Patogenesis Dermatitis Atropik

2
Patogenesis Dermatitis Atropik Gangguan muncul akibat dari interaksi kompleks antara kelainan pada fungsi sawar kulit, kelainan kekebalan, agen infeksi dan lingkungan. Kelainan fungsi swar kulit tampaknya terkait dengan mutasi dalam gen filaggrin, yang mengkode protein struktural penting untuk pembentukan sawar kulit. Kulit individu dengan AD juga telah terbukti kekurangan ceramides (molekul lipid) serta peptida antimikroba seperti cathelicidins, yang mewakili lini pertama pertahanan terhadap berbagai agen infeksi. Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di stratum korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering. Selain itu kelainan fungsi sawar kulit juga dapat menyebabkan peningkatan penetrasi alergen dan mikroba ke dalam kulit. Agen infeksi yang paling sering terlibat dalam AD adalah Staphylococcus aureus (S. aureus), yang berkolonisasi di sekitar 90% dari pasien AD dan 5 % dari populasi normal. Salah satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal enterotoin A,B,C,D – SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF dan

description

Patogenesis Dermatitis Atropik

Transcript of Patogenesis Dermatitis Atropik

Page 1: Patogenesis Dermatitis Atropik

Patogenesis Dermatitis Atropik

Gangguan muncul akibat dari interaksi kompleks antara kelainan pada fungsi sawar

kulit, kelainan kekebalan, agen infeksi dan lingkungan. Kelainan fungsi swar kulit tampaknya

terkait dengan mutasi dalam gen filaggrin, yang mengkode protein struktural penting untuk

pembentukan sawar kulit. Kulit individu dengan AD juga telah terbukti kekurangan

ceramides (molekul lipid) serta peptida antimikroba seperti cathelicidins, yang mewakili lini

pertama pertahanan terhadap berbagai agen infeksi. Kelainan fungsi sawar kulit

mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit akan

makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri

dan virus. Bakteri pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan

metabolisme ceramide menjadi sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin

mengurangi ceramide di stratum korneum, sehingga menyebabkan kulit makin kering. Selain

itu kelainan fungsi sawar kulit juga dapat menyebabkan peningkatan penetrasi alergen dan

mikroba ke dalam kulit. Agen infeksi yang paling sering terlibat dalam AD adalah

Staphylococcus aureus (S. aureus), yang berkolonisasi di sekitar 90% dari pasien AD dan 5

% dari populasi normal. Salah satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau

mempertahankan inflamasi ialah dengan mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal

enterotoin A,B,C,D – SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai superantigen,

menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi

permukaan kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk memproduksi IL-1,

TNF dan IL-12. Semua mekanisme tersebut meningkatkan inflamasi pada DA dengan

kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus. Demikian pula jenis toksin atau protein

S.aureus yang lain dapat mengindusi inflamasi kulit melalui sekresi TNF-α oleh keratinosit

atau efek sitotoksik langsung pada keratinosit. Respon imun bawaan yang rusak juga muncul

untuk berkontribusi meningkatkan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan AD. Ini

saling faktor menyebabkan respon T-sel di kulit (awalnya T helper-2 [Th2] respon dominan

dan kemudian respon didominasi Th1) dengan rilis resultan dari kemokin dan sitokin

proinflamasi (misalnya, interleukin [IL]-4,5 dan tumor necrosis factor) yang mempromosikan

produksi imunoglobulin E (IgE) dan respon inflamasi sistemik, yang menyebabkan

peradangan gatal kulit