pembahasan kromatografi kertas
-
Upload
nurmaningtyas-fitri-rahmawati -
Category
Documents
-
view
140 -
download
0
description
Transcript of pembahasan kromatografi kertas
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu
diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu
menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorpsi, partisi,
kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-
masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Anonim, 1995).
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-
komponennya. Kromatografi juga merupakan pemisahan camuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa
tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat
kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa
padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Anonim,2009).
Kromatografi Kertas merupakan kromatografi cairan-cairan dimana
sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas
jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi
multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi sutu
senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa mobil yang melewatinya berupa pelarut
organik yang sudah dijenuhkan dengan air atau campuran pelarut (Gandjar, 2010).
Kertas kromatografi terbuat dari selulosa murni. Serat selulosa yang hidrofilik dari kertas
tersebut dapat mengikat air, setelah disingkapkan ke udara yang lembab, kertas saring yang
tampak kering itu sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase tinggi, katakan 20 %
(bobot/bobot) akan lebih. Jadi kertas itu sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase
tinggi dan kertas itu dipandang sebagai analog dengan sebatang kolom yang berisi stasioner
berair. Zat-zat terlarut itu padahal fase geraknya dapat campur dengan air akan dalam beberapa
kasus, malahan fase geraknya adalah larutan itu sendiri (Day & Underwood, 2001). Susunan
serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk mengalirkannya
fase bergerak. Berbagai macam tempat kertas secara komersil tersedia adalah Whatman 1, 2, 31
dan 3 MM. Kertas asam asetil, kertas kieselguhr, kertas silikon dan kertas penukar ion juga
digunakan. Kertas asam asetil dapat digunakan untuk zat–zat hidrofobik (Khopkar, 2002).
Pada kromatografi menurun (descending), pada fase gerak dibiarkan merambat turun
pada kertas. Kertas tersebut digantung dalam bejana menggunakan bahan antisifon yang
menahan ujung atas kertas di dalam bak pelarut. Dasar bejana digenangi dengan sistem pelarut
yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Pada kromatografi kertas yang menaik (ascending), kertas
itu digantung dari atas ruangan agar kertas tersebut tercelup ke dalam larutan yang ada di dasar
ruangan, dan pelarut akan merangkak naik di seluruh bagian kertas secara perlahan-lahan akibat
kapilaritas. Pada bentuk yang menurun, kertas dikaitkan pada sebuah cawan yang mengandung
pelarut yang terletak diatas ruangan, dan pelarut bergerak ke bawah karena adanya kapilaritas
yang dibantu gravitasi. Pada kasus yang sukses, zat terlarut dari campuran yang asli akan
bergerak di sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda-beda, membentuk sederetan noda
yang terpisah. Jika senyawa tersebut berwarna, tentu saja noda tersebut dapat terlihat. Jika tidak,
noda-noda tersebut harus ditemukan dengan cara lain. Beberapa senyawa berpendar, dalam kasus
ini noda-noda bersinar dapat dilihat pada saat kertas diletakkan di bawah lampu ultraviolet
(Underwood, 1999).
Dalam percobaan ini digunakan metode menurun (descending), dimana pelarut maupun
komponen akan terabsobsi dan bergerak kebawah dengan gaya kapiler pada kertas kromatografi,
searah dengan gaya gravitasi hingga ¾ bagian dari panjang kertas kromatografi tersebut.
Kromatogram dibuat dengan menotolkan larutan uji, larutan baku pembanding, dan suatu
campuran uji dan baku pebaning dalam jumlah yang kurang lebih sama pada penyerap, dalam
satu garis lurus sejajar dengan tepi lempeng atau kertas. Jika zat uji yang diidentifikasi dan baku
pembanding itu sama, terdapat kesesuaian dalam warna dan harga Rf pada semua kromatogram,
dan kromatogram dari campuran menghasilkan bercak tunggal, yaitu harga Rr adalah 1,0
(Anonim, 1995).
Dari analisis tersebut berdasarkan parameter pada kromatografi kertas yang digunakan
untuk identifikasi adalah nilai Rf (Relative Mobility to Front) didasarkan atas perbedaan
distribusi komponen-komponen dalam sampel yang dipisahkan diantara fase gerak dan fase
diam.. Dan nilai Rf dihitung berdasarkan bercak warna yang dihasilkan dari tiap sampel
menggunakan perhitungan :
Rf =
Didapat masing – masing untuk
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Rf sampel mendekati dengan nilai Rf
tartrazin sehingga larutan sampel campuran tersebut mengandung tartrazin. Nilai Rf akan
menunjukan identitas suatu zat yang dicari, intensitas noda itu dapat digunakan sebagai ukuran
konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standard.
Penyimpangan harga Rr, Rf, atau t, yang diukur untuk zat uji dari harga yang diperoleh
untuk baku pembanding dan campuran tidak boleh melampaui taksiran keandaln yang ditentukan
secara statistik dari penetapan kadar baku pembanding secara berulang. Perbedaan harga Rf, bila
kromatogram dikembangkan searah serat kertas, dibandingkan dengan yang dikembangkan
dengan arah tegak lurus terhadap serat ketas. Oleh karen itu, dalam suatu seri kromatogram, arah
perambatan pelarut harus dipertahankan tetap terhadap arah serat kertas (Anonim, 1995).
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Depkes RI. Jakarta.
Gandjar, I. G., dan Abdul Rohman. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta