Patofisiologi Kerusakan Ginjal Akibat Radikal Bebas
description
Transcript of Patofisiologi Kerusakan Ginjal Akibat Radikal Bebas
Patofisiologi Kerusakan Ginjal Akibat Radikal Bebas
Fisiologi Ginjal
Tiga proses dasar dalam pembentukan urin: filterasi glomerulus, reabsorbsi
tubulus, dan sekresi tubulus. 2
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas
protein menembus kapiler glomerulus kedalam kapsul bowman. Proses ini dikenal
sebagai fliltrasi glomerulus. 2
Pada saat filtral mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang bersifat
selektif dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut sebagai
reabsorbsi tubulus. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin,
tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung
untuk kembali diedarkan. 2
Pada proses ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu kepada perpindahan
selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute
kedua bagi zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama
adalah zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi
glomerulus. Beberapa zat mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma di
kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus melaui mekanisme serkesi tubulus.
Sekresi tubulus menyediakan mekanisme yang lebih cepat mengeliminasi zat-zat
tertentu dari plasma dengan mengekstraksi lebih banyak zat-zat tertentu dari 80%
plasma yang tidak difiltrasi di kapiler peritubulus dan menambahkan zat yang sama ke
jumlah yang sudah ada dalam tubulus akibat proses filtrasi. 2
Patofisiolgi Kerusakan Glomerulus
Glomerulus adalah jaringan kapiler yang sudah dimodifikasi untuk membawa
plasma ulang sudah di ultrafiltrasi ke rongga Bowman, bagian yang paling proksimal
dari tubular ginjal. Ada sekitar 1,6 juta glomerulus pada sepasang ginjal yang dewasa
(0,4 sampai 2,4 juta) dan total mereka melakukan 120 sampai 180 L ultafiltrasi
perharinya. Glomerular filtration rate (GFR) tergantung pada aliran darah, tekana
ultrafiltrasi, serta luas daerah dan komposisi sawarnya. Parameter ini bisa berubah
seiring perubahan pada tekanan aferen atau eferen dari arteriolar (untuk aliran darah
1
dan tekanan ultrafiltrasi) dan kontraktilitas sel mesangial (untuk permukaan
ultrafiltrasi). Tekanan arteriolar dan kontraktilitas sel mesangial, pada gilirannya,
dikendalikan oleh faktor neurohumoral, reflek mesenterik lokal, dan bahan vasoaktif
dari endotelium, seperti nitrogen oksida, prostanoid, dan endothelin. Pada keadaan
sehat, endotel glomerulus juga mengandung antitrombotik dan antiadhesive untuk
leukosit dan platelet, yang akan mencegah terjadinya trombosis pembuluh darah dan
proses peradangan selama proses filtrasi. Filtrasi dari sebagian besar protein plasma
dan seluruh sel darah normalnya terjadi karena perubahan physiochemical dan
elektrostatis pada sawar filtrasi. Dengan melihat fungsi fisiologis glomerulus diatas,
bisa dibayangkan semua kerusakan dari glomerulus akan mengganggu filtrasi dan
atau adanya protein dan sel darah dalam urin yang seharusnya tidak ada. 3
Komplikasi glomerulopati bisa didapat dari penyakit akibat metabolisme
karbohidrat dan lemak. Hiperglikemi adalah pusat dari proses cedera. Proses
hiperglekemia dalam mengganggu fungsi ginjal masih sedang dipahami dan bisa
meliputi: 10 interaksi advance glycosylation end-product (AGEs) dengan sel ginjal, 2)
efek langsung tingginya glukosa pada sel ginjal yang diperantarai reactive oxygen
species, akumulasi sorbitol dalam sel, aktivasi dari protein kinase C, dan aktivasi dari
mitogen protein kinase, dan 3) tingginya glukosa yang memicu hipertensi glomerular.
Gangguan fungsi akibat hipertensi glomerular ini termasuk hipertropi dari sel
mesangial, peningkatan produksi matriks sel mesangial, penurunan katabolisme
matriks, dan glomerulosklerosis. 3
Patofisiologi Kerusakan Tubular
Kebanyakan bentuk jejas tubuler juga menyangkut intersisium. 4
Nekrosis tubuler akut (ATN) adalah kesatuan klinikpatologis yang ditandai
secara morfologik oleh destruksi sel epitel tubulus dan secara klinik oleh supresi akut
fungsi ginjal. 4
ATN adalah lesi ginjal yang reversibel dan timbul pada suatu sebaran kejadian
klinik. Kebanyakan kasus ini, disebabkan oleh trauma berat, pankreatitis akut sampai
septikemia, pada umumnya mempunyai suatu periode tidak cukup aliran darah ke
organ-organ perifer, biasanya disertai hipotensi jelas dan syok. Bentuk lain, disebut
ATN nefrotoksik, disebabkan oleh sejulah racun, meliputi logam-logam berat, pelarut
organik, dan sejumlah obat seperti gentamisin, dan antibiotik lainnya. 4
2
Kejadian kritis pada ATN iskemik dan nefrotoksik diduga karena jejas tubuler.
Sel epitel tubuli terutama peka terhadap anoksia, dan mudah hancur oleh keracunan
karena bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal ini. Walaupun mekanisme awal
jejas tubuler ini berbeda, kejadian berikutnya mungkin serupa pada kedua bentuk
ATN. Sekali jejas tubuler terjadi, proses kegagalan ginjal akut dapat mengikuti satu
dari beberapa jalur hipotesis. Jejas tubulus telah dipostulatkan dapat memicu
vasokontriksi arteriol praglomerulus, sehingga terjadi penurunan kadar filtrasi
glomerulus. Jejas terhadap tubulus sendiri dapat menyebabkan oliguri, karena debris
tubuler dapat menghambat aliran keluar urin dan akhirnya meningkatkan tekanan
intratubuler, sehingga menurunkan GFR. Sebagai pilihan atau tambahan, cairan dari
tubulus yang rusak dapat merembes keluar ke dalam intersisium, mengakibatkan
kenaikan tekanan intersisium dan kolaps dari tubulus. Akhirnya, terdapat beberapa
bukti pengaruh langsung toksin pada sifat filtrasi dinding kapiler glomerulus.
Mekanisme yang mana paling penting dalam timbulnya permulaan oliguri masih
dipertentangkan. Walaupun demikian, sebagain besar penyelidik setuju, bahwa
obstruksi mekanik tubuler oleh debris nekrotik dan silinder endapan sedikitnya
merupakan penyumbang penting dalam patogenesis ARF. 4
Kerusakan Sel Akibat Radikal Bebas
Pada sel yang sehat, membrannya memiliki protein, yang merupakan cetakan
dari sel, sehingga sel lain bisa mengenalinya. Ada lapisan lemak, yang disebut bi-
layer, satu lapisan lemak menghadap luar sel, satu lapisan lagi mengarah ke dalam.
Sel yang sehat juga memiliki membran inti, yang menjadi pusat pengendalian sel,
yaitu nukleus. Didalam nukleus terdapat tempat bahan genetik yang sangat penting,
seperti DNA. 8
Radikal bebas bisa merusak:
- membran protein, menghancurkan identitas sel
- menyatukan membran protein dengan lemak, membuat sel mengeras dan
rapuh.
