Pbl Skenario 1 Blok Hemato

download Pbl Skenario 1 Blok Hemato

of 18

description

B-8

Transcript of Pbl Skenario 1 Blok Hemato

Nama: Mutammima RizqiyaniNPM: 1102014173

PBL SKENARIO 1 BLOK HEMATOLEKAS LELAH DAN PUCAT

LI.1. Memahami dan Menjelaskan EritrositLO.1.1. DefinisiEritrosit adalah sel darah merah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh dan karbon dioksida keluar dari sel-sel tubuh.LO.1.2. Morfologi1. Rubriblast : Sel besar ( 15-30 m) Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus Nukleoli : 2-3 buah Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti2. Prorubrisit : Lebih kecil dari rubriblast Inti: bulat, kromatin mulai kasar Nukleoli (-) Sitoplasma: biru, lebih pucat3. Rubrisit : Lebih kecil dari prorubrisit Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal Sitoplasma: pembentukan Hb (+)4. Metarubrisit : Lebih kecil dari rubrisit Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap Sitoplasma: merah kebiruan1. Eritrosit polikromatik : Masih ada sisa-sisa kromatin inti Sitoplasmawarna violet / kemerahan / sedikit biru Fase ini disetarakan dengan retikulosit1. Eritrosit : Ukuran 6-8 m Sitoplasma kemerahan Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf Bentuk bulat, tepi rata

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter 7,8 m, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 m dan .Normalnya bagian tengah eritrosit tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.

Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit hiperkhromatik.

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil. Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein) Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan : Jala granular vertikal Filamentosa horisontal Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil spektrin Memelihara bikonkaf Efisiensi pengaliran O2 dan CO2 Umur sel eritrosit 120 hari Volume eritrosit adalah 90 - 95 m3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/L dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/L. LO.1.3. EritropoiesisEritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

1. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.1. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.1. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.1. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%1. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5% retikulosit.1. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut sebagai Hemolisis.

LO.1.4. Faktor-faktor Terjadinya EritropoiesisProses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan:1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast1. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin B12, asam folat, protein, dll.1. Mekanisme regulasi: faktor pertumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein 1. Besi : untuk produksi heme, dan kira-kira 65% dari besi tubuh ada di dalam hemoglobin.1. Vitamin B12 (sianokobalamin) : untuk sintesis molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam pembentukan sel darah merah.1. Asam folat : untuk sintesis DNA dan meningkatkan pematangan sel darah merah.1. Vitamin C1. Tembaga : katalis dalam pembentukan hemoglobin dan dlam cara ini membantu untuk membuat sel darah merah.1. Kobalt : mineral dan molekul vitamin B12

LO.1.5. Kelainan Morfologi dan JumlahnyaVariasi Kelainan dari Besar Eritrosit

1. Makrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit > 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,3 mikron. Ditemukan pada anemia megaloblastik, anemi pada kehamilan, anemi karena malnutrition. 1. Mikrositosis Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit < 7 mikron dengan tebal rata-rata 1,5-1,6 mikron. Ditemukan pada anemi defisiensi besi. 1. Anisositosis Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo, mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemi kronik yang berat.

Variasi Warna Eritrosit

1. Normokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin normal. 1. Hipokromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari normal. 1. Hiperkromia Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi hemoglobin lebih dari normal. 1. Polikromasia Keadaan beberapa warna pada eritrosit, misalnya: basofilik, asidofilik, ataupun polikromatofilik.

Variasi Bentuk Eritrosit

1. Echnosit : Crenated Eritrosit , misalnya eritrosit pada media hipertonik. Sferosit : Eritrosit dengan diameter < 6,5 mikron tetapi hiperkrom misalnya pada sferositosis. 1. Leptosit : Misalnya pada hemoglobinopati Ca atau E. 1. Sel target : Bulls eyo cell ; misalnya pada thalassemia. 1. Ovalosit : Elliptosit, misalnya pada elliptositosis hereditaria. 1. Drepanosit : Sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemi. 1. Sehistocyte : Helmet Cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya pada anemi hemolitika. 1. Stomatosit : misalnya pada thalassemia dan anemi pada penyakit hati yang menahun. 1. Tear drop cell : misalnya pada anemi megaloblastik. 1. Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam satu sediaan hapus, misalnya pada hemopoisis extramedularis. ( Dep Kes RI, 1989 )

LI.2. Memahami dan Menjelaskan HemoglobinLO.2.1. DefinisiHemoglobin adalah protein respiratori yang telah diidentifikasi pada tahun 1862 oleh Felix Seyler. Beliau menemukan spektrum warna hemoglobin dan membuktikan bahwa warna ini adalah yang memberikan warna pada darah. Protein yang terdapat dalam sel darah merah ini bertanggungjawab menjalankan fungsi utama mengangkut oksigen ke jaringan dan membawa karbon dioksida kembali ke paru. Komponen utama hemoglobin adalah heme dan globin. Hemoglobin yang normal pada dewasa adalah hemoglobin A yang terdiri dari empat kelompok heme dan empat rantai polipeptida dengan jumlah keseluruhan 547 asam amino. Rantai polipeptida ini mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai beta. Setiap rantai ini akan mengikat satu kelompok heme. Satu rantai alfa terbentuk daripada 141 asam amino manakala satu rantai beta pula terbentuk daripada 146 asam amino.Bayi baru lahir13,5 3 g/dl

Bayi 3 bulan11,5 2 g/dl

Anak usia 1 tahun12 1,5 g/dl

Anak usia sekolah13 1,5 g/dl

Wanita12 16 g/dl

Pria14 18 g/dl

LO.2.2. StrukturHemoglobin dewasa (HbA) terdiri dari empat rantai polipeptida ( dua a dan dua b ) masing-masing mengandung satu molekul heme. Sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF.

Rantai a dan b dari HbA adalah mirip satu sama lain dalam konfigurasi 3 dimensi dan pada rantai tunggal dari mioglobin otot, walaupun urutan asam aminonya berbeda. Dalam setiap rantai terjadi 8 heliks-a. Heme, suatu kompleks dari satu cincin porfirin dan satu ion ferro (Fe2+), sesuai pada celah dari setiap rantai globin dan berinteraksi dengan 2 residu histidin.

LO.2.3. FungsiMenurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain:1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan- jaringan tubuh.1. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan- jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.1. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia.

LO.2.4. Biosintesis Hb Dalam TubuhSintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin. Globin disintesis oleh ribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

LO.2.5. Peran Zat BesiBesi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

LO.2.6. Peran O2 (Kurva Disosiasi O2)Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.

Dengan reaksi : Hb + O2 HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin (deoksihemoglobin).Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 ke empat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi bukan oksidasi.Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi juga berlangsung sangat cepat. Struktur kuartener hemeoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi Tense(T,tegang) yang menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi relaxed(R,rileks). Yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O2. Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi pH,suhu, dan konsentrasi 2,3 bifosfogliserat(2,3 BPG) dalam sel darah merah. 2,3 BPG dan H+ berkompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehiingga afinitas hemoglobin terhadap O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida(struktur kuartener).

Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainya secara in vitro atau in vivo, besi ferro(Fe2+) yang dalam keadan normal terdapat dalam molekul tersebut akan berubah menjadi besi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna tua,dan kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi, methemoglobin ini akan menimbulkan perubahan warna kehitaman pada kulit yang menyerupai sianosis. Pada keadaan normal, terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglbi, tetapi suatu sistem enzim dalam sel darah merah, yakni NADH-ethemoglobin reduktase, mengubah kembali methemoglobin menjadi hemoglobin. Tidak adanya sistem ini secara kongenital merupakan salah satu penyebab methemoglbinemia herediter.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan AnemiaLO.3.1. DefinisiAnemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah hemoglobin ( protein pembawa oksigen ) dalam dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dariparu-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. beberapa anemia memiliki penyakit dasarnya. anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk ataumorfologisel darah merah,etiologi yang mendasari, dan penampakanklinis. penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihanhemolisisatau kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesisyang tidak efektif).Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasihemoglobin(Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atauhematokrit(Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.

LO.3.2. KlasifikasiDerajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemia perlu disepakati sebagai dasar penatalaksanaan kasus anemia.Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :

Ringan SekaliHb 10 g/dl cut off point

RinganHb 8 g/dl Hb 9,9 g/dl

SedangHb 6 g/dl 7,9 g/dl

BeratHb < 6 g/dl

Klasifikasi anemia yang paling sering dipakai adalah :

1. Klasifikasi MorfologikBerdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia tersebut

1. Anemia Hipokromik Mikrositer ( MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)1. Anemia Defisiensi Besi1. Thalassemia1. Anemia Akibat Penyakit kronik1. Anemia Sideroblastik1. Anemia Normokromik Normositer ( MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)1. Anemia Pasca perdarahan Akut1. Anemia Aplastik- Hipoplastik1. Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat1. Anemia Akibat penyakit kronik1. Anemia Mieoplastik1. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik1. Anemia pada mielofibrosis1. Anemia pada Sindrom mielodisplastik1. Anemia pada leukimia akut1. Anemia Makrositer ( MCV > 95 fl)1. Megaloblastik1. Anemia Defisiensi Folat1. Anemia Defisiensi Vitamin 1. Nonmegaloblastik1. Anemia pada penyakit hati kronik1. Anemia pada hipotiroid1. Anemia pada sindroma mielodisplastik.

LO.3.3. EtiologiPada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:1. Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau pecah pembuluh darah1. Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih1. Pendarahan menstruasi yang sangat banyak1. Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C1. Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah1. KekuranganG6PD(suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan enzimG6PDmenyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).1. Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut seperti huruf C) dan thalassemia.

LO.3.4. Manifestasi KlinisGejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:1. Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:1. System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantung1. System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.1. Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurun1. Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus

1. Gejala khas masing-masing anemia1. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis1. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) 1. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali1. Amemia apalstik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

1. Gejala akibat penyakit dasarDisebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang.

LO.3.5. Pemeriksaan Penyaring AnemiaA. Pemeriksaan laboratorium Hematologik

1. Tes penyaring Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologinya. Pemeriksaannya meliputi : a. Kadar Hbb. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC, RBC, RDWc. Apusan darah tepi2. Pemeriksaan rutin Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Yang diperiksa adalah :a. Laju endap darahb. Hitung deferensialc. Hitung leukosit

3. Pemeriksaan sumsum tulangJika dalam kasusnya terdiagnosis definitive

4. Periksaan atas indikasi khususDikerjakan jika sudah mendapat diagnosis awal dan untuk mengkonfirmasi kebeneran dari diagnosis. Pemeriksaannya tergantung dari penyakitnyaa. Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin dan feritin serumb. Anemia megaloblastik : asam folat darah, vit B12c. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb

B. Pemeriksaan laboratorium non-hematologik Faal ginjal Faal endokrin Asam urat Faal hati Biakan kuman

C. Pemeriksaan penunjang lain Biopsi kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi Radiologi : torak, bone survey, USG, skening, limfangiografi Pemeriksaan sitogenik Pemeriksaan biologi molekular (PCR dan FISH)

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi BesiLO.4.1. DefinisiAnemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

LO.4.2. EtiologiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

4. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: 0. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. 0. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.0. Saluran kemih: hematuria.0. Saluran nafas: hemoptisis. 4. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah. 4. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan. 4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

LO.4.3. Patofisiologi1. Tahap pertamaDisebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.1. Tahap keduaDikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.1. Tahap ketigaDisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

LO.4.4. Manifestasi KlinisGejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1. Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

1. Gejala khas akibat defisiensi besi1. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.1. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang1. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan1. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring1. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. 1. Gejala penyakit dasarDapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

LO.4.5. DiagnosisPenegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.0. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.0. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia1. Kadar besi serum menurun 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.1. Kadar serum feritin < 20 /dl (ada yang memakai < 15 /dl, ada juga < 12 /dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 /dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.1. Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100/dl)1. Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.1. Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.1. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)1. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

LO.4.6. Diagnosis BandingAnemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokrom lainnya, seperti :0. Anemia akibat penyakit kronik0. Thalassemia0. Anemia sideroblastik

Anemia defisiensi besiAnemia akibat peny. kronikTrait thalassemiaAnemia sideroblastik

MCVMenurunMenurun/NMenurunMenurun/N

MCHMenurunMenurun/NMenurunMenurun/N

Besi serumMenurunMenurun NormalNormal

TIBCMeningkatMenurunNormal/meningkatNormal/meningkat

SaturasiMenurunMenurun/NMeningkatMeningkat

Transferrin< 15%10-20%>20%>20%

Besi sumsum tulangNegativePositifPositif kuatPositif dengan ring sideroblastik

Protoporfirin eritrositMeningkatMeningkatNormalNormal

FerritinMenurunNormalMeningkatMeningkat

Serum50 mikrogram/dl>50 mikrogram/dl

Elektrofoesis HbNormalNormalHb A2 meningkatNormal

LO.4.7. Komplikasi0. Kelainan jantung, seperti gagal jantung dan angina pektoris (angin duduk)0. Edema akibat hipoproteinemia0. Stroke

LO.4.8. PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.1. Terapi OralSenyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.2. Terapi parentalPemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.Indikasi parenteral:2. Tidak dapat mentoleransi Fe oral2. Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.2. Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa).2. Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.2. Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa2. Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan :Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 33. Terapi TransfusiTransfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Indikasi pemberian transfuse darah pada anemia kekurangan besi adalah :2. Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung2. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat mencolok2. Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat, seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasiJenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurani bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemide intravena.

LO.4.9. Pencegahan1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.1. Pendidikan kesehatan, yaitu:1. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki.1. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.1. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropic.1. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.1. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

Daftar Pustaka :Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.Freund, Mathias. 2002. Atlas Hematologi. Edisi 11. Jakarta:EGC.Hoffbrand, A.V and Moss, P.A.H 2011. Kapita Selekta Hematologi . Edisi 6. Jakarta:EGC.Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.