Pem Fisik Pada Blast Injury
-
Upload
isabella-rosellini -
Category
Documents
-
view
77 -
download
18
Transcript of Pem Fisik Pada Blast Injury
REFERAT
PEMERIKSAAN FORENSIK PADA BLAST INJURY
Disusun oleh :Kelompok 2
Anastasia Shinta 0510710008Hesti Arum R. 0510710071Maisarah 0510710085Moch. Farchan J 0510710089Faundra Arieza 0610710048
Pembimbing:
dr. Eriko Prawestiningtyas, Sp.F
LABORATORIUM KEDOKTERAN FORENSIKRSU Dr. SAIFUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2011
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blast injury atau trauma ledakan yang menimpa tubuh manusia bukan
merupakan hal yang baru, namun jarang ditemukan pada rumah sakit sipil.
Dalam beberapa dekade terakhir, kasus ledakan bom di masyarakat sipil
terus meningkat. Hal ini terutama disebabkan oleh aksi teroris. Dari 1969
sampai 1983, di seluruh dunia terdapat 220 pemboman oleh aksi teroris yang
menewaskan 463 orang dan melukai 2894 orang. Dalam dekade berikutnya,
di Amerika Serikat (AS) saja terdapat 11.178 pemboman yang
mengakibatkan 256 orang meninggal, 3.215 cedera, dan kerugian jutaan
dolar. Peningkatan ini sekitar 400% jika dibandingkan antara 1984 dengan
1994. Diperkirakan, terdapat 3000 kasus bom di AS setiap tahunnya.
Pemboman terbesar di AS adalah pemboman Gedung Federal di Oklahoma
City, pada 19 April 1995. Bom yang diletakkan di dalam mobil menyebabkan
runtuhnya sebagian gedung berlantai sembilan tersebut. Terdapat 759 orang
korban, 167 orang (22%) meninggal, 509 orang (67%) menderita cedera
ringan, dan 83 korban (11%) dirawat di rumah sakit. Pada korban yang
selamat, cedera jaringan lunak berupa laserasi, abrasi, kontusio, dan
puncture wound merupakan jenis cedera terbanyak, diikuti cedera
muskuloskeletal dan cedera kepala. Cedera jaringan lunak paling banyak
diderita pada ekstremitas, kepala dan leher, wajah, serta dada.
Indonesia mencatat berbagai ledakan bom di luar perang di Timor
Timur, Aceh, maupun kerusuhan yang bersifat suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA) di berbagai daerah. Pada Maret 1990, terjadi ledakan
granat di Cakung, Jakarta Utara, karena pertikaian dua kelompok pekerja.
Ledakan yang terjadi di tempat terbuka tersebut mengakibatkan 9 orang
korban: 6 orang meninggal di tempat, 1 orang meninggal di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) setelah 14 jam perawatan, dan 2 orang
dirawat. Hasil otopsi terhadap semua korban yang meninggal ditemukan
cedera pada toraks, abdomen, otak, dan vertebra. Kerusakan organ toraks
berupa sobekan paru dan jantung ditemukan pada 4 korban. Perdarahan
parenkim paru yang disertai sobekan paru ditemukan pada 2 korban. Cedera
pada abdomen yang ditemukan adalah perforasi usus multipel, hematoma
usus, ruptur hepar, dan limpa. Sedangkan cedera pada otak berupa sobekan
otak, fraktur tulang temporal kominutif, dan kontusio jaringan otak. Fraktur
kominutif korpus vertebra servikal ditemukan pada satu orang. Satu pasien
meninggal setelah perawatan selama 14 jam akibat kontusio otak dan pada
otopsi ditemukan fraktur tulang temporal serta laserasi otak. Pada dua korban
yang dirawat, ditemukan adanya perdarahan intraperitoneal, hematoma
mesenterium dan usus, serta sobekan seromuskular ileum dan nekrosis
colon ascendens. Pada semua hasil otopsi didapatkan pecahan granat baik
di otak, rongga toraks maupun rongga abdomen. Korban kedua yang dirawat
baru menunjukkan tanda-tanda peritonitis setelah 22 jam perawatan. Pada
laparotomi, didapatkan perforasi jejunum, laserasi serosa jejunum, hematoma
omentum dan kurvatura major gaster, serta perforasi gaster dan pecahan
granat serta kayu.
Terdapat tendensi peningkatan ancaman bom dan kejadian ledakan
bom di Indonesia. Pada 1998 terdapat ancaman bom sebanyak 73 kasus,
ditemukan 6 bom, dan hanya satu kasus yang benar-benar meledak. Pada
1999 jumlah ancaman 88 kasus dan ledakan terjadi pada 4 kasus.
Sedangkan pada 2000, sampai September tercatat 49 kasus ancaman bom,
8 di antaranya meledak. Dalam bulan Agustus 2000, terjadi 5 ledakan.
Ledakan yang menimbulkan korban adalah ledakan yang terjadi di depan
rumah duta besar Filipina pada 1 Agustus 2006.
Pemboman rumah duta besar Filipina yang terjadi pada 1 Agustus
2000 menelan korban 22 orang, 1 orang di antaranya meninggal di tempat.
Mayoritas korban (20 orang) menderita cedera jaringan lunak dan
muskuloskeletal dengan RTS (revised trauma score) 7,84087 (Lampiran 1).
Satu korban dengan RTS 4,007 (kontusio paru, syok hemoragik derajat III,
cedera kepala berat/CKB, dan luka bakar 33%) meninggal dunia setelah
resusitasi hampir 2 jam. Kecacatan akibat amputasi traumatik jari-jari tangan
kiri didapatkan pada 1 korban.
Peningkatan kejadian ledakan bom di Indonesia ini memerlukan
perhatian khusus, terutama dari sisi medis dalam menangani korban ledakan
yang umumnya bersifat masal dan dengan cedera multipel. Cedera yang
diakibatkan trauma ledakan bersifat kompleks dan mempunyai patofisiologi
tersendiri. Pemahaman mengenai mekanisme cedera akibat trauma ledakan
diperlukan dalam penanganan pasien-pasien tersebut.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai pemeriksaan forensik pada
jenazah yang menjadi korban ledakan. Hal ini penting untuk mengetahui jenis
bahan peldak yang dipakai, berapa besar bahan peledak, dan penyebab
pasti kematian korban.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pemeriksaan forensik pada korban blast injury?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pemeriksaan forensik pada korban blast injury
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Blast Injury
2.1.1 Klasifikasi Blast Injury
Blast injury dapat dibagi dalam 4 kategori :
a. Primary Injuries
Cedera primer disebabkan oleh gelombang ledakan overpressure,
atau gelombang kejut. Ini sangat mungkin ketika seseorang dekat dengan
amunisi meledak, seperti ranjau darat. Telinga yang paling sering
dipengaruhi oleh overpressure, diikuti oleh paru-paru dan organ-organ
berongga dari saluran pencernaan. Cedera gastrointestinal dapat
menyajikan setelah penundaan jam atau bahkan berhari-hari. Cedera dari
overpressure ledakan adalah tekanan dan fungsi tergantung waktu..
Dengan meningkatkan tekanan atau durasi, tingkat keparahan cedera
juga akan meningkat.
Secara umum, cedera ledakan primer ditandai oleh adanya luka
eksternal, dengan demikian luka dalam yang sering tidak diakui dan
keparahan mereka diremehkan. Menurut hasil eksperimen terbaru,
tingkat dan jenis utama ledakan yang disebabkan luka tidak hanya
tergantung pada puncak overpressure, tetapi juga parameter lain seperti
jumlah puncak overpressure, waktu-lag antara puncak overpressure,
karakteristik front geser antara puncak overpressure, frekuensi resonansi,
dan pulsa elektromagnetik, antara lain. Ada kesepakatan umum bahwa
perbedaan spalling, ledakan, inersia, dan tekanan adalah mekanisme
utama yang terlibat dalam patogenesis cedera ledakan primer. Dengan
demikian, mayoritas penelitian sebelumnya berfokus pada mekanisme
cedera dalam ledakan gas yang mengandung organ / sistem organ seperti
paru-paru, sementara cedera otak primer ledakan yang disebabkan
trauma tetap diremehkan. Ledakan paru mengacu pada memar paru yang
parah, perdarahan atau pembengkakan dengan kerusakan alveoli dan
pembuluh darah, atau kombinasi dari ini. Ini adalah penyebab paling
umum kematian di antara orang-orang yang awalnya bertahan hidup
ledakan
b. Secondary Injuries
Cedera sekunder adalah orang-orang yang terluka karena pecahan
peluru oleh objek dan lain didorong oleh ledakan. Cedera ini dapat
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh dan kadang-kadang
menyebabkan trauma tembus dengan pendarahan terlihat.. Pada saat
obyek didorong dapat menjadi tertanam dalam tubuh, menghalangi
hilangnya darah ke luar. Namun, mungkin ada kehilangan darah yang
luas dalam rongga tubuh. Luka pecahan peluru dapat mematikan dan
karena itu banyak bom anti-personil yang dirancang untuk menghasilkan
pecahan peluru dan fragmen.
Sebagian besar korban disebabkan oleh cedera sekunder. Beberapa
bahan peledak, seperti bom kuku, yang sengaja dirancang untuk
meningkatkan kemungkinan cedera sekunder. Dalam kasus lain, target
menyediakan bahan baku untuk benda dilemparkan ke orang., misalnya,
hancur kaca dari jendela meledak-out atau fasad kaca bangunan.
c. Tertiary Injuries
Cedera tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dari blast wind itu
sendiri yang mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang
kemudian menabrak dinding atau benda stasioner lainnya. Cedera ini
terutama terjadi pada pasien yang dekat dengan sumber ledakan.
Cedera pada sistem muskuloskeletal sering dijumpai, yang
disebabkan oleh energi yang dialirkan melalui tulang atau akibat
menabrak benda stasioner. Pada kasus-kasus yang berat dapat berupa
amputasi avulsif
d. Quaternary Injuries
Quaternary cedera, atau luka-luka bernama lain-lain, semua luka
lain yang tidak termasuk dalam tiga kelas pertama. Ini termasuk luka
bakar flash, cedera dan cedera menghancurkan pernapasan.
Trauma amputasi cepat mengakibatkan kematian, dan dengan
demikian jarang terjadi di selamat, dan sering disertai oleh cedera
lainnya yang signifikan. Tingkat cedera mata mungkin tergantung pada
jenis ledakan. cedera Psikiatri, beberapa di antaranya mungkin
disebabkan oleh kerusakan neurologis yang terjadi dalam ledakan itu,
adalah cedera yang paling umum kuartener, dan post-traumatic stress
disorder dapat mempengaruhi orang-orang yang dinyatakan sepenuhnya
tidak terluka.
2.1.2 Macam Bahan Peledak
Bahan peledak yang dikategorikan sebagai high-order bahan peledak
(HE) atau low-order bahan peledak (LE). HE menghasilkan supersonik
mendefinisikan over-gelombang kejut bertekanan. Contoh HE termasuk
TNT, C-4, Semtex, nitrogliserin, dinamit, dan amonium nitrat bahan bakar
minyak (ANFO). LE menciptakan ledakan subsonik dan kurangnya HE atas-
bertekanan gelombang. Contoh LE termasuk bom pipa, mesiu, dan paling
murni berbasis minyak bumi bom seperti bom molotov atau pesawat udara
improvisasi sebagai peluru kendali. HE dan menyebabkan LE pola cedera
yang berbeda.
Peledak dan pembakar (api) bom selanjutnya ditandai berdasarkan
sumbernya. "Diproduksi" berarti standar militer yang dikeluarkan,
diproduksi massal, dan kualitas teruji senjata. "Improvisasi"
menggambarkan senjata diproduksi dalam jumlah kecil, atau penggunaan
perangkat luar tujuan yang telah ditetapkan, seperti mengubah sebuah
pesawat komersial menjadi rudal. Diproduksi (militer) senjata peledak
secara eksklusif berbasis HE. Teroris akan menggunakan apa pun yang
tersedia - yang diperoleh secara ilegal senjata diproduksi atau improvisasi
peledak perangkat (juga dikenal sebagai "IED") yang mungkin terdiri dari
HE, LE, atau keduanya. Diproduksi dan bom rakitan menyebabkan cedera
yang sangat berbeda.
2.1.3 Mekanisme Blast Injury
Kategori Karakteristik Bagian tubuh
yang terkena
dampak
Tipe injuri
Primer Unik pada HE,
dihasilkan dari
impact gelombang
over-pressurization
dengan permukaan
tubuh
Organ yang
berisi udara
sangat sering
terkena (paru-
paru, GI tract,
middle ear)
- Blast Lung
(pulmonary
barotrauma)
- TM ruptur dan
kerusakan middle
ear
- Perdarahan dan
perforasi
abdomen
- Eye ruptur
Sekunder Hasil dari debris
dan fragmen bom
yang beterbangan
Semua organ
dapat terkena
- Penetrating
ballistic atau blunt
injuries
- Eye penetration
Tertier Hasil dari individu
yang terlempar
akibat blast wind
Semua organ
dapat terkena
- Fraktur dan
amputasi
traumatik
- Brain injury
terbuka dan
tertutup
Quarternary Semua injuri akibat
ledakan yang tidak
terkait dengan
mekanisme primer,
sekunder, maupun
tersier.
Semua organ
dapat terkena
- Burns
- Crush injuries
- Brain injury
terbuka dan
tertutup
- Asma, COPD,
dan masalah
pernafasan
lainnya.
- Angina
- Hiperglikemia,
hipertensi
2.1.3 Cedera yang muncul akibat Blast Injury
System Injury or Condition
Eye, Orbit, Face Perforated globe, foreign body, air embolism, fractures
Respiratory Blast lung, hemothorax, pneumothorax, pulmonary contusion
and hemorrhage, A-V fistulas (source of air embolism),
airway
epithelial damage, a spiration pneumonitis, sepsis
Digestive Bowel perforation, hemorrhage, ruptured liver or spleen,
sepsis, mesenteric ischemia from air embolism
Circulatory Cardiac contusion, myocardial infarction from air embolism,
shock, vasovagal hypotension, peripheral vascular injury, air
embolism-induced injury
CNS injury Concussion, closed and open brain injury, stroke, spinal cord
injury, air embolism-induced injury
Extremity injury Traumatic amputation, fractures, crush injuries, compartment
syndrome, burns, cuts, lacerations, acute arterial occlusion,
air embolism-induced injury
Auditory TM rupture, ossicular disruption, cochlear damage, foreign
body
2.2 Pemeriksaan Forensik pada Blast Injury
2.2.1 Luka Bakar pada Blast Injury
Luka Bakar masih merupakan penyebab utama cedera dan kematian di
Amerika Serikat. Luka akibat terbakar menyumbang 34% dari semua cedera
yang berakibat fatal pada anak-anak di bawah 16 tahun. Anak yang berusia
sangat muda atau orang yang berusia sangat tua memiliki resiko terbesar
mengalami kecelakaan atau cedera akibat api. Pada kematian akibat luka bakar,
ahli patologi forensik harus dapat menentukan:
Sebab pasti kematian, terutama apabila tubuh korban telah
mengalami karbonisasi
Menentukan apakah luka bakar adalah sebagai penyebab kematian
atau korban meninggal dengan cara lain, kemudian tubuhnya dibakar
untuk menghilangkan jejak
Sebab dan Mekanisme Kematian
Apakah ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti keracunan
obat atau alkohol
Yang harus diperhatikan pada korban blast injury dengan luka bakar adalah :
I. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Dalamnya Luka
Luka bakar biasanya digolongkan berdasarkan dalamnya luka yang
terbentuk (kerusakan jaringan)
A. Luka Bakar Derajat Satu
Adalah luka bakar yang terbatas pada epidermis superfisial
1. Dapat terlihat dalam bentuk eritema dan edema, biasanya tidak
terdapat lepuh (blister), kulit bisa saja mengalami pengelupasan
2. Biasanya sangat nyeri
3. Tidak terbentuk jaringan parut dalam proses penyembuhan
4. Misalnya: luka bakar akibat terpajan sinar matahari
B. Luka Bakar Derajat Dua
Disebut juga sebagai partial thickness burns, yang meliputi seluruh
epidermis dan sebagian dermis juga mengenai sebagian apendiks kulit.
