patofisiologi TBC
-
Upload
firmanpranoto313 -
Category
Documents
-
view
57 -
download
0
Transcript of patofisiologi TBC
Beberapa manifestasi klinis dari TBC yaitu demam, kelemahan, penurunan berat badan,
kehilangan nafsu makan, pembesaran kelenjar limfe, keringat malam dan anemia.
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh,
baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding
bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif, merupakan
pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk
melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen endogen. Pirogen
endogen ini akan berikatan dengan reseptornya di hipotalamus dan fosfolipase-A2. Peristiwa ini
akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim
siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2
(PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan
mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus pada nilaiyang lebih tinggi.
Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang
baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan
pelepasan epinefrin dari saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan
tonus otot. Sehingga penderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan menghasilkan panas.
(Ridzon, 2004).
Peningkatana laju metabolisme, akan menyebabkan peningkatan pemecahan cadangan
makanan sehingga nutrisi untuk tubuh berkurang. Peningkatan laju metabolisme ini disertai
dengan penurunan nafsu makan yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi bakteri. Kedua
hal tersebut mengakibatkan tubuh mengalami kelemahan. (Ridzon, 2004).
Laju metabolisme yang meningkat, juga mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Adanya
panas yang dihasilkan, menyebabkan peningkatan metabolisme bakteri. Sehingga terjadi
peningkatan kebutuhan Fe oleh bakteri sebagai bahan metabolisme. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, bakteri mengambil Fe dari plasma, sehingga terjadi penurunan Fe dalam plasma. Hal
inilah yang mengakibatakan anemia pada penderita TBC. (Ridzon, 2004).
Bakteri- bakteri dari fokus primer dapat menyebar ke kelenjar getah bening, termasuk
kelenjar getah bening di leher. Didalam kelenjar getah bening, bakteri menyebabkan perubahan-
perubahan yang serupa dengan apa yang terjadi di fokus primer pada paru. Kelenjar getah bening
mengalami peradangan, bengkak dan timbul nyeri. Selain itu, dapat juga terjadi perilimfadenitis
sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. (Ridzon, 2004).
Bakteri di dalam tubuh, merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk
melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan IFN-α. Tumor necrosis factor alpha (IFN-α.) merupakan
peptida yang menyebabkan pengeluaran keringat pada malam hari. (Crofton, 2002)
Ridzon, Renee. 2004. Tuberculosis. Diakses di www.nejm.org pada 11 April 2010.
Crofton, John. 2002. MDR TB. Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika.