PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan
-
Upload
agil-cendoll-anggara -
Category
Documents
-
view
196 -
download
1
description
Transcript of PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan
5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 1/3
PCR untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan
Secara umum penyakit ikan dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu karena infeksi dan non-
infeksi. Non-infeksi dapat disebabkan oleh stress, intoksikasi, dan defisiensi. Sedangkan infeksi
dapat disebabkan oleh adanya bakteri, jamur, atau virus. Sumber penyakit yang disebabkan
oleh faktor non-infeksi relatif mudah diamati melalui perubahan fisiologi dan tingkah laku inang,
tetapi penyakit yang disebabkan oleh infeksi (terutama oleh virus) relatif sulit untuk diamati
karena umumnya baru menampakkan gejala-gejala klinis setelah tingkat infeksinya tinggi. Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit akibat adanya virus atau
bakteri adalah dengan menggunakan metode PCR. Metode ini merupakan salah satu teknik
molekular dalam diagnosa penyakit. Tahapan diagnosa meliputi isolasi DNA, amplifikasi PCR,
elektroforesis DNA hasil PCR dan visualisasi.
DNA merupakan substansi dasar yang membawa informasi genetik yang akan menentukan
fenotipe suatu organisme. Melalui PCR (Polymerase Chain Reaction), DNA akan dapat
diperbanyak secara in vitro dengan bantuan enzim polymerase. Sebelum PCR dilakukan,
terlebih dahulu harus dilakukan ekstraksi DNA dari genom sel. Sel yang digunakan tersebut
diantaranya dapat berasal dari hati, otot, sirip, darah, dan kaki renang.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Adalah reaksi memperbanyak DNA secara in vitro dengan memanfaatkan cara replikasi DNA
dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu
(Lisdiyanti, 1997 d alam Wahyudi, 2001). PCR ini berguna untuk analisis genetik suatu
organisme, diagnosa kelainan genetik, serta diagnosa penyakit. Dalam diagnosa penyakit,
melalui PCR virus dalam jumlah sedikit pun dapat terlihat sehingga dapat dilakukan suatu
langkah pencegahan sebelum virus tersebut menyebar. Keunggulan dari teknik PCR ini dalam
diagnosa penyakit antara lain, tingkat akurasi yang tinggi (sensitifitas dan spesifitas), cepat,
serta dapat mendeteksi keseluruhan mikroba. Keunggulan lainnya adalah proses isolasi yang
relatif cepat dengan jumlah salinan yang dihasilkan dapat mencapai 300.000 salinan dan
sangat sensitif dalam mendeteksi sekuen DNA target dari sampel yang diproses (Lewin, 1994
d alam Rohmy, 2001). Selain itu, sekuen DNA yang dibutuhkan sangat kecil sehingga jumlah
sampel yang digunakan juga sangat sedikit.
PCR (Polymerase Chain Reaction) secara umum terdiri dari 3 proses, yaitu :
5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 2/3
Denaturasi, merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap denaturasi
DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92±95 oC (Newton and Graham, 1997 d alam
Rohmy, 2001). Denaturasi awal selama 1±3 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA
telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Lisdiyanti (1997) d alam Rohmy (2001), menyatakan
bahwa denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas DNA
terputus dan tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim
polimerase.
Annealing , merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer merupakan
tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan
mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang
mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu
yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan hasil amplifikasi.
Kenaikan suhu setelah tahap annealing hingga mencapai 70±74 oC bertujuan untuk
mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension)
biasanya dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu,
pada masa peralihan suhu dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga
menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer
karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA
yang tidak spesifik semakin banyak (Saiki et al., 1988 d alam Rohmy, 2001).
Extension, merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis
DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer
lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari siklus ke siklus
mengikuti perubahan konsentrasi DNA (Hsu et al., 1996 d alam Wahyudi, 2001).
Jenis PCR antara lain dapat Simple PCR, Reverse-Transcription PCR (RT-PCR), Single PCR,
dan Nested PCR. Kesemua jenis PCR tersebut dapat digunakan dalam diagnosa penyakit,
hanya saja berbeda dalam hal tingkat sensifitas dan spesifitas. Perbedaan utama antara single
PCR dan nested PCR terletak pada banyaknya siklus amplifikasi serta jumlah primer yang
digunakan. Pada single PCR terdapat satu siklus amplifikasi yang melibatkan 2 primer.
Sedangkan nested PCR memiliki 2 siklus amplifikasi dengan 4 primer. Oleh karenanya nested
PCR lebih sensitif dibandingkan dengan single PCR, sehingga mampu untuk mendeteksi
virus/bakteri dalam jumlah kecil.
5/8/2018 PCR Untuk Diagnosa Suatu Penyakit Ikan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pcr-untuk-diagnosa-suatu-penyakit-ikan 3/3
Elektroforesis
Elektroforesis merupakan salah satu metode penentuan keberadaan DNA. Metode
elektroforesis ini dilakukan untuk memisahkan molekul asam nukleat sebagai komponen DNA.
Asam nukleat tersebut dipisahkan berdasarkan ukurannya di dalam medan listrik, biasanya di
atas media solid (Nicholl, 1984). Sedangkan menurut Eknath et al ,. (1991), elektroforesis
adalah teknik yang sangat berguna untuk mempelajari komposisi genetik individu dan populasi
pada tingkat gen.
Arus listrik yang diberikan diantara dua elektroda menyebabkan DNA berpindah dari kutub
negatif menuju kutub positif (Boffey, 1986; Nicholl, 1984). Mobilitas fragmen DNA pada gel
elektroforesis sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Ada
beberapa buffer yang digunakan diantaranya Tris Asetate EDTA (TAE), Tris pHospate EDTA
(TBE) dan Tris Borate EDTA (TPE), serta buffer alkalin elektroforesis (Sambrook et al ., 1989).
Hasil elektroforesis dapat dilihat setelah dipaparkan dengan cahaya ultraviolet (UV)
PUSTAKABoffey, S. 1986. Molecular Biology Techniques. P153-196 d alam Wilson, K. dan Goulding, K.H.
(eds). A Biologist¶s Guide to Principles and Techniques of Practical Biochemistry. 3 th ed. Ricahard Clay Ltd. Britain.
Eknath, A.E. , J.M. Macaranas, R.R. Velasco, M.C.A. Ablan, M.J.R. pante, dan Pullin. 1991.Biochemical and Morphometric Aproaches to Caracterize Farmed Tilapia. NAGA. 14(2): P7-9.
Nicholl, D. S. T. 1984. An Introduction to Genetic Engineering. Cambridge University Press. P21-29.
Rohmy, S. 2001. Keberhasilan Penggunaan Primer Spesifik DNA Mitokondria (mtDNA) IkanPatin (Pangasius hypophthalmus) pada Beberapa Ikan Budidaya dengan Metode PCR(Polymerase Chain Reaction). [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Sambrook, J., E. F. Frtsch, 7 T. Maniatis. 1989. Molecular Clonning : A laboratory Manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1&2.
Wahyudi, H. T. 2001. Pengaruh Suhu Annealing dan Jumlah Siklus yang Berbeda padaProgram PCR Terhadap Keberhasilan Isolasi dan Amplifikasi mtDNA Ikan Patin(Pangasius hypophthalmus). [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor