Patofisiologi Tromboemboli Vena

20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi tertulis pertama mengenai tromboemboli dan ulserasi vena dijumpai pada masa 1550 SM pada Papyrus of Eber, sedangkan kasus tromboemboli pertama yang tertulis jelas dijumpai pada abad ke 13. Pada abad ke 18 Hunter mengajukan hipotesis bahwa trombosis vena disebabkan oleh penyumbatan vena oleh bekuan darah, dan pada paruh kedua abad ke 19, Virchow mengajukan postulat faktor trias Virchow sebagai penyebab utama trombosis vena yaitu kerusakan pada dinding vena, stasis dari aliran vena dan perubahan pada komponen darah yang menyebabkan hiperkoagulabilitas pada kasus trombosis post partum. 14 2.1 FAKTOR RISIKO Penyebab tromboemboli vena dikemukakan oleh Rudolph Virchow dengan trias Virchow (stasis vena, cedera vaskular dan hiperkoagulabilitas). Faktor risiko terjadinya tromboemboli vena dapat dibagi menjadi 3 kelompok risiko, yaitu faktor tindakan bedah, faktor medikal dan faktor herediter/pasien. 15 TABEL 2.1. FAKTOR RISIKO TROMBOEMBOLI VENA 15 Faktor pasien Usia >40 thn Immobilisasi Obesitas Riwayat menderita DVT/PE Kehamilan Masa nifas Terapi estrogen dosis tinggi Varises vena Faktor Medikal/Surgikal Tindakan bedah mayor Malignansi (khususnya pelvik, abdominal, metastasis) Infark miokard Stroke Gagal nafas akut Gagal jantung kongestif Inflammatory bowel disease Sindroma nefrotik Penggunaan pacemaker Universitas Sumatera Utara

description

Patofisiologi tromboembolivena

Transcript of Patofisiologi Tromboemboli Vena

Page 1: Patofisiologi Tromboemboli Vena

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi tertulis pertama mengenai tromboemboli dan ulserasi vena

dijumpai pada masa 1550 SM pada Papyrus of Eber, sedangkan kasus

tromboemboli pertama yang tertulis jelas dijumpai pada abad ke 13. Pada abad ke

18 Hunter mengajukan hipotesis bahwa trombosis vena disebabkan oleh

penyumbatan vena oleh bekuan darah, dan pada paruh kedua abad ke 19, Virchow

mengajukan postulat faktor trias Virchow sebagai penyebab utama trombosis vena

yaitu kerusakan pada dinding vena, stasis dari aliran vena dan perubahan pada

komponen darah yang menyebabkan hiperkoagulabilitas pada kasus trombosis

post partum. 14

2.1 FAKTOR RISIKO

Penyebab tromboemboli vena dikemukakan oleh Rudolph Virchow

dengan trias Virchow (stasis vena, cedera vaskular dan hiperkoagulabilitas).

Faktor risiko terjadinya tromboemboli vena dapat dibagi menjadi 3 kelompok

risiko, yaitu faktor tindakan bedah, faktor medikal dan faktor herediter/pasien. 15

TABEL 2.1. FAKTOR RISIKO TROMBOEMBOLI VENA 15

Faktor pasien

• Usia >40 thn

• Immobilisasi

• Obesitas

• Riwayat menderita DVT/PE

• Kehamilan

• Masa nifas

• Terapi estrogen dosis tinggi

• Varises vena

Faktor Medikal/Surgikal

• Tindakan bedah mayor

• Malignansi (khususnya pelvik,

abdominal, metastasis)

• Infark miokard

• Stroke

• Gagal nafas akut

• Gagal jantung kongestif

• Inflammatory bowel disease

• Sindroma nefrotik

• Penggunaan pacemaker

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Patofisiologi Tromboemboli Vena

• Fraktur pelvik, ekstremitas

bawah

• Polisitemia

• Paroxysmal nocturnal

hemoglobinuria

• Paraproteinemia

• Sindroma Behcet’s

Faktor Hiperkoagulasi

• Antibodi Antifosfolipid, Lupus

Antikoagulan

• Homocysteinemia

• Disfibrinogenemia

• Gangguan Myeloproliferatif

• Defisiensi Antithrombin

• Faktor V Leiden

• Disseminated intravascular

coagulation (DIC)

• Gangguan plasminogen dan

aktivasinya

• Heparin induced

thrombocytopenia (HIT)

• Defisiensi protein C

• Defisiensi protein S

• Sindroma hiperviskositas

• Mutasi gen protrombin 20210A

Kanker (malignansi) adalah faktor risiko yang paling sering dan penting

untuk terjadinya tromboemboli vena. Lee dan Levine memperkirakan insidensi

annual tromboemboli vena pada pasien kanker adalah 1 dari 200 orang. Dua puluh

persen kasus tromboemboli vena terjadi pada pasien yang menderita kanker. Pada

seluruh penderita kanker, 15% akan menderita tromboemboli vena simptomatik,

50% menderita tromboemboli vena asimptomatik dan 50% dijumpai

tromboemboli vena pada saat otopsinya. 16

Tabel 2.2 Faktor risiko tromboemboli vena dengan tingkatannya 16

Tingkatan Risiko Karakteristik

Tinggi (Odds ratio >10) Tindakan bedah dengan institusionalisasi

Trauma

Penggantian lutut atau total hip

Cedera medulla spinalis

Sedang (Odds ratio 2-9) Institusionalisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Malignansi dengan kemoterapi

Pemasangan CVC atau pacemaker

Trombosis vena superfisial sebelumnya

Malignansi tanpa kemoterapi

Penyakit neurologis dengan paresis

ekstremitas

Penyakit hati berat

Rendah (Odds ratio <2) Tirah baring >3 hari

Duduk lama

Obesitas

Peningkatan usia

Karena rendahnya kepatuhan terhadap protokol profilaksis tromboemboli

dan kesulitan klinisi dalam menentukan stratifikasi faktor risiko menurut panduan

yang ada sekarang ini, maka Joseph A. Caprini dan timnya mengembangkan suatu

Risk Assessment Models (RAMs) untuk dengan tegas menggunakan perhitungan

faktor risiko.

2.2 PATOFISIOLOGI

Sistem koagulasi terdiri dari dua komponen, yaitu komponen seluler dan

komponen molekuler. Komponen seluler adalah trombosit, sel endotel, monosit

dan eritrosit, sedangkan komponen molekuler adalah faktor-faktor koagulasi dan

inhibitornya, faktor fibrinolisis dan inhibitornya, protein adhesif (cth von

Willebrand factor, vWF), protein interseluler, acute-phase proteins,

immunoglobulin, ion kalsium, fosfolipid, prostaglandins dan beberapa sitokin

lain. Meskipun begitu, protein-protein koagulasi adalah komponen inti dari sistem

hemostasis. 18

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Tabel 2.3 VTE Risk Assessment Model

17

Tabel 2.4 Prophylaxis Decision Making Tools–Berdasarkan Skoring Faktor

Risiko 17

Berikut ini adalah jalur (pathway) koagulasi yang berdasarkan waktu (time-

based): 18

1. Inisiasi ; Tissue factor (TF) yang diekspresikan oleh vaskular yang rusak

mengikat FVIIa (yang bersirkulasi dalam jumlah kecil), yang kemudian

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Patofisiologi Tromboemboli Vena

memicu koagulasi dengan mengaktivasi FIX menjadi FIXa dan FX

menjadi Fxa. Fxa kemudian mengikat FII, menghasilkan thrombin (FIIa)

dalam jumlah kecil. Pada reaksi yang lebih lambat, FIXa mengikat dan

mengaktivasi FX menjadi FXa. Kebanyakan proses koagulasi invivo

diinisiasi oleh tissue factor, sedangkan aktivasi kontak (aktivasi FXII)

masih belum jelas perannya secara klinis, akan tetapi kemungkinan diduga

karena RNA dari sel yang rusak menjadi aktivator FXII invivo.

2. Amplifikasi ; Karena pada tahap inisiasi thrombin yang dibentuk masih

sedikit untuk dapat mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin, maka ada

beberapa mekanisme amplifikasi umpan balik. Yang pertama,

pembentukan FVIIa ditingkatkan oleh aktivasi FVII yang terikat pada

tissue factor oleh FVIIa, FIXa dan Fxa. Thrombin kemudian mengaktivasi

kofaktor non enzymatik FV dan FVIII, yang mengakselerasi aktivasi FII

oleh Fxa dan Fxa oleh FIXa secara berurutan. Pada umpan balik

berikutnya, thrombin juga mengaktivasi FXI menjadi FXIa yang

meningkatkan pembentukan FIXa.

3. Propagasi ; Untuk mempertahankan pembentukan thrombin kontinu,

memastikan pembentukan bekuan yang besar, sejumlah besar FXa

diprodukasi oleh aktivasi FX oleh FIXa dan FVIIIa (intrinsic tenase

complex). FIXa utamanya dari aktivasi FIX oleh kompleks FVIIa/TF.

4. Stabilisasi ; pembentukan thrombin maksimal terjadi setelah pembentukan

monomer-monomer fibrin. Hanya setelah itu terjadi maka jumlah trombin

cukup untuk mengaktivasi FXIII, sebuah tranglutaminase, yang kemudian

mengcross-link monomer-monomer fibrin menjadi jaringan fibrin yang

stabil. Sebagai tambahan, thrombin kemudian mengaktivasi thrombin-

activatable-fibrinolysis-inhibitor (TAFI) yang melindungi bekuan fibrin

dari aktifitas fibrinolisis.

Tindakan bedah sering menganggu keseimbangan sistem ini yang dapat

menyebabkan kecenderungan terjadinya trombosis ataupun perdarahan. Selain

tindakan bedah, banyak faktor risiko klinis lain yang dapat menyebabkan

gangguan yaitu immobilisasi, infeksi, kanker (keganasan) dan obat-obatan, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Patofisiologi Tromboemboli Vena

juga berbagai macam faktor perioperatif seperti hipotermia, asidosis metabolik,

penggunaan volume expander dan sirkulasi ekstrakorporeal. Beberapa jam setelah

operasi terdapat peningktan tissue factor, tissue plasminogen activator,

plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan vWF yang menyebabkan

hiperkoagulasi dan hipofibrinolitik. 18

Sedangkan mekanisme bagaimana kanker dapat menyumbang risiko besar

pada tromboemboli vena belum dapat sepenuhnya dimengerti, akan tetapi ada

beberapa faktor yang telah diidentifikasi: tipe kanker tertentu, terapi terhadap

kanker, usia, indeks massa tubuh dan genetik. Secara umum dapat dibagi menjadi

dua faktor, yaitu faktor intrinsik (sel tumor dan microenvironment) dan ekstrinsik

(intervensi teraupetik).19

Sel tumor dapat menyebabkan upregulasi banyak faktor koagulasi, down

regulasi sistem protein fibrinolitik dan mengekspresikan beberapa sitokin atau

protein regulator yang berkaitan dengan pembentukan trombus, sehingga rentan

terhadap keadaan protrombotik. Keadaan ini menyebabkan gangguan

keseimbangan sistem koagulasi/antikoagulasi, kerusakan endotel pembuluh darah

dan mengaktivasi trombosit. Profil dari tumor juga berpengaruh, karena beberapa

jenis sel tumor mensekresikan faktor koagulasi seperti TFs (faktor III) dan

trombin (faktor IIa). Juga dijumpai peningkatan faktor koagulasi dan protein

regulator pada peritoneum pasien dengan kanker ovarium (faktor XII, faktor XI,

faktor XIII, faktor II-reseptor faktor II, faktor VII, faktor X dan faktor I, fibrin,

heparin cofactor II dan reseptor endothelial protein-C.19

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Gambar 1. Efek protrombotik sel tumor 16

Protein prokoagulan penting yang dihasilkan oleh sel tumor adalah TF

(tissue factor) dan CP (cancer procoagulant), meskipun TF adalah produk sel

normal, akan tetapi tidak diekspresikan dalam keadaan normal atau istirahat, dan

produksinya distimulasi oleh inflamasi. Sedangkan, sel kanker mengekpresikan

TF secara kontinu, sedangkan CP adalah cyteine protease dengan substrat

koagulasi faktor X. Tumor juga dapat menimbulkan efek massa/penekanan yang

menyebabkan stasis aliran darah vena.16

Terapi terhadap kanker adalah faktor ekstrinsik pencetus tromboemboli

vena. Beberapa obat antineoplastik dapat menyebabkan upregulasi protein

prokoagulan, downregulasi antikoagulan (antithrombin, protein C dan protein S),

menekan aktifitas fibrinolitik, meningkatkan aktifitas trombosit, meningkatkan

adhesi neutrofil dan memicu pelepasan beberapa sitokin dan tumor prokoagulan

dari sel tumor yang lisis.Tindakan bedah juga meningkatkan risiko tromboemboli

vena 2-3 kali lipat pada keganasan ginekologi dibandingkan dengan operasi non

malignansi.16,19

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Gambar 2. Model koagulasi dan fibrinolisis. FX (1) dan FIX (2) = fase

inisiasi, (3) = fase amplifikasi, (4) = stabilisasi. 18

Mayoritas kejadian tromboemboli vena bermula dari deep calf veins,

dimana mayoritas trombosis akan menghilang spontan, sekitar 15% akan berlanjut

ke vena proksimal yang menyebabkan sumbatan dan rentan terjadi embolisasi.

Bila tidak ditata laksana, maka trombosis vena yang terjadi di atas lutut, sekitar

lebih dari 50% akan menyebabkan emboli paru. 14

2.3 DIAGNOSIS

Tromboemboli vena dapat bermanifestasi sebagai deep vein trombosis

(DVT) ataupun emboli paru. Diagnosis DVT secara klinis sulit dipercaya, karena

75% pasien yang disangkakan DVT ternyata tidak menderita DVT. Diagnosis

pasti DVT hanya dapat ditegakkan dengan venografi, dimana sensitifitas dan

spesifisitas mencapai 100%. Kelemahan venografi adalah tindakan invasif dan

mempunyai efek samping phlebitis dan pembentukan trombosis, oleh karena itu

venografi tidak digunakan sebagai alat bantu pertama dalam mendiagnosis DVT. 20

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Patofisiologi Tromboemboli Vena

D-dimer dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang, apalagi bila

dikombinasi dengan pemeriksaan ultrasonografi dengan nilai prediksi negatif

yang baik sehingga hasil negatif benar-benar dapat menyingkirkan diagnosis

DVT. Akan tetapi, pemeriksaan D-dimer tidak begitu akurat pada pasien dengan

malignansi dan kehamilan atau pada pasien paska operatif, hal ini disebabkan

pada pasien malignansi, hamil dan paska operatif nilai D-dimer dapat meningkat

meskipun tanpa adanya DVT. Oleh karena itu, pada pasien dengan malignansi,

kehamilan dan paska operatif sangat dianjurkan untuk mengkombinasi

pemeriksaan D-dimer dengan ultrasonografi. 12

Dapat juga digunakan pemeriksaan impedance pletysmography dan

radiolabeled fibrinogen uptake, akan tetapi karena kompleksitas pemeriksaan ini

sudah tidak dipakai lagi dan digantikan dengan pemeriksaan ultrasonografi. 12

Gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis DVT 20

2.3.1 Ultrasonografi Duplex

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Kombinasi dari pencitraan B-mode dan Doppler pada satu instrumen,

duplex, awalnya dilakukan sebagai penunjang diagnosis pada pembuluh darah

arteri. Selain itu, ternyata ultrasonografi duplex juga dapat digunakan untuk

mengetahui adanya obstruksi dan refluks vena. Selama lebih dari 25 tahun,

kualitas teknologi pencitraan B-mode meningkat secara dramatis. Tampilan

dengan kode warna juga power doppler banyak terdapat pada hampir semua

instrumen, kedua mode ini sangat membantu dalam menentukan lokasi vena dan

menegaskan defek intraluminal. 21

Tabel 2.5 Temuan USG Duplex pd penilaian DVT 21

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Gambar 4. USG Duplex dari vena normal. Vena sepenuhnya dapat

dikompresi.21

Temuan ultrasonografi duplex pada DVT ekstremitas bawah dijabarkan

pada 5. Hampir semua laboratorium vaskular menggunakan kriteria pertama, yaitu

tidak dapatnya dilakukan pengempisan/kolaps vena dengan penekanan probe usg

sebagai metode diagnostik utama. Meta analisis telah menunjukkan bahwa tanda

ini sensitifitasnya 95% dan spesifisitasnya 98% untuk DVT proksimal pada

ekstremitas bawah. Ketika semua kriteria pada tabel dipakai, maka sensitifitasnya

adalah 98% dan spesifisitasnya 94%. 21

Meskipun akurasinya sangat baik, akan tetapi kebanyakan data pada

pasien dengan obstruksi vena femoral dan/atau popliteal. Mayoritas pasien dengan

DVT simptomatik memiliki trombus pada vena femoral dan popliteal. Pada

beberapa kasus, trombus juga dapat melibatkan vena iliaka dan vena calf, dimana

pemeriksaan ultrasonografi dupleks pada vena ini tidak begitu akurat. 21

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Gambar 5. USG Duplex dari DVT akut. Tampak bahwa vena tidak dapat

dikompresi. Juga dapat dilihat bahwa vena membesar dan trombus

echolucent dan terkompresi sebagian, yang merupakan petanda trombus

akut. 21

Sebagai tambahan, ultrasonografi dupleks dapat menyediakan informasi

apakah trombus tersebut akut atau kronis. Kriterianya diuraikan pada tabel 6.

Temuan trombus yang sebagian terkompresi adalah tanda DVT akut yang dapat

dipercaya. Trombus yang mengambang bebas, atau yang tampaknya bergerak

pada lumen vena hanya dilihat sesekali. Banyak klinisi yang menggunakan

kriteria derajat ekogenisitas dari trombus untuk menentukan usia trombus.

Meskipun ekogenisitas trombus meningkat seiring usia, juga bergantung pada

setting alat. 21

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Tabel 2.6 Kriteria USG Duplex untuk menilai trombosis akut atau kronis.21

Penentuan usia trombus khususnya penting bila klinisi menghadapi pasien

dengan riwayat DVT sebelumnya yang tampil dengan gejala nyeri ekstremitas

bawah yang baru atau pembengkakan ekstremitas bawah yang baru tanpa adanya

pemeriksaan sebelumnya sebagai pembanding. Karena 10-20% DVT akut menjadi

kronis, menentukan apakah pasien tersebut memiliki trombus baru atau adanya

insufisiensi vena kronis merupakan suatu tantangan tersendiri. Tabel penentuan

usia trombus cukup dapat dipercaya, akan tetapi perlu diingat bahwa trombus akut

dan kronis dapat terjadi bersamaan. Pada kasus seperti ini harus dicari trombus

yang terkompresi parsial (akut) pada ujung proksimal atau distal dari DVT yang

lama.21

Pemeriksaan duplex juga dapat menentukan penyebab nyeri atau

pembengkakan ekstremitas bawah ketika DVT tidak ditemukan. Hematoma

intramuskular (kadang berkaitan dengan robekan otot), kista Baker's yang ruptur

dan tidak ruptur, dan penyakit refluks vena merupakan penyebab yang umum

dijumpai dan menyerupai DVT dan juga dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

ultrasonografi duplex.21

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Patofisiologi Tromboemboli Vena

2.4 TERAPI

Terapi tromboemboli vena pada pasien kanker merupakan suatu tantangan

tersendiri, dimana terapi harus individual dan disesuaikan dengan tatalaksana

yang sedang dilakukan untuk malignansinya. Pasien kanker sering membutuhkan

tindakan bedah yang radikal, rentan terhadap infeksi dan mendapat kemoterapi

yang mensupresi pembentukan komponen darah seperti trombosit sehingga dapat

meningkatkan risiko perdarahan. Oleh karena itu terapi terhadap tromboemboli

pada pasien kanker harus diindividualisasi.20

Terapi standar untuk DVT adalah unfractionated heparin intravena.

Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses

fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal

sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan

risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum

menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah

activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi DVT,

biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin ≥30.000 U/hari atau >1250 U/jam.

Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan infus

heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga

efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar

untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U

UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT

selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapai

dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus

diberikan ≥5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized

ratio) pada kisaran terapeutik ≥2 hari.22

Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila

dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu

pemberian subkutan satu atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak

memerlukan pemantauan laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Patofisiologi Tromboemboli Vena

risiko perdarahan yang lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan

di rumah tanpa memerlukan pemberian intravena kontinu.22

Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk

tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang

menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek

warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan

sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai

segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah

inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.

Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari

ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai

INR.22

Terapi trombolitik jarang diindikasikan untuk DVT, biasanya diberikan

pada pasien dengan DVT iliofemoral yang ekstensif dan risiko rendah terhadap

perdarahan. Kontraindikasi absolut untuk terapi trombolitik adalah perdarahan

internal aktif, stroke dalam kurun waktu 2 bulan belakangan, abnormalitas

intrakranial, hipertensi berat tidak terkontrol dan adanya kelainan diatesis

perdarahan. Kontraindikasi relatif terhadap terapi trombolitik adalah tindakan

bedah mayor atau persalinan pervaginam dalam kurun waktu 10 hari sebelumnya,

riwayat perdarahan gastrointestinal, tekanan darah sistolik >180 mmHg atau

diastolik ≥110 mmHg, kehamilan, usia >75 tahun dan hemorrhagic diabetic

retinopathy.22

Penggunaan filter vena cava inferior pada pasien dengan emboli paru

rekuren meskipu sudah diterapi dengan antikoagulan dan pada pasien dimana

pemberian antikoagulan merupakan kontraindikasi atau alergi terhadap pemberian

antikoagulan.22

Terapi untuk emboli paru juga menggunakan unfractionated heparin atau

LMWH dengan dosis dan cara pemberian yang sama dengan terapi DVT.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Trombolitik diindikasikan pada pasien dengan emboli paru masif, adanya

syok kardiogenik atau keadaan hemodinamik tidak stabil. Trombolitik yang

dipakai adalah streptokinase, urokinase, dan tissue plasminogen activator.

Streptokinase diberikan bolus 250.000 IU diikuti bolus 100.000 U/jam selama 24

jam. Bila trombolitik gagal, maka dapat dilakukan transvenous catheter

embolectomy atau open surgical embolectomy.22

2.5 PENCEGAHAN

Metode profilaksis tromboemboli vena harus aman, efektif, ekonomis, dan

dapat diterima penggunaannya. Strategi pencegahan yang ada sekarang ini adalah

ambulasi dini, graduated compression stockings, pneumatic compression devices

dan antikoagulan seperti warfarin, UFH subkutan, dan LMWH.12

Penggunaan regimen profilaksis tertentu harus didasarkan pada

pertimbangan klinis dan faktor risiko. Graduated compression stockings dipasang

pada ekstremitas bawah dan memiliki profil tekanan yang berbeda sepanjang

stocking dengan tujuan mengurangi penumpukan darah vena. Penelitian telah

menunjukkan bahwa stocking ini efektif mencegah tromboemboli dengan efek

samping minimal. Pneumatic compression devices juga disebut sequential

compression devices memanjang sampai ke lutut atau paha dan juga digunakan

sebagai profilaksis DVT. Penggunaan pneumatic compression devices

mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah dengan menstimulasi pelepasan

faktor fibrinolisis juga dengan kompresi mekanis dan pencegahan pengumpulan

darah vena. Penggunaan pneumatic compression devices akan efektif mencegah

DVT bila digunakan intraoperatif dan post operatif sampai 5 hari. Akan tetapi

pada beberapa pasien dengan faktor risiko tinggi seperti riwayat DVT

sebelumnya, kanker dan usia >60 tahun risiko DVT tetap tinggi meskipun telah

menggunakan pneumatic compression devices.12

Pencegahan DVT secara farmakologis mencakup antagonis vitamin K

(warfarin), UFH, dan LMWH. UFH adalah campuran rantai polisakarida dengan

berat molekul bervariasi, dari 3000 dalton sampai 30.000 dalton yang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Patofisiologi Tromboemboli Vena

mempengaruhi faktor Xa dan thrombin. LMWH terdiri dari fragmen UFH yang

mempunyai respon antikoagulan yang dapat diprediksi dan aktifitas yang lebih

terhadap faktor Xa. Pada meta analisis pasien yang mengalami operasi urologi,

ortopedi dan bedah umum, disimpulkan bahwa UFH subkutan efektif mencegah

DVT pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi, dengan sedikit

peningkatan komplikasi perdarahan. Pada pasien ginekologi penggunaan heparin

telah dibandingkan dengan kontrol, dimana dijumpai penurunan deteksi DVT

pada kelompok yang menggunakan heparin dibandingkan dengan kontrol (3% vs

29%), dengan pemberian 5000 U UFH subkutan 2 jam sebelum operasi dan paska

operasi dua kali sehari selama 7 hari.12

LMWH diperkenalkan sebagai profilaksis dengan beberapa kelebihan

seperti pemberian hanya 1 kali sehari dan keuntungan teoretis berkurangnya risiko

perdarahan. Beberapa penelitian telah membandingkan penggunaan LMWH

dalteparin 2500 U satu kali sehari dengan UFH 5000 U dua kali sehari untuk

perioperatif operasi abdominal, dan tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam

hal kejadian DVT ataupun episode perdarahan.12

Terapi antikoagulan dengan UFH dan LMWH mempunyai risiko. Risiko

utama adalah perdarahan, osteoporosis (terapi UFH berkepanjangan) dan heparin

induced trombocytopenia. Risiko perdarahan dengan UFH tampaknya lebih tinggi

dan respon individu yang bervariasi.12

Terapi inisial menunjukkan bahwa 50% kasus DVT mulai terbentuk pada

saat operasi dan 25% terjadi dalam kurun waktu 72 jam setelah operasi. Oleh

karena itu, penting untuk memulai profilaksis sebelum dilakukan induksi anestesi

pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi. Graduated compression

stocking dan pneumatic compression devices dapat dipasang sebelum operasi.

Pemberian LMWH atau UFH juga dapat diberikan sebelum operasi pada pasien

risiko tinggi. Adanya peningkatan risiko perdarahan selama operasi tidak banyak

dibuktikan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan.12

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Pemilihan metode profilaksis bergantung pada penilaian risiko

tromboemboli, apakah risiko ringan, sedang ataupun risiko tinggi. American

College of Chest Physicians Evidence Based Clinical Practice Guidelines

membagi beberapa tingkatan risiko menderita tromboemboli yang dapat dilihat

pada tabel 3.10

Tabel 2.7 Tingkat risiko tromboemboli dan tromboprofilaksis yang

direkomendasikan 10

Tabel 2.8 Kategori risiko thrombosis vena dalam (DVT-deep vein thrombosis)

dan profilaksis yang dianjurkan 12

Risiko Rendah (low risk) ‐ Bedah minor (cth : ligasi tuba

bilateral), tanpa tambahan faktor

risiko lain

Profilaksis : tidak diperlukan secara

khusus, dapat digunakan stocking

elastic dengan kompresi gradual atau

ambulasi dini

Risiko Sedang (intermediate risk) ‐ Bedah minor dengan tambahan

faktor risiko lain

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Patofisiologi Tromboemboli Vena

‐ Bedah mayor pada pasien usia 40-

60 thn (cth : histerektomi total)

tanpa tambahan faktor risiko lain

Profilaksis : pneumatic compression

devices atau LMWH atau UFH.

Risiko Tinggi (high risk) ‐ Bedah mayor (cth : debulking

kanker ovarium) dengan tambahan

faktor risiko lain

Profilaksis : LMWH, UFH subkutan

3x/hari dan pneumatic compression

devices.

Risiko Sangat Tinggi (very high risk) ‐ Bedah mayor (cth : exenterasi

pelvis total) dengan faktor risiko

multiple

‐ Riwayat tromboemboli

‐ Riwayat thrombophilia

‐ Dengan kanker

Profilaksis : LMWH 1x/hari, UFH

subkutan 3x/hari, pertimbangkan

kombinasi dengan LMWH dan

pneumatic compression devices atau

stoking elastic dengan kompresi

gradual dan LMWH.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Patofisiologi Tromboemboli Vena

Gambar 6. Algoritma profilaksis tromboemboli pada pasien kanker 23

Universitas Sumatera Utara