Pbl 30 Part 3 Lengkap

24
ETIKA DOKTER KEPOLISI Henrikus Sejahtera – 10.2008.217 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat email : [email protected] Skenario Pbl 3 Anda kebetulan menjadi dokter polisi yang ditempatkan di daerah yang rawan terorisme. Pada suatu hari Anda dipanggil oleh Kasat Serse untuk menemani dia memeriksa seseorang tersangka. Tersangka adalah seorang laki-laki muda yang diduga telah meletakkan sebuah bom di pasar. Bom diduga akan diletakkan pada siang hari pada saat pasar sedang ramai- ramainya, tetapi saat ini polisi belum mengetahui dimana diletakkannya bom tersebut. Oleh karena itu, polisi akan melakukan interogasi si tersangka dengan cara “agak keras” agar dapat memperoleh pengakuan tentang letak bom tersebut. pada acara tersebut Anda diminta menjadi penasihat petugas reserse yang akan “menjaga” kesehatan tersangka. Pendahuluan Rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional. Peledakan bom tersebut merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena umum di beberapa negara. PBL 3 BLOK 30 Page 1

description

Forensik

Transcript of Pbl 30 Part 3 Lengkap

Page 1: Pbl 30 Part 3 Lengkap

ETIKA DOKTER KEPOLISI

Henrikus Sejahtera – 10.2008.217

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat

email : [email protected]

Skenario Pbl 3

Anda kebetulan menjadi dokter polisi yang ditempatkan di daerah yang rawan

terorisme. Pada suatu hari Anda dipanggil oleh Kasat Serse untuk menemani dia memeriksa

seseorang tersangka. Tersangka adalah seorang laki-laki muda yang diduga telah meletakkan

sebuah bom di pasar. Bom diduga akan diletakkan pada siang hari pada saat pasar sedang

ramai-ramainya, tetapi saat ini polisi belum mengetahui dimana diletakkannya bom tersebut.

Oleh karena itu, polisi akan melakukan interogasi si tersangka dengan cara “agak keras” agar

dapat memperoleh pengakuan tentang letak bom tersebut. pada acara tersebut Anda diminta

menjadi penasihat petugas reserse yang akan “menjaga” kesehatan tersangka.

Pendahuluan

Rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia

telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan hilangnya nyawa serta

kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada

kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional.

Peledakan bom tersebut merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah

menjadi fenomena umum di beberapa negara. Terorisme merupakan kejahatan lintas negara,

terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana internasional yang mempunyai jaringan

luas, yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.

Pemerintah Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial,

berkewajiban untuk melindungi warganya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat

nasional, transnasional, maupun bersifat internasional. Pemerintah juga berkewajiban untuk

mempertahankan kedaulatan serta memelihara keutuhan dan integritas nasional dari setiap

PBL 3 BLOK 30 Page 1

Page 2: Pbl 30 Part 3 Lengkap

bentuk ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Untuk itu, maka mutlak

diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan.

Untuk menciptakan suasana tertib dan aman, maka peran dokter polisi sebagai

pengemban tugas dan fungsi teknis kepolisian harus dapat berperan dalam penyelenggaraan

tugas-tugas pokok kepolisian sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut.

Pembahasan

1. Hak Asasi Manusia1

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia

dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tercantum dalam UUD

1945 Republik Indonesia seperti pada pasal 27 (ayat 1), pasal 28, pasal 29 (ayat 2), pasal 31

(ayat 1), dan 33 (ayat 1).

Contoh:

Hak untuk hidup

Hak untuk memperoleh pendidikan

Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain

Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama

Hak untuk mendapatkan pekerjaan

Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 29

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 31

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

PBL 3 BLOK 30 Page 2

Page 3: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1-4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

adalah:

1. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap

orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila hak dilaksanakan,

tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung

ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,

etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik. Yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam

kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi.hukum, sosial,

budaya. Dan aspek kehidupan lainnya.

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga

menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada

seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang

ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang lelah dilakukan atau diduga telah

dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau

orang ketiga. atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi,

apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan

persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.

2. Hak dan Kewajiban Dokter

2.1 Kewajiban Moral Dokter2

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp

and childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etis diperlukan

empat kaedah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya, yaitu:

PBL 3 BLOK 30 Page 3

Page 4: Pbl 30 Part 3 Lengkap

1. Prinsip Otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama

hak otonomi pasien (the right to self determination). Prinsip moral inilah yang

kemudian melahirkan doktrin inform consent.

Tindakan konkrit dari autonomi meliputi:

Menghargai hak menentukan nasibnya sendiri

Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)

Berterus terang

Menghargai privasi

Menjaga rahasi pasien

Menghargai rasionalitas pasien

Melaksanakan informed consent

Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri

Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien

Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

keluarga pasien sendiri

Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi

Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien

Menjaga hubungan

2. Prinsip Beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficience tidak hanya dikenal perbuatan

untuk kebaikan saja melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar dari sisi

buruk.

Tindakan konkrit dari beneficience meliputi:

Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk

kepentingan orang lain)

Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter

Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan

keburukannya

Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang

Menjamin kehidupan baik

Pembatasan “goal based”

Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien

PBL 3 BLOK 30 Page 4

Page 5: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban menolong pasien gawat darurat

Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

Tidak menarik honorarium di luar kepantasan

Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan

Mengembangkan profesi secara terus-menerus

Memberikan obat berkhasiat namun murah

Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus memperlakukan orang lain

seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain

3. Prinsip Non-Maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau

“above all do no harm”

Tindakan konkrit dari non-maleficence meliputi:

Menolong pasien emergensi

Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)

Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien

Tidak memandang pasien hanya sebagai objek

Mengobati secara tidak proporsional

Mencegah pasien dari bahaya

Menghindari misinterpretasi dari pasien

Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian

Memberiksan semangat hidup

Melindungi pasien dari serangan

Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan yang

merugikan pihak pasien/ keluarganya

4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distribusi justice).

Tindakan konkrit yang termasuk justice meliputi:

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

PBL 3 BLOK 30 Page 5

Page 6: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama

Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability,

quality)

Menghargai hak hukum pasien

Menghargai hak orang lain

Menjaga kelompok yang rentan (yang paling merugikan)

Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dll

Tidak melakukan penyalahgunaan

Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien

Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya

Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil

Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten

Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat

Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan

Bijak dalam makroalokasi

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka)

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan

fidelity (loyalitas dan promise keeping).

Selain prinsip atau kaedah moral diatas yang harus dijadikan pedoman dalam

mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai

panduan dalam bersikap dan berperilaku. Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran

berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban

tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dilaksanakan secara hukum namun

kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum

kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.

2.2 Kewajiban Sosial Dokter3

Manusia hidup sebagai makluk social dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hal

ini pun terjadi dalam tenaga medis. Tanggung jawab keluarga besar tenaga medis termasuk

dokter terhadap kesejahteraan keseluruhan masyarakat tidak hanya besifat kuratif, yakni

menyembuhkan penyakit yang sudah ada, melainkan juga bersifat preventif, menghindarkan

masyarakat dari penyakit yang dapat menyerang para anggotanya. Segala sesuatu yang

diketahui dokter tentang seorang penderita merupakan rahasia yang tidak boleh diungkapkan

kepada siapapun. Pandangan yang beritikad baik ini sering dihadapkan pada tantangan,

PBL 3 BLOK 30 Page 6

Page 7: Pbl 30 Part 3 Lengkap

terutama sejak ditemukannya kuman-kuman penyebab penyakit menular. Jika tidak

diungkapkan bagaimana kalau kemudian ia menulari sesama masyarakat dalam lingkungan

sosial.

