PELAKSANAAN DISTRIBUSI RASKIN DI 11 PROVINSI ...Tabel 1 : Jenis dan Jumlah Media yang Meliput...
-
Upload
nguyenphuc -
Category
Documents
-
view
224 -
download
2
Transcript of PELAKSANAAN DISTRIBUSI RASKIN DI 11 PROVINSI ...Tabel 1 : Jenis dan Jumlah Media yang Meliput...
LAPORAN MEDIA ASSESMENT PELAKSANAAN DISTRIBUSI RASKIN DI 11 PROVINSI TAHUN 2012
Jl. S. Parman Kav. 81, Slipi, Jakarta 11420; Telp. 021-56967127, 5674211; Fax. 021-56967127
Email : [email protected], [email protected]
LLAAPPOORRAANN MMEEDDIIAA AASSSSEESSMMEENNTT PPEELLAAKKSSAANNAAAANN DDIISSTTRRIIBBUUSSII RRAASSKKIINN DDII 1111 PPRROOVVIINNSSII TTAAHHUUNN 22001122
Titl: Title : Laporan Media Assesment Pelaksanaan Distribusi Raskin di 11 Provinsi Tahun 2012
, A: Program : Monitoring And Evaluation Of The Implementation Of The National Reform And Pilot Activities Of The Raskin Program In Indonesia
Funded : AusAID through the PRSF Facility : Steering Committee
Indonesia Partner Agency : National Team for Accelerating Poverty Reduction (TNP2K)
Dates : July 2012 – March 2013
i
DAFTAR ISI Page
Daftar Isi ..................................................................................................................... i
Daftar Tabel ............................................................................................................... ii
I. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
II. Tujuan .................................................................................................................. 1
III. Metoda Data Collecting ....................................................................................... 2
IV. Data Liputan/Reportase ....................................................................................... 3
V. Pola Liputan/Pemberitaan ..................................................................................... 6
VI. Beberapa Temuan ................................................................................................. 8
VII. Penutup ................................................................................................................. 28
LAMPIRAN
- Form Media Assesment 11 Provinsi
ii
DAFTAR TABEL
Page
Tabel 1 : Jenis dan Jumlah Media yang Meliput Distribusi Raskin Metoda
Data dan Jumlah Responden .............................................................. 4
Tabel 2 : Nama Media Massa yang Meliput Distribusi Raskin di 11 Provinsi.... 5
Tabel 3 : Jumlah Liputan Media tentang Distribusi Raskin Di 11 Provinsi........ 6
Media Assesment Page | 1
I. LATAR BELAKANG
Untuk membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan
pokok, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program beras murah yang disebut
RASKIN. Program subsidi beras untuk masyarakat berpendapatan rendah ini
merupakan bantuan social berbasis keluarga yang sudah berjalan secara rutin sejak
tahun 1998. Sasaran Raskin pada tahun 2012 adalah 17,48 juta Rumah Tangga Sasaran
(RTS), berdasarkan hasil PendataanPerlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS-11) BPS,
dimana setiap RTS mendapat jatah beras sejumlah15 kg/RTS/bulan selama 12 bulan
dengan harga tebus Rp.1.600,-/kg di Titik Distribusi.
Guna memantau pelaksanaan program Raskin pada tahun 2012 ini, Prisma-
LP3ES bekerjasama denganTNP2K dan AusAid melakukan monitoring dan evaluasi di
11 propinsi, yakni Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
JawaTimur, Bali, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,dan
Maluku Utara.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan monitoring ini adalah
pengumpulan data sekunder melalui analisa media, yaitu analisa terhadap seluruh tulisan
terkait pelaksanaan program Raskin, terutama di wilayah sampel, yang dimuat dalam
media massa sejak Januari tahun 2012 baik berupa berita, artikel, dan opini yang bersifat
positif maupun negatif. Hal ini dipandang perlu karena media merupakan salah satu
unsur dalam pengawasan publik. Sehingga hasil analisanya diharapkan dapat menjadi
pendukung atau pelengkap temuan dari data primer
II. TUJUAN
Tujuan Media Assessment ini adalah:
1. Mengidentifikasi kecenderungan isi dan arah pemberitaan media massa tentang
pelaksanaan distribusi raskin di 11 provinsi tahun 2012
2. Mengidentifikasi beberapa kemungkinan terjadinya penyimpangan di tingkat
pelaksanaan distribusi raskin di 11 provinsi tahun 2012 berdasarkan isi dan arah
pemberitaan media massa
Media Assesment Page | 2
III. METODA DATA COLLECTING
Assessment ini berbasis data yang mengacu pada berita/liputan semua jenis
media massa (surat kabar, dotcom, televisi dan radio) tentang pelaksanaan distribusi
raskin yang berlangsung di 11 provinsi sample. Periode berita/liputan yang dihimpun
dan dinilai dimulai pada sekitar bulan Januari hingga bulan Nopember 2012. Dengan
demikian, assessment terhadap isi pemberitaan media massa ini media ini mencakup 11
bulan periode liputan seputar pelaksanaan distribusi raskin di 11 provinsi sample.
Kriteria media massa yang dijadikan bahan utama assessment adalah:
1. Media massa umum yang bersifat independen. Batasan kriteria ini antara lain
adalah media massa umum yang dimiliki oleh pihak swasta dan/atau kalangan
organisasi non-pemerintah. Dengan demikian, sekalipun beberapa pemerintah
setempat memiliki publikasi khusus dan ikut memberitakan atau meliput
kegiatan pendistribusian raskin, tidak termasuk atau tidak dijadikan materi
assessment. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap media massa yang
dimiliki oleh partai politik dan organisasi keagamaan.
2. Materi yang menjadi bahan utama assessment ini dibatasi hanya pada berita atau
liputan yang melaporkan aktifitas pendistribusian raskin sebagai program resmi
pemerintah. Dengan demikian, aktifitas pendistribusian raskin—yang terkadang
juga dilakukan oleh pihak-pihak tertentu—di luar program resmi pemerintah,
tidak termasuk sebagai materi assessment.
3. Periode liputan atau pemberitaan terhadap aktifitas pendistribusian raskin
dibatasi sejak bulan Januari hingga bulan Nopember 2012. Liputan atau berita
aktifitas pendistribusian raskin sebelum dan sesudah periode tersebut, tidak
termasuk sebagai materi assessment.
Seluruh berita/liputan yang dihimpun kemudian dianalisis untuk dilihat
kecenderungan dan polanya. Analisis terhadap pemberitaan ini tidak dilakukan
berdasarkan model content analysis maupun critical discourse analysis yang lazimnya
ditujukan untuk kepentingan akademis melalui lensa teoritik tertentu, melainkan murni
dalam kerangka konstruksi data/informasi yang berbasis hasil liputan.
Media Assesment Page | 3
Bagan 1. Metode Media Assessment
Assessment ini juga tidak didasarkan pada pendekatan kuantitiatif (statistik)
terhadap isi pemberitaan media, melainkan lebih menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini menempatkan proses assessment media sebagai upaya untuk memahami
dan merekonstruksi fakta berupa informasi dan data dalam bentuk hasil liputan berita.
Assessment ini, oleh karenanya, merupakan rangkaian proses penyaringan data atau
informasi yang bersifat secara apa adanya terkait dengan suatu masalah, kondisi, aspek
atau bidang-bidang tertentu yang dipandang penting dalam liputan tentang distribusi
raskin.
Dari proses ini dihasilkan beberapa kategori khusus terkait dengan aspek-aspek
tertentu dalam pelaksanaan distribusi raskin di lapangan. Dengan demikian, media
assessment ini merupakan bagian dari—atau berada di dalam kerangka—monitoring
pelaksanaan pendistribusian raskin. Hasil dari model ini assessment ini merupakan input
bagi proses pengambilan keputusan (kebijakan) publik. (Bagan 1).
IV. DATA LIPUTAN/REPORTASE
Jumlah media massa yang berhasil dihimpun selama periode bulan Februari
hingga bulan Nopember 2013 dalam rangka assessment terkait dengan peliputan
penyaluran raskin di 11 provinsi—yang merupakan wilayah sample proyek monitoring
ini—berdasarkan data yang diperoleh tim pelaksana, adalah sebanyak 73 media.
Pengumpulan, pemilihan dan pemilahan isi berita/ liputan media massa
Rekonstruksi dan interpretasi kandungan informasi
Identifikasi kecenderungan dan pola isi liputan media
Analisis dan penarikan kesimpulan
Media Assesment Page | 4
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Media yang Meliput Distribusi Raskin Di 11 Provinsi
(Periode :Januari – Nopember 2012)
Jenis media Jumlah %
1 Dotcom 43 58,90%
2 Suratkabar 22 30,14%
3 Televisi 2 2,74%
4 Radio 6 8,22%
Total 73 100,00%
Dari jumlah tersebut sebagian besar (58,90% atau sebanyak 43 media)
merupakan media berbasis web/internet (dotcom), baik nasional maupun lokal. Jenis
media berikutnya adalah surat kabar sebesar 30.14% (22 media). Sementara itu, radio
(8.22% atau 6 media) dan televisi (2.74% atau 2 media)merupakan jenis media yang
paling kecil jumlahnya dalam pemberitaan seputar distribusi raskin di 11 provinsi
sample. (Tabel 1)
Dari data media yang berhasil diperoleh terlihat bahwa tidak satupun wilayah
program (pada tingkat provinsi) yang tidak diliput oleh media setempat. Atau dengan
kata lain, wilayah kerja penyaluran raskin, setidaknya pada tingkat provinsi, memiliki
media massa yang terbit secara berkala di provinsi yang berasangkutan dan melakukan
peliputan pelaksanaan distribusi raskin di wilayahnya. Dari segi jumlah media yang
melakukan liputan pada masing-masing provinsi terlihat adanya variasi. Di beberapa
provinsi terdapat lebih dari satu media massa yang meliput kegiatan penyaluran raskin,
sementara di provinsi lainnya hanya terdapat satu media yang melakukan liputan.
Selama program ini berlangsung berita ‘pertama’ yang diperoleh adalah pada
tanggal 22 Januari 2012 yang merupakan hasil liputan dari Harian Cakrawala (Provinsi
Sulawesi Selatan) dan berita ‘terakhir’ pada tanggal 24 Nopember 2012 yang merupakan
hasil liputan dari victorynews.com (Provinsi Nusa Tenggara Timur). Sementara itu,
jumlah seluruh berita yang berhasil dihimpun oleh tim pelaksana di Jakarta selama
durasi program berlangsung seluruhnya sebanyak 169 liputan. Dengan demikian, selama
durasi liputan (Februari – Nopember 2012), maka setiap bulan rata-rata dihasilkan
sebanyak 16.9 liputan berita tentang distribusi raskin di 11 provinsi sampel.
Media Assesment Page | 5
Tabel 2. Nama Media Massa yang Meliput Distribusi Raskin Di 11 Provinsi
(Periode :Januari – Nopember 2012)
No Nama Media No Nama Media No Nama Media
1 Harian Seputar Indonesia 26 inilah.com 51 Radio Karimata Pamekasan
2 www.seputarindonesia.com 27 JAWARANEWS 52 Rakyat Pos
3 ANTARA News 28 JPNN.com 53 RRI
4 ANTARA NEWS Jawa Timur 29 Kabar Makassar 54 RRI SAMPANG
5 Bali Post 30 KANTOR BERITAKOTA NUSANTARA
55 RRI Sumenep
6 Bangka Pos 31 Kendari Pos 56 Seputarbali.com
7 Baubaupos.com 32 Kompas.com 57 SINDONEWS.com
8 beritajatim.com 33 Koruptorindonesiadotcom 58 skalanews.com
9 BERITAKOTA MAKASSAR ONLINE
34 lensaindonesia.com 59 smart fm
10 Beritakota ONLINE 35 MAKASSAR TV 60 suaramerdeka.com
11 BHIRAWA ONLINE 36 Malut Post 61 suarapubliknews.com
12 Bisnis Bali Online 37 Media Makassar 62 suarapubliknews.com
13 BISNIS INDONESIA Online 38 Media Rakyat Online 63 Surabaya Post online
14 bisnis-KTI.com 39 Metrobali.com 64 SURYA ONLINE
15 CAKRAWALA Online 40 News Metro 65 Timor Express
16 DENPOST 41 Nias Bangkit 66 TRIBUN TIMUR Online
17 DesaTajun.com 42 PanturaNews 67 TribunJatim.com
18 FAJAR Oneline 43 Pasundan Ekspres 68 TVKU Semarang
19 Galamedia 44 PlasaMSN Indonesia 69 TVRIJATIM.com
20 Harian Cakrawala 45 POSTKOTAPONTIANAK.COM 70 Ujungpandang Ekspres
21 Harian Medan Bisnis 46 Purwasukanews.com 71 Victory News
22 Harian Rakyat Sulsel 47 Radar Bangka 72 www.antaranews.com
23 Harian Seputar Indonesia 48 Radar Bogor 73 www.koranlokal.com
24 Harian Umum Pelita 49 Radar Karawang
25 Infopamekasan 50 Radar Nusantara
Media Assesment Page | 6
Dari 165 liputan media massa tentang pendistribusian raskin periode Januari
hingga Nopember 2013 terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menduduki posisi
tertinggi dengan 60 buah berita/liputan (35.5%). Urutan ke dua ditempati oleh Provinsi
Jawa Timur dengan jumlah liputan sebanyak 42 (24.85%). Jumlah berita tentang
pelaksanaan pendistribusian raskin di provinsi-provinsi lainnya umumnya di bawah
10%. Porsi berita tentang raskin yang paling kecil terjadi di Provinsi Sumatera Utara,
Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah liputan
masing-masing sebesar 4 berita (2.37%).(Tabel 3)
Tabel 3. Jumlah Liputan Media tentang Distribusi Raskin
Di 11 Provinsi (Periode : Februari – Nopember 2012)
Provinsi Jumlah Liputan %
1 Sulawesi Selatan 60 35.50%
2 Sulawesi Tenggara 5 2.96%
3 Jawa Tengah 9 5.33%
4 Jawa Timur 42 24.85%
5 Jawa Barat 7 4.14%
6 Nusa Tenggara Timur 4 2.37%
7 Sumatera Utara 4 2.37%
8 Maluku Utrara 6 3.55%
9 Bali 16 9.47%
10 Bangka Belitung 12 7.10%
11 Kalimantan Selatan 4 2.37%
Jumlah Total 169 100%
V. POLA LIPUTAN/PEMBERITAN
1. Gambaran umum tentang jenis berita/liputan yang dihasilkan selama periode
program ini sepenuhnya bersifat straight news. Jenis berita yang masuk ke tim
pelaksana, oleh karenanya, tidak ada yang bersifat investigative reporting. Sejauh
yang dapat diamati dari seluruh hasil liputan yang dihimpun tim pelaksana, juga
tidak dijumpai adanya pemberitaan yang bersifat features. Namun demikian, pola
pemberitaan yang bersifat straight news ini, bagaimanapun, relatif sudah cukup
Media Assesment Page | 7
kaya akan data dan informasi terkait dengan berbagai aspek dalam pelaksanaan
distribusi raskin lapangan.
2. Jenis berita semacam ini memang memiliki beberapa resiko tertentu. Salah satu
di antaranya adalah kurangnya pendalaman terhadap temuan/kasus yang
sebenarnya layak liput. Akibatnya, pemberitaan suatu kasus yang diliput oleh
media tertentu tidak ditindaklanjuti secara berseri pada peliputan berikutnya,
melainkan mengubah topik baru dengan lokasi liputan yang berbeda. Dengan
demikian, informasi tentang suatu kasus yang relatif utuh dan komprehensif
memang agak sulit didapatkan.
3. Data-data lapangan di 11 provinsi yang merupakan sumber liputan media
umumnya adalah berbagai peristiwa dan aktifitas distribusi raskin yang terjadi
sepanjang tahun 2012, sejak bulan januari hingga bulan Nopember 2012.
Namun, dalam sejumlah liputan tertentu terdapat pula informasi yang
menggambarkan peristiwa atau kejadian yang merupakan imbas atau
perkembangan suatu kasus dari pelaksanaan distribusi raskin di tahun
sebelumnya, yakni: 2011.
4. Sudut pandang (angle) liputan media terhadap pendistribusian raskin di lapangan
umumnya masih menganut asas bad news is good news. Melalui sudut pandangan
semacam ini, hampir seluruh isi pemberitaan berisi berbagai bentuk
penyimpangan di lapangan. Dari seluruh berita yang dihimpun oleh tim
pelaksana di Jakarta dapat dikatakan tidak satu pun yang, mislanya, mengisahkan
tentang success story tertentu ataupun bentuk-bentuk inovasi yang mungkin saja
terjadi di suatu lokasi tertentu terkait dengan pendistribusian raskin di lapangan.
Namun demikian, hal semacam ini masih dapat dikatakan relatif wajar
mengingat peliputan media memang diutamakan sebagai—atau merupakan
bagian dari—pengawasan publik, dan oleh karenanya, upaya media untuk
mengungkap kasus yang bersifat bad news is good news justru menjadi salah satu
unsur penting dalam konteks pengawasan publik.
5. Media peliput dapat dikatakan cukup memahami kebijakan dan program
pendistribusian raskin, berikut mekanisme dan prosedur penyalurannya di
lapangan. Dengan demikian, apa yang disajikan media melalui hasil liputannya
terkait dengan program ini cenderung dapat memberikan gambaran yang cukup
Media Assesment Page | 8
informatif. Oleh karenanya, jika di lapangan ditemukan gejala penyimpangan,
misalnya, media akan segera mengangkatnya untuk dijadikan topik liputan.
6. Tidak semua wilayah program—terutama pada level desa di 11 provinsi
sample—memperoleh porsi liputan media selama durasi proyek berlangsung.
Namun demikian, media coverage pada dasarnya telah cukup mewakili arus
kecenderungan umum yang terjadi di lapangan. Oleh karenanya, liputan di
lapangan sepenuhnya merupakan keputusan unsur pimpinan redaksi masing-
masing media, terutama untuk tema yang diangkat, lokasi yang dipih dan
frekuensi reportasenya.
VI. BEBERAPA TEMUAN
Dari hasil liputan media yang dikirimkan ke tim terdapat beberapa aspek yang
dapat dikategorikan sebagai kecenderungan isi/materi pemberitaan terkait pelaksanaan
pendistribusian raskin. Di sisi lain, temuan-temuan hasil liputan dapat pula dipahami
atau dipandang dari sudut wilayah. Kategori berdasarkan kasus dan pola isi pemberitaan
akan menghasilakn deskripsi tentang masalah-masalah pokok yang terjadi dalam
pendistribusian raskin, sementara pemaparan berdasarkan wilayah akan menghasilkan
gambaran tentang apa yang terjadi di masing-masing provinsi, dan oleh karenanya,
dapat dikomparasikan. Berikut ini adalah pemaparan beberapa temuan penting hasil
liputan media massa yang mencakup 11 provinsi sample. Pemaparan pertama
didasarkan atas temuan di masing-masing provinsi, sementara pemaparan yang kedua
didasarkan atas isi dan kecenderungan pemberitaan seputar distribusi raskin di 11
provinsi sample.
5.1. Distribusi Raskin di 11 Provinsi Sample
(1) Sulawesi Selatan
Di provinsi ini, sebagaimana yang dapat dirangkum dari seluruh liputan
yang ada, terdapat berbagai bentuk persoalan menyangkut proses
pendistribusian raskin kepada kalangan RTM. Sama seperti provinsi lainnya, di
Provinsi Sulawesi Selatan pangkal persoalan pendistribusian raskin umumnya
terletak pada proses awal pendataan RTM. Dalam beberapa kasus ditemukan
Media Assesment Page | 9
adanya perbedaan antara hasil pendataan di satu sisi dengan kondisi faktual
rumah tangga miskin di sisi lain. Terdapat RTM yang sesungguhnya tergolong
layak untuk menerima atau mengikuti program raskin, namun pada kenyataanya
tidak ‘masuk’ dalam dalam proses pendataan.
Persoalan semacam ini tidak saja meimbulkan keresahan di kalangan
RTM, tetapi juga dan protes dari mereka, karena merasa tidak diikutsertakan
dalam program raskin. Dengan demikian, proses pendataan RTM sebagai
langkah awal program distribusi raskin memegang peran sentral dan sangat
kunci bagi performa program secara keseluruhan. Provinsi Sulawesi Selatan
adalah salah satu contoh kasus wilayah di mana ditemukan persoalan data RTM
yang miskin cukup banyak, namun tidak semuanya terdata sebagaimana
mestinya. Selain persoalan data RTM, di wilayah ini juga ditemukan beberapa
kasus manipulasi pelaksanaan program distribusi raskin.
(2) Jawa Tengah
Sejauh yang dapat diamati melalui hasil liputan yang ada tampak bahwa
tidak terdapat perbedaan secara signifikan, persoalan yang terjadi di provinsi ini,
setidaknya dalam beberapa aspek, mirip dengan apa yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Selatan, terutama dalam hal perbedaan antara data resmi dengan
kondisi faktual RTM di lapangan. Persoalan pendataan RTM yang dinilai kurang
sesuai dengan kondisi faktual lapangan serta praktik manipulasi dalam
pelaksanaan pendistribusian raskin, sebagaimana yang muncul dalam berbagai
liputan media massa di berbagai provinsi lain, juga terjadi di Provinsi Jawa
Tengah.
Persoalan data RTM di provinsi ini sempat mengundang pertanyaan dari
berbagai kalangan. Hal ini membuat pemprov Jawa Tengah menggelar
sosialisasi melalui para kepala desa untuk menjelaskan berkurangnya jatah raskin
dari tahun sebelumnya, karena adanya perubahan data RTM. Pendataan yang
tidak tepat memang telah memunculkan konsekuensi-konsekuensi tertentu di
lapangan. Ada kalanya pemerintah di tingkat lokal, sebagaimana yang terjadi di
Provinsi Jawa Tengah, terpaksa harus mensosialisasikan keputusan tentang
berkurangnya jatah raskin dari tahun sebelumnya.
Media Assesment Page | 10
Masalah lain yang muncul di provinsi ini adalah persoalan kualitas
raskin. Di beberapa lokasi kualitas raskin dinilai berada di bawah standar
kelayakan. Bahkan, terdapat beberapa kasus di sejumlah wilayah si Provinsi Jawa
Tengah di mana kualitas raskin yang telah didistribusikan ke sejumlah RTM
berada di bawah ketentuan yang telah ditetapkan. Akibatnya, RTM yang telah
mendapatkannya tidak dapat mengkonsumsi.
(3) Jawa Timur
Salah satu permasalahan yang cukup serius di provinsi ini adalah
tindakan manipulatif yang dilakukan aparat di tingkat lokal dalam
pendistribusian raskin ke sejumlah RTM. Modus yang dilakukan adalah dengan
cara mengurangi jatah (kuantitas) raskin dari yang seharusnya. Kasus ini sempat
memunculkan protes dari kalangan RTM yamg kemudian membawa kasusnya
ke jalur hukum untuk diproses lebih lanjut. Proses ini telah membuat beberapa
aparat pemerintah pada level desa harus berurusan dengan pihak kepolisian
setempat untuk menjalani interogasi.
Upaya semacam ini rupanya memperoleh tanggapan positif dan
dukungan dari kalangan legislatif. Membawa kasus ini melalui jalur hukum
dipandang lebih fair karena semua pihak—baik pelaku maupun korban—akan
menerima keadilan sebagaimana mestinya. Melalui proses hukum nantinya dapat
diketahui dengan jelas para pihak yang terbukti melakukan penggelapan dalam
proses penyaluran bantuan raskin ke RTM. Cukup unik kasus ini karena
berlangsung relative merata di hampir semua kecamatan di Kabupaten
Pamekasan. Padahal, ironisnya, Pemkab justru telah menerjunkan tim
pemantau dari semua lapisan.
Sebagai upaya untuk mengatasi kemungkinan adanya penyimpangan
dalam pendistribusian raskin, di Provinsi Jawa Timur terdapat gagasan untuk
mengubah pola distribusi dari sebelumnya. Distribusi raskin yang sebelumnya
dilakukan oleh aparat desa direncanakan diubah menjadi kelompok masyarakat
(Pokmas). Gagasan ini dilontarkan oleh DPRD Kabupaten Pamekasan. Di
samping itu untuk menjamin transparansi diusulkan agar daftar nama para calon
penerima raskin diumumkan secara luas oleh aparat desa. Nampaknya
penggagas ini kurang memahami mekanisme Raskin, sebab ketentuan yang ada
Media Assesment Page | 11
masalah sosialisasi Raskin secara luas sudah diatur dalam pedoman yang
dikeluarkan oleh Kemenkokesra.
(4) Sulawesi Tenggara
Di provinsi ini terdapat kasus di mana penyaluran raskin tahun 21012
sempat diwarnai oleh kontroversi dalam hal penanggungjawab dan pengelolaan
pendistribusian raskin di lapangan. Salah satu kasus yang terjadi adalah upaya
pengambilalihan pendistribusian raskin dari aparat di tingkat desa oleh aparat
yang lebih tinggi kedudukannya, yakni: camat. Belum diketahui dengan pasti,
apakah tindakan pengambialihan itu lebih didorong oleh motif penyelamatan
proses pendistribusian lantaran kinerja aparat di level desa yang tidak optimal,
atau didasarkan atas motif yang lain. Dengan adanya kasus ini, manajemen
distribusi raskin, menjadi persoalan krusial. Aspek ini merupakan salah satu
kunci penting dari keseluruhan program distribusi raskin.
Perbedaan hasil pendataan resmi dengan kondisi faktual RTM di
lapangan, dalam sejumlah kasus, dapat berkibat pada munculnya dilema di
kalangan aparat pemerintah di tingkat bawah, terutama di level kepala desa
berikut perangkat pendukungnya. Dilema semacam itu antara lain muncul dalam
bentuk sikap ragu untuk mendistribusikan raskin. Sikap semacam ini
dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap munculnya protes dari kalangan
RTM yang tidak masuk ke dalam daftar calon penerima manfaat. Di sisi lain,
pendistribusian raskin memang merupakan salah satu keharusan bagi seorang
kepala desa. Dengan demikian, pilihan antara membagikan atau tidak
membagikan bagaikan buah simalakama bagi seorang kepala desa.
Bahkan sikap semacam itu dapat terjadi pada level eksekutif tertinggi di
tingkat kabupaten/kota. Di Sulawesi Tenggara terdapat kasus di mana seorang
bupati merasa keberatan untuk mendistribusikan raskin ke kalangan RTM
semata-mata karena adanya perbedaan data resmi dengan kondisi faktual.
Langkah semacam ini diambil pemerintah setempat karena ada kekhawatiran
prosesnya akan berlangsung dalam suasana yang kurang kondusif di masyarakat.
Dengan demikian, langkah yang ditempuh pemerintah setempat dengan cara
menolak mendistribusikan raskin tidak dapat dipandang atau dipahami sebagai
tindakan yang bertentangan dengan hukum. Agaknya, tindakan semacam itu
Media Assesment Page | 12
ditempuh guna mencegah keresahan di kalangan warga RTM, terutama dari
mereka yang tidak didata sebagai calon penerima raskin.
(5) Nusa Tenggara Timur
Salah satu persoalan dalam program raskin di Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah pembayaran atau penebusan yang kerap agak sulit atau lamban.
Hal ini disebabkan belum siapnya RTM menyediakan uang tunai. Kasus
semacam ini ada kalanya berakibat pada bertumpuknya stock raskin di Bulog
setempat karena tak kunjung ditebus oleh pihak pemerintah setempat. Stock
raskin yang disiapkan Bulog setempat umumnya mengacu pada pagu yang telah
ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, tersendatnya proses pembayaran raskin ditenggarai juga
disebabkan oleh kurang aktif dan disipilinnya aparat di tingkat desa dalam
menagih dana dari masyarakat. Patut disayangkan, sejauh ini belum diperolah
informasi tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam membantu
mengatasi masalah ini.
Masalah lain yang cukup pelik dan berkaitan dengan kasus di atas di
provinsi ini adalah munculnya persoalan setoran dana raskin yang tidak optimal.
Akibatnya, alokasi raskin yang telah disediakan/disalurkan melalui Bulog
stempat terancam dikembalikan ke pemerintah pusat. Faktor yang melatari
munculnya persoalan ini di Provinsi NTT adalah keengganan aparat atau
petugas Raskin di tingkat desa/kelurahan untuk melakukan penagihan ke
masyarakat terutama di desa yang agak terpencil dan terisolir akibat terbatasnya
sarana transportasi.
(6) Maluku Utara
Informasi yang cukup menonjol dan dominan di provinsi ini adalah
kasus pendistribusian raskin yang ditenggarai mengandung usur manipulasi.
Modusnya adalah upaya membisniskan raskin dengan pelaku utama aparat di
tingkat desa. Masyarakat yang telah menyetorkan dananya melalui kepala desa
(kades) ternyata tidak memperoleh jatah yang seharusnya. Ada dugaan kuat
kades telah menjual raskin jatah RTM ke pihak ke tiga yang tidak berhak.
Media Assesment Page | 13
Dampak dari kasus ini adalah ekspresi ketidakpuasan warga yang kemudian
mengambil tindakan berupa penyegelan kantor desa.
Soal ini sendiri bukannya tanpa sepengetahuan pejabat pemerintah di
level yang lebih tinggi. Informasi tentang kasus ini telah didengar oleh pihak
kecamatan dan jajaran pemerintah kabupaten. Beruntung, pihak kecamatan dan
jajaran pemerintah kabupaten cukup responsif dalam menindaklanjuti persoalan
ini. Pelaku telah dipanggil untuk dimintai pertanggungjawabannya. Namun
demikian, cukup unik bahwa di daerah lain di provinsi yang sama upaya
memanipulasi bantuan raskin bagi RTM justru dilakukan oleh seorang camat.
Di samping itu, terdapat pula informasi tentang modus manipulasi yang
agak berbeda di mana seorang kepala desa menetapkan harga raskin lebih tinggi
dari yang seharusnya. Akibatnya, warga RTM terpaksa harus mengeluarkan
biaya yang lebih besar dari harga resmi yang sebenarnya. Patut disayangkan,
informasi liputan ini tidak bersifat kesinambungan—sekurang-kurangnya
sampai dengan periode pengumpulan data berita di bulan Nopember 2012.
(7) Bangka Belitung
Sama halnya dengan kasus perbedaan data antara dokumen resmi dan
kondisi faktual di lapangan yang terjadi di sejumlah wilayah lain, di Provinsi
Bangka Belitung juga muncul kasus serupa. Persoalan ini bahkan telah
mendorong pihak DRPD di salah satu kabupaten di provinsi ini mendesak
pihak eksekutif untuk menginstruksikan kepada para kepala desa melakukan
pendataan ulang terhadap RTM. Sekalipun permintaan pihak dewan itu datang
terlambat—di mana tahap distribusi raskin sedang berjalan—namun upaya itu
setidaknya telah menumbuhkan secercah harapan bagi RTM yang tidak terdata
sebelumnya bahwa mereka masih dapat ikut serta dalam program ini untuk
tahun berikutnya.
Di sisi lain, perbedaan data RTM itu juga memunculkan sejumlah akibat.
Selain menimbulkan keresahan di kalangan RTM, perbedaan itu juga dinilai
kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Mereka yang secara faktual
tergolong berhak menerima (miskin) dan mengkonsumsi raskin justru berada
dalam kondisi tangan hampa dan bersamaan dengan itu mereka menyaksikan
keluarga yang tidak tergolong RTM menikmati jatah raskin.
Media Assesment Page | 14
Tidak banyak informasi liputan yang diperoleh dari provinsi ini. Namun,
betapapun informasi liputan tentang distribusi raskin di Provinsi Bangka
Belitung tidak terlalu optimal, kandungan data hasil liputan yang ada relatif
dapat memberikan gambaran tentang masalah dan kendala proses distribusi
raskin. Satu hal yang cukup penting dan patut digarisbawahi dari provinsi ini
adalah bahwa pihak DPRD setempat cukup memiliki kepedulian terhadap
persoalan ini. Fenomena ini memberikan masukan berharga bahwa peran aktif
anggota lembaga legislatif di tingkat lokal tidak dapat dipandang sebelah mata
untuk—setidak-tidaknya—mengurangi berbagai bentuk penyimpangan
pendistribusian raskin di lapangan
(8) Jawa Barat
Di provinsi ini terjadi beberapa kasus penyimpangan dalam proses
pendistribusian raskin. Salah satu di antaranya adalah “mengendapnya” uang
pembayaran raskin. Sejumlah pihak menuding “mengendapnya” uang
pembayaran raskin itu diduga dilakukan oleh oknum tertentu di desa. Sekalipun
kasus ini tidak terjadi di semua desa yang ikut serta dalam program raskin di
Provinsi Jawa Barat. Namun munculnya persoalan ini tentu tidak dapat
dipandang ringan. Bagaimanapun juga, tindakan manipulasi adalah salah satu
bentuk pelanggaran hukum yang serius. Akibatnya, para calon penerima
manfaat raskin di sejumlah desa terpaksa tidak dapat memproleh apa yang
menjadi haknya.
Di samping ditemukan adanya kasus pengendapan uang setoran
pembelian raskin dari RTM, dijumpai pula tindakan penyelewengan di provinsi
ini yang dilakukan oleh oknum RT. Modusnya adalah dengan menaikkan harga
raskin lebih tinggi dari yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.
Kasus ini tergolong menarik, karena di sejumlah provinsi para pelaku
manipulasi umumnya perangkat desa/kelurahan.
Sama halnya dengan provinsi lain, di Provinsi Jawa Barat juga terjadi
persoalan data RTM. Di wilayah ini terdapat perbedaan antara data resmi
dengan kondisi faktual RTM. Akibatnya, selain alokasi raskin berkurang dari
tahun sebelumnya, juga memunculkan berbagai pertanyaan di masyarakat.
Kasus ini, sebagaimana yang terjadi di wilayah lain, juga memperolah respon
Media Assesment Page | 15
dari kalangan DPRD setempat yang mendesak pihak eksekutif agar
mengevaluasi proses dan metode pendataan agar mereka yang berhak benar-
benar dapat dipastikan memperoleh jatah raskin.
(9) Sumatera Utara
Perbedaan data RTM antara dokumen resmi dan kondisi faktual RTM
untuk tahun 2012 memperlihatkan adanya penurunan alokasi raskin dari tahun
2011. Hal ini mengindikasikan bahwa RTM di provinsi ini telah mengalami
penurunan. Yang patut disayangkan adalah bahwa penurunan RTM tersebut
ternyata hanya terjadi di atas kertas dokumen pendataan, bukan realitas yang
sesungguhnya.
Sebagaimana yang terjadi di wilayah lain, kasus ini menuai pertanyaan
dan protes dari berbagai kalangan. Persoalan bertambah pelik manakala
sebagian RTM tidak lagi menerima raskin seperti di tahun sebelumnya, alokasi
raskin 2012 tidak seluruhnya jatuh ke tangan RTM, melainkan didistribusikan ke
mereka yang tergolong bukan RTM. Di samping dilatarbelakangi oleh persoalan
teknis perbedaan data, salah sasaran juga dilatarbelakangi oleh tindakan
manipulatif aparat di tingkat desa yang sengaja mengalokasikan raskin kepada
mereka yang bukan tergolong RTM.
Akibatnya, di beberapa desa di provinsi ini persoalan alokasi dan
distribusi raskin tidak saja telah memancing keresahan warga, tetapi juga telah
menjurus kea rah perkelahian antar warga serta ancaman terhadap
penanggungjawab distribusi raskin di tingkat kecamatan dan desa. Kasus ini
pada gilirannya membuat DPRD setempat turun tangan dengan mengingatkan
pihak eksekutif agar berlaku cermat dalam proses pendataan agar dampak
negatif di masyarakat tidak berulang kembali di era mendatang.
(10) Bali
Macetnya dana talangan merupakan salah satu aspek yang menonjol
dalam program pendistribusian raskin di Provinsi Bali. Sebenarnya gagasan
pemerintah di tingkat lokal di provinsi untuk menganggarkan—melalui
APBD—dana talangan awal dalam rangka membantu RTM merupakan aspek
yang cukup positif. Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa upaya semacam
Media Assesment Page | 16
ini merupakan bentuk komitmen dan perhatian pemerintah terhadap kalangan
RTM di wilayahnya.
Namun demikian, langkah positif yang dilakukan pemerintah ini
agaknya kurang memperoleh respon yang memadai dari aparat di tingkat bawah.
Masalah yang muncul dalam kasus ini adalah macetnya pembayaran/penebusan
atau pengembalian dana talangan oleh masyarakat. Sehingga banyak desa yang
belum mengembalikan dana talangan pemerintah daerah lantaran aparat di
tingkat desa/kelurahan yang dianggap kurang aktif dalam mengelola penagihan
dana tersebut dari kalangan RTM. Dari kasus ini kemudian muncul gagasan
untuk mencari solusi. Salah satunya adalah dengan melibatkan Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) untuk menjadi bagian dalam program dana talangan
ini.
Selain persoalan dana talangan, masalah kualitas raskin juga muncul di
provins ini. Sebagaimana yang terjadi di sejumlah desa diperoleh informasi
bahwa raskin yang diterima RTM kurang berkualitas atau berada di bawah
standar kelayakan. Akibatnya, raskin dengan kualitas semacam itu tidak dapat
dikonsumsi oleh mereka yang telah menerimanya.
(11) Kalimantan Selatan
Di wilayah ini aspek perbedaan data menjadi salah satu persoalan yang
cukup menonjol. Akibat dari masalah ini telah terjadi pengurangan jatah raskin
untuk RTM dari tahun 2012. Jumlah pengurangan alokasi hingga mencapai
sekitar 50%. Dengan demikian, persoalan perbedaan data raskin ini agaknya
cukup merata di semua provinsi sample. Oleh karenanya, proses pendataan
terhadap raskin memerlukan perhatian tersendiri agar mereka yang layak
mendapatkannya dapat dipastikan ikut serta dalam program raskin bersubsidi
ini.
Berbagai kalangan di Provinsi Kalimantan Selatan sempat
mempertanyakan dan mempersoalkan kasus perbedaan data RTM ini mengingat
di sejumlah desa telah muncul keresahan warga. Keresahan kalangan warga yang
berasal dari RTM ini jelas kurang kondusif bagi kehidupan sosial di masyarakat.
Hal ini sekaligus memperlihatkan bahwa persoalan pendataan tidak dapat dinilai
soal tekhnis dan sebagai persoalan sepele. Dampak dari persoalan ini,
Media Assesment Page | 17
sebagaimana yang muncul di berbagai provinsi lain dapat memicu ketegangan
sosial di lapis bawah.
5.2 Temuan Kasus Distribusi Raskin Di 11 Provinsi
(1) Perbedaan Data Rumah Tangga Miskin
Dalam sejumlah kasus di beberapa lokasi antara lain ditemukan adanya
perbedaan perhitungan antar instansi vertikal menyangkut data faktual rumah
tangga miskin calon penerima manfaat. Ada kalanya terjadi perhitungan BPS
lebih besar dibandingkan dengan perhitungan instansi daerah terkait, atau
sebaliknya. Persoalan ini, sebagaimana yang dipantau media, kerap
menimbulkan keresahan di kalangan RTM.
Liputan yang mewakili topik ini antara lain muncul di kota Semarang,
Provinsi Jawa Tengah. Sebagaimana diberitakan oleh Suara Merdeka
(www.suaramerdeka.com) tanggal 22Juni 2012, disebutkan bahwa data jumlah
warga miskin di Kota Semarang yang dikeluarkan BPS tahun 2011 mengalami
penurunan, sementara berdasarkan data base Bappeda Pemkot Kota Semarang di
tahun yang sama justru memperlihatkan peningkatan RTM yang cukup
signifikan. Walaupun Pemkot Semarang sudah melakukan sosialisasi Program
raskin, termasuk informasi pengurangan jumlah RTSPM raskin, tetap saja
muncul berbagai pertanyaan dari banyak kalangan. Pengurangan itu sendiri
merupakan ketentuan dari data TNP2K.
Salah satu fator yang menyebabkan terjadinya persoalan semacam ini
antara lain adalah banyak warga yang tidak tergolong miskin namun justru
terdaftar sebagai penerima raskin, sebagaimana yang terjadi di Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Harian Seputar
Indonesia (22 Februari 2012), ketidakakuratan proses pendataan disebabkan data
yang digunakan masih mengacu pada data lama yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun sebelumnya. Atau dengan kata lain, tidak ada
upaya yang dilakukan oleh pemerintah setempat untuk pemutakhiran data
rumah tangga miskin.
Persoalan ini membuat berbagai kelompok masyarakat di kota Makassar
mengajukan gagasan untuk mengadakan dialog instansi terkait dalam rangka
mencari solusi tentang pendataan rakyat miskin yang lebih akurat, terutama
Media Assesment Page | 18
untuk menemukan persepsi yang sama tentang parameter yang akan digunakan
dalam melakukan pendataan terhadap keluarga miskin, baik yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun maupun instansi pemerintah lokal. Persoalan ini
dilaporkan oleh Harian Cakrawala (6/7/2012).
Ada kalanya juga terjadi semacam ‘kesengajaan’ di mana pendataan
dilakukan dengan memasukkan keluarga yang sesungguhnya tidak termasuk
kategori RTM sebagaimana yang telah ditentukan. Fenomena semacam ini,
seperti yang terjadi di sejumlah lokasi, dilatarbelakangi oleh ‘kepentingan
pribadi’ aparat di tingkat bawah yang hanya mendata kelompok rumah tangga
yang tergolong ‘dekat’ dengan yang bersangkutan, sementara mereka yang
tergolong sesuai dengan ukuran miskin justru tidak dilakukan pendataan.
Dengan demikian, ketidaksesuaian pendataan terhadap RTM penerima
manfaat agaknya bersumber dari dua faktor utama. Pertama, aspek teknis di
mana terdapat perbedaan metode pengukuran dan penetapan parameter antar
instansi vertikal dalam merumuskan kriteria terhadap rumah tangga yang
dianggap memenuhi syarat (berhak) menerima program raskin.1
Yang tergolong ke dalam faktor pertama ini antara lain juga muncul
dalam bentuk up dating yang kurang berjalan secara berkesinambungan, terutama
di tingkat lokal. Namun, terdapat pula informasi yang menyebutkan bahwa
pendataan terhadap rumah tangga miskin yang dilakukan instansi pusat, yang
dalam hal ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS), agak tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
Kedua, aspek kesengajaan (manipulasi). Gejala semacam ini ditandai
dengan pemilihan atau penetapan rumah tangga yang berhak menerima
1BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria rumah tangga miskin, yaitu: 1. Luas lantai bangunan tempat
tinggal kurang dari 8 m2 per orang, 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/ kayu
murahan, 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester, 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain, 5. Sumber
penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan, 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru
dalam setahun, 10.Hanya sanggup makan maksimal dua kali dalam sehari, 11.Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas/poliklinik, 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas,
lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan di bawah Rp 600.000,00 per bulan, 13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga : tidak
sekolah/tidak tamat SD/hanya SD, dan 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp
500.000,00 seperti : sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Media Assesment Page | 19
program raskin semata-mata karena faktor kepentingan pribadi atau ‘kedekatan’
antara aparat di tingkat lokal dengan calon penerima manfaat—sekalipun
kondisi faktual sosial-ekonomi calon rumah tangga tidak sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, objektifitas dalam penetapan keluarga
miskin memang secara sengaja dihilangkan.
Baik karena faktor kendala teknis maupun non teknis—keduanya
menghasilkan 1 (satu) akibat yang sama: tidak sesuainya data resmi dengan
kondisi faktual RTM di lapangan. Dalam banyak kasus, persoalan ini pada
gilirannya mengakibatkan munculnya serangkaian masalah, terutama pada tahap
kegiatan pendistribusian raskin, sebagaimana yang akan dipaparkan pada bagian
berikutnya.
(2) Alokasi dan Distribusi Raskin Tidak Tepat Sasaran
Dalam praktiknya, ketidaktepatan dalam alokasi dan distribusi raskin
bagi mereka yang berhak menerimanya, dengan demikian, merupakan
konsekuensi logis dari faktor hulu di mana data dokumen RTM tidak sama
dengan data faktual di lapangan. Oleh karenanya, di beberapa lokasi sejumlah
RTM yang seharusnya berhak mengikuti program ini tidak memperoleh raskin,
dan sebaliknya, terdapat sejumlah rumah tangga yang sesungguhnya tidak
berhak mengikuti program ini tetapi justru menjadi peserta program raskin.
Fenomena semacam ini antara lain terjadi di Kota Semarang, Provinsi
Jawa Tengah. Sebagaimana diberitakan oleh www.seputarindonesia.com
(06/08/2012) , distribusi raskin di Kota Semarang pada awal bulan Agsutus
2012 yang lalu dinilai tidak atau kurang tepat sasaran. Hal ini terbukti dari masih
banyaknya RTSPM yang tidak menerima raskin. Ironisnya, bahkan banyak
warga yang tidak berhak (tidak tergolong RTM), tetapi justru menerima raskin.
Informasi lain menyebutkan bahwa beras miskin (raskin) di Kelurahan
Toboali ternyata sudah 5 bulan tidak diterima masyarakat kurang mampu di
Kampung Bukit, Kelurahan Toboali, Bangka. Yang jadi persoalan, penerima
raskin justru merupakan rumah tangga yang tergolong tidak miskin alias mampu
serta berpenghasilan cukup.
Sebagaimana yang dirilis Radar Bangka (9/4/2012), data penerima
bantuan raskin mengalami perubahan melalui Pendataan Program Perlindungan
Media Assesment Page | 20
Sosial (PPPLS) di mana hasil pendataannya telah diserahkan ke TNP2K (Tim
Nasional Program Penanggulangan Kemiskinan) di Jakarta. Yang sangat
disayangkan, menurut laporan Radar Bangka, adalah bahwa TNP2K tidak
langsung turun ke lapangan untuk melakukan pendataan dan mereka hanya
menerima data dari BPS, sehingga terjadilah perubahan terhadap RTS.
Di Bogor, Jawa Barat, diperoleh informasi bahwa akibat perbedaan data
keluarga miskin dari tahum sebelumnya, alokasi dan distribusi beras untuk
orang miskin (raskin) mengalami penurunan yang lumayan drastis hingga
mencapai 50 persen. POSTKOTAPONTIANAK.COM (6/17/2012)
melaporkan bahwa puluhan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga
(RW) di Wilayah Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, memprotes serta
mempertanyakan berkurangnya pengiriman beras untuk orang miskin (raskin)
hingga mencapai 50 persen.
Dengan demikian, dalam hal kurang tepat sasaran dalam pendistribusian
raskin di lapangan terdapat beberapa pola yang muncul dalam berbagai liputan
berita yang dilansir media. Pertama, di sejumlah lokasi ditemukan adanya
kesenjangan yang kontras di mana rumah tangga yang tidak tergolong miskin
memperoleh raskin, sementara mereka yang tergolong miskin jsustru tidak
mendapatkannya. Kedua, di lokasi-lokasi lain ditemukan adanya fenomena di
mana tidak semua rumah tangga miskin memperoleh raskin, karena persoalan
data yang ada. Bahkan, terdapat tingkat perbedaan atau deviasi yang mencapai
50% dari kondisi faktual RTM.
Kedua pola pendistribusian raskin di atas telah mengakibatkan situasi
sosial yang diskriminatif. Di sejumlah lokasi fenomena semacam ini tidak saja
menimbulkan keresahan di kalangan RTM yang merasa nasib dan
kepentingannya terabaikan, tetapi juga sempat menimbulkan gejolak dalam
bentuk protes warga. Sasaran utama warga umumnya tertuju pa aparat tingkat
lokal, baik level kabupaten/ kota, kecamatan, maupun level kelurahan/desa.
Warga dari kalangan RTM agaknya kurang dapat menerima kenyataan bahwa
mereka telah kehilangan hak untuk ikut serta dalam program distribusi raskin
bersubsidi.
Media Assesment Page | 21
(3) Pendistribusian Tidak Tepat Waktu (Jadwal)
Keterlambatan proses pendistribusian raskin di sejumlah lokasi juga
telah menjadi salah satu topik yang cukup sering ditampilkan dalam berbagai
liputan media. Salah satunya adalah berita yang dilansir oleh portal Surabaya
Post online (8/9/2012). Dalam liputan tersebut dilaporkan bahwa sudah 2
bulan warga di 5 Kelurahan di Kecamatan Kota Sampang, Jawa Timur,
mengeluh karena jatah RASKIN mereka belum diterima, sementara mereka
tengah menghadapi bulan puasa di mana beras murah sangat dibutuhkan oleh
warga miskin. Tapi tanpa alasan yang jelas, jatah RASKIN yang seharusnya
mereka terima tidak kunjung turun.
Berdasarkan pantauan di lapangan, bantuan RASKIN yang belum
diterima warga miskin terhitung sejak bulan Juni hingga Juli (2012). Setelah
ditanyakan kepada instansi terkait, jawaban yang diberikan tidak terlalu jelas
tentang apa yang menjadi penyebab tersendatnya bantuan itu. Ketika
dikonfirmasi, Kasi Bantuan Sosial Dinsosnakertrans membenarkan bahwa
kendala belum didistribusikannya bantuan RASKIN untuk jatah Juni-Juli 2012
akibat adanya perubahan pagu RTS-PM .
Sementara itu Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dilaporkan
bahwa alokasi beras untuk orang miskin (raskin) yang jumlahnya 11 ribu ton
lebih ternyata baru disalurkan kurang lebih tujuh ribu ton. Sisanya, sebanyak
tiga ribu ton, masih mengendap atau belum dibagikan ke masyarakat miskin.
Karena itu, sebagaimana yang dikaporkan ole Victory News (11/24/2012),
pihak kelurahan masih melakukan pendataan ulang sehingga dapat melayani
masyarakat yang berhak mendapat raskin. Hasil pengamatan media ini
menyebutkan bahwa terhambatnya penyaluran raskin ini karena proses
pengumpulan dana dari Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM)
belum tuntas sepenuhnya.
Lambannya proses pendistribusian raskin juga terjadi di Provinsi
Sulawesi Selatan. Penyaluran beras miskin (raskin) tahap kedua di provinsi ini
dinilai masih cukup rendah, lantaran sampai pertengahan bulan Juli, masih
banyak kabupaten kota yang belum melakukan penyaluran. Kepala Perum
Bulog Divre VII Sulselbar, Tommy S Sikado, mengatakan, umumnya yang
Media Assesment Page | 22
menjadi kendala adalah proses verifikasi RTS yang masih belum rampung,
karena adanya perubahan kuota.
Ia berharap agar penyaluran raskin, khususnya pada periode Juli ini,
sudah dapat disalurkan paling lambat akhir bulan, agar masyarakat tidak
kesulitan memperoleh beras selama bulan Ramadhan. Sebagai informasi
tambahan, raskin yang disalurkan ke kabupaten/kota setiap bulannya mencapai
7 ribu ton.
Berdasarkan data Perum Bulog Divre VII Sulselbar, kuota raskin tahap
kedua mencapai 53,4 juta kilogram dengan jumlah penerima 508 ribu Rumah
Tangga Sasaran. Jumlah stok beras yang tersedia di Sulsel pada saat itu
mencapai 295 ribu ton, baik yang tersimpan di gudang milik Bulog maupun ada
di tangan petani. Ketahanan jumlah stok ini, sebagaimana yang dilaporkan
CAKRAWALA Online (19 Juli 2012), diperkirakan mampu mencukupi
kebutuhan sampai 26 bulan kedepan. Penyaluran raskin di Kabupaten/kota se-
Sulsel masih terkendala ketepatan waktu (jadwal) karena kendala verifikasi data
RTS yang belum rampung.
Kejadian serupa juga muncul di Kabupaten Pamekasan, Provinsi Jawa
Timur. Berdasarkan laporan Media Rakyat Online (5/24/2012), raskin untuk
Desa Pademawu Barat pada periode alokasi bulan Desember 2011 serta raskin
ke-13 tahun 2011 besarnya mencapai 16,950 ton. Seharusnya penyaluran
terealisasi pada bulan April tahun 2012, namun hanya atau baru terealisasi 6 kali,
sehingga terdapat kekurangan 50.850 kg. Kekurangan tersebut, hingga berita ini
diturunkan, tak kunjung terealisasi. Lemahnya pengawasan ditingkat kabupaten
hingga pelaksana distribusi dianggap sebagai salah satu penyebabnya.
Dengan demikian, faktor keterlambatan distribusi raskin sebagaimana
yang terjadi di sejumlah lokasi, berdasarkan liputan media selama periode
Januari – Nopember 2012, umumnya dilatarbelakangi oleh proses pendataan
RTS yang masih berlangsung. Atau dengan kata lain, proses pendataan dan
verifikasi RTS berlangsung agak molor, sehingga kurang sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan sebelumnya. Akibatnya, pada saat tahap kegiatan sudah
mulai masuk ke jadwal distribusi, data RTS masih belum selesai seluruhnya,
dengan akibat: jadwal distribusi menjadi mundur ke belakang.
Media Assesment Page | 23
(4) Kualitas Raskin
Kualitas raskin, khususnya di beberapa lokasi, kerap dikeluhkan oleh
para penerima manfaat. Terdapat kasus di mana raskin dirasakan berbau,
berkutu dan berulat, sehingga tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Dalam situasi
ini, penerima manfaat jelas amat dirugikan, karena selain tidak dapat
mengkonsumsi jatah raskin secara layak juga ‘tekor’ lantaran mereka telah
mengeluarkan sejumlah biaya untuk mendapatkannya—sekalipun harganya
disubsidi pemerintah.
Persoalan ini muncul di sejumlah RTSPM raskin di Desa Kalierang,
Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Mereka
mengeluhkan raskin alokasi bulan Agustus 2012 yang baru saja dibeli seminggu
yang lalu di mana ditemukan kutu dan berbau apek. Pihak Pemda setempat
berjanji akan menggantinya. Hingga berita ini diturunkan belum didapat
keterangan sejauhmana realisasi janji Pemda setempat untuk mengganti raskin
yang lebih layak dikonsumsi itu ditepati. Kasus ini dilaporkan oleh
lensaindonesia.com, (13-08-’12).
Kejadian serupa juga muncul di Kelurahan Seririt, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. RTM di kelurahan ini menolak pembagian RASKIN karena
kualitasnya buruk atau tidak layak dikonsumsi. Sebagian warga yang menerima
raskin itu, sebagaimana dilaporkan oleh ANTARA News (10-08-’12), akhirnya
menggunakannya untuk pakan ayam ternak. Dengan demikian, ayam ternak
telah menggantikan RTM menjadi konsumen raskin program pemerintah.
Sementara itu, sebagian warga lainnya memilih untuk tidak mengambil jatah
raskin mereka.
Demikian pula yang terjadi pada sejumlah RTSPM raskin di Dusun
Dlopo, Desa Karangrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Pamekasan, Provinsi
Jawa Timur. RTSPM mengeluh karena kualitas raskin yang mereka terima
tergolong buruk kualitasnya. Selain berkutu, raskin tersebut juga dipenuhi kerikil
dan batu–batu kecil. Raskin terakhir kali diterima warga pada 11 September lalu.
Kepala Bulog Subdivre V/Kediri mengatakan, pihaknya sebenarnya
sudah berupaya maksimal untuk mengawasi proses produksi raskin, terutama
untuk memastikan agar kualitas beras sama seperti standar yang ditetapkan. Ia
meminta kepada warga yang menerima raskin dalam kondisi buruk agar
Media Assesment Page | 24
melapor ke kantor Bulog secara langsung atau melalui perangkat desa setempat
sehingga dapat segera menerima penggantian raskin yang lebih layak konsumsi.
Informasi ini merupakan hasil liputan yang dilakukan oleh SURYA ONLINE
(10/9/2012).
Lantaran dinilai berkualitas rendah dan tak layak konsumsi, warga tiga
dusun, yakni Dusun Ngorbungor, Terbing dan Gil Pangil, Desa Tragih,
Kecamatan Robatal, Kota Sampang, Provinsi Jawa Timur dilaporkan
telahmengembalikan raskin bantuan pemerintah ke gudang Bulog di Desa
Pangelen, Kecamatan Kota Sampang. Pengembalian raskin yang dilakukan
warga dari tiga dusun tersebut, berdasarkan liputan berita yang dilansir
beritajatim.com (1/25/2012), mencapai 2 ton 700 kg. Beras yang dikembalikan
ke gudang penimbunan raskin itu merupakan bentuk protes warga terhadap
kualitas raskin yang dinilai tidak memenuhi standar kelayakan untuk
dikonsumsi.
Terkait dengan kualitas raskin yang buruk berbagai liputan media, pada
umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, berita atau liputan yang
menginformasikan tidak adanya penjelasan dari pihak yang berwenang terkait
dengan kualitas raskin yang tidak memadai serta ketidakjelasan tentang upaya
ganti-rugi dalam bentuk penggantian uang ataupun raskin yang lebih memadai
untuk dikonsumsi. Kedua, untuk lokasi tertentu pejabat setempat merespon
dengan cepat dan mengupayakan penggantian raskin yang berkualitas buruk
dengan yang lebih memadai untuk dikonsumsi.
(5) Penyelewengan Raskin
Sebagaimana yang diberitakan oleh sejumlah media, dalam proses
pelaksanaan pendistribusian raskin di beberapa lokasi ditenggarai telah terjadi
praktik manipulasi (penyelewengan) yang dilakukan oleh aparat pada tingkat
lokal. Dari seluruh liputan media yang dihimpun, setidaknya terdapat tiga
bentuk modus penyelewengan yang dapat diidentifikasi.
Pertama, dengan cara ‘mengambil’ sebagian dari alokasi/jatah raskin,
sehingga kelompok sasaran tidak memperoleh hak sebagaimana mestinya.
Kasus yang paling menonjol dalam soal ini adalah pengurangan kuantitas jatah
raskin dari yang seharusnya. Persoalan semacam ini, sebagaimana yang muncul
Media Assesment Page | 25
pada pemberitaan di sejumlah media di beberapa lokasi, membuat jumlah raskin
yang diterima kelompok sasaran lebih rendah dari yang seharusnya.
Kedua, di samping ‘mengambil jatah’ raskin secara ilegal, sejumlah media
juga memberitakan kasus penyelewengan dalam bentuk penetapan harga yang
lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibatnya, rumah tangga miskin terpaksa
harus mengeluarkan biaya pembelian raskin lebih mahal dari harga resmi
(bersubsidi) yang telah ditetapkan pemerintah.
Ketiga, bentuk penyelewengan program raskin yang lain adalah
memanipulasi dana yang dilakukan oleh aparat di tingkat lokal. Modus dari
praktik ini adalah dengan cara ‘menahan’ dana raskin yang telah disetorkan
warga. Setoran dana raskin yang ‘ditahan’ ini mengakibatkan distributor di
tingkat lokal (Bulog) tidak ‘mengeluarkan’ alokasi raskin kepada tumah tangga
yang berhak menerimanya. Beberapa ilustrasi hasil liputan media berikut ini
mewakili tiga bentuk atau modus penyelewengan pelaksanaan pendistribusian
raskin yang terjadi di sejumlah lokasi.
Praktik penyelewengan antara lain muncul di Desa Rancawuluh,
Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Seorang
Kepala desa, sebagaimana yang diberitakan oleh koruptorindonesia.com (10
Pebruari 2012), telah dilaporkan oleh warganya sendiri ke Kejaksaan Negeri
Brebes. Pasalnya, oknum Kepala Desa tersebut diduga telah menyelewengkan
Beras untuk Keluarga Miskin (raskin) tahun 2011 sebanyak 45.630 kg. Dugaan
penyelewengan distribusi raskin itu terjadi pada tahun 2011.
Sementara itu, di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Harian Rakyat
Sulsel (9-Jun-12) melaporkan bahwa Seorang pegawai Badan Urusan Logistik
(Bulog) ditahan aparat Polres Pelabuhan. Ia diduga melakukan penggelapan
raskin sebanyak 39 karung yang diperuntukkan bagi warga RTM di Desa Bone
Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.
Di kabupaten yang sama, warga Desa Pakatto, Kecamatan
Bontomaranmu, Kabupaten Gowa merasa kecewa terhadap tindakan kepala
desanya yang membiarkan adanya pembagian kemasan raskin dengan harga
yang lebih tinggi. Oleh karenanya, warga meminta kepada pihak Bulog untuk
mengambil tindakan tegas. Laporan yang dilansir BERITAKOTA MAKASSAR
ONLINE (2-Mar-2012) menyebutkan bahwa penetapan harga raskintidak
Media Assesment Page | 26
sesuai dengan aturan dari Bulog. Hal ini berimplikasi pada tidak tepatnya
RTSPM raskin. Dalam persoalan ini kemasan raskin yang diterima warga sudah
tidak utuh lagi alias telah berkurang kuantitasnya dari yang seharusnya.
Masih berita tentang penyelewengan di Sulawesi Selatan, Kejaksaan
Negeri Sungguminasa telah menetapkan pengelola raskin Kecamatan Pallangga
sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan raskin untuk tahun 2011.
Dalam pemeriksaan, tersangka dinilai terbukti telah melakukan penyelewengan
pembayaran raskin dan dipastikan bahwa tersangka akan segera dikenakan
status tahanan. Liputan ini dilakukan oleh Harian SEPUTAR INDONESIA
(22-Sep-12).
Kejadian penyeleweangan yang terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan, juga
muncul di Kabupaten Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur. Terkait
dengan persoalan ini Infopamekasan.com (22 Pebruari 2012) melaporkan
bahwa penyelidikan kasus dugaan penyelewengan raskin di Desa Larangan
Badung, Kecamatan Palengaan, masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi.
Pihak Polres sejauh ini belum memanggil Kepala Desa Larangan Badung yang
dilaporkan warganya. Penyidik Polres belum selesai memeriksa 3 saksi dari
warga Dusun Beltok, Desa Larangan Badung, dan 1 warga yang berstatus
sebagai pelapor. Pemeriksaan saksi-saksi cukup membutuhkan waktu lama.
Dalam menangani kasus ini pihak Polres agaknya tidak mau gegabah,
karena masih memerlukan keterangan tambahan, data dan bukti lainnya dari
warga. Pemanggilan Kades, oleh karenanya, masih harus menunggu hasil
pencocokan keterangan warga dengan data yang ada di Sub Divre Perum Bulog
Pamekasan. Jika terdapat kejanggalan, penyidik akan menindaklanjutinya dengan
memeriksa Kades guna memastikan kebenaran laporan yang disampaikan warga
desa.
Sementara itu, sejumlah rumah tangga sasaran (RTS) beras untuk rakyat
miskin (raskin) di wilayah Desa Karangwangi, Kecamatan Binong, Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat mempertanyakan harga raskin yang dijual Rp
2.500/kg. Pasalnya, menurut pemberitaan Galamedia (11/8/2012), berdasarkan
aturan harganya Rp 1.600/kg. Sejumlah pihak menuding selisih harga
pembayaran raskin itu dinikmati secara tidak sah oleh oknum tertentu yang ada
di desa.
Media Assesment Page | 27
Penyelewengan dengan modus yang hampir sama dengan yang terjadi
Jawa Barat juga muncul di Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Terkait
dengan persoalan ini Malut Post (6/12/2012) melaporkan, warga Desa
Gamsungi, Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara masih menunggu proses
penyelesaian kasus penyelewengan pendistribusian raskin di wilayahnya.
Sementara itu Malut Post melaporkan bahwa di seluruh desa di
Kecamatan Tobelo telah mendapatkan raskin triwulan pertama, kecuali di Desa
Gamsung, sekalipun masyarakat telah mengumpulkan dan menyetorkan dana ke
pemerintah desa. Diduga kuat pihak desa belum menyetorkan dana tersebut ke
kecamatan. Tersendatnya pendistribusian raskin triwulan pertama di Desa
Gamsungi, Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara, dengan demikian, merupakan
akibat dana raskin yang telah dibayarkan warga, namun belum disetorkan ke
pihak kecamatan.
Kejadian serupa terjadi pula di Kota Tidore di provinsi yang sama.
Malut Post (10/11/2012) melaporkan, Lurah Soadara, Kecamatan Pulau
Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara, menjual raskin diatas
Harga Eceran Tertinggi (HET). Sementara itu, Kepala Bagian Ekonomi Setda
Kota Tidore Kepulauan, sudah meminta kepada Lurah tersebut untuk
mengembalikan kelebihan dana pembayaran kepada masyarakat.
(6) Dana Talangan Raskin dan Tunggakan Dana
Bali Post (1/21/2012) melaporkan bahwa Realisasi RASKIN tahun
2012 ini di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, terancam macet. Pasalnya adalah
banyak dana talangan yang disiapkan pemerintah daerah masih
mengendap/belum dikembalikan oleh pihak desa dan kelurahan. Selain itu jatah
raskin hingga kini juga belum disetujui oleh Pemerintah Pusat. Pendistribusian
raskin yang tersendat, oleh karenanya, bersumber pada permasalahan dana
talangan dan belum disetujuinya pagu raskin oleh Pemerintah Pusat. Sejumlah
aparat desa dinilai tidak disiplin dalam mengembalikan dana talangan yang
diberikan oleh Pemkab serta turunnya jumlah RTSPM raskindi daerah tertentu.
Dari Sulawesi selatan diperoleh informasi bahwa Kecamatan Pallangga,
Kabupaten Gowa terus menggenjot pelunasan tunggakan raskin dari Rp. 100
Media Assesment Page | 28
juta pada tahun 2010-2011. Kini, berkat upaya tersebut, tunggakan dana
raskinyang belum dilunasi tersisa Rp. 4 juta. Informasi ini dilansir oleh Harian
Cakrawala (1/22/2012) yang terbit di Sulawesi Selatan. Masih dari Kabupaten
Gowa, diperoleh informasi dari Harian Cakrawala (3/31/2012) bahwa jatah
raskin Kecamatan Biringbulu dihentikan pihak Dolog. Hal ini disebabkan sejak
tahun 2010 kecamatan ini sering menunggak pembayaran dana raskin.
Dengan demikian, dana untuk pembelian raskin, terutama untuk lokasi-
lokasi tertentu, memang mengandung persoalan tersendiri. Di sisi lain, upaya
talangan dana yang diupayakan sejumlah pemerintah kabupaten dan kota dapat
dinilai sebagai sebuah kebijakan yang layak diapresiasi secara positif. Upaya
semacam ini pada dasarnya mencerminkan kesungguhan dan komitmen
pemerintah setempat untuk membantu RTM agar dapat memperoleh jatah
raskin yang dibutuhkan.
Namun demikian, sebagaimana yang terungkap melaui sejumlah
pemberitaan, pengembalian dana talangan raskin ada kalanya tersendatlantaran
aparat di tingkat bawah dinilai kurang disiplin atau kurang pro aktif dalam
mengupayakan pengembalian dana raskin.
VII. PENUTUP
1. Kesimpulan
Pemberitaan seputar pendistribusian raskin yang dilansir berbagai media massa
selama periode Januari hingga Nopember 2102 umumnya menyoroti berbagai
penyimpangan yang terjadi di 11 provinsi. Dari segi isi serta arah pemberitaan tentang
berbagai penyimpangan tersebut sekurang-kurangnya terdapat 6 (enam) aspek temuan
yang cukup penting, yaitu: (1). Perbedaan Data Rumah Tangga Miskin; (2). Alokasi dan
Distribusi Raskin Tidak Tepat Sasaran; (3). Pelaksanaan Pendistribusian Tidak Tepat
Waktu (Jadwal); (4). Kualitas Raskin; (5). Penyelewengan Raskin dan (6). Beberapa poin
penjelasan yang dapat disimpulkan dari dari masing-masing aspek tersebut adalah
sebagai berikut:
Media Assesment Page | 29
(1) Perbedaan Data Rumah Tangga Miskin
Perbedaan data rumah tangga antar instansi pemerintah agaknya merupakan
persoalan hulu dari kebijakan dan program pendistribusian raskin di lapangan.
Perbedaan data terutama menyangkut penetapan ukuran/indikator dan
parameter yang digunakan. Di beberapa lokasi bahkan terdapat perbedaan
ekstrem di mana RTM yang seharusnya berhak menerima program raskin justru
dimasukkan ke dalam data base, sementara rumah tangga yang tidak tergolong
miskin justru luput dari pendataan (di luar unsur kesengajaan yang bermotif
manipluatif).
(2) Tidak Tepat Sasaran
Perbedaan data RTM berakibat pada ketidaktepatan sasaran pada saat
pelaksanaan pendistribusian. Di sejumlah lokasi, ketidaktepatan sasaran ini
menimbulkan keresahan di kalangan warga, terutama yang tergolong RTM.
Sekalipun tidak muncul pemberitaan yang mengarah pada konflik sosial sebagai
akibat ketidaktepatan sasaran pendistribusian raskin ini, namun hubungan-
hubungan sosial di lapangan jelas terganggu. Aksi-aksi protes di beberapa lokasi
akibat ketidaktepatan sasaran ini merupakan salah satu bentuk keresahan
masyarakat yang agaknya patut dicermati.
(3) Tidak Tepat Waktu
Keterlambatan proses pendistribusian raskin ada kalanya terjadi di lokasi-lokasi
tertentu. Perbedaan antara jadwal yang telah ditetapkan dengan realisasi di
lapangan bahkan hingga mencapai hitungan bulan. Beberapa faktor penyebab
keterlambatan dalam pendistribusian raskin umumnya adalah: (a) Molornya
proses pendataan dan verifikasi RTM; (b) Pembayaran atau penebusan dari
RTM yang kurang optimal sehingga menyebabkan tunggakan dan (c) Warga
sendiri di beberapa daerah juga lebih senang distribusi Raskin tidak rutin tiap
bulan.
Media Assesment Page | 30
(4) Penyelewengan
Penyelewengan dalam proses pendistribusian raskin merupakan topik yang
cukup banyak menyita perhatian media massa di 11 provinsi. Kasus-kasus
penyelewengan umumnya dilakukan oleh aparat di tingkat lokal, seperti oknum
kepala desa, pengurus RW serta pegawai Bulog setempat. Berbagai bentuk
penyelewengan yang dilakukan antara lain adalah pengurangan jatah raskin dari
yang seharusnya, menetapkan harga raskin di atas patokan pemerintah pusat,
dan menahan dana setoran masyarakat serta melibatkan orang atau keluarga
tertentu yang tidak tergolong RTM untuk didaftar sebagai calon penerima
raskin. Dari sejumlah pemberitaan yang dipantau terdapat beberapa kasus
penyelewengan yang telah masuk ke dalam tahap atau proses hukum.
(5) Kualitas Raskin
Di beberapa lokasi kualitas raskin yang dinilai berada jauh di bawah standar
kelayakan. Pada sejumlah kasus ditemukan raskin yang tidak saja sudah berbau,
tetapi juga berbulu dan bahkan berulat. Akibatnya, raskin tidak dapat
dikonsumsi sama sekali oleh RTM. Pada lokasi-lokasi tertentu tidak diperoleh
liputan lanjutan tentang apa yang dilakukan oleh pejabat setempat. Tetapi di
lokasi lainnya diberitakan bahwa pejabat setempat cukup tanggap atas persoalan
ini dengan cara mengupaya penggantian raskin yang lebih layak konsumsi.
(6) Dana Talangan dan Tunggakan
Dana talangan merupakan upaya pemerintah lokal untuk membantu RTM agar
dapat mengikuti program raskin. Di beberapa lokasi upaya ini didukung penuh
oleh DPRD.Upaya yang cukup positif ini sayangnya tidak berjalan lancer di
sejumlah lokasi. Terdapat beberapa kasus di mana dana talangan yang telah
dikucurkan tidak dibayar kembali. Penyebabnya antara lain adalah kurang
aktifnya aparat desa dalam upaya menagih dana talangan yang telah diberikan.
2. Rekomendasi
Dari beberapa temuan di lapangan sebagaimana yang muncul dalam liputan
media massa di 11 provinsi terkait dengan proses dan manajemen distribusi raskin di
Media Assesment Page | 31
lapangan, maka secara umum dapat dikatakan bahwa program ini pada dasarnya cukup
positif sebagai upaya dan keseriusan pemerintah dalam membantu rumah tangga miskin
untuk dapat mengurangi beban ekonomi mereka. Lebih dari itu, program ini juga punya
nilai strategis mengingat sasaran yang dituju adalah konsumsi pokok rakyat: beras—
suatu komoditas paling elementer dalam kehidupan rakyat Indonesia.
Namun demikian, pada tingkat implementasi di lapangan, sebagaimana yang
dapat disimpulkan dari seluruh liputan pemberitaan media mass terhadap proses
distribusi raskin di 10 provinsi tampak bahwa efektifitas pengelolaan menjadi persoalan
dari program yang sangat mulia ini. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya, pelaksanaan distribusi raskin di lapangan kerap menghadapi berbagai
masalah, mulai dari yang sangat teknis (misalnya: soal pendataan RTM) hingga ke soal
yang non teknis (misalnya: penyelewengan).
Dari persoalan tersebut, maka dipandang perlu untuk mengambil beberapa
langkah guna mengefektifkan pendistribusian raskin di lapangan di satu sisi serta
mengurangi persoalan/kendala di sisi lain. Beberapa yang terpenting antara lain adalah:
(1) Mengefektifkan koordinasi dengan pihak penegak hukum setempat
untuk menimalisasi tindak penyelewengan di lapangan. Koordinasi
semacam ini dipandang perlu untuk diintegrasikan ke dalam mekanisme
pengelolaan pendistribusian raskin.
(2) Memprogramkan pemantuan berbasis media massa lokal, terutama
dalam bentuk investigative reporting. Efek suatu publikasi agaknya sedikit-
banyak dapat membuat para pemangku kepentingan dapat menahan diri
untuk bertindak di luar batas-batas toleransi hukum. Dengan demikian,
pelibatan media dalam memantau seluruh proses pendistribusian raskin
dipandang cukup layak untuk—setidaknya—mengurangi tingkat
penyimpangan yang terjadi. Pemantauan berbasis media ini dengan
sendirinya memposisikan kalangan media sebagai bagian dari program
raskin.2
2
Sebagai ilustrasi, pengalaman LP3ES dalam pemantauan Program Pengembangan Kecamatan
(sekarang PNPM/Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) selama sekitar lima tahun (1999 -
2004) oleh Bank Dunia dinilai cukup efektif dalam menekan kebocoran dan penyimpangan di
lapangan.