Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran …lppm.undiksha.ac.id/p2m/document/Laporan_Akhir... ·...
Transcript of Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran …lppm.undiksha.ac.id/p2m/document/Laporan_Akhir... ·...
i
LAPORAN P2M DANA DIPA
Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Bermuatan Pendidikan Karakter sesuai Amanat Kurikulum 2013
pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal
Oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd.(NIDN: 0020036501)
Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd.(NID: 0024046007) Drs. Ida Bagus Sutresna, M.Si. (NIDN: 00313105602)
Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd.(NIDN: 0007066006)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013 revisi 2
tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS GANESHA SINGARAJA
2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT a. Judul Program :
Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Bermuatan Pendidikan Karakter sesuai Amanat Kurikulum 2013 pada Guru-guru Sekolah Dasar Nomor 1 Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung
b. Jenis Program : Pelatihan
c. Bidang Kegiatan : Peningkatan SDM
d. Identitas Pelaksana :
1. Ketua Pelaksana
a. Nama : Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd. b. NIP : 196503201990031002 c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa d. Alamat Kantor : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja e. Alamat Rumah : Griya Pemaron
2. Anggota 1
a. Nama : Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd. b. NIP : 196004241986031002 c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVb d. Alamat Kantor : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja e. Alamat Rumah :
3. Anggota 2
a. Nama : Drs. Ida Bagus Sutresna, M.Si. b. NIP : 196503201990031002 c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVc d. Alamat Kantor : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja e. Alamat Rumah :
4. Anggota 3
a. Nama : Dra. Sang Ayu Putu Sriasih, M.Pd. b. NIP : 196012311987031015 c. Pangkat/Golongan : Pembina/IVc d. Alamat Kantor : Jalan Ahmad Yani 67 Singaraja e. Alamat Rumah :
e. Biaya yang diperlukan
f. Lama Kegiatan
iii
Biaya yang diperlukan : Rp. 10.00.000,00 (Sepuluh juta
: 6 bulan
Singaraja, 6 September 2014
Menyetujui, Ketua LPM Undiksha,
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP 19591011984031003
Sepuluh juta rupiah)
Singaraja, 6 September 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Sampai saat ini, perangkat pembelajaran dan implementasi pembelajaran di
sekolah tampaknya belum mengarah pada pembentukan kompetensi siswa secara
utuh. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan Pusat Kurikulum
Depdiknas yang menyatakan bahwa (1) sebagian besar siswa tidak mampu
mengaplikaksikan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan nyata dan (2)
pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip bahwa ilmu (mata pelajaran)
mencakup pemahaman konsep, dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-
hari. Hal senada juga ditemukan pada studi Suastra, dkk (2006) yang menyatakan
bahwa metode ceramah masih mendominasi kegiatan belajar dalam pembelajaran
di sekolah, sedangkan metode demonstrasi dan eksperimen hampir tidak mendapat
perhatian serius. Kualitas metode ceramah pun juga mengalami kemerosotan, siswa
tidak lagi mendengarkan dengan seksama penjelasan guru, banyak siswa tidak
mencatat, dan sangat jarang siswa bertanya. Dalam kondisi seperti ini, tidak akan
terjadi pemrosesan informasi dalam otak siswa. Lebih lanjut, Zamroni (2001:1)
menyatakan bahwa dewasa ini pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi
sosial dan sistem persekolahan yang hanya mentransfer kepada peserta didik apa
yang disebut sebagai the dead knowledge, yaitu pengetahuan yang terlalu bersifat
teksbookish, sehingga bagaikan sudah diceraikan dari akar sumbernya dan
aplikasinya. Dengan kata lain, pembelajaran di sekolah menjadi tidak bermakna
bagi siswa dan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa.
Selain kurang bermaknanya pembelajaran dalam hal mendokrak prestasi
siswa, karakter siswa pun sepertinya mengarah ke tanda-tanda negatif yang
mengkhawatirkan para orang tua. Banyak kejadian tidak terpuji yang dilakukan
oleh siswa, misalnya ada siswa yang melakukan tawuran masal, pembalakan,
pencurian, kurangnya rasa hormat pada orang tua, guru, maupun tokoh masyarakat.
Oleh karena itulah, tampaknya memang perlu pendidikan karakter secara lebih
intens diberikan kepada para siswa. Semua guru seharusnya punya tanggung jawab
moral untuk pendidikan karakter ini.
Oleh karena permasalahan seperti itulah, dimunculkan kurikulum 2013.
Kurikulum ini didasari oleh pergeseran paradigma belajar abad 21 seperti yang
diliris pada kemdikbud.go.id/kemdikbud, 12 Juni 2013. Dalam laman tersebut
dikemukakan bahwa t
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan
(tahu apa) yang terintegrasi. D
pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun
model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1
menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21 yang berdasark
dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
2
intens diberikan kepada para siswa. Semua guru seharusnya punya tanggung jawab
pendidikan karakter ini.
Oleh karena permasalahan seperti itulah, dimunculkan kurikulum 2013.
Kurikulum ini didasari oleh pergeseran paradigma belajar abad 21 seperti yang
diliris pada kemdikbud.go.id/kemdikbud, 12 Juni 2013. Dalam laman tersebut
akan bahwa tema pengembangan kurikulum 2013 adalah agar dapat
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan
(tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu
pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun
model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1
menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21 yang berdasark
dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
intens diberikan kepada para siswa. Semua guru seharusnya punya tanggung jawab
Oleh karena permasalahan seperti itulah, dimunculkan kurikulum 2013.
Kurikulum ini didasari oleh pergeseran paradigma belajar abad 21 seperti yang
diliris pada kemdikbud.go.id/kemdikbud, 12 Juni 2013. Dalam laman tersebut
ema pengembangan kurikulum 2013 adalah agar dapat
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan
iakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu
pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun
model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1
menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21 yang berdasarkan ciri abad 21
3
Dari 2 skema di atas, terlihat dengan jelas kemana arah pembelajaran yang
diharapkan. Peserta didik tidak hanya diharapkan verbalistik tetapi terpadu antara
pengetahuan, keterampilan dan sikap mulianya sebagai manusia.
Dalam rangka menyikapi pengimplementasian 2013, para guru perlu
merancang perangkat pembelajaran (silabus, RPP, bahan ajar, LKS, media
pembelajaran, dan alat evaluasi) agar sesuai dengan kebijakan tersebut. Salah
satunya adalah pendidikan karakter yang harus terintegrasi pada semua mata
pelajaran di sekolah. Keadaan yang terjadi pada kalangan guru di Bali ,umumnya,
belum seperti harapan yang dicanangkan. Jangankan perangkat pembelajaran yang
4
bermuatan karakter, RPP yang standar saja banyak yang belum memenuhi standar
yang ditetapkan pada Permendikbud No 41 tahun 2007 maupun Permendikbud
nomor 65 tahun 2013. Sering juga mereka membuat RPP hanya sebatas ‘asal buat’
untuk kelengkapan administrasi belaka. Padahal, RPP adalah tonggak awal untuk
menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Sesuai dengan prosedur standar seorang
akademik, maka membuat perencanaan pembelajaran adalah langkah permulaan
yang menentukan langkah-langkah berikutnya.
Pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan di SD No. 1 Kapal. Jumlah
guru di SD No 1 Kapal adalah seperti tabel berikut.
Tabel 01 : Guru dan Pegawai di SD No 1 Kapal
No Guru/Pegawai Status
1 Guru PNS 10
2 Guru Honorer 3
3 Tata Usaha 2
Dari tabe di atas dapat diketahui bahwa ada 13 guru yang mengasuh siswa-
siswi di SD No 1 Kapal. Dari tiga belas guru tersebut, ada 3 orang guru yang masih
honorer. Guru-guru PNS yang ada di sekolah tersebut sebanyak 10 orang (77%)
sudah tersertifikasi dan hanya 3 orang (23%) yang belum tersertifikasi.
Walaupun hampir semua guru sudah tersertifikasi, keadaan kemampuan
guru menyususn perangkat pembelajaran di SD No. 1 Kapal juga tidak jauh
berbeda dengan guru di sekolah lain. Banyak guru-guru yang kebingungan
membuat perangkat pembelajaran apalagi harus diintegrasikan dengan pendidikan
karakter. Hal ini tampaknya berkaitan juga dengan pola sertifikasi guru yang
mereka ikuti. Sebagaian besar guru di SD N 1 Kapal mengikuti sertifikasi dengan
pola fortofolio. Hanya 5 orang dari 13 guru PNS yang ada di sekolah tersebut yang
mengikuti sertifikasi guru dengan pola PLPG. Sayangnya, kelima guru yang ikut
sertifikasi dengan PLPG pun belum paham dengan Permendikbud 41 tahun 2007
apalagi permendikbud nomor 65 tahun 2013. Keadaan ini diperparah lagi dengan
canangan pemerintah untuk menyelipkan pendidikan karakter bangsa (karbang)
dalam pembelajaran di kelas.
5
Memperhatikan perangkat pembelajaran yang sudah dihasilkan oleh para
guru di sekolah ini, umumnya mereka membuat perencanaan dan perangkat
pembelajara hanya sebagai pelengkap administrasi. Alasannya sangat klise yaitu
perencanaan pembelajaran hanya sekadar persyaratan. Perangkat pembelajaran
sering tidak dibuat karena tidak bisa membuat dan juga sudah ada buku yang dibeli
oleh siswa, yang penting pelaksanaannya, begitu alaasannya. Sayangnya, setelah
diperhatikan pelaksanaannya, ternyata mereka menggunakan perencanaan dan
perangkat pembelajaran yang ‘agak amburadul’ tersebut sebagai pegangan
mengajar. Ini tentu sangat ironis dengan alasan klisenya. Ketika ditelusuri lebih
jauh sebab-sebab mereka membuat perencanaan dan perangkat pembelajaran
seperti itu, ada beberapa faktor penyebabnya, diantaranya, (1) para guru kurang
mendapat arahan/pelatihan secara praktis tentang penyusuanan dan pengemasan
perencanaan dan perangkat pembelajaran yang benar, (2) guru masih kebingungan
membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan harapan kurikulum apalagi
ditambah dengan pendidikan karakter.
Selain data keberadaan guru, data penting lainnya yang tampaknya perlu
diungkap adalah keberadaan lingkungan tempat SD No 1 Kapal. Mengamati
lingkungan sekitar sekolah, tampak bahwa lingkungannya adalah lingkungan yang
baru berkembang secara bisnis. Akibatnya, masyarakat sekitar mulai bersikap
materialistis dan kadang-kadang melupakan idealisme. Budaya konsumtif dan
instan tampaknya ikut serta membentuk watak para siswa yang sebenarnya masih
memiliki idealisme tinggi. Pergaulan siswa pada lingkungan seperti itu banyak
berpengaruh pada karakternya. Umumnya para siswanya agak egaliter, tetapi sering
juga mengarah ke keadaan karakter siswa yang kurang diinginkan.
Menilik kondisi masyarakat dan input dari sekolah ini, maka penanaman
karakter yang kuat tampaknya menjadi hal yang urgen. Jika tidak, ditakutkan
nantinya mereka bersekolah hanya sekadar mendapat ijazah. Karakter generasinya
pun tentu akan memprihatinkan, padahal karakter sangat penting bagi
kelangsungan bangsa yang beradab dan berdaya saing.
6
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Para guru masih banyak yang kebingungan membuat perangkat
pembelajaran sesuai yang diharapkan. Kebingungan itu bertambah lagi setelah
munculnya kebijakan agar memasukkan pendidikan karakter dalam setiap
pembelajaran. Masalah pertama belum tuntas, sudah muncul masalah kedua berupa
pendidikan karakter.
Akibat dari keadaan di atas adalah perangkat pembelajaran yang dihasilkan
para guru sangat jauh dari tuntutan. Selain itu, Banyak juga para yang apriori
menganggap perencanaan pembelajaran dan segenap perangkat pembelajaran
tersebut hanya sebatas kelengkapan administrasi dan tidak tahu bahwa alasan
penyusunan itu merupakan prosedur standar dari pola kerja seorang akademik.
Mereka mengesampingkan kalau mengajar itu merupakan rangkaian sistem mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi.
Akibat dari pandangan yang keliru di atas penyusunan perangkat
pembelajaran hanya sebatas ‘asal buat’. Masalah inilah yang sekarang ini perlu
penanganan.
1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah memberikan bekal pengetahuan dan
keterampilan kepada para guru di SD No. 1 Kapal tentang penyusunan dan
pengemasan perangkat pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter. Untuk
dapat menghasilkan perangkat pembelajaran yang inovatif seperti itu, minimal para
guru memiliki bekal pengetahuan berupa (1) pemahaman konsep-konsep tentang
kurikulum, khususnya Kurikulum 2013, (2) pemahaman konsep tentang perangkat
pembelajaran dan Permendikbud nomor 14 tahun 2007 dan permendikbud nomor
65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan, (2) pemahaman hakikat
pendidikan karakter dan memadukan dengan bidang studi yang akan diasuh.
Dengan bekal pemahaman itu, mereka dilatihkan untuk trampil menyusun
perangkat pembelajaran yang dikehendaki.
7
1.3 Manfaat Kegiatan
Pelatihan model pembelajaran bahasa Bali bagi guru-guru ini bermanfaat untuk
pihak-pihak tertentu, antara lain :
1. Guru
Bermanfaat bagi guru-guru peserta pelatihan dalam menyusun perangkat
pembelajaran bermuatan karakter yang dijadikan landasan untuk mengajar
sehingga pembelajaran yang dilaksanakan betul-betul berawal dari
perencanaan yang matang.
2. Siswa
Para siswa yang menjadi komponen dalam pembelajaran akan mendapatkan
manfaat yang cukup besar dari persiapan guru. Karena dengan kesiapan
gurunya, maka situasi pembelajaran yang berlangsung akan lebih baik dan
siswa diuntungkan oleh keadaan ini dalam meningkatkan prestasi dan
karakternya
3. Instansi terkait
Instansi terkait seperti diknas juga mendapat manfaat paling tidak berupa
inspirasi untuk meningkatkan mutu pendidikan yang seharusnya menjadi
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tugas Diknas dapat menjadi lebih
ringan karena ada pihak lain yang membantu.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013 adalah ada pada upaya penyederhanaan dan tematik-
integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di
antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat
kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya
berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional;
(iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap,
keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai
dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi
pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum
terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap
perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v)
standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang
rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung
pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum
mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum
secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP
memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi
tafsir. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam
menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan.
Titik beratnya bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Cara belajar seperti merupakan
rangkaian dari pendekatan saintifik dari Kurikulum 2013. Adapun obyek yang
9
menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan saintifik itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi
sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan
yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada
tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada penjelasan pasal 35. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pada Kurikulum 2013, ada beberapa beberapa perubahan sejalan dengan
kebutuhan bangsa Indonesia menghadapi abad global ini. pada Kurikulum 2013,
tidak dikenal lagi Standar Kompetensi tetapi menjadi Kompetensi Inti yang
diarahkan kepada penekanan tiga ranah yaitu sikap, keterampilan, dan sikap.
2.2 Perangkat Pembelajaran
Untuk menunjang keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran
diperlukan suatu persiapan yang matang. Suparno (2002) mengemukakan sebelum
guru mengajar (tahap persiapan) seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan
yang mau diajarkan, mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan
digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa aktif
belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, serta
mempelajari pengetahuan awal siswa. Dengan demikian, seorang guru memerlukan
perangkat pembelajaran.
Perangkat pembelajaran menurut Suhadi, (2007:24) adalah sejumlah bahan,
alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses
10
pembelajaran. Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat
pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh guru dan
siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran yang harus
dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas, antara lain (a)
Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku siswa (BS), Buku Pegangan Guru
(BPG), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Tes Hasil Belajar.
Berikut akan dipaparkan masing-masing perangkat pembelajaran yang dimaksud.
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan panduan kegiatan guru
dalam kegiatan pembelajaran sekaligus uraian kegiatan siswa yang berhubungan
dengan kegiatan guru yang dimaksudkan. RPP ini disusun berdasarkan indikator-
indikator yang telah disusun mengacu pada prinsip dan karakteristik pembelajaran
yang dipilih. Berkaitan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini,
O’Meara (2000) menyarankan agar dapat digunakan secara praktis oleh guru dan
dapat dengan mudah diobservasi.
Komponen-komponen minimal yang mesti ada dalam RPP meliputi : (1)
indikator pencapaian kompetensi, (2) materi ajar, (3) kegiatan pembelajaran
(skenario pembelajaran), (4) sumber belajar, dan (5) penilaian hasil belajar.
Adapun langkah-langkah penyusunan RPP adalah sebari diuraikan berikut
ini.
Langkah 1 : Mengisi kolom identitas
Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama
sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester.
Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan
kegiatan yang direncanakan.
Langkah 3 : Menuliskan Kompetensi Inti (KI), kompetensi dasar (KD), dan
indikator.
11
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan indikator pencapaian kompetensi
pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut.
Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar
Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang
terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi
pokok, bukan judul-judul/topik-topik melainkan konsep-konsep
operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP
hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi
dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektual, emosional, sosial, serta spiritual peserta didik, (4)
kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas,
kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu.
Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran
Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau
indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat
diperoleh melalui berbagai pendekatan, model-model pembelajaran
inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar,
dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat
kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran dalam RPP sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada
guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk
mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario
pembelajaran”.
12
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya
dengan materi ajar.
Langkah 6 : Menentukan alat dan sumber belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial
budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
Pada bagain ini tercakup dua hal yaitu alat berupa media pembelajaran dan
sumber belajar seperti buku pegangan siswa, dan lain-lainnya.
Langkah 7: Menentukan jenis penilaian
Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan.
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan mengacu
pada indikator pencapaian kompetensi. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pegamatan kinerja, pengukuran
sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek, dan/atau produk, pengembangan
penilaian portofolio, dan penilaian diri (self evaluation).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian sebagai berikut.
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan apa yang bisa
dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan
untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
13
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan belajar siswa.
d. Hasil belajar siswa dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut
berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remidi bagi peserta
didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan
program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan.
Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang
ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya jika pembelajaran menggunakan
metode eksperimen, maka penilaian hendaknya menyangkut keterampilan proses
siswa atau kinerjanya dalam melakukan eksperimen, seharusnya menggunakan
metode observasi kinerja praktikum, produk dalam bentuk laporan praktikum, dan
kemampuan mengkomunikasikan hasilnya secara lisan. Jika pembelajaran
menggunakan pendekatan proyek untuk menyelidiki suatu kasus tertentu maka
penilaian harus dilakukan baik pada keterampilan proses dalam melakukan
pengumpulan data/informasi maupun dari produk yang berupa laporan hasil
observasi lapangan yang telah dilakukan. Laporan siswa sebaiknya ditulis dalam
bentuk laporan ilmiah.
2) Bahan ajar
Bahan ajar sebagai rangkaian dari perangkat pembelajaran tentunya harus
memberikan manfaat bagi guru dan siswa. Bahan ajar berisi suatu ilmu
pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis menggunakan
bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi
dengan gambar dan keterangan-keterangannya. Depdiknas (2008) menyebutkan
bahwa bahan pelajaran berisi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta
didik untuk belajar. Sumber lain tentang buku adalah Permendiknas RI No. 2 tahun
2008. Tentang buku panduan pendidik dijelaskan dalam bab I, pasal 1, butir 4,
bahwa “Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur,
14
deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para
pendidik.” (Depdiknas, 2008b:2).
Langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam menulis bahan
ajar/buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1) menganalisis
kurikulum, (2) menentukan judul bahan ajar yang akan ditulis, (3) merancang
outline bahan ajar memenuhi aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi
sebagai bahan penulisan, (5) menulis bahan ajar dengan memperhatikan
kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, (6) mengedit dan merevisi hasil
tulisan, (7) memperbaiki tulisan, (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang
relevan (Depdiknas, 2008).
3) Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
Perangkat pembelajaran menjadi pendukung buku dalam pencapaian
kompetensi dasar siswa adalah lembar kegiatan peserta didik (LKPD). Lembar ini
diperlukan guna mengarahkan proses belajar siswa agar pembelajaran berorientasi
kepada peserta didik. Dengan adanya lembar kegiatan siswa ini, maka partisipasi
aktif peserta didik sangat diharapkan sehingga dapat memberikan kesempatan lebih
luas dalam proses konstruksi pengetahuan dalam dirinya. Trianto (2007)
menguraikan bahwa lembar kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar kegiatan
ini dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun
panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan
eksperimen atau demonstrasi.
Untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa LKPD yang dulu disebut
LKS, Depdiknas (2008) menguraikan rambu-rambunya sebagai berikut. LKS
memuat paling tidak judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu
penyelesaian, peralatan/ bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,
informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang
harus dikerjakan.
Langkah-langkah persiapan LKS dijelaskan dalam Depdiknas (2008)
sebagai berikut:
15
a) Analisis kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan materi
pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi yang harus dicapai
siswa.
b) Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk
mengetahui jumlah kebutuhan LKS dan urutan LKS.
c) Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi
pokok dan pengalaman belajar.
d) Penulisan LKS. Langkah-langkahnya: (1) perumusan KD yang harus
dikuasai, (2) menentukan alat penilaian, (3) penyusunan materi dari
berbagai sumber, (4) memperhatikan struktur LKS, yang meliputi: (a) judul,
(b) petunjuk belajar, (c) kompetensi yang akan dicapai, (d) informasi
pendukung, (e) tugas dan langkah-langkah kerja, dan (f) penilaian.
4) Tes Hasil Belajar (THB)
Untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap
selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah
memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar
mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi siswa yang belum berhasil.
Tes hasil belajar menurut Trianto (2007a:76) adalah butir tes yang
digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Tes ini dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai,
dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan
kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar
observasi penilaian psikomotor kinerja siswa.
Idealnnya sebelum tes dipergunakan maka tes tersebut harus memenuhi
syarat-syarat tes yang baik memenuhi kriteria validitas dan reliabel. Validitas
adalah ketepatan tes dalam mengukur apa yang harus diukur, seberapa baikkah tes
tersebut dapat melaksanakan tugas yang diembannya, sedangkan realiabilitas
adalah kekonsistenan alat ukur.
16
2.3 Pentingnya Pendidikan Karakter
Pada Kurikulum 2013, pendidikan karakter yang terakomodasi pada dua
Kompetensi Inti, yaitu KI-1 dan KI-2 menjadi semakin eksplisit. Penekanan
pendidikan karakter sebagai bentuk dari sikap siswa telah dituangkan pada dua KI
tersebut sebagai bagian dari pengembangan sikap, yaitu sikap spiritual dan sikap
sosial. Kedua sikap tersebut adalah pendidikan karakter. Untuk itulah bahasan
tentang karakter penting dilakukan dalam implementasi kurikulum 2013.
Karakter merupakan sifat yang tertanam di dalam jiwa dan dengan sifat itu
seseorang secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap, tindakan dan
perbuatan (Imam Ghozali, 1986)
Timothy Wibowo (2012) pada http://www.pendidikankarakter.com/
kekuatan-karakter-bagi-masa-depan-anak/ mengatakan bahwa manusia sebenarnya
memiliki daya cipta, rasa dan karsa. Karena itu, ketika hanya daya cipta (IQ) saja
yang diasah, maka terjadi ketidakseimbangan. Efek dari pola pendidikan yang
hanya menitik beratkan pada daya cipta (kognisi / IQ) saja dan mengabaikan rasa
(afeksi / EQ) dan karsa (action) akan terasa dan terlihat di kala si anak tumbuh
dewasa. Si anak tersebut akan lumpuh sosial. Lumpuh sosial terjadi ketika si anak
tidak mampu menjalin hubungan di lingkungan sosialnya. Padahal, dalam setiap
pergaulan di masyarakat, baik pergaulan dalam pekerjaan, pergaulan organisasi,
pergaulan di sekolah dan lain-lain pasti butuh untuk menjalin hubungan dan
bekerjasama dengan sesama. Keadaan seperti itu, pada akhirnya bisa menghambat
perkembangan potensi dirinya.
Sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi manusia untuk saling
bekerjasama. Dengan bekerjasama, sebenarnya kita membuka banyak peluang
untuk mempelajari banyak hal. Dengan begitu kita bisa menambah kesempatan
untuk mengeksplore diri kita. Inilah letak pentingnya pergaulan dan interaksi
sosial.
Dulu, orang tua memang mengarahkan anak-anaknya untuk mengasah IQ-
nya. Sebab, IQ yang tinggi diartikan sebagai tingkat kecerdasan yang tinggi pula
(dan konon jadi resep sukses kalo IQ tinggi). Namun, sebuah kesadaran baru
akhirnya muncul bahwa ada kecerdasan lain yang juga tidak bisa diabaikan, yakni
kecerdasan emosional.
17
Keseimbangan antara kecerdasan kognitif (pengetahuan), perasaan (afektif)
dan tindakan (action) akan membangun kekuatan karakter diri yang baik. Karakter
diri sangatlah penting peranannya. Sebab, karakter diri adalah cara pikir dan
prilaku yang khas dari individu untuk hidup dan bekerjasama dengan sekitarnya.
Terkadang, karakter diri seseorang terasa tidak seimbang. Ada orang yang
memiliki ide-ide brilian namun tidak mampu bekerjasama dengan teamworknya.
Itu menunjukkan orang tersebut memiliki kecerdasan IQ yang baik sedang
kecerdasan emosionalnya buruk. Ada juga orang yang memiliki otak cemerlang,
dia juga baik, namun malas bekerja. Itu menunjukkan actionnya lebih lemah
dibanding IQ dan EQ nya.
Karakter diri akan semakin kuat jika ketiga aspek tersebut terpenuhi.
Karakter diri yang baik ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan,
berperilaku dan cara pikir kita. Yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan
kita. Lihat saja, seorang Nelson Mandela meraih simpati dunia dengan ide
perdamaiannya. Bunda Teresa menggetarkan dunia dengan rasa cinta dan
kepedulian terhadap sesamanya. Bung Karno dengan ide, kegigihan dan
kecerdasannya masih terasa bagi kita bangsa Indonesia yang telah melalui tahun
millennium.
Semua itu adalah wujud dari kekuatan karakter yang mereka miliki. Ini
menegaskan bahwa, karakter seseorang menentukan kesuksesan individu. Dan
menurut penelitian, kesuksesan seseorang justru 80 persen ditentukan oleh
kecerdasan emosinya, sedangkan kecerdasan intelegensianya mendapat porsi 20
persen.
2.4 Nilai-nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter
Tugas pendidikan adalah mencerdaskan dan membangun karakter
(character building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang
terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-
nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam
perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara
berbeda.
18
Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter
yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada
Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur,
hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja
keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati,
dan toleransi, cinta damai dan persatuan.
Sementara itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa
karakter-karakter yang menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa
hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness),
peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani
(courage), tekun (diligence) dan integritas.
Terkait dengan pendeklarasian pendidikan karakter, Pemerintah Indonesia
telah merumusan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan
bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah
pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan
sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna
mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah
raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan
aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan
kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan
penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010: 21).
Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-
masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
19
3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain
kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah,
hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan
kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa
dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter
utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di
sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah
raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa).
Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan
diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai
tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-
nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik. Direktorat
Pembinaan SMP Kemdiknas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan
dari butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 tahun 2006) dan
dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI
(Pusat Kurikulum Kemdiknas, 2009). Dari kedua sumber tersebut nilai-nilai utama
yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pendidikan) di
antaranya adalah:
1. Kereligiusan, yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau
ajaran agamanya.
2. Kejujuran, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
3. Kecerdasan, yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
tugas secara cermat, tepat, dan cepat.
20
4. Ketangguhan, yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak
pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam
melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan
tersebut dalam mencapai tujuan.
5. Kedemokratisan, yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
6. Kepedulian, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan
tatanan) di sekitar dirinya.
7. Kemandirian, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan
melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
9. Keberanian mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat
yang mungkin timbul dari tindakan nyata.
10. Berorientasi pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan
gagasan menjadi tindakan nyata.
11. Berjiwa kepemimpinan, yakni kemampuan mengarahkan dan
mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan
berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis budaya bangsa.
12. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
13. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial,
dan budaya), negara dan Tuhan YME.
14. Gaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan
yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan
kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
21
15. Kedisiplinan, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
16. Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
17. Keingintahuan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
18. Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap pengetahuan.
19. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri
sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
20. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan
taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepentingan umum.
21. Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
22. Kesantunan, yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata
bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
23. Nasionalisme, yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsanya.
24. Menghargai keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat
terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat,
budaya, suku, dan agama (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Dari 24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilai-
nilai karakter tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan
muatan materi dari setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat
22
mengintegrasikan karakter dalam setiap proses pembelajaran yang dirancang
(skenario pembelajaran) dengan memilih metode yang cocok untuk
dikembangkannya karakter peserta didik.
2.5 Membangun Kekuatan Karakter
Pada diri setiap individu memiliki karakternya masing-masing. Lingkungan
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter. Karakter seseorang memiliki
peran penting dalam proses kehidupan sebab karakter mengendalikan pikiran dan
perilaku seseorang, yang tentu saja menentukan kesuksesan, cara kita menjalani
hidup, meraih obsesi dan menyelesaikan masalah.
Sebenarnya masing-masing dari kita memiliki karakter yang khas. Dan,
kekhasan karakter tersebut merupakan kekuatan karakter kita. Sebab, kekhasan
atau keunikan itulah yang membedakan kita dengan individu lainnya. Si penghibur
akan menebarkan semangat, si pengatur akan memanajemen organisasi. Mereka
yang bijak dan tidak suka konflik bisa menjadi pendamai. Itu semua adalah
kekuatan karakter. Dan, setiap karakter akan dibutuhkan dalam setiap pergaulan,
baik pergaulan kerja, organisasi atau masyarakat.
Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan
karakter bisa dilakukan melalui pendidikan karakter, baik di lingkungan formal
seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan
karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. Bisa berupa
pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Output pendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat
luas dan lain-lain.
Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara teoritik di sekolah, namun
juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi
kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikan yang diberikan telah
merasuk dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur
membaca doa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan
obsesi dan cita-cita, jujur, berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan, tidak
membuang sampah di sembarang tempat dan lain-lain.
23
Membangun kekuatan karakter dilakukan dengan melibatkan seluruh
elemen. Sebab, setiap elemen akan berpengaruh dalam proses pembentukan
karakter individu. Seorang anak akan meniru dan mengidentifikasi apa yang ada di
sekelilingnya. Role model positif akan membentuk karakter yang positif dan
sebaliknya role model negatif akan membentuk keprbadian dan karakter negatif.
Karena itu, setiap unsur lingkungan hendaknya dibangun secara positif,
sehingga karakter anak akan terbentuk secara positif juga.
Lalu bagaimana cara membangun kekuatan karakter itu? Kekuatan
karakter akan terbentuk dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan
dari lingkungan sekitar. Bayangkan sebuah lidi tidak akan memiliki daya untuk
menghalau sampah-sampah. Namun, jika didukung oleh ratusan lidi yang lain
akan membentuk satu kekuatan untuk membersihkan halaman rumah. Begitu juga
dengan karakter, akan menjadi kuat ketika didukung oleh lingkungan. Peran
keluarga, sekolah, masyarakat sangat dominan dalam mendukung dan membangun
kekuatan karakter.
Karakter yang kuat pada akhirnya akan berperan optimal di setiap interaksi
sosial. Sehingga, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan
sumbangsih –baik moril atau spirituil- yang berdaya guna bagi sekitarnya.
24
BAB III
METODE PELAKSANAAN DAN MATERI
3.1 Metode Pelaksanaan
3.1.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Permasalahan yang telah dikemukakan di depan, dipecahkan dengan
memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada para guru untuk
menyusun perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Peremendikbud
yang khusus dipakai membahas tentang hal ini adalah Permendikbud nomor 81a
tahun 2013 beserta lampirannya. Selain itu, juga digunakan Permendikbud Nomor
65 Tahun 2013 tentang Standar Proses yang ditambahkan dengan muatan
pendidikan karakter. Para peserta pelatihan terlebih dahulu diajak sharing tentang
implementasi kurikulum 2013 dari sosialisasi yang telah dilaksanakan. Setelah itu,
baru pada hari berikut dialkukan penyegaran tentang penyusunan perangkat
pembelajaran. Dari penyegaran dan sosialisasi ini, para guru diajak bekerja
membuat perangkat pembelajaran dengan bimbingan tim instruktur. Kegiatan
pembimbingan ini dilaksanakan selama 2 kali. Hasil berupa perangkat
pembelajaran tersebut selanjutnya diimplementasikan di kelas.
3.1.2 Realisasi Pemecahan Masalah
Realisasi pemecahan masalah ini adalah berupa pendampingan bagi guru-
guru yang dimulai tanggal 9 s.d. 30 Agustus 2014. Kegiatan ini meliputi
pembekalan awal tentang tentang pedoman penyusunan perangkat pembelajaran
sesuai amanat Kurikulum 2013 beserta muatan pendidikan karakternya. Kegiatan
ini dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2014. Setelah itu, pada tanggal 14 dan 21
Agustus 2014 dilakukan pendampingan dan pembimbingan dalam penyusunan
perangkat pembelajaran. Tanggal 30 Agustus 2014 dilakukan pengimplementasian
perangkat yang disusun di kelas. Pemilihan waktu pelaksanaan tersebut sesuai
dengan kesepakatan dari pihak panitia dengan para kepala sekolah. Pelatihan ini
dilaksanakan di SD No. 1 Kapal dengan jumlah guru peserta sebanyak 13 orang.
25
Teknik yang dipakai dalam pemecahan masalah adalah dengan memberikan
pelatihan kepada peserta. Lama pelaksanaan pelatihan ini adalah 4 jam untuk
pembekalan dengan rincian sebagai berikut. Sesi pertama, berupa dua jam pertama
adalah untuk penjelasan konsep kurikulum 2013 dilanjutkan pedoman penyusunan
perangkat pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Pada sesi ini, dijelaskan
secara lebih mendalam tentang permendikbud nomor 81a tahun 2013. Sesi kedua
berupa tanya jawab seputar seputar kurikulum 2013 dan Penyusunan perangkat
pembelajaran sesuai amanat kurikulum 2013. Sesi ini dilaksanakan pada tanggal 9
Agusutus 2014.
Setelah sesi pembekalan tersebut, maka dilanjutkan dengan sesi
pendampingan penyusunan perangkat pembelajaan. Sesi ini dilaksanakan pada
tanggal 14 Agustus 2014. Selanjutnya pada tanggal 21 Agusutus 2014 dilanjutkan
dengan presentasi draf perangkat pembelajaran oleh peserta. Penyempurnaan
perangkat yang disusun dilaksanakan di rumah oleh masing-masing guru. Setelah
dilaksanakan pendampingan, maka pada tanggal 30 Agustus 2014 dilaksanakan
implementasi pembelajaran di kelas, dan dilanjutkan dengan refleksi terhadap
kegiatan yang telah dilaksanakan.
