahaman terhadap asas dalam pendekatan ilmu hukum

merupakan landasan utama yang menjadi dasar atau acuan bagi lahirnya

suatu aturan. Pemahaman terhadap asas hukum perlu sebagai tuntutan

etis dalam mendalami peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas hukum mengandung tuntutan etis. Dapat dikatakan, melalui asas

hukum, peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu

aturan etis.12

Adapun beberapa asas yang terkait dengan hukum acara termasuk

pembuktian adalah sebagai berikut:

a. Due Process of Law

Due Process of Law diartikan sebagai seperangkat prosedur

yang diisyaratkan oleh hukum sebagai standar beracara yang

berlaku universal. Dalam kaitannya dengan pembuktian, due

process of law memiliki hubungan yang erat dengan masalah

bewijsvoering yaitu cara memperoleh, mengumpulkan, dan

menyampaikan bukti sampai ke pengadilan. Tidak jarang hal-hal

yang bersifat formalistik mengesampingkan kebenaran materiil. Di

negara-negara yang menjunjung tinggi due process of law, dalam

hukum acaranya, perlindungan terhadap individu dari tindakan

sewenang-wenang aparat negara mendapat perhatian khusus.13

b. Presumption of Innocent

Presumption of Innocent diartikan sebagai asas praduga tidak

bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan

bersalah dan telah mempunyai kekuatan hukum. Di sisi lain dikenal

juga asas Presumption of Guilt yang artinya, seseorang sudah

12

Frence M. Wantu DKK, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Reviva Cendekia, 2010), h., 13.

13 Donny W. Tobbing, Tinjauan Hukum Terhadap Hukum Acara Persaingan Usaha

dalam perspektif Due Process of Law, v.1 No. 1 November 2017, h., 3.

Page 30: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

20

dianggap bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang

menyatakan dia bersalah.

Asas praduga tidak bersalah adalah pengarahan bagi aparat

penegak hukum tentang bagaimana mereka harus bertindak lebih

lanjut dan mengesampingkan asas praduga tak bersalah dalam

tingkah laku mereka terhadap tersangka. Intinya, praduga tidak

bersalah berifat legal normative dan tidak berorientasi pada hasil

akhir. Sementara itu asas praduga bersalah bersifat deskriptif

faktual. Artinya, berdasarkan fakta-fakta yang ada, si tersangka

pada akhirnya akan dinyatakan bersalah. Oleh sebab itu

terhadapnya harus dilakukan proses hukum mulai dari tahap

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai pada tahap

pengadilan.

c. Legalitas

Nullum delictum nulla poena sine pravia lege poenali yang

berarti tidak ada perbuatan pidana atau tidak ada suatu pidana tanpa

undang-undang pidana sebelumnya adalah salah satu prinsipat

dalam hukum pidana dikenal dengan asas legalitas.14

d. Adversary system

Adversary system diartikan sebagai sistem peradilan dimana

pihak-pihak yang bersebrangan mengajukan bukti-bukti yang

saling berlawanan dalam usahanya memenangkan putusan yang

menguntungkan pihaknya. Persidangan di Amerika Serikat adalah

proses adversial karena para pengacara (yang bersebrangan)

berusaha memenangkan putusan yang menguntungkan pihaknya

masing-masing. Sistem Hukum Amerika berasumsi bahwa

kebenaran akan muncul melalui pertentangan di antara kedua belah

pihak yang bersebrangan yang memberikan interpretasi berlawanan

terhadap bukti-bukti yang dikemukakan kepada pencari fakta.

14 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 34-35.

Page 31: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

21

e. Actori in cumbit Probatio dan Actori Incumbit Onus Probandi

Asas Actori in cumbit Probatio secara harfiah berarti siapa

yang menggugat dialah yang wajib membuktikan. Kalau dalam

Hukum Acara Perdata dikenal asas actori in cumbit probatio

sebagaimana diutarakan di atas, dalam hukum acara pidana dikenal

asas actori incumbit onus probandi. Dalam konteks hukum pidana,

yang melakukan penuntutan adalah jaksa penuntut umum sehingga

jaksa penuntut umumlah yang diwajibkan membuktikan kesalahan

terdakwa.15

f. Secundum Allegat Iudicare

Asas Secudum Allegat Iudicare, asas ini dikenal dalam hukum

acara perdata yang menandakan bahwa hakim dalam perkara

perdata bersifat pasif. Dalam kaitannya dengan hukum

pembuktian, sangat terkait asas pembagian beban pembuktian.

Berdasarkan peristiwa-peristiwa yang diajukan oleh para pihak

kemudian ditentukan peristiwa mana yang harus dibuktikan.

Tidak selamanya penggugat yang harus membuktikan suatu

peristiwa yang diajukan dalam persidangan. Dapat saja

berdasarkan peristiwa yang diajukan kemudian ditentukan yang

harus membuktikan adalah tergugat. Intinya siapa yang

membuktikan atas peristiwa yang diajukan di persidangan adalah

pihak yang mengaku mempunyai suatu hak atau mengukuhkan hak

sendiri atau membantah hak orang lain.

g. Negative Non Sunt Probanda

Negative Non Sunt Probanda, diartikan sebagai membuktikan

sesuatu yang negatif sangatlah sulit. Asas ini berkaitan dengan

beban pembuktian. Misalnya, ketika si A dituduh melakukan suatu

kejahatan, yang harus membuktikan adalah jaksa penuntut umum.

Tidak sebaliknya, si A yang harus membuktikan bahwa dia tidak

15 Https://jurnal.kpk.go.id. Kearah Pergeseran Beban Pembuktian, h.,89 diunduh tanggal

25 Apr. 19

Page 32: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

22

melakukan kejahatan yang dituduh. Hal ini dianggap lebih sulit

karena si A harus membuktikan sesuatu yang negatif, dalam

pengertian sesuatu yang tidak dilakukannya.16

h. Unus Testis Nullus Testis

Secara harfiah Unus Testis Nullus Testis berarti seorang saksi

bukanlah saksi.17 Tegasnya untuk membuktikan suatu peristiwa

hukum, baik dalam konteks pidana maupun perdata, dibutuhkan

minimal dua orang saksi.

e. Audi Et Alteram Partem

Audi Et Alteram Partem berarti dalam mengadili hakim harus

mendengar kedua belah pihak, hal ini berarti hakim tidak boleh

menerima keterangan dari salah satu pihak saja.18Hal ini dimaksud

agar ada keseimbangan antara penggugat dengan tergugat atau

antara jaksa penuntut umum dengan terdakwa demi terciptanya

suatu peradilan yang objektif.19

B. Kerangka Teoritis

1. Teori Rule of the Reason

Rule of the reason adalah suatu doktrin yang dibangun berdasarkan

penafsiran atas ketentuan Sherman Antitrust Act oleh Mahkamah

Agung Amerika Serikat. Pendekatan ini merupakan kebalikan dari

pendekatan per se Ilegal. Pendekatan Rule of the reason adalah suatu

pendekatan yang menentukan meskipun suatu perbuatan telah

memenuhi rumusan undang-undang, namun jika ada alasan objektif

16Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, (Jakarta:

Prenamedia Group, 2012), h., 118.

17Pangabean, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2012), h., 81.

18Bambang Sugeng, dan Suyadi, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen

Litigasi, (Jakarta: Kencana group, 2012), h., 5.

19Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, (Jakarta: Prenamedia Group, 2012), h., 62.

Page 33: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

23

yang dapat membenarkan perbuatan tersebut maka perbuatan itu bukan

merupakan suatu pelanggaran. Artinya, penerapan hukumnya

tergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan itu

telah menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak

sehat, karena titik beratnya adalah unsur materil dari perbuatannya.

Jadi penerapan hukum dalam pendekatan rule of the reason

mempertimbangkan alasan-alasan mengapa dilakukannya suatu

tindakan/suatu perbuatan oleh pelaku usaha.

Untuk menerapkan prinsip ini, tidak hanya diperlukan pengetahuan

ilmu hukum, tetapi penguasaan terhadap ilmu ekonomi. Dengan

perkataan lain, melalui pendekatan rule of the reason, apabila suatu

perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan, maka

pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan apakah

perbuatan tersebut menghambat persaingan, dan apakah perbuatan itu

tidak adil atau mempunyai pertimbangan lainnya. Dapat dikatakan

bahwa rule of the reason lebih memfokuskan kepada melihat apakah

akibat yang dimunculkan dari suatu perbuatan yang dilakukan.

Pertimbangan argumentasi yang perlu dipertimbangkan antara lain

pada aspek ekonomi, keadilan, efisiensi, perlindungan terhadap

golongan ekonomi tertentu dan fairness.20

2. Teori Kemanfaatan

Hukum adalah semua aturan yang mengatur tingkah laku

bermasyarakat yang dituangkan dalam bentuk aturan-aturan yang

berlaku umum dan mengikat. Secara Proporsional harus ada tiga unsur

hukum (Idee des recht), yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit),

Keadilan (gerechtigkeit), dan kemanfaatan (Zweckmasigkeit). Jika

dikaitkan dengan teori penegakan hukum sebagaimana disampaikan

20

Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori dan

Praktik Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,711.

Page 34: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

24

oleh Gustav Radbruch dalam idee des recht yaitu penegakan hukum

harus memenuhi ketiga asas tersebut.21

Berkaitan dengan adanya konsep “The greatest happines of the

greatest number” yang digagas oleh Jeremy Bentham (Teori utilitas),

kemanfaatan hukum kemudian berevolusi dan relevansi kemanfaatan

saat ini sejalan dengan paradigma hukum progesif yang digagas oleh

Satjipto Rahardjo.22 Yang menyatakan, “Hukum adalah untuk manusia

dan bukan sebaliknya,.. dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri

melainkan untuk sesuatu yang lebih luas, yaitu untuk harga diri

manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan manusia”.

Satjipto menyatakan bahwa “hukum itu bukan hanya bangunan

peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita. Kritikan

ini ditunjukan pada pencapaian tujuan pembangunan (ekonomi) versi

negara, yang bagi Satjipto tidak mencerminkan bangunan ide, kultur,

dan cita-cita dari manusia yang menjadi objek dari pemikiran hukum

dan pembangunan. Oleh karena itu, manusia (individu) dianggap

sebagai penentu dan menjadi orientasi hukum. Hukum bertugas

melayani manusia, bukan sebaliknya. Mutu hukum ditentukan oleh

kemampuannya mengabdi pada kesejahteraan manusia. Itulah

sebabnya hukum progresif menganut ideologi: Hukum Pro-rakyat dan

hukum pro-keadilan.23

Teori dari Jermy Bentham merupakan individualisme ulitarian, “

alam telah menempatkan umat manusia di bawah pemerintahan dua

penguasa yaitu “suka dan duka”. Apa yang harus kita lakukan dan apa

21

Fence M Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala

Mimbar Hukum, Vol.19 No.3Oktober 2007, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, h., 395.

22 Satjipto Raharjo, Hukum Progresif, Sebuah Sistem Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publising, 2009), h., 28.

23 Satjipto Raharjo, Liberalisme, Kapitalisme, dan Hukum Indonesia, Dalam Karolus

Kopong Medan, Frans J Rangkas (eds), 2003, Liberalisme, Kapitalisme, dan Hukum Indonesia:

sisi-sisi lain dari Hukum Indonesia, Jakarta, Kompas, h., 22.

Page 35: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

25

apa yang akan kita perbuat, semua ditunjukkan dan ditetapkan dalam

ranngka kedua hal itu. Keduanya memandu kita dalam segala yang kita

perbuat, dalam segala yang kita katakan dan pikirkan. Segala usaha

yang dapat dilakukan untuk menolak ketaklukkan kita terhadap dua

kekuasaan itu, hanya akan membuktikan dan menegaskan kebenaran

itu.24

Jeremy Bentham adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi

masyarakat, untuk itu perundang-undangan harus berusaha untuk

mencapai empat tujuan yaitu:

1. Untuk memberi nafkah

2. Untuk memberi nafkah yang berlimpah

3. Untuk memberikan perlindungan

4. Untuk mencapai persamaan

Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atas

penegakan hukum. Hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan

hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan

bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan

atau ditegakkan malah akan timbul keresahan di dalam masyarakat itu

sendiri. Menurut Jeremy Bentham sebagaimana dikutip oleh

Mohamad Aunurrohim mengatakan “ Hukum barulah dapat diakui

sebagai hukum, jika ia memberikan kemanfatan yang sebesar-

besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang.25

C. Pembuktian Dalam Kartel di Amerika Serikat dan Indonesia

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Perjanjian

Kartel dilarang, Kartel “ Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian,

dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi

24

Frederickus Fios, Keadilan Hukum Jeremy Bhentham dan Relevansinya Bagi Praktik

Hukum Kontemporer, Binus University, 2005, h., 303.

25 Frederickus Fios, Keadilan Hukum Jeremy Bhentham dan Relevansinya Bagi Praktik

Hukum Kontemporer, ...h., 302.

Page 36: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

26

harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/

atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat”. Dengan demikian, kartel merupakan salah

satu bentuk jenis monopoli, dimana beberapa pelaku usaha atau produsen

yang secara yuridis ekonomis masing-masing berdiri sendiri, bersatu untuk

mengontrol produksi, menentukan harga, dan/atau wilayah pemasaran atas

suatu barang dan/atau jasa, sehingga di antara mereka tidak ada lagi

persaingan. Kartel biasanya diprakasai oleh asosiasi dagang (trade

assosiations) bersama para anggotanya.26

Terjadinya praktik kartel dilatarbelakangi oleh persaingan yang

cukup sengit di pasar. Untuk menghindari persaingan fatal ini, anggota

kartel setuju menentukan harga bersama, mengatur produksi bahkan

menentukan secara bersama-sama potongan harga, promosi, dan syarat-

syarat penjualan. Biasanya harga dipasang kartel lebih tinggi dari harga

yang terjadi di pasar kalau tidak ada kartel. Kartel juga bisa melindungi

perusahaan yang tidak efisien, yang bisa hancur bila masuk kartel, dengan

kata lain kartel menjadi pelindung bagi pelaku usaha yang lemah.27

Bentuk kartel bermacam-macam dalam dunia usaha dapat dijumpai

dan dapat dibedakan ke dalam beberapa tipe sebagai berkut:

1. Kartel Kondisi, Kartel ini diwujudkan dalam bentuk syarat-syarat

penjual yang sama dengan syarat penyerahan barang dan pembayaran.

Kartel ini membatasi persaingan dalam hal memberikan pelayanan

kepada para konsumen di luar yang disepakati, dan para anggota kartel

bebas dalam bidang-bidang lainnya.

2. Kartel Harga, Dalam kartel ini persaingan harga antara anggota kartel

ditiadakan, karena para anggota kartel tidak boleh menjual di bawah

26Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h., 176.

27Suhasril dan mohammad Taufik Makarao, Hukum larangan praktik monopoli dan

Pesaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h., 57.

Page 37: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

27

harga yang telah ditentukan kecuali harga minimum, juga disepakati

harga tertentu buat para anggota kartel.

3. Kartel kalkulasi, Kartel ini dibedakan antara skema kalkulasi yang

terbuka dan tertutup. Untuk yang terbuka kartel hanya menyepakati

harga jual harus terdiri atas unsur-unsur apa saja. Untuk yang tertutup

disepakati jumlah uangnya yang boleh dimasukan sebagai unsur-unsur

perhitungan. Kartel Kalkulasi dengan skema kalkulasi tertutup

mempunyai dampak yang sama dengan kartel harga. Untuk yang

terbuka harga dari berbagai anggota kartel bisa berbeda-beda, sehingga

masih ada persaingan dalam harga.

4. Kartel Produksi dan penjualan, Di sini para anggota kartel hanya boleh

memproduksi atau menjual jumlah tertentu saja dalam periode tertentu.

Penentuan jumlah tertentu saja dalam periode tertentu. Penentuan

jumlah masing-masing (kuota) dapat dengan berbagai cara. Kuotanya

bisa dinyatakan dalam jumlah satuan tertentu, tetapi juga bisa dalam

bentuk % (persen) tertentu dari keseluruhan produksi dan penjualan.

Sistem pertama tidak mempunyai keleluasaan, sedangkan sistem

terakhir penawaran dapat disesuaikan dengan perkembangan

permintaann.

5. Kartel Pembagian Pasar. Kartel ini membatasi persaingan dengan

membagi pasar di antara para anggota kartel. Pembagian ini bisa atas

dasar wilayah dan atas jenis barang dan sebagainya.

6. Kartel pembagian laba, kartel ini adalah kartel dengan jangkauan kerja

sama yang sangat luas. Kartel menentukan bahwa semua laba

disetorkan kepada kas pusat (pool), yang kemudian dibagi atas dasar

formula tertentu. Dengan demikian persaingannya sangat dibatasi,

dengan kartel ini lalu timbul kepentingann bersama antara para anggota

kartel. Kartel pembagian laba terdapat antara lain dalam bidang jasa

pelayaran yang sifatnya internasional.

7. Kartel sindikat, kartel tipe ini sindikat penjualannya dipusatkan pada

suatu pasar penjualan. Penggabungannya bisa sedemikian jauh,

Page 38: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

28

sehingga sama sekali tidak ada kontak lagi antara perusahaan dengan

para langganannya.28

Dalam hubungannya dengan penegakkan hukum (Law

enforccement) terhadap kartel, berdasarkan Pedoman Pasal 11 Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang

Kartel, setelah memperoleh bukti-bukti yang cukup adanya suatu kartel,

maka selanjutnya adalah melakukan pembuktian apakah benar-benar

telah terjadi kartel yang dapat dipersalahkan antara para pelaku usaha.

Sesuai dengan perumusan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 yang bersifat rule of the reason, maka dalam rangka membuktikan

apakah telah terjadi kartel yang dilarang perlu dilakukan pemeriksaan

secara mendalam mengenai alasan-alasan pelaku usaha melakukan kartel.

Penegak hukum persaingan usaha harus memeriksa apakah alasan-alasan

para pelaku usaha melakukan kartel ini dapat diterima (reasonable

restrait).

Pedoman Pasal 11 Tentang Kartel merupakan petunjuk

pelaksanaan untuk membuktikan dan menentukan unsur-unsur adanya

kartel, yang digunakan KPPU untuk membuktikan unsur-unsur yang

terdapat dalam Kartel berdasar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999, yaitu:

1. Pelaku Usaha, setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang

ekonomi.

2. Perjanjian, pada dasarnya kartel merupakan salah satu perjanjian

yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Bentuk

perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang-

28 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,180.

Page 39: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

29

Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat berbentuk tertulis maupun tidak

tertulis. Pembuktian perjanjian tidak tertulis dapat dilakukan melalui

bukti kesepakatan yang tertuang dalam agenda rapat dalam bentuk

catatan maupun notula. Namun, untuk membuktikan adanya

perjanjian tertulis, KPPU sering kali mengalami kesulitan

memperoleh data tersebut karena pelaku usaha tidak kooperatif dan

menolak memberikan data, selain itu KPPU tidak mempunyai

kewenangan untuk menggeledah dan menyita dokumen yang

diperlukan sebagai pembuktian.

3. Pelaku Usaha Pesaingnya, unsur pelaku usaha pesaingnya adalah

pelaku usaha dalam pasar bersangkutan, di mana konsep dan

pengertian pasar bersangkutan diatur berdasarkan Peraturan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 mengenai

Pedoman Pasal 1 Angka 10 Tentang Pasar Bersangkutan.

4. Bermaksud mempengaruhi harga dan mengatur produksi dan/atau

pemasaran barang atau jasa. Perilaku para anggota kartel untuk

mempengaruhi harga merupakan salah satu unsur yang penting yang

dijadikan indikasi awal adanya kartel. Hal ini mengingat tujuan akhir

pembentukkan kartel adalah maksimalisasi profit dengan

menetapkan harga eksesif melalui berbagai cara, misalnya saja

membatasi kapasitas produksi dan pasokan barang.

5. Mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat, unsur terakhir ini diartikan sebagai pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha, yang mengakibatkan

dikuasainya produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa tertentu

sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Sementara

unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat adalah

persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

Page 40: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

30

produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa dengan cara tidak

jujur.29

Dalam teori persaingan usaha, alat-alat bukti dalam investigasi kartel

dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis. Pertama, bukti langsung yaitu

bukti yang dapat menjelaskan adanya perjanjian atau kesepakatan tertulis

atau tidak tertulis yang secara jelas menerangkan materi kesepakatan,

contohnya adalah adanya perjanjian tertulis. Misalnya untuk menyepakati

harga, mengatur produksi dan mengatur pasar, membagi wilayah

pemasaran, menyepakati tingkat keuntungan masing-masing . Rekaman

Komunikasi antar pelaku usaha kartel yang menyepakati mengenai

adanya suatu kolusi kartel. Kedua, bukti tidak langsung yaitu bukti yang

tidak dapat menjelaskan secara terang dan spesifik mengenai materi

kesepakatan antara pelaku usaha yang terdiri dari bukti ekonomi dan

bukti komunikasi. 30

Bukti komunikasi yang membuktikan adanya komunikasi dan/atau

pertemuan antar pelaku kartel, namun tidak menjelaskan mengenai

substansi yang dibicarakan, contohnya adalah rekaman komunikasi antar

pesaing dan bukti perjalanan menuju suatu tempat yang sama antar

pesaing, selain itu, notulen rapat yang menunjukkan pembicaraan

mengenai harga, permintan atau kitas terpasang untuk bukti ekonomi,

contohnya antara lain perilaku pelaku usaha di dalam pasar atau industri

secara keseluruhan, dan bukti perilaku yang memfasilitasi kartel seperti

pertukaran informasi dan adanya signal harga. Namun, ketentuan

perundang-undangan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Juncto Pasal 64 Ayat 1 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006 secara

tegas mempersyaratkan dalam menilai terjadi atau tidaknya pelanggaran

29 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,176.

30 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya,...h.,190.

Page 41: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

31

alat bukti yang digunakan adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat

atau dokumen, petunjuk, serta keterangan terlapor.31

Dengan demikian, apabila Indirect Evidence hendak digunakan,

kedudukannya hanyalah sebagai pendukung atau penguat dari salah satu

alat bukti yang dimaksud. Di samping itu, dalam menggunakan Indirect

Evidence harus terdapat kesesuaian fakta secara utuh yang diperoleh

melalui metode keilmuan. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri

bagi KPPU untuk membuktikan adanya pelanggaran kartel. Hal ini

dimungkinkan karena institusi ini harus dapat menunjukkan adanya bukti

langsung dan bukti tidak langsung.

