Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

63
Patofisiologi Penyakit Hidung Pembimbing : Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL Disusun Oleh : Andhika Tatag Prahara 012116324 FK Unissula Semarang

description

patofis hidung

Transcript of Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Page 1: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Patofisiologi Penyakit HidungPembimbing :Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL

Disusun Oleh :Andhika Tatag Prahara012116324FK Unissula Semarang

Page 2: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

RINITIS AKUT

Page 3: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Definisi

• Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung, umumnya disebabkan oleh virus.

Page 4: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Etiologi • Penyebab tersering adalah rhinovirus, RSV, virus

influenza, virus parainfluenza, dan adenovirus.

Page 5: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Gejala klinis • Hidung buntu• Sekret hidung • Bersin• Demam

Page 6: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Patofisiologi

Penularan melalui inhalasi aerosol, deposisi droplet, kontak tangan yang

mengandung sekret

Respon imun terhadap infeksi virus

Mukosa hidung mengalami vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler : hidung

tersumbat dan sekret hidung

Stimulasi kolinergik : peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin

Page 7: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pemeriksaan • Selaput lendir kering, merah, dan bengkak, yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dan sulit bernafas; kondisi ini segera diikuti oleh serous atau pengeluaran mucus serous

Page 8: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Penatalaksanaan • Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut, selain

istirahat dan pemberian obat-obat simtomatik, seperti analgetika, antipiretika dan obat dekongestan.

Page 9: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Rinitis Kronis

Page 10: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Definisi

• Rinitis kronis adalah adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi atau karena rinitis vasomotor.

• Rinitis kronis dibagi dalam beberapa macam yaitu rinitis hipertrofi, rinitis sika dan rinitis spesifik (rinitis atrofi, rinitis difteri, rinitis jamur, rinitis tuberkulosa, rinitis sifilis, rinoskleroma, myasis hidung).

Page 11: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Rinitis Hipertrofi• Hipertrofi: perubahan mukosa hidung pada konka inferior yang

mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri primer atau sekunder. Dapat juga karena lanjutan dari rinitis alergi atau vasomotor.

Page 12: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Gejala Utama• Sumbatan hidung atau gejalan diluar hidung seperti mulut kering, nyeri

kepala, dan gangguan tidur • Sekret biasanya banyak dan mukopurulen

Page 13: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pemeriksaan• Konka hipertrofi, permukaan berbenjol – benjol• Pasase udara dalam rongga hidung sempit• Sekret mukopurulen di antara konka inferior dan septum serta di dasar

rongga hidung

Page 14: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Terapi• Simptomatis,: untuk mengurangi sumbatan hidung akibat hipertrofi

konka dapat dilakukan kaustik konka dengan zat kimia (nitras argenti atau trikloroasetat) atau dengan elektrokauter

• Konkoplasti• Bila perlu konkotomi parsial

Page 15: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Rinitis Sika• EtiologiBiasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja

dilingkungan yang berdebu, panas, kering,. Juga pada pasien dengan anemia,peminum alkohol dan gizi buruk.

Page 16: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Gejala klinis • Mukosa hidung kering• Krusta biasanya sedikit atau tidak ada• Adanya rasa iritasi atau rasa kering di hidung• Kadang – kadang disertai dengan epistaksis

Page 17: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Terapi• Pengobatan tergantung dengan penyebabnya. Dapat diberikan obat

cuci hidung.

Page 18: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

RINITIS ALERGI

Page 19: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Rinitis Alergi

• Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama setelah dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von pirquet)

• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE (WHO)

DEFINISI

Page 20: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Cara Masuknya Alergen

1. Alergen inhalan2. Alergen ingestan3. Alergen injektan4. Alergen kontaktan

Page 21: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Klasifikasi Berdasarkan Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

• Intermiten (kadang-kadang)• Persisten (menetap)

Berdasarkan sifat berlangsungnya

• Ringan• Sedang-berat

Berdasarkan tingkatan

Page 22: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Gejala Klinis

Serangan bersin berulangRinore encer & banyakHidung tersumbatHidung dan mata gatal kadang disertai lakrimasi

Page 23: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Patofisiologi Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi / reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase:- Fase cepat berlangsung sejak kontak sampai 1

jam- Fase lambat berlangsung 2-4 jam dengan puncak

6-8jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung selama 24-48 jam

Page 24: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Kontak pertama dengan alergen (tahap sensitisasi)

Makrofag / monosit berperan sebagai APC , menangkap alergen yg menempel di permukaan mukosa hidung

Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen peptida dan bergabung dengan HLA II

Membentuk MHC II yang kemudian dipresentasi pada sel Th 0

Kemudian APC melepaskan sitokin seperti IL-1

mengaktifkan Th 0 menjadi Th1 dan Th2

Th2 melepaskan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13)

IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B

Limfosit B menjadi aktif, memproduksi IgE

Page 25: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil

Sehingga kedua sel tsb menjadi aktif(PROSES SENSITISASI, menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi)

Bila mukosa yg sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yg sama

Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik

Terjadi degranulasi sel matosit dan basofil

Terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin, selain itu; PGD2, Leukotrien, bradikinin, PAF dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF)

REAKSI ALERGI FASE CEPAT (RAFC)

Page 26: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Histamin

REAKSI ALERGI FASE LAMBAT (RAFL)

Ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi (eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil, dan mastofit di mukosa hidung, serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan

GM-CSF dan ICAM 1 pada sekret hidung)

Gejala hipereaktif dan hiperresponsif hidung (peranan eosinofil)

Merangsang reseptorH1 pada ujung saraf vidianus di mukosa

hidung

Hipersekresi sel gobletdan kelenjar mukosa

Permeabilitas kapiler meningkat

Vasodilatasi sinusoid

Rasa gatal dan bersin

rhinorreaHidung

tersumbat

Gejala berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam

Page 27: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag
Page 28: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pemeriksaan FisikRinoskopi anterior• Mukosa edema, basah, warna pucat/livid,

sekret encer yang banyak. • Pada gejala persisten, mukosa inferior

tampak hipertrofi.

Gejala spesifik lain pada anak :• Allergic shiner• Allergic salute• Allergic crease• Facies adenoid• Cobblestone appearance• Geographic tongue

Page 29: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag
Page 30: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pemeriksaan Penunjang

• Invitro : Hitung eosinofil, IgE total, Sitologi hidung, IgE spesifik dengan RAST atau ELISA• Invivo :• SET (Skin end point titration/SET)• IPDFT (intracutaneus provocative dilutional food test)• ‘Challenge test’

Page 31: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Tata Laksana Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya

Medikamentosa • AH1• Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa sebagai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin

• Kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, triamsinolon)

• Preparat sodium kromoglikat• Preparat antikolinergik topikal : ipratropium bromida• Antileukotrien, anti IgE

Operatif

Imunoterapi

Page 32: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag
Page 33: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

RINITIS VASOMOTOR

Page 34: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Rinitis Vasomotor

• Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat

Definisi

• Rinitis vasomotor disebut juga : vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non-allergic perennial rhinitis

Page 35: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Page 36: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut Simpatis hidung

Asal : korda spinalis Th 1-2

menginervasi PD mukosa dan sebagian kelenjar

Melepas ko-transmitter noradrenalin dan neuropeptida Y

Yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung

Page 37: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Serabut Parasimpatis

Asal : nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina membentuk n. Vidianus

menginervasi PD mukosa dan kelenjar eksokrin

Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida

Menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung

Kongesti hidung

Page 38: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

2. Neuropeptida

Disfungsi Hidung

Peningkatan rangsangan serat saraf serabut C di hidung

Peningkatan pelepasan neuropeptida : subtances P dan calcintonin gene related protein

Peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar

Hiperreaktifitas hidung

Page 39: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

3. Nitrit Oksida

Terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan kelenjar

mukosa hidung

Sehingga rangsangan nonspesifik berinteraksi langsung ke lapisan subepitel

Menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel

Kadar NO yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

Page 40: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

4. Trauma

Merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan atau neuropeptida

Page 41: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Gejala Klinik• Hidung tersumbat, bergantian, kiri dan kanan• Rinore mukus / serous kadang agak banyak• Bersin• Tidak terdapat rasa gatal di mata• Gejala memburuk pada pagi

Page 42: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pemeriksaan

• Rinoskopi anterior :• gambaran khas edema mukosa hidung, konka berwarna merah

gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat• Permukaan konka berbenjol benjol atau dapat pula licin• Sekret mukoid sedikit

• Pemeriksaan Laboratorium• Eosinofil pada sekret hidung sedikit• Tes kulit biasanya negatif• Kadar IgE spesifik tidak meningkat

Page 43: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Tatalaksana• Menghindari stimulus/faktor pencetus• Pengobatan Simtomatis • Obat dekongestan oral,• Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis• Kauterisasi konka hipertrofi dgn larutan AgNO3 25%

atau triklr asetat pekat• Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram• Antikolinergik topikal (ipatropium bromida) rinore

berat• Operasi : bedah beku, elektrokauter, atau

konkotomi parsial konka inferior• Neuroktomi nervus vidianus

Page 44: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Perbedaan rinitis alergi dan rinitis vasomotor

Rinitis Alergi Rinitis VasomotorDefinisi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan alergen yang sama setelah dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut

Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat

Etiologi Reaksi alergi Ag-Ab terhadap rangsangan spesifik. Reaksi neovaskuler terhadap beberapa rangsang mekanis atau kimia, juga factor psikologis.

Gejala-gatal dan bersin-gatal di mata-sekret hidung-hidung tersumbat

++

Serous, banyak dan encerMenetap/bergantian

--

Mukoid dan sedikitBergantian kanan kiri

Tanda-konka Pucat/livid Merah gelap

Pemeriksaan penunjang-IgE darah-eosinofil darah-tes kulit

Meningkat Meningkat

+

Normal Normal

-

Page 45: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

EPISTAKSIS

Page 46: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Epistaksis

Definisi • Perdarahan dari hidung, seringkali merupakan

gejala atau manifestasi penyakit lain

Page 47: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Etiologi

Kelainan lokal :• trauma• kelainan p.darah• infeksi lokal• benda asing• tumor• pengaruh udara

lingkungan

Kelainan sistemik :• peny.

kardiovaskular• kelainan darah • infeksi sistemik• perubahan

tekanan atmosfer• kelainan hormonal• kelainan

kongenital

Page 48: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Sumber Perdarahan

Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior

pleksus Kiesselbach atau dari a.etmoidalis anterior

a. Sfenopalatina & a.etmoidalis posterior

perdarahan tidak begitu hebat, sering berhenti spontan

Perdarahan biasanya hebat & jarang berhenti spontan

sering terjadi pada anak biasanya pada orang tua

Page 49: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag
Page 50: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Tata Laksana

Perbaiki keadaan umum

Cari sumber perdarahan

Hentikan perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah perdahan berulang

Page 51: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Alat yg diperlukan untuk pemeriksaan : headlamp,

spekulum hidung, alat penghisap.

Pasien diperiksan dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehinga bisa dimonitor. Jika keadaannya lemah, posisi setengah

duduk atau berbaring , kepala ditinggikn. Jgn sampai darh mengalir

ke saluran nafas bawah.

Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk,

kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

Page 52: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat penghisap.

Kemudian dipasang tampon sementara (kapas dibasahi adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi nyeri saat dilakukan tindakan selanjutnya.

Tampon dibiarkan 10-15 menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung.

Page 53: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Menghentikan perdarahan

Perdarahan Anterior

• Menekan hidung luar selama 10-15 menit

• Perdarahan dikaustik AgNO3 25-30%

• Tampon Anterior

Perdarahan Posterior

• Tampon posterior yang disebut tampon Bellocq

Page 54: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag
Page 55: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

POLIP HIDUNG• Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga

hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

Page 56: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

ETIOLOGI• Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi

hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.

Page 57: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

FAKTOR PREDISPOSISI

• Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : • Alergi terutama rinitis alergi. • Sinusitis kronik.• Iritasi.• Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum

dan hipertrofi konka.

Page 58: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

PATOFISIOLOGI• Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan

terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

• Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi

Page 59: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

GEJALA KLINIS• Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.

Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.

• Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.

• Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah :

Polip : Bertangkai Mudah digerakkan Konsistensi lunak Tidak nyeri bila ditekanTidak mudah berdarahPada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

Page 60: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

PENGOBATAN• Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan

kortikosteroid : • Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari,

kemudian dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off). • Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5

cc, tiap 5 – 7 hari sekali, sampai polipnya hilang. • Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat

untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

• Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak

Page 61: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Definisi Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis.

Etiologi dan Faktor Predisposisi Iritasi Tekanan Gesekan Dermatitis (kerusakan dari kulit dipakai sebagai jalan masuknya

Staphylococcus aureus) Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor

predisposisi : malnutrisi atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus

FURUNKEL HIDUNG

Page 62: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

GejalaMula-mula nodul kecil kemudian menjadi pustule

nekrosis menyembuh setelah pus keluar sikatriks.

Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di hidung. Bisa timbul gejala prodromal yang seperti panas badan, malaise, mual.

Page 63: Patofisiologi Penyakit Hidung Tatag

Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres dengan solusio sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau framycetine sulfat kassa steril

Antibiotik sistemik : mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib diberikan terutama pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari. Lebih baiknya, antibiotik (Levofloxacin 500 mg/hari) diberikan sesuai dengan hasil kultur bakteri terhadap sensitivitas antibiotik

Tatalaksana