Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

15
Pedoman Pelayanan Anastesi RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA Jln. A dam M alik N o. 5 4   Telp. (0387) 61302 F ax. 62551  W A I N G A P U 8 7 1 1 2

Transcript of Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

Page 1: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 1/14

Pedoman Pelayanan Anastesi

RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA

Jln. Adam Malik No. 54 –  Telp. (0387) 61302 Fax. 62551  

W A I N G A P U 8 7 1 1 2

Page 2: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 2/14

 

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA

Jln. Adam Malik No. 54 –  Telp. (0387) 61302 Fax. 62551  

W A I N G A P U 8 7 1 1 2

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN

TERAPI INTENSIF DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

Menimbang : a. bahwa pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit

merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang saat ini

peranannya berkembang dengan cepat;

b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008

tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit

tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a

dan huruf b, perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan

Terapi Intensif di Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang

Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang

Rekam Medis;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang

Persetujuan Tindakan Kedokteran;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan

anestesiologi dan terapi intensif;

9. Kebijakan direktur RSUD Umbu Rara Meha Waingapu tentang pelayanan

anestesi;

Page 3: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 3/14

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA WAINGAPU

Pasal 1

Pengaturan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah

Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu bertujuan untuk memberi acuan bagi

pelaksanaan dan pengembangan serta meningkatkan mutu pelayanan anestesiologi dan terapi

intensif di rumah sakit.

Pasal 2

Assesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien yang akan menjalani operasi dengan

sedasi sedang atau dalam.

Pasal 3

Assesmen pra induksi dilaksanakan untuk reevaluasi pasien segera sebelum dilakukan induksi

anestesi dan sesaat sebelum diberikan induksi anestesi.

Pasal 4

Kedua assesmen diatas dikerjakan oleh petugas yang kompeten untuk melakukannya dalam hal

ini adalah dokter anestesi dan dibantu oleh penata/perawat anestesi.

Pasal 5

Kedua assesmen di atas harus didokumentasikan dalm rekam medis dalam bentuk statusanestesi.

Pasal 6

Teknik anestesi yang digunakan juga harus dituliskan dalam rekam medis status anestesi

pasien.

Pasal 7

Nama dokter spesialis anestesi dan atau penata/perawat harus dicatat di dalam status rekam

medic pasien.

Pasal 8

Selama pemberian anestesi status fisiologis pasien harus terus menerus imonitor dan ditulis

dalam rekam medis pasien.

Pasal 9

Setiap pasien selama operasi dengan sedasi sedang/dalam harus dimonitor secara seragam

untuk setiap pasien yang menerima tindakan anestesi yang sama. Meliputi tensi, nadi, saturasi

oksigen, ECG, minimal setiap 5 menit.

Pasal 10

Pasien juga harus dimonitor meliputi tensi, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen selama masa

pemulihan pasca anestesi.

Page 4: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 4/14

Pasal 11

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif mulai diberlakukan di

RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

Ditetapkan di :

Pada tanggal :

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah

Umbu Rara Meha Waingapu,

Dr. Lely Harakai, M.Kes

NIP.1971 09 01 200112 2003 

Page 5: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 5/14

LAMPIRAN

PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari

 pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu

 pengetahuan dan teknologi di bidang anesthesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi

dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi

secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh

 perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya

untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.

Pelayanan anesthesia di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu meliputi pelayanan anesthesia/

analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan jantung paru dan otak, pelayanan

kegawatdaruratan dan terapi intensif .

Page 6: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 6/14

BAB II

PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI

INTENSIF

A. Pengertian

Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan: 

•  evaluasi pasien preoperatif

•  rencana tindakan anestesi

•   perawatan intra- dan pasca-operatif

•  manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya

• 

konsultasi perioperatif•   pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan

•  tatalaksana nyeri akut dan kronis

•   perawatan pasien dengan sakit berat / kritis

Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.

American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat jalan

untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang peranan sebagai dokter

 perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan, dan berpartisipasi dalam

akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan.

Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat dalam tata

kelola rawat jalan anestesi. Ini adalah pedoman minimal yang dapat dikembangkan kapanpun

dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas anestesi yang terlibat.

•  Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat anestesi dalam melakukan

 pelayanan anestesi di mana dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap

 bertanggung jawab kepada pasien secara keseluruhan.

•  Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: anestesiologis, penata anestesi,

 perawat anestesi dan perawat recovery room atau ROI di IGD.

•  Penata/Perawat anestesi:  adalah perawat terdaftar dengan SIP yang terlatih yang sesuai

dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional dalam memberikan obat

anestesi dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian sedasi ringan (ansiolitik),

sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja

dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.

Page 7: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 7/14

B. TUJUAN

•  Meningkatkan kualitas pelayanan pasien

•  Menerapkan budaya keselamatan pasien

•  Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akeditasi

C. PRINSIP-PRINSIP

•  Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada kasus-kasus pelayanan

rawat inap, siap sedia menerima telepon / konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas

sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan

 pulang dari rumah sakit.

•  Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan dengan regulasi

dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya,

harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan obat-obatan emergensi

yang dapat diandalkan.

•  Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan

 prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang terdiri atas:

•  Petugas profesional

•  Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) /

sertifikat yang memenuhi syarat•  Penata/perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat

•  Petugas administratif

•  Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit

•  Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian

kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.

•  Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk menangani

situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi

emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.

•  Layanan pasien minimal meliputi:

•  Instruksi dan persiapan preoperatif.

•  Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis, sebelum

dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana tidak terdapat

 petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan

mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.

• 

Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.

•  Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien, kemudian

mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.

•  Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau

 petugas anestesi non-dokter yang dipandu/dibimbing secara langsung oleh

Page 8: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 8/14

anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan anestesi

harus kompeten dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan dipercaya

oleh rumah sakit.

•  Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter

•  Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang dewasa

saat pemulangan pasien.

•  Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam medis

•  Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.

Page 9: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 9/14

BAB III

PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

•  Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan

normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu,

ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh. 

Contoh sedasi minimal adalah:

•  Blok saraf perifer

•  Anestesi lokal atau topikal

•  Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk

 penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri

•  Sedasi sedang : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons

terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat.

Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi

kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik. 

•  Sedasi berat: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian

stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan

napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi

spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu. 

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk

memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas

anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang

efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi

yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke

dalam kondisi sedasi berat).4 

Sedasi ringan /

minimal

(anxiolysis ) 

Sedasi sedang  Sedasi berat / dalam 

Respons  Respons normal

terhadap stimulusverbal 

Merespons setelah diberikan

stimulus berulang / stimulus nyeri 

Tidak sadar, meskipun

dengan stimulus nyeri 

Jalan napas  Tidak

terpengaruh 

Mungkin perlu intervensi  Sering memerlukan

intervensi 

Ventilasi spontan  Tidak

terpengaruh 

Dapat tidak adekuat  Sering tidak adekuat 

Fungsi

kardiovaskular 

Tidakterpengaruh 

Biasanya dapat dipertahankandengan baik  

Dapat terganggu 

Page 10: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 10/14

BAB IV

PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

A. ANGGOTA INTI TIM ANESTESI

•  Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.

•  Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota

tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.

•  Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah penafsiran /

anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.

•  Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan dan

 pelaksanaan tindakan anestesi.

•  Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi

 pemerintah serta kebijakan rumah sakit.

•  Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan pasien terletak

 pada anestesiologis.

• 

Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi. Selain itu,

anestesiologis juga diharapkan memberikan pengajaran / edukasi kepada siswa dalam hal ini

dokter muda dan mahasiswa perawat.

•  Berikut adalah anggota tim anestesi:

•  Dokter

•  Anestesiologis (spesialis anestesi) –  Pimpinan Tim Anestesi

Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan

 program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.

