Pembahasan KTI Febrile Confulsion

61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan pada kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan kebanyakan orang tua tidak tahu harus berbuat apa oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- 1

description

kedokteran

Transcript of Pembahasan KTI Febrile Confulsion

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain

sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus

bangsa. Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan

pada kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan kebanyakan

orang tua tidak tahu harus berbuat apa oleh karena itu tidak satupun orang tua

yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami

kejang demam.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering

dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.

Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul

infeksi saluran pencernaan.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6

bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun

pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada

laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita

didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu

tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan

tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan

penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara

terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang

utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang

demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien

dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,

memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan

kebutuhan penanganannya.

Sikap panik hanya akan membuat kita tidak tahu harus berbuat apa yang

mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah kesalahan orang tua

1

adalah kurang tepat dalam menangani kejang demam itu sendiri yang

kemungkian terbesar adalah disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua

dalam menangani.

2

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan

memahami tentang terjadinya kejang pada febrile convulsion dan pemeriksaan

yang harus dilakukan pada kejadian febrile convulsion.

1.2.2 Tujuan khusus

Mahasiswa memahami anamnesa pada febrile convulsion

Mahasiswa memhami patofisiologi pada febrile convulsion

Mahasiswa memahami patogenesa pada febrile convulsion

Mahasiswa memahami pemeriksaan fisik pada febrile convulsion

Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang pada febrile convulsion

Mahasiswa memahami penatalaksanaan pada febrile convulsion

3

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi mahasiswa

Agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam

pengkajian kejang demam bagi mahsiswa, sehingga dapat dilakukan tindakan

yang segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan kejang

demam.

1.3.2 Bagi masyarakat

Memberikan pengertian / pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat

kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada penderita

kejang demam.

1.3.3 Bagi penulis

Diharapkan penulis dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman

yang lebih mendalam pada pasien dengan kejang demam.

4

1.4 Definisi

Kejang demam ialah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh ( suhu rectal diatas 38°C ) yang disebabkan oleh proses ekstrakarnium.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang palingg sering dijumpai pada

anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari pada

anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderitanya (Milichap,1986).

Wegman (1939) dan Milichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan

bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kebangkitan kejang.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta

cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939, Prichard dan McGreal,1958).

Definisi kejang demam menurut para ahli

1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah,

1997: 229)

2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(Mansjoer,A.dkk. 2000: 434)

3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang

disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)

4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang

ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)

5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang

mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang

bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala

dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang

demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai

5

pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu

awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia

A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai

pada usia anak dibawah lima tahun.

6

1.5 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2 – 4 % dari populasi anak 6 bulan sampai 5

tahun. 80 % adalah kejang demam sederhana sedangkan 20 % kasus adalah kejang

demam kompleks. 8 % berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ). 16 % berulang

dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara 17 – 23 bulan. Anak laki

– laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang

pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua

50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan

menurun menjadi 30 %. Setelah kejang demam pertama, 2 – 4 % anak akan

berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi

umum.

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan-5 tahun.

Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam

pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6

tahun pasien tidak kejang demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant

autosomal sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang

demam. Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam

sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama

(> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam

1.6 Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan

infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti

tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan

campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.

7

Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :

         Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)

         Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.

         Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

         Gabungan dari faktor-faktor diatas.

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor

otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit,

dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik

subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak

diketahui etiologinya).

1)      Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik-iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith-

Lemli-Opitz.

2)      Ekstra cranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan

elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan

dan kekurangan produksi kernikterus.

3)      Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5

8

1.7 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari

permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan

normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit

seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial

yang disebut potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi

dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan

potensial membran sel neuron disebabkan oleh :

1.      Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2.      Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik

dari sekitarnya.

3.      Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan

metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.

Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari

seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik

ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter

sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya

rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak

dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih

9

sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama

(>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen

dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab

hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian

hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi

epilepsi.

10

1.8 Patogenesa

Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan

mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsi

dikemudian hari. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,6

– 0,74%.

Perkembangan mental dan nurologis umunya tetap normal. Dari penelitian

retrospektif, dilaporkan bahwa kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus.

Kelainan neurologis yang terbanyak adalah hemiparesis, disusul diplegia,

koreoatetosis atau rigiditas dengan serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada

pasien dengan kejang lama atau kejang berulang, baik fokal maupun umum.

Sebelas persen pasien kejang menunjukan hiperaktivitas walaupun tidak diberi

pengobatan fenobarbital

Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam

sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang

demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak

menderita kejang demam. IQ lebih rendah di temukan pada pasien kejang demam

yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Resiko retardasi mental

menjadi lima kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang

tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda beda

tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan defenisi, sebagian besar

penelitian melaporkan angka sekitar 2 – 5%

Livingstone melakukan pengamatan selama 10 tahun lebih. Ia mendapatkan

bahwa diantara 201 pasien kejang demam sederhana, hanya 6 (3%) yang

menderita kejang tanpa demam (epilepsi). Sedangkan diantara 276 (93%)

menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada

kejang demam sederhana dan 30% pada kejang atipikal. Di Indonesia,

Lumbantobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi

epilepsi.

Angka epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak

dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam yang berulang

11

kemungkinan terjadinya epillepsi 2 kali lebih sering di bandingkan dengan pasien

yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor resiko terjadinya

epilepsi adalah:

a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan

b) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau

saudara kandung

c) Kejang berlangsung lebih lama dari lima belas menit atau kejang fokal

Bila hanya ada satu faktor resiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah

2-3%, sedangkan apabila terdapat dua dari tiga faktor diatas, kemungkinan

menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam

dapatbermaca-macam, yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-

kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial

kompleks.

Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya demam kejang.

Sebagian besar hanya berulang 2-3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang berulang

lebih dari tiga kali. Setengahnya berulang dalam enam bulan pertama dan 75%

berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang

demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering

bila serangan pertama terjadipada bayi berumur kurang dari 1 tahun resiko

berulang kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering pada

bayi. Anak dengan perkembangan abnormal aau mempunyai riwayat epilepsi

dalam keluarga juga lebih sering mengalami berulangnya kejang demam.

12

1.9 Manifestasi Klinik

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan

berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa

detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang

unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia)

yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama

dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap(Lumbantobing,SM.1989:43).

Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu

yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih

ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa

detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan

penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi

mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan

sentakan terulang.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,

fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,

anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit

anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti

oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam

sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang

menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang

demam yang pertama.

Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih

dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan

frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali

sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali

sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.

Gejalanya berupa:

13

·         Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara

tiba-tiba)

·         Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada

anak-anak yang mengalami kejang demam)

·         Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik)

·         Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya

berlangsung selama 1-2 menit)

·         Lidah atau pipinya tergigit

·         Gigi atau rahangnya terkatup rapat

·         Gangguan pernafasan

·         Apneu (henti nafas)

·         Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

·         akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam

atau lebih

·         terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

·         mengantuk

·         linglung (sementara dan sifatnya ringan)

14

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anamnesa

2.1.1 Keluhan utama

Keluhan utama adalah pernyataan singkat pasien yang menjelaskan

mengapa ia mencari bantuan medis. Ini adalah jawaban terhadap pertanyaan, “apa

problem yang membawa anda ke rumah sakit?”

Pasien kadang kadang memakai istilah medis. Pewawancara harus meminta

pasien untuk mendefinisikan istilah untuk memastikan apa yang dimaksudkannya.

2.1.2 Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang menunjukan perubahan dalam kesehatan akhir

akhir ini yang membuat pasien mencari bantuan medis sekarang. Ia menguraikan

informasi yang relevan denagn keluhan utama. Ia harus dapat menjawab

pertanyaan apa, kapan, bagaimana, di mana, yang mana, siapa, dan mengapa.

Kronologi merupakan kerangka paling praktis untuk menyusun riwayat

penyakit. Ia membuat pewawancara dapat memahami urutan perkembangan

proses patologik utama dengan mudah. Dalam bagian inilah pewawancara

mengumpulkan semua informasi yang diperlukan, dimuali dari gejala pertama

penyakit sekarang dan mengkuti perkembangannya sampai hari ini. Untuk dapat

menentukan permulaan penyakit sekarang ini dengan tepat, pasien harus benar

benar sehat sebelu timbulnya gejala paling dini. Pasien mungkin sering tidak ingat

waktu timbulnya suatu gejala. Jika pasien merasa tidak pasti mengenai waktu

timbulnya suatu gejala, pewawancara dapat mengaitkannya dengan peristiwa

penting atau mengesankan. Misalnya, “apakah anda merasa sakit selama libur

akhir tahun?”. Dalam bagian wawancara ini terutama diajukan pertanyaan terbuka

15

kepada pasien, karena inimemberikannya kesempatan terbesar untuk menguraikan

riwayat penyakitnya.

2.1.3 Riwayat medis lalu

Riwayat medis lalu adalah penilaian kesehatan pasien secara keseluruhan

sebelum penyakit sekarang ini. Riwayat ini mencakup semua hal berikut:

keadaan kesehatan umum

penyakit yang lalu

cedera

perawatan di rumah sakit

pembedahan

alergi

imunisasi

penyalahgunaan zat

diet

pola tidur

obat obat yang sedang di gunakan

Sebagai pengantar untuk riwayat medis yang lalu, pewawancara dapat

bertanya, “bagaimana keadaan kesehatan anda di masa lalu?” jika pasien tidak

menguraikan penyakit spesifik tetapi hanya mengatakan, misalnya “sangat baik”

atau “cukup baik”, pewawancara dapat menanyakan “apa arti sangat (atau cukup)

baik bagi Anda?” pertanyaan langsung adalah tepat dan membuat pewawancara

dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang berhubungan yang perlu dirinci

lebih lanjut.

2.1.4 Riwayat pekerjaan dan lingkungan

Riwayat pekerjaan dan lingkungan mempertimbangkan pemaparan dengan

zat zat atau lingkungan yang secara potensial dapat menimbulkan penyakit.semua

pekerjaan dan lama masing masing perlu ditanyakan. Riwayat ini harus mencakup

lebih dari sekedar daftar pekerjaan lama bekerja dan aktifitas yang tepat harus di

tanyakan. Pemakaian alat pelindung dan praktek-praktek kebersihan dan juga

16

pekerjaan di daerah yang berdekatan harus di tanyakan. Jabatan pekerjaan

(misalnya ahli listrik, operator mesin) penting; tetapi pemaparan yang sebenarnya

dengan bahan bahan berbahaya mungkin tidak tercermin dalam deskripsi ini.

Ruang lingkup kerja industri adalah kompleks, dan hubungan lokasi kerja yang

sebenarnya dengan daerah daerah lain di mana bahan bahan berbahaya di pakai

adalah penting untuk di tentukan. Telah di ketahui pasti bahwa hanya bertempat

tinggal di dekat daerah racun industri saja sudah dapat menimbulkan penyakit

bertahun tahun kemudian.

2.1.5 Riwayat biografis

Informasi biografis adalah pernyataan mengenai tangal dan tempat lahir,

jenis kelamin, ras, dan latar belakang etnis.

2.1.6 Riwayat keluarga

Informasi keluarga memberikan informasi mengenai kesehatan seluruh

keluarga, hidup atau mati. Harus diberikan perhatian khusus terhadap

kemungkinan aspek genetik dan lingkungan dari penyakit yang mungkin

berdampak terhadap pasien. Umur dan kesehatan semua anggota keluarga dekat

harus di tentukan. Jika seorang anggota keluarga meninggal dunia, umur orang

tersebut dan penyebab kematian harus di catat. Penting untuk di tanyakan

bagaimana dampak penyakit seorang anggota keluarga terhadap pasien.

2.1.7 Riwayat psikososial

Riwayat psikososial mencakup informasi pendidikan, pengalaman hidup,

dan hubungan pribadi pasien. Bagian ini mencakup gaya hidup pasien, orang

orang lain yang berdiam bersama pasien, pendidikan, dinas militer, dan

perkawinan. Pernyataan mengenai pengetahuan pasien tentang gejala gejala dan

penyakit adalah penting. Apakah penyakit mengganggu waktu kerja pasien? Apa

pengertian pasien mengenai gejala gejala penyakitnya? Apakah ia memikirka

masa depan?

17

2.1.8 Tinjauan sistem

Tinjauan sistem meringkas semua gejala dalam bentukn sistem sistem

tubuh yang mungkin terlupakan dalam riwayat penyakit sekarang atau riwayat

medis yang lalu. Dengan memeriksa secara teratur daftar gejala gejala yang

mungkin ada, pewawancara secara khusus dapat memeriksa tiap sistem dan

menemukan gejala tambahan dari penyakit “yang tidak terkait” yang belum

dibicarakan. Pemeriksaan sistem sebaiknya dimulai dari kepala sampai ke kaki.

Pasien diberitahukan bahwa mereka akan ditanya apakah pernah mempunyai

gejala tertentu, dan mereka hanya menjawab “ya” atau “tidak”. Jika jawabannya

“ya”, sebaiknya diajukan pertanyaan langsung selanjutnya. Pewaancara tidak

perlu mengula pertanyaan pertanyaan yang sudah diajukan, kecuali untuk

memperjelas data.

2.2 Pemeriksaan Fisik

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi

maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik

neurologi berupa hemiplegi, diplegi. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis.

Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan

intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP. Pada umumnya tidak dijumpai adanya

kelainan neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,

pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :

1)      Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,

henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,

dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan

intraventikular.

2)      Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang

disebabkan oleh trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan membenjol

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh

pendarahan sebarakhnoid atau subdural.

18

3)      Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas

tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan

penyuntikan obat anestesi pada ibu.

4)      Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan

subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

5)      Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan

bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

2.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

tidak dilakukan secara rutin, namun untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaan lain. Pemeriksaan yang dapat dikerjakan adalah

pemeriksaan darah perifer, elektrolit dan gula darah.

Darah

  Glukosa Darah :           Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N <

20mq/dl)

  BUN     :     Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

  Elektrolit     :    K, Na

o   Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

o   Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

o   Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

  Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang

  Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang

terapeutik

Pungsi lumbal

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan

atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis

tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai

berikut:

19

   Bayi kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

   Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.

   Bayi >18 bulan tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.6

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada

di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia < 12

bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau

tidak tampak. Pada kejang demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada

beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini. Berdasar penelitian yang telah

diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak

dengan kejang demam yang :

         Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)

         Mengalami complex partial seizure

         Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam

sebelumnya)

         Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

         Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar

1 jam setelah kejang demam adalah normal.

         Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda

peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi

sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi

antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus

seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Elektroensefalografi (EEG)

Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-

gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan

gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic,

walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran

20

EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan

terjadinya epilepsi di kemudian hari. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam.  Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas

(misalnya kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam

fokal).1,2,7

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali

dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi

dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam

kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum

terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap

(hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.

2.4 Diagnosis

2.4.1  Working Diagnosis

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba

yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang

bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari

kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering juga disebut kejang

demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5

tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul

mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena

peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara

umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang

disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam

kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang

21

demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih

dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang

bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.1,2

Klasifikasi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik. Berikut

gejala Kejang demam.  Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:

1.      Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure),

dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:

         Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

         Kejang umum tonik dan atau klonik

         Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

         Terjadi pada usia 6 bulan-4 tahun

         Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar

         Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam

         Tidak ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang

         Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun

         Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak

menunjukkan adanya kelainan

2.      Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut:

         Kejang lama, > 15 menit

         Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

         Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.4.2 Diagnosis Banding

22

Meningitis Bakterialis

Definisi

Meningitis Bakterialis adalah peradangan pada meningen (selaput otak)

yang disebabkan oleh bakteri.Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia

1 bulan- 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa, kecuali mereka yang memiliki

faktor resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu

lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan

orang yang berhubungan dekat.

Etiologi

Bakteri yang menjadi penyebab dari lebih 80% kasus meningitis adalah

Neisseria meningitides, Hemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae. Ketiga

jenis bakteri tersebut, dalam keadaan normal terdapat di lingkungan sekitar dan

bahkan bisa hidup di dalam hidung dan sistem pernafasan manusia tanpa

menyebabkan keluhan.Kadang ketiga organisme tersebut menginfeksi otak tanpa

alasan tertentu.

Pada kasus lainnya, infeksi terjadi setelah suatu cedera kepala atau akibat

kelainan sistem kekebalan.Resiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat

pada penyalahguna alcohol, telah menjalani splenektomi (pengangkatan limpa),

penderita infeksi telinga dan hidung menahun, pneumonia pneumokokus atau

penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa menyebabkan meningitis adalah

Escherichia coli (dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus dan tinja) dan

Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala,

pembedahan otak atau medula spinalis, infeksi darah atau infeksi yang didapat di

rumah sakit; infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan

sistem kekebalan. Penderita gagal ginjal atau pemakai kortikosteroid jangka

panjang memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderit meningitis yang

disebabkan oleh bakteri Listeria.

23

Gejala Klinis

Demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang

seringkali terjadi setelah kelainan sistem pernafasan), merupakan gejala awal yang

utama dari meningitis. Kaku kuduk bukan hanya terasa sakit, tetapi penderita

tidak dapat atau merasakan nyeri ketika dagunya ditekuk/disentuhkan ke

dadanya.Penderita dewasa menjadi sangat sakit dalam waktu 24 jam, sedangkan

anak-anak lebih cepat. Anak yang lebh tua dan dewasa dapat menjadi mudah

tersinggung, linglung dan sangat mengantuk. Bisa berkembang menjadi stupro,

koma dan akhirnya meninggal.

Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan otak dan menghalangi aliran

darah, sehingga timbul gejala-gejala stroke (termasuk kelumpuhan). Beberapa

penderita mengalami kejang. Sindroma Waterhouse-Friderichsen merupakan

infeksi oleh Neisseria meningitidis yang berkembang dengan cepat, dengan gejala

berupa diare hebat, muntah, kejang, perdarahan internal, tekanan darah rendah,

syok, yang seringkali berakhir dengan kematian. Pada anak- anak yang berusia

sampai 2 tahun, meningitis biasanya menyebabkan demam, gangguan makan,

muntah, rewel, kejang dan menangis dengan nada tinggi (high pitch cry). Kulit

diatas ubun-ubun menjadi tegang dan ubun-ubun bisa menonjol. Aliran cairan di

sekeliling otak bisa mengalami penyumbatan, menyebabkan pelebaran tengkorak

(keadaan yang disebut hidrosefalus). Bayi yang berusia dibawah 1 tahun tidak

mengalami kaku kuduk.

  Ensefalitis

Definisi

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus

atau mikro organisme lain yang non purulent. Patogenesis Ensefalitis Virus masuk

tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam

tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau

organ tertentu. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran

24

melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan

menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai

dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri

ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku,

gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal

berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Etiologi

Penyebab terbanyak adalah virus seperti Herpes simplex dan Arbo virus

sedangkan yang Jarang biasanya Entero virus, Mumps, Adeno virus. Ensefalitis

supuratif akut :

Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokokokus,

E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum. Ensefalitis virus: Virus yang

menimbulkan adalah virus RNA (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus

rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes

simpleks,variola.

Gejala Klinis

Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,

kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Anak tampak

gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan

penglihatan, pendengaran ,bicara dan kejang

  Abses Otak

Definisi

Abses otak adalah penumpukan nanah di otak. Biasanya tumpukan nanah

ini mempunyai selubung yang disebut kapsel. Tumpukan bisa tunggal atau

terletak beberapa tempat di otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak.

Infeksi ini bisa berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara

langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada

benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.

25

Etiologi

Bakteri yang paling sering menyebabkan abses otak adalah dari golongan

streptococci, kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya

(anaerobik). Bakteri streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri

anaerobik lainnya, seperti bacteroides, propionibacterium, dan proteus. Beberapa

jenis bakteri lainnya pun mempunyai potensi untuk menimbulkan abses otak.

Jamur juga dapat menjadi penyebab abses otak. Beberapa jenis jamur yang

berperan terhadap pernanahan ini antara lain candida, mucor, dan aspergillus.

Gejala Klinis

Gejala klinis abses otak antara lain nyeri kepala, demam, muntah atau

kesadaran menurun. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kaku kuduk, kejang,

kelumpuhan sebelah badan, serta tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala.

Kadang kala ditemukan infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga

tengah, tulang mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai

sumber pernanahan.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih dan

peningkatan laju endap darah (LED). Cairan otak yang diambil lewat ruas tulang

belakang bagian pinggang (Pungsi Lumbal) memperlihatkan tekanan yang tinggi,

jumlah protein yang lebih dari normal, tetapi kadar klorida dan glukosa masih

dalam batas normal. Pada pemeriksaan scan kepala, tampak bayangan dengan

kepadatan rendah, terutama di pusat bayangan, dan terlihat cincin yang

menggambarkan kapsel abses.

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Medikamentosa

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

      Mengatasi kejang secepat mungkin

      Pengobatan penunjang

      Memberikan pengobatan rumat

      Mencari dan mengobati penyebab

26

      Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

      Pengobatan akut

A. Mengatasi kejang secepat mungkin

Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang

perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka.

Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali

mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga

diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang

berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu

penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga

diberi obat penurun panas/antipiretik.

B. Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu,

tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu

penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam

keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per

rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah

dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain

yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan

kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata

pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam

rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi

setelah 15 menit dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak

diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3

dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul

setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

C. Pengobatan rumat

27

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara

mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.

Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang

demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang

harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan

yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang

mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan

lainnya.

Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah

terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun

oral pada waktu anak mulai terasa panas.

Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak

untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4

tahun.

2. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis

teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah

terulangnya kejang di kemudian hari.

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

a. Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital

jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus

tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

28

b. Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini

harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik

berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.

c. Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat

berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang

memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini

dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.

Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan

mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

D. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya

infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian

antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.

Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk

pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk

menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.

Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang

intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap,

misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal

hati.

E. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam

tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk

mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada

anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai

kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.

29

Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang

merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila

kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap

(cacat).

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :

1.   Profilaksis intermitten

2.   Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari

3.   Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang

F. Pengobatan Akut

Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :

1.   Segera menghilangkan kejang

2.   Turunkan panas

3.   Pengobatan terhadap panas

4.   Suportif

Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan

selama 5 menit. Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:

1.   Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan.

2.   Orang tua sebaiknya jangan panik dan tetap mengawasi anaknya, terutama

gerakan-gerakan yang terjadi saat anak mengalami kejang untuk membantu dokter

menegakkan diagnosis. Ukur suhu tubuh, catat lama kejang.

3.   Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah

tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.

4.   Anak yang mengalami kejang memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan saat

anak itu normal, jadi jangan menahan atau menggendong anak selama kejang

berlangsung.

5.   Berikan obat pereda demam , contohnya parasetamol (10mg/kgBB/kali diberikan

4x sehari) atau ibuprofen (5mg/kgBB/kali diberikan 3x sehari). Jangan

memberikan aspirin (asam asetil salisilat) untuk demam pada anak-anak karena

beresiko terjadinya sindroma reye.

30

6.   Berikan obat anti kejang (diazepam) bila ada. Obat anti kejang supositoria

dimasukan melalui anus. Dosis : 0,5 – 0,75mg/kgBB atau 5mg untuk anak dengan

berat badan <10kg atau 10mg untuk >10kg, atau bisa juga diberikan berdasarkan

usia (5mg untuk usia < 3 tahun, 7,5mg untuk > 3 tahun). Bila masih kejang juga,

maka dapat diberikan satu kali lagi diazepam dengan dosis yang sama (5mg)

sebelum dibawa ke rumah sakit. Jangan memberi obat anti kejang jika kejang

telah berhenti.

7.   Segera bawa ke rumah sakit, bila kejang telah berlangsung lebih dari 10 menit

atau setelah 2x pemberian diazepam kejang masih belum berhenti.

2.5.1 Nonedikamentosa

Edukasi pada orang tua

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya:

         Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

         Memberitahukan cara penanganan kejang

         Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

         Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus diingat

adanya efek samping obat.

2.6 Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yg amat sangat pada

para orangtua, sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan

jangka panjang. Kejang demam simple tidak mengakibatkan kerusakan otak,

keterbelakangan mental atau kesulitan belajar, ataupun apilepsi.

Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya

demam. Kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejang demam.  Sekitar 2 – 4

% anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang

demam itu sendiri. Kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi

31

pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu, antara 95 - 98% anak yg

mengalami kejang demam simple tidak menimbulkan epilepsy.

Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang

demam berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka

demam kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:

         pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu

tinggi.

         jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit.

         Ada faktor turunan dari ayah-ibunya.

Namun begitu, factor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.

Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar

kemungkinan mengalami kejang berulang.

2.7 Prognosis

Prognosis. Ini terutama tergantung pada penyebab primer gangguan ini

atau beratnya serangan. Pada kasus bayi hipoglikemia dari ibu diabetes atau

hipokalsemia akibat makan fosfat berlebihan, prognosisnya sangat baik.

Sebaliknya, anak dengan kejang yang bandel karena ensefalopati hipoksikiskemik

atau kelainan sitoarkitektural otak biasanya tidak akan berespons dengan

antikonvulsan dan rentan terhadap status epileptikus dan kematian awal.

Tantangan pada dokter adalah untuk mengenali penderita yang akan sembuh

dengan pengobatan segera dan menghindari penundaan diagnosis dan

menghindari penundaan diagnosis yang dapat menyebabkan cedera neurologis

berat ireversibel. Umumnya baik, Tapi apabila tidak diterapi dengan baik, kejang

demam dapat berkembang menjadi: Kejang demam berulang, epilepsi, kelainan

motorik, gangguan mental dan belajar.

