PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K),...

243
PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 DISERTASI DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERBUKA

Transcript of PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K),...

Page 1: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

i

PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

I MADE PATERA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016

DISERTASI DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERBUKA

Page 2: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

1

PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

I MADE PATERA NIM:1090771004

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2016

DISERTASI

DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERBUKA

Page 3: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

2

PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Pariwisata,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I MADE PATERA NIM:1090771004

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2016

ii

Page 4: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

3

iii

Page 5: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

4

Disertasi Ini Telah diuji pada Ujian Terbuka Tanggal : 6 Januari 2016

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana No : 4306/UN14.4/HK/2015 Tanggal : 22 Desember 2015

Ketua : Prof. Dr. I Made Sukarsa, S.E., M.S.

Anggota :

1. Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc

2. Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E.

3. Prof. Dr. Ir. I Ketut Budi Susrusa, MS.

4. Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU

5. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS

6. Dr. Putu Saroyeni Piartrini, SE., Ak. MM.

7. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc

iv

Page 6: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

5

v

Page 7: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

6

UCAPAN TERIMA KASIH

Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa penulis mengucapkan puji syukur atas

kemurahan dan kasih karunia-Nya, sehingga penulisan disertasi dengan judul

Pariwisata dan Kemiskinan di Kabupaten Badung-Bali, dapat penulis selesaikan

dengan optimal. Penulisan ini memungkinkan terjadi dari dukungan, arahan serta

tambahan ilmu pengetahuan dari promotor, dan kopromotor serta bimbingan

anggota penguji sejak ujian kualifikasi sampai selesainya penulisan diseratasi ini.

Penulis menyampaikan penghargaan setulus hati kepada yang terhormat.

Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD. KEMD

beserta pembantu-pembantu rektor atas kesempatan dan fasilitas yang telah

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan penyelesaikan pendidikan Program

Doktor Pariwisata di Universitas Udayana. Direktur Program Pascasarjana Prof.

Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made

Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra, Ph.D selaku asisten II beserta

seluruh staf di Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, yang telah

memberikan penulis kesempatan dan fasilitas, untuk mengikuti perkulihan ini

sampai selesai.

Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE., M.S., Guru Besar Fakultas Ekonomi pada

Program Studi Manajemen Universitas Udayana Denpasar, atas berkenan sebagai

promotor dan membimbing penulis dengan kesabaran yang tinggi. Kepakaran

beliau dalam bidang dunia akademik telah memberikan penulis pengetahuan yang

sangat bernilai dalam menyelesaikan disertasi ini. Dr. Ir. A.A.P Agung Suryawan

Wiranatha, MSc., selaku kopromotor yang telah membimbing penulis tanpa lelah

dan dengan sangat teliti. Pengalaman beliau memberikan saran dalam bidang

akademis dan empiris sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penulisan ini.

vi

Page 8: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

7

Ketua Program Doktor Pariwisata Universitas Udayana Prof. Dr. I

Komang Gde Bendesa, M.A.D.E dan sekretaris program Dr. Ir. A.A.P. Agung

Suryawan Wiranatha, M.Sc yang senantiasa memberikan semangat, dan motovasi

dalam mengikuti studi sehingga penulis selalu bersemangat untuk mengikuti

perkuliahan.

Kepada para penguji disertasi : Prof. Dr. I Made Sukarsa, S.E., M.S., Dr.

Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, MSc., Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa,

M.A.D.E., Prof. Dr. Ir. I Ketut Budi Susrusa, MS., Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU,

Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS dan Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc. yang telah

memberikan masukan berharga dan dukungan kepada penulis untuk mewujudkan

disertasi ini menjadi lebih baik.

Para dosen pengampu mata kuliah sejak dimulainya perkuliahan perdana

pada 31 Agustus 2010 dan dosen pengampu mata kuliah konsentrasi yang telah

berperan besar memberikan dorongan dan berbagi pengetahuan kepada penulis

sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan sebaik-baiknya.

Terima kasih penulis disampaikan kepada Kepala Statistik Kabupaten

Badung, Kepala Statistik Provinsi Bali, Kepala Bappeda Kabupaten Badung,

Kepala Desa Belok Sidan dan Petang, Kepala Desa Jimbaran dan Desa Pecatu,

dan Manager Obyek Wisata Pecatu beserta jajarannya atas fasilitas dan waktu

yang diluangkan untuk melaksanakan fokus grup diskusi, membahas tentang

pariwisata dan kemiskinan di Badung Utara dan Badung Selatan.

Hormat dan terima kasih tidak terhingga penulis panjatkan kepada kedua

orang tua Ayah I Wayan Sengolan dan Bunda Ni Made Rempen (almarhum) yang

telah membesarkan dan memberikan falsafah kehidupan tentang cinta kasih,

hutang kepada orang tua tidak akan terbayarkan, dan hidup adalah pembelajaran

sampai akhir kehidupan itu sendiri. Istri setia yang penulis kasihi dan kagumi

vii

Page 9: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

8

Irma Ellen Riupassa, dengan pengorbanan dan kesabaran yang tidak ternilai telah

memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi ini. Anak-anak tercinta dan

budiman Gede Reindra Patera, Rathendra Dinaçakti Patera, Astri Swarani Patera

dan Menantu terkasih Ida Ayu Arie Mayuni yang memberikan dukungan dan

kasih sayang dengan caranya masing-masing. Simon Reinier Riupassa dan

Ariantje Bondradine Sahanaya, mertua (almarhum) yang menjadi inspirator untuk

berbagi dalam kehidupan. Nio Tjoei Lian yang memberi pendidikan karakter

menjadi pribadi tangguh “Perseverance”, jujur, disipin, dan kerja keras.

Almarhum I Ketut Dharmasusila yang memberikan suri tauladan pentingnya

pendidikan. Sahabat tercinta, motivator dan teman diskusi akademik Dr. I

Nyoman Sudiarta, SE. M.Par dan Dr. I Wayan Suardana, SST.Par.M.Par. Terima

kasih kepada Lippo Group tempat penulis selama ini bekerja sebagai tulang

punggung perkuliahan yang memungkinkan penulis menyelesaikan disertasi ini.

Seluruh staf di Fakultas Pariwisata Universitas Udayana dan Program

Doktor Pariwisata atas berbagai fasilitas, dan bantuan yang telah diberikan semasa

kuliah sampai disertasi ini terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak

yang dengan ihlas telah memberikan dukungan moral maupun material

Semoga semua amal baik Bapak, Ibu, Saudara mendapatkan balasan dari

Tuhan Yang Maha Esa. Semoga karya ilmiah ini yang jauh dari sempurna dapat

memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

pariwisata di Bali dan Indonesia pada umumnya.

Denpasar, 6 Januari 2016

Penulis,

I Made Patera

viii

Page 10: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

9

ABSTRAK

Pariwisata Dan Kemiskinan Di Kabupaten Badung, Bali

Fenomena pariwisata dan kemiskinan telah ada sejak lahirnya peradaban manusia dan sejak tahun 1980-an telah menjadi perhatian serius para praktisi dan cendikiawan diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai sebuah pemahaman konsep abstrak, tetapi sebagai realitas terhadap ketidakadilan ekonomi dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di berbagai negara kaya maupun negara miskin di dunia.

Tujuan penelitian adalah: 1) menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian; 2) menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap pengentasan kemiskinan; 3) menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap pengentasan kemiskinan; dan 4) merumuskan strategi untuk meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data sekunder dan pendekatan kualitatif dengan data primer didapat melalui observasi, wawancara mendalam (depth-interview) dan diskusi kelompok terfokus (focuss group discussion). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung Selatan sebagai daerah terkaya di Bali dari hasil pariwisata.

Penelitian ini mengacu kepada Teori Neoliberalisme sebagai Grand Theory, didukung oleh teori Sosial Demokrat dan Teori Pemberdayaan. Kemiskinan menurut Neoliberalisme adalah persoalan individu dan kesejahteraan hanya bisa dicapai dengan pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme pasar bebas. Menurut Sosial Demokrat kemiskinan muncul akibat dari ketidak adilan terhadap tatanan kehidupan masyarakat sebagai faktor dan Teori Pemberdayaan menekankan pada pendekatan untuk meningkatkan kemampuan pribadi atau kelompok masyarakat untuk melepaskan diri menuju kepada kemandirian secara ekonomi, sosial budaya dan politik. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil penelitian untuk mudah dibaca dan analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perekonomian; 2) kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan; dan 3) perkembangan pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dan 4) untuk meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan dilakukan dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan dibuat dalam satu strategi berbasiskan SWOT. Novelty penelitian yaitu: perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung berdampak signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan melalui 2 indikator yaitu Jumlah Kunjungan Wisatawan dan Kontribusi PHR sebagai indikator terkait langsung dengan pemerintah. Indikator Lama Tinggal dan Pengeluaran Wisatawan tidak berdampak terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung.

Kata kunci : Perkembangan pariwisata, kinerja ekonomi, kemiskinan

ix

Page 11: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

10

ABSTRACT

Tourism And Poverty In Badung Regency, Bali

Tourism and poverty’s phenomenon had already been known since the birth of human civilization. In the 1980s poverty became a serious concern of practitioners and scholars in various part of the world, including Indonesia. Poverty is not only understood in understanding as an abstract concept, but also as a reality of economic injustice and inability to meet basic human needs in some rich countries but also in many developing countries in the world. The problem of poverty is a fundamental and tourism is one of the many ways to solve this. The objective of this paper is to study the role of tourism to poverty alleviation including: 1) to analyze the influence of tourism development toward economic performance; 2) to analyze the effect of economic performance on poverty eradication; 3) to analyze the influence of tourism on poverty alleviation; 4) to formulate a strategy to increase tourism's role in poverty alleviation in Badung Regency. This study uses quantitative approach supported by secondary data and qualitative approach using primary data obtained through observation, in-depth interviews and focus group discussions. Research was conducted in South Badung Regency in the most developed tourism growth and considered the richest district among all regencies in Bali Regencies. Various attempts have been made to alleviate poverty, however have not been able to resolve poverty problems. The grand theory of this study refers to Neoliberalism Theory, supported by Social Democratic Theory and Empowerment Theory. Neoliberalism emphasizes that poverty as an individual problem and prosperity can only be achieved by achievement of economic growth through free market mechanism. According to Social Democratic Theory the emergence of poverty came from outside of the community itself. While the emphasis on the Empowerment Theory is in improving the ability of individual or communities to become indepedence on economic, social welfare and political right. Data analysis using Partial Least Square (PLS) with statistical analysis descriptive and inferential statistics. In order to have a better understanding on the statiscal result, Descriptive Analysis is also used to describe the researched data, using inferential statistical analysis to test the research hypothesis. The results of the research indicated that: 1) the development of tourism showed positive and significant impact on economic performance; 2) economic performance showed negative and significant impact on poverty alleviation; 3) tourism development showed negative and significant effect on poverty alleviation and (4) in order to be able to increase tourism's role in poverty alleviation in Badung Regency the strategy is formulated by analyzing the strengths, weakness, opportunities and challenges based on Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) strategy. Key words: Tourism development, economic performance, poverty

x

Page 12: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

11

RINGKASAN PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

Perkembangan pariwisata internasional merupakan sektor kegiatan

ekonomi global yang dimanfaatkan oleh berbagai negara di dunia untuk

meningkatkan partisipasi mereka dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Bryden (1973) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata dan pertumbuhan

ekonomi mempunyai hubungan mutualistis untuk mengentaskan kemiskinan.

Alasan memilih perkembangan pariwisata terhadap dampak kemiskinan di

Kabupaten Badung yaitu secara teoritis didasarkan atas hasil kesimpulan peneliti

yang berbeda yaitu dari Kelompok Ashley et al (2001), Spenceley dan Seif

(2003), Tores dan Momsen (2004: 249-5) yang menyatakan bahwa

pengembangan pariwisata berdampak positif pengentasan kemiskinan. Dari hasil

penelitian dilakukan Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) menyatakan

bahwa pengembangan pariwisata belum mampu mengentaskan kemiskinan.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk: (1) Menganalisis pengaruh

perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian di Kabupaten Badung,

(2) Menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung (3) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap

kemiskinan di Kabupaten Badung dan (4) Merumuskan strategi untuk

meningkatkan peran pariwisata dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten

Badung. Landasan teori penelitian ini adalah Teori Pemberdayaan didukung oleh

Konsep Pariwisata, Kinerja Perekonomian dan Kemiskinan. Menurut Rappaport

(1987: 139-142), pemberdayaan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan

seseorang dalam menentukan pilihan terhadap kepentingan yang berdampak

positif bagi diri sendiri sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah sosial

dari ketidakberdayaan masyarakat. Perkins dan Zimmerman (1995: 570-571),

menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses partisipasi

berkesinabungan untuk menghilangkan berbagai keterbatasan, membangun

kepercayaan diri kerjasama, kematangan emosi, kemampuan beradaptasi dan

bertoleransi dengan orang lain.

xi

Page 13: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

12

Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kuantitatif dan

kualitatif atau Mixed Method. Hal ini didasarkan pada pandangan Creswell, (2010:

22) dan Jonker et al (2011: 88) yang menyatakan bahwa semakin kompleks

masalah penelitian, memakai metode kualitatif dan kuantitatif dalam satu

penelitian akan saling memperkuat satu sama dari pada hanya menggunakan satu

metode penelitian secara terpisah. Penelitian kuantitatif dilakukan melalui

pengambilan data sekunder dari sumber data yang ada di Kabupaten Badung.

Didukung oleh Kerangka Berfikir dan Konsep sebaga landasan untuk

memecahkan permasalahan yang ada dengan Hipotesis Penelitian yaitu: Hipotesis

Penelitian I: Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kemiskinan, Hipotesis 2: Kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kemiskinan dan Hipotesis 3: Perkembangan Pariwisata

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

Data diolah dengan analisis statistik inferensial menggunakan Partial

Least Partial (PLS). Hasil pengujian hipotesis dipakai mengkonfirmasi hasil

penelitian dan teori-teori Jennings, (2001: 35), Denzin dan Lincoln, (2009: 1-4)

Pendekatan kualitatif juga dilakukan karena sebagian permasalahan yang diteliti

dilakukan secara deskriptif, melalui observasi, wawancara mendalam (in-depth

interview) Untuk karakteristik kemiskinan dipakai statistik deskriptif untuk

mengkorfirmasi hasil analisis kuantitatif dan kegiatan diskusi kelompok terfokus

(focus group discussion). Teknik analisis yang dilakukan pada penelitian ini

terdiri atas: Analisis Kuantitatif dipergunakan untuk menjawab permasalahan

pertama, kedua dan ketiga, dengan menggunakan analisis Partial Least Square

sebagai alternatif pemodelan persamaan yang dasar teorinya lemah, bisa

digunakan untuk model replektif dan formatif (Ghozali 2011: 7-17), dan Analisis

Kualitatif dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah ke empat yaitu

bagaimana mengembangkan strategi peningkatan peran pariwisata dalam

pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Informasi atau data yang tersedia

dianalisis melalui pendekatan Strength, Weakness, Opportunity dan Threat

(SWOT) melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan strategi pengentasan

xii

Page 14: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

13

kemiskinan disusun berdasarkan matriks SWOT yaitu : (1) Strategi SO, (2)

Strategi ST, (3) Strategi WO dan (4) WT.

Hasil Pengujian menggunakan Partial Least Square (PLS) menghasilkan:

(1) Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Kinerja Perekonomian, hasil

pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa pengaruh perkembangan

pariwisata terhadap kinerja perekonomian menunjukkan nilai koefisien jalur

sebesar 0,871 dengan nilai t-statistik sebesar 71,567. Nilai t- statistik tersebut

lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201. Ini menunjukkan bahwa variabel

perkembangan pariwisata berpengaruh signifikan terhadap kinerja perekonomian.

Artinya bahwa semakin baik perkembangan pariwisata maka kinerja

perekonomian juga akan meningkat, (2) Pengaruh kinerja perekonomian terhadap

kemiskinan, hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan adanya pengaruh

signifikan variabel kinerja perekonomian (KP) terhadap kemiskinan (KM) dengan

nilai koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik sebesar 15,462. Nilai

t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, menunjukkan ada

pengaruh yang signifikan antara variabel kinerja perekonomian terhadap

kemiskinan. Koefisien jalur yang bertanda negatif menunjukkan bahwa kinerja

perekonomian memberikan pengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan.

Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kinerja perekonomin (KP) maka

kemiskinan (KM) semakin menurun dan (3) Pengaruh perkembangan pariwisata

terhadap kemiskinan, koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata terhadap

kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik sebesar 4,099. Nilai t- statistik

tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201 menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara variabel perkembangan pariwisata dengan

kemiskinan. Koefisen jalurnya menunjukkan perkembangan pariwisata

memberikan pengaruh negatif terhadap kemiskinan, artinya semakin baiknya

perkembangan pariwisata, berdampak terhadap semakin menurunnya kemiskinan.

Kebaruan atau Novelty penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung berdampak signifikan dan negatif

terhadap tingkat kemiskinan melalui dua (2) indikator yaitu jumlah kunjungan

wisatawan dan kontribusi pajak hotel dan restoran (PHR), dimana kedua indikator

xiii

Page 15: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

14

ini terkait langsung dengan penerimaan pemerintah dimanfaatkan untuk

pengentasan kemiskinan.Sedangkan dua indikator lainnya yaitu Lama Tinggal dan

Pengeluaran Wisatawan merupakan bagian dari pendapatan non-pemerintah

berupa keuntungan yang masuk ke pundi-pundi swasta untuk kepentingan sendiri

dan tidak dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan di Badung.

Keterbatasan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut :

(1) Penelitian ini terbatas hanya memakai tiga variabel yaitu variabel pariwisata,

kinerja perekonomian dan variabel kemiskinan dan hanya melihat dampaknya dari

aspek ekonomi, (2) Tidak meneliti tentang pengaruh aspek non-ekonomi terhadap

kemiskinan, (3) Penelitian ini menggunakan data sekunder dari sumber terbatas

yaitu dari BPS Pemerintah Kabupaten Badung dan Provinsi Bali. Untuk

memperkaya hasil penelitian data sekunder dapat dicari dari sumber-sumber

lainnya, dan (4) Terbatasnya data time series yang tersedia hanya selama 14 tahun

sejak berdirinya pada tahun 1992 Kabupaten Daerah Tingkat II Badung setelah

berpisah dari Kota Madya Denpasar.

Kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) Perkembangan pariwisata

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perekonomian. Artinya

bahwa semakin baik perkembangan pariwisata, kinerja perekonomian semakin

meningkat. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar 0,871 dan nilai

t-statistik sebesar 71,567 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, (2) Kinerja

perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan `terhadap kemiskinan. Artinya

semakin tinggi kinerja perekonomian, semakin menurun tingkat kemiskinan. Hal

ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik 15,462,

lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, (3) Perkembangan pariwisata

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Artinya bahwa

semakin meningkatnya perkembangan pariwisata, berdampak terhadap

menurunnya kemiskinan. Hal ini terlihat dari Koefisien jalur pengaruh

perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-

statistik 4,099, lebih besar dari nilai t-tabel 2,201, (4) Untuk peningkatkan peran

pariwista di Kabupaten Badung dalam pengentasan kemiskinan berdasarkan hasil

analisis SWOT sebagai berikut: (1). Strategi: (1) (S+O): mempertahankan potensi

xiv

Page 16: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

15

pariwisata alami dan meningkatkan pariwisata ekowisata, meningkatkan potensi

wisata jembatan “Tukad Bangkung” untuk wisatawan nusantara di Badung Utara,

memberdayakan masyarakat untuk pelestarian lingkungan, (2) Strategi (W+O):

meningkatkan berbagai sarana transportasi, pendidikan dasar kepariwisata bekerja

sama dengan stake holder pemangku kepentingan pariwisata, (3) Strategi (S+T)

dan (W+T): meningkatkan promosi melalui berbagai media dan bentuk promosi

lainnya.

Saran: (1) Perlu dikembangkan pilot project penelitian di Kecamatan

Badung Selatan untuk mengembangan rumput laut dan mengembalikan kejayaan

jeruk Pecatu dan untuk Desa Jimbaran untuk pengembangan kegiatan bersifat

ekonomis selain wisata kuliner pantai dengan mengoptimalkan pemanfaatan CSR

dari perusahaan swasta, (2 ) Penelitian dimasa mendatang perlu disempurnakan

dengan menambahkan variabel non ekonomi seperti variabel kesejahteraan

sebagai variabel mediasi diantara Perkembangan Pariwisata dan Kemiskinan, (3)

Untuk mengetahui pengaruh peran pariwisata dan kinerja perekonomian

terhadap kemiskinan perlu didukung dengan lebih banyak data primer dari sumber

yang lebih luas, (4) Pengembangan penelitian berkelanjutan di Badung Utara, di

Kecamatan Petang, Desa Plaga dan Desa Belok Sidan untuk mengembangkan

pertanian modern secara terintegrasi, berbasiskan masyarakat dengan melibatkan

badan-badan internasional, pemerintah, dan swasta yang berpengalaman di bidang

pertanian modern.

xv

Page 17: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

16

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN --------------------------------------------------- i

HALAMAN SAMPUL DALAM -------------------------------------------------- ii

LEMBAR PERSETUJUAN PROMOTOR / KOPROMOTOR ----------------- iii

PENETAPAN PANITIA UJIAN --------------------------------------------------- iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ------------------------------------ v

UCAPAN TERIMA KASIH -------------------------------------------------------- vi

ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- ix

ABSTRACT -------------------------------------------------------------------------- x

RINGKASAN ------------------------------------------------------------------------ xi

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- xvi

DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------- xx

DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xxii

DAFTAR LAMPIRAN -------------------------------------------------------------- xxiii

DAFTAR SINGKATAN ------------------------------------------------------------ xxiv

BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------- 1

1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------- 1

1.2 Rumusan Masalah ----------------------------------------------- 14

1.3 Tujuan Penelitian ------------------------------------------------- 14

1.4 Manfaat Penelitian ------------------------------------------------ 15

1.4.1 Manfaat teoritis ------------------------------------------- 15

1.4.2 Manfaat praktis ------------------------------------------ 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ----------------------------------------------------- 16

2.1 Penelitian Terdahulu ---------------------------------------------- 16

2.2 Landasan Teori, Konsep Pariwisata dan Kemiskinan --------- 24

2.2.1 Teori Pemberdayaan ------------------------------------- 24

2.3 Konsep Pariwisata ------------------------------------------------- 31

2.3.1 Pengertian wisatawan ------------------------------------ 33

2.3.2 Pro Poor Tourism ---------------------------------------- 37

xvi

Page 18: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

17

2.3.3 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based

Tourism) --------------------------------------------------- 39

2.3.4 Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) ------ 47

2.3.5 Industri Pariwisata ---------------------------------------- 49

2.3.6 Pengembangan Pariwisata ------------------------------- 51

2.3.7 Pariwisata dan Kinerja Perekonomian ----------------- 59

2.4 Konsep Kemiskinan ----------------------------------------------- 60

2.4.1 Jenis Kemiskinan ----------------------------------------- 61

2.4.2 Penyebab Kemiskinan ------------------------------------ 61

2.4.3 Pengentasan Kemiskinan -------------------------------- 64

2.4.4 Indikator Kemiskinan ------------------------------------ 66

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN

HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir ------------------------------------------------- 71

3.2 Kerangka Konsep Penelitian ------------------------------------- 76

3.3 Hipotesis------------------------------------------------------------ 78

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian --------------------------------------------- 82

4.2 Lokasi, Waktu dan Obyek Penelitian --------------------------- 83

4.3 Variabel Penelitian ------------------------------------------------ 86

4.3.1 Identifikasi Variabel -------------------------------------- 86

4.3.2 Definisi Operasional Variabel --------------------------- 86

4.4 Jenis dan Sumber Data -------------------------------------------- 90

4.4.1 Jenis Data -------------------------------------------------- 90

4.4.2 Sumber Data ----------------------------------------------- 90

4.5 Teknik Pengumpulan Data --------------------------------------- 92

4.5.1 Observasi -------------------------------------------------- 92

4.5.2 Wawancara Mendalam (In-depth Interview) ---------- 92

4.5.3 Studi Dokumen ------------------------------------------- 93

4.5.4 Diskusi Kelompok terfokus (Focus Group

Discussion) ------------------------------------------------ 93

xvii

Page 19: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

18

4.5.5 Pemilihan Informan -------------------------------------- 94

4.6 Metode Analisis Data --------------------------------------------- 95

4.6.1 Analisis Kuantitatif --------------------------------------- 95

4.6.2 Analisis Kualitatif ---------------------------------------- 98

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung -------------------------- 99

5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Badung ----------------- 101

5.1.2 Potensi Sarana dan Prasarana Kepariwisataan -------- 105

5.1.3 Lokasidan Jenis Daya Tarik Wisata di Kabupaten

Badung ----------------------------------------------------- 106

5.1.4 Gini Ratio Kabupaten Badung -------------------------- 110

5.1.5 Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung ------ 115

5.2 Gambaran Umum Desa Penelitian ---------------------------- 117

5.2.1 Desa Pelaga ----------------------------------------------- 117

5.2.2 Desa Bilok Sidan ----------------------------------------- 118

5.2.3 Desa Jimbaran -------------------------------------------- 118

5.2.4 Desa Pecatu ----------------------------------------------- 119

5.3 Deskripsi Pariwisata dan Ekonomi Kabupaten Badung------- 119

5.3.1 Perkembangan Pariwisata Kabupaten Badung -------- 119

5.3.2 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung ------------ 127

5.3.3 Variabel Kemiskinan di Kabupaten Badung ---------- 133

5.4 Hasil Pengujian Partial Least Square (PLS) ------------------- 144

5.4.1 Hasil pengujian outer model atau measurement

model ----------------------------------------------------- 144

5.4.2 Hasil pengujian Discriminant validity ----------------- 147

5.4.3 Hasil pengujian Reliability ------------------------------ 148

5.4.4 Pengujian model struktural (inner model) ------------- 149

5.5 Pengaruh Perkembangan Pariwisata, Kinerja Perekonomian,

dan Kemiskinan --------------------------------------------------- 150

5.5.1 Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap

Kinerja Perekonomian ----------------------------------- 152

xviii

Page 20: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

19

5.5.2 Pengaruh kinerja perekonomian terhadap

kemiskinan ------------------------------------------------ 154

5.5.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap

kemiskinan ------------------------------------------------ 156

5.6 Investasi di Kabupaten Badung ---------------------------------- 158

5.6.1 Investasi di Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta

Selatan ----------------------------------------------------- 158

5.6.2 Indikator Sosial Kecamatan Petang dan Kecamatan

Kuta Selatan ----------------------------------------------- 160

5.7 Analisis SWOT ---------------------------------------------------- 161

5.7.1 Strategi Peningkatan Peran Pariwisata Dalam

Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung ------ 162

5.8 Kebaruan Penelitian ----------------------------------------------- 163

5.9 Implikasi Temuan Penelitian ------------------------------------- 164

5.10 Keterbatasan Penelitian ------------------------------------------- 165

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ----------------------------------------------------------- 166

6.2 Saran -------------------------------------------------------------- 167

DAFTAR PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 169

LAMPIRAN-LAMPIRAN ---------------------------------------------------------- 185

xix

Page 21: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

20

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara, ke Indonesia Tahun 2008-2013 Rata-rata Pengeluaran, Lama Tinggal dan Penerimaan Devisa ----------------------------------------------------- 4

Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun

2009-2013 --------------------------------------------------------------- 7 Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Bali Tahun 2009-

2013 ---------------------------------------------------------------------- 8 Tabel 1.4 Rata-rata Lama Tinggal, Pengeluaran, Jumlah Wisatawan

Mancanegaradan Nusantara di Bali 2009-2013 --------------------- 9 Tabel 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan

di Bali Tahun 2009-2013 ---------------------------------------------- 10 Tabel 1.6 Investasi; PDRB dan Kemiskinan KabupatenBadung -------------- 11 Tabel 2.1 Karakteristik Pro Poor Tourism (PPT) ------------------------------ 39 Tabel 2.2 Prinsip Perkembangan Pariwisata Berdasarkan Komunitas

(CBT) -------------------------------------------------------------------- 46 Tabel 2.3 Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata dan Produknya

Masing-masing ---------------------------------------------------------- 50 Tabel 2.4 Manfaat dan Kerugian dari Perubahan Sosial, Lingkungan dan

Ekonomis Akibat Pengembangan Pariwisata------------------------ 58 Tabel 2.5 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan --------------------------------- 69 Tabel 2.6 Kedudukan Penelitian Diantara Peneliti-peneliti yang Lain ------- 70 Tabel 4.1 Lokasi Penelitian ------------------------------------------------------- 85 Tabel 4.2 Deskripsi Konstruk/Variabel, Indikator, Skala Pengukuran dan

Sumber Referensi ------------------------------------------------------- 89 Tabel 4.3 Sampel Kabupaten Badung -------------------------------------------- 91 Tabel 5.1 Luas Wilayah Kabupaten Badung Per Kecamatan Tahun 2013 --- 100 Tabel 5.2 Jumlah dan Jenis Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten

Badung Tahun 2013 ---------------------------------------------------- 108

xx

Page 22: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

21

Tabel 5.3 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Kabupaten Badung Tahun 2009 -2013 -------------------------------------------- 110

Tabel 5.4 Jumlah RTS Menurut Status Kesejahteraan Hasil PPLS 2011 ---- 112 Tabel 5.5 Perkembangan Beberapa Indikator Pariwisata Di Kabupaten

Badung (X1) ------------------------------------------------------------ 125 Tabel 5.6 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung (X2) -------------------- 133 Tabel 5.7 Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013 ------------------ 141 Tabel 5.8 Outer Loadings --------------------------------------------------------- 145 Tabel 5.9 Outer Loadings (Model Revisi) --------------------------------------- 147 Tabel 5.10 Cross Loadings --------------------------------------------------------- 148

Tabel 5.11 Composite Reliability -------------------------------------------------- 148 Tabel 5.12 Nilai R-Squares --------------------------------------------------------- 149 Tabel 5.13 Pengaruh Perkembangan Pariwisata dan Kinerja Perekonomian

terhadap Kemiskinan --------------------------------------------------- 151 Tabel 5.14 Rencana dan Realisasi PMA dan PMDN di Kabupaten Badung -- 159

xxi

Page 23: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

22

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kunjungan Wisatawan Internasional 2013 --------------------- 2 Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ------------------------------------------------- 74 Gambar 3.2 Kerangka Konsep ------------------------------------------------- 76 Gambar 4.1 Lokasi Penelitian -------------------------------------------------- 85 Gambar 4.2 Jalur Analisis PLS ------------------------------------------------- 96 Gambar 5.1 Data Gini Ratio Provinsi Bali Tahun 2000 – 2013 ------------ 111 Gambar 5.2 Hasil analisis outer model penelitian---------------------------- 145 Gambar 5.3 Hasil revisi analisis outer model --------------------------------- 146 Gambar 5.4 Diagram Struktural Hasil Uji Inner Model --------------------- 150 Gambar 5.5 Diagram Jalur Hasil Uji Hipotesis ------------------------------- 151

xxii

Page 24: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

23

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rasio Gini Provinsi Bali Tahun 2004-2013 -------------------- 185 Lampiran 2 Frequencies -------------------------------------------------------- 186 Lampiran 3 PLS Output 1 ------------------------------------------------------ 192 Lampiran 4 PLS Output (Model Revisi) -------------------------------------- 199 Lampiran 5 Tabel Analisis SWOT--------------------------------------------- 206 Lampiran 6 Strategi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Analisis SWOT - 209 Lampiran 7 Data Hasil Dokumentasi Penelitian----------------------------- 211 Lampiran 8 Data Hasil Dokumentasi Penelitian ----------------------------- 214

xxiii

Page 25: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

24

DAFTAR SINGKATAN

AVE : Average Variance Extracted

BPS : Badan Pusat Statistik

CBT : Community Based Tourism

CSR : Corporate Social Responsibility

GATS : General Agreement on Trade and Services

JED : Jaringan Ekowisata Desa

KM : Kemiskinan

KP : Kinerja Perekonomian

KUB : Kelompok-kelompok Usaha Bersama

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MICE : Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition

MP3EI : Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia

PAD : Pendapatan Asli Daerah

PDRB : Pendapatan Domestik Regional Bruto

PLS : Partial Least Partial

PP : Perkembangan pariwisata

PPT : Pro Poor Tourism

RTS : Rumah Tangga Sasaran

SWOT : Strength, Weakness, Opportunity dan Threat

UEP : Usaha Ekonomi Produktif

UNESCO : United Nations Educational Sience and Cultural Organization

UNWTO : United Nation World Tourism Organization

WTO : World Tourism Organization

xxiv

Page 26: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pariwisata internasional merupakan sektor kegiatan

ekonomi global yang dimanfaatkan oleh berbagai negara di dunia untuk

meningkatkan partisipasi mereka dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Bryden (1973) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata dan pertumbuhan

ekonomi mempunyai hubungan mutualistis untuk mengentaskan kemiskinan.

Pariwisata Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan pariwisata

global sebagai bagian dari liberalisasi ekonomi yang melahirkan persetujuan

umum tentang Perdagangan Jasa (General Agreement on Trade and Services)

disingkat GATS. Persetujuan ini membuka hambatan tarif pada perdagangan jasa

di dunia dan diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2011. GATS membuka ruang

bagi pariwisata untuk bertumbuh menjadi salah satu industri jasa terbesar di

dunia, berperan sebagai penggerak (driving force) ekonomi global dengan regulasi

perdagangan dan jasa yang menguntungkan industri pariwisata negara maju.

Sejalan dengan Bryden (1973), Gibson (2009: 527-528) dan Leon (2006:

341) menyatakan bahwa pariwisata bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi

negara-negara sedang berkembang. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian

spektakuler kunjungan wisatawan internasional sebanyak 1,087 miliar pada tahun

2013, meningkat lima persen atau sebanyak 52 juta wisatawan dari tahun 2012

(1,075 miliar). Dari angka tersebut, 258 juta wisatawan berkunjung ke Asia

Pasifik, meningkat enam persen dari tahun sebelumnya. Eropa sebagai penerima

1

Page 27: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

2

kunjungan tertinggi sebanyak 563 juta wisatawan, meningkat sebesar lima persen

(534 juta) dari tahun sebelumnya. Amerika menerima 167 juta wisatawan dengan

kenaikan sebesar 3.6 persen seperti disajikan pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Kunjungan Wisatawan Internasional 2013

Sumber (UNWTO, 2014).

Penerimaan pariwisata internasional tahun 2013 sebesar USD 1.159 miliar

meningkat lima persen dan Gross Domestic Product bertumbuh sembilan persen

menjadi USD 7.227,1 juta dari tahun 2012. Meningkatnya jumlah kunjungan dan

pendapatan pariwisata internasional menunjukkan semakin besarnya kontribusi

pariwisata terhadap pemasukan devisa dan semakin terbukanya kesempatan kerja

dan peluang untuk meningkatkan ekspor komoditas lokal. Ashley, et al (2001: 2)

sejalan dengan Hall (2008:19-21) menyatakan bahwa untuk setiap pengembangan

pariwisata diperlukan peran negara sebagai perumus pembangunan dan

pengendali kebijakan publik. Hal ini dimaksudkan agar peran kebijakan publik

Page 28: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

3

sebagai kontrol untuk mencegah dampak negatif perkembangan pariwisata dan

mampu berkontribusi positif terhadap peningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sejalan dengan tujuan pengembangan pariwisata Indonesia pemerintah

mencanangkan program-program inovatif untuk memperbesar pendapatan devisa

dan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara. Pemerintah merancang

Master Plan Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development

2011-2025 yaitu Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk mempercepat peningkatkan ekonomi

berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing daerah di Indonesia. Tahun

2013 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

(Pangestu, 2013:14-25), menargetkan kedatangan 8,6 juta wisatawan dengan

pemasukan devisa USD 10 miliar dan 258 juta wisatawan nusantara dengan

pendapatan Rp. 180,6 trilliun untuk tahun 2013. Untuk tujuan tersebut pemerintah

merancang program-program unggulan, yaitu: (1) menambah penerbangan

langsung dari pangsa pasar sedang bertumbuh (emerging markets) seperti China,

Korea, Taiwan dan Rusia serta meningkatkan kualitas fisik dan layanan Bandara

Internasional Ngurah Rai, (2) perluasan pelabuhan kapal pesiar (cruise ship

terminal) Benoa untuk meningkatkan daya tampung wisatawan dari 118.000

orang menjadi 500.000 orang pada tahun 2016, (3) peningkatan kunjungan

wisatawan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) atau

pertemuan, insentif, konvensi dan pameran di daerah tujuan pariwisata potensial

seperti Medan, Makasar, Manado, Batam, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, (4)

wisatawan dengan minat khusus seperti wisata kesehatan dan kebugaran (medical

Page 29: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

4

and wellness tourism), peninggalan bersejarah (historical and heritage tourism)

eco wisata serta konservasi alam (ecotourism and concervation), dan sampai

kepada (5) pengembangan Raja Ampat, Wakatobi, Bunaken dan Kota Tua Jakarta.

Selain rencana mempercepat pengembangan untuk peningkatan nilai lebih

di sektor pariwisata, serta terpeliharanya lingkungan dan beragam sumber daya

alam, pemerintah menjaga kekayaan biodiversity bernilai tinggi, untuk

memperkuat posisi Indonesia menuju pariwisata hijau (green tourism). Didukung

oleh keindahan alam dengan iklim tropis yang hangat, sejarah panjang keunikan

Indonesia yang menjadi kekuatan bangsa seperti warisan budaya bangsa

adiluhung, masyarakat yang hangat dan ramah, keamanan dan politik dalam

negeri yang stabil ikut memperkuat citra Indonesia sebagai daerah tujuan wisata

yang nyaman dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Pengembangan daerah

tujuan wisata di berbagai wilayah dengan beragam etnik dan sosial budaya

masyarakat, menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.

Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada

tahun 2009-2013 seperti disajikan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara, ke Indonesia tahun 2008-2013

Rata-rata Pengeluaran per hari, Lama Tinggal dan Penerimaan Devisa

TAHUN JUMLAH WISATAWAN

RATA-RATA PENGELUARAN

(USD)

RATA-RATA LAMA TINGGAL (HARI)

PENERIMAAN DEVISA (JUTA

USD) 2009 6.323.730 995,93 7,69 6.302,50 2010 7.002.944 1.085,75 8,04 7.063,45 2011 7.649.731 1.118,26 7,84 8.060,00 2012 8.044.462 1.133,35 7,70 9.010,00 2013 8.802.129 1.142,24 7,65 10.050,00 Total 37.822.996 5.476,00 31,00 40.486,00

Rata-Rata 7.564.599 1.095,00 6,30 8.097,00 Sumber: Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan (P2DSJ) Kemenparekraf, Biro

Pusat Statistik, 2014

Page 30: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

5

Selama lima tahun berturut-turut, kunjungan wisatawan mancanegara ke

Indonesia meningkat dari 6.323.730 orang tahun 2009, menjadi 8.802.129 orang

pada tahun 2013 dengan pengeluaran per hari sebesar USD 1.142,24/orang.

Penerimaan devisa meningkat secara signifikan yaitu sebesar USD 6.302,50 juta

pada tahun 2009 meningkat menjadi USD 10.050,00 juta pada tahun 2013.

Menarik untuk diketahui bahwa selama terjadinya krisis ekonomi dunia tahun

2009 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tidak mengalami

penurunan tetapi sebaliknya terjadi peningkatan kunjungan dari tahun ketahun.

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan pariwisata nasional pemerintah

menerbitkan Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun 2009, menempatkan

pariwisata Indonesia sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional.

Selain sebagai lokomotif pemasukan devisa, pariwisata juga bertanggung jawab

terhadap perlindungan nilai-nilai agama, sosial budaya, lingkungan hidup serta

memberi manfaat keadilan dan terhadap keseimbangan pemerataan pendapatan

masyarakat.Terkait tujuan ini dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia

No 64 Tahun 2014 tentang peningkatan penyelenggaraan sektor kepariwisataan.

Penelitian Tosun (2000: 32) dan Eyben et al (2008) menyatakan bahwa

pariwisata diwajibkan mengikutsertakan peran masyarakat dalam penyediaan

produk pertanian hasil dari masyarakat sendiri. Penelitian tentang penanganan

pemerataan pendapatan masyarakat lokal di banyak negara sedang berkembang

dilakukan dengan memberikan pelatihan secara berkelanjutan tentang peningkatan

kualitas produk pertanian, mempercepat proses, memperpendek jaringan distribusi

produk-produk yang dihasilkan masyarakat setempat untuk kebutuhan pariwisata.

Page 31: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

6

Selanjutnya pariwisata Bali sebagai salah satu tujuan wisata populer di

dunia muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat tradisional yang penuh

toleransi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan pariwisata

itu sendiri. Ubud pada tahun 1930-an telah dikenal oleh wisatawan mancanegara

dan berkembang menjadi tempat berkumpulnya pelukis Rudolf Bonnet, Walter

Spies, Antonio Blanco, Han Snel, Arie Smith, dan penulis Rose Covarubias (Tara

et al 2004: 22). Dewasa itu Ubud telah menjadi magnet dan berdampak sangat

positif terhadap pertumbuhan pariwisata Bali sehingga pada tahun 1960-an Ubud

menjadi terkenal sebagai tujuan wisata yang exotic bagi wisatawan mancanegara.

Dibalik keterbatasan terhadap sumber daya alam, Bali terkenal akan

kehidupan sosial budaya yang dijiwai oleh agama Hindu. Kepariwisataan yang

dikembangkan di Bali sesuai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun

2012 adalah pariwisata budaya dengan Konsep Tri Hita Karana sebagai dasar

pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Tri Hita Karana

merupakan filosofi keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan,

manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam di sekitar kita, dikembangkan

sebagai kekuatan spiritual dari kehidupan masyarakat Bali. Harmonisasi yang

bersifat vertikal dan horizontal, tidak hanya bermanfaat terhadap keberlangsungan

tatanan kehidupan religiusitas masyarakat tetapi juga menjadi akar budaya yang

kokoh bagi masyarakat Bali. Konsep Tri Hita Karana sangat terkait dengan

pelestarian alam, dan keunikan dari tradisi masyarakat yang unik sebagai kekuatan

bagi keberhasilan pariwisata Bali yang dilandasi oleh falsafah Agama Hindu.

Page 32: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

7

Sebagai nafas kehidupan masyarakat Bali, Tri Hita Karana sangat relevan

untuk dijadikan dasar pertumbuhan pariwisata Bali (Geriya, 2010: 26). Semakin

meningkatnya perkembangan pariwisata mencerminkan bahwa Bali sebagai

tujuan wisata terbaik dunia, akibat dari dukungan masyarakat yang hangat dan

terbuka dengan keunikan sosial budaya. Peningkatan kunjungan wisatawan

mancanegara ke Bali dapat disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali Tahun 2009-2013

BULAN TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013

Januari 174.541 179.273 209.093 231.675 232.935 Februari 147.704 191.926 207.195 230.103 241.868 Maret 168.205 192.579 207.907 231.257 252.210 April 188.776 192.579 224.704 249.006 242.369 Mei 190.803 203.388 209.058 231.721 247.972 Juni 200.566 228.045 245.652 272.400 275.667 Juli 235.198 254.907 283.524 314.244 297.878 Agustus 232.255 243.154 258.377 286.281 309.219 September 218.443 240.947 258.440 287.625 305.629 Oktober 221.282 229.904 247.565 257.288 266.562 November 184.803 199.861 221.603 246.626 307.276 Desember 222.546 227.251 253.591 281.159 299.013 Jumlah Pertumbuhan

2.385.122 2.576.142 2.826.709 3.137.385 3.278.598 +8 % +9,7 % +11 % +4,5 %

Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014

Persentase peningkatan kunjungan tertinggi sebesar 11 persen terjadi pada

tahun 2012 sebesar 3.137.385 wisatawan. Walaupun jumlah kunjungan wisatawan

tahun 2013 meningkat menjadi 3.278.598 dengan peningkatan sebesar 4,5 persen.

Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah kedatangan wisatawan

dibandingkan dengan peningkatan penambahan jumlah hotel dari 159 hotel pada

tahun 2009 meningkat menjadi 227 hotel pada tahun 2013 (BPS Bali, 2014).

Page 33: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

8

Semakin banyak dan beragamnya penambahan fasilitas dan layanan wisata

seperti bertumbuhnya budget hotel di daerah tujuan wisata Kota Denpasar dan

Badung Selatan serta tersedianya layanan wisatawan yang bervariasi mendorong

lebih banyaknya wisatawan berkunjung ke Bali. Faktor-faktor lainnya yang

mendukung pertumbuhan pariwisata, yaitu : (1) jarak tempuh yang relatif pendek

dari kota-kota besar di Indonesia, (2) tersedianya paket wisata yang menarik dan

tersedianya low cost airfare oleh Lion Air, AirAsia dan Citylink, (3) semakin

terjangkaunya biaya perjalanan wisata dan terjadinya perubahan pola hidup

dimana berwisata sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Dengan

kondisi yang menguntungkan tersebut, memungkinkan Bali bertahan sebagai

tujuan wisata sangat populer bagi wisatawan nusantara. Hal ini berdampak

terhadap semakin meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara ke Bali dengan

peningkatan sebesar lima belas persen pada tahun 2013 sejumlah 6.976.536

wisatawan dibandingkan dengan tahun 2012 sebanyak 6.063.558 wisatawan.

Jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Bali seperti disajikan pada Tabel 1.3

Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Bali Tahun 2009-2013

BULAN TAHUN

2009 2010 2011 2012 2013 Januari 264.915 346.575 280.588 333.199 426.360 Februari 204.419 238.789 340.508 305.934 369.525 Maret 255.203 202.995 358.313 307.616 431.393 April 247.100 396.898 385.228 331.378 403.211 Mei 289.635 421.369 463.452 525.076 456.491 Juni 304.213 455.456 568.264 569.635 785.053 Juli 340.610 489.307 573.103 524.334 474.769 Agustus 280.972 377.570 440.751 661.334 878.278 September 352.257 594.662 609.633 572.359 473.697 Oktober 330.337 391.722 526.302 667.703 758.351 November 285.526 361.395 574.016 545.348 678.748 Desember 365.948 366.605 554.963 719.642 840.660 Total Pertumbuhan 3.521.135 4.646.343 5.675.121 6.063.558 6.976.536

+32 % +22 % +6,8 % +15 % Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Bali, 2014

Page 34: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

9

Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali berdampak terhadap semakin

besarnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan bertumbuhnya

kegiatan ekonomi mikro yang tersebar di seluruh Bali. Dampak lainnya dapat

dilihat dari semakin tersedianya berbagai lapangan pekerjaan disektor pariwisata.

Terbukanya kesempatan kerja dengan ketrampilam terbatas seperti pelayanan

porter di airport, pekerjaan kasar di hotel, pemandu wisata, dan beragam

pekerjaan di berbagai usaha layanan wisata lainnya. Dinas Pariwisata Bali (2014:

58) mencatat pengeluaran rata-rata seorang wisatawan nusantara tahun 2009-2013

sebesar 548.000 rupiah per hari dengan rata-rata lama tinggal selama empat hari.

Pengeluaran wisatawan mancanegara sebesar USD 158,60 seorang per

hari dengan rata-rata lama tinggal selama 9,24 hari. Pengeluaran wisatawan

tersebut sudah termasuk biaya akomodasi, makan minum dan biaya perjalanan

lainnya, tidak termasuk biaya penerbangan. Rata-rata lama tinggal, pengeluaran

dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke Bali pada tahun

2009-2013 seperti disajikan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Rata-rata Lama Tinggal, Pengeluaran, Jumlah Wisatawan

Mancanegara dan Nusantara ke Bali 2009-2013

Tahun

Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara

Jumlah Wisatawan

Lama Tinggal/

Hari

Pengeluaran/ Hari USD

Jumlah Wisatawan

Lama Tinggal/

Hari

Pengeluaran/ Hari Rp

2009 2.385.122 9,65 137,90 3.521.135 4,2 516.000 2010 2.576.142 8,75 147,40 4.646.343 4,4 503.000 2011 2.826.709 9,49 154,87 5.675.121 3,9 592.000 2012 3.137.385 9,27 155,27 6.063.558 3,6 635.000 2013 3.278.598 9,10 147,33 6.976.536 3,7 494.000

Rata-rata 2.840.791 9,24 158,60 5.376.539 4.0 548.000 Sumber: Dinas Pariwisata Bali, 2014.

Page 35: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

10

Gambaran peran pariwisata menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2014)

ditunjukkan oleh tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali tahun 2009-

2013. Sementara itu persentase penduduk miskin di Bali masih berada pada

kisaran empat persen atau rata-rata 170.298 orang/tahun. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan sebagai penggerak

kinerja perekonomian dan pembangunan di Bali, namun belum sepenuhnya

mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat Bali. Jumlah dan persentase

penduduk miskin dan garis kemiskinan di Bali seperti disajikan pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Bali

Tahun 2009-2013

Tahun Jumlah Penduduk

Miskin (Orang)

Persentase Penduduk Miskin

(%)

Garis Kemiskinan, per kapita/bulan

(Rp) 2009 181.700 5,13 196.466 2010 174.900 4,88 208.152 2011 166.200 4,20 233.172 2012 168.800 4,18 249.997 2013 159.890 3,95 295.210

Rata-rata 170.298 4,00 236.599 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Pariwisata Kabupaten Badung memiliki posisi strategis dengan adanya

Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai sebagai pintu gerbang utama masuknya

wisatawan mancanegara dan nusantara. Posisi strategis ini semakin memperkuat

Kabupaten Badung sebagai pusat pertumbuhan investasi di bidang pariwisata.

Didukung oleh Kecamatan Kuta Selatan yaitu Desa Jimbaran dan Desa Pecatu

sebagai daerah pariwisata intensif. Tingginya perkembangan pariwisata di

Kecamatan Kuta Selatan, semakin memperkuat posisinya sebagai penyumbang

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar untuk Kabupaten Badung.

Page 36: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

11

Sedangkan desa Plaga dan Belok Sidan sebagai daerah pariwisata non-intensif di

Badung Utara sebagai daerah pertanian dengan udara sejuk dan ekowisatanya

yang dikelola masyarakat, menjadi daya tarik wisatawan untuk ke Badung Utara.

Pengembangkan pariwisata model ini sejalan dengan Giampiccoli dan Kalis,

(2012: 2) tentang community based tourism dan manfaatnya bagi masyarakat.

Pesatnya pertumbuhan pariwisata dan dampak positifnya terhadap

perkembangan perekonomian di Kabupaten Badung terlihat dari peningkatan

investasi dan penerimaan PDRB Kabupaten Badung. Popularitas dan pesatnya

pertumbuhan sebagai tujuan pariwisata di Badung didukung oleh keberadaan

hotel-hotel mewah berstandar nasional maupun internasional seperti The Ayana,

Banyan Tree Uluwatu, Le Grande Bali, Four Seasons dan tersedianya sarana

pendukung pariwisata bertaraf internasional lainnya menjadikan Kabupaten

Badung daerah terkaya di Bali. Dibalik kebesaran nama Badung dengan predikat

kabupaten terkaya di Bali, Badan Pusat Statistik Badung mencatat masih adanya

kemiskinan di Kabupaten Badung seperti disajikan pada Tabel 1.6 berikut ini.

Tabel 1.6 Investasi, PDRB dan Kemiskinan di Kabupaten Badung

Tahun Investasi ( Ribuan Rupiah )

PDRB ( Jutaan Rupiah )

Jumlah Penduduk Miskin

Persentase Penduduk Miskin (%)

Garis Kemiskinan (Rupiah)

2009 2,362,541,294 12,875,498.13 13.950 3,28 282,559 2010 1,890,474,000 14,926,782.41 17.700 3,23 312,602 2011 8,536,644,646 16,403,381.18 14.630 2,62 346,460 2012 5,334,590.363 18,996,102.98 12.510 2,16 376,092 2013 6,046,968,601 20,988,078.20 14.550 2,46 406,408 Rata-rata 4,834,243,780.80 16,837,968.58 14.670 2,75 344,824

Sumber : BPS Badung, 2014, Bappeda Provinsi Bali 2014

Page 37: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

12

Masih adanya kemiskinan di Kabupaten Badung dan ketidakseimbangan

Badung Utara dan Badung Selatan perlu disinergikan dengan menjadikan

pertanian di Badung Utara sebagai basis dari penggembangan agrowisata

berkelanjutan (sustainable tourism) sebagai pilar pertumbuhan perekonomian

(UNWTO, 2013: 21). Untuk memperkecil ketidakseimbangan pertumbuhan

ekonomi Badung Utara dengan Badung Selatan dilakukan dengan dukungan

infrastruktur, sarana dan prasarana yang memadai untuk mempercepat

pertumbuhan pariwisata di Badung Utara. Sejalan dengan Ashley et al (2001)

melalui perencanaan pengembangan yang baik, pertumbuhan pariwisata akan

berdampak positif terhadap mengentaskan kemiskinan. Sebaliknya menurut

Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) tanpa perencanaan pengembangan

yang baik, pariwisata tidak mampu mengentaskan kemiskinan:

”Within tourism planning there has been a growing realization that tourism development may not be alleviating poverty and that pro poor policies and practices must develope”. Ancaman yang dihadapi Kabupaten Badung dalam pengembangan

pariwisata yaitu tidak terkendalinya pertumbuhan hotel berbintang dengan jumlah

281 hotel pada tahun 2014. Semakin banyaknya pertumbuhan hotel terutama

dibangunnya city hotels dan munculnya private villas yang tidak terkendali, akan

semakin tidak terhindarkan terjadinya persaingan tidak sehat dan terjadinya

perang harga di dalam pengembangan pariwisata. Walaupun di sisi lain

penerimaan Pemerintah Kabupaten Badung terhadap Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) pada tahun 2014 mencapai Rp. 23,556 (triliun), tetapi persaingan

harga yang tidak sehat akan berdampak terhadap semakin murahnya penawaran

Page 38: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

13

harga kamar hotel yang berdampak langsung terhadap penerimaan PHR dan

terhadap program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung.

Alasan memilih perkembangan pariwisata terhadap dampak kemiskinan di

Kabupaten Badung didasarkan atas hasil kesimpulan teoritis dua peneliti berbeda

dan masih terdapatnya orang-orang miskin di Kabupaten Badung sebagai berikut:

1) Kelompok Ashley et al (2001), Spenceley dan Seif (2003), Tores dan

Momsen (2004: 249-5) dan Anwar (2012) menyatakan bahwa pengembangan

pariwisata melalui partisipasi masyarakat secara langsung berdampak positif

dan signifikan terhadap pengentasan kemiskinan. Penerapan pro poor tourism

dengan memberikan perhatian dan kesempatan kepada masyarakat dalam

kegiatan pariwisata memberi dampak positif terhadap meningkatnya

kesejahteraan masyarakat dan berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2) Kelompok Jamieson et al (2004: 2) dan Roy (2010: 4) menyatakan bahwa

pengembangan pariwisata belum mampu mengentaskan kemiskinan.

3) BPS Badung (2014) menyatakan masih adanya penduduk miskin di

Kabupaten Badung dengan rata-rata sebanyak 14.670 orang/tahun dari tahun

2009-2013, dan rata-rata garis kemiskinan sebesar Rp. 344.824

4) Pernyataan informan yang menyatakan bahwa masih terdapat masyarakat

miskin di Desa Pelaga dan Desa Belok Sidan tanpa pemilikan tanah dan di

Desa Pecatu dan Jimbaran.

Page 39: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

14

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang,masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja

perekonomian masyarakat di Kabupaten Badung?

2) Bagaimanakah pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung?

3) Bagaimanakah pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung?

4) Bagaimanakah strategi untuk peningkatan peran pariwisata dalam pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Badung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pariwisata

dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Badung, sedangkan tujuan khusus

penelitian ini adalah:

1) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja

perekonomian di Kabupaten Badung.

2) Menganalisis pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung.

3) Menganalisis pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung.

4) Merumuskan strategi untuk meningkatan peran pariwisata dalam pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Badung.

Page 40: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

15

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, khususnya

di bidang manajamen pariwisata yang berorientasi pada pengentasan

kemiskinan (propoor tourism).

2) Hasil penelitian dijadikan dasar untuk membuat konsep dan strategi secara

komprehensif mengenai peran pariwisata, dalam pengentasan kemiskinan

(poverty alleviation) melalui penyediaan kesempatan kerja, peningkatan dan

pemerataan pendapatan, didukung oleh pendidikan dan pelatihan-pelatihan

tentang kepariwisataan bagi masyarakat di Kabupaten Badung.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai berikut:

1) Masukan bagi Pemerintah Kabupaten Badung, untuk merekonstruksi program

pengelolaan pariwisata dalam menentukan langkah-langkah mengentaskan

kemiskinan sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakat.

2) Bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) pariwisata khususnya

pemerintah yang diwakili oleh Bappeda dan Dinas Pariwisata Kabupaten

Badung serta pengusaha swasta di bidang pariwisata untuk menerapkan

kebijakan pro poor tourism.

3) Masukan bagi para pemerhati lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan

penggiat pariwisata sebagai acuan dalam pendampingan jalannya

pengembangan pariwisata di Kabupaten Badung

Page 41: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelusuran pustaka terkait dengan peran pariwisata dalam pengentasan

kemiskinan dilakukan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah dan publikasi cetak

lainnya yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Kajian pustaka ini didukung

oleh hasil penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan di Afrika Selatan,

Bangladesh, Pakistan, Peru dan di sejumlah negara berkembang lainnya.

Penelitian pariwisata dan kemiskinan di Indonesia dilakukan Ashar, Nurhidayati,

Ramadani, dan Sudipa di Ubud Bali melengkapi penulisan kajian pustaka ini.

Penelitian Anwar (2012) dengan judul “Poverty Alleviation Through

Sustainable Tourism: A Critical Analysis of Pro Poor Tourism And Implications

For Sustainability In Bangladesh” dilakukan di daerah pariwisata berpenduduk

miskin di Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata telah terbukti yaitu: (1)

berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perekonomian masyarakat miskin di

Bangladesh, (2) mampu mempertahankan nilai sosial budaya masyarakat lokal

dari pengaruh asing, dan (3) mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan

masyarakat. Analisis kritis peran pariwisata terhadap pengentasan kemiskinan di

Bangladesh menunjukkan bahwa: (1) dinamika pariwisata dengan pemanfaatan

tanah dan sumber daya alam lainnya secara berlebihan dan tidak terkontrol,

berdampak terhadap sangat mahalnya harga tanah dan harga komoditas lainnya,

(2) pemanfaatan atas tanah-tanah strategis yang dimiliki masyarakat secara turun

16

Page 42: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

17

temurun yang dibeli oleh investor dengan harga murah, menjadikan masyarakat

miskin kehilangan tanah mereka dan terpinggirkan dari tempat kelahirannya.

Karim et al (2012) dalam penelitian tentang integrasi pro poor tourism

dalam pariwisata berbasis masyarakat (Integrating pro-poor tourism activities in a

community-based idea of development: the case of the district of Hunza-Neger,

Pakistan) mengemukakan bahwa secara ekonomi makro, industri pariwisata telah

menjadi salah satu industri global yang dimonopoli oleh negara maju dan

merambah hampir keseluruh negara sedang berkembang. Sebagai sebuah negara

berkembang, pariwisata Pakistan mampu menjadi motor untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi melalui kontribusinya terhadap Gross Domestic Product

(GDP), terjadinya peningkatan ekspor produk pariwisata dan pendapatan pajak.

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah alternatif bagi

pengembangan pariwisata diawali dari tradisi sosial dan budaya masyarakat yang

diintegrasikan dengan masyarakat secara lebih luas didaerah yang berbasis

pariwisata dan non pariwisata. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan pro-

poor tourism dapat dijadikan strategi pengembangan komunitas yang lebih luas,

yang dapat memperbaiki kehidupan masyarakat yang termarginalkan.

Penelitian Wood (2005) tentang pariwisata yang berkelanjutan di Peru

utara dengan judul “Pro-poor tourism as a means of Sustainable Development in

the Uctubamba Valley, Northern Peru”, menekankan bahwa pendekatan pro poor

dimaksudkan untuk mengembangkan komponen masyarakat untuk ikut terlibat

dalam perencanaan masterplan di Peru Utara. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui manfaat dari penerapan pariwisata berbasis komunitas dengan

Page 43: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

18

melakukan penelitian langsung ke sektor-sektor kegiatan ekonomi, termasuk

penelitian ke pasar tradisional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah

penerapan pariwisata berbasis masyarakat memiliki implikasi terhadap

pengembalian investasi dan pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya

alam. Penelitian Wood (2005) menyimpulkan sebagai berikut: (1) pelayanan

produk yang dihasilkan masyarakat apabila dikemas dengan baik bisa dijadikan

strategi diversifikasi komersial dalam rangka memenuhi permintaan pasar, (2)

kemampuan masyarakat untuk terlibat didalam kegiatan pariwisata sangat

menentukan keberhasilan dari penerapan pariwisata berbasis masyarakat.

Spenceley dan Seif (2003) menganalisis strategi dari lima perusahaan

swasta yang bergerak dibidang pariwisata di Afrika Selatan dengan tujuan untuk:

1) mengatasi masalah kemiskinan dalam mengembangkan pembangunan bagi

masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata dan, 2) menganalisis dampak

biaya terhadap pendekatan pro poor tourism di Afrika Selatan. Penelitian ini

dilakukan terhadap perusahaan pariwisata yang bergerak di bidang layanan wisata

safari, wisata diving, dan fasilitas kasino dengan fasilitas golf. Temuan penelitian

ini menyatakan terjadinya hubungan langsung antara keuntungan ekonomi dan

non-ekonomi bagi masyarakat miskin dalam penerapan pro-poor tourism dan

dampak posisif pariwisata terhadap masyarakat miskin di pedesaan.

Ashley et al (2001) secara mendalam mengkaji pengalaman empiris

terhadap strategi pro poor tourism dari enam studi kasus yang dilakukan di

Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan Nepal. Penelitian dengan

judul Making Tourism Work For The Poor, menyatakan bahwa penelitian di

Page 44: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

19

negara yang diteliti, dan menyatakan bahwa peran pro poor tourism (PPT) sangat

signifikan dan positif terhadap ha-hal sebagai berikut yaitu: (1) terhadap

terbukanya kesempatan kerja baru, (2) terjadinya peningkatan dan pemerataan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, (3) bertumbuhnya pelaku kegiatan

ekonomi mikro dan, (4) semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin.

Scheyvens dan Momsen (2008) meneliti tentang pengurangan kemiskinan

di negara kepulauan kecil (Tourism and Poverty Reduction: Issues for Small

Island States), menyatakan bahwa hampir semua negara di kepulauan kecil

menggantungkan harapan dari pariwisata sebagai sumber pendapatan devisa untuk

pembangunan negaranya. Hasil penelitian ini didukung Torres and Momsen

(2004: 294-5) menyatakan bahwa industri pariwisata merupakan mesin

pertumbuhan ekonomi bagi negara kepulauan kecil sebagai sumber devisa,

meningkatkan penerimaan pajak dan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat.

Penelitian Nurhidayati (2012) dengan judul “Pengembangan Agrowisata

Berkelanjutan Berbasis Masyarakat, Kota Batu, Jawa Timur” menyatakan bahwa

Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat merupakan

salah satu pendekatan yang dapat diterapkan sebagai sebuah alternatif strategi

pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat setempat untuk meningkatkan

kesejahteraan. Prinsip pariwisata berbasis masyarakat dalam pengembangan

agrowisata dikaji dan diterapkan sesuai dengan faktor-faktor yang ada korelasi

dan berpengaruhnya terhadap keberhasilan agrowisata. Peneliti mencatat bahwa

penerapan prinsip ekonomi dari pariwisata agrowisata berbasis masyarakat kota

Batu Jawa Timur berdampak positif terhadap: (1) penyerapan tenaga kerja lokal,

Page 45: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

20

(2) bertumbuhnya usaha makro untuk menunjang kebutuhan pariwisata melalui

kegiatan yang dilakukan masyarakat, (3) berdampak terhadap meningkatnya

pendapatan masyarakat yang diterima dari wisatawan (4) berdampak pada

perubahan nilai sosial masyarakat akibat pertukaran nilai budaya yang muncul

dari interaksi wisatawan dengan tuan rumah dan, (5) terjalinnya silang budaya

sebagai simbul modernitas antara wisatawan dan masyarakat sebagai tuan rumah.

Penelitian Ramadani (2012) berjudul ”Perencanaan Pariwisata Pro-

Masyarakat Miskin” (pro poor tourism) di Kampung Baru, Jakarta Barat sebagai

daerah tujuan wisata berkelanjutan dengan fokus penelitian tentang penyediaan

layanan tentang kenyamanan kepada wisatawan dan strategi pengelolaan

pariwisata untuk mempertahankan Kampung Wisata Budaya di Kampung Baru di

wilayah Jakarta Barat. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan melibatkan

masyarakat miskin dalam pengembangan pro poor tourism membuktikan bahwa

pariwisata mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kampung Baru di Jakarta

Barat. Ramadani menyimpulkan bahwa pro poor tourism bermanfaat dalam

pengentasan kemiskinan melalui: (1) semakin terciptanya kesempatan kerja baru,

(2) pertumbuhan perekonomian bagi masyarakat miskin, dan (3) semakin

meningkat pemerataan pendapatan masyarakat dan berkurangnya kemiskinan.

Ashar (2008) meneliti tentang ”Studi Model Kelembagaan Pengentasan

Kemiskinan Melalui Industri Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal Di Jawa

Timur”. Alasan memilih lokasi penelitian dikatakan bahwa tingkat kemiskinan di

Jawa Timur melebihi dari angka rata-rata kemiskinan nasional. Tujuan penelitian

tersebut untuk memformulasikan konsep kelembagaan yang mampu membuka

Page 46: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

21

peluang kerja bagi masyarakat atau rumah tangga miskin di daerah tujuan wisata

di Jawa Timur agar kegiatan pariwisata mampu memberikan kontribusinya yang

positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Menurut Ashar (2008), untuk

mengentaskan kemiskinan diperlukan tiga unit kajian dalam industri pariwisata

yaitu: (1) unit usaha pariwisata, (2) wisatawan, dan (3) rumah tangga kurang

mampu. Melalui pemahaman struktur perekonomian di daerah pariwisata, peneliti

mendapatkan gambaran yang jelas tentang intensitas hubungan industri pariwisata

dengan perekonomian setempat, kapasitas sumberdaya ekonomi kaum miskin,

tingkat pendidikan, keterampilan dan kesiapan masyarakat untuk mendapatkan

pekerjaan. Penelitian Ashar (2008) sejalan dengan Ashley et al (2001) dan

Cattarinich (2001) menyatakan bahwa peran sektor pariwisata sangat positif bagi

pertumbuhan perekonomian mikro bagi masyarakat miskin. Masyarakat terlibat

menciptakan beragam produk-produk cendera mata yang dibutuhkan wisatawan.

Wahyudi (2007) meneliti tentang Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan

Millenium Development Goals (MDGs) menyatakan bahwa manfaat pariwisata

tidak terbatas hanya sebagai sumber pemasukan devisa tetapi juga berperan untuk

peningkatan penerimaan pajak, masuknya investasi dan terbukanya peluang

kesempatan kerja untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan mengurangi

kemiskinan. Wahyudi menyatakan bahwa semakin tingginya kebutuhan manusia

untuk berekreasi mendorong semakin pesatnya perkembangan pariwisata dan bisa

menjadi salah satu jawaban terhadap pengentasan kemiskinan. Penelitian

Wahyudi (2007) sejalan dengan penelitian Gibson (2009) menyatakan bahwa

pengentasan kemiskinan dimaksudkan bukan sebagai upaya belas kasihan tetapi

Page 47: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

22

sebagai program pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat dengan konsep

ekonomis yang saling menguntungkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Melalui pengembangan pariwisata akan terbuka berbagai peluang bagi

masyarakat, seperti : (1) terbukanya kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau

pekerjaan paruh waktu dibidang pariwisata, (2) bagi masyarakat yang karena

terbatasnya pendidikan dan tidak mempunyai keterampilan tertentu, bisa

dipekerjakan sebagai pemandu wisatawan untuk snorkeling, trecking, atau jasa

pemandu wisata lainnya, (3) masyarakat setempat diuntungkan karena mendapat

tambahan pendapatan dari pelayanan yang mereka berikan kepada wisatawan, (4)

keuntungan lainnya yang dapat dilakukan oleh masyarakat berupa kesempatan

untuk memulai kegiatan usaha kecil seperti membuka warung makanan dan

minuman. Untuk usaha ini harus diberikan pendidikan dan pelatihan kepada para

pekerja tentang pentingnya kebersihan dan sanitasi dari makanan yang disajikan

dan etika melayani wisatawan, dan (5) untuk menyediakan sarana transportasi

seperti sepeda dayung, sepeda motor atau mobil untuk angkutan wisatawan.

Sudipa (2014) meneliti ”Kemiskinan Dalam Perkembangan Industri

Pariwisata di Kelurahan Ubud” menyimpulkan bahwa: (1) pesatnya

perkembangan pariwisata telah mengangkat Ubud menjadi salah satu tujuan

wisata terkenal di dunia. Pendapatan dari sektor pariwisata dimanfaatkan untuk

mengentaskan kemiskinan melalui kebijakan finansial dan non finansial, di

dukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan

pendampingan dalam melaksanakan program pemerintah, (2) masih adanya

Page 48: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

23

kemiskinan struktural di Ubud akibat dari faktor eksternal berupa kebijakan

pemerintah yang kurang tepat dalam menangani kemiskinan. Hal ini dapat dilihat

dari penanganan yang kurang terpadu, tidak jelasnya acuan yang dipakai dan

terjadinya penanganan yang tumpang tindih dalam pengentasan kemiskinan, (3)

faktor internal berdampak terhadap munculnya kemiskinan alamiah akibat dari

rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak terhadap rendahnya

kinerja, (4) ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses sumber daya alam

yang terbatas dari dari pemiliki modal yang berkorabolasi dengan penguasa, (5)

kemiskinan dan kesenjangan masyarakat memunculnya apatisme di masyarakat,

dan (6) ketidak berhasilan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan

mewariskan masyarakat miskin secara turun temurun.

Penelitian Ashley et al (2001), Eyben et al (2008), dan Tosun (2000: 32)

yang dilakukan di Afrika dan Bangladesh menyatakan bahwa pariwisata

berdampak positif terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Penerimaan pariwisata dari devisa dan dari sumber lainnya bermanfaat untuk

pembangunan bangsa dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Pembangunan pariwisata membuka masuknya investasi padat modal dan padat

karya, bertambahnya lapangan kerja dan untuk meningkatkan daya beli rakyat.

3. Pengelolaan pro-poor tourism sebagai sebuah model pariwisata melalui

pemberdayaan dan dengan melibatkan masyarakat secara langsung berdampak

positif dalam pengentasan kemiskinan

4. Untuk tercapainya tujuan pro-poor tourism diperlukan konsep pengembangan

daerah pariwisata yang terintegrasi dengan kepentingan masyarakat miskin.

Page 49: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

24

5. Pendekatan pro-poor memberikan keuntungan secara langsung (direct profit)

kepada masyarakat miskin secara ekonomis maupun non-ekonomis.

2.2 Landasan Teori, Konsep Pariwisata dan Kemiskinan

2.2.1 Teori Pemberdayaan

Teori pemberdayaan berasal dari ilmu psikologi kemasyarakatan, pada

umumnya digunakan untuk meneliti tentang konsep kejiwaan terkait dengan

pengembangan pribadi atau sekelompok orang atau masyarakat secara umum.

Menurut Rappaport (1987: 139-142), pemberdayaan bermanfaat untuk

meningkatkan kemampuan seseorang dalam menentukan pilihan terhadap

kepentingan yang berdampak positif bagi diri sendiri, dan didefinisikan sebagai

sebuah pengembangan konsep teoritis, secara luas sebagai pendekatan untuk

memecahkan masalah sosial dari ketidakberdayaan masyarakat (developed the

concept theoretically and presented it as a worldview that includes a social policy

and anapproach to the solution of social problems stemming from powerlessness).

Perkins dan Zimmerman (1995: 570-571), menyatakan bahwa

pemberdayaan merupakan sebuah proses partisipasi berkesinabungan dan

dilakukan secara terstruktur untuk menghilangkan berbagai keterbatasan menuju

hasil akhir seperti untuk membangun kerjasama, kepercayaan diri, kematangan

emosi, kemampuan beradaptasi, toleransi dan mengasah diri, sesuai dengan

tujuan pemberdayaan (theories of empowerment include both processes and

outcomes, suggesting and actions, activities, or structures may be empowering,

and that the outcome of such process result in a level of being empowered).

Page 50: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

25

2.2.1.1 Definisi Pemberdayaan

Definisi umum tentang pemberdayaan dimaknai sebagai sebuah proses

sosial yang bersifat multidimensional dan bertujuan untuk membantu mengatasi

kehidupan individu-individu maupun kelompok-kelompoak masyarakat tertentu

dalam lingkungannya masing-masing dengan melibatkan diri secara mendalam

terhadap masalah-masalah penting yang terjadi di masyarakat (Page et al, 1995).

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat dimaknai

sebagai usaha untuk mengembangkan dan melepaskan diri dari kemiskinan dan

keterbelakangan, menuju kepada kemandirian ekonomi, sosial, budaya dan

politik. Dalam arti luas termasuk tentang penguasaan teknologi, pemilikan modal,

dan akses terhadap sumber informasi dan manajemen. Konsep pemberdayaan

masyarakat (community empowerment) menjadi dasar community based

development) dimana masyarakat sebagai tulang panggung pembangunan

berperan aktif dalam proses pemberdayaan untuk mendorong masyarakat menjadi

mandiri, melepaskan dari kemiskinan dan keterbelakangan (Kartasasmita, 1997).

Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk membantu masyarakat

atau individu yang lemah berkompetisi secara efektif dengan kelompok lain,

dengan membantu mereka melalui pengajaran melakukan pendekatan, melalui

media, turut melibatkan diri dalam kegiatan politik dan menyadarkan mereka

tentang bagaimana bekerja di dalam sebuah sistem (Empowerment is a process of

helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with

other interests, by helping them to learn anduse in lobbying, using the media,

engaging in political action, understanding how to work the system). Definisi ini

Page 51: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

26

dimaksudkan agar masyarakat maupun individu yang lemah diberikan bantuan

pelatihan dan kesempatan menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadi kreatif

dan meningkatkan kemampuan mereka untuk melepaskan diri dari kemiskinan.

Pemberdayaan juga diartikan sebagai pembagian kekuasaan untuk

meningkatkan kesadaran politik dan mendorong masyarakat lemah untuk

memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dari hasil pembangunan yang

mereka bisa nikmati (Bonfigliali, 2003: 125). Konsep pemberdayaan menurut

Friedman (2002: 43) adalah pembangunan sebagai sebuah alternatif yang

mengutamakan kegiatan politik melalui pengambilan keputusan yang mandiri

melalui partisipasi demokrasi dan pembelajaran sosial untuk melindungi

kepentingan rakyat baik untuk kepentingan individu atau kelompok masyarakat.

Proses pemberdayaan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama

memiliki dua kecenderungan, yaitu:

1. Kecenderungan primer, yaitu melaui sebuah proses dengan membangun dari

sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada kelompok-kelompok

masyarakat atau individu agar menjadi lebih berdaya guna. Pemberdayaan

berarti meningkatkan kesadaran dari potensi miliknya dan melengkapinya

dalam upaya membangun kemandirian melalui organisasi.

2. Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong, memotivasi dan mengembangkan orang-orang agar

mempunyai kemampuan dan kemandirian ekonomis, politik dan sosial budaya

sebagai pilihan hidup melalui sebuah proses dialog (Sumodiningrat, 2002: 37).

Page 52: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

27

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs) atau sebagai sebuah mekanisme untuk mencegah

terjadinya proses pemiskinan lebih lanjut (safety net) yang akhir-akhir ini banyak

dikembangkan sebagai upaya untuk mencari sebuah alternatif terhadap konsep-

konsep pertumbuhan yang terjadi di masa lalu (Friedman, 2002). Pemberdayaan

masyarakat merupakan konsep pembangunan ekonomi, terkait dengan nilai-nilai

kehidupan, sosial budaya, berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat

berdasarkan partisipasi (participatory) dan berkelanjutan (Chambers, 2005: 66).

Kartasasmita (2006: 102) menyatakan bahwa konsep pemberdayaan

masyarakat menurut sebagian besar praktisi dan akademisi merupakan sebuah

proses yang komplek dengan berbagai pengembangan alternatif (alternative

development). Dalam sebuah konsep demokrasi inklusif, yaitu perkembangan

demokrasi melalui pertumbuhan ekonomi, politik dan sosial budaya mandiri tanpa

adanya perbedan jender dan bukan sebagai sebuah warisan secara turun-temurun.

Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan terhadap individu anggota

masyarakat, tetapi juga terkait erat dengan pranata-pranata modern di dalam

menanamkan nilai-nilai budaya seperti konsep kerja keras, hidup hemat, terbuka,

dan bertanggung jawab merupakan bagian dari upaya pemberdayaan. Demikian

pula halnya dengan pembaharuan institusi-institusi sosial yang diintegrasikan ke

dalam kegiatan pembangunan serta peranannya dalam pengembangan masyarakat.

Sumodiningrat (2002: 71), menyatakan bahwa dalam melakukan proses

pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi sebagai berikut: (1)

menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

Page 53: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

28

berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia di dalam

masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Dalam arti bahwa tidak

ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah

punah. Pemberdayaan adalah sebuah upaya untuk membangun daya itu, dengan

mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, (2) memperkuat

(empowering) potensi yang dimiliki masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah

nyata, menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses

ke dalam berbagai peluang (opportunities). Penekanannya terletak pada

bagaimana peningkatan partisipasi masyarakat mampu memberi jalan keluar

untuk mendapatkan kesempatan yang tersedia bagi kepentingan masyarakatnya.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat sangat erat kaitannya dengan

pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi, (3) pemberdayaan

mengandung arti melindungi dan memperkuat orang-orang lemah melalui potensi

dan langkah nyata agar tidak semakin lemah.