Luka bakar derajat dua dapat terletak dangkal (superfisial) maupun dalam
1. Biasanya terdapat lepuh
2. Sensasi sensoris utuh, biasanya disertai rasa nyeri
3. Biasanya menyembuh tanpa membentuk jaringan parut, namun pada
luka bakar yang dalam dapat menimbulkan jaringan parut
C. Luka Bakar Derajat Tiga
Disebut juga sebagai full thickness burns, meliputi nekrosis (kematian
jaringan) yang mengenai seluruh lapisan kulit, termasuk seluruh apendiks
kulit.
1. Daerah yang terbakar terlihat berwarna putih
2. Kehilangan semua sensasi (mati rasa)
3. Hampir selalu terbentuk jaringan parut yang parah
D. Luka Bakar Derajat Empat
Dikenal sebagai karbonisasi, dimana seluruh jaringan terbakar dan menjadi
arang. Terjadi kerusakan total pada kulit dan jaringan subkutan, dan tulang
juga mengalami karbonisasi baik sebagian maupun keseluruhan.
II. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka Bakar
Tingkat keparahan luka bakar, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
A. Intensitas panas
Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah
1200-1600o F, sedangkan pada kebakaran yang terjadi akibat bahan
bakar industri, suhu yang dihasilkan lebih besar, yaitu sekitar 1900-2100o
F
B. Durasi terpajan panas
Misalnya, kulit manusia dipanaskan sampai 45o C selama 2 jam, maka
kulit kan menjadi hiperemik tanpa terjadi kerusakan epidermis, namun bila
durasi pajanan diperpanjang sampai 3 jam, akan terjadi kerusakan total
atau nekrosis pada epidermis
C. Pada pelaksanaan pembakaran jenazah (kremasi) orang dewasa, alat
yang digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1,5 jam dengan
suhu 1500 o F
III. Pengumpulan Data Tentang Derajat dan Pola Luka Bakar
Pada setiap kasus luka bakar, derajat dan pola luka bakar yang terjadi
harus didokumentasikan, dan sebaiknya pada diagram tubuh manusia (body
diagram) yang biasa digunakan.
A. Daerah luka bakar, biasanya dinyatakan dengan menggunakan
persentase dari daerah permukaan tubuh secara keseluruhan atau Total
Body Surface Area (TBSA). Persentase dari TBSA ini bervariasi
tergantung dari usia individu tersebut. Beberapa nilai rata-rata yang
tersedia yang biasa digunakan untuk menentukan persentase luka bakar
di antaranya:
1. Luas permukaan tubuh dengen usia
2. Pada orang dewasa, dapat digunakan ‘rule of nines’, sedangkan
pada bayi dan anak kecil, dapat digunakan ‘rule of fives’
3. Diagram yang lebih teliti, biasanya digunakan di Pusat
Penanggulangan Luka Bakar Militer
B. Pola luka bakar harus dicatat dan didokumentasikan dengan teliti dan
hati-hati karena dapat menjadi petunjuk penting bagaimana terjadinya
luka bakar tersebut.
IV. Tingkat Harapan Hidup Pada Luka Bakar
Dapat tidaknya luka bakar menyebabkan kematian, tergantung dari
usia korban, derajat luka bakar, dan persentase luas daerah tubuh yang
terkena. Angka probabilitas yang disederhanakan, dapat dilihat pada
diagram 13.3. Sedangkan pada tabel 13.2, dijelaskan bahwa angka harapan
hidup pada korban dengan luka bakar derajat dua dan tiga tergantung dari
usia individu bersangkutan.
V. Pakaian dan Luka Bakar
Adanya pakaian berpengaruh terhadap kejadian luka bakar. Apabila
pakaian yang dikenakan korban ikut terbakar, maka angka kesakitan dan
angka kematian pada cedera yang terjadi akan sangat besar. Beberapa
faktor yang mempengaruhi hubungan antara luka bakar dengan pakaian
yang dikenakan, yaitu:
A. Jenis bahan pakaian dan ketahanannya terhadap api
1. Bahan katun biasanya memberikan perlindungan yang sangat
minimal, karena katun lebih mudah dan lebih cepat terbakar
dibandingkan jenis bahan pakaian yang lain
2. Nylon, polyester, dan wool dapat mengurangi resiko luka bakar,
karena bahan-bahan tersebut di atas, agak sulit terbakar. Sebagai
tambahan, wool mengurangi resiko yang timbul akibat luka bakar
karena berat bahannya, dan struktur jahitannya.
B. Model pakaian
Menggunakan pakain yang pas dan sesuai ukuran tubuh, jauh lebih baik,
dibanding menggunakan pakaian yang panjang dan longgar, misalnya
gaun pesta, dll.
VI. Berdasarkan Penyebabnya, Luka Bakar Secara Kasar Dapat Dibagi
Dalam Enam Kategori
A. Flame Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan api
1. Keparahan tergantung lamanya waktu kulit terpajan dengan api
2. Bentuk lain dari flame burns adalah flash burns
a. Disebabkan oleh ledakan yang berasal dari gas, atau
berupa partikel- partikel halus suatu benda panas
b. Menyebabkan luka bakar derajat dua dan tiga pada
seluruh daerah kulit yang terkena, termasuk rambut
B. Contact Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan objek yang panas,
misalnya besi panas, setrika, dll. Jenis luka bakar ini, dapat memberikan
gambaran mengenai bentuk benda panas yang menyebabkan luka bakar
tersebut
C. Radiant Burns
Terjadi apabila kulit terpajan dengan gelombang panas
1. Tidak selalu diperlukan kontak langsung dengan benda yang
menghasilkan gelombang panas untuk menimbulkan luka bakar
2. Dapat menimbulkan lepuh dan eritema
3. Bila pajanan terjadi dalam jangka waktu lama dapat meimbulkan
karbonisasi
D. Luka terbakar terjadi bila kulit berhubungan dengan cairan panas
( biasanya air ).
1. Air pada 158°F ( 70°C ) akan menghasilkan suatu luka derajat
tiga pada kulit orang dewasa, kira-kira dalam satu detik dari
kontak ; pada 131°F ( 55°C ), hampir 25 detik dibutuhkan untuk
menghsilkan luka bakar yangsama.
2. Pemanas air hampir seluruh rumah di Amerika berasal dari
pengaturan pabrik kira-kira 130°-140°F, meskipun begitu, unit
terbaru sekarang disesuaikan menjadi sekitar 120°F.
3. Luka terbakar dapat dibagi menjadi 3 tipe :
a. Luka imersi, yang mana bisa saja karena ketidaksengajaan
atau kecerobohan di rumah. Luka bakar imersi akibat
kecerobohan di rumah sering terjadi karena anak kecil
ditempatkan di dalam kolam atau di bak mandi yang di penuhi
dengan air panas membara, dengan tujuan untuk
mendisplinkan atau menghukum si anak. Bentuk khas luka
bakar dapat terlihat, sebagai anak yang terrefleksi tenggelam
di dalam air. Disekeliling area dari kulit yang melingkari tiap-
tiap daerah lutut tidak terkena karena anak tersebut dipaksa
berjongkok di dalam air. ( gambar 13.4 ).
Gambar 13.4 Penyiksaan anak dengan luka bakar. Anak
biasanya dipegang diantara tangannya, dan ke bawah pada
air membara ( gambar bagian atas ). Hasil luka bakar
menunjukkan bentuk khas dengan tidak terdapat luka di
bagian lututnya, fossa poplitea, dan daerah inguinal ( gambar
bagian bawah ).
b. Luka bakar karena percikan, atau tumpahan biasanya tidak
sengaja, disebabkan karena memercikkan, menumpahkan
cairan panas ke tubuh. Luka akibat tumpahan dapat terjadi bila
seorang anak kecil menuangkan pot berisi air panas dari
kompor, dan cairan tumpah ke seluruh tubuh. Di beberapa
kasus, bentuk dari luka bakar harus berhubungan dengan
cerita, dengan yang paling berat luka bakarnya dari kulit
kepala atau kepala.
c. Luka bakar hangat biasanya karena ketidaksengajaan. Uap
yang sangat panas dapat menyebabkan luka berat pada
mukosa saluran napas. Pada beberapa kasus, edema laring
massif dapat terjadi, penyebab asfiksia dan kematian.
E. Luka bakar karena microwave.
Microwave adalah gelombang elektromagnetik yang mana frekwensi
berkisar antara 30-300.000 MHz dan panjang antara 1mm sampai 30 cm.
Radiasi microwave adalah non-ionisasi, oleh karena itu, efek biologi
primernya adalah panas, yang mana memproduksi melalui agitasi
molecular dari molekul polar, seperti air. Pada system biologi, oleh karena
itu, Jaringan dengan komposisi air yang lebih tinggi ( seperti otot ) akan
menjadi lebih panas daripada jaringan dengan komposisi air yang lebih
rendah ( seperti lemak ). Standar operasi untuk mikroawave di dapur
adalah pada 2,450 MHz.
1. Tergantung pada panjang gelombang radiasi, dan ketebalan,
orientasi, dan karakter dari target, apabila ada salah satu atau
kombinasi dari tiga hal ini :
a. microwave terrefleksi.
b. microwave diabsorbsi.
c. microwave melewati di keseluruhan target.
2. Surell et al, pada 1987 melaporkan pada suatu studi yang mana
piglet anestesi terekspos pada radiasi microwave dari sebuah 750
watt microwave rumah tangga, pada energi penuh, dalam waktu
berkisar 90-120 detik. Studi itu menunjukkan :
a. pada semua kasus, luka bakar memproduksi demarkasi yang
sempurna, luka bakar penuh.
b. luka bakar yang mana lebih ekstensif di permukaan tubuh
mendekati alat pengeluaran ( biasanya bertempat di atas dari
oven ).
c. secara mikroskopik kasar menunjukkan penemuan yang
konsisten dari perubahan relative lemak subcutaneous, selain
luka bakar pada kulit di atas atau di bawah otot ( perubahan
relative lapisan jaringan ). Arus nuklir tidak ada.
d. mikroskopik electron tidak memperlihatkan kerusakan selular
atau organel yang berarti.
3. Hampir luka bakar karena microwave adalah karena
ketidaksengajaan, berkaitan dengan memasukkan tangan ke dalam
microwane dengan tidak mematikan benar-benar terlebih dahulu,
atau karena ingesti dari cairan panas yang dipanaskan ke dalam
microwave. Pada satu pelaporan, seorang pria yang menggunakan
tambalan nitro transdermal mengalami luka baker derajat dua di
dekat tambalan itu, ketika dia duduk di sebelah oven microwave
yang bocor. Diperkirakan, plastic alumunium yang ada pada
tambalan tersebut merupakan factor yang menyebabkan kebakaran
tersebut.
4. Bentuk tidak biasa dari penyiksaan anak pernah dilaporkan pada
tahun 1987 oleh Alexander et el yang mana berhubungan dengan
dua kasus terpisah
yang mana seorang bayi perempuan umur 5 minggu, dan seorang
anak laki-laki umur 14 bulan yang terbakar karena diletakkan di
oven microwave yang sedang dinyalakan.
F. Luka bakar kimia adalah diproduksi oleh agent kimia seperti asam kuat dan
alkali, sama seperti agent lain seperti fosfor dan fenol. Luka bakar
menghasilkan perubahan yang lebih lambat daripada luka bakar akibat agent
panas.
1. Ekstensi luka tergantung dari :
a. Agent kimianya.
b. Kekuatan atau konsentrasi dari agent kimianya.
c. Durasi kontak dengan agent tersebut.
2. Agent alkalin :
a. Cenderung lebih menjadi luka berat disbanding agent asam ;
b. Yang dapat menyababkan luka baker umumnya memiliki pH > 11.5
c. Sering menghasilkan luka yang cukup tebal
d. Menghasilkan luka yang menimbulkan nyeri; dan menusuk kulit dan
licin.
3. Agen asam biasanya menghasilkan hanya sebagian dari ketebalan luka,
yang mana diikuti dengan eritema dan erosi yang superficial saja.
VII. Kematian karena Kecelakaan Kebakaraan (Cepat atau Lambat)
A. Kematian Cepat adalah kematian yang dilihat menurut waktunya dalam
beberapa menit sampai berapa jam dari kecelakan, ini dapat terjadi dari :
1. Shock Neurogenic dalam kaitan dengan sakit yang sangat parah
2. Luka akibat panas. kulit yang terbakar menyebabkan kehilangan
cairan dalam jumlah besar, yang dapat menyebabkan terjadinya
hypovolemia, Shock dan kegagalan ginjal akut
3. Luka Pada Pernafasan, yang harus dicurigai dalam setiap kasus
dimana warna hitam sangat kelihatan di sekitar atau dimulut
a. Itu mungkin adalah luka-luka yang di akibatkan panas di
saluran udara mucosa, yang dapat mengakibatkan kearah
mucosal necrosis dan edema, bronchospam, atau
mengakibatkan saluran udara bagian atas edema mengenai
pangkal tenggorokan,
b. Penyebab utama dari kematian luka pada pernafasan adalah
racun karbon monoksida. karbon monoksida adalah suatu gas
tanpa warna dan tidak berbau yang di produksi dari bahan
bakar karbon ( bensin, sejenis metan, gas-alam, minyak, kayu,
batubara atau briket arang, tembakau) yang dibakar. karbon
monoksida mengikat kepada hemoglobin dengan gaya
gabung lebih dari 200 kali lebih besar dibanding oksigen, dan
melakukan pemindahan oksigen dari hemoglobin molekul,
mendorong ke arah jaringan dalam hypoxia dan kematian.
Tingkatan darah postmortem carbon hemoglobin (COHb)
harus ditentukan dalam semua kasus yang menyertakan api
1. Dalam beberapa hal, tingkat CO yang mematikan mungkin
ada ketika jelaga bersih di (dalam) saluran udara tidak ada
2. Jika dalam kasus kebakaran besar atau kilat api di mana
korban dengan cepat terkena nyala api, jelaga biasanya
tidak hadir di jalur udara di tempat itu dan tingkatan
postmortem CO tidak berarti
3. Cakupan tingkat CO (30–60 %) di kasus kematian karena
api lebih rendah dari bunuh diri sebagai hasil dari
penghisapan uap, di mana cakupan bervariasi dari 60-
80% untuk orang dewasa yang sehat.
4. Pecandu rokok mungkin telah mengangkat konsentrasi
baseline carboxyhemoglobin 8-10%
5. Dalam keadaan dimana racun carbon monoksida telah
terjadi tetapi kematian tertunda. Mungkin terjadi bilateral
nercois globus palidus atau perubahan anoxic di cerebral
cortex, hippocampus, otak besar, atau substantia nigra.
perubahan ini adalah bukan spesifik dan mungkin dilihat
dari kematian di mana hypoxia telah terjadi
6 Jika korban selamat, mungkin ada keterlambatan sistem
nerves pusat sequelae, termasuk kebutaan berkenaan
dengan selaput, parkinsonism, kehilangan memori, atau
kepribadian berubah
7. Perbedaan Atmospir tingkatan CO akan mendorong kearah
bermacam-macam konsentrasi dan gejala darah
carboxyhemoglobin, tergantung ketika waktu penghisapan,
c. Sebagai tambahan terhadap CO, asap boleh berisi lain agen
berbahaya
1. Sianida ada di dalam asap. gas sianida dengan cepat
diserap dan bertindak dengan menghambat sistem
cytochrome oxidase untuk pemanfaatan oksigen selular.
Bukti yang tepat bahwa sianida bisa mengakibakan
kematian dari korban kebakaran masih dievaluasi.
2. Acrolin adalah suatu aldehid reaktif yang diproduksi dari
kayu dan produk minyak tanah dapat menyebabkan luka-
luka/kekurangan protein denaturation.
3. Hydrochloric Acid diproduksi oleh pembakaran beberapa
plastik, perabot, komponen bangunan; serangan edema
dapat ditunda untuk 2-12 jam setelah terjai. tingkatan
racun Hydrochloric Acid tetap ada beberapa jam setelah
keluar dari api
4. Toluene Diisocyanate, mungkin diproduksi dari
pembakaran polyurethane ( produk buatan yang secara
luas digunakan untuk bantal, kasur, dukungan permadani)
boleh menyebabkan bronchospasm.
5. Nitrogen dioksida, diproduksi dari n mobil atau sampah
argicultural, bahkan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
broncho/laryngospasm dan edema berkenaan dengan
paru-paru, penyakit interetitial paru-paru kronis mungkin
adalah suatu kesulitan pada akhirnya.
B. Kematian yang lambat terjadi sebagai hasil beberapa kemungkinan
komplikasi
1. Kehilangan cairan berkelanjutan yang terjadi shock yang tertunda
atau kegagalan ginjal
2. Kegagalan respiratory terjadi ketika tertundanya kerusakan
epithelium yang berhubungan dengan pernapasan dan
pengembangan orang Sydrom kesulitan yang berhubungan
dengan pernafasan pada orang dewasa
3. Sepsis boleh terjadi terutama semata dalam luas luka bakar atau
dalam kaitan dengan radang paru paru
4. Kematian dari pulmanary embolus sekunder untuk
memperpanjang immoblisasi
VIII. TUBUH YANG HANGUS
Saat memeriksa tubuh yang hangus, seorang ahli patologi seharusnya
mengetahui beberapa keistimewaan unik yang mungkin ada.
A. Tubuh yang hangus bisa menghasilkan robekan besar pada kulit dan
atau pada otot. Robekan yang terjadi adalah sejajar dengan serabut
otot yang seharusnya tidak terjadi pada trauma antemortem.
B. Tubuh terbentuk “pugilistic” attitude, dengan keadaan fleksi pada
ekstremitas atas, mirip seperti petinju yang tangannya berada di
depan wajahnya.
C. Bagian-bagian dari tubuh seperti jari tangan, jari kaki, bagian dari
ekstremitas kadang-kadang dapat berpisah seperti tertinggal atau
berpindah dari tempat kebakaran. Fraktur pada ekstremitas akibat
panas dapat saja terjadi, dan seharusnya tidak keliru dengan fraktur
antemortem, yang mana biasanya terdapat perdarahan jaringan
lunak disekitarnya.
D. Gambaran radiografi seluruh tubuh pada postmortem, seharusnya
dilakukan pada semua kasus pada pembakaran yang sangat parah,
hal ini dilakukan untuk menentukan adanya peluru atau barang
pengenal lainnya seperti logam pada jahitan luka, dsb.
E. Kerusakan pada tengkorak dapat terjadi pada tubuh yang hangus
dan dibutuhkan untuk membedakan dari trauma antemortem.
Kadang-kadang “trauma panas epidural” bisa berbentuk seperti
darah yang mendidih yang keluar dari vena sinus. Postmortem
“trauma panas epidural” biasanya berwarna keciklatan, sponge dan
lokasi terdapat pada daerah frontal, temporal atau parietal dari otak.
F. Berat dan panjang pengukuran tubuh yang terbakar biasanya tidak
dapat dipercaya karena artefak mengurangi hasil dari ukuran berat
dan panjang antemortem yang sebenarnya.
G. Walaupun luka bakar hangus terdapat disebelah luar, sebelah dalam
organ dan cairan tubuh biasanya terlindungi dengan baik. Organ
dalam dapat dibuka dengan pisau berbentuk lingkaran atau jejak
senapan angin yang tidak nyata dari luar. Biasanya, darah, cairan
bola mata, empedu dan urin dapat digunakan untuk pemeriksaan
toksikologi.
H. Adanya carbon hitam (jelaga) dalam saluran nafas bagian atas dan
bawah, dapat dengan mudah terlihat pada pemeriksaan kasar, dan
dapat dipertimbangkan untuk dijadikan indikasi yang bermakna.
Tetapi, bagaimanapun keracunan karbon monoksida dapat terjadi
tanpa terlihat jelaga di saluran nafas.
IX. KLASIFIKASI KEMATIAN AKIBAT KEBAKARAN
Pada kebanyakan kematian akibat kebakaran biasanya merupakan kasus
kecelakaan, pembunuhan atau kasus bunuh diri.
A. Sebagian besar kematian terbakar akibat kecelakaan terjadi sebagai
akibat dari merokok, anak-anak yang sedang main korek api atau dari
kesalahan kawat listrik.
B. Jika api diputuskan dengan sengaja dan hati-hati, kemudian
menyebabkan seseorang mati sebagai akibat kebakaran atau disebabkan
komplikasi dari luka-luka yang berasal dari api, maka mati diklasifikasikan
sebagai kasus pembunuhan. Untuk menentukan sumber kebakaran,
sebaiknya ahli patologi menunggu laporan dari petugas polisi pemadam
kebakaran.
C. Kematian kebakaran pada kasus bunuh diri kadang-kadang terjadi
dengan cara seseorang menyirami dirinya dengan bensin atau beberapa
zat yang mudah terbakar lainnya yang kemudian mengakibatkan zat itu
terbakar. Sisa pakaian sebaiknya ditahan untuk di analisa dan dilihat
apakah terdapat zat yang mudah menguap. Jika tidak terdapat pakaian,
analisa dapat dilakukan dari potongan jaringan tubuh dengan cara yang
sama. Pakaian atau jaringan tubuh tersebut sebaiknya ditempatkan pada
logam atau botol kaca dengan penutup udara yang erat.
X. PEMBAKARAN ANTEMORTEM VERSUS PEMBAKARAN POSTMORTEM
Biasanya tidak mungkin untuk membedakan pembakaran antemortem dari
pembakaran postmortem.
A. Pada kasus dimana korban dapat bertahan untuk beberapa waktu saat
terjadi kebakaran, pemeriksaan mikroskopis bisa tidak menyatakan reaksi
penting, seperti adanya infiltrasi peradangan. Hal ini berguna untuk
memanaskan trombosis dari pembuluh dermal, dan mencegah masuknya
neutrofil ke jaringan luka, atau barangkali kumpulan dari dsebagian besar
peradangan sel dalam tempat lain dari tubuh, seperti paru-paru, yang
dapat berkembang menjadi pneumonia.
B. Hal ini mungkin untuk menghasilkan pembakaran postmortem pada
kulit yang meniliki gambaran kasar serupa pada pembakaran
antemortem. Jiika api dibakar pada kulit setelah mati, lepuhan bisa
dihasilkan dengan atau tanpa pinggiran jaringan yang kemerahan,
sehingga memberikan gambar hyperemic appearence
2.2.2 Pemeriksaan Jenazah Blast Injury
1. Pemeriksaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Sebagaimana pada pemeriksaan TKP secara umum, maka tujuan yang
ingin dicapai adalah:
a. Menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal.
b. Menentukan perkiraan saat kematian.
c. Menentukan sebab/akibat dari blast injury.
d. Membantu mengumpulkan barang bukti.
e. Menentukan cara kematian.
Menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal.
Dalam melakukan pemeriksaan TKP, maka seorang dokter harus
membawa stetoskop dan senter. Alat tersebut dapat dipakai dalam
menentukan apakah korban tersebut masih hidup atau sudah meninggal.
Apabila korban masih hidup, maka segera diberikan pertolongan.
Dan bilamana korban sudah meninggal, maka sebaiknya pemeriksaan
selanjutnya jangan dilakukan dengan terburu-buru.
Menentukan perkiraan saat kematian.
Data-data yang diperlukan dalam menentukan saat kematian
karena luka bakar adalah:
1) . Penurunan suhu tubuh
2) . Lebam mayat
3) . Kaku mayat
4) . Tanda-tanda pembusukan
5) . Umur larva pada jenazah yang sudah membusuk.
Pada luka bakar yang dalam dan total seluruh tubuh, data-data tersebut
diatas mungkin agak sukar diperoleh, misalnya:
Sikap puguilistik pada luka bakar total.
Lebam mayat sulit ditentukan pada korban yang hangus terbakar.
Untuk mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi, maka dalam perkiraan
saat kematian perlu diketahui jam ditemukannya korban meninggal dan
jam terakhir korban terlihat hidup.
Menentukan sebab/akibat dari luka bakar.
Data yang diperoleh dapat diambil sesuai keadaan luka bakar pada tubuh
korban. Keadaan luka bakar tersebut dapat menunjukkan penyebabnya.
Sesuai dengan penyebabnya, maka luka bakar dapat dibagi dalam 2 jenis
yaitu :
a. Luka bakar oleh cairan (scalds).
Terdapat 2 derajat luka bakar jenis ini antara lain:
Derajat I: yang berupa kemerahan (hyperemia)
Derajat II: yang berupa gelembung berair (vesicula).
Luka bakar ini dapat disebabkan oleh misalnya: Siraman air panas dari
termos Cipratan minyak/cairan yang sedang dimasak Tumpahan air ceret
pada anak-anak, dan lain sebagainya.
b. Luka bakar panas (dry heat).
Jenis luka bakar ini bervariasi, mulai dari kemerahan biasa sampai
hangus, tergantung dari tingkat panas dan lamanya kontak. Penyebabnya
dapat oleh karena:
Tersentuh botol panas
Terjilat nyala api
Pakaian korban yang terbakar
Kejadian kebakaran besar.
Membantu mengumpulkan barang bukti.
Barang-barang bukti di TKP merupakan informasi penting yang
perlu dikumpulkan karena dapat mengungkapkan penyebab kebakaran
dan menunjukkan indikasi awal kebakaran.
Penyelidikan menyeluruh pada lokasi sekitar korban akan dapat
pula menunjukkan cara kematiannya. Barang bukti dikumpulkan dari
jenazah dan barang-barang bukti disekitar lokasi korban.
Pengumpulan barang bukti pada jenazah korban dilaksanakan
sekaligus dengan identifikasi korban. Barang-barang bukti disekitar lokasi
korban diperlukan untuk mengungkapkan lokasi, sumber, penyebab luka
bakar. Ini dapat juga dinilai dari posisi korban pada waktu ditemukan dan
bagian yang terkena luka bakar. Barang bukti yang dapat dikumpulkan
antara lain : puntung rokok, kompor yang meledak, tangki bensin yang
mudah terbakar, tempat penampung air panas yang mendidih (termos),
sumber uap panas dan lain-lain.
Cara kematian pada luka bakar.
Cara kematian pada luka bakar biasanya akibat kecelakaan, akan
tetapi bukan tidak mungkin ada unsur kesengajaan (pembunuhan) atau
bunuh diri. Seringkali pembakaran dilakukan untuk menutupi
kekerasan/jejas akibat tindakan fisik terhadap korban sebelum dibakar,
bahkan dapat pula korban telah terbunuh sebelum dibakar.
Untuk mencari cara kematian pada korban, maka perlu
diperhatikan beberapa hal antara lain :
1) . Penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan kecelakaan.
Misalnya: epilepsi, hipertensi.
2) . Keadaan barang-barang disekitar korban.
Misalnya: pada bunuh diri maka barang-barang disekitar korban masih
tampak pada tempatnya yang sesuai (tidak berantakan). 3). Adanya tanda-
tanda kekerasan yang lain, selain luka bakar.
Misalnya: luka-luka akibat benda tajam/tumpul yang mungkin terjadi
sebelum terbakar.
2. Sebab kematian pada luka bakar.
Sebab kematian yang biasanya ditemukan pada korban yang meninggal
akibat luka bakar antara lain:
1) . Shock (hypovolemik maupun neurogenik shock)
1) . Infeksi
2) . Akut Renal failure
3) . Larynx oedema
4) . Keracunan akut gas CO atau gas-gas toksik yang lain.
Misalnya karena terbakarnya bahan-bahan yang terdapat pada lokasi
antara lain:
Wool atau sutra yang bila terbakar akan melepaskan gas amonia atau
HCN.
3. Identi f ikasi korban.
Identifkasi pada korban dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun
pada waktu pemeriksaan jenazah. Identifikasi dapat diperoleh dengan
mencatat hal-hal sebagai berikut:
1) . Catat data-data dari korban, antara lain: tinggi badan (TB),
Berat badan (BB), jenis kelamin, umur, warna kulit, warna mata dan
rambut.
2) . Catat tanda-tanda pengenal khusus pada tubuh, seperti
jaringan parut luka, tattoo, kelainan-kelainan kongenital.
3) . Simpan potongan pakaian yang tidak hangus terbakar.
4) . Catat dan simpan barang-barang pribadi milik korban, misalnya:
kunci,
uang, KTP dan identitas lain, surat-surat berharga serta perhiasan yang
dikenakan korban.
5) . Kumpulkan dari sampel rambut yang tidak terbakar.
6) . Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya.
7) . Buat pemeriksaan radiologi.
8) . Tentukan golongan darah korban.
4. Autopsi pada korban yang meninggal karena luka bakar
thermik.
Pada kasus luka bakar yang berat, terjadi kelainan yang luas pada
tubuh dan seringkali tubuh menjadi hangus, sehingga dapat mempersulit
proses penyidikan. Pada kasus-kasus seperti ini, autopsi dapat
memberikan informasi yang penting.
Dalam mengevaluasi sebab kematian korban, kadang-kadang kita
mengalami kesulitan oleh karena sering tidak ditemukan hal-hal yang
pathognomonis. Sarjana Teplitz mengusulkan beberapa prosedur yang
bisa membantu, di samping pemeriksaan postmortem yang rutin antara
lain: membuat irisan multiple pada luka bakar untuk pemeriksaan
bakteriologis, dan bilamana dicurigai adanya sepsis maka perlu
secepatnya dibuat biakan kuman postmortem dari darah dalam jantung,
bagian basal paru, hati serta limpa.
Pemeriksaan luar.
a. Kulit.
Perubahan-perubahan pada kulit sesuai dengan derajat luka bakarnya,
oleh karena itu pada pemeriksaan luar perlu ditentukan: keadaan luka,
luas luka dan dalamnya luka. Pada pemeriksaan luka ini perlu dicari
adanya tanda-tanda reaksi vital berupa daerah yang berwarna merah pada
perbatasan antara daerah yang terbakar. Tanda reaksi vital ini penting
untuk membedakan apakah korban masih hidup atau sudah mati pada
saat terbakar. Bila pada pemeriksaan makroskopik kita tidak menemukan
tanda-tanda reaksi vital, maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik,
untuk menemukan daerah kongesti dengan perdarahan dan infiltrasi
lekosit.
b. Heat stiffening.
Pada korban yang meninggal akibat luka bakar, dapat ditemukan
kekakuan postmortem pada otot-ototnya yang disebabkan oleh karena
terjadinya koagulasi protein-protein otot yang terkena panas. Pada
keadaan ini tidak terjadi rigor mortis dan keadaan ini berlangsung sampai
proses pembusukan terjadi. Pada tubuh yang terbakar, akan terjadi fieksi
pada siku, lutut dan paha, sehingga posisi korban dapat menyerupai orang
yang bertinju yang disebut Pugillistic Attitute.
c. Lebam mayat.
Pada kematian akibat luka bakar, lebam mayat yang terjadi kadang-
kadang sukar dilihat. Bila masih ada sebagian dari tubuh yang tidak
terbakar, maka lebam mayat masih dapat ditemukan pada daerah
tersebut.
Pemeriksaan dalam.
Pada korban yang meninggal karena blast injury, tidak ditemukan kelainan
yang spesifik, dimana kelainan kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan dalam juga bisa dijumpai pada keadaan-keadaan lain.
Kelainan-kelainan tersebut hampir meliputi semua sistem organ,
diantaranya:
a. Sistem pernapasan.
Pada pemeriksaan makroskopik, paru-paru menjadi lebih berat dan
mengalami konsolidasi.
Kelainan yang tersering ditemukan antara lain:
- Oedema laryngopharynx
- Tracheobrinchitis
- Pneumonia
- Kongesti
paru
- Oedema paru interstitial
- Petechiae pada pleura
Adanya pigmen karbon melekat pada mukosa saluran napas.
Adanya pigmen karbon ini menunjukkan bahwa korban telah menghirup
asap dan masih hidup pada saat terbakar.
b. Jantung.
Oedema interstitial dan fragmentasi myocardium dapat terjadi pada
penderita dengan luka bakar thermis, tetapi perubahan-perubahan ini tidak
khas dan dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain. Pada penderita
dengan septicaemia, ditemukan adanya metastase fokus-fokus septik
pada myocardium dan endocardium. Perubahan lain berupa gambaran
petechiae pada pericardium dan endocardium.
c. Hati.
Pada korban yang meninggal karena luka bakar yang superfisial,
ditemukan adanya perlemakan hati, bendungan, nekrosis dan
hepatomegali. Hal ini merupakan tanda yang non-spesifik.
Perlemakan hati sering dihubungkan dengan nutrisi yang tidak
optimal. Nekrosis hati relatif jarang ditemukan dan biasanya merupakan
tipe perdarahan centrilobuler. Keadaan ini dapat dijumpai pada shock yang
lama, hypoksemia dan kegagalan jantung kongesti. Tipe nekrosis ini lebih
banyak disebabkan oleh bahan koagulasi yang dipakai dalam pengobatan
dari pada karena luka bakar sendiri.
Beberapa sarjana melaporkan bahwa insiden dari kerusakan hati
meningkat jika dalam pengobatan digunakan bahan-bahan seperti asam
tannat, perak nitrat dan fericloride. Sedangkan hepatomegali sering
ditemukan pada keadaan hypoalbuminemia.
d. Limpa dan kelenjar getah bening.
Kelainan-kelainan yang ditemukan adalah oedema dan nekrose
dari limfoid germinal centre dan infiltrasi makrophage. Peneliti lain
melaporkan adanya eosinopenia dalam limpa, yaitu sebagai akibat adanya
hiperaktifitas adrenal.
e. Ginjal.
Organ ini tidak terpengaruh langsung pada luka bakar termik. Perubahan
yang terjadi pada organ ini biasanya merupakan akibat dari komplikasi
yang terjadi. Pada korban yang mengalami komplikasi berupa shock yang
lama, dapat terjadi acut tubular necrosis pada tubular proximal dan distal
serta trombosis vena. Acut tubular necrosis ini diduga disebabkan oleh
adanya heme cast pada medulla yang bisa ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopik.
Pada korban yang mengalami luka bakar yang fatal, dapat
ditemukan adanya pembesaran ginjal. Tractus genitalis merupakan
sumber infeksi yang potensial pada korban luka bakar, terutama pada
korban yang memakai dauer cateter, dimana populasi bakteri yang
ditemukan biasanya tidak berbeda dengan populasi bakteri pada luka yang
terjadi, bakteri tersebut antara lain : pseudomonas, aerobacter,
staphylococcus dan proteus.
f. Saluran pencernaan.
Pada penderita luka bakar dapat dijumpai Curling's ulcer, yang kadang-
kadang mengalami perforasi. Kelainan-kelainan ini dapat sebagai
ancaman bagi penderita luka bakar karena bisa terjadi perdarahan profuse
dan perforasi dari mukosa saluran pencernaan yang biasanya berakibat
fatal.
g ) Kelenjar endocrine.
1). Thyroid
Berat dan aktifitas kelenjar thyroid meningkat pada
penderita dengan luka bakar.
2) . Thymus.
Perubahan pada organ ini adalah terjadinya involusi yang
diduga disebabkan oleh hyperaktifitas kelenjar adrenal
sebagai respons terhadap stress yang non-spesifik.
3) . Adrenal.
Kenaikan kadar steroid dalam darah dan urine pada
penderita luka bakar termik diduga karena peningkatan
aktifitas dan ukuran kelenjar adrenal. Perubahan-perubahan
patologis yang terjadi pada kelenjar adrenal setelah luka bakar
termik ialah penimbunan lemak dan bendungan sinusoid-
sinusoid pada cortex dan medulla. Perubahan-perubahan ini
bersama dengan autolisis dan dapat menyebabkan
perdarahan fokal pada kelenjar.
h) Susunan saraf pusat.
Dilaporkan adanya perubahan-perubahan pada susunan saraf
pusat berupa oedema, kongesti, kenaikan tekanan intra kranial dan
herniasi dari tonsilla cerebellum melewati foramen magnum serta
adanya perdarahan intra kranial. Tetapi perubahan-perubahan ini
diduga terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan air dan
elektrolit, karena kebanyakan pada pasien dengan luka bakar terjadi
kenaikan temperatur tubuh tidak lebih dari 1 derajat, jadi dengan
demikian otak tidak selalu terpengaruh jejas thermik.
Sel-sel neuron tidak menunjukkan perubahan-perubahan
abnormal kecuali sel-sel purkinye yang menunjukkan perubahan
degeneratif. Pada penderita yang mengalami komplikasi berupa
sepsis, maka dapat ditemukan adanya mikroabses dan meningitis
hematogenous.
i) Sistem muskuloskeletal.
Otot-otot, tendo dan tulang, jarang sekali terpengaruh oleh luka
bakar termik, kecuali pada kebakaran luas. Perubahan yang dapat
terjadi adalah fraktur patologis yaitu pada tulang kepala. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena kenaikan tekanan intrakranial yang mendadak,
sedangkan pada anggota gerak disebabkan oleh pemendekan otot-
otot yang berlebihan sehingga terjadi tarikan yang berlebihan pada
tendon dan tulang.
