Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

26
Pembesaran Prostat Jinak pada Laki-laki Usia Lanjut Pendahuluan Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama-lama dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan dari penyakit pembesaran prostat jinak. 1

description

kedokteran

Transcript of Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Page 1: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Pembesaran Prostat Jinak pada Laki-laki Usia Lanjut

Pendahuluan

Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem

perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Meskipun jarang mengancam jiwa,

BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE)

yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai

bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran

kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama-lama

dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan

komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Di Indonesia BPH merupakan urutan

kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas

50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun

dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih.

Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar

prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih

mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Tujuan penulisan

makalah ini adalah untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan dari penyakit pembesaran

prostat jinak.

Anamnesis

Dalam anamnesis hal yang pertama dilakukan adalah menanyakan identitas dari pasien

tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama pasien, keluhan penyerta,

riwayat obat, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat

sosialnya. Hal-hal yang ditanyakan mengenai penyakit yang diderita laki-laki tersebut.

Kapan pasien terakhir kali berkemih?; Apakah pasien merasakan ingin berkemih?; Adakah

rasa nyeri atau tidak enak?; Apakah baru-baru ini ada hematuria?; Apakah baru-baru ini ada

disuria?; Adakah stranguria (ingin berkemih sampai terasa nyeri tetapi tidak bisa keluar)?;

Apakah biasanya ada kesulitan dengan pancaran urin yang bagus atau menetes di akhir

berkemih?; Adakah gejala yang menunjukkan penyakit neurologis (misalnya mati rasa atau

kelemahan ekstremitas)?; Adakah inkotinensia feses?.1

1

Page 2: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Mengenai riwayat penyakit dahulu, adakah episode retensi urin sebelumnya? Tanyakan

operasi sebelumnya ?; Adakah riwayat ISK?; Adakah riwayat batu ginjal?; Adakah riwayat

penyakit neurologis?; Apakah pasien mengkonsumsi obat yang bisa meningkatkan retensi

urin (misalnya antidepresan trisiklik)?; Apakah pasien menjalani pengobatan untuk ISK,

hiperplasia/keganasan prostat?.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dimulai dari melihat kondisi umum pasien, kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan, frekuensi denyut

nadi, suhu tubuh), serta pemeriksaan lainnya meliputi inspeksi, palpasi (daerah abdomen,

organ ginjal dan kandung kemih), perkusi. Dari hal tersebut cari tahu, Apakah pasien tampak

sakit ringan atau sakit berat? Kelebihan cairan/kesakitan?; Adakah tanda-tanda infeksi

sistemik (demam, takikardia, nyeri tekan pinggang)? Apakah kandung kemih membesar?

(periksa dengan melakukan palpasi dan perkusi); Adakah prostat membesar pada

pemeriksaan rektal?; Apakah sulkus masih teraba? Apakah keras dan tidak rata

(pertimbangkan karsinoma prostat)? Adakah nyeri tekan (pertimbangkan prostatitis)?.1,2

Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan

pemeriksaan urologi. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal,

edema tungka satu sisi akibat obstruksi pembuluh darah vena karena penekanan tumor buli-

buli atau karsinoma prostat dan ginekomastia mungkin ada hubungannya dengan karsinoma

testis. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan

ginjal, buli-buli (kandung kemih), genitalia eksterna, dan pemerikaan neurologi.2

Pemeriksaan ginjal adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas

harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin

disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum. Palpasi ginjal

dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan disudut

kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari

depan. Perkusi dilakukan dengan memebrikan ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran

ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri

pada perkusi.2 Pemeriksaan kandung kemih diperhatikan adanya benjolan/massa atau

jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasinfisis. Massa di daerah suprainfisis mungkin

merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi

urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.2 Colok dubur pada

hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti

2

Page 3: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul,

dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin

sulit untuk diraba. Sedangkan pada karcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau

teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan

teraba krepitasi. Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus

dicurigai suatu karsinoma.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya

leukosituria, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain

seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri

dapat menyebabkan hematuria. Pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu

dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-

buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami

retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya

karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.3

Tes kimia terhadap urine telah sangat disederhanakan dengan digunakannya carik kertas

impregnasi yang dapat mendeteksi zat-zat seperti glukosa, aseton, bilirubin, protein, dan

darah. Kadar pH urine juga dapat diukur dengan uji carik celup. Yang penting untuk

mengetahui gangguan pada ginjal adalah adanya protein atau darah dalam urine, pengukuran

osmolaritas atau berat jenis, dan pemeriksaan mikroskopik urine.4

Hasil urin normal adalah sebagai berikut: tampilan jernih, warna kekuning-kuningan, sedikit

berbau. Berat jenis normalnya 1,001-1,035; pH 5-6,5; protein 0 hingga samar <150mg/hari;

glukosa negatif; keton negatif; eritrosit 0-2/LPB; Leukosit 0-4/LPB; sel epitel 0-5.LPB;

bakteri 0; badan lemak oval 0; silinder 0-1/LPB (hialin); kristal banyak jenis.4

Bila pasien dicurigai mengalami infeksi saluran kemih, maka pemeriksaan bakteriologik urin

dapat dilakukan. Pada dasarnya urine steril, dan jumlah bakteri yang banyak dapat

menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (ginjal, vesika urinaria, atau uretra) atau

prostatitis. Menghitung jumlah banteri harus dilakukan melalui inokulasi permukaan lempeng

agar nutrien, menggunakan sengjelit berkalibrasi yang memberikan 0,001 ml urine, Lempeng

agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dan koloni yang terbentuk

kemudian dihitung. Jumlah koloni 105 atau lebih organisme / ml spesimen urine yang diambil

dari urine midstream menunjukkan bakteriuria bermakna.4

3

Page 4: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di

dalam buli-buli setelah miksi. 78% pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL

dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL.5 Pemeriksaan

residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung

sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu

dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi

ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat

menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia.

Peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya gangguan pancaran

urine atau beratnya obstruksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual

urine yang cukup banyak dan volume residual urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi

disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak akan memberikan

hasil yang memuaskan.5

Darah rutin

Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium

sebagai berikut:5

1. Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari satu menit.

Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5

ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah pria dewasa: 13.5-17 g/dl,

wanita dewasa: 12-15 g/dl.

2. Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari dua menit.

Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5

ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria dewasa: 40-54%,

wanita dewasa:36-46%

3. Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai sel darah putih adalah dari hitung darah

lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. Jumlah normal sel darah

putih adalah dewasa: 4500-10000 l

4. Trombosit: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan makanan

atau minuman. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan

berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah normal trombosit

adalah dewasa: 150000-400000 l

4

Page 5: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Pemeriksaan PSA (prostat spesifik antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer

specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam

hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan

akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Makin

tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. serum PSA meningkat pada saat

terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam

dilakukan normal berdasarkan usia adalah:

40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun: 0-3,5 ng/ml

60-69 tahun: 0-4,5 ng/ml

70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok

usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan

dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi

adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat

penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat.

Pemeriksaan PSA dilakukan sebagai penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini

keganasan. Nilai normal PSA adalah <4 ng/ml, bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu biopsi.

Kadar 4 hingga 10 ng/ml adalah samar-samar dan dapat timbul pada keadaan normal atau

seringkali timbul pada keadaan BPH. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah PSAD

(prostate spesific antigen density) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila

PSAD ≥0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat.3 Nilai >10 ng/ml sangat berkaitan

dengan diagnosis adenokarsinoma prostat. The American Cancer Society menyarankan

pengukuran kadar PSA dimulai pada pria usia 40 tahun keturunan Afrika Amerika atau

dengan keluarga yang memiliki riwayat kanker prostat, dan semua pria yang berusia lebih

dari 50 tahun. Bila PSA meningkat >10 mg/ml diduga terdapat kanker prostat, USG

digunakan untuk mendeteksi area yang dicurigai.4

Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau transrektal (transrectal

ultrasonography, TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan

5

Page 6: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan

patologi lain seperti divertikulum, tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat

diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat

dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.6

Diagnosis Kerja

Berdasarkan skenario dan hasil dari anamnesis serta pemeriksaan fisik yang dilakukan,

serat pemeriksaan penunjang (dari hasil EKG) terlihat bahwa gejala klinis yang ditemukan

mirip dengan gejala penyakit BPH (Benign Prostat Hiperplasia).

BPH (Benign Prostat Hiperplasia)

BPH atau Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan

kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

Merupakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,

pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan

tumbuh menekan kelenjar normal yang tersisa. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya

tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi

kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia (sel-selnya bertambah banyak).3

Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi

spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan

kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih

setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi

melakukan intervensi pada hiperplasia prostat.6 Derajat berat obstruksi dapat pula diukur

dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.6 Angka

normal pancaran kemih rata-rata 10-12 mL/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20

mL/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 mL/detik, sedangkan

maksimal pancaran menjadi 15 mL/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi

intravesikal tidak dapat dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih.6 Derajat berat gejala

klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume

urin.6

Tabel 1. Derajat Berat Hiperplasia Prostat Berdasarkan Gambaran Klinis.6

6

Page 7: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Derajat Rectal Touche Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba <50 mL

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat

dicapai

50-100 mL

III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 mL

IV Retensi urin total

Etiologi3,6

Penyebab pasti BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi

molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas etiologi terjadinya BPH. Etiologi

sekarang, dianggap ketidakseimbangan hormonal oleh karena proses penuaan yaitu hormon

endokrin testosterone yang dianggap mempengaruhi tepi prostat, sedangkan estrogen (di buat

oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat. Perubahan mikroskopis pada

prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopis ini berkembang,

akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadiannya

sekitar 50%, usia 80 tahun siktar 80% dan usian 90 sekitar 100%.3 Salah satu teori ialah teori

Testosteron (T) yaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim

5a reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh

reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti

sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan

merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH

dengan inhibitor 5a reduktase.

Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga

terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, retensi pada leher

vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Fase penebalan

detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut detrusor

menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk

berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

Epidemiologi

Bukti histologik BPH dapat ditemukan pada 20% pria berusia 40 tahun, suatu angka yang

meningkat menjadi 70% pada usia 60 tahun dan 90% pada usia 70 tahun. Akan tetapi, tidak

terdapat korelasi langsung antara perubahan histologik dan gejala klinis. Hanya 50% dari

7

Page 8: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

mereka yang memperlihatkan bukti mikroskopik BPH mengalami pembesaran prostat yang

dapat terdeteksi secara klinis, dan dari jumlah ini hanya 50% yang memperlihatkan gejala.

BPH menimbulkan masalah besar, dan sekitar 30% pria kulit putih Amerika berusia lebih

dari 50 tahun mengalami gejala dalam derajat sedang sampai berat.7

Patofisiologi

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga

timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain : 3

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Telah disepakati bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi DHT dalam

sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang dapat

menyebabkan inskripsi pada RNA sehingg menyebabkan terjadinya sintesis protein.

proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.

2. Teori Hormonal

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan

penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya

hyperplasia stroma.

3. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

4. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari

kelenjar prostat.

secara sederhana patogenesis BPH adalah sebagai berikut, pembesaran prostat ini

berkaitan dengan kerja androgen. Dihidrotestosteron (DHT), suatu metabolit testosteron,

merupakan mediator utama pertumbuhan prostat. Zat ini disintesis di prostat dari testosteron

darah oleh kerja enzim 5 alfa-reduktase, tipe 2. Enzim ini terutama terletak di sel stroma.

Oleh karena itu, sel-sel ini merupakan tempat utama sintesis DHT. Setelah terbentuk, DHT

dapat bekerja secara autokrin pada sel stroma atau parakrin dengan berdifusi ke sel epitel

sekitar. Di kedua jenis sel ini, DHT berikatan dengan reseptor androgen di nukleus dan

menyebabkan transkripsi faktor pertumbuhan yang bersifat mitogenik bagi sel epitel dan sel

stroma. Meskipun testosteron juga dapat berikatan dengan reseptor androgen dan

menyebabkan pertumbuhan, DHT 10 lebih kuat karena lebih lambat terlepas dari reseptor

androgen. Walaupun DHT merupakan faktor trofik utama yang memperantarai hiperplasia

prostat, tampamnya estrogen juga berperan, mungkin dengan membuat sel lebih peka

8

Page 9: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

terhadap kerja DHT. Interaksi stroma-epitel yang diperantarai oleh faktor pertumbuhan

peptida juga merupakan bagian integral dari proses ini. Selain akibat efek mekanis prostat

yang membesar, gejala klinis sumbatan saluran kemih bawah juga disebabkan oleh kontraksi

polos prostat diperantarai oleh adrenoreseptor alfa1 yang terletak di stroma prostat.7