3.1.3 Khalayak Sasaran antara yang Strategis
Untuk keberhasilan kegiatan ini, pihak yang dilibatkan dalam pelatihan ini
adalah para guru di SD No. 1 Kapal. Mereka ini merupakan guru-guru yang
memiliki beban cukup berat dalam mendidikan karakter siswanya yang banyak
dipengaruhi oleh gaya hidup konsumtif, instan, dan perkotaan yang kadang tidak
menentu.
3.1.4 Keterkaitan
Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan lembaga formal yang menangani
masalah kependidikan. Untuk tingkat dasar dan menengah, penanganan masalah
pendidikan adalah wewenang dan tanggung jawab Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, yang dalam hal ini Dinas tingkat Kabupaten Badung, para kepala
sekolah, dan pengawas. Selain instansi tersebut, Universitas Pendidikan Ganesha
26
(Undiksha) Singaraja juga merupakan lembaga yang terkait dengan kegiatan ini.
Bantuan dari lembaga ini akan memuluskan jalannya kegiatan ini.
3.1.5. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dalam pelatihan ini menggunakan model evaluasi dalam proses
dan produk. Evaluasi proses berupa observasi selama kegiatan pelatihan dan
observasi ketika mereka menerapkan RPPnya di depan kelas. Untuk penilaian
pelaksanaan pembelajaran, menggunakan alat penilaian seperti pada PLPG.
Sementara untuk evaluasi produk, berupa penilaian terhadap unjuk kerja peserta
berupa perangkat pembelajaran yang telah dibuat. Untuk penilaian produk
menggunakan format penilaian untuk masing-masing bidang (RPP, LKS, Media,
Evaluasi).
3.2 Materi Kegiatan
Sesuai dengan tujuan pelatihan ini, yaitu bermaksud memberikan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang memadai kepada guru-guru SD No. 1 Kapal
dalam penyusunan perangkat pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter
sesuai amanat Kurikulum 2013, maka materi pelatihan ini diarahkan kepada dua
hal tersebut, yaitu materi terkait dengan penyusunan perangkat pembelajaran sesuai
amanat kurikulum 2013 dan pendidikan karakter. Materi pelatihan ini disampaikan
oleh Drs. I Gede Nurjaya, M.Pd.
27
BAB IV HASIL PELATIHAN
4.1 Hasil Pelatihan
Pelatihan pertama berupa pembekalan awal tentang hakikat Kurikulum
2013 dan pengembangan perangkat pembelajarannya dilaksanakan pada hari Sabtu,
9 Agustus 2014. Tempat kegiatan ini dilaksanakan adalah di salah satu ruang kelas
SD No. 1 Kapal. Secara rinci, tempat pelatihan dapat disebutkan sebagai berikut (1)
untuk pelatihan dan pendampingan penyusunan RPP dilaksanakan di Perpustakaan
SD No 1 Kapal, (2) pendampingan dalam implementasi RPP dilaksanakan di kelas
tempat guru tersebut mengajar.
Rangkaian kegiatan pada sesi pertama berupa pembekalan materi
Kurikulum 2013 dan perangkat pembelajarannya dapat diuraikan sebagai berikut.
Acara pembukaan berlangsung dari pukul 08.30 Wita sampai pukul 09.30 Wita.
Pembukaan pelatihan diisi pengarahan singkat dari Kepala Sekolah SD Nomor 1
Kapal. Setelah pembukaan , yaitu pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.30
dilanjutkan dengan pembekalan awal Kurikulum 2013 dan pengembangan
perangkat pembelajarannya. Sesi ini diisi dengan pemaparan tentang hakikat
kurikulum 2013 dan diskusi tentang pengembangan perangkat pembelajaran yang
sesuai amanat Kurikulum 2013. Pengenalan Kurikulum 2013 ini dimulai dengan
menguraikan tantangan bangsa Indonesia menghadapi persaingan global dan
rasional kemunculan Kurikulum 2013. Setelah itu, dilanjutkan dengan hakikat
Kurikulum 2013 serta perubahan yang terjadi sebagai penyempurnaan KBK yang
telah dirintis tahun 2004.
Pada sesi ini, tampaknya peserta cukup antusias mengikuti pemaparan
materi ini. Hal ini tampak dari pertanyaan yang muncul dari peserta dan juga
keaktifannya selama penjelasan. Ada beberapa pertanyaan yang muncul. Seperti
“Mengapa Kurikulum diubah terus sehingga membingungkan guru?”. Pertanyaan
ini tentu saja dengan mudah dijawab oleh instruktur mengingat teori dan keharusan
kurikulum tersebut berubah sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat dan
perkembangan IPTEKS. Tuntutan masyarakat secara global menjadikan rasional
yang penting tentang perubahan kurikulum. Pertanyaan lainnya misalnya, tentang
28
Komptensi Inti dan Kompetensi Dasar, arah pengembangan pendidikan sikap dan
karakter pada Kurikulum 2013, tentang pembelajaran tematik-integratif sesuai
amanat Kurikulum 2013, dan pendekatan saintifik sebagai salah satu penciri
pembelajaran dalam kurikulum 2013.
Pada pemaparan tentang perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum
2013, diskusi klasik kembali muncul walaupun sudah beberapa kali diberikan
pelatihan, bahkan tahun sebelumnya juga sudah ada pelatihan tentang penyusunan
RPP. Diskusi tersebut Seperti anggapan RPP hanya untuk kelengkapan
administrasi bagi seorang guru, karena ketika mengajar di kelas, biasanya guru
akan bebas berimprovisasi. Pertanyaan ini tampaknya cukup serius. Buktinya
banyak guru yang setuju dengan ungkapan itu. Para guru mengatakan mereka
justru merasa terkungkung dengan adanya RPP. Kreatifitasnya juga dipasung.
Pendapat guru yang demikian tentu merupakan angin segar untuk menjelaskan
lebih jauh tentang hakikat dan pentingnya RPP. RPP adalah langkah awal untuk
memulai pembelajaran yang terarah karena di dalam RPP tercantum indikator
maupun tujuan pembelajaran. Mengajar tentu saja harus memiliki arah yang jelas.
Tanpa arah maka besar kemungkinan pelaksanaan pembelajaran akan berjalan
sekehendak hati. Ada guru yang suka dengan topik tertentu dalam mata
pelajarannya maka setiap mengajar dia akan mengajar topik yang disukainya saja.
RPP mencegah hal seperti ini. RPP tidaklah memasung kreatifitas guru, kreatifitas
guru sebaiknya sudah terlihat dari RPP yang disusun. Misalnya bagaimana
merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang inovatif dan kreatif, tentu dapat
dituangkan dalam butir pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pembuka,
inti, sampai pada penutup.
Pertanyaan lain yang juga muncul adalah komponen yang harus ada dalam
RPP dan bagaimana susunannya yang benar? Apakah perlu lagi komponen tujuan
pembelajaran kalau sudah ada indikator? Untuk pertanyaan ini kembali dijelaskan
tentang komponen RPP sesuai dengan Standar Proses Pendidikan yang telah
ditetapkan pada Permendikbud 41 tahun 2007 maupun Permendikbud Nomor 81a
tahun 2013. Secara jelas pada Permen itu sudah tercantum komponen RPP sebagai
berikut.
29
1) Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan.
2) Kompetensi Inti
Kompetensi inti adalah gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
(afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
3) Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran.
4) Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
5) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6) Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
7) Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar.
8) Metode pembelajaran
30
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada
setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk
peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9) Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan
sistemik melalui proses dalam pendekatan saintifik.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
10) Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.
11) Sumber belajar
31
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kom petensi.
Dengan keberadaan tujuan pada Permendikbud tersebut, maka tujuan
pembelajaran wajib ada dalam RPP. Namun, penjelasan tentang komponen RPP di
atas kembali mengundang pertanyaan dari guru. Banyak guru yang masih belum
paham dan juga bingung dengan istilah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Padahal, tiga hal ini dituntut keberadaannya secara eksplisit oleh Permendikbud.
Untuk itu, dikemukakan kembali penjelasan tentang langkah-langkah pendekatan
saintifik berupa 5M, yaitu mengamati, menanya, menalar, mengasosiasikan, dan
mengomunikasikan. Diskusi tentang pendekatan saintifik ini memakan waktu yang
cukup lama juga.
Pertanyaan tentang keberadaan model pembelajaran sesuai Permendikbud
41 tahun 2007 dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013. Dalam hal ini
narasumber menyampaikan bahwa dalam kegiatan pembelajaran di RPP menurut
Permen 41 tahun 2007 harus mencantumkan model/metode/ pendekatan/strategi.
Dalam Kurikulum 2013, model pembelajaran yang disarankan adalah pendekatan
saintifik. Nara sumber juga menekankan perbedaan antara alat, media, dan sumber
belajar.
Diskusi kemudian berlanjut ke prosedur pembuatan RPP. Pada diskusi ini
tampak muncul beberapa pertanyaan. Misalnya keberadaan materi pembelajaran.
Apakah cukup dibuat judul-judulnya. Untuk ini penyaji menjelaskan indikator
penilaian RPP untuk sertifikasi guru.
Kalau merperhatikan rambu-rambu penilaian RPP, maka materi
pembelajaran dalam RPP perlu terlihat sistematikanya, keruntutannya, dan
kesesuaiannya dengan alokasi waktu yang ada. Materi pelajaran cukup dibuat poin-
ponnya saja, apalagi jika menggunakan Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013
sudah ada buku siswa dan buku guru yang berikan materi yang lengkap dan juga
prosedur pembelajarannya. Jawaban ini cukup memuaskan peserta.
32
Yang cukup menarik perhatian adalah prosedur penyusunan RPP. Hal ini
dijelaskan secara agak panjang karena menyangkut teknis bekerja nantinya. Secara
umum prosedurnya terdiri atas 7 langkah berikut.
Langkah 1 : Mengisi kolom identitas
Mengisi kolom identitas mata pelajaran yang antara lain berisi : (1) nama
sekolah, (2) mata pelajaran, dan (3) kelas/semester.
Langkah 2 : Menentukan alokasi waktu
Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan. Penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan materi dan
kegiatan yang direncanakan.
Langkah 3 : Menuliskan kompetensi inti, kompetensi dasar, dan
Indikator (Standar kompetensi masih dipakai karena di SD N 1 Kapal masih
ada kelas yang menggunakan KTSP, yaitu klas III dan klas VI).
Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian
kompetensi pada RPP diambil dari silabus mata pelajaran tersebut.
Langkah 4 : Mengidentifikasi materi ajar
Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang
terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian singkat dari materi
pokok, bukan judul-judul/topik-topik melainkan konsep-konsep
operasional. Materi pokok/pembelajaran yang dituangkan dalam RPP
hendaknya mempertimbangkan: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi
dengan karakteristik daerah, (3) sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektual, emosional, sosial, serta spiritual peserta didik, (4)
kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas,
kedalam, dan keluasan materi pembelajaran, (7) relevansi dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan (8) alokasi waktu.
Langkah 5 : Mengembangkan kegiatan pembelajaran
Mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar atau
33
indikator yang telah dirumuskan. Pembelajaran yang dimaksud dapat
diperoleh melalui berbagai pendekatan, model-model pembelajaran
inovatif, dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi ajar,
dan sumber belajar yang tersedia. Pengalaman belajar hendaknya memuat
kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan
pembelajaran dalam RPP sebagai berikut.
e. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan bantuan kepada
guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.
f. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara lengkap dan berurutan untuk
mencapai suatu kompetensi dasar atau sering disebut dengan “skenario
pembelajaran”.
g. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pelajaran.
h. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan belajar siswa dan interaksinya
dengan materi ajar.
Langkah 6 : Menentukan sumber belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, lingkungan fisik, lingkungan alam, dan lingkungan sosial
budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
Langkah 7: Menentukan jenis penilaian
Penilaian (asesmen) merupakan bagian integral dari pembelajaran yang
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang
34
dilakukan secara sistematis dan berkesinmabungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan kesimpulan.
Penjelasan tentang prosedur ini tidak begitu banyak memunculkan
pertanyaan dari peserta. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktik
penyusunan RPP. Dalam praktik penyusunan RPP, kembali muncul beberapa
pertanyaan, seperti tentang evaluasi. Namun secara umum, praktik berjalan dengan
lancar. Para guru dapat menyusun RPP dengan lancar karena memang sebelum
pelaksanaan pelatihan sudah diberitahukan agar mempersiapkan bahan untuk
menyusun sebuah RPP. Setelah mereka selesai menyusun RPP, maka dilakukan
“peer corection” terhadap RPP yang telah dibuat. Pedoman koreksi sejawat ini
adalah pedoman yang digunakan dalam penilaian RPP pada sertifikasi guru.
Format yang digunakan seperti tercantum pada Bab III
Sesi berikutnya, yaitu praktik menyusun RPP sesuai dengan konsep yang
telah dibahas. Pada saat praktik di sekolah, para guru didampingi oleh para
instruktur. Untuk penyempurnaan RPPnya, guru diijinkan untuk mengerjakan di
rumah agar kelengkapan RPP dapat terpenuhi.
Dari praktik menyusun RPP ini dihasilkan 12 RPP. Dari keduabelas RPP
tersebut rata-rata skor yang didapat setelah dinilai berdasarkan pedoman penilaian
RPP dengan ƩN = 40 adalah seperti tabel berikut.
35
Tabel 4.1: Rata nilai RPP produk pelatihan
NO ASPEK YANG DINILAI Rata-rata 1 Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak
menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar)
3,2
2 Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik)
4,1
3 Pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu)
4,2
4 Pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik)
3,8
5 Kejelasan skenario pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran : awal, inti, penutup)
4,1
6 Kerincian skenario pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)
4
7 Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran 4,1 8 Kelengkapan instrumen (soal, kunci, pedoman penskoran 4,1
Skor Total 31,6
Rata-rata sebesar 31,6 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat keterampilan
guru menyusun RPP bermuatan karakter adalah 79 pada skala 100. Nilai ini tentu
perlu ditingkatkan lagi.
4.2 Pembahasan
Ada beberapa hal yang patut dibahas dari hasil pelatihan yang telah
dilaksanakan. Pertama berkaitan dengan antusias guru untuk mengikuti pelatihan
ini. Keantusiasan ini tentu saja sesuatu yang dapat kita sebut sebagai fantastis.
Keantusiasan guru juga mendapat sokongan dari manta kepala sekolahnya juga ikut
datang pada saat pelatihan untuk memberikan motivasi kepada para guru yang
memang masih kebingungan mengimplemetasikan Kurikulum 2013. Selain itu,
kehadiran ketua komite sekolah yang secara penuh ikut mendampingi para guru
selama pelatihan juga menjadikan motivasi tersendiri bagi guru dan bagi instruktur.
Keantusiasan guru itu juga tampak dari kehadiran dan kedisiplinan para guru
selama pelatihan. Tidak ada guru yang minta ijin tidak masuk apalagi bolos.
Motivasi yang tinggi dari guru saat mengikuti pelatihan ini tampaknya
menjadi sebuah temuan yang pantas untuk dibahas. Mengapa guru begitu antusias
36
dan memiliki motivasi yang tinggi? Hal ini tampaknya didorong oleh beberapa hal.
Pertama, mungkin pelatihan yang mengarah kepada keterampilan semacam ini
sangat jarang dilakukan. Jika benar demikian, maka ini membuktikan bahwa guru
kita bukanlah sosok yang pasif dan ortodok yang selama ini sering terdengar.
Mereka bukannya tidak senang dengan perubahan yang inovatif hanya mungkin
strategi yang kita gunakan perlu dipikirkan. Model pengajaran anak kecil
(pedagogi) jelas sangat tidak cocok dengan mereka yang sudah pada tua-tua. Oleh
karena itu, pelatih yang akan memberikan bekal kepada para guru seharusnya
paham dengan andragogi (pengajaran untuk orang dewasa). Dari minat dan
motivasi yang diperlihatkan tampaknya para guru juga merupakan sosok yang
gelisah mencari pengetahuan dan keterampilan baru. Rasa ingin tahu dan keinginan
untuk berkembang yang tinggi dari guru sangat tampak. Hal ini sebenarnya
merupakan potensi yang sangat mungkin dikembangkan menjadi sesuatu yang
berhasil guna. Kalau ada yang mengatakan bahwa guru kurang aktif, loyo, malas
dan lain-lainnya, tampaknya tidaklah selalu benar. Mereka selalu ingin
berkembang. Mereka juga ingin menghasilkan sesuatu yang fundamental. Mereka
menjadi kurang aktif karena kurangnya rangsangan untuk berkarya secara nyata,
kurangnya kepraktisan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Mungkin cara-cara
pelatihan, penataran dan sebagainya yang selama ini lebih banyak menanamkan
pemahaman terhadap teori yang verbalistik, tanpa adanya realisasi dalam
kehidupan guru di sekolah. Kedua, guru tampaknya merasa bahwa segala yang
mereka dapatkan dalam pelatihan ini bermanfaat langsung untuk kehidupannya
profesinya. Ini berarti prinsip kebermaknaan dan keterkaitan sangat menopang
antusias dan motivasi guru untuk mengikuti kegiatan sejenis ini.
Pelatihan ini yang meruapakan salah satu bentuk pembelajaran ini perlu
dibuat sealamiah mungkin sehingga mereka merasakan kebermaknaan dan
kepraktisannya.
Guru akan senang jika mereka langsung dapat melihat hasil karyanya. Ini
adalah teori yang sudah cukup lama, tetapi sering dilupakan dalam pembelajaran.
Dalam pelatihan ini, kebenaran konsep ini tampaknya muncul. Dengan langsung
dapat melihat hasil kerjanya berupa RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya,
37
tampak lebih menantang dan menggairahkan mereka lebih giat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya atau keprofesionalannya.
Dari rata-rata kemampuan guru sebesar 79 dapat dijelaskan bahwa nilai
tersebut masih dapat ditingkatkan lagi. Alasannya, jika perencanaan pembelajaran
belum maksimal maka dapat diduga pelaksanaan pembelajaran tidak akan berjalan
dengan baik.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pelaksanaan pelatihan ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Rata-rata skor yang diperoleh oleh guru SD N 1 Kapal dalam penyusunan RPP
dan perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013 yang bermuatan
karakter adalah 31,6. Skor ini setara dengan nilai 79 pada skala 100.
2) Sebagaian besar guru, masih kebingungan dan kesulitan dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013. Oleh karena itu, para guru sangat
memerlukan adanya pelatihan semacam ini. Hal ini dapat dilihat dari
keantusiasan mereka saat mengikuti pelatihan. Mereka sangat menikmati
pelatihan ini sehingga semua tugas yang diberikan dikerjakan dengan motivasi
yang tinggi.
3) Sebagian besar guru yang menjadi peserta pelatihan membawa pengetahuan
awal mengenai pelatihan sebagai sesuatu yang hanya sekadar formalitas belaka
dan verbalistik sehingga tidak dapat diterapkan secara nyata dalam
kesehariannya sebagai guru.
4) Pelaksanaan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan para peserta dalam hal
menyusun perangkat pembelajaran sesuai amanat Kurikulum 2013.
5) Pelaksanaan pelatihan juga dapat meningkatkan apresiasi guru tentang
pentingnya teori-teori baru untuk meningkatkan kualitas pembelajaranan yang
dilaksanakan di sekolahnya.
5.2 Saran-saran
Sehubungan dengan hasil pelatihan seperti di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.
1) Perlu diadakan pelatihan lanjutan untuk lebih meningkatkan kemampuan guru
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
2) Guru perlu lebih dimotivasi dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan pelatihan
karena mereka tampak sangat antusias untuk melakukan kegiatan semacam ini.
39
Daftar Pustaka Chauhan, S.S. 1979. Inovation in Teaching-Learning Process. New Delhi : Vikas
Publishing House. Depdiknas. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Depdiknas. 2006. Penjelasan Instrumen Penilaian Kinerja Guru 1 (Kemampuan
Merencanakan Pembelajaran). Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga kependidikan dan Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti.
Depdiknas. 2008a. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMA, Dirjen Mandikdasmen, Depdiknas. Depdiknas. 2008b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 2 tahun 2008
Tentang Buku. Jakarta: Depdiknas.
Gardner, H. 1993. Multiple Intelligences : The Theory in Practice. New York :
Basic Books
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Permendikbud nomor 81a tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Suastra, I,W. 2006. Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Melalui
Pembelajaran Inovatif. Makalah Disajikan pada Pelatihan ”Pakem” bagi Guru-guru di Kabupaten Bangli. Tanggal 4 s.d 22 Desember 2006.
Suastra, I.W. 2006. Pengembangan Sistem Asesmen Otentik dalam Pembelajaran
Fisika di SMA. Hasil Penelitian. Tidak Dipublikasikan.
40
Timothy Wibowo (2012) pada http://www.pendidikankarakter.com/ kekuatan-
karakter-bagi-masa-depan-anak/ Trianto. 2007. Model Pembelajaran inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Surabaya:
Prestasi Pustaka Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya:
Prestasi Pustaka Zamroni. 2001. School and University Colaboration for Improving Science and
Mathematics Instruction in School. Paper Presented in National Seminar on Science and Mathematics Education. Bandung, August, 21,2001.
1
Lampiran 01 : Foto Kegiatan
2
3
Lampiran 02 : Produk Pelatihan