PBL blok 22

download PBL blok 22

of 22

description

Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Kasus Gangguan Psikiatri

Transcript of PBL blok 22

Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Kasus Gangguan PsikiatriLouis Ryandi102013411 / [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510PendahuluanAlam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu yang dialaminya. Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau bahkan terdepresi. Orang normal dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka mampu mengendalikan suasana perasaan dan afeknya. Lain halnya dengan seseorang yang mengalami gangguan pada alam perasaannya. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui tentang gangguan alam perasaan tersebut.

Suasana perasaan/ mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya ; mereka merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood/ suasana perasaan adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood meninggi (elevated) (yaitu mania), menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang melonacat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi (yaitu depresi), merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan ini hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

Anamnesis

Pada anamnesis kasus psikiatri perlu memperhatikan sikap dalam menyatakan pertanyaan pada pasien. Mula mula biarkan pasien mengekspresikan hal diminatinya dan memberikan alasan kedatanganya meminta pertolongan. Bersikaplah suportif, penuh perhatian dan tidak menghakimi, dan menyemangati dan coba untuk mendapatkan empatik terhadap penderitaannya. Bantulah pasien menghalau kecemasannya, jika ada. Bersikaplah sabar, bersahabat, dan mau menerima jika pasien diam saja. Jika pasien berbicara tidak karuan mungkin anda sudah harus menggunakan struktur pada awal wawancara. Jika paranoid, majulah perlahan lahan.1Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas nama, umur, tanggal lahir, statu perkawinan, dan anak, suku, agama, pekerjaan, pendidikan, dan lain -lain. Apa masalah pasien? Jika gejalanya sudah lama kenapa sekarang membutuhkan bantuan medis, misalnya keinginan pribadi, keinginan bunuh diri, atau ditemukan berkeliaran dalam keadaan bingung. Lalu tanyakan apa gejala dirasakan misalnya rasa rendah diri, mendengarkan suara suara, ketakutan bingung, atau ingin mati. Eksplorasi gejala utama secara rinci dan temukan semua efek fisik, psikologis, dan sosial yang terkait. Terapi apa yang pernah dicoba selama ini, dan bagaimana efeknya? Adakah hal yang dipercaya pasien sebagai pemicu, memperberat atau mengubah penyakit? Kapan gejala dimulai?2 Dapatkan ringkasan kronologis dari semua gangguan mental dan terapi yang pernah dijalani pasien, termasuk perawatan dirumah sakit, kontak sebelumnya dengan dokter umum, psikiater, psikolog, konselor, dan lain lain. Mengenai terapi tanyakan dosis, durasi, keampuhan, efek samping, dan ketergantungan pasien terhadap terapi sebelumnya.2Jangan lupa tanyakan riwayat pribadi pasien sebagai tinjauan atas tahapan dalam kehidupan pasien. Tanyakan kelahiran, perkembangan, masa kanak, pendidikan kualifikasi termasuk hubungan dengan teman sebaya dan guru. Semua pekerjaan yang pernah dilakukan dan alasan memilih atau meninggalkan pekerjaan tersebut, hubungan dengan anak, orang tua, pernikahan, dan peran pasien di keluarga. Pengaruh dari budaya dan agama, setiap riwayat fisik, emosional, seksual, penganiayaan, atau trauma.1,2Kepribadian pasien sebelum sakit termasuk karakter yaitu mood, stabilitas mood, sosiabilitas, motivasi. Lalu minat atau hobi pasien, beserta keyakinan agama, moral, dan pandangan politik. Tanyakan perencanaan hidup pasien dan hubungan yang dimiliki. Riwayat penggunaan alkohol, rokok, dan obat obatan lain misalnya marijuana, kokain, opium, obat sedatif hipnotik, stimulan, pelarut, dan halusinogen. Kapan pertama kali menggunakan, jumlah yang dikonsumsi, dan cara penggunaannya. Lalu buatlah silsilah keluarga mencangkup penyakit medis umum, dan psikiatrik yang dialami keluarga dekat, seperti perubahan mood, psikosis, bunuh diri, dan penyalahgunaan obat tertentu.1,2Pemeriksaan status mental

Pemeriksaaan status mental adalah pencatatan sistematik kualitas fungsi mental pada saat wawancara. Pemeriksaan status mental membentu diagnosis saat ini maupun rencana penatalaksanaannya dan berfungsi sebagai referensi di masa yang mendatang. 1Penampilan, kesan keseluruhan pasien menarik, tidak menarik, postur tubuh, pakaianm sisiran rambut, marah, bingung, ketakutan, tidak nyaman, apatis, sikap rendah diri, tidakberharga, feminin, maskulin, dan lain lain. Perilaku umum, sikap tubuhm perlawanan, reatardasi psikomotor, kakuan, suka mencomot sesuatu, canggung, meremas remas tangan, dan sebagainya. Sikap pasien pada pemeriksa apakah kooperatif, bermusuhan, defensif, merayu, suka mengelak, mencari muka, dan lain lain. Pasien psikotik dapat berpenampilan berantakan dan aneh dengan posisi janggal terutama ketatonik dan menyeringai. Beberapa pasien skizofrenia dapat terlihat seperti menatap da yang lain tampat pandangananya kosong. Pasien paranoid dapat tampak bermusuhan dan curiga, pasien ambang terlihat bermusuhan da marah, sementara pasien histrionik sering bersifat merayu di dalam sikap dan pakaian. Pasien depresi bisa hampir hampir tidak berbicara dan memperlihatakan retardasi psikomotor. Kegelisahan dapat menunjukan adanya ansietas, menarik, maniak, dan lain lain. 1Kesadaran pasien apakah hiperalaert atau letargik seperti melamun atau pikirannya mengembara. Menguji apakah pasien dapat memusatkan perhatiannya atau konsentrasi dengan cara mengulangi angka yang telah kita ucapkan sebelumnya. Tes konsentrasi dengan cara tes huruf acak, lalu mintalah pasien menunjuk huruf yang disebutkan. 1Dengarkan pembicaraan pasien. Apakah keras, cepat, lambat, diberi tekanan, diam saja, dan sebagainya? Apakah pasien berbicara spontan? Dengan kosakata yang baik? Apakah pasien mengalami gangguan artikulasi. Pasien manik sering berbicara keras dan cepat, pasien depresi berbicara pelan dan lambat. Pembicaraan yang aneh biasanya menunjukan keadaan psikotik atau organik. Untuk memilihat orientasi pasien bisa tanyakan tentang seseorang, tempat, waktu, dan situasi. Orientasi waktu biasanya yang pertama tama hilang. Disorientasi berat menunjukan gangguan organik. Disorientasi ringan dapat mencerminkan adanya stres sementara. 1Suasana hati atau mood adalah suatu keadaan emosi yang menetap untuk jangka waktu tertentu misal depresi, euforik, elevasi, cemas, marah atau iritabel. Afek adalah keadaan emosi pasien saat ini yang dapat diamati oleh pewawancara. Afek abnormal umunya meliputi datar, tumpul, terbatas, dan tidak serasi.bedakan mood depresi dengan apatis yang disebabkan gangguan organik. 1Pewanwancara harus memperhatikan apakah pasien menunjukan sirkumstansial yaitu untuk sampai ketujuan pembicaraan harus berputar putar dengan pernak pernik yang tidak relevan. Lompat gagasan (flight ideas) melompat secara cepat dari satu ide ke ide lainnya, tetapi hubungannya masih dapat dimengerti. Perilaku mengelak, asosiasi melonggar (tangensial/devailment) seperti pikiran pikiran ynag tidak berhubungan, dan pasien tidak menyadarinya, preseverasi atau pengulangan pikiran atau bagian kalimaat yang sama yang tidak perlu, atau bloking yaitu pembicaraan atau alur pikiran yang terputus dan ditemukan kembali beberapa saat atau menit kemudian. Gangguan dalam proses pikir umunya dihubungkan dengan skizofrenia atau gangguan afektif. Tiada satupun yang patognomonik, tetapi kelainan yang berat menunjukan adanya proses psikotik. 1Periksa adanya preokupasi abnormal dan obsesi, kecurigaan yang berlebihan, fobia, ritual, gejala hipokondrik, pengalaman deja vu, depresoanalisasi, atau waham yaitu keyakinan kokoh yang salah. Untuk waham dapatditanyakan apakah anda memiliki ide ide yang tidak orang lain miliki atau adakah hal hal yang banyak anda pikirkan? 1Waham biasanya menunjukan gangguan psikotik fungsional (umunya skizoferenia), tetapi waham bisa juga ada pada kondisi lain misal waham yang sitemis pada delirium. Obsesi dapat terjadi pada psikosis, juga khas untuk gangguan obsesif kompulsif. Fobia menunjukan gangguan gangguan fobik. 1Periksalah, presepsi pasien apakah terdapat mispresepsi, ilusi, atau halusinasi yaitu presepsi sensosrik semata perhatikan apakah itu auditorik, visual, taktil, dan lain lain. Tanyakan apakah pernah memiliki pengalaman mendengar nama anda dipanggil ketika sedang berjalan sendirian atau pengalaman mistik dan psikik lainnya? 1

Ilusi paling sering dijumpai pada delirium, tetapi dapat juga terjadi pada psikosis lain. Halusinasi terjadi pada berbagai kondisi, tetapi yang paling umum pada gangguan psikotik. Pada skizofrenia biasanya dijumpai halusinasi auditorik, sedangkan halusinasi visual lebih umum dijumpai pada kondisi organik. Halusinasi taktil sering terdapat pada keadaan putus zat alkohol dan hipnotik sedatif. 1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus selalu dilakukan terutama untuk mengevaluasi kondisi medis umum terutama neurologis pasien. Dengan pemeriksaan sistem saraf kita dapat mengungkapkan dan menjelaskan defisit fungsi dan kemungkinan lokasi anatomisnya jika terdapat lesi, mengingat kemungkinan gangguan psikiatri terjadi karena kelainan organik.2Untuk menentukan tingkat kesadaran pasien dapat ditentukan melalui Skor Koma Galsgow. Lalu perhatikan cara berjalan pasien. Minta pasien untuk berjalan, lalu lakukan pemeriksaan tanda Romberg. Pemeriksaan ekstremitas atas dimulai dengan inspeksi mencari pengecilan otot yang jelas, tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan pada kulit. Periksa simpangan piramidalis dengan kedua lengan terentang, posisi supinasi, dan mata tertutup. Periksa tonus di pergelangan tangan dan siku, periksan kekuatan , bandingkan kedua lengan. Periksa abduksi bahu, fleksi dan ekstensi siku, ekstensi pergelangan tangan, genggaman, abduksi dan aduksi jari tangan, dan abduksi ibu jari tangan. Menggunakan skala MRC:2

Lumpuh sempurna

(1) Masih terlihat kontraksi

(2) Gerak aktif tanpa gravitasi

(3) Bergerak melawan gravitasi

(4) Bergerak melawan tahanan

(5) Kekuatan normal

Periksa kordinasi dengan tes telunjuk hidung, gerak cepat jari jari, gerak cepat bergantian, jika ada keluhan disebut disdiadokokinesis pada gangguan cerebellum, lalu lakukan tes cubit dan bermain piano. Periksa refleks dengan kekuatan biseps, triseps, dan supinator. Periksa senssasi melalui tes raba halus, tusuk jarm, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas atau dingin.2Dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstremitas bawah. Dimulai dengan inspeksi, lalu periksa tonus pada lutut, dengan tes mengangkat tungkai lurus lurus (straight leg raises, SLR) mencari adanya kemungkinan penekanan nervus iskiadikus. Periksa kekuatan, bandingkan kedua sisi. Periksa fleksi, ekstensi, abduksi, dan aduksi panggul, ekstensi dan fleksi lutut, plantar fleksi, dorsofleksi, inversi, eversi, dan dorsofleksi ibu jari kaki. Periksa kordinasi dengan tes tumit jari kaki. Periksa refleks pada lutut, pergelanga kaki, dan telapak kaki. Periksa sensasi dengan tes raba halus, tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas atau dingin.2Pemeriksaan saraf kranial, untuk saraf olfaktorius (I) periksa sensasi penghidu di kedua lubang hidung. Untuk saraf optikus (II) dilakukan pemeriksaan ketajamanan penglihatan, periksa lapang pandang, cari bintik buta. Lalu periksa pupil dan reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensuil) dan akomodasi. Periksa dengan oftalmoskop.2Untuk pemeriksaan saraf okulomotorius (III), troklearis (IV), dan abdusens (VI) cari adanya ptosis, gerak bola mata dan cari nistagmus, dan tanyakan penglihatan ganda. Periksa sensasi pada wajah, kekuatan otot mengunyah, reflek kornea, dan ketuk rahang untuk menilai saraf trigeminus (V). Periksa otot ekspresi wajah seperti angkat alis, tutup mata , dan tunjukan gigi untuk saraf fasialis (VII).2Penilaian pendengaran melalui tes Rinne dan tes Weber, lalu tes keseimbangan untuk menilai saraf vestibulokoklearis (VIII). Periksa gerak palatum, refleks muntah, dan batuk untuk menilai saraf vagus (IX) dan glosofaringeus (X). Saraf aksesorius (XI) dinila memeriksa kekuatan otot sternomastoideus dan mengangkat bahu. Periksa lidah untuk mencari pengecilan otot, fasikulasi, dan uji kekuatan untuk periksa saraf hipoglosus (XII).2Pada tes fungsi mental luhur dilakukan dengan menilai kemampuan bicara, periksa ingatan, dan kemampuan pemahaman. Selanjutnya pertimbangkan kemungkinan defisit lokalis pada tempat berikut:2

Serebelum

Periksa cara jalan, kordinasi telunjuk hidung, nistagmus, dan disdiadokokinesis.

Ekstrapiramidalis

Periksa cara berjalan, tonus, cari adanya tremor, bradikinesia, dan gerak distonik.

Temporal

Periksa ingatan dan pemahaman bahasa.

Parietal

Periksa pengenalan benda, tugas tugas seperti berpakaian, menggunakan sikat gigi, menulis, membaca, dan aritmatika.

Oksipitalis

Periksa ketajaman penglihatan dan lapan pandang.

Frontal

Periksa fungsi mental luhur, sensasi penghidu, afek, refleks primitif (menggenggam, mencucu, dan lainnya)

Periksa adakah tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu, penurunan kesadaran, tanda lokal palsu seperti kelumpuhan nervus III dan IV, edema papil, hipertensi, dan bradikardi.2Pemeriksaan status mental1Pemeriksaan status mental adalah kumpulan data yang sistematis berdasarkan pengamatan perilaku pasien selama wawancara. Tujuan dari pemeriksaan status mental adalah mendapatkan bukti gejala-gejala saat ini dan tanda-tanda gangguan mental yang mungkin diderita oleh pasien. Selain itu, didapatkan pula bukti mengenai wawasan pasien, nilai-nilai, dan kemampuan pemikiran abstrak, untuk memberitahukan keputusan mengenai strategi terapi dan pilihan tempat terapi yang sesuai. Berikut ini hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan status mental :

Penampilan dan perilaku umum pasien. Nilailah : tingkah laku, kontak, kontak mata, ekspresi wajah, pakaian, kebersihan, perawatan diri (misalnya kerapian, tata rias), postur, aktivitas motoric (agitasi atau keterbelakangan), gerak abnormal (tremor, stereotipi, korea), kelainan cara berjalan, kelainan fisik yang terlihat jelas (misalnya bukti membahayakan diri sendiri, penggunaan obat). Ciri bicara dan bahasa pasien (misalnya kecepatan, irama, struktur, aliran gagasan, dan gambaran patologis seperti perseverasi, ketidakjelasan, inkoherensi, penekanan pikiran, blok pikiran, atau neologisme) Mood. Mood apa yang mendominasi ? Apakah pasien tampak tertekan, sangat gembira, euphoria, cemas, takut, curiga, marah ? Adakah peningkatan variabilitas mood (labilitas) atau penurunan (reaktivitas berkurang) ? Apakah mood yang tampak sesuai dengan isi bicara ? Apa interpretasi subjektif pasien terhadap moodnya ? tanyakan bagaimana perasaan anda saat ini ? bagaimana semangat anda ? Pikiran dan persepsi pasien saat ini. Termasuk hal- hal berikut : Preokupasi, kekhawatiran, ketakutan, pikiran, impuls, dan pengalaman perseptual

Gejala kognitif dan perseptual dari gangguan mental tertentu, biasanya terungkap dengan pertanyaan tertentu seperti halusinasi, delusi, ide rujukan (ideas of reference), obsesi, dan kompulsi.

Pikiran, perasaan, dan impuls untuk bunuh diri, melakukan pembunuhan, melakukan kekerasan, atau mencederai diri sendiri. Jika terdapat pikiran semacam ini, cari tahu intensitas dan spesifisitasnya, kapan terjadi dan apa yang mencegah pasien melakukannya.

Keyakinan yang salah, delusi, rasa dikendalikan oleh pihak luar, dipersonalisasi, dan derealisasi.

Wawasan pasien mengenai situasinya sekarang dan keinginan mendapat terapi.

Status kognitif pasien, termasuk : Tingkat kesadaran Orientasi (hari, tanggal, waktu)

Perhatian dan konsentrasi

Fungsi bahasa (menyebut nama benda, kelancaran bicara, pemahaman, pengulangan, membaca, menulis)

Ingatan (jangka panjang dan pendek, ingatan segera)

Tingkat pengetahuan (sesuai usia, latar belakang pendidikan, dan sosial)

Berhitung

Menggambar (misalnya menyalin gambar atau menggambar jam) Pemikiran absrak (misalnya menjelaskan kesamaan atau menhartikan peribahasa)

Fungsi eksekutif (system frontal) (misalnya membuat daftar, mencegah jawaban impulsive, menahan gangguan, mengenali kontradiksi)

Kualitas penilaianPenilaian fungsional1Penilaian fungsional harus mencakup penilaian akivitas fisik dari kehidupan sehari-hari, misalnya makan, menggunakan toilet, berpindah, mandi, dan berpakaian. Seharusnya juga mencakup penilaian aktivitas sehari-hari yang lebih canggih, seperti mengemudi atau menggunakan transportasi umum, mengkonsumsi obat sesuai resep, berbelanja, mengatur keuangan, berkomunikasi melalui surat atau telepon, dan merawat anak atau oranglain yang tergantung.

Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan urin

Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu, pemeriksaan narkoba seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen biologis seperti darah, urine, cairan oral, keringat ataupun rambut. Urine merupakan spesimen yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan narkoba rutin karena ketersediaannya dalam jumlah besar dan memiliki kadar obat dalam jumlah besar sehingga lebih mudah mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen lain. Teknologi yang digunakan pada pemeriksaan narkoba pada urin sudah berkembang baik. Kelebihan lain spesimen urin adalah pengambilannya yang tidak invasif dan dapat dilakukan oleh petugas yang bukan medis. Urine merupakan matriks yang stabil dan dapat disimpan beku tanpa merusak integritasnya. Obat-obatan dalam urine biasanya dapat dideteksi sesudah 1-3hari. Kelemahan pemeriksaan urine adalah mudahnya dilakukan pemalsuan dengan cara substitusi dengan bahan lain maupun diencerkan sehingga mengacaukan hasil pemeriksaan.3

Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan skrining dan konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan awal pada obat pada golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil presumptif positif atau negatif. Secara umum pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang spesifik dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang dengan substansi lain dengan struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan skrining, metode yang sering digunakan adalah immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar laboratorium dengan metode onsite strip test maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA (enzyme linked immunosorbent assay).3

Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif pada pemeriksaan skrinig. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan metode yang sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif palsu. Metoda konfirmasi yang sering digunakan adalah gas chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid chromatography/ mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi jenis obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya pemeriksaan yang tinggi.3

Panel pemeriksaan narkoba tergantung jenis narkoba yang banyak digunakan, tetapi biasanya meliputi 5 macam obat yaitu amfetamin, kanabinoid, kokain opiat dan PCP. Obat lain yang sering disalah gunakan seperti benzodiazepin sering pula diperiksakan. Waktu deteksi obat dalam urine tergantung berbagai kondisi termasuk waktu paruh obat.Pada tabel berikut disampaikan durasi deteksi obat dalam urine:3Tabel 1. Durasi deteksi obat dalam urin.

ObatDurasi deteksi dalam urine

Amfetamin metamfetamin1-2 hari

Barbiturat1-3 hari

BenzodiazepinSampai 21 hari

KanabinoidSampai 60 hari

Kokain1-3 hari

Methadon1-3 hari

Opiat1-3 hari

Pada pemeriksaan dengan metode immunoassay dapat menyebabkan positif palsu karena reaksi silang dengan substansi lain. Berbagai substansi yang dapat menyebabkan reaksi silang pada pemeriksaan skrining disampaikan pada tabel berikut:3Tabel 2. Obat obat yang dapat beraksi silang pada pemeriksaan urin.

Jenis obatFaktor pengganggu

OpiatQuinolon (levofloxacin, ofloxacin)

PhencyclidineAntidepresan venlafaxine, dextromethorphan, dyphenhydramin, ibuprofen

MethadonAntipsikotik atipik quetiapin

AmfetaminPil diet (clobenzorex), promethazin, i-metamphetamin (otc nasal inhaler) pseudoephedrin, ranitidin, thioridazin

BenzodiazepinOxaprozin, sertraline (zoloft)

THCAntiretroviral efaviren, proton inhibitor (pantoprazole)

CT scan. Atrofi kortikal pada 10-35% pasien; pembesaran ventrikel III dan lateral pada 10-50% pasien; atrofi vermis serebelar dan turunnya radiodensitas parenkim otak. Mungkin ada korelasi antara CT abnormal dan adanya gejala negative (missal, afek datar, withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang motivasi), gangguan neuropsikiatrik, naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid akibat obat antipsikotik, dan riwayat premorbid lebih buruk.4Positron emission tomography (PET). Pada sebagian penderita dapat ditemukan turunnya metabolism lobus frontal dan parietal, metabolism posterior relative tinggi, dan lateralitas abnormal.4Aliran darah serebral (CBF = Cerebral blood flow). Pada sebagian penderita, dapat ditemukan kadar istirahat aliran frontal turun, aliran darah parietal naik, dan aliran darah otak keseluruhan turun. Bila studi PET dan CBF digabungkan dengan CT scan, disfungsi lobus frontal paling jelas terlibat. Disfungsi lobus frontal mungkin sekunder terhadap patologi tempat lain di otak.4EEG. Umumnya pasien skizofren memiliki EEG normal tapi sebagian menunjukkan turunnya aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta; gangguan paroksismal; dan naiknya kepekaan terhadap prosedur aktivasi, missal deprivasi tidur.4Laboratorium. Tidak ada hasil laboratorium karakteristik ditemukan dalam skizofrenia. Seperti pada pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan-dugaan kelainan yang berhubungan dengan system tubuh pasien sendiri.5 Pemeriksaan rutin berikut yang harus dilakukan pada semua pasien, pada awal penyakit dan secara berkala setelah itu, pemeriksaan itu antara lain : Hitung darah lengkap

Hati, tiroid, dan tes fungsi ginjal

Elektrolit, glukosa, B12, folat, dan kalsium

Jika sejarah pasien memberikan alas an untuk mencurigai, memeriksan HIV; RPR, ceruloplasmin, ANA, urin untuk kultur dan sensitivitas dan/atau obat-obatan dari penyiksaan (kortisol), dan koleksi urin 24 jam untuk porfirin, tembaga, atau logam berat.5Pemeriksaan yang dilakukan dengan MRI dan CT scan terhadap otak dari orang-orang yang mendertia skizofrenia pada umumnya mengungkapkan tiga tipe abnormalitas structural, yaitu61. Ventrikulus-ventrikulus yang membesar.

2. Arofi kortikal

3. Asimetri serbral yang terbalik.Manik

Manik menyebabkan kegelisahan mental disertai peningkatan mood, bicar cepat dan tidak terkendali, disertai adanya flight of ideas yaitu tidak pernah bertahan pada sau toik pada waktu yang lama, percaya diri berlebihan, disertai waham tentang intelektualitas, kemampuan fisik, finansial atau seksual,atau perasaan mahakuat. Penderita secara fisik tidak mudah lelah dan mungkin tidak makan atau tidur. Hipomanik, suatu bentuk manik yang ringan, terdiri dari euforia ringan, akivitas yang berlebih, dan disinhibisi. Manik dapat timbul bergantian dengan depresi disebut bipolar. Manik berat diterapi dengan obat penenang mayor,dan serangan-serangan selanjutnya bisa dicegah dengan lithium, yang berfungsi untuk menstabilkan mood.7Manifestasi Klinis Afek yang euforia atau iritable.

Pengucapaan yang bertekanan.

Harga diri yang membesar sering mengarah pada waham kebesaran.

Gelisah aktivitas meningkat, berkurangnya keingginan tidur.

Aktivitas yang merusak diri sendiri, misalnya berfoya foya, hiperseksual, penanaman modal proyek yang bodoh, mengemudi sembrono, semuanya tidak sesuai dengan tingkah laku sebelumnya.

Pada gangguan berat, waham bizzare, halusinasi dan inkoheren.

Hal penting untuk diingat adalah pasien manik sangat bersifat humor, sedangkan pasien skizofrenik biasanya tidak8Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.9 Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang tersebar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju ke arah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak cacat. Keadaan ini pertama kali digambarkan oleh Kraepelin pada tahun 1896 berdasarkan gejala dan riwayat alamiahnya. Kraepelin menamakannya dementia prekoks. Pada tahun 1911 Bleuler menciptakan nama skizofrenia untuk menandai terbelahnya atau putusnya fungsi psikis yang menentukan sifat penyakit ini.10Manifestasi klinis10Gejala yang timbul sangat bervariasi tergantung pada tahapan perjalanan penyakitnya. Ada gejala yang dapat ditemukan dalam kelainan lain, ada yang paling sering timbul pada skizofrenia gejala inilah yang merupakan tanda utama diagnosis.

Kelainan pikiran. Lebih mengarah pada bentuk ketimbang isi : kelainan pikiran formal. Pikirannya berbelit-belit dan menyebar. Hubungan normal antara satu ide dengan ide lain terputus (pikiran knights move). Pasien mungkin mengalami blok pikirian mendadak (penghambatan pikiran). Pikiran konkrit (tidak mampu berpikir abstrak) mungkin terlihat jika pasien diminta memberikan arti umum suatu pribahasa yang sudah dikenal. Pikirannya terganggu oleh gangguan tema personal (autistic atau dereistik) dan oleh ketidakmampuan untuk memilih pikiran (pikiran overinclusive).

Kelainan emosi. Reaksi emosi dan afek yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan keadaan atau pikiran pasien. Kemudian timbul penumpulan dan apati. Tanda awalnya tak adanya rapport yang ditemukan disaat wawancara

Kelainan kemauan. Ada kehilangan kehendak, kelemahan dan tak ada dorongan, terlihat dari kegagalan dalam pekerjaan rumah, pelajaran dan pekerjaan. Suatu saat dapat ditemukan kekerasan hati yang berlebihan, negativism atau suatu kepatuhan secara otomatis.

Katatonia. Kelainan gerakan mungkin timbul dalam bentuk kekakuan, gerakan yang kurang terkoordinasi serta gaya berjalan, menyeringai, sikap dan dalam kasus ekstrim, flesibilitas serea dan ekopraksia.

Halusinasi. Dapat terjadi dalam banyak penyakit, tetapi pada skizofrenia halusinasi ditemukan dalam keadaan kesadaran yang jernih. Biasanya meupakan halusinasi pendengaran, tetapi indera sensorik lain mungkin terlibat.

Waham

Waham primer : waham yang berkembang penuh dari suatu persepsi normal, munculnya mendadak dan sangat diyakini oleh penderita.

Waham sekunder : suatu keyakinan yang salah dan muncul dari gejala lain. Misalnya pasien mungkin menerangkan dengan yakin bahwa pemikirannya disebabkan karena ada suatu agen dari luar yang meletakkan pikiran itu atau mengacaukan pikiran di kepalanya.

Gangguan ekspresi. Kelainan pikiran dan halusinasi sering dicerminkan dalam percakapan (neologisme), tulisan tangan dibuat-buat, lukisan dan sajak yang aneh.

Penarikan diri. Sebagai akibat timbulnya gejala-gejala diatas, penarikan diri dari kontak sosial normal dan aktivitas sering merupakan gejala dini.

Diagnosis11Berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa III): Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :1. Thought

Thought echo = isi pikirannya dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya ( tidak keras ), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda; atau

thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya ( insertion ) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya ( withdrawal ); dan

thought broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

2. Delusion

Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; ( tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus );

delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

3. Halusinasi auditorik

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri ( diantara berbagai suara yang berbicara ), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa ( misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain ).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas.

5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

8. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.Klasifikasi9Subtipe skizofrenia berikut bukan kelainan klinik yang terpisah, tetapi metode untuk mempermudah mengklasifikasikan reaksi skizofrenia.

Skizofrenia paranoid. Merupakan tipe yang paling stabil dan paling sering ditemui. Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :

Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia

Halusinasi dan waham (tipe apapun) harus menonjol

Gangguan afektif dan katatonik tidak terlalu menonjol

Skizofrenia hebefrenik. Diagnosis ini ditegakkan pada penderita usia remaja atau dewasa muda. Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :

Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia

Kepribadian yang menonjol, yaitu pemalu dan senang menyendiri

Perilaku yang tidak bertanggung jawab, afek yang dangkal dan tidak wajar, disorganisasi proses piker, dan pembicaraan tidak menentu. Gejala ini harus timbul secara kontinu (diamati selama 2-3 bulan)

Terdapat gangguan afektif dan proses piker yang menonjol. Halusinasi dan waham umumnya tidak menonjol. Dapat ditemukan juga preokupasi yang dangkal dan dibuat terhadap berbagai tema abstrak.

Skizofrenia katatonik. Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :

Memenuhi pedoman diagnostik umum skizofrenia

Minimal terdapat satu perilaku yang ditemukan pada pasien dari kriteria di bawah ini : stupor, gaduh gelisah, postur katatonik, negativisme, rigiditas, cerea flexibility, pengulangan kata serta kalimat.

Skizofrenia tak terinci. Pada penderita ditemukan gejala psikotik yang menonjol, tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia. Pedoman diagnostic berdasarkan PPDGJ-III :

Memenuhi pedoman diagnostic umum skizofrenia

Tidak sesuai dengan pedoman diagnostik untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, residual, atau depresi-pascaskizofrenia

Depresi pascaskizofrenia. Merupakan episode depresif yang timbul setelah penderita mengidap skizofrenia. Masih dapat ditemukan gejala skizofrenia meski tak dominan. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :

Pasien menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir

Masih ditemukan gejala skizofrenia tetapi tidak mendominasi gambaran klinis

Gejala depresif menonjol dan memenuhi kriteria episode depresif, berlangsung minimal 2 minggu.

Skizofrenia residual. Penderita berada dalam kondisi remisi, tetapi ditemukan gejala residual. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III (harus dipenuhi semua) :

Gejala negative skizofrenia lebih menonjol : perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek menumpul, pasif, gangguan komunikasi verbal yang buruk.

Minimal terdapat satu riwayat episode psikotik dan dapat didiagnosis sebagai skizofrenia.

Sudah melewati waktu setahun sejak pertama kali timbul gejala psikotik sehingga gejala waham dan halusinasi telah berkurang dan timbul sindrom negative skizofrenia.

Tidak ditemukan demensia atau gangguan otak organic lainnya.

Skizofrenia simpleks. Diagnosis ini cukupp sulit ditentukan karena harus dilakukan observasi. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :

Gejala berkembang perlahan dan progresif dari gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham, atau gejala psikotik lain.

Timbul juga perubahan perilaku pribadi yang bermakna seperti kehilangan minat, tidak berbuat apa-apa, tidak memiliki tujuan hidup, dan anti sosial.

Gejala psikotik kurang jelas dibandingkan tipe lainnya.

Skizofrenia lainnya. Yang digolongkan dalam subtype ini termasuk skizofrenia senestopatik, gangguan skizofreniform yang tidak terinci, skizofrenia siklik, skizofrenia laten, dan gangguan lir-skizofrenia akut.Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hamper sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hamper 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar daerah urban dibandingkan daerah rural.

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hamper 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri darn perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hamper 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.

Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia diantara laki-laki dan perempuan, perbedaan diantara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onsetnya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki.Etiologi10Penyebab skizofrenia ak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi pengobatan kontemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan pencetus yang diketahui.

Hereditas. Pentingnya faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Risiko bagi masyarakat umum 1 persen, pada orangtua risiko skizofrenia 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 10%.

Lingkungan. Gambaran pada penderita kembar seperti diatas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa peneliti mengatakan skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tak dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat, tetapi pandangan ekstrim demikian, walaupun ssesuai dengan masyarakat, kurang diidukung oleh penelitian. Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas personalitas orangtua, tetapi belum ada hasil. Riset atas peristiwa hidup memperlihatkan bahwa pasien skizofrenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh.

Emosi yang diekspresikan. Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang di ekspresikan secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapat neuroleptic.

Kepribadian premorbid. Personalitas pasien sebelumnya sering skizoid. Perilaku penarikan diri dan soliter ini bisa menjelaskan banyak skizofrenia tunggal.

Fisik. Banyak pasien skizofrenia berbadan astenik dan dalam kasus yang telah didiagnosispasti, sirkulasi tepinya mungkin buruk, ekstremitas sianotik dingin dan amenore.

Biokimia. Defisiensi serotonin yang pertama mengakibatkan LSD menghambat resepptor serotonin. Overaktivitas dopamine dan obat untk skizofrenia menghambat reseptor dopamine. Peningkaan sensitivitas reseptor postsinaptik menjadi penjelasan yang lebih mungkin. Teori lain mencakup degenerasi neuron noradrenalin dan defisiensi monoamine oksidase. Tak muncul bukti yang menyimpulkan. Banyak cacat ringan metabolism telah ditemukan. Dalam katatonia periodic (keadaan yang jarang ditemukan) timbul retensi nitrogen.

Imunologi. Ada minat belakanhan ini dalam peranan antibody otak dalam genesis skizofrenia.

Kerusakan otak. Bukti belakangan ini ada bukti dilatasi ventriculus cerebri dan disorientasi usia pada skizofrenia kronika membuat kemungkinan ada penyebab organic. Infeksi virus lambat telah diusulkan sebagai satu kemungkinan.

Prognosis10Skizofrenia tidak fatal, kecuali jika bunuh diri. Kecenderungan umum kea rah disintegrasi personalitas, tetapi proses ini mungkin terhenti pada satu titik, meninggalkan suatu cacat personalitas yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata. Angka remisi tanpa pengobatan sekitar 20%,tetapi dengan pengobatan sekitar dua per tiga penderita dapat mengalami suatu penyembuhan sosial. Di masa lampau, dua pertiga pasien skizofrenia harus menghabiskan waktunya di rumah sakit, saat ini hanya satu dari sepuluh bahkan lebih sedikit kasus yang memerlukan perawatan rumah sakit permanen.

Faktor prognosis yang menguntungkan mencakup tidak adanya riwayat keluarga bagi penyakit ini, personalitas normal serta latar belakang keluarga dan catatan pekerjaan stabil. Gambaran penyakit yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset akut, pencetusnya yang nyata, retensi dorongan dan inisiatif. Terapi awal memberi hasil yang baik.

Relaps sering timbul setelah adanya peningkatan peristiwa hidup dalam tiga minggu terakhir dan terjadi lebih sering bila pasien menjadi sasaran permusuhan dan konflik keluarga. Jika diberi obat pemeliharaan kemungkinan relaps berkurang tiga kali.Gangguan Afektif Bipolar

Suatu gangguan sebanyak dua episode atau lebih yang ditandai dengan terganggunya mood dan tingkat aktivitas pasien secara signifikan. Gangguan ini pada suatu waktu dapat berbentuk peningkatan mood, energi, dan aktivitas, dan pada waktu lain dapat berbentuk penurunan mood, energi, dan aktivitas.12Keadaan mania penting untuk mendiagnosis gangguan bipolar I, dan pada saat tertentu cukup serius menimbulkan gangguan fungsi, tetapi 90% atau lebih pasien juga mengalami periode depresi. Episode manik dapat terjadi beberapa hari dan dapat berkembang menjadi tak terkontrol dan psikotik. Sekitar 20% atau lebih, pasien manik mengalami halusinasi atau waham. Mania berat sulit dibedakan dengan delirium organic (onset tiba-tiba, anoreksia, insomnia, disorientasi, paranoia, halusinasi dan waham) atau skizofrenia akut.8 Karakteristik dari episode manik :

Afek yang eforia atau iritabel

Pengucapan yang bertekanan, loncat piker, pikiran yang berpacu

Harga diri yang membesar, sering mengarah ke waham kebesaran

Gelisah, aktivitas meningkat, berkurangnya keinginan untuk tidur

Aktivitas yang merusak diri sendiri, misalnya berfoya-foya, hiperseksual, penanaman modal atau proyek yang bodoh, mengemudi secara sembrono, semuanya tidak sesuai dengan tingkah laku sebelumnya

Pada gangguan yang berat, waham bizarre, halusinasi, dan inkoheren

Hal penting untuk diingat adalah pasien manik dapat bersifat humor, sedangkan pasien skizofrenik biasanya tidak.

Apabila pasien bipolar mengalami depresi, depresi yang terjadi biasanya berat tetapi kadang-kadang dapat pula terlihat sebagai sindrom depresi ringan. Jarak serangan, biasanya, berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi kadang-kadang pasien dapat mengalami siklus dari satu ke yang lain selama berhari-hari atau berminggu-minggu (Empat atau lebih episode mood dalam 1 tahun; 10% atau lebih pasien; Perempuan : laki-laki = 4:1 ; lebih muda; prognosis lebih buruk; tetapi bentuk ini dapat hilang) atau gejala-gejala yang berlawanan dapat muncul secara simultan (missal, bernyanyi dengan bersemangat dan bercampur dengan menangis). Penyakit ini biasanya berulang, serangan tunggal jarang sekali. Sindrom manik murni (pasien yang hanya menderita mania/ mania unipolar) dapat terjadi secara klinis, tetapi jarang, dan mungkin bukan suatu penyakit yang terpisah.13 Karakteristik dari episode depresi :

Penurunan energy, merasa lelah, dan lambat

Perasaan sedih, cemas, hampa

Gelisah, iritabel

Kehilangan keinginan terhadap aktivitas yang sebelumnya disukai, termasuk seks

Terlalu banyak tidur, atau tidak bisa tidur

Pesimis, kehilangan harapan

Perubahan nafsu makan/penambahan atau pengurangan berat badan

Nyeri kronis

Pikiran atau tindakan bunuh diriGangguan bipolar II terjadi apabila pasien yang sebelumnya mengalami depresi mayor juga mengalami episode hipomanik (biasanya sekitar waktu terjadi depresi), tetapi tidak pernah sampai benar-benar manik. Gangguan ini sering terjadi pada perempuan yang mempunyai riwayat keluarga menderita gangguan mood; 10% atau lebih dapat berkembang menjadi gangguan bipolar I yang nantinya mengalami episode manik.13Risiko seumur hidup untuk terjadinya gangguan bipolar adalah sekitar 1%. Gangguan ini bersifat genetic. Saudara kandung berisiko untuk menderita gangguan bipolar (5-10%), depresi mayor (10%); dan siklotimia. Pada kembar identic, kemungkinan konkordan untuk gangguan bipolar, adalah 70% atau lebih. Kebalikan dengan depresi mayor, perempuan : laki-laki = 1:1. Jenis pewarisannya tidak pasti, tetapi hamper dipastikan secara genetic berbentuk heterogen dan poligen. Penelitian linkage menyatakan paling sedikit ada lusinan kromosom yang berbeda dan bahkan lokasi berbeda.13Episode manik pertama lebih sering sebelum usia 30 tahun, cepat, dan membaik dalam 2-4 bulan apabila idak diobati. Satu atau lebih episode depresi biasanya baru saja terjadi. Kebanyakan pasien terus mengalami episode mayor. Bunuh diri merupakan risiko utama (hamper 20% risiko selama hidup) saat periode depresi. Pelanggaran hokum, dan penyalahgunaan obat serta alcohol (begitu pula bunuh diri) terjadi pada periode manik.13Skizoafektif

Gangguan skizoafektif adalah suatu gangguan psikotik yang memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi beberapa saat bertumpangtindih dengan gejala-gejala mood mayor. Skizoafektif adalah gangguan yang terjadi karena kombinasi antara skizofrenia dan gangguan suasana hati yang berat (depresi atau mania). Dalam kategori ini dimasukkan penderita yang memperlihatkan baik proses pikiran skizofrenik maupun gangguan afektif yang menyerupai pola manik-depresif. Dengan demikian, penderita mungkin memperlihatkan keadaan gempar dan meledak-ledak manik atau depresi berat. Analisis dari isi delusi biasanya akan menunjukkan adanya skizofrenia yang terbedakan dari gangguan manik-depresif. Simtom-simtom paranoid dan perbedaan antara respon emosional dan kontrol pikiran merupakan ciri khas dari gangguan skizoafektif. Jika gangguan ini berkembang terus, maka banyak penderita yang mengalami gangguan ini mengembangkan pola simtom-simtom yang khas dari tipe-tipe skizofrenia dasar. Untuk didiagnosis sebagai orang yang mengalami gangguan skizoafektif, individu harus pada suatu waktu memperlihatkan simtomsimtom skizofrenia dengan gangguan suasana hati dan pada waktu lainnya hanya mengalami simtom-simtom mana saja.6Daftar Pustaka1. David AT. Buku saku paikiatri. Ed ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.4-14.

2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.48-51, 36-41.

3. Indrati AR. Pemeriksaan laboratorium patologi klinik narkoba urinary drugs testing. Des 31 2015. Dari: www.unpad.ac.id

4. Kaplan HI, Sadock BJ. Skizofrenia. Dalam: Wiguna IM. Buku saku psikiatriklinik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.h.112-25

5. Frankenburg FD. Schizophrenia. 24 Januari 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 24 Januari 2011.

6. Semium Y. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2006.7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta; Erlangga: 2006.h.418-9.

8. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis. Jakarta: EGC; 1998.h.436.)

9. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius;2014.h.910-11

10. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan kuliah psikiatri. Edisi VI. Jakarta: EGC; 1995.h.51-711. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003; 44-143

12. WHO. Leksikon istilah kesehatan jiwa dan psikiatrik. Edisi II. Jakarta: EGC; .h.8

13. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2003.h.56-821