Pandangan ini mau tidak mau menghadapkan dokter pada dilemma, antara kewajiban

merahasiakan penyakit pasien dan kewajibannya kepada masyarakat, karena itu meskipun

kode etik kedokteran yang ditetapkan World Medical Association tidak menjelaskan

penyelesaiannya, British Medical Association, misalnya telah mencoba menguraikan

beberapa pengecualian dari kewajiban memegang rahasia tersebut. Dalam Handbook of

Medical Ethics yang diterbitkan persatuan dokter Inggris terdapat lima pengecualian, yaitu:

1. Jika penderita sendiri mengizinkan pengungkapan rahasia tersebut.

2. Jika ada alas an medis yang kuat untuk mengungkapkannya tanpa izin pasien.

3. Jika kewajiban terhadap masyarakat mengharuskan pengungkapan rahasia seorang

penderita .

4. Jika pengungkapan rahasia diperlukan untuk kepentingan penelitian yang sudah

disetujui (approved purposes of medical research).

5. Jika peradilan menghendakinya.

Kesehatan seluruh masyarakat hanya dapat dicapai apabila ada hubungan baik antara

pemerintah, tenaga medis dan masyarakat.Karena itu , komunikasi harus di kembangkan agar

masyarakat semakin memahami apa yang perlu mereka lakukan supaya anggota nya dapat

sehat dan sejahtera. Jadi, tenaga medis tidak boleh menyimpan pengetahuan tentang penyakit

dan penyembuhannya bagi lingkungan mereka sendiri semata-mata, tetapi harus membagikan

pengetahuan itu pada masyarakat luas.Hal ini berlaku baik dalam menghindarkan penyakit

maupun dalam menyembuhkan penyakit yang sudah ada.

Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusian akan selalu

mengutamakan kewajiban di atas hak-hak. Kewajiban dokter terdiri dari kewajiban umum,

kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri

sendiri. 6

PBL 3 BLOK 30 Page 7

Page 8: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Kewajiban umum yang berkaitan dengan aspek social, antara lain:

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang

menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif, rehabilitative) baik fisik maupun psikososial, serta berusaha

menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan di bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Menurut Fred Ameln, kewajiban seorang dokter dalam profesi medic dapat

dikelompokkan menjadi 3 kategori, yakni:

1. Kewajiban yang berkaitan dengan fungsi social pemeliharaan kesehatan (health care).

Kategori ini menekankan kepentingan masyarakat luas, bukan hanya kepentingan

pasien saja.

2. Kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak pasien.

3. Kewajiban yang berkaitan dengan Standar Profesi Medik dan yang timbul dari SPM

tersebut.

2.3 Hak Publik

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia pada bagian Keenam menyangkut tentang Hak warga Masyarakat untuk

memperoleh Rasa Aman.

Pasal 29

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

hak miliknya.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana

saja ia berada.

PBL 3 BLOK 30 Page 8

Page 9: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Pasal 30

Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Pasal 31

(1) Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.

(2) Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu

rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan

dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Pasal 32

Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi

melalui sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kakuasaan

lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang

kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Pasal 34

Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang

secara sewenang-wenang.

Pasal 35

Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman,

dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi

manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini

Pasal 90

(1) Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya

telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas

HAM.

(2) Pengaduan hanya akan mendapatkan pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu

yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.

(3) Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan

persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban. Kecuali untuk

pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM.

PBL 3 BLOK 30 Page 9

Page 10: Pbl 30 Part 3 Lengkap

(4) Pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

meliputi pula pengaduan melalui perwakilkan mengenai pelanggaran hak asasi manusia

yang dialami oleh kelompok masyarakat.

