Patofisiologi Reaksi Sensitisasi
-
Upload
inna-mayniza -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
Transcript of Patofisiologi Reaksi Sensitisasi
ASMA
Asma merupakan salah satu contoh reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang termediasi ileh Ig-E. Ig-
E memegang peranan penting dalam reaksi asma. Berawal dari allergen yang terhirup dikenali
oleh antigen presenting cell (APC). Setelah dikenali, allergen diproses dan dipresentasikan
menuju sel T. sel T membrikan respom berupa interleukin yang menstimulasi sel B untuk
memproduksi Ig-E. antibody ini mengikat mast cell dan basofil pada reseptor berafinitas tinggi di
permukaan mast cell dan basofil. Ikatan Ig-E menginduksi degranulasi mast cell dan basofil
sehingga melepaskan mediator inflamasi (seperti histamin). Penggunaan rekombinan monoclonal
anti-IgE adalah satu contoh imunoterapi asma. Rekombinan monoclonal anti-IgE menghambat
ikatan langsing IgE pada permukaan mast cell dan basofil. Karena IgE tidak dapat berinteraksi
dengan sel inflamasi (seperti mast cell , basofil), sehingga reaksi hipersensitivitas dan dikurangi
(direduksi).
Asma bronchial merupakan salah satu reaksi contoh reaksi allergy berupa peradangan (inflamasi)
pada saluran pernafasan. Secara imunologi, asma termasuk dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
yang termediasi oleh Ig-E. Berbagai macam penelitian tentang allergy asma bronchial telah
dilakukan. Namun penelitian tersebut masih harus diperbaiki terkait dengan peningkatan
keakuratan dalam medikasi. Contoh penelitian tersebut antara lain penekanan jumlah eosinofil
dengan penggunaan adjuvant (interleukin-12). Penelitian ini didasarkan pada penemuan jumlah
eosinofil pada penderita asma. Namun meskipun dengan eliminasi eosinofil oleh IL-12 berhasil,
hal ini tidak menurunkan hiperreaktivitas saluran pernafasan pada penderita asma.
Reaksi hipersensitivitas
System imun merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perlindungan terhadap
penyakit, tapi kadang terjadi reaksi yang berlebihan di dalam tubuh dalam rangka melakukan
fungsi proteksi tersebut yang disebut reaksi hipersensitivitas. Gell dan coombs membagi reaksi
hipersensitivitas emnjadi 4 :
Tipe I : reaksi hipersensitivitas terjadi dengan mediator antobodi IgE, yang berikatan
dengan mast cell. Ketika berikatan dengan antigen, IgE memacu pecahnya mast cell yang
mengeluarkan mediator yang bertanggung jawab terhadap gejala anafilaksis. Reaksi
bersifat cepat, Nampak beberapa menit setelah terpapar antigen.
Tipe II : sitolitik atau reaksi sitoklasik terjadi saat antibody IgM atau IgG berikatan dengan
antigen pada permukaan sel dan mengaktifkan komplemen yang menyebabkan kerusakan
sel.
Tipe III : reaksi imun komplek terjadi, ketika komplek antigen dan antibody IgM atau IgG
terakumulasi di sirkulasi atau pada jaringan yang mengaktifkan komplemen. Granulosit
ikut dalam reaksi dan menyebabkan kerusakan pada sel dari terlepasnya enzim lisis dari
granulosit. Reaksi Nampak dalam beberapa jam setelah terpapar dengan antigen.
Tipe IV : reaksi cell mediated immunity (CMI) atau hipersensitivitas tipe lambat (delayed
type hipersensitivity) atau reaksi tuberculin yang terjadi dengan mediator sel T. Aktivitas
sel T menyebabkan terlepasnya limfokin yang menyebabkan kerusakan local. Reaksi tipe
ini memiliki onset yang lambat dan Nampak setelah 1-2 hari terpapar antigen.3
Pathogenesis Asma bronchial
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan
peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan
batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara
spontan maupun dengan pengobatan. Pada asma khas ditandai dengan peningkatan eosinofil,
mast cell, makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa saluran napas. Proses ini dapat terjadi
pada asma yang asimptomatik dan bertambah berat sesuai dengan berat klinis penyakit.4
Antigen-presenting cells / APC (seperti makrofag, sel dendritik) pada saluran pernafasan
menangkap, memproses dan mempresentasikan antigen menuju sel T helper, sehingga sel T
helper teraktivasi dan menskresikan sitokin. Sel T helper dapat terinduksi dan berkembang
(berdeferensiasi) menjadi Th1 (contoh sekresi : , interferon-gamma, interleukin [IL]–2) atau TH2
(contoh sekresi : IL-4, IL-5, IL-9, IL-13). Sekresi sitokin tersebut mengakibatkan sel B
memproduksi antibody Ig E (yang spesifik terhadap allergen3) dan pengerahan eosinofil.5
Dalam keadaan normal, IgE dalam serum kadarnya berkisar antara 0,1-0,4 ug/ml, apabila
tubuh tersensitisasi oleh allergen lua, maka kadar IgE meningkat lebih dari 1mg/ml dan disebut
IgE yang tersensitasi. IgE yang tersensitasi memiliki dua reseptor spesifik Fc-epsilon-RI dan Fc-
epsilon-RII. Fc-epsilon-RI IgE akan berikatan dengan Fc-R pada permukaan mast-cell dan sel
basofil.6
Ikatan antara Fc-epsilon-RI IgE dengan dinding mast cell, akan meningkatkan cairan
membrane sehingga terbentuk peningkatan kanal kalsium (Ca++). Peningkatan kanal Ca++ akan
meningkatkan uptake Ca++ ke dalam intrasel. Peningkatan Ca++ intrasel akan merangsang
reticulum endoplasma untuk membentuk granulasi.6
Degranulasi mast cell akan mengeluarkan mediator mast cell seperti histamine dan
protease sehingga berakibat respon allergy berupa asma.5
Histamin berasal dari sintesis histidin dalam aparatus Golgi di mast cell dan basofil.
Histamin mempengaruhi saluran napas melalui tiga jenis reseptor. Rangsangan pada reseptor H-1
akan menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks sensorik dan meningkatkan permeabilitas
vaskular serta epitel. Rangsangan reseptor H-2 akan meningkatkan sekresi mukus glikoprotein.
Rangsangan reseptor H-3 akan merangsang saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat
reseptor yang menyebabkan sekresi histamin dari mast cell.
Imunoterapi anti Ig-E terhadap penderita asma bronchial
Omalizumab (xolair, genentech) merupakan IgG1 manusia rekombinan monoclonal (anti
IgE) yang berikatan dengan molekul IgE di epitop yang sama pada bagian Fc yang berikatan
dengan Fc-epsilon RI. Desain ini menunjukan bahwa omalizumab bukan anafilaktogenik, karena
omalizumab tidak berinteraksi dengan IgE, yang bersiap untuk berikatan dengan permukaan sel
dan tidak menginduksi degranulasi pada mast cell atau basofil. Selain itu, omalizumab mengikat
sirkulasi IgE dengan mengabaikan allergen spesifik, secara biologi ikatan komplek IgE- anti IgE
tanpa mengaktifkan komplemen. 7
Rekombinan antibody manusia monoclonal (rhuMAb-E-25) telah dikembangkan dengan
mengimunisasi tikus dengan IgE. Antibody monoclonal terpilih dengan mengenal IgE pada
tempat yang sama yaitu reseptor berafinitas tinggi untuk IgE (Fc-epsilon-RI). Antibody
monoclonal ini membentuk ikatan kompleks dengan IgE bebas (tak berikat) selain IgG atau IgA.
Antibody monoclonal ini memblok ikatan IgE ke cell membrane receptor , sehingga
menghambat pelepasan mediator, tetapi tidak mengikat ikatan sel IgE. 8
Penggunaan antibody monoclonal (rhuMAb-E-25) menurunkan konsentrasi serum IgE
segera setelah penyuntikan pertama, rangkaian terapy, memperpendek reaksi fase awal dan akhir
terhadap allergen yang terhisap.8
Saat ini anti IgE disetujui oleh FDA dan tersedia di Amerika untuk terapi asma. Telah
ditunjukan sangat efektif dalam mengeblok respon hipersensitivitas tipe segera dengan jalan
mengeblok degranulasi mast cell, yang mana ini merupakan masalah yang sangat besar dalam
fase ekskalasi dari imunoterapi allergen konvensional. Bila anti-IgE mAb diberikan sebelum
dimulainya imunoterapi konvensional, fase ekskalasi imunoterapi dapat diperpendek tetapi
allergen tetap dapat menginduksi pengaturan sel T.6
Kesimpulan
1. Asma merupakan salah satu contoh reaksi hipersensitivitas tipe I yang termediasi oleh Ig-E
2. Ig-E memegang peranan penting dalam patofisiologi asma
3. Ig-E yang berikatan dengan permukaan mast cell dan basofil melalui reseptor Fc-epsilon-RI
dan Fc akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi (seperti histamin) yang berakibat
reaksi hipersensitivitas tipe I berupa asma allergy.
4. Rekombinan monoclonal anti-IgE dapat mereduksi ikatan Ig-E dengan sel Inflamasi (seperti
mast cell dan basofil) sehingga menghambat terjadinya reaksi asma allergy.
5. Antibody monoclonal manusia secara langsung melawan IgE sebagai pengobatan pada
allergy asma.8
Daftar Pustaka
1. Baratawidjaja, K Garna. 2004. IMUNOLOGI DASAR. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Hal.1
2. Bagian Farmakologi FKUI. 1998. FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Gaya Baru :
Jakarta. Hal.702
3. Anan, MK. 2004. HYPERSENSITIVITY REACTION, IMMEDIATE. Emedicine
Specialties. Http://www.emedicine.com/emedicinespecialties/allergy/pathogenesis.htm
4. Indah Rahmawati dkk. 2003. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Cermin Dunia
Kedokteran. Http://kalbe.co.id
5. Kelly, William. 2006. Allergic and Environmental Asthma. Emedicine Specialties.
http://www.emedicine.com/med/allergAsthma.htm
6. Guntur, AH. 2004. One airway one disease. Perspektif Masa Depan Imunologi-
infeksi. Edisi I. editor: Reviono. Sebelas Maret University Press : Surakarta
7. Strunk, Robert C dkk. 2006. Omalizumab for Asthma. www.nejm.org
8. Milgrom, Henry dkk. 1999. Treatment of Allergic Asthma with Monoclonal Anti-IgE
Antibody. www.nejm.org