32

BAB III

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A.N

Umur : 2 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Banaran 17/10, Butuh, Tengaran

Masuk Rumah Sakit : 15 – Januari – 2011

No.RM : 112995

3.2 ANAMNESIS

Keluhan utama:

Kejang dengan Demam

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga kiriman puskesmas Tengaran dengan

keluhan kejang demam. Demam dimulai siang hari (pukul 13.00 WIB) mendadak

tinggi kemudian langsung kejang ± 5 menit seluruh tubuh, pasien tidak sadarkan

diri, setelah kejang usai pasien menangis. Pasien dibawa ke bidan diberikan obat

parasetamol sirup dan puyer _ demam turun. Sore hari pasien meminum susu dan

obat untuk kedua kalinya, pasien muntah seperti apa yang dimakan, kemudian tiba

tiba panas kembali dan kejang berulang selama ± 15 menit tidak sadarkan diri.

Kemudian dibawa ke puskesmas, sebelum dirujuk ke RSUD Salatiga. OS

mengeluh pusing (-), nyeri kepala (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi

(-),cruam di ekstrimitas dan badan (-), telinga merah (-), nyeri telinga (-), tidak

ada cairan yang keluar dari telinga, mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri ulu hati

(-), mual (-), muntah (-), Batuk (+), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), seseg (-).

BAK dbn, frekuensi 3-4 kali sehari, warna kuning, tidak nyeri. BAB terakhir 1

hari SMRS, setelah 3 hari tidak BAB, konsistensi padat. Diare (-).

33

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien pernah kejang sebelumnya pada usia 2 tahun. Kejang seluruh tubuh ± 5

menit satu kali, setelah berobat ke puskesmas kejang tidak berulang.

Riwayat penyakit keluarga:

Dalam keluarga pasien tidak pernah sakit seperti ini. Demam (-).

Riwayat kehamilan ibu:

ANC dilakukan > 4 kali di bidan, keluhan selama kehamilan (-), kelainan (-).

Riwayat Persalinan ibu:

Lahir spontan di bidan, presentasi kepala, aterm , BBLC (BBL 2500gr), langsung

menangis (+).

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan baik dan sesuai umur.

Riwayat makanan

Asi eksklusif sampai usia 3 bulan, dilanjutkan dengan PASI.

Riwayat keluarga

Susunan keluarga: pasien adalah anak pertama dan belum mempunyai saudara

kandung.

Riwayat perumahan dan sanitasi

Pasien tinggal bersama kedua orang tua di Banaran, Butuh, Tengaran, Semarang.

Terdapat penerangan listrik dan sumber air berasal dari sumur. Tempat tinggal

pasien

jauh dari tempat pembuangan sampah dan jalan raya. Lingkungan rumah cukup

bersih.

Kesan: keadaan lingkungan tempat tinggal pasien baik.

34

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : HR : 170 x/menit (kuat, regular)

Suhu: 37,3 ºC

RR:36 x/menit (regular)

Data antropometri

• Berat badan : 13 kg

• Tinggi badan : 90 cm

• Status gizi : antara -1SD dan 1SD (gizi baik)

A. Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala :

mesosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, edem

pada muka (-/-).

Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya

tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,mata

cekung (-)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-, sekret -/-, konka

hiperemis (-)

Telinga : Bentuk telinga normal, sekret -/-, nanah (-), ruam belakang

telinga (–)

Mulut : Mukosa mulut basah (+), hiperemis (-), sianosis (-) lidah kotor`

(-), tremor(-), koplik spot (-), stomatitis (-)

Gigi geligi : Karies (+), tidak nyeri, perdarahan gusi (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-) membesar (-), uvula si

metris ditengah

2. Pemeriksaan Leher :

35

Pembesaran kelenjar limfonodi (-), JVP tidak meningkat

3. Pemeriksaan Thorak :

Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada(-), Iktus

kordistidak tampak.

Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus kanan=kiri, tidak ada massa.

NT (-).

Perkusi : seluruh lapangan paru sonor dx=sn

Auskultasi : paru: SD: Vesikuler normal, ST: ronkhi (+), wheezing (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Simetris, Tidak tampak ada massa, sikatrik(-), flat, distensi (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar lien tidak teraba.

Perkusi : timpani (+), distensi (-)

5. Pemeriksaan Ekstrimitas :

Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2”, petechie spontan (-), RL tes (-)

36

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 16 Januari 2011

Darah Rutin

Leukosit : 4,0 x 103 /uL (4,5-10)

Eritrosit : 4,94 x 106/uL (L=4,5-5,5 ; P=4-5)

Hemoglobin : 12,6 g/dL (L=14-18 ; P=12-16)

Hematokrit : 36,2

MCV : 73,4 fl (85-106)

MCH : 25,5 pg (28-31)

MCHC : 34,8 g/dl (30-35)

Trombosit : 121 x 103 /uL (150-450)