3. Proses Interogasi Tersangka

Kata Teroris (pelaku) dan Terorisme (aksi) berasal dari kata latin “TERRERE” yang

kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘Teror’ juga dapat

menimbulkan kengerian dihati dan pikiran korbannya. Hingga saat ini tidak ada definisi

Terorisme yang dapat diterima secara universal. Pada dasarnya, istilah Terorisme merupakan

sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitive karena menyebabkan terjadinya

pembunuhan dan kesengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Proses interogasi

dilakukan untuk mengungkapkan pembuktian dimana bom tersebut diletakkan oleh

tersangka, bukan pengakuan. Karena tersangka teroris biasanya sudah didoktrin untuk tidak

mengaku. Saat melaksanakan proses interogasi tersebut, petugas kepolisian tidak ada boleh

melakukan tindakan penyiksaan baik ringan, sedang, ataupun berat. Selain itu, petugas

reserse juga dapat menggunakan teknik pendekatan psikologi dalam proses interogasi untuk

mengetahui status mental tersangka. Peran dokter polisi dalam hal ini sebagai penasehat

petugas reserse, mengontrol serta menjaga kesehatan tersangka pelaku kejahatan jangan

sampai tersangka bunuh diri dan tidak jujur mengenai kesehatannya.

Interogasi merupakan suatu proses pemeriksaan terhadap seseorang melalui

pertanyaan lisan yang bersistem. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Dalam hal ini interogasi dilakukan terhadap tersangka terorisme. Saat dilakukan

interogasi, hal terpenting yang ditanyakan pertama kali adalah apakah tersangka pelaku

kejahatan itu dalam keadaan sehat atau tidak sehat secara jasmani. Jika tersangka tersebut

dalam keadaan tidak sehat, maka harus dilakukan perawatan medis hingga keadaannya pulih

dan dilanjutkan kembali proses interogasi. Hal-hal yang ditanyakan adalah: identitas lengkap

tersangka (alamat, pekerjaan, status pernikahan), alasan dia membuat bahan peledakan (bom)

tersebut, apakah dia melakukan tindakan criminal tersebut seorang diri atau berkelompok.

Jika kejahatan tersebut dilakukan seorang diri, petugas mencari informasi dari keterangan

saksi dari anggota keluarga atau masyarakat sekitar tempat tinggal tersangka terhadap

perilakunya selama ini. Sedangkan, jika teroris ini berkelompok maka perlu dikumpulkan

anggota kelompok yang lain untuk mencari informasi keterlibatan terhadap pemboman di

pasar itu. Pelaku kejahatan teroris tersebut diambil sidik jari, foto untuk kepentingan data

kepolisian apabila orang tersebut melakukan tindakan criminal di daerah lain.

PBL 3 BLOK 30 Page 10

Page 11: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Proses Interogasi merupakan bagian dari penyidikan atau pemeriksaan pendahuluan.

Interogasi merupakan suatu teknik yang digunakan oleh pemeriksa atau penyidik untuk

mendapatkan keterangan dari saksi atau tersangka yang berkenaan dengan suatu perkara

tindak pidana guna untuk perngembangan penyidikan sehingga suatu tindak pidana dapat

terungkap. (R.Soesilo, 1974: 52)

Teknik interogasi adalah teknik atau bagaimana cara menghadapi saksi-saksi yang

berbohong, membangkang dan sebagainya, sehingga diperlukan suatu teknik pemeriksaan

agar seorang pemeriksa akan memiliki suatu keyakinan bahwa pengakuan yang didapat dari

saksi atau tersangka yang diperiksa dapat menyingkapkan kebenaran. (G.W. Bawengan,

1974:11)

4. Hak dan Kewajiban Tersangka

Dalam penelitian ini, istilah tersangka berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:

“Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan

bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”

  Sedangkan istilah terdakwa berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:

“Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang

pengadilan.”

KUHAP menempatkan tersangka dalam posisi sebagai individu seutuhnya dan

bermartabat yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai luhur kemanusiaan. Dalam

pelaksanaan penegakan hukum, HAM yang melekat pada diri manusia tidak boleh dikurangi

hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:

a) Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum

b) Praduga tak bersalah

c) Hak mempersiapkan pembelaan secara dini

d) Penangkapan atau penahanan harus didasarkan bukti permulaan yang cukup.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia pada bagian keempat menyangkut tentang Hak seorang Tersangka

memperoleh Keadilan.

PBL 3 BLOK 30 Page 11

Page 12: Pbl 30 Part 3 Lengkap

Pasal 17

Setiap orang, tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan

permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun

administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai

dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan

adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Pasal 18

(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu

tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara

sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan

untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali

berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana

itu dilakukannya.

(3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan

yang paling menguntungkan bagi tersangka.

(4) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan

sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(5) Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas

suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap.

Pasal 19

(1) Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa

perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah.

(2) Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan

berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam

perjanjian utang-iutang.

5. KETERLIBATAN DOKTER & TENAGA KERJA LAIN3

Peran Dokter Polisi

Kedokteran Kepolisian atau lebih dikenal sebagai 'DOKPOL' adalah penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan tugas kepolisian. Adapun dasar

PBL 3 BLOK 30 Page 12

Page 13: Pbl 30 Part 3 Lengkap

hukum bahwa DOKPOL berperan dalam tugas kepolisan adalah tercantum dalam Bab III

Pasal 14 ayat 1 butir (h) UU No. 2 Tahun 2001 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang berbunyi "menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian". Hal ini

berarti bahwa DOKPOL merupakan salah satu pengemban tugas atau fungsi teknis kepolisian

harus dapat berperan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pokok kepolisian sebagaimana yang

diamanatkan dalam UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

tersebut.4,5

UU Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

Pasal 2

Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hokum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan terhadap masyarakat.

Seringkali tenaga medis bekerja sama dengan penguasa politik dalam tindakan yang

immoral, yang berupa penyiksaan terhadap orang-orang yang menentang penguasa. Para

dokter sedunia sudah merumuskan sikap mereka dengan “pernyataan Tokyo” di tahun 1975.

Isi pernyataan tersebut adalah sebagai berikut (terjemahan bahasa Indonesia ini diambil dari

Ensiklopedi Etika Medis, Cipta Loka Caraka, Jakarta 1979, hlm. 252-253):

“ adalah hak mulia dokter untuk mempraktikan ilmu kedokteran demi mengabdi untuk

manusia, demi mempertahankan dan memulihkan kesehatan jasmani maupun mental tanpa

membedakan orang, demi mengurangi dan meringankan penderitaan pasiennya. Hormat

setinggi-tingginya kepada hidup manusia harus tetap dijunjung tinggi, bahkan dibawah

ancaman sekalipun. Dan pengetahuan medis apapun tidak boleh secara bertentangan dengan

hukum-hukum perikemanusiaan”.

Demi maksud pernyataan tersebut, maka “penyiksaan” dibatasi pada penggunaan penderitaan

fisik atau mental secara sengaja, sistematis atau sewenang-wenang oleh satu orang atau lebih

yang bertindak sendiri atau atas perintah suatu autoritas, untuk memaksa seseorang

memberikan informasi, membuat pengakuan atau alasan apa pun yang lain.

Pernyataan:

1. Dokter tidak akan menyetujui, membiarkan atau mengambil bagian dalam tindakan

penyiksaan atau bentuk-bentuk lain prosedur yang kejam, tidak berperikemanusiaan

PBL 3 BLOK 30 Page 13

Page 14: Pbl 30 Part 3 Lengkap

dan merendahkan martabat manusia, apa pun juga pelanggaran yang disangkakan,

dituduhkan atau dipersalahkan pada korban, dan apapun kepercayaan atau motif si

korban itu. Hal ini berlaku dalam segala situasi, termasuk bentrokan senjata dan

perang saudara.

2. Dokter tidak akan memberikan instalasi, alat, bahan dan pengetahuan untuk

mempermudah tindakan penganiyayaan atau bentuk lain perlakuan yang kejam, tak

beperikemanusiaan atau merendahkan martabat atau membantu/ mengurangi

kemampuan korban untuk menentang perlakuan semacam itu.

3. Dokter tidak akan hadir dalam prosedur apapun, bila penganiayaan atau bentuk lain

perlakuan kejam dan tak beperikemanusiaan serta merendahkan martabat itu

digunakan atau dicamkan terhadap korban.

4. Seorang dokter harus mempunyai kebebasan klinis yang penuh dalam memutuskan

tentang pengobatan terhadap seseorang yang menjadi tanggungjawabnya secara

medis. Peran pokok dokter ialah meringankan penderitaan sesama manusia, dan tiada

motif baik pribadi maupun kolektif atau politis apaun yang boleh mengalahkan tujuan

yang lebih luhur ini.

5. Kalau seorang tahanan mogok makan, dan oleh dokter dianggap mampu menyusun

pendapatnya dengan tenang dan wajar mengenai akibat-akibat penolakan makanan

secara sukarela itu, maka tahanan itu tidak akan diberi makanan buatan. Keputusan

mengenai kemampuan tahanan untuk merangkai pendapat hendaklah dikuatkan

sekurang-kurangnya oleh satu dokter lain yang bebas. Akibat-akibat yang akan terjadi

karena menolak makanan itu akan dijelaskan oleh dokter kepada tahanan itu.

6. World Medical Association akan membantu dan seharusnya mendorong komunitas

internasional, ikatan-ikatan medis internasional dan teman-teman dokter untuk

membantu dokter dan keluarganya dalam menghadapi ancaman atau tekanan akibat

pendaulatannya membiarkan penggunaan penyiksaan atau bentuk perlakuan lain yang

kejam, tak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat.

Etos tenaga medis diuji secara terang-terangan dalam keadaan terancam penguasa

sering kali membutuhkan pengetahuan dan keahlian tenaga medis, untuk memaksa para

tersangka mengakui perbuatan mereka, dengan perlakuan yang kejam, menentang

perikemanusiaan. Bila tenaga medis mudah menyerah pada ancaman serupa itu, etos mereka

akan melemah, dan kepercayan umum terhadap tenaga medispun akan menurun karenanya.

Hormat terhadap manusia paling terlihat terhadap tenaga medis menghadapi para tahanan

PBL 3 BLOK 30 Page 14

Page 15: Pbl 30 Part 3 Lengkap

yang sudah berbuat kejahatan. Bila tenaga medis berhasil menghormati martabat

kemanusiaan pada umumnya.

Walaupun masyarakat umum dapat dirugikan kalau para tahanan tidak mengakui

kesalahan mereka sehingga seringkali dihukum tidak semestinya, tenaga medis tidak boleh

bekerja sama dengan penguasa untuk memaksa mereka itu mengakui kejahatan mereka.

Bahkan tenaga medis wajib menyimpan rahasia yang barang kali secara tidak langsung

mereka dengar dari tahanan itu selama memeriksa kesehatan mereka atau mengobati penyakit

mereka. Maka, bila penguasa atau petugas hukum merasa harus sedikit memaksakan

pengakuan semacam itu dari para tahanan, tidak boleh mereka menggunakan tenaga medis.

Mereka sendiri yang harus menjalankannya, dan bertanggungjawab sendiri atas tindakan

mereka yang kurang menghargai martabat manusia itu. Dengan begitu, kepercayaan umum

pada tenaga medis tetap dipelihara dengan baik.

Daftar Pustaka

1. Undang-Undang HAM Cetakan 1. Visimedia, Jakarta. 2007

2. Sampurna Budi, et all. Etika klinik. Dalam : Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta:

Pustaka Dwipar; 2007 .h.30-2.

3. Purwa Hadiwardoyo. Etika Medis. Kanisius, Jogjakarta. 1989

4. Dokter Polisi. Diunduh dari www.biddokpol.dokkes.polri.go.id. 10 Januari 2012.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan Penjelasannya- cetakan 1. Visimedia, Jakarta. 2007.

6. Hanafiah jusuf, Amir amri. Etika kedokteran dan hokum kesehatan. Ed IV. Jakarta:

EGC, 2008.

7. Undang-Undang & Peraturan Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Visimedia, Jakarta. 2007

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan Penjelasannya- cetakan 1. Visimedia, Jakarta. 2007

9. Budi Sampurna, et all. Etika klinik. Pustaka Dwipar, Jakarta. 2007

PBL 3 BLOK 30 Page 15