- Melubangi membran sel, menyebabkan banteri dan virus mudah masuk
kedalam sel
- Merusak membran nukleus, membuka dan mengeluarkan bahan genetik
- Mengubah dan merusak bahan genetik, menulis ulang atau menghancurkan
informasi genetika
3
- Membebani sistem pertahanan tubuh karena kerusakan diatas, dan
membahayakan sistem pertahanan tubuh dengan perlahan-lahan
menghancurkan sistem pertahanan dengan cara yang sama. 8
Akumulasi reactive oxygen species (ROS) bersamaan dengan menurunnya
konsentrasi glutathione dalam sel, yang merupakan antioksidan utama yang
diproduksi oleh tubuh, diketahui sebagai penyebab penyakit degeneratif akut dan
kronis. 9
Pada kematian sel akibat stress oksidatif, dimana terjadi penurunan kadar
glutathion pada jalur metabolismenya, karena kurangnya glutathion peroksidase 4
(GPx4), yang merupakan enzim yang terkait glitathion yang penting. Inaktivasi GPx4
menyebabkan oksidasi besar-besaran dari lemak dan menyebabkan kematian sel. 9
Analisa farmaklogi dan genetika menunjukkan, oksidasi lemak pada sel yang
kekurangan GPx4 tidak muncul tiba-tiba, tetapi akumulasi akibat peningkatan
aktifitas enzim khusus dari metabolisme asam arakhidonat, yaitu 12/15 lipoxygenase.
Aktifasi faktor pencetus apoptosis, terbukti adanya relokasi faktor ini dari
motokondria ke nukleus sel, merupakan kejadian penting lainnya pada keadaan ini. 9
Bukti bahwa stress oksidatif menyebabkan berbagai respon dari sel telah
banyak. Stres oksidatif umumnya diartikan sebagai produksi ROS yang tidak
seimbang dibandingkan dengan antioksidannya. Regulasi dari reduksi/oksidasi
(redoks) penting untuk mempertahankan hemostasis dari kehidupan. ROS bisa
mengubah keseimbangan redoks potensial dari sel, mempengaruhi sinyal dari sel,
mengganggu hampir pada semua aspek fungsional sel, termasuk ekspresi dari gen,
proliferasi, migrasi dan kematian sel, dan menyebabkan sejumlah disfungsi dan
penyakit, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker dan penyakit
neurodegeneratif. Sumber utama olsidan ini dibuat di mitokondria. Sember lain bisa
dari oksidasi NADPH, NO, sitokrom 450. 10
Apoptosis merupakan mekanisme regulasi untuk mempertahankan stabilitas
dengan menghancurkan sel yang mengalami kerusakan DNA berat akibat ROS.
Apoptosis bisa dipicu berbagai stimulus dari luar sel, seperti ligasi dari reseptor
dipermukaan sel, kerusakan DNA karena defek pada mekanisme perbaikan DNA,
terapi dengan obat sitotoksik atau radiasi, ROS, kurangnya sinyal yang
mempertahankan hidup, atau adanya sinyal kematian sel. Regulasi antara kematian sel
terprogram dengan apoptosis akibat ROS lebih rumit dari yang diperkirakan
4
sebelumnya. ROS merupakan satu dari sinyal pemicu kematian sel, yang bisa memicu
mitokondria melepaskan protein aktif seperti sitokrom c. 10
Kerusakan Lipid
Lipid yang mengandung kelompok fosfat (fosfolipid) merupakan komponen
penting membran yang meliputi sel sepertihalnya struktur sel yang lainnya, seperti
nukleus dan mitokondria. Akibatnya, kerusakan fosfolipid akan berakibat terhadap
kelangsungan hidup sel. Degradasi total (misalnya peroksidasi) lipid adalah kerusakan
oksidatif. Asam lemat polisaturated yang ada pada membran fosfolipid sensitif
terhadap serangan dari radikal hidroksi dan oksidan lainnya. (asam lemat unsaturated
adalah yang yang mengandung ikatan ganda diantara dua atom karbon yang menjadi
tulang punggung molekul asam lemak. Ikatan ganda ini mudah terbuka karena reaksi
kimia dan berinteraksi dengan bahan lain. Asam lemak yang hanya mengandung astu
ikatan ganda ini disebut monosaturated, yang mengandung dua atau lebih ikatan