•  Non-dokter

•  Penata/perawat anestesi

Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program studi

Perawat Anestesi terakreditasi.

B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI

Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis bertanggungjawab

terhadap hal-hal berikut ini:

Page 11: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 11/14

•  Manajemen Kepegawaian

Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan penata/perawat anestesi, perawat

RR/ROI IGD yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi

kepada setiap pasien.

•  Evaluasi Pre-anestesi Pasien

•  Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang

 baik, di mana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit

 pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.

•  Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan

 pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang memegang tanggung

 jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien. 

•  Perencanaan Tindakan Anestesi

•  Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang

 bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya

keselamatan pasien dengan optimal.

• 

Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien

memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang

ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent ). 

•  Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan oleh

 petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan kepada

 pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim

Anestesi. 

•  Manajemen Tindakan Anestesi

•  Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi

medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.

•  Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat didelegasikan. 

•  Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-dokter yang

tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dankeselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-

 bagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi

emergensi dengan cepat

Page 12: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 12/14

•  Perawatan Pasca-anestesi

•  Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-anestesi. 

•  Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab

anestesiologis. 

•  Konsultasi Anestesi

Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada non-dokter.

C. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI RINGAN

DAN SEDANG OLEH PENATA/PERAWAT ANESTESI.

•  Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama perawatan

 pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).

•  Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang

tindakan.

•  Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien

sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi.

•  Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak

 berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam

melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien /

menurunkan kualitas pelayanan pasien.

•  Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi di

mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.

• 

Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi

yang melakukan sedasi / anestesi.

•  Surat Persetujuan Tindakan 

•  Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pasien

(atau keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar

operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada penata/perawat anastesi,

meskipun tetap di bawah pengarahan oleh anestesiologis yang bertanggungjawab

terhadap pasien.

•  Pasien/wali/keluarga harus membaca formulir tindakan anestesi secara lengkap dan

memahami semua resiko atau komplikasi dan menandatangani di form yang ada

disaksikan oleh petugas yang kompeten. Berikutnya petugas tersebut juga

menandatangani form yang ada.

Page 13: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 13/14

•  Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap selanjutnya

adalah menandatangani surat persetujuan tindakan anestesi. Formulir tersebut juga

ditandatangani oleh saksi lain dari pihak keluarga, saksi pihak rumah sakit dan dokter

 penanggung jawab anestesi.

D. PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI DENGAN

RASA NYERI

•  Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak memerlukan pelayanan

anestesi selain anestesi lokal. Penanganan nyeri kronis dilaksanakan di pain clinic atau klinik

nyeri. Alat yang dibutuhkan diklinik nyeri adalah USG, C-Arm, Nerv stimulator, dan radioablation.

•  Contoh prosedur ini adalah:

•  injeksi steroid epidural

•  epidural blood patch 

•  trigger point injection 

•  injeksi sendi sakroiliaka

• 

bursal injection 

•   blok saraf oksipital (occipital nerve block )

•   facet injection 

•  dll

•  Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor hanya

dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, di mana diperlukan perawatan / layanan anestesi

yang terampil dan terlatih.

•  Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan anestesi khusus:

•  Komorbiditas mayor

•  Gangguan mental / psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif

•  Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi risiko / bahaya

yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan

anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang belakang servikal.

•  Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering memerlukan sedasi intravena dan

 penggunaan monitor anestesi ( Monitored Anesthesia Care-MAC ). Prosedur ini meliputi:

Page 14: Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

8/10/2019 Pedoman Pelayanan Anastes JOMBANGi

http://slidepdf.com/reader/full/pedoman-pelayanan-anastes-jombangi 14/14

•  Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebral lumbal)

•  Ablasi radiofrequency (R/F)

•  Diskografi (discography)

• 

Disektomi perkutan

•  Trial spinal cord stimulator lead placement

•  Blok fleksus / saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik penanganan nyeri kronis, tetapi

diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan

MAC (misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf  sciatica, teknik kateterisasi kontinu

tertentu).