Laboratorium Elektrolit

Natrium : 140 (135 – 155)

Kalium : 4,4 (3,6 – 5,5)

Klorida : 11,1 (95 – 108)

Kalsium : 8,1 (8,1 – 10,4)

3.5 DIAGNOSIS KERJA

Kejang Demam Kompleks

3.6 DIAGNOSIS BANDING

Thypoid Fever Kejang Demam Kompleks

Infeksi Saluran Kemih Kejang Demam Sederhana

DF Meningitis

DHF Enchepalitis

Malaria Epilepsi

37

3.7. PENATALAKSANAAN

• Rawat inap

• Medikamentosa:

• Injeksi antibiotik : cefotaxime 2x250 mg

• L Bio

• Per oral: puyer: _ Epexol mg 5

• Codeine HCl mg 2

3.8 PEMBAHASAN

Dari anamnesis diperoleh pasien dema, Kejang terjadi saat demam,

berulang 1x dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Tidak terdapat luka baru,

trismus, maupun kekakuan dari anggota tubuh lainnya, gangguan pencernaan,

gangguan berkemih, ruam, dan menggigil, tidak ada riwayat jatuh sebelumnya.

Kejang saat ini merupakan kedua kalinya, kejang pertama kali 6 bulan yang lalu

didahului oleh demam. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala yang

sama. Pasien masih mampu makan dan minum dengan baik. Dari pemeriksaan

fisik tidak diperoleh adanya kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus,

kekakuan anggota tubuh lainnya, dan gangguan pernapasan. Hasil pemeriksaan

darah rutin menunjukkan penurunan

angka leukosit bisa jadi tanda adanya infeksi, hasil pemeriksaan elektrolit dalam

batas normal, hasil pemeriksaan widal menunjukkan hasil yang negatif.

Berdasarkan hasil anamnesis dapat disimpulkan, pasien mengalami kejang

demam, karena kejang terjadi pertama kalinya, pasien berusia 2 tahun, dan kejang

berhubungan dengan suhu tubuh yang tinggi. Dan menurut klasifikasi dari UKK

Neurologi Anak IDAI pasien mengalami kejang demam kompleks. Tatalaksana

kejang demam adalah pemberian diazepam rektal 0,5mg/kgBB. Jika setelah 5

menit pasien masih demam, berikan diazepam IV 0.3-1mg/kgBB. Jika masih

38

demam diberikan bolus fenitoin 10-20mg/kgBB dengan kecepatan 0,5-1mg/menit.

Jika masih kejang, rujuk ke ICU. Selain itu karena pada pasien kejang sudah

berulang, diazepam diberikan sebagai profilaksis jangka pendek. Sebaiknya

pasien diberikan profilaksis jangka panjang, karena pasien menderita kejang

demam kompleks dan mempunyai resiko berulang karena beberapa bulan yang

lalu pasien mengalami hal yang sama. Profilaksis diberikan selama 1tahun, dan

obat yang dapat digunakan adalah Fenobarbital 3-5mg/kgBB/hari atau asam

valproat 15-40mg/kgBB/hari

39

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh ( suhu rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Infeksi virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut

adalah penyebab kejang demam yang paling sering.

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan

yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan

pengobatan rumat, Mencari dan mengobati penyebab.

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian

yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya

terjadi pada 6 bulan pertama.

4.2 Saran

Bagi pembaca, diharapkan dapat jauh lebih mengetahui tentang gejala, penyebab, penanganan, dan pengobatan agar dapat segera memberi pertolongan pada bayi dalam keadaan kejang demam, serta memberi pengetahuan sehingga dapat mengetahui memahami lebih dalam tentang fibrille convulsion.

Bagi penulis lain, diharapkan untuk ,menggunakan metode observasi dalam menulis makalah tentang febrile convulsion. Hal itu bertujuan agar penulis lain dapta menjelaskan lebih spesifik lagi tentang fibrille convulsion

BAB V

40

DAFTAR PUSTAKA

1.   Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran 

EGC.

2.   Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid

II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

3.   Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.

4.   Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of

Family Medicine and Community Health; 2008.

5.   Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.

2009. Jakarta: CV Sagung Seto

6.   Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC;

2007.

7.   Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 24 Januari

2011.

8. Swart, Mark H.1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik.Jakarta ; Penerbit Buku

Kedokteran. ECG.

9. Soetomenggolo, Taslim S dan Syofyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.

Jakarta ; Ikatan Dokter Anak Indonesia.

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak- FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak, volume 2. Jakarta ; infomedika.

41