ganda ini disebut polisaturated). Satu hidroksi radikal bisa menghasilkan peroksidasi
dari beberapa molekul asam lemak polisaturated karena reaksi ini merupakan bagian
dari siklus rantai reaksi. Tambahan dari kerusakan dinding sel, peroksidasi lemak
peroksidasi merupakan bentuk yang mudah bereaksi dengan protein dan DNA dan
merusaknya. 6
Meskipun masih kurang bukti bahwa albumin bisa memicu peradangan dan
respon fibrotik, tetapi ikatan pada albumin, seperti asam lemak, bisa berefek racun
terhadap sel epitel tubular. Asam lemak rantai panjang, seperti asam oleic dan
palmitic, merupakan hasil metabolisme lemak yang penting. Bersirkulasi di plasma
dan cepat. Sebagian besar asam lemak di sirkulasi (lebih dari 99,9%) berikatan
dengan albumin menjadi asam lemak nonesterifikasi. Proteinuria berkaitan dengan
hiperlipidemia dan Shafrir et al menunjukkan asam lemak yang mengandung albumin
meningkatkan keadaan nefrotik ini. Normalnya albumin dalam sirkulasi mengandung
<1 asam lemak per molekul albumin, pada keadaan nefrotik sindrome, tiap albumin
memiliki 5-6 asam lemak. Menariknya, pada manusia dengan penyakit yang minimal
(progresifitas penyakit yang ringan), albumin urin yang mengandung asam lemak
lebih rendah dibandingkan dengan kondisi nefrotik lainnya. Peranan asam lemak pada
cedera tubulointersisial pertama sekali ditunjukkan pada model tikus dengan overload
proteinuria pada urin, mengandung faktor chemotactic terhadap makrofag terhadap
5
lemak dari hasil metabolisme asam lemak ini. Tambahan, pada sel tubular proksimal
yang mengandung lemak yang berikatan dengan albumin menunjukkan aktifitas
chemotactic, dimana proksimal tubular yang mengandung albumin delipidated (tidak
mengandung asam lemak) hanya menghasilkan sedikit aktifitas ini. Hal yang sama,
pada model invivo dari binatang yang diinjeksi albumin yang menganduing asam
lemak, memiliki lebih banyak infiltrasi makrofag dan merusak tubulointersisial
dibandingkan kelompok yang diinjeksikan albumin delipidated. Arisi et al meneliti
efek dari empat asam lemak berbeda yang berikatan dengan albumin yang didapat
dari kultur sel tubular proksimal. Asam olec dan linoleic merupakan asam lemak yang
paling fibrogenic dan tubulotoksik. Juga, asam aleic dan linoleic yang berikatan
dengan albumin menunjukkan lebih mudah menyebabkan oksidan stress karena
meningkatkan produksi ROS oleh mitokondria dibandingkan albumin delipidated. 7
Efek ROS terhadap gagal Ginjal Akut Iskemik
Pada saat terjadi iskemik renal, ATP di degradasi menjadi hipoxantin. Ketika
hipoxantin oksida diubah menjadi hipoxanting karena adanya molekul oksigen dalam
sel, terbentuklah radikal superoksida (O-2). Sebagiab besar penyebab gagal ginjal
adalah iskemik ginjal, yang mana menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena
adanya vasokontriksi renal, obstruksi tubular renal, keluarnya hasil filtrasi glomerular,
dan menurunnya permeabilitas glomerular. Bagaimanapun, sel yang menghasilkan hal
ini masih belum diketahui. Penurunan suplai energi fosfat, peningkatan konsentrasi
kalsium intraseluler yang bebas, hilangnya fungsi sintetis dari sel, pengaktifan proses
degradasi membran sel, dan adanya produksi toksin membran endogen merupakan
beberapa faktor yang dianggap menyebabkan kerusakan sel selama masa iskemik. 11
Skemik renal menyebabka penurunan ATP jaringan dengan cepat dan
peningkatan hasil degradasi ATP, adenosin, inosin dan hipoxantin. Hilangnya
adenosin dari sel karena degradasi selama iskemik dianggap menyebabkan
berkurangnya adenin nukleotida, yang menetap selama bebera-a waktu setelah aliran
darah kembali. Efek lain dari akumulasi hipoxantin selama iskemik renal adalah
terbentuknya sejumlah besar radikal bebas oksigen reaktif, karena enzim yang
mengubah hipoxantin menjadi xantin menghasilkan radikal superoksida sebagai hasil
pemecahan oksigen. Radikal superoksida dan hasil reduksinya, hidrogen peroksida
(H2O2) dan radikal hidroksi (OH-), bisa menyebabkan kerusakan sel karena
6
peroksidasi lipid dari mitokondria, lisosom, dan membran plasma, yang merusak
struktur dan fungsi membran. 11
Normalnya, jaringan mengandung endogen yang melindungi dari kerusakan
akibat radikal bebar. Superoxide dismutase (SOD), adalah salah satunya, yang
menghilangkan dengan cepat O2-, katalase dan peroksida glutation inaktif H2O2, dan
ada juga sejumlah penghancur OH-, yaitu tryptophan, histidine, ascorbate, dan alpha-
tocopherol. Selama iskemik, bagaimanapun, suplai dari endogen ini bisa mneurun,
menyebabkan terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas, khususnya ketika perfusi
jaringan dan pengiriman oksigen dikembalikan. 11
Kerusakan akibat radikal bebas setelah iskemik telah diteliti pada mikardium,
otak dan usus halus. Peranan radikal bebar oksigen pada ginjal setelah iskemik belum
diteliti. Tetapi ada sejumlah bukti yang mneunjukkan peranan radikal bebas oksigen
pada iskemik renal. Jaringan renal mengandung enzim xanthine oksida, dan selama
iskemik, kadar dari oksida xanthine, hipoxanthine, meningkat dengan cepat 10 sampai
300 kali lipat normalnya. 11
Radikal bebas oksigen merusak sel dengan menyerang membran dengan
peroksidasi dari asam lemak pilosaturasi. Peroksida lemak ini meningkatkan
permeabilitas membran sel, mitokondria, dan lisosom. Peningkatan permeabilitas sel
tubular renal menyebabkan kerusakan dari fungsi transportasi, dimana peningkatan
permeabilitas dari membran mitokondria akan mengganggu fosforilasi oksidasi.
Peningkatan permeabilitas lisosom menyebabkan keluarnya enzim hidrolitik dan
mempercepat degradasi sel.
7
Daftar Pustaka
1. Lodish, et al. Molecular Cell Biology. Fifth edition.
2. Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Kemih, dalam Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem. Ed 2. Penerbit EGC. Jakarta. Hal 462-464
3. Brady, Hugh R, et al. 2005. Glomerular Disease, in Harrison’s Principle of
Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill.hal 1674-1677
4. Cotran, Ramzi S, MD. 1995. Ginjal dan Sistem Penyalurannya, dalam Buku
Ajar Patologi II. Penerbit EGC. Jakarta. Hal 198-204
5. Wikipedia. 26 april 2009. Free Radical Theory. Diambil dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Free-radical_theory
6. Wu, Defeng, Ph D et al. Oktober 2004. Alcohol, Oxydative Stress, and Free
Radical Damage. Diambil dari http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/arh27-
4/277-284.htm
7. Timmeren, Mirjan M van, dr. 29 februari 2008. The Proximal Tubular cell, a
Key Player in Renal Damage. Diambil dari http://nieronline.org/index.php?
title=The_proximal_tubular_cell%2C_a_key_player_in_renal_damage
8. 2009. Free radical. Diambil dari
http://www.herbs2000.com/h_menu/free_radicals.htm
9. Conrad, Marcus, dr. Science Daily, 7 september 2008. Oksidative Stress:
Mechanisme of Cell Death Clarified. Diambil dari
http://www.sciencedaily.com/releases/2008/09/080903075612.htm
10. Sartika, Cyntia Retna. Stress Oksidatif dan Sinyal Apoptosis. Diambil dari
www.neuro-onkologi.com/articles/Stress_oxidative_dan_signal_apoptosis.pdf
11. Paller, Mars S, et al. Oxygen Free radical in Ischemic Acute Renal Failure.
Diambil dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC425281
8
9