BAB 3
KASUS
Pada tanggal 30 Januari 2006 pukul 10.00, seorang pemuda ditemukan
berbaring dalam posisi telentang pada jalan raya 2m dari truk. Cuaca sangat
dingin dan salju turun berat. Para polisi dan Layanan Darurat Medis tiba di
tempat kejadian dan menemukan api terbakar dari tangki penyimpanan bahan
bakar truk. Pada permukaan anterior dari tangki mereka menemukan dua lubang
yang dirancang untuk mencegah penyebaran api uap yang mudah terbakar
melalui campuran (Gambar a). Ada juga sepotong kayu bakar, salah satu ujung
yang dibungkus kain. Setelah pemeriksaan jenazah bau "bensin dan solar berat"
dicatat. Ada luka bakar di tubuhnya terkena bagian-kepala, leher dan tangan.
Jenazah kemudian diangkut ke Departemen Kedokteran Forensik untuk
menjalani otopsi medis-hukum. Menurut teman korban, yang ia pernah bekerja di
perusahaan yang sama selama 4 tahun, "Semua driver biasanya melakukan
metode ini pada perjalanan mereka. Meskipun yang dikenal sangat berbahaya,
mereka menempatkan bensin ekstra untuk malt diesel beku. Sepotong kayu
dikelilingi oleh kain yang direndam dalam tangki diesel dan dinyalakan luar, maka
penyimpanan beku dipanaskan dari luar. Diesel beku mencair dan truk mulai
bekerja lagi. Setelah kejadian itu, saya memeriksa tangki penyimpanan. Ada dua
lubang di atasnya. Dalam pendapat saya, dia menyebabkan api ketika ia
dimasukkan woodpiece ke penyimpanan kedua kalinya karena ia percaya tidak
ada api di atasnya. Setelah ini, hanya untuk mencegah ledakan itu, ia membuat
dua lubang.”
Pada otopsi korban ditemukan laki-laki 31 tahun kulit putih, yang beratnya
hampir 80 kg, dan tinggi badan 183 cm. Pada pemeriksaan luar, luka bakar
ringan ditemukan terutama pada kepala, leher dan tangan, menunjukkan
pakaiannya memiliki efek perlindungan. Beberapa giginya hancur sepenuhnya,.
Ada laserasi 5-cm untuk kulit kepala posterior dan livor mortis. Pemeriksaan luar
dari rongga toraks dan abdomen menunjukkan tidak ada bukti trauma.
Pemeriksaan internal tubuh mengungkapkan tidak ada fraktur tulang rusuk,
tulang dada, atau vertebral kolom. Paru-paru telah colaps dan pleura parietalis
yang telah terpisah dari dinding dada (Gambar c). kadar carboxyhaemoglobin
memiliki saturasi30%. Tingginya tingkat carboxyhaemoglobin dalam darah
disebabkan oleh api dari ledakan, yang menghasilkan karbon monoksida. Tapi
tidak ada bukti korban menghirup gas beracun lainnya, seperti sianida, dalam
sampel darah atau deposito jelaga di saluran udara dan alveoli. Sebuah analisis
toksikologi serum adalah negatif. Pemeriksaan histopatologi paru-paru
mengungkapkan pembesaran alveolus yang pecah dan penipisan septae
alveolar, pendarahan interstisial perivaskular, menunjukkan pola seperti manset
di sekitar pembuluh paru (Gambar d), tetapi tidak ada bukti udara atau emboli
lemak. kematian telah disebabkan oleh inhalasi karbon monoksida dan ledakan
cedera pada paru-paru.
Diskusi
Dalam populasi cedera ledakan non-militer jarang yang disebabkan oleh hal-hal
lain selain tindakan teroris. kematian terkait ke dalam tiga kategori; kecelakaan,
pembunuhan, dan bunuh diri. Terkadang kematian biasanya terjadi baik di
tempat kerja atau ketika individu menangani berlisensi legal atau ilegal kembang
api. Terkadang ledakan di tempat kerja biasanya melibatkan tambang, konstruksi
jalan, dan tempat pembongkaran. Kami melaporkan kasus otopsi kecelakaan
kematian seorang pria yang meledakkan diesel tangki penyimpanan. Sebuah
analisis komparatif dari cedera ditimbulkan dalam insiden ledakan yang berbeda
mungkin bias. Pola cedera karakteristik yang dihasilkan dari ledakan telah
dibahas secara menyeluruh. Cedera ledakan yang dimediasi oleh berbagai
mekanisme; korban biasanya menderita kombinasi efek ledakan utama untuk
organ-organ yang mengandung gas, cedera tumpul, trauma tembus, dan luka
bakar. Cedera ini secara langsung ditimbulkan oleh peningkatan tekanan udara
mendadak setelah ledakan disebut sebagai cedera ledakan primer dan biasanya
melibatkan organ-organ yang mengandung gas seperti paru-paru, telinga tengah,
dan saluran gastro-intestinal, yang merupakan organ yang paling rentan
terhadap cedera ekstrim pressure. Ledakan paru-paru disebabkan oleh tekanan
gelombang. Tekanan menyebabkan perpindahan dinding dada ke arah columna
vertebralis. Tekanan intrathoracic meningkat menyebabkan robek dari septae
alveolar, pengupasan dari epitel saluran napas, pecahnya ruang alveolar dengan
perdarahan alveolar konsekuen, edema, dan alveolar-vena fistulae. Ukuran bom
itu, sifat ruang peledak, dan terbuka atau tertutup dapat menjelaskan
peningkatan insiden cedera paru-paru. cedera paru-paru lebih umum pada
ledakan di ruang tertutup (misalnya di bus) dibandingkan dengan ledakan ruang
terbuka (misalnya pasar terbuka). Cedera paru-paru dianggap sebagai parameter
penting untuk mendefinisikan kematian pada mereka yang bertahan akibat
explosion. Pemeriksaan postmortem sangat penting untuk penyelidikan bahan
peledak yang terkait kematian. Dalam studi berbasis otopsi, kami menemukan
cedera signifikan pada paru-paru, bersama dengan temuan histopatologi yang
diharapkan setelah ledakan pada ruang terbuka.
Gendang telinga dapat pecah pada tekanan serendah 2 psi, sedangkan
dalam 50% kasus kerusakan paru harus diharapkan terpapar 70 psi. Dalam
kasus ini, kita tidak menggunakan pemeriksaan otoscopic sebagai penanda
untuk cedera ledakan. Sebuah tinjauan literatur kasus yang dikutip bahan
peledak kematian terkait ditemukan telinga berlubang drum dalam mayoritas
kasus (76-86%)
Sebagai kesimpulan, kami menyajikan otopsi berbasis investigasi ini
untuk memberikan wawasan lebih jauh tentang cedera ledakan, yang merupakan
peristiwa langka. dokter dan ahli bedah perlu memiliki pemahaman dasar
patofisiologi cedera tersebut, karena Faktor prognostik utama untuk hasil yang
menguntungkan adalah perawatan medis yang mudah diakses dan tepat waktu.
Gambar 1. Kondisi truk yang meledak.
Gambar 2. Kondisi Wajah Korban Blast Injury.
Gambar 3. Pleura Parietalis Korban Terpisah dari Dinding Dada.
DAFTAR PUSTAKA
Diah, E. 2006. Laporan Kasus Ledakan di RSUPNCM.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022002/kas-1.htm. diakses
tanggal 15 Agustus 2011.
Dilek, D. 2008. Blast Injury : Lessons Learned from an Autopsy.
www.hkcem.com/html/publications/Journal/2002-1/p46-p51.pdf. diakses
tanggal 15 Agustus 2011.
Leung, S. 2002. Case Report : Blast Injury. www.hkcem.com/html/
publications/Journal/2002-1/p46-p51.pdf. diakses tanggal 15 Agustus 2011.