Pbl17 - Copy

22
Neonatal Suspek Hepatitis B Pendahuluan Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang berkembang dan negara maju. Hepatitis virus dapat menyerang semua umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat memberikan berbagai macam manifestasi klinis. Diperkirakan lebih dari dua milyar manusia telah terpapar VHB dan sekitar 400 juta merupakan pengidap HBsAg dengan angka kematian sekitar 1 sampai 2 juta pertahun. Penemuan baru dalam bidang biologi molekular telah membantu identifikasi dan pemahaman patogenesis lima virus yang sekarang diketahui menyebabkan hepatitis sebagai manifestasi primernya. 1,2 Indonesia merupakan negara dengan endemisitas hepatitis B yang sangat tinggi. Hal ini berhubungan dengan transmisi virus secara vertikal maupun horizontal pada bayi dan anak di Indonesia juga sangat tinggi. Dengan prevalensi HBsAg 3-20% Indonesia digolongkan ke dalam kelompok daerah endemis sedang sampai dengan tinggi, dan termasuk negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap hepatitis B. (1,5) Infeksi VHB pada usia dewasa menimbulkan kemungkinan pengidap HBsAg hanya pada 10% sampai 20% saja, tetapi infeksi pada masa perinatal atau masa kanak-kanak dapat menimbulkan pengidap HbsAg pada 90-95% dari bayi/anak yang terpapar. 1 Anamnesis Epidemiologi 1

description

pbl

Transcript of Pbl17 - Copy

Page 1: Pbl17 - Copy

Neonatal Suspek Hepatitis B

Pendahuluan

Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang berkembang

dan negara maju. Hepatitis virus dapat menyerang semua umur dan semua suku bangsa,

bahkan dapat memberikan berbagai macam manifestasi klinis. Diperkirakan lebih dari dua

milyar manusia telah terpapar VHB dan sekitar 400 juta merupakan pengidap HBsAg

dengan angka kematian sekitar 1 sampai 2 juta pertahun. Penemuan baru dalam bidang

biologi molekular telah membantu identifikasi dan pemahaman patogenesis lima virus yang

sekarang diketahui menyebabkan hepatitis sebagai manifestasi primernya.1,2

Indonesia merupakan negara dengan endemisitas hepatitis B yang sangat tinggi. Hal ini

berhubungan dengan transmisi virus secara vertikal maupun horizontal pada bayi dan anak

di Indonesia juga sangat tinggi. Dengan prevalensi HBsAg 3-20% Indonesia digolongkan ke

dalam kelompok daerah endemis sedang sampai dengan tinggi, dan termasuk negara yang

sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap

hepatitis B.(1,5) Infeksi VHB pada usia dewasa menimbulkan kemungkinan pengidap HBsAg

hanya pada 10% sampai 20% saja, tetapi infeksi pada masa perinatal atau masa kanak-kanak

dapat menimbulkan pengidap HbsAg pada 90-95% dari bayi/anak yang terpapar.1

Anamnesis

Epidemiologi

Hepatitis B (HBV) adalah suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati yang

disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).6 Di seluruh dunia, daerah prevalensi infeksi HBV

tertinggi adalah Afrika subsahara, Cina, bagian-bagian Timur Tengah, lembah Amazone dan

kepulauan Pasifik. Di Amerika Serikat, populasi Eskimo di Alaska mempunyai angka

prevalensi tertinggi. Diperkirakan 300.000 kasus infeksi HBV baru terjadi di Amerika

Serikat setiap tahun. Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tetapi sukar diperkirakan

karena sebagian besar infeksi pada anak tidak bergejala. Risiko infeksi kronis berbanding

terbalik dengan umur; walaupun kurang dari 10% infeksi yang terjadi pada anak, infeksi ini

mencakup 20-30% dari semua kasus kronis.7

Masa inkubasi berkisar antara 45-180 hari (6 minggu-6 bulan), dengan masa penularan

tertinggi terjadi beberapa minggu sebelum timbulnya gejala, sampai berakhirnya gejala

akut.8

Risiko penularan adalah paling besar jika ibu juga HBeAg positif; 70-90% dari bayinya

menjadi terinfeksi secara kronis bila tidak diobati. Selama periode neonatal antigen hepatitis

1

Page 2: Pbl17 - Copy

pada B ada dalam darah 2,5% bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena sehingga

menunjukkan bahwa infeksi intrauterin terjadi. Pada kebanyakan kasus antigenemia lebih

lambat, memberi kesan bahwa penularan terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam

cairan amnion atau dalam tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. Walaupun

kebanyakan bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemik dari usia 2-5

bulan. Beberapa bayi dari ibu positif-HBsAg tidak terkena sampai usia lebih tua.9

Etiologi

HBV adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42-nm, kelompok virus DNA

hepatotropik nonsitopatogenik. HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai

ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena telah dikenali: gena S, C, X, dan P.

Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis permukaan (hepatitis

B surface antigen [HBsAg] )= partikel sferis diameter 22-nm dan partikel tubuler lebar 200

nm. Bagian dalam virion berisi antigen core hepatitis B (hepatitis B core antigen [HBcAg]

dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen larut-nonpartikel

berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV terjadi terutama

dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pankreas. (7)

Patologi

Lesi morfologik khas pada hepatitis A,B, C, D dan E seringkali sama dan terdiri atas

infiltrasi panlobuler dengan sel mononukleus, nekrosis sel hati, hiperplasia sel kupffer, dan

berbagai macam derajat kolestatis. Terdapat regenerasi sel hati, seperti yang dibuktikan oleh

banyaknya gambaran mitosis, sel multinukleus, dan pembentukan “rosette”/“pseudoasiner”.

Infiltrasi mononukleus terutama terdiri atas limfosit kecil, meskipun sel plasma dan eosinofil

kadang-kadang tampak. Kerusakan sel hati terdiri atas degenerasi sel hati, dan nekrosis, cell

dropout, sel balon, dan degenerasi asidofilik hepatosit, (membentuk badan Councilman).

Hepatosit besar dengan gambaran ground glass pada sitoplasma mungkin ditemukan pada

infeksi HBV kronik bukan akut: sel ini telah terbukti mengandung HBsAg dan dapat

diidentifikasi secara histokimia dengan orcein atau fuchsin aldehid.(7)

Patogenesis

Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan virus nonsitopatis yang

mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama

dalam proses hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan

munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini

2

Page 3: Pbl17 - Copy

mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HbeAg, pecahan produk HBcAg,

Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,

membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. (7)

Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk

memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak dapat

dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang

belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel

berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup. (1)

Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV tetap tidak pasti dan ini tetap

harus dijelaskan, Pada pemeriksaan protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan

hasil bahwa protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik yang besar

terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV kronik yang sangat

replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero

terhadap HBeAg, yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel T

untuk kedua protein nukleokapsid. Pada gilirannya hal ini menjelaskan kenapa, kapan

infeksi terjadi pertama kali dalam kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan

diperpanjang, infeksi kekal terjadi. (9)

Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti, kerusakan jaringan diperantarai

kompleks imun terjadi untuk memainkan peranan patogenesis utama dalam manifestasi

ekstrahepatik dari hepatitis B akut. Sindroma mirip penyakit serum prodormal yang diamati

pada hepatitis B akut tampak berhubungan dengan deposit dalam dinding pembuluh darah

jaringan dari kompleks imun yang bersirkulasi menyebabkan aktivasi sistem komplemen.

Akibat klinis adalah ruam urtikaria, angioderma, demam, dan artritis. Selama prodormal dini

infeksi HBV pada pasien ini, HBsAg titer tinggi dalam hubungannya dengan jumlah anti-

HBs yang sedikit menyebabkan pembentukan kompleks imun yang bersirkulasi dapat larut

(pada kelebihan antigen). Komponen komplemen dalam serum diturunkan selama fase

artritis penyakit tersebut dan juga dapat dideteksi dalam kompleks imun yang bersirkulasi.

Selain komponen komplemen, kompleks ini mengandung HbsAag, anti-HBs, IgG, IgM,

IgA, dan fibrin. Sesudah pasien pulih dari sindrome-mirip penyakit serum, kompleks imun

ini hilang. (10)

Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan sederetan strain mutan telah

dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan

HBeAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin

eksaserbasi infeksi HBV kronis lebih berat. (7)

3

Page 4: Pbl17 - Copy

Cara Penularan HBV

Penyakit HBV mudah ditularkan kepada semua orang dan semua kelompok umur secara

menyusup. Dengan percikan sedikit darah yang mengandung virus hepatitis B sudah dapat

menularkan penyakit. (1)

Pada umumnya cara penularan dari HBV adalah parenteral. Semula penularan HBV

diasosiasikan dengan transfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Setelah

ditemukan bentuk dari HBV banyak dilaporkan yang ditemukan cara penularan lainnya. Hal

ini disebabkan karena HBV dapat ditemukan dalam setiap cairan yang dikeluarkan dari

tubuh penderita atau pengidap penyakit, misalnya melalui: darah, air liur, keringat, air mani,

air susu ibu, cairan vagina, air mata, dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal cara penularan

perkutan dan non-kutan di samping itu juga dikenal penularan horizontal dan vertikal. (1,5)

A. Penularan melalui kulit (perkutan) (5)

Penularan perkutan terjadi jika bahan yang mengandung HBsAg/partikel virus hepatitis B

intak masuk atau dimasukkan ke dalam kulit. Terdapat 2 keadaan cara penularan ini :

1 Penularan perkutan yang nyata:

Terjadi jika bahan yang masuk melewati kulit; melalui penyuntikan darah

atau bahan yang berasal dari darah, baik secara intravena atau tusukan

jarum.

a. Hepatitis pasca infeksi

Hepatitis virus B akut dapat timbul sebagai akibat transfusi darah yang mengandung HBsAg

positif. Dengan melakukan uji saring darah donor terhadap adanya HBsAg, maka jelas

terdapat penurunan prevalensi kejadian hepatitis pasca transfusi.

b. Hemodialisa

Prevalensi yang tinggi baik sebagai infeksi akut maupun kronik, telah dilaporkan pada

penderita dengan penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berkala

c. Alat suntik

Penularan lewat suntikan dengan mempergunakan alat yang tidak steril, telah lama dikenal.

Sering sesudah imunisasi masal terjadi letupan hepatitis beberapa waktu kemudian.

1. Penularan perkutan tidak nyata

Penularan perkutan yang tidak nyata bisa terjadi. Banyak penderita mendapat hepatitis virus

B dan tidak pernah mengingat bahwa mereka mendapat trauma pada kulit atau hal lain, virus

hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun dapat melalui kulit yang

4

Page 5: Pbl17 - Copy

mengalami kelainan penyakit kulit. Penularan yang tidak nyata ini sangat mungkin

memegang peranan penting dalam menerangkan jumlah pengidap HBsAg yang sangat besar.

B. Penyebaran melalui selaput lendir (5)

1. Penyebaran peroral

Cara ini terjadi jika bahan yang infeksius mengenai selaput lendir mulut. Cara ini tidak

sering menimbulkan infeksi. Agaknya penularan melalui mulut hanya terjadi pada mereka

dimana terdapat luka didalam mulutnya.

2. Penyebaran seksual

Cara ini terjadi melalui kontak dengan selaput lendir pada alat kelamin, sebagai akibat

kontak seksual dengan individu yang mengandung HBsAg positif yang bersifat infeksius.

Infeksi ini dapat terjadi melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun homoseksual.

Hal ini dimungkinkan oleh karena cairan sekret vagina dapat mengandung HBsAg.

C. Penularan perinatal (transmisi vertikal) (5)

Penularan perinatal ini disebut juga sebagai penularan maternal neonatal dan merupakan

cara penularan yang unik. Penularan infeksi virus hepatitis B terjadi dalam kandungan,

sewaktu persalinan, pasca persalinan.

Apabila seorang ibu menderita HBV akut pada perinatal yaitu pada trimester ketiga

kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari. Risiko infeksi pada bayi dari

seorang ibu pengidap HBsAg yang tanpa gejala menunjukan angka yang bervariasi antara

10-80%, apalagi bila si ibu tadi disertai dengan HBsAg positif. Beasley (1982)

berkesimpulan adanya suatu lingkaran setan.

Seorang ibu pengidap dengan HBsAg positif akan menularkan pada bayi yang baru

dilahirkan sekitar 50%. Apalagi bila si ibu tadi disertai dengan HBeAg positif maka akan

menularkan 100% kepada bayinya, bayi yang dilahirkan nantinya akan menjadi pengidap

HBV tanpa gejala. Bila bayi yang lahir tadi seorang gadis, maka kelak kemudian hari akan

menjadi seorang ibu pengidap. Sisanya lima puluh persen bayi yang tertulari terutama pada

anak laki-laki akan mengalami menjadi hepatitis kronis yang kemungkinan besar dapat

menjurus menjadi sirosis hati atau kanker hati, dan dalam waktu relatif singkat akan

meninggal karena penyakit hati yang dideritanya. Sebanyak 14% dari si ibu pengidap

kemungkinan besar akan meninggal dunia sebagai akibat penyakit hati yang dideritanya. (1)

Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang umumnya

mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertulari, akan mengidap HBsAg

tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal. Timbulnya HBsAg positif

pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada infeksi perinatal, beberapa minggu

5

Page 6: Pbl17 - Copy

pertama setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih negatif, baru positif setelah berusia 3-

5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu

bulan pertama.HBsAg biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap

berada dalam darah dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-

antigen akan menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak

jarang bahkan sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda,

bahkan menetap sampai uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka

akan merupakan pengidap yang infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan

menyebabkan terjadinya penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga

menyebabkan penularan horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual

dengan suaminya, melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan

demikian jumlah pengidap HBV akan terus bertambah. (1)

Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir sepertiganya

akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis hepatis atau

karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya perjalanan

penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP menurut

laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar 20 tahun.

Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang tertulari secara vertikal umumnya rendah

bila dibanding dengan orang dewasa. Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah

dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan.(1)

Walaupun infeksi HBV tidak umum didapatkan pada populasi orang dewasa, kelompok

tertentu dan orang dengan cara hidup tertentu memiliki risiko tinggi, kelompok ini

termasuk(9):

1) Imigran dari daerah dimana HBV merupakan suatu keadaan endemik.

2) Orang-orang yang memakai obat melalui IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik.

3) Melakukan hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang terinfeksi

4) Pria homoseksual yang aktif secara seksual

5) Pasien di institusi mental

6) Narapidana pria

7) Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima bahan-bahan dari plasma

8) Kontak serumah dengan pembawa HBV

9) Pekerja sosial dalam bidang kesehatan, terutama jika pekerjaanya banyak berkontak

dengan darah

10) Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi dapat terinfeksi selama atau segera setelah lahir.

6

Page 7: Pbl17 - Copy

Penderita HBV akibat transfusi dareah tidak merupakan problem utama lagi, sejak

dilakukannya pemeriksaan pada semua darah sebelum ditransfusikan.

Manifestasi Klinis

Diperkirakan 30% dari infeksi HBV asimtomatik.4 Gejala Hepatitis bervariasi dari penyakit

yang ringan mirif flu sampai gagal hati yang fulminan dan mematikan, tergantung pada

respon imun dan faktor virus inang lainnya yang masih belum dapat dipahami.11

Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang asal etnik, kontak dengan ikterus, kunjungan

wisata, suntikan, perawatan gigi, tranfusi, dan homoseksualitas

Walaupun pasien Non-ikterik, tetapi menunjukkan gejala gastrointestinal dan mirif

influenza.Pasien demikian biasanya tidak terdiagnosis, kecuali ada riwayat yang jelas suatu

penularan atau pasien memang diikuti sehabis tranfusi darah, lalu dijumpai keadaan-keadaan

yang lebih parah dari gejala ikterus sampai Hepatitis viral yang fulminan dan fatal.11

Serangan ikterus biasanya dimulai dengan masa prodromal kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3

minggu, dimana pasien umumnya merasa tidak enak badan, anoreksia, dan nausea, dan

kemudian ada panas badan ringan, nyeri diabdomen kanan atas, yang bertambah parah pada

setiap guncangan. Masa prodormal diikuti warna urin bertambah gelap dan warna tinja

menjadi pucat; keadan demikian menandakan timbulnya ikterus dan berkurangnya gejala.

Pasien merasa lebih sehat selama beberapahari, walaupun ikterik memburuk.10

Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan (ALT, SGPT), yang mulai naik tepat

sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksia dan malaise, sekitar 6-7 minggu

sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodormal

seperti penyakit serum termasuk artritis atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura,

makular atau makulopapular. Akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti, juga dapat

terjadi. Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk

polioarteritis, glomerulonefritis, dan anemia aplastik. Pada perjalanan penyembuhan infeksi

HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu.(7)

Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa tampak ikterik, terutama sklera dan

mukosa di bawah lidah. Hepar biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Bila hati tidak

dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan

lembut diatas hepar dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan

limfadenopati.(7)

Laboratorium

7

Page 8: Pbl17 - Copy

Untuk pemeriksaan penyaring yang paling diperlukan adalah enzim SGPT, Gamma GT dan

CHE. SGPT digunakan untuk melihat adanya kerusakan sel, gamma GT untuk melihat

adanya kolestasis dan CHE untuk melihat gangguan fungsi sintesis hati. Pada keadaan

infeksi akut yang terlihat mencolok adalah peninggian SGPT dari pada SGOT. Apabila

terjadi kerusakan mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi

adalah SGOT, dimana SGOT lebih meningkat daripada SGPT. (10)

Pada hepatitis kronis persisten biasanya peninggian SGOT dan SGPT meningkat sampai 2-3

nilai normal, gamma GT lebih kecil dari SGOT, GLDH, CHE dan enzim koagulasi masih

dalam batas normal.prognosis penyakit ini biasanya baik. Pada hepatitis kronis aktif SGOT

dan SGPT dapat meningkat sampai 5 kali atau 10 kali diatas nilai normal..(10)

Pola serologis untuk HBV lebih kompleks daripada untuk HAV dan berbeda tergantung

pada apakah penyakit akut, subklinis atau kronis. Skrining untuk hepatitis B rutin

memerlukan assay sekurang-kurangnya dua pertanda serologis.

1. Ag permukaan HBV (HBsAg)

Muncul hampir pada semua penderita yang mengalami masa inkubasi 2-6 bulan dan 2-8

minggu sebelum terjadi perubahan biokimia dan ikterus. Merupakan bukti infeksi akut . Ab

yang bersesuaian (Anti-HBs) beberapa minggu atau bulan sesudahnya, setelah pemulihan

klnis dan biasanya menetap seumur hidup, terdeteksinya anti HBs menyatakan infeksi HBV

di masa lalu. Pada 10% pasien HBsAg menetap setelah infeksi akut dan anti HBs tidak

terbentuk pasien tersebut bisanya mengalami hepatitis kronis atau menjadi karier virus

asimtomatik (11)

2. HBcAg

Berhubungan dengan inti virus. anti HBc muncul saat saat onset penyakit klinis dan

menghilang saatnya, keberadaanya menyatakan infeksi sebelumnya. Anti HBc juga

ditemukan pada karier HbsAg kronis, yang tidak membentuk respon anti HBs. Pada infeksi

kronis anti HBc kelas IgG yang menonjol, tapi pada akut, IgM anti-HBc yang menonjol.

3. HBeAg

` Hanya ditemukan suatu serum yang positif HBeAg, cendrung paralel dengan produksi

DNA polimerase oleh virus. Dengan demikian keberadaanya mencerminkan replikasi virus

yang lebih aktif dan kemungkinannya berkembang menjadi penyakit hati kronis. Sebaliknya,

adanya Ab (anti HBe) menyatakan infektivitas yang relatif rendah dan biasanya menyatakan

prognosis yang lebih baik.

4. HDV

8

Page 9: Pbl17 - Copy

Virus RNA defektif yang unik, hanya dapat bereplikasi jika terdapat HBV, dan tidak dapat

sendirian, keadaan ini terjadi sebagai superinfeksi pada hepatitis B kronis

Diagnosis

Diagnosis hepatitis B ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisisk, dan pemeriksaan

penunjang ( pemeriksaan laboratorium/serologi, patologi anatomi)

Diagnosis Banding

Kemungkinan penyebab hepatitis agak bervariasi menurut umur. Ikterus fisiologis, penyakit

hemolitik dan sepsis pada neonatus biasanya dibedakan dengan mudah dari hepatitis. Segera

sesudah masa neonatus, infeksi tetap merupakan penyebab penting hiperbilirubinemia, tetapi

penyebab metabolik dan anatomik (atresia biliaris, dan kista koledokus) juga harus

dipikirkan. Pemasukan sayuran berpigmen pada diet bayi dapat menyebabkan karotenemia,

yang dapat terancukan dengan ikterus. (7)

Pada masa bayi dan anak selanjutnya, sindrom hemolitik-uremik pada mulanya dapat

terancukan dengan hepatitis. Sindrom Reye dan seperti-Reye datang dengan cara yang sama

dengan hepatitis fulminan yang akut. Ikterus juga dapat terjadi pada malaria, leptospirosis,

dan brusellosis dan pada infeksi berat pada anak yang lebih tua, terutama pada mereka yang

dengan gangguan maligna atau yang dengan imunodefesiensi. Batu empedu dapat

menyumbat drainase-empedu dan menimbulkan ikterus pada remaja serta pada anak dengan

proses hemolitik kronis. Hepatitis mungkin merupakan awal tanda penyakit Wilson, kistik

fibrosis, defisiensi a1-antitripsin, dan sakit muntah Jamaika. Hati mungkin dilibatkan pada

penyakit vaskuler kolagen termasuk lupus erimatosus sistemik. (7)

Obat-obatan, termasuk overdosis asetaminofen, asam valproat, dan berbagai hepatotoksin,

dapat ditoleransi baik pada anak dengan penyakit tertentu. (7)

Komplikasi

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada pada virus hepatitis lain, dan

risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan

HBV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-

satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan

penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-

satunya pilihan lain.(7)

Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan

karsinoma hepatoseluler primer. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan

komplemen dan HbBeAg pada kapiler glomerolus merupakan komplikasi infeksi HBV yang

jarang. (7)

9

Page 10: Pbl17 - Copy

Pencegahan

Pencegahan penyakit adalah penting sekali. Mengingat negara kita penyakit HBV

merupakan penyakit endemis yang ditemukan sepanjang tahun, dengan insidensi tergolong

tinggi, maka perlu sekali digalakkan pencegahan penyakit ini untuk menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas. Pencegahan umum yang mudah dilaksanakan oleh seluruh lapisan

masyarakat ialah dengan jalan meningkatkan kesehatan lingkungan, peningkatkan gizi, dan

lain-lain. Selain daripada itu dapat pula dengan pemberian kekebalan melalui imunisasi baik

imunisasi pasif maupun aktif.(1,8)

1. Imunisasi pasif (8)

Imunisasi pasif dilakukan dengan pemberian imunoglobulin. Diberikan baik sebelum

terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah terjadinya paparan (postexposure). Dapat

dilakukan dengan memberikan IG/ISG (Immune Serum Globulin) atau HBIG (Hepatitis B

Immune Globulin).

Indikasi utama pemberian imunisasi pasif ini ialah,

a. Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HBsAg, baik melalui

kulit ataupun mukosa.

b. Paparan seksual dengan pengidap HBsAg (+)

c. Paparan perinatal, ibu HBsAg (+). Imunisasi pasif harus segera diberikan sebelum 48 jam.

d. Dosis (8)

Pada kecelakaan jarum suntik: 0,06 ml/kg, dosis maksimal 5 ml, intramuskuler, harus

diberikan dalam jangka waktu 24 jam, diulangi 1 bulan kemudian.

· Paparan seksual: dosis tunggal 0,06 ml/kg, intramuskuler, harus diberikan dalam jangka

waktu 2 minggu, dengan dosis maksimal 5 ml.

· Paparan perinatal: 0,5 ml intramuskular.

2. Imunisasi Aktif (8)

Imunisasi aktif dapat diberikan dengan pemberian partikel HBsAg yang tidak infeksius.

Dikenal 3 jenis vaksin hepatitis B yaitu,

· Vaksin yang berasal dari plasma

· Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan (rekayasa genetik)

· Vaksin polipeptida

a. Vaksin (8)

Vaksin yang beredar di Indonesia

1. Evvac-B (Aventis Pasteur), dosis dewasa 5ug, dosis anak 2,5 ug pada ibu HbeAg (+)

dosis 2 kali lipat.

10

Page 11: Pbl17 - Copy

2. Hepaccine (Cheil Sugar), dosis dewasa: 3 ug, dosis anak 1,5 ug

3. B-Hepavac II (MSD), dosis dewasa 10 ug, dosis anak 5 ug

4. Hepa-B (Korean Green Croos), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug

5. Engerix-B (GSK), dosis dewasa 20 ug, dosis anak 10 ug

Penyutikan diberikan intramuskular, dilakukan di daerah deltoid atau paha anterolateral

(jangan di bokong).

3. Imunisasi gabung antara pasif dan aktif, yaitu pemberian HBIG, dan

dilanjutkan dengan vaksin hepatitis B.

Kebanyakan ahli menganjurkan memberikan vaksin tiga kali. Kedua suntikan pertama

dimaksudkan untuk memulai rangsangan pembentukan Anti HBs, sedang suntikan terakhir

dimaksudkan sebagai pemacu untuk merangsang kembali sel “memory”dan menaikkan titer

antibodi agar dapat bertahan lebih lama.(1)

Vaksinasi awal (primer), diberikan 3 kali. Jarak antara suntikan I dan ke II 1-2 bulan,

sedangkan suntikan ke III diberikan 6 bulan dari suntikan I. Pemberian booster 5 tahun

kemudian masih belum ada kesepakatan. Pemeriksaan Anti-HBsAg pasca imunisasi

dianjurkan setelah 3 bulan dari suntikan terakhir. Skrining pra-vaksinasi hanya dianjurkan

pada pemberian imunisasi secara individu (praktek swasta perorangan), sedangkan pada

suntikan masal tidak dianjurkan.(8)

Penatalaksanaan

Mengingat bahwa hepatitis virus B selain dapat menimbulkan tanda-tanda akut, sering pula

dapat menyebabkan kronis. Oleh karena itu pengelolaan penderita hepatitis virus B dibagi

atas: akut dan kronis.(1)

3. Pengelolaan Hepatitis Virus B Akut

a. Pada stadium akut

▪ Istirahat mutlak/tirah baring

Ini merupakan perawatan baku yang sudah lama dianjurkan kepada penderita dengan

hepatitis virus akut. Lamanya istirahat mutlak yang dianjurkan tergantung pada keadaan

umum penderita dan hasil tes faal hati, terutama terhadap kadar bilirubin serum.

▪ Diit

Pada prinsipnya penderita seharusnya mendapat diet cukup kalori. Pada stadium dini

persoalannya ialah bahwa penderita mengeluh mual, dan bahkan muntah, disamping hal

yang menganggu yaitu tidak nafsu makan. Dalam keadaan ini jika dianggap perlu pemberian

makanan dapat dibantu dengan pemberian infus cairan glukosa. Bilamana nafsu makan

sudah timbul, dan rasa mual sudah berkurang, makanan penderita sebaiknya diganti dengan

11

Page 12: Pbl17 - Copy

makan nasi dengan diit kaya protein. Pemberian protein sebaiknya dimulai dengan 50 mg/kg

BB, kemudian dinaikkan sedikit demi sedikit sampai mencapai 100 mg/kg BB, dengan

maksud untuk membantu memperbaiki sel-sel parenkim hati.

▪ Obat-obatan

Pada saat ini belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki kematian/kerusakan sel

hati dan memperpendek perjalanan penyakit hepatitis virus akut.

b. Pada Stadium Konvalesensi

Kegiatan fisik perlu dibatasi selama 3 bulan setelah HbsAg menjadi negatif, agar jangan

terlalu capai dan memberatkan fungsi hati

Diit yang tetap dibatasi yaitu terhadap makanan dan minuman yang mengandung alkohol.

Terapi medikamentosa tetap diberikan terutama obat-obatan hepatotropik. Dan hendaknya

berhati-hati memberikan obat lainnya yang dapat menimbulkan hepatotoksik.

Mengingat bahwa penderita ini menderita hepatitis virus B, yang tidak jarang terjadi

menjadi kronis, maka perlu sekali pemeriksaan HbsAg, Anti HBs, Anti-HBc sebulan sekali

dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan AFP dan USG secara teratur misalnya tiap 4-6 bulan. (9)

2. Pengelolaan Hepatitis B Kronik (5)

Tujuan pengobatan tentu saja untuk mengharapkan penyembuhan total dari infeksi virus

hepatitis B, diharapkan bahwa virus tersebut dapat dihilangkan di dalam tubuh dan terjadi

penyembuhan penyakit hatinya. Hal ini ditandai dengan menghilangnya HBsAg, DNA

polymerase dan HBV DNA dan juga perubahan nilai SGOT dan SGPT (enzim hati) ke

dalam batas normal.(7)

Obat Anti Virus

§ Interferon

Mempunyai aktivitas biologik sebagai antiviral, antiproliferatif dan khasiat imunomodulasi.

Dari penelitian-penelitian terdahulu memang dilihat adanya respons yang kurang dan hal ini

disebabkan karena dosis yang rendah dan pendeknya jangka waktu pengobatan. Dengan

telah ditemukan cara DNA rekombinant telah dapat dibuat alfa, beta dan gamma interferon

dalam jumlah yang besar dan sebagian problem diatas telah dapat diatasi. (5)

Pemberian interferon (IF) lebih dari tiga minggu akan menyebabkan DNA polymerase

(DNA-p) dan core antigen menjadi negatif. Dosis yang diberikan untuk alfa-IF selama

minggu pertama 7 juta U/hari, selanjutnya 3,5 juta U/hari untuk dua minggu berikutnya yang

diberikan intramuskuler. Sedangkan dosis untuk beta-IF selama minggu pertama 6 juta

U/hari, dilanjutkan 3 juta U/hari untuk dua minggu berikutnya diberikan intravena. Ternyata

12

Page 13: Pbl17 - Copy

beta-IF lebih efektif daripada alfa-IF. Hal ini mungkin disebabkan cara pemberian yang

berbeda.(1)

Sasaran utama dari interferon pada hepatitis kronis adalah menekan permanen replikasi virus

atau membasminya sehingga dapat mencapai keadaan remisi penyakitnya. Indikasi

pemberian interferon umumnya diberikan pada stadium replikasi (pembelahan virus) dan

perjalanan hepatitis kronik yang ditandai kenaikan enzim hati (transaminase), HbeAg dan

HBV DNA serum yang positif selama observasi 6 bulan.(5)

Pemberian interferon sering disertai timbulnya efek samping yaitu menggigil, demam,

lemah, rambut rontok, berat badan turun, penekanan pada sumsum tulang, dan perubahan

lokal pada tempat suntikan.(5)

Prognosis

Prognosis pengidap kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang

didapatkan pada jaringan hati. Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi

HBV maka semakin besar kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi

HBV tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang

mencapai usia dewasa akan meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis atau

KHP. Disamping itu seorang pengidap kronik dapat menjadi HBsAg negatif walaupun

jarang. Hal ini terjadi pada 1% dari pengidap kronik setiap tahunnya.(11)

 

Daftar Pustaka

1. Hadi, S., 2000. Hepatologi, hal: 3-34; Penerbit Mandar Maju, Bandung,

2. Soemoharjo, S. 2002. Vaksinasi. Hepatitis B, dalam Simposium Sehari Hepatitis B dan C,

hal: 1-14, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

3.Markum, A.H., 1991. Hepatitis virus B Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, hal: 523;

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

4.National Center for Infectious Disease, 2005; http:// www. Cdc.

Gov/ncidod/diseases/hepatitis/B/ fact. htm

5. Soejoenoes, S., 2001. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan, Media

Medika Indonesiana, Volume 36, No 3, hal 142, FK UNDIP, Semarang

6. Behrman, R.E. dan Vaughan, V.C., Nelson. 1992, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2, Edisi

12, , hal 1120-1123, Penerbit EGC, Jakarta,

7. Ranuh, I.G.N., 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia, Edisi I, hal: 83-85, Satgas Imunisasi

IDAI, Jakarta,

13

Page 14: Pbl17 - Copy

8. Isselbacher, et al, Harrison, 2000, Hepatitis A sampai E, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, hal: 1644, Penerbit EGC, Jakarta

9. Anderson S, dan Lorraine C. W. 1993. Hepatitis Virus, dalam Patofisiologi Konsep klinis

Proses-proses Penyakit, edisi 2, bag. 1, hal: 441, EGC, Jakarta,

10. Noer S., 1996. Hepatitis Virus Akut, dalam Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed.-3, set-8,

hal: 322, FKUI, Jakarta

11. Saputra, L., 1999. Hepatitis virus akut, dalam The Merck Manual Jilid 2, ed 16, Hal 252-

271, Bina rupa aksan, Jakarta

14