Manifestasi klinis

Biasa ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran

kemih adalah penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi terputus, menetes

dan pada akhir miksi pancaran menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala

iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi,

nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi

terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi

atau pembesaran prostat menyebabkan rangsang pada kandung kemih sehingga vesika sering

berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat

keluhan klinis.6

Gejala dan tanda pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat

ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi. Bila sudah terjadi

hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan nyeri di CVA (costo vertebrae angularis).

Buli-buli yang distensi dapat dideteksi dengan palpasi dan perkusi.3

Tatalaksana medika mentosa6

Penderita BPH derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah diberikan

pengobatan konservatif. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi resistensi

leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa adrenergik),

menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT).

Obat Penghambat enzim 5 Alpha Reduktase, obat yang dipakai adalah finasterid (proskar)

dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan

dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja

lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang

sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

Obat Penghambat Adrenergik , dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus

otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha

9

Page 10: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat

reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin,

doksazosin, dan alfazosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap

otot polos prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari

pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-

0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada

vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan golongan ini memberikan

perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urin dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini

juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa

terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam

waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Tatalaksana Non-medika mentosa

Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan

reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection, TUR). Mortalitas TUR sekitar

1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan

konservatif. Pada derajat tiga, reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang

cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak

akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.6

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada

operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut Pfannenstiiel;

kemudian prostat dienukliasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat

sekaligus untuk mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum

yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan melalui sayatan

kulit Pfannenstiel dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung kemih,

kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka

kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti membuka vesika.

Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus

dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara pembedahan terbuka tersebut masih kalah

dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan

tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku. Prostatektomi

melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.6 Pada hipertrofi derajat empat, tindakan

pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total

dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

10

Page 11: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan

terbuka.6

Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral ultrasound guided

laser induced prostatectomy (TULIP) digunakan cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh

juga hasil yang cukup memuaskan.6 Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan

balon yang dikembangkan di dalamnya (trans urethral balloon dilatation, TUBD). TUBD ini

biasanya memberi perbaikan yang bersifat sementara.6

Komplikasi

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi

masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir

miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga

penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika

tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila

tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi

inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada

waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia

atau hemorroid.3 Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam

kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu

tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.7

Pencegahan

Hingga saat ini masih belum ada cara yang diketahui dapat mencegah pembesaran prostat

dikarenakan hal ini merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Yang dapat

dilakukan saat ini, hanyalah cara bagaimana agar kita dapat memelihara kesehatan kandung

kemih dan ginjal. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan kandung

kemih, antara lain:

• Minum cukup air, hingga delapan gelas per hari untuk membantu mencegah infeksi.

Walaupun, pada pasien yang mengeluh frekuensi berkemihnya meningkat, hal ini akan

menjadi masalah baginya. Pada sebagian besar kasus, meminum sejumlah besar air dalam

kadar yang normal ketika rasa haus muncul, sudah cukup.

• Pada pasien BPH, hindari meminum banyak air menjelang waktu tidur dikarenakan hal ini

akan membuat dirinya harus bangun untuk berkemih secara rutin di malam hari saat tidur.

11

Page 12: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

• Hindari minum alkohol dan kafein berlebihan.

• Hindari makanan yang dapat mengiritasi kandung kemih.

• Berkemih secara rutin.

Makan makanan bergizi, jaga pola makan, atur berat badan dan lakukan aktivitas fisik secara

berkala.

Komplikasi

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi

masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir

miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga

penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika

tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila

tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi

inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada

waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia

atau hemorroid.3

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.

Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat

pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.7

Prognosis

Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun

gejalanya cenderung meningkat. Namun, BPH yang tidak segera ditanggulangi memiliki

prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.8 Sebagian besar

pasien memiliki kualitas hidup yang sangat bagus setelah prostatektomi (baik endoskopik

maupun terbuka).9

Diagnosis banding

Ca Prostat

Merupakan suatu keganasan pada prostat yang paling banyak pada pria. Angka

kejadiannya meningkat seiring dengan usia pasien. Sebagian besar etiologinya belum

diketahui pasti, riwayat keluarga, paparan radiasi dan polutan lingkungan mungkin berperan

dalam penyakit ini. Sejumlah sel tumor pada prostat antara lain :10

12

Page 13: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Adenokarsinoma yang paling banyak ditemukan, timbul pada epitel asinar pada daerah

perifer kelenjar.

Subtipe jarang (< 2%) adalah karsinoma sel transisional timbul pada epitel suktus.

Sarkoma stroma: limfoma dan karsinoma sel kecil.

Manifestasi klinis, Ca prostat awalnya asimtomatik dan mungkin terdeteksi secara klinis

hanya dengan ditemukan massa yang teraba pada pemeriksaan colok dubur. Tumor biasanya

tumbuh di daerah perifer sehingga menimbulkan gejala obstruksi lebih lambat kecuali

sekunder karena BPH. Banyak pasien yang menderita penyakit ini dan belum terdiagnosis

dan timbul gejala yang berhubungan seperti: gejala konstitutusi (seperti penuranan berat

badan dan anemia), nyeri tulang, limfadenopati atau komplikasi neurologis.10

Pemeriksaan penunjang, tujuan pemeriksaan penunjang untuk menentukan tumor ini

bermetatasis atau tidak. Apabila penyakit ini hanya terbatas pada prostat, dilakukan terapi

lokal menggunakan radioterapi atau prostatektomi radikal tepat digunakan. Karena dapat

mengurangi komplikasi lokal dan lebih baik dilakukan daripada menunggu perkembangan

penyakit.10

Ultrasonografi transrektal untuk mengidentifikasi lesi kecil di perifer dengan biopsi

sextant.

Reseksi prostat transuretral (TURP) apabila terdapat prostatismus.

Tes PSA apabila kadarnya > 10 IU mengindikasikan kemungkinan penyakit ini ada

metatasis.

Fosfatase Asam Basa

CT scan Abdomen dan Pelvis untuk menemukan nodus.

MRI pelvis untuk menemukan tumor dan derajat ekstensi lokal.

Foto toraks dan Isotope bone scan untuk mendeteksi adanya metatasis.

Skrining terhadap ca prostat masih kontroversi. Penggunaan analisis kadar PSA serum yang

digabungkan dengan colok dubur cukup efektif dalam mendeteksi penyakit ini. Terapi pada

Ca prostat antara lain :10

Karsinoma prostat awal : pembedahan, radioterapi, dan menunggu perkembangan

penyakit.

Pembedahan dianjurkan pada tumor yang berdiferensiasi buruk yang terbatas pada prostat,

walaupun belum pernah diujikan terhadap radioterapi dengan uji klinis acak.

Radioterapi radikal

Brakiterapi menggunakan paladium radioaktif atau benih iodium yang ditanamkan pada

prostat digunakan pada pasien tumor derajat rendah.

13

Page 14: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Hormon Adrogen. Terapi ini baik sebelum radioterapi untuk mengukur ukuran prostat

sehingga mengurangi volume radioterapi dan toksiksitasnya. Efek samping terapi ini

flushing, kelemahan, impotensi dan hilangnya libido.

Infeksi saluran kemih

Adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman yang ada di saluran kemih yang terjadi

secara asending dan hematogen.11

Anamnesis ISK bawah (frekuensi meningkat, disuria terminal, polakisuria, nyeri

suprapubik), ISK atas (nyeri pinggang, demam menggigil, mual, muntah, hematuria).

Pemeriksaan fisik ditemukan suhu febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok kostovertebra.

Pemeriksaan penunjang, urinalisis, kultur urin dan resistensi kuman, tes faal ginjal, gula

darah, BNO-IVP, dan USG ginjal.12

Pemeriksaan laboratorium leukositosis, leukosituria, kultur urin (+); bakteriuria > 105/ml

urin. ISK ditandakan dengan hasil bakteriuria 105 bermakna diagnostik pada biakan urin.

Bakteriuria bermakna tanpa disertai dengan gambaran klinis disebut bakteriuria asimtomatik

(covert bacteriuria). Sedangkan bakteriuria bermakna disertai dengan gambaran klinis disebut

bakteriuria simtomatik.

ISK Bawah, gambaran klinisnya yaitu sistitis adalah gambaran klkinis infeksi saluran

kemih disertai bakteriuria bermakna. Gejalanya sakit suprapubik, polakisuria, nokturia,

disuria, dan straguria. Sindrom Uretra akut (SUA) merupakan gambaran sistitis tanpa

ditemukan mikoorganisme maka sering dinamakan Sistitis bakterialis yang sering disebabkan

oleh mikrorganisme anaerobik. Sindrom ini sering ditemukan pada perempuan 20-50 tahun.

Gejala klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. Prostatitis, gejala klinis terdiri dari akut

dan kronis (minimal 3 bulan menderita). Paling sering dikeluhkan nyeri prostat/perineum

(46%), nyeri scrotum dan atau testis (39%), nyeri penis (6%), nyeri kandung kemih (6%),

nyeri punggung (2%), sering BAK, sulit BAK seperti pancaran lemah, mengedan dan nyeri

saat BAK/nyeri bertambah saat BAK. Uretritis, gejala uretritis adalah discharge purulen dan

alguria/disuria. Kebanyakan uretritis bersifat asimtomatis.

Faktor risiko ISK, Lithiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis

papilar, DM pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, sickle cell, seggama, kehamilan

dan peserta KB dengan progesteron, kateterisasi. Terapi ISK yaitu medika mentosa dan non-

medika mentosa. Non-farmakologi, banyak minum bila fungsi ginjal masih baik dan menjaga

higiene genitalia eksterna. Farmakologis, antimikroba berdasarkan pola kuman.

14

Page 15: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

Striktur Uretra

Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap radang kronik atau cedera. Cedera tersebut

terutama adalah cedera iatrogenik akibat katerisasi. Gejala dan tanda striktur uretra biasanya

mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher

kandung kemih seperti digambarkan pada BPH.6

Kesimpulan

Hipotesis diterima.

Laki-laki berusia 60 tahun ini menderita BPH. Hal ini dapat dicurigai dari hasil anamnesis

dengan gejala yang mengarahkan pada diagnosis kerja BPH. BPH terjadi karena

ketidakseimbangan hormonal karena proses penuaan. Biasanya keluhan yang dirasakan

pasien yaitu sulit berkemih, nokturia, kemudian rasa tidak lampias setelah berkemih.

Diagnosis pasti dapat ditegakkan lewat pemeriksaan fisik dan penunjang seperti rectal

toucher, pemeriksaan urinalisis, darah rutin, PSA, USG tersebut sehingga

penatalaksanaannya tepat, baik secara medika mentosa maupun secara nonmedika mentosa,

untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Daftar pustaka

1. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2005.h.150-1.

2. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Sagung seto;2003.h.18-27, 33,44.

3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi

ke-3. Jakarta: Media aesculapius;2000.h.329-34.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC;2006.h.1323-4.

5. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2008.h.47-9.

6. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah.

Jakarta:EGC;2010.h.868, 872-4, 899-905.

7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins dan Cotran dasar patologis penyakit. Edisi

ke-7. Jakarta: EGC; 2010.h.1069-70.

8. Roehborn, Calus G, McConnell, John D. Etiology, pathophysiology, and natural history

of benign prostatic hyperplasia. In:Campbell’s Urology. 8th ed. W.B. Saunders;2002.p.

1297-330, 1437-44.

9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;2007.h.169.

15

Page 16: Pbl Blok 20 (Urogenital 2)

10. Davey P. At a glance medicine, kanker Prostat. Jakarta:Erlangga;2005.h.342-5.

11. Sukandar E. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Infeksi Saluran Kemih pada

dewasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009.p.1008-

13.

12. Aziz R, Sidartawan S, Anna U, Nasir, Prasetya W, Arif M. Panduan Pelayanan Medik

PAPDI, Infeksi saluran kemih. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI;2006.p.174-8.

16