pbl 2

8
Mengapa setelah 4 bulan , gejala bertambah kemerahan dan ada sisik halus Peristiwa timbulnya sisik halus ini dapat disebabkan karena turn over stratum corneum yang abnormal atau pergantian kulit yang terjadi lebih cepat, normalnya turn over akan terjadi setiap 28 hari. Lapisan ini terdiri dari sel-sel yang sudah mati, yaitu sel-sel yang tidak lagi memiliki inti. Protoplasma sel akan menjadi keratin atau lapisan tanduk. Apabila lapisan tanduk terbentuk secara berlebihan menyebabkan stratum corneum yang terbentuk berlapis-lapis dan kulit menjadi bersisik. Adanya kemerehan pada kulit dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas atau system imun. Yang mana terdiri dari 3 tahap reaksi : 1. Tahap sensitisasi Pada tahap ini antigen akan ditangkap oleh APC dan mengaktivasi TH-2 dengan bantuan IL-4 dan CD 4 . selanjutnya akan mengaktivasi sel B dan sel B akan berubah menjadi sel plasma dan menyebabkan produksi IgE. 2. Tahap Aktivasi Ketika kulit atau tubuh terpajan oleh antigen yang sama untuk kedua kalinya, IgE akan menangkap antigen pada reseptor FcƐR dan menyebabkan degranulasi sel mast yang dapat mengakibatkan pelepasan histamine, metabolism asam arachidonat sehingga melepaskan prostaglandin dan leukotrin. 3. Tahap efektor

description

pbl fk unsoed

Transcript of pbl 2

Page 1: pbl 2

Mengapa setelah 4 bulan , gejala bertambah kemerahan dan ada sisik halus

Peristiwa timbulnya sisik halus ini dapat disebabkan karena turn over stratum corneum

yang abnormal atau pergantian kulit yang terjadi lebih cepat, normalnya turn over akan terjadi

setiap 28 hari.  Lapisan ini terdiri dari sel-sel yang sudah mati, yaitu sel-sel yang tidak lagi

memiliki inti. Protoplasma sel akan menjadi keratin atau lapisan tanduk. Apabila lapisan tanduk

terbentuk secara berlebihan menyebabkan stratum corneum yang terbentuk berlapis-lapis dan

kulit menjadi bersisik.

Adanya kemerehan pada kulit dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas atau system

imun. Yang mana terdiri dari 3 tahap reaksi :

1. Tahap sensitisasi

Pada tahap ini antigen akan ditangkap oleh APC dan mengaktivasi TH-2 dengan

bantuan IL-4 dan CD 4 . selanjutnya akan mengaktivasi sel B dan sel B akan berubah

menjadi sel plasma dan menyebabkan produksi IgE.

2. Tahap Aktivasi

Ketika kulit atau tubuh terpajan oleh antigen yang sama untuk kedua kalinya, IgE

akan menangkap antigen pada reseptor FcƐR dan menyebabkan degranulasi sel mast

yang dapat mengakibatkan pelepasan histamine, metabolism asam arachidonat sehingga

melepaskan prostaglandin dan leukotrin.

3. Tahap efektor

Pada tahap ini pelepasan histamine akan menyebakan meningkatnya permiabelitas

vskuler dan vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan timbulnya eritem.

Prostaglandin juga dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan leukrotin dapat

menyebabkan meningkatnya permiabelitas vaskuler sehingga timbulah kemerahan

(eritema) pada kulit.

Page 2: pbl 2

Pathogenesis morbus Hansen

Meskipun cara masuk Mycobacterium leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui

dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui kulit yang

lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.

PengaruhMycobacterium leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,

kemampuan hidup Mycobacterium leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang

lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis (Hendrawan, 2005)

Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat

pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan

saraf. Bila kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi

mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk

memfagositnya (Daili,2007).

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan

bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan (Leisinger, 2005).

Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga

makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman

di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan

kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan

terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan

disekitarnya (Barret,2005).

Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhanMycobacterium lepare, disamping

itu sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis.

Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi dan

beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf

yang progresif (Leisinger, 2005).

Page 3: pbl 2

Gambar 1. Genes and gene products involved in the immune response to M. leprae.

Page 4: pbl 2

Mycobacterium leprae

Luka (kulit lecet)Mukosa nasal

Fagositosis oleh histiosit (system imun non spesifik)

Tuberkel (epiteloid yang dikelilingi limfosit)

Sel datia

Sel Virchow/sel lepra/sel busa

Sel schwan

Hilangnya konduktansi aksonalCidera syarafDimielinisasi

Aliran darah

Page 5: pbl 2

M.leprae memiliki patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang

mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan

sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh

respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau

menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat

disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi

selularnya daripada intensitas infeksinya.

Bila basil M.leprae masuk kedalam tubuh, timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan

orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada imunitas sistem seluler (SIS) penderita. SIS

baik akan tampak gambaran tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran

lepromatosa.

Misch E A, Berrington W R, James C,etc. Leprosy and the Human Genome“Microbiol”. Mol. Biol. Rev.December 2010 vol. 74 no. 4589-620Nadesul, Hendrawan. 2005. Bagaimana Kalau Terkena Penyakit Kulit.

Page 6: pbl 2

Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah. M., dan Aisah.A. (2004). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Balai Penrbit FKUI

Ditjen PPM & PL. (2006). Buku Pedoman Program P2 Kusta Bagi Petugas Puskesmas.

Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia.

Daili, dkk. .2007. Kusta. UI PRES. Jakarta.

Barrett. TL., Wells. MJ., Libow.L., Quirk.C., and Elston DM. (2009). Leprosy, retrieved 

January 14, 2009 from http://emedicine.com/derm/byname/leprosy.htm. Last update:

April 10, 2009 (diakses pada 15 November 2014)