PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

3
 PCR untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan Secara umum penyakit ikan dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu karena infeksi dan non- infeksi. Non-infeksi dapat disebabkan oleh stress, intoksikasi, dan defisiensi. Sedangkan infeksi dapat disebabkan oleh adanya bakteri, jamur, atau virus. Sumber penyakit yang disebabkan oleh faktor non-infeksi relatif mudah diamati melalui perubahan fisiologi dan tingkah laku inang, tetapi penyakit yang disebabkan oleh infeksi (terutama oleh virus) relatif sulit untuk diamati karena umumnya baru menampakkan gejala-gejala klinis setelah tingkat infeksinya tinggi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit akibat adanya virus atau bakteri adalah dengan menggunakan metode PCR. Metode ini merupakan salah satu teknik molekular dalam diagnosa penyakit. Tahapan diagnosa meliputi isolasi DNA, amplifikasi PCR, elektroforesi s DNA hasil PCR dan visualisasi. DNA merupakan substansi dasar yang membawa informasi genetik yang akan menentukan fenotipe suatu organisme. Melalui PCR ( Polymerase Chain Reaction ), DNA akan dapat diperbanyak secara in vitro dengan bantuan enzim polymerase. Sebelum PCR dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan ekstraksi DNA dari genom sel. Sel yang digunakan tersebut diantaranya dapat berasal dari hati, otot, sirip, darah, dan kaki renang. Polymerase Chain Reaction (PCR)   Adalah reaksi memperbanyak DNA secara in vitro dengan memanfaatkan cara replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu (Lisdiyanti, 1997 d alam Wahyudi, 2001). PCR ini berguna untuk analisis genetik suatu organisme, diagnosa kelainan genetik, serta diagnosa penyakit. Dalam diagnosa penyakit, melalui PCR virus dalam jumlah sedikit pun dapat terlihat sehingga dapat dilakukan suatu langkah pencegahan sebelum virus tersebut menyebar. Keunggulan dari teknik PCR ini dalam diagnosa penyakit antara lain, tingkat akurasi yang tinggi (sensitifitas dan spesifitas), cepat, serta dapat mendeteksi keseluruhan mikroba. Keunggulan lainnya adalah proses isolasi yang relatif cepat dengan jumlah salinan yang dihasilkan dapat mencapai 300.000 salinan dan sangat sensitif dalam mendeteksi sekuen DNA target dari sampel yang diproses (Lewin, 1994 d alam Rohmy, 2001). Selain itu, sekuen DNA yang dibutuhkan sangat kecil sehingga jumlah sampel yang digunakan juga sangat sedikit. PCR (Polymerase Chain Reaction) secara umum terdiri dari 3 proses, yaitu :

description

Metode ini merupakan salah satu teknik molekular dalam diagnosa penyakit. Tahapan diagnosa meliputi isolasi DNA, amplifikasi PCR, elektroforesis DNA hasil PCR dan visualisasi.

Transcript of PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

Page 1: PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 1/3

 

PCR untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

Secara umum penyakit ikan dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu karena infeksi dan non-

infeksi. Non-infeksi dapat disebabkan oleh stress, intoksikasi, dan defisiensi. Sedangkan infeksi

dapat disebabkan oleh adanya bakteri, jamur, atau virus. Sumber penyakit yang disebabkan

oleh faktor non-infeksi relatif mudah diamati melalui perubahan fisiologi dan tingkah laku inang,

tetapi penyakit yang disebabkan oleh infeksi (terutama oleh virus) relatif sulit untuk diamati

karena umumnya baru menampakkan gejala-gejala klinis setelah tingkat infeksinya tinggi. Salah

satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit akibat adanya virus atau

bakteri adalah dengan menggunakan metode PCR. Metode ini merupakan salah satu teknik

molekular dalam diagnosa penyakit. Tahapan diagnosa meliputi isolasi DNA, amplifikasi PCR,

elektroforesis DNA hasil PCR dan visualisasi.

DNA merupakan substansi dasar yang membawa informasi genetik yang akan menentukan

fenotipe suatu organisme. Melalui PCR (Polymerase Chain Reaction), DNA akan dapat

diperbanyak secara in vitro dengan bantuan enzim polymerase. Sebelum PCR dilakukan,

terlebih dahulu harus dilakukan ekstraksi DNA dari genom sel. Sel yang digunakan tersebut

diantaranya dapat berasal dari hati, otot, sirip, darah, dan kaki renang.

Polymerase Chain Reaction (PCR) 

 Adalah reaksi memperbanyak DNA secara in vitro dengan memanfaatkan cara replikasi DNA

dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu

(Lisdiyanti, 1997 d alam Wahyudi, 2001). PCR ini berguna untuk analisis genetik suatu

organisme, diagnosa kelainan genetik, serta diagnosa penyakit. Dalam diagnosa penyakit,

melalui PCR virus dalam jumlah sedikit pun dapat terlihat sehingga dapat dilakukan suatu

langkah pencegahan sebelum virus tersebut menyebar. Keunggulan dari teknik PCR ini dalam

diagnosa penyakit antara lain, tingkat akurasi yang tinggi (sensitifitas dan spesifitas), cepat,

serta dapat mendeteksi keseluruhan mikroba. Keunggulan lainnya adalah proses isolasi yang

relatif cepat dengan jumlah salinan yang dihasilkan dapat mencapai 300.000 salinan dan

sangat sensitif dalam mendeteksi sekuen DNA target dari sampel yang diproses (Lewin, 1994

d alam Rohmy, 2001). Selain itu, sekuen DNA yang dibutuhkan sangat kecil sehingga jumlah

sampel yang digunakan juga sangat sedikit.

PCR (Polymerase Chain Reaction) secara umum terdiri dari 3 proses, yaitu :

Page 2: PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 2/3

 

 Denaturasi, merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap denaturasi

DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92±95 oC (Newton and Graham, 1997 d alam

Rohmy, 2001). Denaturasi awal selama 1±3 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA

telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Lisdiyanti (1997) d alam Rohmy (2001), menyatakan

bahwa denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas DNA

terputus dan tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim

polimerase.

   Annealing , merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing  primer merupakan

tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan

mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang

mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing  dan primer. Suhu annealing  yang terlalu

rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu

yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan hasil amplifikasi.

Kenaikan suhu setelah tahap annealing  hingga mencapai 70±74 oC bertujuan untuk

mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension)

biasanya dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu,

pada masa peralihan suhu dari suhu annealing  ke suhu extension sampai 70 oC juga

menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer 

karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA

yang tidak spesifik semakin banyak (Saiki et al., 1988 d alam Rohmy, 2001).

  Extension, merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis

DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer 

lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari siklus ke siklus

mengikuti perubahan konsentrasi DNA (Hsu et al., 1996 d alam Wahyudi, 2001).

Jenis PCR antara lain dapat Simple PCR, Reverse-Transcription PCR (RT-PCR), Single PCR,

dan Nested  PCR. Kesemua jenis PCR tersebut dapat digunakan dalam diagnosa penyakit,

hanya saja berbeda dalam hal tingkat sensifitas dan spesifitas. Perbedaan utama antara single

PCR dan nested  PCR terletak pada banyaknya siklus amplifikasi serta jumlah primer yang

digunakan. Pada single PCR terdapat satu siklus amplifikasi yang melibatkan 2 primer.

Sedangkan nested  PCR memiliki 2 siklus amplifikasi dengan 4 primer. Oleh karenanya nested  

PCR lebih sensitif dibandingkan dengan single PCR, sehingga mampu untuk mendeteksi

virus/bakteri dalam jumlah kecil.

Page 3: PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan

5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 3/3

 

Elektroforesis

Elektroforesis merupakan salah satu metode penentuan keberadaan DNA. Metode

elektroforesis ini dilakukan untuk memisahkan molekul asam nukleat sebagai komponen DNA.

 Asam nukleat tersebut dipisahkan berdasarkan ukurannya di dalam medan listrik, biasanya di

atas media solid (Nicholl, 1984). Sedangkan menurut Eknath et al ,. (1991), elektroforesis

adalah teknik yang sangat berguna untuk mempelajari komposisi genetik individu dan populasi

pada tingkat gen.

  Arus listrik yang diberikan diantara dua elektroda menyebabkan DNA berpindah dari kutub

negatif menuju kutub positif (Boffey, 1986; Nicholl, 1984). Mobilitas fragmen DNA pada gel

elektroforesis sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Ada

beberapa buffer  yang digunakan diantaranya Tris Asetate EDTA (TAE), Tris pHospate EDTA

(TBE) dan Tris Borate EDTA (TPE), serta buffer alkalin elektroforesis (Sambrook et al ., 1989).

Hasil elektroforesis dapat dilihat setelah dipaparkan dengan cahaya ultraviolet (UV)

PUSTAKABoffey, S. 1986. Molecular Biology Techniques. P153-196 d alam Wilson, K. dan Goulding, K.H.

(eds). A Biologist¶s Guide to Principles and Techniques of Practical Biochemistry. 3 th ed. Ricahard Clay Ltd. Britain.

Eknath, A.E. , J.M. Macaranas, R.R. Velasco, M.C.A. Ablan, M.J.R. pante, dan Pullin. 1991.Biochemical and Morphometric Aproaches to Caracterize Farmed Tilapia. NAGA. 14(2): P7-9.

Nicholl, D. S. T. 1984. An Introduction to Genetic Engineering. Cambridge University Press. P21-29.

Rohmy, S. 2001. Keberhasilan Penggunaan Primer Spesifik DNA Mitokondria (mtDNA) IkanPatin (Pangasius hypophthalmus) pada Beberapa Ikan Budidaya dengan Metode PCR(Polymerase Chain Reaction). [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor 

Sambrook, J., E. F. Frtsch, 7 T. Maniatis. 1989. Molecular Clonning : A laboratory Manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1&2.

Wahyudi, H. T. 2001. Pengaruh Suhu Annealing dan Jumlah Siklus yang Berbeda padaProgram PCR Terhadap Keberhasilan Isolasi dan Amplifikasi mtDNA Ikan Patin(Pangasius hypophthalmus). [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor