makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

19
Meningitis Tuberkulosis pada Orang Dewasa Jovianto Reynold Andika Hidayat 102012313 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 Telp (021) 56942061 Fax (021) 5631731 e-mail: [email protected] 1.1 Pendahuluan Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang terjadi pada Iapisan selaput yang membungkus jaringan otak (arakhnoid, piamater) dan sumsum tulang belakang, yang disebabkan oleh organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Meningitis merupakan masalah kesehatan serius yang perlu diketahui dan diobati untuk meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan keselamatan pasien. lnfeksi terbatas pada meningeal yang menyebabkan gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit kepala, demam) sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran, kejang, de sit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intracranial. 1.2 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak 1

description

makalah pbl

Transcript of makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Page 1: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Meningitis Tuberkulosis

pada Orang Dewasa

Jovianto Reynold Andika Hidayat

102012313

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

Telp (021) 56942061 Fax (021) 5631731

e-mail: [email protected]

1.1 Pendahuluan

Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang terjadi pada Iapisan selaput yang

membungkus jaringan otak (arakhnoid, piamater) dan sumsum tulang belakang, yang

disebabkan oleh organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Meningitis merupakan masalah

kesehatan serius yang perlu diketahui dan diobati untuk meminimalkan gejala sisa neurologis

yang serius dan memastikan keselamatan pasien. lnfeksi terbatas pada meningeal yang

menyebabkan gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit kepala, demam)

sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran,

kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intracranial.

1.2 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur

syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea

terdiri dari tiga lapis, yaitu:

Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,

sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter

terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak

(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tcngkorak

untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.

1

Page 2: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Lapisan Tengah (Arakhnoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak

yang rneliputi selumh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid

disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.

Pada mangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan

sistem otak dengan meningen sena dipenuhi oleh cairan serebrospinal.

Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang mensuplai darah kc otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat

erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid

dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.

Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang. 1

Gambar 1. Lapisan selaput otak

2

Page 3: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

1.3 Anamnesis

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam

keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial

ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula

dievaluasi status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut

kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya. Hal-hal yang perlu

ditanya sebagai berikut :

a. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus. 

b. Nyeri punggung seringkali ada 

c. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta. 

d. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia ) 

e. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan 

f. Nausea dan vomitus 

g. Mengantuk dan pusing 

h. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik 

i. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada ) 

j. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa 

k. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya.1

1.4 Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif bempa fleksi dan rotasi

kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada

pergerakan fleksi kepala disertai rasa nycri dan spasms otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

3

Page 4: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

b) Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul

kernudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri.

Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki

tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa

nyeri.

c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala

dan tangan kanan diatas dada pasien kernudian dilakukan fleks kepala dengan cepat

kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada leher.

d) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul

(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.2

Gambar 2. Kernig’s sign dan brundzinski’s sign

1.5 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan

cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan

intrakranial.

i. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel

darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

4

Page 5: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

ii. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah

sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menumn, kultur (+) beberapa

jenis bakteri.

b) Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),

kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

i. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,

pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

ii. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

c) Pemeriksaan Radiologis

i. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

dilakukan CT Scan.

ii. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus

paranasal, gigi geligi) dan foto dada.2

2.1 Definisi Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama dan merupakan penyebab

kematian penting di beberapa negara berkembang. Mycobacterium tuberculosis tipe human

sekarang merupakan penyebab dari sebagian besar meningitis tuberkulosis, tetapi

mikobakteria oportunistik mungkin menjadi penyebab penyakit ini pada pasien AIDS.2

2.2 Epidemiologi

Meningitis tuberculosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditasnya

selain bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh seseorang juga di pengaruhi oleh factor

social ekonomi, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat status gizi dan factor genetik

tertentu yang berhubungan faktor imun.

Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang

dibandingkan pada negara maju. Faktor lingkungan (Environment) yang mempengaruhi

terjadinya meningitis bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah

lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup

serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan. Penyakit ini lebih banyak ditemukan

5

Page 6: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.

Meningitis pumlenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan

tubuh belum terbentuk sempuna.3

2.3 Klasifikasi

Meningitis tuberkulosis dibagi dalam empat jenis menurut klasifikasi patologik.

Umumnya terdapat Iebih dari satu jenis dalam setiap penderita meningitis tuberculosis

a) Meningitis miliaris yang menyebar

Jenis ini merupakan komplikasi tuberkulosis miliaris, biasanya dari paru-paru yang

menyebar langsung ke selaput otak secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi

pada anak, jarang pada dewasa. Pada selaput otak terdapat tuberkel - tuberkel yang

kemudian pecah sehingga terjadi peradangan difus dalam ruang subarakhnoid.

Tuberkel - tuberkel juga terdapat pada dinding pembuluh darah kecil di hemisfer otak

bagian cekung dan dasar otak .

b) Bercak-bercak perkejuan fokal

Disini terdapat bercak-bercak pada sulkus-sulkus dan terisi dari perkijuan yang

dikelilingi oleh sel-sel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran ke dalam

selaput otak. Kadang-kadang terdapat juga bercak-bercak perkejuan yang besar pada

selaput otak sehingga dapat menyebabkan peradangan yang luas.

c) Peradangan akut meningitis perkejuan

Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai, lebih kurang 78%. Pada jenis

ini terjadi invasi langsung pada selaput otak dari fokus-fokus tuberkulosis primer

bagian Iain dari tubuh, sehingga terbentuk tuberkel-tuberkel baru pada selaput otak

dan jaringan otak. Meningitis timbul karena tuberkel-tuberkel tersebut pecah,

sehingga terjadi penyebaran kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid dan

ventrikulus.

d) Meningitis proliferatif

Pembahan-pembahan proliperatif dapat terjadi pada pembuluh-pembuluh darah

selaput otak yang mengalami peradangan berupa endaneritis dan panarteritis. Akibat

penyempitan lumen arteri-arteri tersebut dapat terjadi infark otak. Perubahan-

perubahan ini khas pada meningitis proliferatif yang sebelum penemuan kemoterapi

jarang terlihat.2

6

Page 7: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

2.4 Faktor resiko

Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi

rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari — hari, perumahan tidak memenuhi

syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, higiene

yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat fasilitas imunisasi.

Meningitis tuberkulosis dapat terjadi pada setiap umur terutama pada anak antara 6

bulan sampai 5 tahun, jarang terdapat di bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka kejadian

tuberkulosis sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai

15 bulan.2

2.5 Perjalanan Penyakit

Sebagai akibat penyebaran dari fokus TB primer, atau penyebaran dari TB milier,

tuberkel-tuberkel kecil masuk ke dalam otak dan selaput otak. Kadang-kadang tuberkel ini

juga dapat masuk ke dalam tulang tengkorak atau tulang belakang. Mungkin juga masuk ke

dalam ruang subarakhnoid dan menyebabkan: meningitis, pembentukan massa kelabu

berbentuk agar-agar di dasar otak, dan peradangan serta penyempitan arteri yang menuju otak

yang dapat menyebabkan kerusakan otak secara lokal; ketiga proses ini menyebabkan

timbulnya gejala klinis.

Meningitis Tuberkulosis selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar

otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga pada kelenjar getah bening, tulang, sinus

nasal, traktus gastrointestinal dan ginjal. Dengan demikian, meningitis tuberkulosis terjadi

sebagai komplikasi penyebaran tuberkulosis paru-paru. Terjadinya meningitis bukan karena

peradangan langsung pada selaput otak. Oleh penyebaran hematogen, tapi melalui

pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput

otak, sumsum tulang belakang tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan masuk ke

dalam ruang subarakhnoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difuse. Secara

mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian

lain dari kulit dimana terdapat perkijuan sentral dan dikelilingi oieh sel raksasa, limfosit, sel-

sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau kapsul.

7

Page 8: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan di dekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, bronkopneumonia,

endokarditis, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus atau spondilitis.

Penyebaran kuman dalam ruang subarakhoid menyebabkan reaksi radang pada piamater dan

arakhnoid, cairan serebrospinal, ruang subarakhnoid dan ventrikulus. Akibat reaksi radang ini

adalah terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman—kuman dan

toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan

fibroblas. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subarakhnoid saja, tetapi terkumpul di

dasar tengkorak.

Eksudat juga menyebar melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan

otak di bawahnya, sehingga proses sebenarnya adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat

menyumbat aquaduktus silvii, foramen magendi, foramen luschka, dengan akibat terjadinya

hidrosefaius, edema papil dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan juga terjadi pada

pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarakhnoid berupa kongesti, peradangan, dan

penyumbatan sehingga selain arthritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak, terutama

pada bagian korteks, medula oblongata dan ganglia basalis yang kemudian menyebabkan

perlunakan otak.2

2.6 Gambaran Klinis

Biasanya terdapat riwayat sakit yang menyeluruh selama 2 sampai 8 minggu-rasa

lemah, lelah, mudah tersinggung, perubahan tingkah laku, kehilangan nafsu makan, berat

badan menurun dan demam ringan. Kemudian sebagai akibat dari: (1) meningitis, akan

terjadi sakit kepala, muntah, dan kaku kuduk; (2) eksudat abu-abu pada dasar otak dapat

mengenai saraf-saraf otak dan menimbulkan gejala-gejala: penurunan penglihatan,

lumpuhnya salah satu kelopak mata, juling, anisokor, dan ketulian. Edema papil terdapat pada

40% pasien; (3) terkenanya arteri yang menuju otak dapat menimbulkan kejang-kejang,

afasia atau kelemahan otot lengan atau tungkai. Akan tetapi, setiap bagian otak dapat terkena;

(4) hidrosefalus umum terjadi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya sumbatan eksudat pada

beberapa saluran cairan serebrospinal di otak. Hidrosefalus merupakan penyebab utama dari

menurunnya kesadaran. Kerusakan yang diakibatkan mungkin akan menetap dan penyebab

prognosis yang buruk pada pasien yang baru terdiagnosis setelah kesadarannya menurun; (5)

sumbatan spinal oleh eksudat dapat menyebabkan kelemahan upper motor neuron atau

kelumpuhan tungkai; dan (6) karena penyakit TB di bagian lain dari tubuh sering kali terjadi,

8

Page 9: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

carilah TB pada kelenjar getah bening, paru (khususnya TB milier), pembesaran hati atau

limpa, dan tuberkel pada koroid yang terlihat pada pemeriksaan retina.2

2.7 Diagnosis

Penyakit utama yang harus dibedakan adalah meningitis bakterialis, meningitis viral,

dan cryptococcal meningitis yang berkaitan dengan HIV. Pada meningitis bakterial dan viral

timbulnya penyakit lebih akut, sedangkan pada cryptococcal meningitis timbul lebih lambat.

Riwayat TB pada keluarga, atau ditemukannya TB di tempat lain pada tubuh akan lebih

mengarahkan pada TB. Akan tetapi, bukti yang paling baik adalah pemeriksaan cairan

serebrospinal melalui pungsi lumbal. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut: (1)

peningkatan tekanan; (2) makroskopik: mula-mula jernih, tetapi dapat membentuk bekuan

seperti ‘jaring laba-laba’ bila didiamkan. Dapat berwarna kekuningan bila terjadi sumbatan

spinal; (3) sel: 200-800 per mm3, awalnya terutama terdiri dari neutrofil (tetapi tidak

semuanya neutrofil seperti pada meningitis bakterialis, yang jumlahnya jauh lebih banyak

pada hitung sel), lama-lama terutama terdiri dari limfosit. Jumlah ini lebih rendah pada

AIDS; (4) glukosa: kadarnya rendah padaa 90% pasien, tetapi mungkin normal pada stadium

awal penyakit TB atau AIDS; dan (5) bakteriologi: sediaan apus hanya positif pada 10%

kecuali jumlah besar (10-12 ml) yang disentrifus lama dan kencang. Bila si pemeriksa

menyediakan waktu 30 menit atau lebih untuk melihat sediaan yang tebal, dapat dicapai hasil

positif sampai deengan 90%. Biakan harus dilakukan bila memungkinkan. Biakan biasanya

positif, tetapi memberikan konfirmasi yang terlambat untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis bakteriologis mungkin dapat diperoleh secara pasti dengan menemukan

mycobacteria pada spesimen lain seperti sputum atau pus. Pada daerah yang banyak HIV

lakukan pemeriksaan indian ink untuk cryptococcus.2

2.8 Diagniosis banding

a) Meningitis bacterial (piogenik)

Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh infeksi meningen oleh satu

dari tiga organism berikut:

C Neisseria meningitides (meningokokus),

C Haemophilus influenza (tipe b) (jarang, terjadi setelah vaksinasi),

C Streptococcus pneumonia (pneumokokus).

9

Page 10: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Organisme lainnya, terutama mycobacterium tuberculosis, dapat ditemukan pada

kelompok berisiko yang spesifik, misalnya pasien immunocompromised. Di negera maju,

insidensi meningitis bacterial adalah 5-10 per 100.000 per tahun.

Gambaran klinis

Umumnnya terdapat nyeri kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher dan

punggung, muntah, serta fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga

jam), walaupun umumnnya tidak mendadak seperti pendarahan subaracnoid. Pasien dapat

mengalami penurunan kesadaran dan kejang.

Pemeriksaan umum menunjukkan tanda infeksi seperti demam, takikardia, syok, dan

kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya pneumonia, endokarditis, sinusitis,

otitis media). Sebagian besar kasus meningitis meningokokal akan disertai kemerahan,

biasanya.4

b) Meningitis Virus

Meningitis dan ensefalitis dapat timbul dari infeksi enterovirus, gondongan, herpes

simpleks, arbovirus, innfluenza, dan yang jarang, rubela atau virus Epstein-Barr. Meningitis

virus dapat menjadi bagian riwayat alami infeksi polio. Pasien mengalami nyeri kepala,

fotofobia, demam, dan kaku leher. LCS menunjukkan limfositosis; protein sedikit meningkat

dengan kadar glukosa normal. Apus tenggorok, spesimen LCS, dan feses harus dikirim untuk

kultur virus dan uji serologis. Tata laksana bersifat simtomatik karena sebagian besar pasien

sembuh tanpa sisa defisit dalam beberapa hari.5

c) Ensefalitis Virus

Ensefalitis virus disebabkan oleh bermacam-macam virus termasuk herpesvirus dan

arbovirus. Pasien mengalami demam disertai dengan nyeri kepala, kaku leher, dan gangguan

kesadaran. Tanda-tanda neurologis fokal dapat terjadi; konvulsi sering terjadi. Virus dapat

dikultur dari spesimen LCS, feses, dan tenggorok, dan dideteksi dengan teknik serologis.

Asiklovir digunakan untuk mengobati ensefalitis herpetik (yang biasanya mengenai lobus

temporal) dan menurunkan angka mortalitas menjadi kurang dari 20%, dan juga menurunkan

jumlah pasien yang mengalami sisa kecacatan yang berat.5

2.9 Komplikasi

10

Page 11: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Meningitis serosa merupakan komplikasi serius dari tuberkulosis terutama pada anak-

anak. Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru akan

melepaskan spora Mycobacterium tuberculosa. Melalui lintasan hematogen ia tiba di korteks

serebri dan akhirnya mati atau dapat berkembang biak dan membentuk eksudat kaseosa.

Leptomeningens yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan

menimbulkan meningitis sirkumkripta. Eksudat kaseosa dapat pula pecah dan masuk serta

membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruang subarahnoid. Meningitis yang menyeluruh

akan berkembang secara berangsur-angsur dan membentuk tuberkuloma .

Meningitis tuberkulosis dapat berkembang juga sebagai penjalaran infeksi

tuberkulosis di mastoid atau spondilitis tuberkulosa. Meningens yang paling berat terkena

radang adalah bagian basal. Di bagian basal terdapat sisterna, sehingga berbagai komplikasi

umum sering dijumpai hidrosefalus. Saraf otak juga dapat tertekan oleh reorganisasi eksudat

di bagian basal. Hemiplegia, afasia dan lain — lain merupakan manifestasi ensefalomalasia

regional dapat timbul sebagai komplikasi dari radang tuberkulosis pembuluh darah. Jika

plexus koroideus terkena radang tuberkulosis, maka produksi liquor sangat besar dan

hidrosefalus komunikans akan berkembang. Karena itu atrofi jaringan otak akan cepat terjadi

dan dapat menyebabkan gejala sisa berupa demensia dan perubahan watak. 6

2.10 Prognosis

Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati: makin dini penyakit ini

didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius

yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik

prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat

buruk. Sayangnya pada 10-30% pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa

kerusakan menetap.

Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila tidak terdiagnosis, obatilah bila

diagnosis sudah sangat mungkin.2

2.11 Pengobatan Meningitis TB

11

Page 12: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

Meningitis TB merupakan penyakit yang paling mengancam nyawa pasien

dibandingkan dengan bentuk TB lainnya. Terutama karena meningitis TB paling sering

meninggalkan gejala-gejala serius secara permanen. Oleh karena itu, pengobatan perlu

diberikan setuntas dan selengkap mungkin dan perlu dimulai sedini mungkin. Pengobatan

terbaik terdiri atas: isoniazid 10 mg/kg dengan rifampisin 10 mg/kg dan pirazinamid 35

mg/kg, yang ditambah dengan etambutol 25 mg/kg atau streptomisin 10 mg/kg pada awal

pengobatan.

Apabila keadaan pasien membaik betul, etambutol (atau streptomisin) dan

pirazinamid dapat dihentikan setelah 2-3 bulan. Kemudian dosis isoniazid dapat dikurangi

menjadi 5 mg/kg. Isoniazid dan rifampisin dilanjutkan setidaknya selama 9 bulan.

Peran kortikosteroid (prednisolon) telah terbukti melalui uji coba dengan

kontrol. Khususnya digunakan pada anak kecil dan jika penyakit amat berat. Mulai dengan

2x30 mg sehari (1 mg/kg dua kali sehari untuk anak) selama 4 minggu, lalu dikurangi

menjelang beberapa minggu sementara keadaan anak membaik. Bagi pasien yang memakai

rifampisin, dosis rifampisin perlu ditambah dengan setengahnya (mis. Menjadi 45 mg untuk

dewasa dan 1,5 mg/kg untuk anak).

Jika tersedia fasilitas, tindakan bedah mungkin bisa diperlukan untuk mengurangi

tekanan intrakranial atau untuk mencegah pengurangan penglihatan dengan cepat.2-4

2.12 Pencegahan

Ø Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor resiko

meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan

pola hidup sehat.” Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan

pemberian vaksin pada bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh terhadap bibit

penyakit tersebut.2,3

Daftar pustaka

12

Page 13: makalh pbl blok 22 skenario 1 2012

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.

2. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Ed. 2. Jakarta: Widya Medika,

2002.h.180-6.

3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: Kedokteran klinis. Edisi keenam.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.h.121-5.

4. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: penerbit

Erlangga.2007.h.122-76.

5. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi ketiga.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.h.101.

6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dan Hidayat,

2008.h. 319-20.

13