PBL Blok 21 Skenario 5
-
Upload
samdisutanto -
Category
Documents
-
view
232 -
download
1
Transcript of PBL Blok 21 Skenario 5
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
1/14
1
Diabetes Mellitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis pada Anak
Samdaniel Sutanto - 102013382
Kelompok E2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email: [email protected]
Pendahuluan
Berbagai macam kelainan pada anak disebabkan oleh suatu mutasi pada gen tunggal
yang mengkode suatu protein spesifik. Mutasi yang terjadi dapat menyebabkan kelainan pada
struktur primer dari suatu protein ataupun berdampak pada jumlah protein yang disintesis
oleh suatu gen. Fungsi dari suatu protein, baik enzim, reseptor, alat transportasi, komponen
membran, ataupun unsur struktural, akan terganggu atau bahkan menghilang bila protein ini
mengalami kelainan akibat mutasi. Kelainan biokimia herediter ini dikenal sebagai kelainan
bawaan pada metabolisme atau kelainan metabolisme yang diturunkan.
Hasil penanganan yang optimal pada anak-anak yang menderita kelainan metabolik
bawaan bergantung pada pengenalan tanda dan gejala penyakit metabolik dan perawatan
yang tepat. Keterlambatan dalam diagnosis dapat menyebabkan kerusakan pada organ seperti
kerusakan saraf yang progresif ataupun kematian. Salah satu kelainan metabolisme bawaan
yang dapat ditemukan pada anak-anak adalah diabetes mellitus tipe 1 yang dapat disertai
dengan ketoasidosis. Melalui makalah ini, penulis akan membahas mengenai diagnosis dan
tatalaksana pada diabetes mellitus tipe 1 dengan ketoasidosis pada pasien anak.
Pembahasan
Untuk mengetahui secara jelas mengenai keluhan yang dialami oleh pasien, kita harus
mempunyai pengetahuan tentang keluhan-keluhan yang dialami pasien dan harus memahami
langkah-langkah dalam mendiagnosis keluhan yang dialami pasien. Langkah pertama yang
harus dilakukan dalam mendiagnosis keluhan pasien adalah dengan melakukan anamnesis
terhadap pasien.
Anamnesis
Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan atau tidak langsung melalui
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
2/14
2
keluarga ataupun kerabat pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara
menyeluruh dari pasien yang bersangkutan seperti identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat pribadi, dan
riwayat sosial-ekonomi. Anamnesis dapat dilakukan baik secara langsung pada pasien
(autoanamnesis) apabila kondisi pasien memungkinkan atau dapat dilakukan secara
alloanamnesis pada orang terdekat atau mengantar pasien untuk berobat bila keadaan pasien
tidak memungkinkan atau bila pasien tersebut adalah seorang anak kecil.
Dalam kasus di atas, anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis dalam bentuk
alloanamnesis. Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis sesuai dengan kasus di
atas antara lain sebagai berikut:
1.
Identitas Pasien
Identitas pasien yang ditanyakan adalah nama pasien, usia pasien, nama orang tua,
usia orang tua, pekerjaan orang tua, dan alamat tempat tinggal.
2.
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat pasien datang berobat ke dokter. Selain
itu, kita juga perlu menanyakan sejak kapan keluhan tersebut dirasakan. Dalam kasus
ini keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah tubuh terasa lemas sejak
beberapa jam yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal-hal yang perlu ditanyakan untuk mendapatkan keterangan penyakit yang diderita
pasien ke pada orang tuanya meliputi berapa lama keluhan tersebut terjadi dan adanya
gejala-gejala penyerta seperti mual, muntah, rasa haus yang berlebihan, frekuensi
berkemih dan banyaknya urin yang dikeluarkan dalam sekali berkemih, riwayat
mengompol, dan adanya tanda-tanda penurunan berat badan. Dari hasil anamnesis,
diketahui bahwa pasien cepat merasa haus, sering buang air kecil dengan urin yangsedikit sekali, ada riwayat mengompol, ada penurunan berat badan kurang-lebih 3 kg
sejak 3 minggu yang lalu, dan ada gejala penyerta seperti nyeri perut dan terkadang
muntah.
4. Riwayat Pengobatan
Hal yang dapat ditanyakan adalah apakah pasien sudah dibawa untuk berobat
sebelumnya atau apakah pasien sedang mengonsumsi obat-obatan.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
3/14
3
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal yang dapat ditanyakan adalah ada atau tidaknya anggota keluarga yang pernah
mengalami keluhan yang sama dengan keluhan pasien saat ini.
7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Hal yang perlu ditanyakan antara lain usia ibu saat melahirkan, usia kehamilan,
ada/tidaknya infeksi saat kehamilan seperti infeksi Rubella, apakah ibu mengonsumsi
obat-obatan tertentu saat sedang hamil, kondisi gizi ibu sat hamil, dan bagaimana
proses persalinan yang berlangsung.
8. Riwayat Kelahiran
Hal yang perlu ditanyakan meliputi berat badan bayi saat lahir, kondisi bayi saat lahir,
apakah bayi menangis atau tidak menangis saat dilahirkan, dan adanya sianosis atau
tidak.
9. Riwayat Pribadi dan Sosial-Ekonomi
Hal yang perlu ditanyakan meliputi kebiasaan makan pasien, kebersihan tubuh pasien,
dan kondisi lingkungan tempat tinggal pasien.
Pemeriksaan Fisik
Sesuai dengan kasus, pemeriksaan fisik pada pasien anak tersebut dilakukan telebih
dahulu dengan melakukan pemeriksaan terhadap kesadaran pasien, keadaan umum pasien,
dan memeriksa tanda-tanda vital.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien ketika datang berobat
adalah somnolen, keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dan hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital pasien menunjukkan:
- Frekuensi Nadi: 120 kali/menit (takikardia)
- Frekuensi Nafas: 40 kali/menit (takipnea), cepat dan dalam, reguler dan berbau
aseton.
- Tekanan Darah: 80/50 mmHg (hipotensi)
-
Suhu Tubuh: 37°C (normal)
Setelah memeriksa kesadaran pasien, keadaan umum pasien, dan tanda-tanda vital
pasien, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan pemeriksaan fisik yang
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Pada pemeriksaan inspeksi, hal-hal yang dapat dinilai meliputi kesadaran pasien,
keadaan umum pasien, dan tanda-tanda khas dari keluhan yang dialami pasien ketika pasien
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
4/14
4
datang berobat. Selain itu perlu juga dilakukan inspeksi untuk melihat warna kulit pasien,
adanya lesi kulit seperti ulkus yang tidak kunjung sembuh pada bagian ekstremitas tubuh dan
kondisi pernapasan pasien pada pemeriksaan inspeksi toraks.1
Pada palpasi, hal-hal yang perlu dinilai meliputi pemeriksaan turgor kulit dengan cara
mengangkat lipatan kulit dan mengamati bagaimana lipatan kulit tersebut dengan mudah
terangkat dan seberapa cepat lipatan kulit tersebut kembali ke posisi semula.1 Selain itu perlu
juga menilai waktu pengisian kapiler (capillary refill time).2 Dari hasil palpasi, didapatkan
kondisi turgor kulit pasien menurun dan capillary refill time 3 detik.
Pemeriksaan perkusi dapat dilakukan pada rongga toraks untuk mengetahui adanya
edema paru, pneumonia, dan pembesaran jantung. Selain itu, perkusi juga dapat dilakukan
pada abdomen untuk mengetahui adanya suatu gas ataupun cairan dalam rongga abdomen.1
Pemeriksaan auskultasi biasanya dilakukan untuk mengetahui suara nafas, suara yang
dihasilkan oleh pergerakan katup jantung, dan suara bising usus.1,2
Pemeriksaan Penunjang
-
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah merupakan suatu pemeriksaan laboratorium
yang dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring, diagnosis, pemantauan hasil
pengobatan dan pengendalian pada penyakit diabetes mellitus (DM). Bahan
pemeriksaan yang dianjurkan untuk menentukan kadar glukosa darah adalah
plasma darah vena dengan metode pemeriksaan secara enzimatik.3
PERKENI membagi alur diagnosis DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan
gejala tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan
gejala khas DM, periksa glukosa darah, abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.4
Berdasarkan waktu pengambilan sampel darah, pemeriksaan kadar glukosa
darah dibagi menjadi beberapa jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah 2 jam
setelah makan, dan kadar glukosa darah jam ke-2 Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO). Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar glukosa darah
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
5/14
5
sewaktu dilakukan tanpa perlu memperhatikan waktu terakhir makan. Pada
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, pengambilan sampel darah dilakukan
setelah pasien berpuasa minimal 8 jam sebelum pemeriksaan.3
Pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan sukar dilakukan
standarisasi karena jenis dan jumlah makanan yang dimakan sulit untuk
disamakan. Selain itu, sulit juga untuk melakukan observasi apakah pasien dalam
tenggang waktu 2 jam untuk tidak makan ataupun minum lagi.3
Dari pemeriksaan-pemeriksaan di atas, apabila hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa puasa untuk menegakkan diagnosis DM
masih belum dapat dipastikan, maka pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2
TTGO perlu dilakukan.3 Cara pelaksanaan pemeriksaan kadar glukosa darah jam
ke-2 TTGO adalah sebagai berikut:3,4
o Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
o Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
o Puasa minimal 8 jam, mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan.
o Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
o Diberikan 75 gram glukosa (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum habis dalam waktu 5
menit.
o Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
o Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Pada pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, didapatkan kadar glukosa
darah sewaktu sebesar 400 mg/dL. Nilai rujukan kadar glukosa darah sewaktu dan
kadar glukosa darah puasa dapat dilihat pada Tabel 1., sedangkan penilaian hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO dapat dilihat pada Tabel 2.
Bahan
Pemeriksaan
Kadar Glukosa Darah
Sewaktu
Kadar Glukosa Darah
Puasa
Plasma darah
vena< 110 mg/dL < 110 mg/dL
Tabel 1. Nilai Rujukan Kadar Glukosa Darah
3
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
6/14
6
Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Penilaian
< 140 TTGO normal
140-199 Toleransi glukosa terganggu
≥ 200 Diabetes mellitus
Tabel 2. Penilaian Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Jam Ke-2 TTGO3
-
Pemeriksaan Kadar Hemoglobin A1C (HbA1C)3
Hemoglobin A1C atau glikohemoglobin merupakan komponen kecil hemoglobin
yang bersifat stabil dan terbentuk secara perlahan melalui reaksi non-enzimatik
dari hemoglobin dan glukosa. Proses ini dikenal sebagai proses glikosilasi. Proses
glikosilasi non-enzimatik ini dipengaruhi langsung oleh kadar glukosa darah.
Berdasarkan waktu paruh yang lamanya sekitar setengah dari masa hidup
eritrosit yaitu 60 hari, maka pemeriksaan HbA1C digunakan untuk memantau
keadaan glikemik untuk kurun waktu 2-3 bulan yang lampau dengan nilai rujukan
5-8 % dari kadar Hb total. Pemeriksaan kadar HbA1C digunakan untuk menilai
efek perubahan pengobatan 8-12 minggu sebelumnya, namun tidak dapat dipakai
untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
-
Pemeriksaan Hematokrit5
Pemeriksaan hematokrit merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur
persentase volume eritrosit dalam 100 mL darah. Prinsip dari pemeriksaan ini
adalah untuk mendapatkan endapan maksimal dari sel-sel darah melalui proses
sentrifugasi darah menggunakan bantuan mesin sentrifus. Nilai rujukan
hematokrit untuk pria adalah sebesar 40-48 %, sedangkan nilai rujukan hematokrit
untuk wanita adalah sebesar 37-43 %.
-
Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pemeriksaan analisa gas darah adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan
darah arteri untuk memeriksa pH darah, tekanan parsial kelarutan oksigen di
dalam darah, tekanan parsial kelarutan karbondioksida dalam darah, dan saturasi
oksigen pada hemoglobin.6 Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya
kelainan asam-basa dalam tubuh. Nilai rujukan analisa gas darah adalah sebagai
berikut:3
o
pH 7,35 – 7,45.
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
7/14
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
8/14
8
tanda-tanda dehidrasi, menandakan bahwa pasien tersebut mengalami ketoasidosis. Sehingga,
diagnosis kerja yang dapat diambil adalah pasien tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1
disertai dengan ketoasidosis.
Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding yang perlu dipikirkan disamping diabetes mellitus tipe 1
dengan ketoasidosis adalah sebagai berikut:
-
Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2
Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan kasus diabetes yang paling banyak
dijumpai dengan ditandai oleh adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan
kerja insulin pada organ target terutama hati dan otot.8
DM tipe dapat terjadi
sebagai akibat dari berbagai macam patofisiologi, namun biasanya paling sering
terjadi sebagai akibat dari resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik,
yang diikuti oleh kegagalan pankreas dalam memelihara sekresi insulin yang
adekuat.9
Obesitas pada anak, sindroma metabolik, etnis ( Native American, Hispanic
American, dan African American), dan adanya riwayat keluarga yang menderita
DM tipe 2 menjadi faktor risiko untuk terkena penyakit DM tipe 2.
9
DM tipe 2tidak dijadikan sebagai suatu diagnosis kerja pada kasus ini karena umumnya DM
tipe 2 diderita lebih banyak pada orang dewasa.
- Maturity of Onset of Diabetes in Young (MODY)9
MODY merupakan bentuk dominan dari diabetes bawaan yang relatif ringan.
Resistensi insulin tidak ditemukan pada pasien ini, melainkan kelainan primer
berupa respon sekresi insulin yang tidak cukup terhadap stimulasi glikemik.
Pengobatan bergantung ke pada tipe kelainan dan dapat meliputi penggunaan
sulfonilurea.
- Gastroenteritis
Enteritis atau gastroenteritis, sering disebut diare, merupakan suatu kondisi buang
air besar dengan konsistensi tinja cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya (lebih dari 200 gram/200 mL/24 jam), dan frekuensi buang
air besar encer lebih dari 3 kali/hari.10 Diare disebabkan oleh berbagai macam
penyebab, mulai dari infeksi oleh virus, bakteri, parasit, keracunan makanan oleh
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
9/14
9
akibat toksin bakteri, efek obat-obatan, dan berbagai penyebab lainnya. Gejala-
gejala pada gastroenteritis meliputi demam, letargi, dan adanya nyeri perut.9
-
Intoksikasi11
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh dengan dosisnya
tidak seharusnya yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Keracunan termasuk salah satu keadaan darurat medis
yang paling umum terjadi. Pada bayi dan anak, keracunan adalah keadaan gawat
darurat medik yang dapat membawa akibat fatal sehingga kasus keracunan harus
ditangani dengan cepat dan tepat untuk mencegah kondisi keracunan semakin
memburuk.
Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Ketoasidosis Diabetik
Diabetes mellitus (DM) tipe 1 merupakan suatu kondisi yang diakibatkan dari
destruksi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin melalui proses autoimun. DM tipe 1
ditandai oleh rendahnya atau tidak adanya kadar produksi insulin secara endogen dan
ketergantungan oleh insulin eksogen untuk mencegah terjadinya ketoasidosis. Sesuai dengan
karakteristiknya, DM tipe 1 juga sering disebut sebagai DM tergantung insulin (insulin-
dependent diabetes mellitus/IDDM).9,12
Riwayat alamiah DM tipe 1 meliputi 4 tahapan: (1) autoimunitas sel beta preklinik
dengan defek progresif sekresi insulin, (2) awal dari gejala klinis diabetes, (3) remisi transien
dari “honeymoon period”, dan (4) terbentuknya diabetes di mana dapat menimbulkan
komplikasi akut atau kronik dan dapat mengurangi ekspetansi hidup. Kejadian DM tipe 1
telah meningkat stabil hampir di seluruh bagian di dunia.12
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut diabetes yang
sangat berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan kepada seorang pengidap DM
tipe 2, sedangkan pada DM tipe 1, seringkali ketoasidosis merupakan pintu awal suatu
diagnosis. KAD merupakan fenomena unik pada pasien diabetes akibat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan terdapat peningkatan hormon kontra regulator yang mengakibatkan
lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda-benda keton. Kondisi ini perlu dikenali
dan dikelola segera untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pasien.13
Etiologi dan Faktor Risiko12
Kedua faktor genetik dan lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian
DM tipe 1. DM tipe 1 dikontrol secara genetik oleh gen kompleks histokompatibilitas mayor
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
10/14
10
kelas 2 (MHC Class II) yang mengekspresikan antigen leukosit manusia (HLAs).
Autoantibodi terhadap sitoplasma sel beta pankreas, insulin, dekarboksilase asam glutamat,
dan ICA512 terdeteksi di dalam serum dari penderita DM tipe 1.
DM tipe 1 juga diasosiasikan dengan penyakit autoimun lain seperti tiroiditis,
penyakit celiac, dan penyakit Addison. Selain itu, infeksi virus juga diyakini dapat
menyebabkan DM tipe 1. Virus-virus seperti Rubella, Enterovirus, dan Mumps virus dapat
menyebabkan DM tipe 1. Beberapa faktor lingkungan lain seperti pemberian susu sapi yang
terlalu dini dan paparan terhadap gluten yang terlalu dini dapat menyebabkan pembentukan
autoantibodi terhadap protein asing yang masuk.
Epidemiologi12
Kejadian DM tipe 1 terjadi lebih banyak pada masa anak-anak dengan rentang usia
antara 7 hingga 15 tahun, tetapi DM tipe 1 dapat saja timbul di berbagai usia. Kejadiannya
semakin meningkat secara stabil hampir di seluruh belahan dunia. DM tipe 1 meliputi sekitar
10 % dari seluruh kasus diabetes, dengan jumlah orang yang terjangkit mencapai 3 juta orang
di Amerika Serikat dan lebih dari 15 juta orang di seluruh dunia terjangkit oleh DM tipe 1.
Patofisiologi13
Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan kadar hormon
kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, growth hormon, somatostatin)
mengakibatkan akselerasi katabolik dan inflamasi dengan akibat peningkatan produksi
glukosa oleh hati dan ginjal. Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator
terutama epinefrin akan mengaktivasi lipase sensitif pada jaringan lemak yang
mengakibatkan peningkatan lipolisis.
Lipolisis yang meningkat akan meningkatkan ketogenesis sehingga akan memicu
ketonemia dan asidosis metabolik. Sekitar 75-80 % benda keton yang terutama adalah 3-beta
hidroksi butirat. Walaupun sudah dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, tetapi
sel-sel tubuh tetap masih lapar dan terus membentuk glukosa. Adanya hiperglikemia dan
hiperketonemia menyebabkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Perubahan tersebut akan memicu lebih lanjut hormon stress sehingga akan terjadi perburukan
hiperglikemia dan hiperketonemia.
Manifestasi Klinis
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
11/14
11
Diagnosis awal pada DM tipe 1 dengan ketoasidosis meliputi gejala penurunan berat
badan, lemah, fatigue, poliuria, polifagi, dan polidipsia. Selain itu juga ditemukan adanya
nyeri perut, mual, muntah, dan kram otot.13
Bila sudah terjadi ketoasidosis, maka gejala-gejala yang akan ditemukan meliputi
penurunan kesadaran, adanya tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun,
kesulitan bernafas (nafas cepat dan dalam/nafas Kussmaul) bila terjadi asidosis yang berat,
takikardia, syok, dan adanya nafas yang berbau aseton.13,14
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara umum, pemberian cairan adalah langkah awal penatalaksanaan KAD setelah
resusitasi kardiorespirasi dengan tujuan untuk ekspansi cairan intraselular, intravaskular,
interstisial, dan restorasi perfusi ginjal. Jika tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal
kronik berat, cairan salin isotonik (NaCl 0,9 %) diberikan dengan dosis 15-20 cc/kgBB/jam
pertama atau satu sampai satu setengah liter pada jam pertama.13 Adapun farmakoterapi yang
dapat diberikan pada KAD antara lain:
- Insulin
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama pada KAD. Pemberian insulin
intravena kontinyu lebih disukai karena waktu paruhnya pendek dan mudahdititrasi.13 Pemberian insulin intravena secara bolus tidak disarankan karena dapat
mengakibatkan risiko terjadinya edema serebral. Dosis insulin yang diberikan
adalah 0,05-0,1 U/kg/hr sampai asidosis teratasi.14
- Kalium14
Pemberian kalium sebaiknya dilakukan di awal, yaitu setelah koreksi cairan
dengan NaCl 0,9 % dan saat pemberian insulin. Pemberian dapat berupa kalium
klorida sebanyak 20 mmol/I atau kalium asetat sebesar 20 mmol/I. Pemberian ini
bertujuan untuk menghindari ancaman hipokalemia, karena pada pasien KAD
biasanya terjadi penurunan kalium tubuh total. Tetapi, terkadang kalium tubuh
total ini terkadang dapat normal, meningkat, atau menurun tergantung dari kondisi
konsentrasi kalium orang tersebut pada keadaan sebelumnya.
- Koreksi Asam-Basa14
Status asam-basa tubuh dapat diketahui melalui pemeriksaan analisa gas darah dan
elektrolit. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis pada KAD
jarang dilakukan oleh karena natrium bikarbonat dapat mengakibatkan
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
12/14
12
hipokalemia, penurunan paradoksikal pH pada cairan otak, menghalangi distribusi
oksigen ke jaringan, dan akan meningkatkan risiko terjadinya edema serebral
menjadi 4 kali lebih besar daripada yang tidak mendapat terapi natrium
bikarbonat.
Penatalaksanaan Non Farmakologis
- Edukasi12
Pengajaran merupakan suatu hal yang penting dalam terapi pasien DM. Pada fase
akut, keluarga pasien harus diedukasikan mengenai hal-hal dasar dalam
penanganan terhadap pasien DM, meliputi pemantauan kadar glukosa darah anak
dan kadar keton dalam darah, menyiapkan dan menyuntikkan dosis insulin yang
tepat melalui subkutan pada waktu yang tepat, mengenali dan menangani reaksi
glukosa darah rendah, dan memiliki perencanaan makan dasar.
- Pengaturan Nutrisi12
Nutrisi memiliki peranan yang penting dalam penanganan terhadap pasien dengan
DM tipe 1. Hal ini sangat penting dalam masa anak-anak dan remaja, di mana
pemasukkan energi penting dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran
energi, pertumbuhan, dan pubertas. Rekomendasi total pemasukkan kalori
didasarkan pada ukuran atau luas area permukaan tubuh. Campuran kalori
meliputi kira-kira 55 % karbohidrat, 30 % lemak, dan 15% protein. Sekitar 70 %
karbohidrat harus diperoleh dari karbohidrat kompleks seperti amilum. Konsumsi
sukrosa dan gula harus dibatasi. Karbohidrat kompleks membutuhkan waktu yang
lama untuk dicerna dan diabsorpsi sehingga kadar glukosa darah akan meningkat
secara perlahan-lahan.
Makanan dengan serat tinggi bermanfaat dalam mengontrol kadar glukosa
darah. Untuk asupan lemak perlu diatur sehingga rasio lemak tidak jenuh ganda
dengan lemak jenuh meningkat hingga 1,2 : 1,0.
-
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti latihan jasmani yang teratur dilakukan setiap hari dianjurkan
untuk dilakukan.
Komplikasi13
Komplikasi tersering yang dapat ditemukan pada KAD adalah hipoglikemia,
hipokalemia, dan hiperglikemia berulang. Selain itu, komplikasi lain yang juga harus menjadi
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
13/14
13
perhatian adalah kelebihan cairan, edema paru, dan yang paling ditakutkan adalah apabila
terjadi edema serebral.
Prognosis13
Umumnya pasien membaik setelah diberikan insulin dan terapi standar lainnya, jika
komorbid tidak terlalu berat. Kematian umumnya diakibatkan karena penyakit penyerta yang
berat yang datang pada fase lanjut dan hal ini meningkat seiring bertambahnya usia dan
beratnya penyakit penyerta.
Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan suatu kondisi di mana terjadi destruksi sel beta
pankreas akibat proses autoimun sehingga insulin yang dihasilkan akan mengalami defisiensi.
Apabila tidak terkontrol, maka dapat mengakibatkan ketoasidosis diabetik yang dapat
berakibat fatal. Penanganan yang cepat dan tepat dapat membantu mengontrol ketoasidosis
diabetik yang terjadi sehingga angka morbiditas dan mortalitasnya menurun.
Daftar Pustaka
1.
Bickley LS. Bates’ guide to physical examination and history taking. 11 th ed. China:
Lippincott Williams & Wilkins; 2013. p. 177-8, 308-11, 376-8, 454-5.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.
10-8, 31-5.
3. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Patologi klinik: kimia klinik.
Edisi ke-2. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA; 2013. h. 52-4, 60, 145.
4. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Setiati S, Alwi I,
Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-2. Jakarta: InternaPublishing; 2014. h. 2324.
5.
Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Kosasih R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Cetakan keempat. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA; 2014. h. 41-2.
6. Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Edisi ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 27.
-
8/19/2019 PBL Blok 21 Skenario 5
14/14
14
7. Sudiono H. Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi klinik: urinalisis.
Edisi ke-3. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009. h. 46, 71-3.
8.
Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-2. Jakarta:
InternaPublishing; 2014. h. 2328.
9. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics. 7th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2015. p. 366-7, 573, 578-9.
10. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-6. Jilid ke-2. Jakarta: InternaPublishing; 2014. h. 1899.
11.
FKUI. Toksikologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan ke-11. Jilid ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007.
12. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF. Nelson textbook of pediatrics.
20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2761-5, 2772, 2775.
13. Tarigan TJE. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-6. Jilid ke-2. Jakarta: InternaPublishing; 2014. h. 2375-80.
14.
Rahajeng MD, Eka IB, Simanjuntak L. Diabetes melitus tergantung insulin dengan
ketoasidosis pada anak usia 12 tahun. Majalah Kedokteran FK UKI 2008;26(1):8-16.