PBL HEMATO SKENARIO 1

download PBL HEMATO SKENARIO 1

of 16

description

PBL HEMATO SKENARIO 1

Transcript of PBL HEMATO SKENARIO 1

1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis1.1 Definisi dan FungsiDefinisiEritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

1.2 Struktur eritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

1.3 FaktorProduksi eritrosit (eritropoesis) diatur oleh beberapa sitokin. Faktor pertumbuhan yang dikenal terlibat dalam eritropoesis yaitu granulocyte colony- stimulating factor (G-CSF), interleukin (IL)-6, stem cell factor (SCF), IL-1, IL-3, IL-4, IL-9, IL-11, granulocyte- macrophage (GM)-CSF, insulin growth factor-1 (IGF-1) dan EPO. EPO berperan pada tahap lanjut perkembangan sel progenitor eritroid. EPO terutama merangsang colony forming unit eritroid (CFU-E) untuk berproliferasi menjadi normoblas, retikulosit, dan eritrosit matur. Target primer EPO dalam sumsum tulang adalah CFU-E. EPO bersama dengan SCF, GM-CSF, IL-3, IL-4, IL-9, dan IGF-1 menyebabkan maturasi dan proliferasi dari tahap burst forming unit eritroid (BFU-E) dan CFU-E menuju tahap normoblas dari perkembangan sel eritroid. Selanjutnya EPO berperan pada proses apoptosis yaitu menurunkan laju kematian sel progenitor eritroid dalam sumsum tulang. SCF, IL-1, IL-3, IL-6, dan IL-11 memberikan rangsang yang menyebabkan diferensiasi sel induk pluripoten menjadi sel induk mieloid dan CFU granulosit, eritroid, monosit, dan megakariosit (GEMM). Kemudian CFU-GEMM berkembang menjadi CFU yang spesifik untuk granulosit, eritroid, monosit, megakariosit, makrofag, dan eosinofil.

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal ControlStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin ( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi besi )3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal. penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam darah merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit jumlah eritrosit meningkatkapasitas darah mengangkut O2 dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali. Pasokan O2 ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb. Bekerja pada sel-sel tingkat G1 Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan mengatur pembentukan eritrosit.

1.4 MekanismeSel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.

1.5 Kelainan

2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin2.1 Definisi dan FungsiDefinisiHemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru- paru ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009). Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin (Brooker, 2001). Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoperphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe ini. Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Shinta, 2005).Fungsi1. Hemoglobin terpajan dengan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan rantai alfa dan beta menjadi oksihemoglobina. Oksihemoglobin berwarna merah terang. Jika oksigen dilepas ke jaringan, maka hemoglobinya disebut deoksihemoglobin atau hemoglobin tereduksi. Hemoglobin ini terlihat lebih gelap bahkan kebiruan, saat vena terlihat dari permukaan kulitb. Setiap gram HgA membawa 1,3 ml oksigen. Sekitar 97% oksigen dalam darah yang dibawa dari paru-paru bergabung dengan hemoglobin, sisanya yang 3% larut dalam plasma.2. Hemoglobin berikatan dengan karbondioksida di bagian asam amino pada globin. Karbaminohemoglobin yang terbentuk hanya memakai 20% karbon dioksida yang terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam bentu ion karbonat.Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin (Sunita, 2001). Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain : 1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan- jaringan tubuh. 2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan- jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. 3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).4. Selain berperan dalam transportasi oksigen, hemoglobin juga berperan sebagai molekular transduser panas melalui siklus oksigenasi- deoksigenasi. Hemoglobin juga adalah modulator metabolisme eritrosit dan oksidasi hemoglobin merupakan petanda proses penuaan hemoglobin. Pada penderita malaria, hemoglobin mempunyai implikasi resistensi genetik. Aktivitas enzimatik hemoglobin mempunyai peranan dalam interaksi dengan obat, selain ia juga merupakan sumber katabolit fisiologi yang aktif (Giardina et al., 1995). Penurunan jumlah hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi di atas 2.2 Struktur Hemoglobin

Pada hemoglobin orang dewasa (HgA), rantai polipeptidanya terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta yang identik, masing-masing membawa gugus hemnya.Hemoglobin janin (HgF) terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma. HgF memiliki afinitas yang sangat besar terhadap oksigen dibandingkan HgA. Karena itulah kadar Hb pada janin lebih banyak dibanding kadar hemoglobin pada orang dewasa.

2.3 Biosintesis HbHemoglobin disintesa semasa proses maturasi eritrositik. Proses sintesa heme berlaku dalam semua sel tubuh manusia kecuali eritrosit yang matang. Pusat penghasilan utama bagi heme (porfirin) adalah sumsum tulang merah dan hepar. Heme yang terhasil dari prekursor eritroid adalah identik dengan sitokrom dan mioglobin. Aktiviti preliminer yang memulai pembentukan heme yaitu sintesa porfirin berlaku apabila suksinil-koenzim A (CoA) berkondensasi dengan glisin. Asam adipat yaitu perantara yang tidak stabil yang terhasil melalui proses kondensasi tersebut akan mengalami proses dekarboksilasi menjadi asam delta-aminolevulinat (ALA). Reaksi kondensasi awalan ini berlaku di mitokondria dan memerlukan vitamin B6. Faktor pembatas penting pada tahap ini adalah kadar konversi kepada delta-ALA yang dikatalisir oleh enzim ALA-sintetase. Aktivitas enzim ini pula dipengaruhi oleh eritropoietin dan kofaktor piridoksal fosfat (vitamin B6). Setelah pembentukan delta-ALA di mitokondria, reaksi sintesis terus dilanjutkan di sitoplasma. Dua molekul ALA berkondensasi untuk membentuk monopirol porfobilinogen (PBG). Enzim ALA dehidrase mengkatalisir enzim ini. Untuk membentuk uroporfirinogen I atau III, empat molekul PBG dikondensasikan menjadi siklik tetrapirol. Isomer tipe III dikonversi melalui jalur koproporfirinogen III dan protoporfirinogen menjadi protoporfirin. Langkah terakhir yang berlangsung di mitokondria melibatkan pembentukan protoporfirin dan penglibatan ferum untuk pembentukan heme. Empat daripada enam posisi ordinal ferro menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Langkah ini melengkapkan pembentukan heme, yaitu komponen yang mengandung empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan methene supaya membentuk struktur tetrapirol yang lebih besar. Struktur dan produksi globin tergantung kepada kontrol genetik. Sekuensi spesifik asam amino dimulai oleh tiga kode dari basis DNA yang diwariskan secara genetik. Sekurang-kurangnya terdapat lima loki yang mengarahkan sintesa globin. Kromosom 11 (rantai non-alfa) dan kromosom 16 (rantai alfa) menempatkan loki untuk sintesa globin. Rantai polipeptida bagi globin diproduksi di ribosom seperti yang terjadi pada protein tubuh yang lain. Rantai polipeptida alfa bersatu dengan salah satu daripada tiga rantai lain untuk membentuk dimer dan tetramer. Pada dewasa normal, rantai ini terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Sintesa globin sangat berkoordinasi dengan sintesa porfirin. Apabila sintesa globulin terganggu, proses sintesa porfirin akan menjadi berkurang dan sebaliknya. Walaupun begitu, tiada kaitan antara jumlah pengambilan zat besi dengan gangguan pada protoporfirin atau sintesa globin. Sekiranya penghasilan globin berkurang, ferum akan berakumulasi di dalam sitoplasma sel sebagai ferritin yang beragregasi (Turgeon, 2005).

2.4 Mekanisme pengikatan dengan O2

3. Memahami dan Menjelaskan Anemia dan Anemia Defisiensi Besi3.1 DefinisiAnemiaAnemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 1996). Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie (1996) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di bawah ini: Kadar Hemoglobin NormalKelompokHemoglobin (%)

DewasaWanitaWanita hamilLaki-laki121114

Anak-anak6 bulan-6 tahun6 tahun-14 tahun1112

Sumber: WHO, 1993 dalam Stuart Gillespie et all. (1996)

Anemia defisiensi besiAnemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

3.2 EtiologiAnemia

1. Rendahnya konsumsi besiDiet makanan yang rendah besi dapat menimbulkan anemia. Besi yang didapatkan dari sayuran tidak diserap sebaik kandungan besi yang ada dalam daging. Beberapa penyakit seperti celiac dan crohns dapat mempengaruhi penyerapan zat besi.2. Kekurangan vitaminTubuh memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk membuat sel darah merah. Diet makanan yang rendah akan kandungan vitamin ini dapat menyebabkan anemia. Beberapa penyakit autoimmune juga dapat menyebabkan kelainan dalam penyerapan vitamin ini. Beberapa kandungan makanan seperti sayuran hijau, buah, kacang-kacangan, roti, dan pasta mengandung asam folat.3. Penyakit KronisBeberapa penyakit kronis dan infeksi dapat menyebabkan tubuh memproduksi sel darah merah lebih sedikit. Keadaan ini dapat menurunkan kadar hemoglobin. Bila Anda kehilangan darah yang banyak juga dapat menyebabkan anemia.4. Keadaan Aplastik AnemiaAplastik anemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi kelainan sshingga sum-sum tulang tidak memproduksi sel darah yang cukup. Penyebabnya dapat berbagai macam seperti radiasi dalam dosis tinggi, beberapa bahan kimia, virus, dan penyakit auto-immune dimana menyebabkan tubuh menyerang tubuh sendiri, serta beberapa kasus dapat diturunkan.5. Kehilangan darahKehilangan darah merupakan salah satu peyebab dari anemia. Menstruasi dalam jumlah yang banyak, ulkus, kecelakaan atau pembedahan dapat menyebabkan hilangnya darah.6. Beberapa penyakitBeberapa penyakit yang diturunkan seperti talsemia dan hemolytic anemia dapat menyebabkan gangguan dalam produksi sel darah merah. Penyakit seperti Sickle Cell Anenia dimana terjadi produksi sel darah merah yang bentuknya abnormal juga dapat menyebabkan anemia.Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah: 1. a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung. 2. b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas. 3. c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun. 4. d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halusAnemia Defisiensi BesiMenurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari: a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia. c. Saluran kemih: hematuria. d. Saluran nafas: hemoptisis. 2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah. 3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan. 4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu). 5. Diet yang buruk, Merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang sedang berkembang dimana faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur, ikan, hati, kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu penyerapan besi adalah vitamin C, cuka, kecap. Dan yang dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak serat sayuran, penyerapan besi teh, kopi, `oregano`.

Penyebab berdasarkan umur:1. Bayi di bawah umur 1 tahunPersediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar. 2. Anak berumur 1-2 tahun - Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan tambahan (hanya minum susu) - Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun - Malabsorbsi - Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan divertikulum Meckeli. 3. Anak berumur 2-5 tahun - Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme - Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun. - Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan divertikulum Meckeli. 4. Anak berumur 5 tahun masa remaja Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit dan poliposis. 5. Usia remaja dewasa Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

3.3 KlasifikasiAnemia

Anemia defisieni besi

3.4 PatofisiologiAnemia Anemia defisieni besi

3.5 Manifestasi KlinisAnemiaGejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging, menurunnya daya tahan tubuh, keringat dingin, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas terutama saat latihan fisik. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

Anemia defisiensi besiGejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006): 1. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. 2. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. 3. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. 4. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. 5. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia. 6. Atrofi mukosa gaster.7. Glositis8. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa9. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya. 3.6 Pemeriksan Fisik dan PenunjangAnemia Pemeriksaan darah rutin atau lengkap. Pemeriksaan hapus darah, untuk menentukan jenis anemia. Pemeriksaan kadar Fe, transferrin, ferritin, asam folat, dan vitamin B12. Pemeriksaan Urine dan Feses. Biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk mencari penyebab anemia.

Anemia defisieni besi1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III. 2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer Volume (MCV)MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%. 3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. 4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %. 5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang. 6. Besi Serum (Serum Iron = SI)Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. 7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. 8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma. 9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa). Pemeriksaan sumsum tulangMasih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum. 3.7 Diagnosis dan Diagnosis BandingAnemia

Anemia defisieni besiDiagnosis

Diagnosis BandingPada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utama adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunan timbal, dan anemia sideroblastik. Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom Anemia defisiensi besi Turunan talasemia Anemia karena penyakit kronik Anemia sideroblastik

Zat besi TIBCFeritin serum Protoporfirin sel darah HbA2 N N N N N N atau N

3.8 PenatalaksanaanAnemia 1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan. 2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien. Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah: 1. Terapi gawat darurat Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut. 2. Terapi khas untuk masing-masing anemiaTerapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk anemia defisiensi besi. 3. Terapi kausalTerapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing tambang. 4. Terapi ex-juvantivus (empiris)Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respons yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali.Anemia defisieni besiDefisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya polimaltosa ferosus). 2Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia. Contoh dari suplemen yang mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Supplement Total iron (mg) Elemental iron (mg)

Ferrous sulfate Ferrous gluconate Feostat chewable Feostat liquid Slow Fe Fe 50 extended release Ferro-Sequels timed release Feosol caplets 324

325

100 100 160 160 50 50 66 36 33 33/5 ml 50 50 50 50

Sumber: Drug facts and comparisons. St. Louis, MO: Facts and Comparisons, 1998 Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Sayangnya, ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. 2Tetapi resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus. 3Kompleks polisakarida zat besi seringkali lebih berhasil dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun kenyataannya tablet tersebut mengandung 150 mg elemen zat besi. Campuran vitamin yang mengandung zat besi biasanya harus dihindari, karena sediaan ini mahal dan mengandung jumblah zat besi yang suboptimal. Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya sekitar 10 hari. Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat dari: 1. Diagnosis yang tidak benar. 2. Tidak patuh. 3. Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian. 4. Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll. 5. Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan penggantian zat besi parenteral. Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im setelah tes dengan dosis 25 mg untuk reaksi alergi. 100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang setiap minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z sebaiknya digunakan pada suntikan untuk mencegah mengembunnya gabungan tersebut kedalam dermis, yang dapat menghasilkan pewarnaan kulit yang tidak dapat dihilangkan. Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat menerima suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat besi lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml cairan salin steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. jika tidak terjadi reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam. Pemberian iv sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan koreksi defisiensi zat besi dalam satu sesi. Sekitar 20% dari pasien mengalami artralgia, menggigil dan demam yang tergantung dari dosis yang diberikan dan dapat berlangsung sampai beberapa hari setelah infus. Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua pasien dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu oleh penyakit ini. Obat anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala tersebut. Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang muncul. Jika gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan keadaan dengan benadril dan epinefrin dapat dimulai. jumlah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari defisit massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti cadangan tubuh. Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien dengan anemia defisiensi zat besi yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular atau cerebrovaskular.3.9 KomplikasiAnemia Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung; Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.

Anemia defisieni besi

3.10 PrognosisAnemia Akan sangat tergantung juga kepada jenis dan penyebab anemia. Makin ringan, berarti prognosisnya juga akan baik, demikian sebaliknya. Orang muda akan memiliki prognosis lebih baik terhadap kesembuhan anemia di bandingkan manula.

Anemia defisieni besi

3.11 PencegahanAnemia 1. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe). 2. Banyakmakanmakanansumbervitamincyangbermanfaatuntuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.3. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan. Anemia defisieni besiTindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. (Cielsa B, 2007, p. 65-70) Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdfhttp://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20DEFISIENSI%20BESI.pdf