Dalam hal penegakan hukumnya terhadap kartel, hampir disemua

negara menggunakan secara per se ilegal32contohnya saja Amerika

serikat, yang mana kartel dianggap sebagai per se ilegal di negara-negara

barat sebab pada kenyataan bahwa price fixing dan perbuatan-perbuatan

kartel mempunyai dampak negatif terhadap harga dan output jika

dibandingkan dengan dampak pasar yang kompetitif. Adapun kartel

jarang sekali menghasikan efisiensi karena yang dihasilkan sangat kecil

dibandingkan dengan dampak negatif tindakan-tindakannya. Kartel

diakui sebagai kolaborasi bisnis yang paling merugikan, dengan cara

pengontrol pasar untuk keuntungan mereka. Oleh karena itu secara

normal, kartel dinilai per se ilegal. Adanya keharusan untuk melakukan

penyidikkan yang perinci hanya akan menghindarkan kelumpuhan dari

hukum. hal ini tentu berbeda dengan penegakkan hukum di Indonesia

yang menggunakan rule of the reason dalam menganalisis kartel, yang

mana larangan berkaitan dengan kartel ini hanya berlaku apabila

perjanjian kartel tersebut dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat.

31http://www.kppu.go.id/id/blog/2010/07/Sulitnya Membuktikan Praktik Kartel/diunduh

tanggal 25 Apr. 19

32 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 286.

Page 42: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

32

Berikut perbedaan antara penegakan hukum di Amerika Serikat

dengan Indonesia berkaitan dengan pembuktian kartel, pembuktian

dalam penanganan kartel di Amerika Serikat dapat menggunakan bukti

langsung (direct evidence) seperti rekaman kesaksian, maupun juga

bukti tidak langsung (Indirect evidence atau circumstantial evidence)

seperti tawaran yang mencurigakan, catatan perjalanan dan biaya

perjalanan, catatan telepon, dan catatan harian. Sedangkan untuk

circumstantial evidence terbagi menjadi dua yakni jenis bukti yang

tergolong comunication dan economic evidence. Terdapat dua jenis

economic evidence yaitu struktur pasar yang sedemikian rupa sehingga

layak untuk membuat adanya kartel, dan pasar berperilaku dalam cara

yang non-kompetitif.33

Selanjutnya dikenal dengan “Harga Paralelisme” Penerapan

terhadap economic evidence dan Harga Paralelisme ini dapat ditemukan

dalam kasus Theatre Enterprices, inc. V. Paramount Film Distrubing

Corp.346 U.S.537,540-1 (1954) yang menggunakan perilaku bisnis, dan

Belt Atlantic Corp Twombly yang menggunakan harga paralelisme.

Selain itu di Amerika juga menggunakan Plus Factor dari evidence.Hal

ini yang menjadikan penanganan perkara kartel di Amerika Serikat

berjalan lebih efektif ketimbang yang dilakukan oleh KPPU, karena di

Indonesia hanya dapat diterima penggunaan Direct Evidence berupa

petunjuk, keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen, dan

keterangan pelaku usaha. Meskipun KPPU pernah menggunakan Indirect

Evidence, namun hal tersebut tidak diterima saat diajukan upaya

keberatan di pengadilan negeri maupun di Mahkamah Agung, maka

putusan KPPU tersebut dibatalkan.34

33 Nur Ana Wijayanti dan Ditha Wiradputra , Perbandingan Penanganan Perkara Kartel

Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Antitrust Law di Amerika Serikat, ( Depok:FH UI, 2014), h.,13.

34 Nur Ana Wijayanti dan Ditha Wiradputra , Perbandingan Penanganan Perkara Kartel

Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Antitrust Law di Amerika Serikat, ..., h., 14.

Page 43: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

33

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Untuk membuktikan orginilitas dari penelitian ini, peneliti perlu

untuk melakukan tinjauan kajian studi terdahulu. Berikut ini beberapa

persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya:

1. Skripsi oleh Gelza Sectine Putri, dari Universitas Airlangga dengan

judul Indirect Evidence dalam Kartel (Sebuah Perbandingan antara

United States Antitrust Law dengan Hukum Persaingan Usaha di

Indonesia. Persamaan dari penelitian sebelumnya adalah objek

penelitiannya sama-sama mengenai Indirect Evidence dan perbedaan

dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu dalam penelitian

sebelumnya ini membahas mengenai penerapan Indirect Evidence

dalam kasus yang terjadi di Amerika Serikat dan Indonesia. Sedangkan

peneliti akan meneliti mengenai alasan hukum Mahkamah Agung

membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam

Perkara Kartel, yang mengabulkan dan menerima adanya penggunaan

Indirect Evidence, berkaitan dengan Putusan perkara Mahkamah

Agung Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor.

163/PDT.G/KPPU/2017.

2. Buku teks edisi kedua, yang diterbitkan oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang berjudul Hukum Persaingan Usaha, dimana

dalam buku ini persamaan dengan peneliti di dalam Hukum Persaingan

Usaha membahas mengenai perjanjian yang dilarang termasuk kartel

sedangkan perbedaannya adalah jika dalam buku ini membahas secara

keseluruhan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, peneliti lebih

spesifik terhadap pembuktian dalam kartel dengan adanya Indirect

Evidence dalam suatu putusan perkara Mahkamah Agung Nomor 294

K/ PDT.SUS/2012 dan Putusan Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017.

3. Jurnal oleh VERI ANTONI dan SA’IDA RUSDIANA dari

Universitas Gajah Mada yang berjudul Penggunaan Indirect Evidence

sebagai alat bukti dalam Perkara Kartel dari Perspektif Hukum Acara

Perdata dan Acara Persaingan Usaha, yang menjadi persamaan adalah

Page 44: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

34

sama-sama meneliti penggunaan Indirect Evidence. Adapun

perbedaannya adalah bahwa peneliti terdahulu melihat Indirect

Evidence dari Hukum Acara Perdata dan Acara Persaingan Usaha

sedangkan peneliti akan meneliti penggunaan Indirect Evidence,

berkaitan dengan Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor 294

K/PDT.SUS/2012 dan perkara Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017.

Page 45: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

35

BAB III

PENERAPAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG

DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Alat Bukti dalam Hukum Persaingan Usaha

Alat bukti dapat didefinisikan sebagai segala hal yang dapat

digunakan untuk membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di

pengadilan.1 Mengenai apa saja yang termasuk alat bukti, masing-masing

hukum acara suatu peradilan akan mengaturnya secara rinci. Alat bukti

dalam hukum acara pidana berbeda dengan alat bukti dalam hukum acara

perdata, demikian pula dengan alat bukti yang berlaku bagi acara

persidangan dalam perkara-perkara tertentu.

Untuk sampai kepada suatu keputusan apakah seseorang atau suatu

badan hukum telah melakukan pelanggaran persaingan usaha, maka KPPU

dalam proses pemeriksaan dan/atau penyelidikan, harus pula melakukan

pembuktian. Pembuktian disini, selain diperoleh dari keterangan yang

diberikan pelapor dan pelaku beserta dengan dokumen-dokumen, KPPU

juga memperoleh dari alat-alat bukti yang dipergunakan dalam

pemeriksaan perkara persaingan usaha.2

Dalam proses pemeriksaan, KPPU memerlukan bukti-bukti bahwa

pelaku usaha yang bersangkutan melanggar Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya. Adapun alat-alat bukti yang

digunakan oleh KPPU berbeda dengan alat-alat bukti yang digunakan

dalam hukum acara perdata, tetapi mirip dengan alat-alat bukti yang

tercantum di dalam KUHAP. Dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 Jo. Pasal 72 Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010, alat-alat

bukti pemeriksaan KPPU terdiri dari:

1 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h., 52.

2 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h., 159.

Page 46: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

36

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli,

3. Surat/dokumen,

4. Petunjuk,

5. dan keterangan pelaku usaha.

Kekhasan yang menonjol dari hukum persaingan usaha dalam

kerangka hukum ekonomi adalah kondisi karakteristik substantialnya yang

meliputi seluruh aspek dari bidang-bidang hukum yang selama ini kita

kenal (hukum perdata dan hukum publik) di dalam sistem hukum nasional.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa memang hukum persaingan

usaha memliki dimensi hukum publik dan hukum perdata. Dibanyak kasus

persaingan usaha terdapat unsur peristiwa hukum perdata didalamnya,

seperti adanya perjanjian dan kesepakatan diantara pelaku usaha yang

bersaing namun sebenarnya jika dipahami, maka hubungan perdata

tersebut adalah bagian dari suatu persekongkolan jahat yang merugikan

publik atau pelaku usaha lain, sehingga sebenarnya peristiwa perdata

tersebut telah masuk dalam ranah hukum pidana atau setidaknya suatu

tindakan perdata yang merugikan pihak perdata lainnya.3

B. Bukti langsung (Direct evidence) dan bukti tidak langsung (Indirect

evidence) dalam Hukum Persaingan Usaha

KPPU dalam pembuktian kartel dengan berbagai tantangannya

harus dapat menunjukan adanya bukti langsung dan bukti tidak langsung .

Dalam teori hukum persaingan usaha. Alat-alat bukti dalam proses

investigasi kartel dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Bukti langsung, Bukti langsung adalah bukti yang dapat diamati

(observable elements) dan menunjukkan adanya suatu perjanjian

penetapan harga atas barang dan atau jasa oleh pelaku usaha yang

3 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,601.

Page 47: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

37

bersaing. Di dalam bukti langsung tersebut terdapat kesepakatan dan

substansi dari kesepakatan tersebut. Bukti langsung dapat berupa:

a. Perjanjian tertulis, untuk menyepakati harga, mengatur produksi,

mengatur pasar, membagi wilayah pemasaran, menyepakati tingkat

keuntungan masing-masing.

b. Rekaman Komunikasi (baik tertulis maupun dalam bentuk

elektronik) antara pelaku kartel yang menyepakati mengenai

adanya suatu kolusi kartel

c. Pernyataan lisan dan/atau tulisan yang dilakukan oleh pelaku

kartel yang menyepakati kartel dibuktikan dengan rekaman,

catatan, atau kesaksian yang memenuhi syarat.

2. Bukti tidak langsung atau Indirect Evidence adalah suatu bukti yang

secara tidak langsung menyatakan adanya kesepakatan penetapan harga.

Bukti tidak langsung dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap

terjadinya suatu keadaan/kondisi yang dapat dijadikan dugaan atas

pemberlakuan suatu perjanjian yang tertulis.4 Bukti tidak langsung

dapat berupa:

a. Bukti komunikasi, yang membuktikan adanya komunikasi dan atau

pertemuan antara pelaku kartel namun tidak menjelaskan mengenai

substansi yang dibicarakan. Contohnya, rekaman komunikasi antar

pesaing. Bukti perjalanan menuju suatu tempat yang sama dan

dalam waktu yang bersamaan antar pesaing, namun tidak

menjelaskan topik yang dibicarakan. Notula rapat yang

menunjukkan pembicaraan mengenai harga, permintaan, atau

kapasitas terpasang. Dokumen internal yang menjelaskan mengenai

strategi harga pesaing.

b. Bukti ekonomi yang contohnya adalah Perilaku pelaku usaha di

dalam pasar atau industri secara keseluruhan, antara lain harga

yang paralel, keuntungan yang tinggi, pangsa pasar yang stabil,

4 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,141.

Page 48: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

38

catatan pelanggaran hukum persaingan usaha yang pernah

dilakukan oleh pelaku usaha. Bukti perilaku yang memfasilitasi

kartel, antara lain pertukaran informasi, adnaya signal harga,

ongkos angkut yang sama, perlindungan harga. Bukti ekonomi

struktural antara lain tingkat konsentrasi industri yang tinggi,

tingginya hambatan masuk, banyaknya integrasi vertikal, produk

yang homogen.

Dalam persoalan penggunaan alat bukti, KPPU bukan saja

menggunakan keberadaan bukti langsung (direct evidence) sebagai satu

satunya jalur tempuh dan jalan masuk untuk mengungkap kegiatan usaha

yang melanggar rambu-rambu yang diatur dalam Undnag-Undang Nomor

5 Tahun 1999, melainkan lembaga ini juga menggunakan bukti tidak

langsung (Indirect Evidence) dengan mendasarkan pada Pasal 42 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999, selain itu juga menggunakan peraturan

KPPU Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di

KPPU. 5

Munculnya bukti tidak langsung agaknya dijadikan dasar oleh

KPPU, disebabkan karena pembuktian dengan menggunakan perjanjian

atau kesepakatan tertulis sangat sulit untuk dilakukan, atas dasar inilah

merupakan suatu tantangan cukup berat bagi KPPU untuk membuktikan

adanya pelanggaran kartel. Hal ini dimungkinkan karena institusi ini harus

dapat menunjukkan adanya bukti langsung dan bukti tidak langsung.

Ketiadaan wewenang KPPU untuk melakukan penggeledahan dan menyita

surat-surat dan dokumen perusahaan menjadi salah satu penyebab sulitnya

pembuktian dalam perkara-perkara persaingan usaha, maka dianggap

hukum persaingan usaha memiliki ciri khas sendiri dalam proses

pembuktian di KPPU dengan di pengadilan harus mengikuti sifat dan ciri

khas tersendiri dalam pembuktian dalam penyelesaian kasus-kasus

persaingan usaha.

5 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,192.

Page 49: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

39

C. Kelebihan dan Kekurangan Indirect Evidence Dalam Hukum

Persaingan Usaha

1. Kelebihan Indirect Evidence dalam Hukum Persaingan Usaha

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha

adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan

persaingan usaha, istilah hukum persaingan usaha telah diatur dan

sesuai dengan substansi ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat yang mencakup pengaturan anti monopoli dan persaingan usaha

dengan segala aspek-aspeknya yang terkait. Adanya undang-undang

ini diharapkan dapat menjamin adanya persaingan usaha sehat di

Indonesia.

Bagaimanapun juga hukum sangat dibutuhkan untuk mengatur

kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu

kehidupan sosial, politik dan budaya, apalagi yang tidak kalah

pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam pembangunan

ekonomi. Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat

diperlukan, karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak

dan terbatasnya permintaan atau kebutuhan sumber ekonomi di lain

pihak, agar dapat mencegah timbulnya konflik antara sesama warga

dapat memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut. Beranjak dari

apa yang dikemukakan, jelas bahwa hukum mempunyai peranan

penting dalam pembangunan ekonomi, terutama berkaitan dengan

terciptanya efisiensi ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial,

lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat itu merupakan instrumen penting dalam mendorong terciptanya

efisiensi ekonomi, dan menciptakan iklim kesempatan berusaha yang

sama bagi semua pelaku usaha. Eksistensi Undang-Undang Nomor 5

Page 50: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

40

Tahun 1999 perlu didorong agar mampu merealisasikan Konsep Law

as a Tool encourage Economic Efficiency.6

Suasana yang kompetitif adalah syarat mutlak bagi negara-

negara berkembang seperti Indonesia untuk mencapai pertumbuhan

ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasinya. Dalam pasar

yang kompetitif perusahaan-perusahaan akan saling bersaing untuk

menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk mereka

dengan harga yang serendah mungkin, meningkatkan mutu produk,

dan memperbaiki pelayanan mereka kepada konsumen. Untuk berhasil

dalam suatu pasar yang kompetitif, maka perusahaan-perusahaan harus

berusaha untuk mengembangkan produk baru dengan desain baru yang

inovatif. Untuk hal ini, maka perusahaan-perusahaan perlu

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan teknologi mereka,

baik teknologi proses produksi maupun teknologi produk. Hal ini akan

mendorong kemajuan teknologi dan diharapkan juga pertumbuhan

ekonomi yang pesat.

Perkembangan teknologi yang diharapkan untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang pesat, tidak dapat dipungkiri pula bahwa

perkembangan tersebut mempengaruhi tatanan aktivitas manusia

termasuk penerapan hukum sendiri. Penggunaan berbagai macam

peralatan teknis oleh manusia memungkinkan mereka melakukan

beragam berbagai aktivitas secara virtual (maya) termasuk dalam hal

ini dalam bidang perdagangan. Adanya perkembangan teknologi pun

berpengaruh terhadap pembuktian dalam sistem peradilan di Indonesia,

salah satu bukti perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap

pembuktian dalam sistem peradilan di Indonesia adalah adanya

pengakuan alat bukti secara elektonik berawal dari perintisan oleh

United Nation Commision On Internasional Trade (UNCITRAL) yang

mencantumkan dalam e-commerce model law ketentuan mengenai

6Hermansayah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2009), h., 7.

Page 51: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

41

transaksi elektronik di akui sederajat “ tulisan” di atas kertas sehingga

tidak dapat ditolak sebagai bukti pengadilan.7 Di Indonesia pun

berkaitan dengan pembuktian elektronik dapat dilihat dari Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

elektronik yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau

dokumen elektonik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti

yang sah.

2. Kekurangan Penggunaan Indirect Evidence dalam Hukum Persaingan

Usaha

Berkaitan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat,

dan perkembangan dunia usaha yang begitu ketatnya dalam

penanganan kartel pun menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi

peradilan di Indonesia. Pembuktian kartel dalam penegakkan hukum

persaingan usaha menjadi sulit dilakukan mengingat kartel dilakukan

oleh para pelaku usaha dengan para pesaingnya yang sepakat

melakukan konspirasi mengenai hal-hal yang sangat pokok dalam

suatu transaksi bisnis yang meliputi harga, wilayah, dan konsumen.

Adanya konspirasi yang dilakukan para pelaku melalui berbagai

perjanjian menjadikan lembaga penegak hukum seperti KPPU dalam

menangani perkara kartel tidak jarang menggunakan Indirect Evidence

dalam menjerat pelaku usaha yang melakukan praktik kartel di

Indonesia.

Penggunaan Indirect Evidence tidak serta merta diajukan oleh

KPPU dari proses penelitian panjang KPPU dilandaskan pada metode

penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidan atau

kesahihan analisisnya. Metode pembuktian praktek kartel dengan

menggunakan Indirect Evidence menitik beratkan kepada bagaimana

menentukan substitusi dari suatu produk dengan menggunakan : data-

7 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi. ( Bandung: refika Aditama, 2009), h., 110.

Page 52: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

42

data ekonomi, market research, pendefinisian pasar melalui direct

interview dengan melakukan wawancara langsung dengan konsumen

dan pelaku usaha dan indirect interview dengan consumer survey

menggunakan kuisioner.

Adanya Indirect Evidence yang diberikan oleh biro investigasi

KPPU, dapat dianalisis adanya indikasi kartel. Dengan berbekal

potensi kartel ini, biro penindakan KPPU dapat menggunakan Indirect

Evidence sebagai senjata awal mengungkap kasus kartel. Efeknya,

praktik kartel dapat ditindak secara lebih dini, tanpa harus

mendapatkan dahulu bukti langsung ataupun laporan dari pelaku usaha

pesaing. Dengan adanya pembuktian terlebih dahulu dengan adanya

Indirect Evidence akan menjamin kepastian hukum terhadap pihak

yang diduga melakukan praktik kartel, selain memberikan keadilan

karena telah ada suatu prosedur hukum yang melindungi hak-hak

pelaku usaha.

Indonesia menganut teori pembuktian bebas dan selain

pembuktian secara materil, namun juga pembuktian secara formil.

Yakni selain memenuhi unsur-unsur substantifnya, juga harus

memenuhi unsur ketentuan hukum acaranya. Berkaitan dengan

penggunaan Indirect Evidence. Peraturan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 telah menerangkan bahwa

dalam hal berkembang model pembuktian kartel dengan penggunaan

Indirect Evidence yang antara lain dilakukan melalui penggunaan

berbagai hasil analisis ekonomi yang bisa membuktikan adanya

korelasi antar satu fakta ekonomi dengan fakta ekonomi lainnya,

sehingga akhirnya menjadi sebuah bukti kartel yang utuh dengan

identifikasi sejumlah kerugian bagi masyarakat di dalamnya. Namun

dalam peraturan komisi tersebut masih mengatur Indirect Evidence

secara umum, belum adanya pengaturan secara tegas dan spesifik

terkait pengggunaan Indirect Evidence dalam mengungkap adanya

praktek kartel di Indonesia sehingga dalam hal ini hakim dalam

Page 53: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

43

memutus adanya perkara kartel dengan menggunakan bukti tidak

langsung (Indirect Evidence) masih terdapat perbedaan dimana ada

yang menolak dan ada pula yang menerima adanya pembuktian

dengan Indirect Evidence, hal ini dapat dilihat dengan adanya putusan

perkara Nomor 294 K/PDT.Sus/2012 yang dalam pertimbangan

putusannya menolak adanya Indirect Evidence dan Putusan Perkara

Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017 yang dikuatkan oleh Putusan

Mahkamah Agung Nomor 217K/PDT.SUS/KPPU/2019 sebagai

putusan yang menerima adanya pembuktian dengan Indirect Evidence.

D. Kronologis Kasus Perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012 dan

163/PDT.G/KPPU/2017

1. Kronologis Kasus Perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012

Kasus Obat hipertensi antara PT. Pfizer Indonesia dengan PT.

Dexa Medica sampai pada proses Kasasi, yang mana dalam kasasinya

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berkedudukan sebagai

pemohon kasasi dan PT. Pfizer Indonesia Serta PT. Dexa Medica

berkedudukan sebagai termohon kasasi.

Sebelum kasasi, dalam kasus perkara PT. Pfizer Indonesia

dengan PT. Dexa Medica telah melalui proses hukum di Komisi

Pengawas Persaingan Usaha yang mana jelas tertuang dalam Putusan

KPPU No. 17/KPPU-1/2010, dalam putusan tersebut menyatakan

bahwasannya para terlapor yaitu PT. Pfizer Indonesia, Pfizer Inc,

Pfizer Overseas LLC, Pfizer Global Trading dan PT. Pfizer

Corporation Panama terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 5, Pasal 16, Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 yang ditetapkan melalui musyawarah dalam sidang

majelis komisi pada hari Senin tanggal 27 September 2010 dan

dibacakan di muka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum

pada hari dan tanggal yang sama oleh Majelis Komisi yang terdiri dari

Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar, M.S., sebagai Ketua

Page 54: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

44

Majelis Komisi, Erwin Syahril, S.H. dan Ir. H. Tadjuddin Noer Said

masing-masing sebagai Anggota Majelis, dengan dibantu oleh Akbar

Hariyadi, S.H. dan Yossi Yusnidar, S.H. masing-masing sebagai

Panitera.

Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor

17/KPPU-1/2010, PT. Pfizer Indonesia beserta Terlapor lainnya

mengajukan permohonan keberatan pada Senin tanggal 18 Oktober

2010 di Pengadilan Jakarta Pusat, hal ini karena PT. Pfizer Indonesia

mempunyai domisili di Jakarta Pusat. Adapun Permohonan keberatan

dari PT. Pfizer Indonesia beserta terlapor lainnya adalah salah satunya

berkaitan dengan adanya pembuktian yaitu adanya doktrin single

economic entity atau entitas ekonomi tunggal untuk menentukan

kesatuan kelompok ekonomi Pfizer dan adanya supply agreement dan

distribution agreement dalam hal menentukan perjanjian kerjasama

produksi dan penetapan harga, serta adanya Paralel Pricing

(Pergerakan harga) antara harga obat Norvask dan Tensivask.

Berkaitan dengan upaya keberatan yang diajukan tersebut Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan Putusan No.

05/Pdt.KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., tanggal 7 September 2011 yang

amarnya adalah mengabulkan keberatan yang diajukan oleh pemohon

keberatan untuk seluruhnya dan membatalkan Putusan KPPU Nomor

17/KPPU-I/2010 tertanggal 27 September 2010 untuk seluruhnya serta

menghukum termohon keberatan untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp 1.271.000,00 (satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu

rupiah).

Bahwa setelah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.

05/Pdt.KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., tersebut diajukan permohonan kasasi

secara lisan pada tanggal 20 September 2011 sebagaimana ternyata

dari akte permohonan kasasi No.76/Srt.Pdt.Kas/2011/PN.Jkt.Pst. jo.

No.05/KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., yang dibuat oleh Panitera pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan mana diikuti dengan

Page 55: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

45

memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 03 Oktober

2011 dimana dalam memori kasasi tersebut dijelaskan bahwasannya

Pfizer Inc merupakan Pihak yang diberikan hak paten atas zat Aktif

Amlodipine Besylate oleh Edward Davidson dan Dr. James Ingram

Well yang memiliki hak paten no 10.0000 321, 10 November 1995

berlaku 20 Tahun yaitu mulai 3 April 1987 sampai 2 April 2007. Pfizer

Inc memberikan hak paten kepada PT. Pfizer Indonesia antara Tahun

1990 sampai 2007 tanpa adanya perjanjian lisensi, yang mana

sebelumnya berniat membuat perjanjian lisensi Amlodipine Besylate

tetapi ditolak /tidak dapat dilaksanakan oleh Dirjen HKI karena

permohonan lissensi diajukan setelah masa perlindungan paten

berakhir.

PT. Dexa Medica, mempunyai izin edar obat yang mengandung

zat aktif Amlodipine Besylate dengan merek Tensivask dengan nomor

pendaftaran DKL9405014110A1 yang dipergunakan untuk

memproduksi Tensivask yang di dapatkan dari Eropa. Dengan hal

tersebut karena zat aktif yang digunakan sama Antara PT. Pfizer

Indonesia dan PT. Dexa Medica maka PT. Pfizer Indonesia melakukan

somasi kepada PT. Dexa Medica dengan alasan telah melakukan

pelanggaran paten atas penggunaan zat aktif Amlodipine Besylate.

Adapun isi somasi tersebut yaitu menarik produk dari pasar dan

berhenti memproduksi Tensivask atau menemui pihak Pfizer Inc serta

menawarkan kerjasama dan menanyakan kemungkinan membeli bahan

baku dari Pfizer Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut PT. Dexa

Medica melakukan negosiasi dengan pihak Pfizer Inc melalui

perantara PT. Pfizer Indonesia untuk menyelesaikan pelanggaran atas

paten tersebut dalam perjanjian jual beli antara pemasok dan pembeli

(Supply Agreement) yang mengatur pembelian bahan baku oleh PT.

Dexa Medica dengan Pfizer Overseas LLC selaku Pemasok. Kegiatan

Pemasokan bahan baku tersebut Bukan dilakukan oleh Pfizer

Page 56: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

46

Overseas LLC melainkan oleh Pfizer Global Trading sebagai afiliasi

(pengembangan bisnis) Pfizer Overseas LLC. Adapun isi dari Supply

Agreement tersebut adalah adanya ketentuan bahwa komunikasi yang

dilakukan oleh PT. Dexa Medica dengan Pfizer Overseas LLC harus

menyampaikan tembusan (tembusan email)/Copynya kepada PT.

Pfizer Indonesia.

Berkaitan dengan perjanjian distribusi antara PT. Pfizer

Indonesia dan PT. Dexa Medica menggunakan PT. Anugrah Argon

Medica selaku distributor utama produk Norvask dan Tensivask.

Dalam hal ini PT. Dexa Medica merupakan pemegang saham dominan

di PT Anugrah Argon Medica dan dalam Distribution Agreement

terdapat klausul tentang pemutusan hubungan PT. Anugrah Argon

Medica sebagai distributor PT .Pfizer Indonesia apabila perusahaan

tersebut mengalami perubahan kepemilikan saham.

Dalam kasus perkara Nomor 294 K/ PDT.SUS/2012

diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari

Kamis tanggal 28 Juni 2012 oleh Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff,

SH. MA. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH. LLM. dan Dr.

Nurul Elmiyah, SH. MH., Hakim-Hakim Agung pada Mahkamah

Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-

Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Reza Fauzi, SH.CN.,

Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak

memutuskan bahwa menolak permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi/Termohon Keberatan : Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI

(KPPU) tersebut ; Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,00 (lima

ratus ribu Rupiah) dengan pertimbangan sebagai berikut:

Pertama, alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex

Facti (Pengadilan Negeri) tidak salah dalam menerapkan hukum

Page 57: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

47

berkaitan dengan bukti-bukti yang telah diperiksa, dan penilaian hasil

pembuktian merupakan wewenang Judex Facti (Pengadilan Negeri)

terkait ;

Kedua, Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 terkait dengan telah terjadi praktek kartel oleh para pelaku usaha.

Bukti tidak langsung tidak sama dengan alat bukti dalam Pasal 42

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan tidak dikenal dalam

undang- undang di Indonesia. Bukti tidak langsung tidak sama dengan

alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188 Ayat 2

KUHAP, mengingat perkara persaingan usaha menganut prinsip-

prinsip hukum pidana ;

Ketiga, bukti perintah untuk melakukan komunikasi di antara

para pesaing dalam Supply Agreement dan Distribution Agreement,

menurut pendapat para ahli, hal tersebut diperlukan dalam tujuan

bisnis, dalam proses bisnis melakukan pertukaran informasi adalah

diperbolehkan. Kemudian penggunaan bahan baku yang sama untuk

membuat suatu produk yang saling bersaing dan juga penggunaan

distributor yang sama dalam memasarkan suatu produk yang saling

bersaing bukan merupakan bukti adanya pelanggaran Pasal 11

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Terakhir, termohon kasasi melanggar Pasal 16, terhadap hal ini

dalam pertimbangan Termohon Keberatan menguraikan tentang obyek

perjanjian adalah masalah sengketa paten, maka menurut Judex Facti

(Pengadilan Negeri), hal tersebut menyangkut masalah HKI, yang

dikecualikan menurut Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999. Namun demikian setelah Majelis Hakim mencermatinya,

perjanjian a quo hanya berlaku bagi para pihak yang menanda

tanganinya, bukan untuk pihak yang lain. Perjanjian a quo tidak

terbukti memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 16 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adanya posisi dominan Termohon

Kasasi : Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terkait

Page 58: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

48

dengan hal ini program HCCP bukan suatu keharusan bagi dokter

untuk ikut serta.

2. Kronologis Kasus Perkara Nomor. 163/PDT.G/KPPU/2017 Kasus perkara dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-

125 CC di Indonesia antara PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

yang beralamat kantor di Jalan Dr. KRT. Radjiman Widyodiningrat

Jakarta 13920 dan PT. Astra Honda Motor yang beralamat kantor di

Jalan Laksda Yos Sudarso Sunter I Jakarta 14350 sampai pada proses

hukum kasasi, yang mana sebelumnya dalam proses hukum di

Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Putusan

Nomor:04/KPPU-I/2016, baik PT Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing sebagai terlapor 1 (satu) ataupun PT Astra Honda

Motor sebagai terlapor 2 (dua) dinyatakan bersalah dan terbukti secara

sah meyakinkan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, sehingga terlapor 1 diharuskan membayar denda sebesar

Rp.25.000.000.000 (dua Puluh Lima Miliar Rupiah) dan disetor ke kas

negara sedangakan terlapor 2 (dua) harus membayar denda sebesar

Rp.22.500.000.000 (Dua Puluh Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah)

dan disetor ke kas negara.

Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Nomor:04/KPPU-I/2016, para telapor mengajukan upaya keberatan

Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Nomor

163/PDT.G/2017/PN.JKT.Utr, dengan berbagai alasan yang salah

satunya berkaitan dengan alat bukti yang dijadikan pembuktian yaitu

dengan adanya Concerted Practices yang didalilkan oleh termohon

keberatan yang pada pokoknya hanya mendasarkan pada fakta adanya

kegiatan golf, surat elektronik internal pemohon keberatan, dan

analisis ekonomi kointegrasi untuk menunjukkan telah terjadi

pergerakan harga yang sama (price parallelism) antara pemohon

keberatan dan turut termohon keberatan.

Page 59: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

49

Putusan dari upaya keberatan tersebut dalam sidang

permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara,

pada hari Selasa tanggal 28 Nopember 2017, oleh Titus Tandi, S.H.,

M.H. sebagai Hakim Ketua Majelis, Maringan Sitompul, S.H., M.H.

dan I Wayan Wirjana, S.H., M.H. masing-masing sebagai hakim

anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan

Negeri Jakarta Utara Nomor 163/Pdt.G/KPPU/2017/PN Jkt.Utr.,

tanggal 11 September 2017, putusan tersebut diucapkan dalam sidang

yang terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 5 Desember 2017,

oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh Para Hakim Anggota tersebut,

dibantu Syahmisar, S.H., M.H. Panitera Pengganti Pengadilan Negeri

Jakarta Utara, dihadiri kuasa pemohon keberatan I, kuasa pemohon

keberatan II dan kuasa termohon keberatan menyatakan bahwasannya

menolak eksepsi termohon keberatan dan menguatkan putusan KPPU

Nomor 04/KPPU-I/2016 tanggal 20 Februari 2017 serta menghukum

pemohon keberatan I dan pemohon keberatan II untuk membayar

biaya perkara sebesar Rp726.000,00 (tujuh ratus dua puluh enam ribu

rupiah) dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

Berkaitan dengan saksi Yutaka Terada yang tidak dihadirkan di

muka persidangan menurut Majelis Hakim oleh karena saksi Yutaka

Terada telah diperiksa pada tahap penyelidikan dan dibuatkan berita

acara oleh tim penyelidik sesuai berita acara penyelidikan masing-

masing tanggal 16 Januari 2015, tanggal 22 Januari 2015 dan tanggal

25 Februari 2015, maka Berita Acara Penyelidikan saksi Yutaka

Terada tersebut yang diberi kode B1, B2 dan B9 karena dibuat oleh

Pejabat yang berwenang, maka berita acara tersebut termasuk alat

bukti dokumen sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 42 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor

163/Pdt.G/KPPU/2017/PN Jkt.Utr, para pemohon keberatan ( PT Astra

Page 60: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

50

Honda Motor (AHM) dan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

(YIMM) kepada Mahkamah Agung (MA) atas Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) masih mengajukan upaya kasasi pada 28

Desember 2017, namun berdasarkan amar putusan pengajuan register

217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 dinyatakan 'Tolak' pada 23 April 2019

serta menguatkan Putusan KPPU yang sebelumnya Pengadilan Negeri

Jakarta Utara juga sudah menolak terlebih dahulu upaya keberatan

yang diajukan oleh PT Astra Honda Motor (AHM) dan Yamaha

Indonesia Motor Manufacturing (YIMM).

Page 61: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

51

BAB IV

PENGGUNAAN ALAT BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT

EVIDENCE) OLEH KPPU DALAM PERKARA KARTEL

PERKARA NOMOR 294 K/PDT.SUS/2012 dan 163/PDT.G/KPPU/2017.

A. Pertimbangan Hakim Menolak Bukti Tidak Langsung (Indirect

Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor 294 K/PDT.SUS/2012

Pertimbangan hakim menolak adanya pengggunaan bukti tidak

langsung (Indirect Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor 294

K/PDT.SUS/2012 dapat dilihat dari penggunaan adanya bukti komunikasi

yaitu adanya Supplay Agreement yang mengarah kepada pengaturan produksi.

Hal ini didasari dengan adanya penyampaian rencana pemesanan (Forecast)

pembelian bahan baku serta prosedur pemesanan bahan baku oleh PT. Dexa

Medica, kewenangan inspeksi kelompok usaha Pfizer, pencantuman kalimat

dibuat aktif dari Pfizer dalam setiap kemasan Tensivask, adanya opsi bagi

kelompok usaha Pfizer untuk menghentikkan perjanjian secara sepihak apabila

dijumpai produk Tensivask yang beredar dipasar melebihi dari kuantitas yang

dapat di produksi dengan bahan baku yang dibeli dari kelompok usaha Pfizer,

serta pemberitahuan, persetujuan dan berbagai bentuk komunikasi sebagai

pelaksanaan dari supplay Agreement yang melibatkan PT. Dexa Medica

dengan supplier (Pfizer Overseas LLC) yang juga harus disampaikan

tembusan kepada PT. Pfizer Indonesia dalam jangka waktu yang telah

ditentukan.

Selain Supplay agreement yang menjadi bukti komunikasi antara PT.

Pfizer Indonesia dengan PT Dexa Medica terdapat pula perjanjian distribution

(Distribution agreement), dimana dalam perjanjian ini dibuat oleh PT. Pfizer

Indonesia dengan PT. Anugrah Argon Medica yang mana PT Dexa Medica

Merupakan pemegang saham dominan PT. Anugrah Argon Medica. Dalam

perjanjian tersebut terdapat ketentuan yang mengatur mengenai penghentian

kerjasama dengan distributor apabila terjadi perubahan kepemilikan dan

pemegang saham.

Page 62: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

52

Penggunaan Indirect Evidence dalam putusan ini pun dapat dilihat

dengan adanya bukti ekonomi yaitu adanya single economy entity dimana

antara PT. Pfizer Indonesia dengan PT. Dexa Medica, Pfizer Inc, Pfizer

Overseas LLC, dan Pfizer golobal trading merupakan suatu kelompok usaha

Pfizer. Bukti ekonomi yang lain yaitu berupa adanya price paralelisme,

dimana pergerakan harga antara Norvask dan tensivask memiliki trend sama

(naik dalam periode tertentu).

Menanggapi hal di atas hakim dalam pertimbangannya menimbang

terkait dengan telah terjadinya praktek kartel oleh para pelaku usaha. Bukti

tidak langsung tidak sama dengan alat bukti dalam Pasal 42 Undang- Udang

Nomor 5 Tahun 1999 dan tidak dikenal dalam undang- undang di Indonesia.

Bukti tidak langsung tidak sama dengan alat bukti petunjuk persaingan usaha

menganut prinsip-prinsip hukum pidana.

Bukti perintah untuk melakukan komunikasi diantara para pesaing

dalam Supplay Agreement dan distribution Agreement, dimana menurut para

ahli hal tersebut diperlukan dalam tujuan bisnis, dalam proses bisnis

melakukan pertukaran informasi adalah diperbolehkan. Kemudian

penggunaan bahan baku yang sama untuk membuat suatu produk yang saling

bersaing dan juga penggunaan distributor yang sama dalam memasarkan suatu

produk yang saling bersaing bukan merupakan bukti adanya pelanggaran

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Berkaitan dengan adanya Single economy entity atau entitas ekonomi

tunggal dan adanya Price Paralisme, dalam hukum perusahaan, khususnya

hukum perseroan, di Indonesia tidak mengakui adanya doktrin kesatuan

ekonomi (Single economi entity) karena setiap perusahaan secara hukum harus

dipandang sebagai entitas atau subyek hukum yang terpisah dan mandiri.

Price Paralisme pun dalam hukum persaingan usaha menurut ahli tidak dapat

dijadikan dasar bahwa telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5

Tahun1999, karena persamaan harga dapat terjadi karena banyak faktor.

Bahkan kesamaan harga juga dapat terjadi pada pasar yang sangat kompetitif

Page 63: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

53

dimana harga yang sama merupakan harga pasar (Benchmark) sebagai hasil

dari adanya persaingan yang ketat.

B. Pertimbangan Hakim Menerima Bukti Tidak Langsung (Indirect

Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017

Pertimbangan hakim menerima bukti tidak langsung (Indirect

Evidence) dalam Putusan Perkara Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017 dilihat

dengan adanya bukti komunikasi yaitu adanya pertemuan yang dilakukan

oleh Presiden Direktur PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

dengan Presiden Direktur PT. Astra Honda Motor, dimana dengan adanya

pertemuan tersebut minumbulkan adanya Concerted Action antara mereka.

Concerted action adalah suatu tindakan yang direncanakan, diatur,

dan disepakati oleh para pihak secara bersama-sama dengan tujuan yang

sama. Pelaku Concerted Action akan dipertanggungjawabkan atas

tindaakan bersama walaupun sekalipun dia tidak mengikatkan diri. Adanya

Concerted Action tidak dipersyaratkan bahwa ada suatu perjanjian tertulis

yang mensyaratkan pihak-pihak yang melakukan concerted action tidak

perlu dibuktikan seperti itu karena dalam concerted action yang terpenting

adalah komunikasi.1

Selanjutnya tindakan diatas diperkuat dengan bukti ekonomi

adanya implementasi penetapan harga sebagaimana adanya kesesuaian

antara fakta pertemuan di lapangan golf oleh Presiden Direktur PT.

Yamaha dengan Presiden Direktur PT. Astra Honda Motor serta

kesesuaiannya komunikasi diantara mereka melalui surat elektronik yang

berisi untuk mengikuti harga serta bukti analisis penetapan harga.

Menanggapi hal di atas hakim dalam pertimbangannya menyatakan

bahwa terkait dengan adanya penggunaan bukti tidak langsung (Indirect

Evidence) adalah sesuatu yang lazim dan dapat diterima dalam hukum

persaingan usaha. Bukti tidak langsung (Indirect Evidence) adalah

termasuk kategori bukti petunjuk sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 42

1 Putusan Perkara Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017,h., 412-419.

Page 64: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

54

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Jo. Pasal 72 Perkom Nomor 1

Tahun 2010 yang meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan

atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha.

Dalam pertimbangan hakim pun terkait dengan adanya bukti

komunikasi dan bukti ekonomi telah menjadi bagian yang

dipertimbangkan dan dikuatkan dalam putusan KPPU di tingkat

Mahkamah Agung hal ini dibuktikan dengan adanya;

1. Putusan Aahkamah Agung Nomor 582 K/PDT.SUS/2009 (Keberatan

Terhadap Putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2008 tentang pelanggaran

Pada Tender Give Away Haji Garuda Indonesia 2007). Dimana dalam

putusannnya berkaitan dengan bukti tidak langsung menyatakan bahwa

dalam praktek di dunia bisnis kesepakatan mengenai harga, produksi,

wilayah (cartel) maupun kesepakatan anti persaingan lainnya sering

dilakukan secara tidak terang (Tacit) sehingga dalam hukum persaingan

bukti-bukti yang bersifat tidak langsug diterima sebagai bukti yang sah

sepanjang bukti-bukti tersebut adalah bukti yang cukup dan logis, serta

tidak ada bukti lain yang lebih kuat yang dapat melemahkan bukti-bukti

yang bersifat tidak langsung tersebut. Standar mana telah terpenuhi

dalam perkara a Quo sehingga putusan termohon kasasi yang dikuatkan

oleh Judix Factie sudah benar sehingga layak untuk dipertahankan.

2. Putusan KPPU Nomor 12/KPPU-L/2009 Jo Putusan Pengadilan

Tanjung Pinang Nomor 05/PDT.Bt/2010/PN.TPI tertanggal 19 Mei

2010 Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 906 K/PDT. Sus-

KPPU/2013 tentang Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Jaringan Air

Bersih Kabupaten Lingga, yang dalam pertimbangannya menyatakan

bahwa dalam Hukum Persaingan Usaha, Bukti ditemukan beberapa

terjadinya persekongkolan tender dianggap cukup apabila ditemukan

beberapa petunjuk atau bukti tidak langsung (Indirect Evidence) yang

bersesuaian dengan peristiwa lainnya (Plus Factor).

Dalam tambahan pertimbangan Putusan Perkara Nomor

163/Pdt.G/KPPU /2017/PN.Jkt.Utr. berkaitan dengan saksi Yutaka

Page 65: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

55

terada yang tidak dihadirkan dimuka, persidangan menurut majelis

hakim karena saksi Yutaka terada telah diperiksa pada tahap

penyelidikan dan dibuatkan Berita Acara oleh Tim Penyelidik sesuai

Berita Acara Penyelidikan masing-masing tanggal 16 Januari 2015,

tanggal 22 Januari 2015 dan Tanggal 25 Februari 2015, maka Berita

Acara Penyelidikan saksi Yutaka Terada tersebut yang diberi Kode B1,

B2 dan B9 karena dibuat oleh pejabat yang berwenang, maka Berita

Acara tersebut termasuk alat bukti dokumen sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

C. Analisis Peneliti Terkait Penggunaan Indirect Evidence dalam

Pembuktian Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

1. Landasan Filososfis

Secara filosofi, apabila kita melihat krisis ekonomi yang melanda

Indonesia di pertengahan Tahun 1997, menyadarkan pemerintah pada

waktu itu akan betapa lemahnya dasar ekonomi Indonesia. Hal ini

karena pemerintah Indonesia di era Orde Baru mengeluarkan berbagai

kebijakan yang kurang tepat pada sektor ekonomi sehingga

menyebabkan pasar menjadi terdistorsi, dimana pembentukan harga

dilakukan secara sepihak oleh pengusaha atau produsen. Yang mana ini

merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha tidak sehat.

Kedudukan monopoli yang ada lahir karena adanya fasilitas yang

diberikan oleh pemerintah serta ditempuh melalui praktik bisnis yang

tidak sehat, dimana salah satunya adalah praktik bisnis persekongkolan

penetapan harga melalui kartel, menetapkan mekanisme yang

menghalangi terbentuknya kompetisi, menciptakan barier to entry, dan

juga terbentuknya integrasi horizontal dan vertikal. Perpanjangan

kondisi yang demikian mengakibatkan saat terjadinya krisis moneter,

nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya terhadap dollar

Page 66: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

56

Amerika menjadi terpuruk dan membuka tabir ketidakberesan dunia

usaha di Indonesia.2

Bertolak dengan hal di atas yang pada dasarnya pembangunan

dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya

kesejahteraan rakyat, dalam hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal

33 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Perekonomian Nasional dan

Kesejahteraan Sosial, maka dengan di Undangkannya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha tidak sehat merupakan langkah awal dalam rangka

membawa bisnis dan perdagangan kearah yang lebih adil dan

berlandaskan kepada prinsip-prinsip persaingan pasar secara sehat.

Seiring perkembangan teknologi dan perkembangan usaha yang begitu

pesat dengan segudang kompleksitasnya, salah satunya permasalahan

berkaitan dengan adanya kartel menimbulkan polemik. Dimana dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk dapat membuktikan

pelaku usaha melakukan kartel dengan menggunakan prinsip Rule of

the reason yang menitik beratkan pedekatan pada evaluasi akibat

adanya perjanjian, sehingga lembaga yang mengawasi persaingan usaha

tidak sehat harus menemukan terlebih dahulu suatu pola monopoli atau

persaingan usaha tidak sehat ditimbulkan dari adanya perjanjian kartel

sebelum memutuskan bahwa praktek akan mengakibatkan gangguan

terhadap perekonomian secara signifikan karena mengguncang

stabilitas pasar, sedangkan secara fakta untuk dapat menemukan

perjanjian atau kesepakatan tertulis sangat sulit dilakukan karena kartel

dibuat bersama-sama oleh para pelaku usaha dengan para pesaingnya

untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan melanggar

kesepakatan tersebut selalu menjadi lahan terbentuk dan langgengnya

keberadaan kartel. Sukarnya membentuk kartel yang rapi

mengakibatkan pula kesukaran dalam membuktikan eksistensinya.

2 Ditha wiradhiputra, Pengantar Hukum Persaingan Usaha, Modal Untuk Retolling

Program Under Employee Graduates at Priority Disciplines Under TPSDP, Tahun 2006, h., 4.

Page 67: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

57

Oleh karena itu terlalu berat jika pengawas persaingan usaha bila harus

terbebani dengan adanya keharusan pembuktian.

Kartel di berbagai belahan dunia seperti Amerika Serikat, yang

memiliki seperangkat aturan hukum yang modern dan menjadi acuan

hukum persaingan banyak negara di dunia. Amerika sendiri merupakan

negara kedua di dunia yang memiliki undang-undang yang mengatur

persaingan setelah Kanada. Pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat

selalu berusaha untuk mencegah praktik-praktik bisnis yang

bertentangan dengan kepentingan umum. Sehingga di Amerika Serikat

menghukum kartel dengan Per se ilegal, karena kartel dianggap

mempunyai dampak negatif terhadap harga atau output jika

dibandingkan dengan dampak pasar yang kompetitif. Adapun kartel

jarang sekali menghasilkan efisiensi karena yang dihasilkan sangat

kecil dibandingkan dengan dampak negatif tindakan-tindakannya.

Kartel diakui sebagai kolaborasi bisnis yang paling merugikan.3

Peneliti berpendapat berdasarkan hal di atas, penegakan hukum

atau enforcement merupakan salah satu aspek penting dari keberhasilan

dari undang-undang persaingan ini, dan bukan masalah yang mudah

bagi lembaga peradilan maupun otoritas persaingan, dan lembaga

pelaksana lainnya, karena berhubungan dengan dunia usaha dan

perekonomian. Untuk itu Kriteria-kriteria pembuktian untuk menjerat

para pelaku usaha yang melakukan kartel harus benar-benar

diperhitungkan dan dipertegas sehingga tidak menimbulkan

kesimpangsiuran, mengingat Indonesia bukan menganut sistem

Common law sehingga hakim harus menguasai pengetahuan yang

cukup dalam mengadili masalah-masalah persaingan dan menampung

kebutuhan dari masyarakat dari dunia usaha yang terus mendesak.

Disamping itu, untuk mengikis adanya praktik persaingan usaha yang

3 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana,2012), h., 195.

Page 68: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

58

tidak sehat di Indonesia, perlu adanya pembaharuan hukum dimana

pemerintah harus aktif untuk mengeluarkan peraturan-peraturan.

2. Landasan Yuridis

Penerapan Pasal 11 Tentang kartel berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Parktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kartel pada dasarnya adalah perjanjian

satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menghilangkan persaingan diantara keduanya. Secara klasik, kartel

dapat dilakukan melalui tiga hal4: harga, produksi, dan wilayah

pemasaran, akibat yang ditimbulkan adalah terciptanya praktek

monopoli oleh para pelaku kartel sehingga secara perekonomian makro

mengakibatkan inefisiensi alokasi sumber daya yang dicerminkan

dengan timbulnya deadwigh loss. Dari sisi konsumen, konsumen akan

kehilangan pilihan harga, kualitas barang yang bersaing, dan layanan

purna jual yang baik, oleh karena dampak yang ditimbulkan demikian

besar, KPPU sebagai lembaga yang terdepan dalam mengawasi Hukum

Persaingan Usaha di Indonesia menyusun Pedoman Peraturan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kartel

sehingga diharapkan dapat membantu melaksanakan fungsi

pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara

tepat.

Dengan adanya Indirect Evidence menjadi polemik tersendiri

dalam peradilan di Indonesia dalam menangani permasalahan

persaingan usaha khususnya berkaitan dengan kartel, hal ini karena

berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Jo. Pasal

72 Perarturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara

Penanganan Perkara di KPPU tidak mengatur adanya Indirect

Evidence, begitu pula Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

4 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h.,176.

Page 69: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

59

Nomor 4 Tahun 2010 yang hanya mencantumkan Indirect Evidence

secara umum saja, tidak menjelaskan dan menegaskan secara detail

adanya penggunaan Indirect Evidence dalam penanganan perkara

kartel, selain itu juga karena sistem pembuktian di Indonesia

menggunakan civil law, pembuktian menggunakan Indirect Evidence

sangat sulit dilakukan karena paham hukum dan sistem hukum

peradilan hakim atau majelis hakim bersifat aktif dalam persidangan

dan memutus berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Permasalahan yang terjadi seputar penggunaan Indirect Evidence

ini dapat dilihat dalam hal penggunaan alat bukti petunjuk. Dimana

dalam putusan Perkara Nomor 294 K/PDT.SUS/2012 bukti tidak

langsung tidak sama dengan alat bukti dalam Pasal 42 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 dan tidak dikenal dalam undang-undang di

Indonesia, sedangkan dalam Putusan Perkara Nomor

163/PDT.G/KPPU/2017 yang telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah

agung Nomor 217 K/Pdt.sus-KPPU/2019 yang menyatakan terkait

dengan adanya alat bukti tidak langsung (Indirect Evidence) adalah

sesuatu yang lazim dan dapat diterima dalam hukum persaingan usaha.

Bukti tidak langsung (Indirect Evidence) termasuk kategori bukti

petunjuk sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 42 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Jo. Pasal 72 Perkom Nomor 1 Tahun 2010 yang

meliputi: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan atau dokumen

petunjuk damn keterangan pelaku usaha.

Berkaitan dengan hal di atas dimana terdapat dua putusan yang

berbeda dengan adanya putusan yang menolak adanya bukti tidak

langsung dan ada pula yang menerima bukti tidak langsung, hal ini

membuktikkan bahwa penggunaan Indirect Evidence masih menuai pro

dan kontra dalam penanganan kartel. Dimana pro kontra terkait

penggunaan Indirect Evidence ini pun dipengaruhi oleh perkembangan

dunia usaha yang berkembang begitu cepat dengan semakin

Page 70: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

60

kompleksnya permasalahan kartel yang dihadapi, sehingga berkembang

pembuktian dengan menggunakan Indirect Evidence.

Menurut peneliti menanggapi hal di atas didasarkan pada

pemikiran paradigma hukum progresif yang digagas oleh Satjipto

Raharjo yang menyatakan “Hukum adalah untuk manusia dan bukan

sebaliknya ... dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri melainkan

untuk sesuatu yang lebih luas yaitu untuk harga diri, manusia,

kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia. Oleh karena itu,

manusia dianggap sebagai penentu dan menjadi orientasi hukum.

Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Mutu hukum

ditentukan oleh kemampuannya mengabdi pada kesejahteraan manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut menurut penulis penggunaan

Indirect evidence dalam penanganan kartel dengan didasari atas dasar

kemanfaatan yang begitu besar karena dengan adanya indirect evidence

ini karena sulitnya untuk membuktikan perjanjian atau kesepakatan

dalam kartel sudah seharusnya dibuat suatu aturan yang spesifik dalam

hukum persaingan usaha. Dengan adanya kemanfaatan dalam

penanganan kartel dengan menggunakan Indirect Evidence diharapkan

dapat mengisi celah-celah kosong antara keadilan dan kepastian hukum

sehingga lebih memudahkan Komisi Pengawas persaingan Usaha untuk

lebih dini dalam menangani persoalan kartel di Indonesia.

3. Landasan Sosiologis

Menurut Jermy Bentham, tujuan hukum adalah memberikan

kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya

warga masyarakat. Begitu pun hadirnya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat, tujuan adanya pembentukan undang-undang ini

adalah untuk:5

5 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h., 4.

Page 71: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

61

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan

persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian

kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku

usaha menengah dan pelaku usaha kecil

3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Suatu undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat merupakan kelengkapan hukum yang diperlukan

dalam suatu perekonomian yang menganut mekanisme pasar. Di satu

pihak undang-undang ini diperlukan untuk menjamin agar kebebasan

bersaing dalam perekonomian dapat berlangsung tanpa hambatan, dan

di lain pihak undang- undang ini juga berfungsi sebagai rambu-rambu

untuk memagari agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi yang tidak

sehat dan tidak wajar. Memilih sistem ekonomi pasar dengan tanpa

membiarkan ekonomi berjalan berdasarkan hukum siapa yang kuat

boleh menghabiskan yang lemah, karena merupakan sifat dari dunia

usaha untuk mengejar laba sebesar-besarnya, yang kalau perlu di

tempuh dengan cara apapun dan karena itu dibutuhkan aturan untuk

mengendalikannya.6

Penggunaan Indirect Evidence, di negara yang menganut sistem

hukum yang berbeda dengan Indonesia penggunaan Indirect Evidence

telah wajar digunakan, berbeda dengan Indonesia yang menganut civil

law, pembuktian secara tidak langsung sangat sulit diterima dibeberapa

kalangan karena paham hukum dan sistem hukum dalam peradilan.

Penggunaan Indirect Evidence di negara lain seperti halnya Amerika

6 Susanti Adi Nugraha, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan Praktik

Serta Penerapan Hukumnya,...h., 2.

Page 72: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

62

serikat, Australia dan sebagainya kartel dianggap sebagai per se ilegal

sehingga tidak membutuhkan pembuktian karena perbuatan kartel

benar-benar mempunyai dampak negatif terhadap harga dan output jika

dibandingkan dengan dampak negatif yang kompetitif. Adapun kartel

jarang sekali menghasilkan efisiensi, atau efiseiensi yang dihasilkan

sangat kecil dibandingkan dengan dengan dampak negatif tindakan-

tindakannya.

Berkaitan dengan penggunaan Indirect Evidence hal ini pun tidak

terlepas dari perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang

demikian pesat yang telah menyebabkan perubahan kegiatan

kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah

mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.

Termasuk dalam hal yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha.

Dimana dengan adanya perkembangan dan teknologi mempunyai

peranan yang penting dalam perdagangan dan pertumbuhan

perekonomian nasional dengan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam peraturan perundang-undangan pun terkait dengan

penggunaan Indirect Evidence telah banyak yang menggunakannya

misalkan saja Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

perubahan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, dimana dalam Pasal 5 Undang-Undang ITE

bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Pengalihan data tertulis ke dalam bentuk elektronik telah diatur

pula sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang

Dokumen perusahaan, pada bagian menimbang huruf f dinyatakan

bahwa “kemajuan teknologi telah memungkinkan catatan dan dokumen

yang dibuat diatas kertas dialihkan kedalam media elektronik atau

dibuat secara langsung dalam media elektronik”, selanjutnya dipertegas

“dokumen perusahaan dapat dialihkan kedalam mikro film atau media

lainnya dan merupakan alat bukti yang sah”. Hal ini berarti dokumen

Page 73: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

63

elektronik khususnya mengenai dokumen perusahaan merupakan alat

bukri yang sah jauh sebelum ditetapkannya Undang-Undang ITE.

Tidak hanya bukti komunikasi berupa elektronik perkembangan

pembuktian di Indonesia terkait bukti ekonomi pun telah mengalami

perkembangan, dimana adanya single economy entity yang menyatakan

bahwa setiap perusahaan secara hukum harus dipandang sebagai entitas

atau subyek hukum yang terpisah dan mandiri, namun apabila kita

melihat secaara historis bahwa memang doktrin single economy entity

tidaklah berasal dari Indonesia, melainkan dari negara yang menganut

sistem hukum Common law dengan Stare decisinya. Asolf Berle yang

di Tahun 1947 memilliki ide untuk mengesampingkan fiksi hukum atas

badan hukum terpisah sebagai wujud dari pendekatan yang realistis

terhadap corporate enterprise. Ide berle tersebut menginisiasi

perkembangan enterprise liability, yang Tahun 1984 untuk petama

kalinya digunakan doktrin single economi entity yang

mengesampingkan doktrin intra enterprise conspiracy. Doktrin Single

economy entity dapat digunakan untuk membebankan tanggung jawab

kepada pelanggar dalam berbagai konteks di Hukum Persaingan Usaha.

Hal ini pun didasari oleh perkembangan perusahaan grup yang secara

global mempengaruhi perekonomian khususnya di Indoensia.

Menanggapi hal di atas menurut peneliti penggunaan Indirect

Evidence sudah seharusnya menjadi pertimbangan dalam peradilan di

Indonesia dalam menangani suatu perkara khususnya kartel, karena

sulitnya mendapat bukti tertulis perjanjian atau kesepakatan dan

terbatasnya kewenangan KPPU. Penggunaan Indirect evidence ini

telah memberikan kemudahan bagi KPPU bahkan peradilan peradilan

lainnya, hal ini terlihat dari banyaknya undang-undang yang telah

menggunakan adanya bukti tidak langsung. Dimana hal ini memang

didasarkan pada perkembangan dunia usaha yang begitu pesat dan

perkembangan dalam teknologi informasi yang terus maju dan

berkembang. Oleh karena itu hadirnya Indirect Evidence dalam

Page 74: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

64

perundang undangan penanganan kartel di Indonesia diharapkan dapat

mempermudah dan sedini mungkin dalam menjerat pelaku usaha yang

melakukan kartel di Indoensia.

Page 75: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan alat bukti tidak langsung terhadap Putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Perkara Nomor 294K/PDT.SUS/2012 dan

Perkara Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017 berbeda, karena kekuatan

pembuktian masing masing Indirect evidence berbeda. Bukti Tidak

Langsung (Indirect Evidence) ditolak karena bukti tidak langsung tidak

sama dengan alat bukti dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 serta adanya doktrin single economy entity sebagai bukti ekonomi

yang belum diakui dalam Hukum di Indonesia dan Supplay Agremeent

dan Distribution Agreement di perlukan untuk tujuan bisnis, sebaliknya

dalam kasus Perkara Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017 menerima adanya

pengunaan bukti tidak langsung dengan alasan bahwa adanya Indirect

evidence adalah sesuatu yang lazim dan dapat diterima dalam Hukum

Persaingan Usaha. Bukti tidak langsunng (Indirect Evidence) adalah

termasuk kategori bukti petunjuk, selain itu bukti tidak langsung

adanya tindakan bersama (concerted action) merupakan unsur

terpenuhinya suatu perjanjian.

2. Adapun penggunaan Indirect Evidence di Indonesia masih memicu

perdebatan yang tak kunjung usai antara kalangan pakar dan praktisi

hukum, dimana disisi satu untuk mengungkap adanya kartel dengan

adanya perjanjian atau kesepakatan tertulis yang menjadi unsur utama

sangat sulit dilakukan, disisi lain juga hukum di Indonesia belum

mengatur adanya Indirect Evidence sehingga hakim dalam memutus

perkara kartel ada yang menolak adanya penggunaan Indirect evidence

seperti adanya Putusan Nomor 294 K/PDT.SUS/2012 dan ada juga

Page 76: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

66

yang menerima Indirect evidence seperti dengan adanya Putusan

Nomor 163/PDT.G/KPPU/2017 yang dikuatkan dengan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 217 K/PDT.SUS-KPPU/2019.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan

skripsi ini maka saya sebagai peneliti ingin memberikan beberapa saran

yang dianggap peneliti perlu untuk dilakukan yaitu:

1. Perlu adanya pembaharuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat beserta peraturan pelaksananya. Perlunya penegasan secara

spesifik dan detail terkait penggunaan pembuktian dengan

menggunakan bukti tidak langsung ( Indirect evidence) dalam Hukum

Persaingan Usaha khususnya dalam penaganan kartel.

2. Perlu adanya perkuatan kelembagaan persaingan usaha antara lain

mencakup pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana

pendukung untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan

persaingan usaha di Indonesia.

3. Perlu adanya sosialisasi berkaitan dengan adanya penggunaan Indirect

Evidence dalam hal penanganan perkara oleh KPPU.

Page 77: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

67

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A. Kusumayati. Materi Ajar Metode Peneitian.Kerangka Teori, Kerangka Konsep

dan Hipotesis. Depok Universitas Indonesia: 2009.

Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Prenamedia Group, 2012.

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di

Indonesia Edisi Revisi, Bogor: Raih Asa Sukses, 2011.

Bakhri, Syaiful, Dinamika Hukum Pembuktian Dalam Pencapain Keadilan, Depok, PT RajaGrafido Persada, 2018.

Bogdan, Michael, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta: Nusa Media, 2010.

Yuti Witanto, Darmoko dan Arya Putra Negara Kutawaringin, Diskresi Hakim,

Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-

Perkara Pidana, Bandung , 2013. De Cruz,Peter, Perbandingan Sistem Hukum; Common Law, Civil Law dan

Socialist Law, Jakarta:Nusa Media, 2010.

Ditha wiradhiputra, Pengantar Hukum Persaingan Usaha, Modal untuk Retolling

Program Under Employee Graduates at Priority Disciplines Under

TPSDP, Tahun 2006.

Dimas Eko dan Teddy anggoro, Analisis Yuridis Mengenai Penyalahgunaan

Posisi Dominan Melalui Kepemilikan Saham. Depok: Universitas Indonesia, 2013.

Fajar, Mukti dan Yulianto achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor : Ghalia, 2002.

Page 78: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

68

Hermansayah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:Kencana, 2009.

Lebacqz, Karen , Teori-teori Keadilan. Penerjemah Yudi santoso, Bandung: Nusa Media, 1986.

Lincol, Guba (1981;88) dalam Melleong, J Lexy, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remjaja Rosdakarya, 2008.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.

M.A. Pangaribuan, Aristo dkk, Pengantar Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Depok, PT Rajagrafindo Persada, 2017.

Mertokusumo, Sudikmo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1982.

Muhammad Sofyan, Andi dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana suatu Pengantar, Jakarta: PT Balebat Dedikasi Prima, 2017.

M. Husein, Harun, Kasasi sebagai Upaya Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1992.

Nazir, Moh Metode Penelitian, Jakarta: Gahlia Indonesia, 2014.

Nugraha, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Dalam Teori dan

Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2012.

O.S. Hiariej, Eddy, Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta: Erlangga, 2012.

Pangabean, HP, Hukum Pembuktian Teori –Praktik dan Yurisprudensi Indonesia,

Bandung: PT Alumni, 2012.

Panggabean, H.P, Hukum Pembuktian Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia. Bandung:: P.T. Alumni, 2014.

R Gultom, Elfrida, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Literata, 2010.

R. Subekti, Hukum Pembuktian Cetakan ke 17, Jakarta:Pradnya Paramita, 2008.

Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha, Teori dan Praktiknya di

Indonesia. Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Sabuan, Ansori, Syariffuddin Petanasse dkk, Hukum Acara Pidana, Bandung: Angkasa Bandung, 1990.

Page 79: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

69

Raharjo, Satjipto, Hukum Progresif, Sebuah Sistem Hukum Indonesia,

Yogyakarta: Genta Publising, 2009.

Sarosso, Samiaji, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, Jakarta: PT Indeks, 2012.

Simanjutak, P .N.H, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta:Prenamedia Group,2015.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Peneitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Sugeng, Bambang dan Suyadi, Pengantar Hukum Acara Perdata dan contoh

dokumen litigasi, Jakarta: Kencana group, 2012.

Suhasril dan mohammad Taufik Makarao, Hukum larangan praktik monopoli dan

Pesaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2013.

JURNAL

Remy Sjahdeini dan Tjip Ismail, Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence) dan

Penerapannya Dalam Hukum Persaingan Usaha, Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, Volume 32, 2013.

Donny W. Tobbing, Tinjauan Hukum Terhadap Hukum Acara Persaingan Usaha

dalam perspektif Due ProcessOf Law, v.1 No. 1November 2017.

Nur Ana Wijayanti dan Ditha Wiradputra, Perbandingan Penanganan Perkara

Kartel Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Antitrust Law

di Amerika Serikat, Depok:FH UI, 2014.

Https://jurnal.kpk.go.id Kearah Pergeseran Beban Pembuktian diunduh tanggal 25 Apr. 19

http://www.kppu.go.id/id/blog/2010/07, Sulitnya Membuktikan Praktik Kartel

diunduh tanggal 25 Apr. 19

Ivan satrio Lalamentik, Ditha Wiradhiputra dkk, Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Berbentuk Badan Hukum Dalam Hukum Persaingan Usaha Ditinjau dari

Doktrin Separate Legal Entity dan Doktrin Single Economic Entity. FH UI 2014.

Page 80: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

70

Frederickus Fios, Keadilan Hukum Jeremy Bhentham dan Relevansinya bagi

Praktik Hukum Kontemporer, Binus University, 2005.

Fence M Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala

Mimbar Hukum, Vol.19 No.3Oktober 2007, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada

Udin Silalahi, Single economy entity : Kajian Hukum Persaingan Usaha, Jurnal

Hukum dan Syariah vol 9 No 1 Tahun 2018 , Universitas Pelita Harapan

Satjipto Raharjo, Liberalisme, Kapitalisme, dan Hukum Indonesia, Dalam Karolus Kopong Medan , Frans J Rangkas (eds), 2003, Liberalisme, Kapitalisme,

dan Hukum Indonesia: Sisi-sisi Lain dari Hukum Indonesia, Jakarta: Kompas

Veri antoni, Penegakan Hukum atas Perkara Kartel Di Luar Persekongkolan

Tender Di Indonesia, vol 31, Nomor 1 Februari 2019, Universitas Gajah Mada

Page 81: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 82: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 83: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 84: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 85: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 86: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 87: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 88: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Page 89: Pembangunan dalam bidang ekonomi harus diarahkan kepada ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang