Patofisiologi Trauma Kapitis
-
Upload
niko-yuandika -
Category
Documents
-
view
57 -
download
0
description
Transcript of Patofisiologi Trauma Kapitis
2. TRAUMA KAPITIS
2.1 Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekank terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis
yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer ataupun
permanen.
2.2 Epidemologi
2.3 Klasifikasi
Menurut Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal
(Perdossi, 2006) klasifikasi trauma kapitis berdasarkan sebagai berikut:
1. Patologi
1.1 Komosio serebri
1.2 Kontusio serebri
1.3 Laserio serebri
2. Lokasi lesi
2.1 Lesi difus
2.2 Lesi kerusakan vaskuler otak
2.3 Lesi fokal
2.3.1 Kontusio dan laserasi serebri
2.3.2 Hematoma intrakranial
2.3.2.1 Hematoma ekstradural (epidural)
2.3.2.2 Hematoma subdural
2.3.2.3 Hematoma intraparekimal
2.3.2.3.1 Hematoma subarakhnoid
2.3.2.3.2 Hematoma intraserebral
2.3.2.3.3 Hematoma intraserebellar
3. Derajat kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS)
Kategori GCS Gambaran Klinik CT-Scan OtakMinimal 15 Pingsan (-) Normal
Defisit neurologik (-)
Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit Defisit neurologik (-)
Normal
Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit – 6 jam Defisit neurologik (+)
Abnormal
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam Defisit neurologik (+)
Abnormal
Perlu diketahui bahwa tujuan dari klasifikasi ini adalah untuk triase di gawat
darurat. Bila hasil pemeriksaan penunjang (CT-Scan) menunjukkan gambaran
berupa pendarahan intrakranial maka pasien akan diklasifikasikan sebagai trauma
kapitis berat.
2.4 Patofisiologi
Kerusakan otak secara patologis akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan
menjadi dua stadium utama yaitu cedera primer dan sekunder. (Avellino, Gilory,
marik)
1. Cedera Otak Primer (Primary Brain Injury)
Cedera otak primer merupakan kerusakan otak yang terjadi secara langsung
akibat dari mekanisme trauma yang terjadi. Biasanya hal ini sering terjadi
akibat kecelakaan atau benturan. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan
akselerasi dan deselerasi yang merusak struktur intrakranial oleh karena
pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak.
Patofisiologi cedera primer dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu lesi fokal
dan lesi difus. Focal brain injury khas berhubungan dengan pukulan terhadap
kepala yang menimbulkan kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas berdasarkan lokasi, ukuran dan
progresifitasnya. Sedangkan diffuse axonal injury disebabkan oleh tekanan
inersial yang sering berasal dari kecelakaan sepeda motor. Pada praktisnya
cedera difus dan fokal sering terjadi secara bersamaan. Fraktur tengkorak,
epidural hematoma, subdural hematoma, dan intrasereberal hematoma adalah
beberapa contoh kasus yang digolongkan sebagai cedera otak primer.
2. Cedera Otak Sekunder (Secondary Brain Injury)
Cedera otak sekunder terjadi setelah trauma awal dan ditandai dengan
kerusakan neuron- neuron akibat respon fisiologis sistemik terhadap cedera
awal. Cedera sekunder melibatkan hasil kejadian vaskuler dan hematologi
yang menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah otak (cerebral
blood flow) yang menimbulkan hipoksia dan iskemik.
Faktor sekunder akan memperberat cedera otak dikarenakan adanya laserasi
otak, robekan pembuluh darah, spasme vaskuler, oedem serebral, hipertensi
intrakranial, pengurangan CBF, iskemik, hipoksia dan lainnya yang dapat
menimbulkan kerusakan dan kematian neuron.
Gejala neuropsikiatrik yang merupakan sekuele dari trauma kapitis dapat meliputi
masalah perhatian (atensi) dan arousal, konsentrasi dan fungsi eksekutif,
perubahan intelektual, gangguan memori, perubahan kepribadian, gangguan
afektif, gangguan ansietas, psikosis, epilepsi pasca traumatik, gangguan tidur,
agresi, dan iritabilitas.(Shere mark)
Sekuele ini dapat muncul akibat dari kerusakan fisik langsung pada otak dan
akibat dari faktor sekunder seperti gangguan vaskuler, anoksia dan oedem
serebral. Beratnya sekuele neuropsikiatrik pada trauma kapitis ditentukan oleh
berbagai faktor yang telah ada saat sebelum, selama, maupun sesudah cedera.
(Shere mark)
Trauma kapitis kebanyakan berhubungan dengan defisit kognitif, yang mencakup
gangguan arousal, atensi, memori, konsentrasi, bahasa dan fungsi eksekutif.
Peneliti sebelumnya telah mengemukakan bahwa defisit kognitif dapat dibedakan
menjadi 4 kelompok menurut waktu terjadinya bila dikaitkan dengan fase pada
trauma kapitis. Pertama pasien akan mengalami kehilangan kesadaran atau koma
yang terjadi segera setelah trauma kapitis. Fase kedua ditandai dengan campuran
gangguan kognitif dan tingkah laku, seperti agitasi, confusion, disorientasi dan
perubahan aktifitas psikomotor. Kedua fase ini terjadi beberapa hari sampai satu
bulan setelah cedera, dan merupakan bentuk dari delirium pasca traumatik. Fase
ketiga berlangsung pada periode 6-12 bulan yang merupakan fase penyembuhan
cepat fungsi kognitif, diikuti oleh penyembuhan yang bersifat plateau selama 12-
24 bulan setelah cedera. Fase keempat ditandai dengan sekuele kognitif yang
permanen, fase ini disebut juga sebagai demensia oleh karena trauma kapitis. (Rao
lyketsos 2000)
Daftar pustaka
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) 2006. Konsensus
Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Perdossi. Jakarta
Rao, v. And Lyketos, C. 2000. Neurophsyciatric Sequele of Traumatic Brain
Injury. Psychosomatics
Morris, Terri. Traumatic Brain Injury. 2010. Springer.
Shere, Mark. Et al. Multidimensional Assessment of Acute Confusion After
Traumatic Brain Injury. 2005. Arch Phys Med Rehabil vol 86.
Anthony M. Avellino. Increased Intracranial Pressure. 2005. Bernard Lmaria.