2.2.1.2 Indikator pemberdayaan

Apabila seseorang atau sekelompok orang telah diberdayakan, maka

mereka akan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan atas kemauan dan

langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai

(Alsop et al 2005). Dalam memberdayakan masyarakat, peran pemerintah sangat

diperlukan untuk menghilangkan berbagai keterbatasn melalui penerapan prinsip-

prinsip dasar dari penatakelolaan pemerintahan yang baik (the basic principles of

good governance) seperti dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi hak asasi

Page 54: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

29

manusia kebebasan berserikat, penegakan hukum yang berkeadilan serta

menyediakan layanan sosial kepada masyarakat (Bonfiglioli, 2003). Untuk

memberdayakan masyarakat akar rumput, dibanyak negara berkembang telah

umum diterapkan undang-undang yang mengatur tentang pemberdayaan

masyarakat melalui keterlibatan langsung di dalam pengelolaan manajemen

lingkungan (environmental management). Reformasi dalam hal penegakan hukum

akan berdampak sangat positif terhadap pelestarian lingkungan dan secara

ekonomis akan dapat dinikmati oleh masyarakat luas (Bonfiglioli, 2004).

Keynes (2004) secara kuantitatif menyatakan bahwa ada lima indikator

pemberdayaan dalam membangun penguasaan dan kepercayaan diri, kemampuan

berkomunikasi dan menganalisis masalah secara efektif. Dengan kematangan

emosi seseorang akan mampu bersikap lebih toleran untuk berbagi pandangan

dengan orang lain. Bagi masyarakat tertentu, pemberdayaan menyangkut

membangun kepercayaan, bekerjasama, dan berbagi pandangan di dalam

mencapai tujuan tertentu yaitu:

1. Confidence & Understanding (Pengertian dan Keyakinan): Pengertian serta

keyakinan diri untuk melakukan insiatif merupakan modal dasar membangun

kepercayaan dan pemberdayaan diri dalam melakukan kegiatan organisasi.

2. Skills in Analysis & Communication (Kemampuan komunikasi dan analisis):

Kemampuan berkomunikasi dan menganalisis suatu permasalahan, didukung

rencana kerja, kesiapan strategi yang matang dan pemahaman pemberdayaan

akan memudahkan tercapainya tujuan pemberdayaan yang diinginkan.

Page 55: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

30

3. Trust, Caring & Tolerance (Kepercayaan, Mengasihi dan Toleransi): Memilih

kelompok masyarakat yang dapat dipercaya, mampu saling mengasihi dan

mampu bertoleransi terhadap yang lainnya, akan membuka ruang komunikasi

lebih luas untuk meningkatkan pemberdayaan. Toleransi dimaknai untuk

membantu kelompok memperjuangkan hakminoritas.

4. Communication & Cooperation (Kerjasama dan Komunikasi): Kesediaan

untuk bekerjasama dan berkomunikasi untuk mengingatkan kehadiran

anggota untuk merencanakan sesuatu diperlukan dalam proses pemberdayaan.

5. Access to Information (Akses Terhadap Informasi): Keterbukaan untuk

mengakses informasi tentang pemahaman tentang pemberdayaan secara lebih

luas, mempercepat proses pemberdayaan individu atau kelompok masyarakat.

Sedangkan pemberdayaan bagi penduduk lokal menurut Helling, et al

(2005), merupakan upaya untuk memotivasi masyarakat tidak berdaya dan

termarjinalkan, dengan memberikan kesempatan lebih banyak untuk berpartisipasi

secara aktif melalui kegiatan sosial budaya, aspirasi politik dan keterlibatan

mereka dalam kegiatan ekonomi. Dengan terbukanya kesempatan kerja dan

peluang-peluang lainnya akan memberikan keuntungan sebagai berikut:

1. Opportunities for People to Participate. Terbukanya berbagai kesempatan

bagi orang-orang untuk ikut berpartisipasi untuk menghilangkan keterbatasan

dan mempercepat proses pemberdayaan. Dengan memberikan dorongan

kepada setiap orang untuk melibatkan diri mulai dari proses perencanaan dan

terlibat dalam pengembangan serta mengetahui tujuan yang ingin dicapai.

Page 56: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

31

2. People’s Capabilities to Partisipate Effectively. Kemampuan orang-orang

untuk berpartisipasi secara efektif, membuka kesempatan untuk berinteraksi

dengan memahami makna pemberdayaan, terbuka kesempatan lebih percaya

diri didalam berinteraksi, lebih toleran untuk berbagi pandangan dengan orang

lain. Partisipasi masyarakat yang efektif akan menghasilkan kinerja yang lebih

baik dalam berbagai pandangan untuk mendatangkan hasil lebih optimal.

2.3 Konsep Pariwisata

World Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai

kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk tinggal diluar tempat tinggalnya

sendiri untuk sementara waktu, tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk

tujuan wisata atau tujuan lainnya yang tidak bertujuan untuk mendapatkan

pekerjaan atau gaji ditempat yang dikunjungi. Pariwisata terbangun dari hubungan

antara wisatawan dengan perusahaan yang menyediakan layanan wisata, didukung

oleh pemerintah dan badan usaha yang bergerak dibidang pariwisata untuk

menyiapkan sarana yang dibutuhkan oleh wisatawan (Theobald, 2005: 17).

Menurut Jamieson et al (2004: 2) dan Reisinger (2009: 8), kepariwisataan

merupakan keseluruhan kegiatan yang melibatkan pemerintah, perusahaan yang

digerakkan oleh swasta, badan-badan lainnya yang terkait dengan pariwisata dan

masyarakat dengan tujuan untuk menyediakan dan mengatur kebutuhan

wisatawan seperti menyiapkan penginapan, kegiatan perjalanan pelayanan barang

dan jasa yang menjadi kebutuhan wisatawan. Sedangkan meneurut Cooper et al

(1993: 4) menyatakan bahwa pariwisata merupakan kegiatan multidimensi dengan

unsur utama yang terdiri dari:

Page 57: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

32

1. Kegiatan perjalanan dari tempat seseorang, keberbagai daerah tujuan wisata di

luar tempat kelahiran atau asal mereka. (Tourism arises out of a movement of

peole to, and their stay in, various destinations).

2. Dua unsur dalam pariwisata yaitu berkunjung ke daerah tujuan wisata dan

tinggal sambil melakukan kegiatan yang ingin dilakukan di tempat mereka

melakukan kegiatan wisata. (There are two elements in tourism, the journey to

the destination and the stay, including activities at the destination).

3. Pariwisata merupakan perjalanan untuk sementara waktu yang dilakukan

seseorang diluar tempat asal atau dimana mereka tinggal dan bekerja. Selama

mereka tinggal dan melakukan kegiatan wisata yang berbeda dengan apa yang

mereka dilakukan di tempat asal mereka. (The journey and stay take place

outside the normal place of residence and work, so that tourism gives rise to

activities which are distinct from the resident and working polulations of the

places through and in which they travel and stay).

4. Perjalanan ke daerah tujuan wisata merupakan kegiatan sementara dalam

jangka waktu tertentu dengan tujuan bahwa mereka akan kembali ketempat

asal mereka setelah selesai melakukan kegiatan wisata, beberapa hari, minggu

atau bulan. (The movement to destinations is temporary and short term in

character the intention is return home within a few days, weeks or months).

5. Tujuan berwisata yang dikunjungi untuk menetap untuk sementara waktu

untuk tidak menetap atau mencari pekerjaan tetap. (Destinations are visited

for purposes other than taking up permanent residence or employment).

Page 58: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

33

Pike (2008: 23) menyatakan munculnya kegiatan pariwisata dengan minat

khusus yang sekarang semakin populer, seperti: (1) kegiatan wisata yang

dibarengi dengan melakukan kegiatan bisnis, (2) wisata pendidikan dan penelitian

lapangan dilakukan oleh siswa, mahasiswa dan akademisi untuk tujuan

penelitian,(3) kelompok wisatawan melakukan perjalanan wisata sambil berjudi

ketempat kasino, (4) mereka yang melakukan berwisata sambil melakukan

kegiatan wisata alam, (5) berwisata sambil melakukan ziarah dan kegiatan

spiritual, (6) berwisata sambil mengunjungi sahabat dan keluarga.

2.3.1 Pengertian wisatawan

Untuk memahami secara utuh tentang pemahaman pariwisata, kajian ini

memperdalam istilah-istilah yang terkait dengan pariwisata untuk melengkapi

penulisan ini. United Nations (2003) memberikan pengertian wisatawan (tourist)

yaitu kunjungan yang dilakukan oleh seseorang yang datang di suatu negara untuk

berwisata selama masa waktu tertentu, bukan untuk menetap, atau bekerja

dinegara yang dikunjungi untuk mendapatkan upah. Sedangkan Theobald

(2005: 17) menyatakan bahwa wisatawan adalah pengunjung sementara yang

tinggal minimal selama 24 jam di negara yang dikunjungi dengan tujuan untuk

berlibur dan rekreasi, bisnis, kesehatan, keagamaan atau urusan keluarga,dan

tujuan lainnya. Menurut Undang-undang Kepariwisataan No 10/2009 wisatawan

didefinisikan sebagai seseorang yang melakukan kegiatan wisata. Sedangkan

menurut Reisinger (2009: 10-11) tujuan wisatawan datang ke suatu tujuan wisata

berdasarkan berbagai motivasi seperti sebagai berikut:

Page 59: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

34

1 Mengisi waktu senggang, untuk berekreasi, bersenang-senang, berlibur,

untuk alasan kesehatan, studi, keluarga dan kebutuhan pribadi lainnya.

2 Melakukan perjalanan bersamaan dengan kegiatan bisnis.

3 Melakukan perjalanan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan atau sebagai

utusan melakukan kegiatan ilmiah, diplomatik, untuk keperluan keagamaan,

olahraga dan sebagainya).

Sesuai bentuk kegiatannya Cohen (2005: 26) wisatawan dapat dibedakan

menjadi empat yaitu:

1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah dan mempergunakan

alat-alat tradisional buatan sendiri tanpa sentuhan teknologi modern.

2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur

perjalanannya dengan menentukan arah dan tujuan sendiri tanpa mengikuti

kegiatan seperti diatur di dalam sebuah paket perjalanan. Wisatawan explorer

yang juga sering disebut dengan off the beaten track, yaitu mereka yang

bepergian menuju tempat-tempat yang tidak dilakukan wisatawan pada

umumnya. Tujuan dari wisatawan seperti ini ialah untuk mencari dan

menemukan tujuan wisata alternatif yang unik, dengan memanfaatkan fasilitas

dengan standar lokal. Wisatawan seperti ini biasanya berinteraksi aktif dengan

masyarakat lokal dalam tentang kehidupan sosial budaya mereka sehari-hari.

3. Individual mass tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan

perjalanannya sepenuhnya kepada biro perjalanan wisata untuk mengunjungi

daerah tujuan wisata yang pada umumnya sudah dikenal secara luas oleh para

Page 60: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

35

wisatawan. Perjalanan ini dilakukan secara individu atau kelompok kecil

melalui paket wisata yang diatur oleh biro perjalanan wisata didalam paket

yang sudah termasuk layanan pesawat udara, hotel dengan paket makanan dan

tour yang sudah diatur sebelumnya untuk mengunjungi daerah tujuan wisata.

4. Organized mass tourist, yaitu perjalanan wisatawan yang telah diatur dari

perencanaan awal oleh biro perjalanan wisata di negara asal wisatawan untuk

mengunjungi daerah tujuan wisata tertentu di negara lain, mengunjungi daya

tarik wisata tertentu sampai pengaturan kembali ketempat asal wisatawan.

Pengaturan organized mass tourist dilakukan biro perjalanan setempat

dipandu oleh seorang pemandu wisata yang sudah berpengalaman dengan bahasa

yang dipahami wisatawan dan pemandu wisata mengenal daerah tujuan yang akan

dikunjungi. Organized mass tourist melakukan perjalanan berkelompok didalam

group-group besar melalui kerjasama dengan biro perjalanan setempat selaku

partner di dalam pengaturan perjalanan sesuai program yang telah disetujui.

Penyediaan sarana transportasi sejak kedatangan wisatawan di bandara sampai

berakhirnya melakukan kunjungan, semuanya diatur oleh biro perjalanan lokal.

Berdasarkan sifat dan lokasi dimana wisatawan itu berkunjung, (Tosun,

(2000: 58) menyatakan bahwa perjalanan wisata diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Foreign Tourist (Wisatawan asing)

Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang dilakukan di suatu

negara lain yang bukan merupakan negara dimana ia biasanya tinggal.

Wisatawan asing di Indonesia disebut wisatawan mancanegara disingkat

wisman.

Page 61: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

36

2. Domestic Foreign Tourist

Orang asing atau sekelompok orang yang bertempat tinggal di suatu

negara tertentu, melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia

tinggal disebut dengan domestic foreign tourist. Misalnya petugas kedutaan

negara asing melakukan perjalanan wisata di negara dimana mereka bertugas,

tidak melakukan perjalanan wisata kenegara lain atau di negaranya sendiri.

3. Domestic Tourist

Yaitu wisatawan suatu negara tertentu yang melakukan perjalanan antar

kota,di antara pulau atau di dalam batas wilayah negaranya sendiritanpa

melewati perbatasan dengan negara lain.

4. Indigenous Foreign Tourist

Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugas atau jabatannya

berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya untuk melakukan perjalanan

wisata di wilayah negaranya sendiri. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan

dari domestic foreign tourist.

5. Transit Tourist

Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu

yang dengan sengaja atau karena hal-hal tertentu didalam perjalanannya

mengharuskan mereka singgah di suatu negara yang bukan menjadi tujuannya.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke negara yang dituju, transit bisa dilakukan

untuk sementara waktu, biasanya kurang dari 24 jam. Transit dilakukan

dengan tinggal sementara di dalam bandara suatu negara atau bermalam di

hotel yang berada di bandara (airport’s hotel) atau di tempat transit terdekat.

Page 62: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

37

6. Business Tourist

Business tourist, sering dimaknai dengan sebutan business and pleasure

yaitu seseorang melakukan kombinasi perjalanan dimana melakukan bisnis

sebagai tujuan utama dan melakukan kegiatan wisata dalam waktu luang

sebagai kegiatan tambahan untuk kenikmatan sendiri.

2.3.2 Pro Poor Tourism

Pro-poor tourism (PPT) bukanlah sebuah bagian atau produk khusus dari

pariwisata, tetapi sebuah upaya pendekatan untuk membuka berbagai kesempatan

yang sebelumnya tertutup dan tidak mampu diakses oleh masyarakat setempat.

Pengenalan pro poor tourism sebagai sebuah wacana internasional telah

dimulai sejak tahun 1999, diprakarsai oleh berbagai institusi multilateral dan oleh

lembaga-lembaga non pemerintah (non-governmental organizations) di banyak

negara di dunia. Mereka berpandangan bahwa pariwisata mampu memberi

kontribusi positif dan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara,

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berperan di dalam mengentaskan

kemiskinan (Scheynes dan Momsen, 2008). Menurut Ashley, et al (2000: 4-5),

pro poor tourism memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat seperti:

tersedianya pekerjaan formal bagi masyarakat dibidang pariwisata, pendapatan

dari pengadaan barang dan jasa atau pekerjaan sampingan, keuntungan yang

didapat dari kegiatan ekonomi dan pendapatan kolektif dari kegiatan yang

dilakukan masyarakat miskin. Selanjutnya Roe et al (2001) menyatakan bahwa

pro poor tourism, membuka kesempatan kerja yang dulunya sulit didapatkan oleh

masyarakat dan tersedianya pelatihan-pelatihan peningkatan ketrampilan untuk

mendapatkan pekerjaan lebih baik dan pendapatan lebih tinggi. Lebih jauh pro

Page 63: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

38

poor tourism dimaksudkan untuk melibatkan masyarakat setempatsebagai partner

pengembangan pariwisata setempat, khususnya di dalam proses pengambilan

keputusan tentang keberlangsungan pengembangan pariwisata di masa depan.

Kehadiran pemerintah dalam pengembangan pariwisata melalui regulasi

penanam modal akan meningkatkan masuknya investasi pembangunan dibidang

pariwisata dan memberi manfaat kepada masyarakat melalui kegiatan ekonomi

dan meningkatkan daya beli masyarakat. Perlunya peraturan pemerintah tentang

pelestarian lingkungan untuk menjaga lingkungan dan sumber daya alam yang

terbatas, melalui pendidikan dan pelatihan. Program pro poortourism menekankan

pengembangan pariwisata berkelanjutan untuk memberikan keuntungan kepada

masyarakat miskin (Ashley et al 2001: 2; Hall, 2007: 37). Orientasi pro poor

tourism melalui para penggiat pariwisata di daerah tujuan wisata tertentu

mempunyai sasaran yang jelas yaitu untuk memberi manfaat langsung kepada

masyarakat miskin melalui pendidikan, program pelatihan berkelanjutan,

menyediakan sarana kesehatan dan pendidikan memadai untuk masyarakat

miskin. Dengan meningkatnya kesejahteraan, masyarakat terbebas dari

kemiskinan dan menikmati kehidupan lebih baik (Anwar, 2012: 15).

Selanjutnya Harrison (2008), menyatakan bahwa pro poor tourism sebagai

sebuah metode dengan strategi khusus, berperan untuk meningkatkan kegiatan

pariwisata dan mampu memberikan keuntungan ekonomis kepada orang miskin.

Dengan kerjasama dan komitmen dari para pemangku kepentingan pariwisata,

orang miskin akan menikmati keuntungan yang dihasilkan oleh pariwisata. Roe

et al (2004: 20) sejalan dengan Harrison, (2008) yang menyatakan bahwa

Page 64: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

39

keterlibatan masyarakat dalam pro poor tourism dimaksudkan agar masyarakat

diberikan kesempatan untuk menikmati hasil pariwisata. Karakteristik kegiatan

pariwisata pro poor tourism dan non-propoor seperti disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Pro Poor Tourism (PPT)

Bukan PPT PPT Antikapitalis Fokus untuk mengikutsertakan orang miskin kedalam pasar

kapitalis untuk meningkatkan lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat

Berbeda dari sistem pariwisata yang besar

Sangat tergantung dari pasar dan struktur pariwisata

Sebuah teori atau model Orientasi berdasarkan penelitian dari keuntungan pariwisata untuk manfaat bagi orang miskin

Ceruk pariwisata Berlaku terhadap setiap model pariwisata, termasuk yang bersekala besar atau kecil, dari sekala regional, nasional yang dikelola oleh sektor swasta.

Sebuah metode khusus Menggunakan beragam metode, tidak satupun khusus untuk PPT

Hanya untuk orang miskin Keuntungan juga dinikmati oleh orang bukan miskin Hanya tentang kelaparan atau pendapatan rendah

Memiliki pengertian yang luas tentang kemiskinan, ketidakbebasan, kesempatan, kekuasaan, keterampilan dan pendidikan.

Hanya untuk keuntungan pribadi

Fokus untuk keuntungan komunitas, seperti air, sanitasi, kesehatan, pendidikan, infrastruktur

Hanya untuk tingkat atas atau kelompok tertentu

Memerlukan kerjasama dan komitmen dari para perencana, pemerintah, sektor swasta untuk memastikan bahwa orang miskin mendapat keuntungan dari pariwisata.

Sumber; Harrison (2002).

2.3.3 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)

Sebagai sebuah model pariwisata yang dikembangkan beberapa tahun

belakangan ini, Pariwisata Berbasiskan Masyarakat (Community Based Tourism)

memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan

atau mereka yang hidup di kota-kota kecil dengan standar hidup rendah, dengan

melibatkan mereka dalam kegiatan secara langsung dalam pariwisata, seperti

dalam pelestarian budaya dan lingkungan (Goodwin dan Santili, 2009: 4).

Page 65: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

40

Pernyataan Tasci et al (2003: 10-11) sejalan dengan Goodwin dan Santili

(2009) yang menyatakan bahwa konsep pariwisata berbasis masyarakat

dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan melibatkan

masyarakat miskin yaitu mereka yang secara tradisional hidup sebagai petani atau

nelayan, tinggal secara turun temurun di daerah yang potensial untuk

pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat

dimaksudkan untuk memberi peluang kepada masyarakat setempat yang pada

umumya terdiri dari masyarakat asli setempat yang tidak memiliki kekuatan untuk

mendapatkan berbagai akses yang tersedia di dunia pariwisata. Hasil CBT

diharapkan mampu untuk meningkatkan kehidupan masyarakat menjadi lebih

baik. Menurut Joppe (1996: 475) tujuan pengelolaan CBT melalui pendekatan

masyarakat (community approach) sejalan dengan bentuk pengelolaan pariwisata

berkelanjutan (sustainable tourism) yaitu dengan melibatkan masyarakat dan

tokoh-tokoh informal setempat sebagai tulang punggung dari pengembangan

pariwisata lokal. Pendekatan ini bertujuan memberikan manfaat langsung (direct

benefits) kepada masyarakat untuk meningkatkan tingkat kehidupan mereka

dalam rangka pengentaskan kemiskinan (poverty alleviation).

Konsep Community Based Tourism (CBT) menekankan pada partisipasi

dan kesadaran masyarakat setempat melaui pemberdayaan dan kemandirian

masyarakat untuk mengembangan pariwisata secara berkelanjutan (sustainable

tourism). Strategi pengembangan CBT dilakukan secara terpadu seperti dalam

penanganan konservasi alam dan lingkungan di daerah yang potensial sebagai

daerah tujuan wisata, dengan melibatkan masyarakat setempat. Dengan

Page 66: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

41

memberikan pendidikan dan pelatihan-pelatihan secara berkelanjutan, masyarakat

dipersiapkan untuk memasuki dunia pariwisata dan nerperan aktif di dalam

kegiatan pariwisata. Secara konseptual pariwisata berbasis masyarakat didasarkan

atas beberapa hal sebagai berikut : (1) pendekatan partisipatif kepada masyarakat

dan mengikut sertakan kepemilikan masyarakat sebagai patner pengembangan

pariwisata, (2) melibatkan mereka sebagai pengelola aktif dan, (3) hasil pariwisata

dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan untuk mengentaskan kemiskinan

(Armstrong, 2012: 2; Giampiccoli dan Kalis, 2012: 174; Sebele, 2010: 137).

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dilakukan dengan strategi

konstruktif, berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: (1)

memberdayakan masyarakat melalui kepemilikan pribadi atau berkelompok dalam

pengembangan pariwisata, (2) mengikutsertakan masyarakat dalam setiap

kegiatan CBT, (3) menumbuhkembangkan kebanggaan komunitas, (4)

meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, (5) menjamin pelestarian

lingkungan, (6) mempertahankan keunikan dan karakter sosial budaya lokal, (7)

memfasilitasi berkembangnya pembelajaran sosial budaya, (8) saling menghargai

perbedaan budaya dan martabat manusia, (9) mendistribusikan keuntungan secara

adil kepada anggota masyarakat (10) pendapatan pariwisata didistribusikan secara

berkeadilan (Godwin dan Santilli; 2009: 5-6) dan (Ashley et al 2001).

Pariwisata berbasis masyarakat yang diterapkan di sebagian besar negara-

negara sedang berkembang didasarkan atas partisipasi yang melibatkan

masyarakat kurang berdaya secara ekonomis dan dalam keterbatasan untuk

mengakses kesempatan yang tersedia dibidang pariwisata. Hasil pariwisata

berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian, disesuaikan dengan

Page 67: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

42

kondisi setempat, mengacu kepada tujuan pengembangan pariwisata yaitu: (1)

tersedianya perencanaan awal yang matang untuk mengembangan pariwisata di

suatu tempat tertentu, (2) terpeliharanya pelestarikan alam dan lingkungan di

daerah tujuan wisata yang dikembangkan, (3) menjaga kehidupan sosial budaya

masyarakat setempat, (4) menjaga agar pariwisata tetap bisa dikembangkan di

masa mendatang, (5) pariwisata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

dan mengentasan kemiskinan (Giampiccoli dan Kalis, 2012: 2).

Penerapan community based tourism didaerah tujuan wisata dengan latar

belakang kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang berbeda-beda, harus

disesuaikan dengan kondisi setempat dengan tetap mengacu kepada tujuan

pengembangan pariwisata didalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, menjaga

lingkungan dan melestarikan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat.

Perlunya perencanaan detail yang dipersiapkan dengan bebagai pertimbangan

yang matang, sebagai dasar untuk mengembangkan suatu daerah tujuan wisata.

Sejalan dengan penelitian Giampiccoli dan Kalis (2012: 2); dan oleh Tasci

et al (2013: 71) tentang manfaat yang didapat dari pengembangan pariwisata

berbasiskan masyarakat, penelitian Communty Based Tourism yang dilakukan

oleh Yayasan Wisnu yaitu sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bali

bekerja sama dengan Jaringan Ekowisata Desa (JED), dengan tujuan untuk

membantu masyarakat pedesaan dengan melakukan kegiatan ekowisata dengan

melibatkan masyarakat setempat. Konsep JED merupakan perlawanan terhadap

kegiatan pariwisata massal dengan tujuan sebagai berikut: (1) mengikut sertakan

masyarakat setempat dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan yang

demokratis dan manajemen pengelolaan pariwisata, (2) dana yang tersedia dari

pariwisata dimanfaatkan untuk membantu pengembangan dan kegiatan pelestarian

Page 68: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

43

lingkungan, (3) meminimalisasi dampak pariwisata terhadap rusaknya sumber

daya alam, dan (4) melakukan kegiatan pertukaran budaya antara masyarakat dan

wisatawan untuk memperkaya dan memperkuat ketahanan budaya lokal.

Dipilihnya Desa Kiadan Pelaga, Dukuh Sibetan, Tenganan Pegringsingan dan

Nusa Ceningan sebagai desa homogen berlatar belakang daerah pertanian.

Menurut penelitian Amstrong (2012: 2), Sebele (2010: 137), Giampiccoli

dan Kalis (2012: 174), pengembangan daerah tujuan wisata harus memperhatikan

beberapa hal sebagai berikut: (1) Getting organized, yaitu melakukan

pengorganisasian merupakan masalah pertama yang perlu dilakukan bersama

masyarakat terfokus terhadap rencana aksi (action plan) yang terorganisasi

dengan baik seperti dalam menyusun tim kerja yang akan dilibatkan didalam

perencanaan pembangun, menyusun berbagai prosedur dan langkah-langkah

persiapan di dalam membangun daerah tujuan wisata yang dimaksudkan, (2)

Identify community values, yaitu mengindentifikasi nilai-nilai yang terdapat di

masyarakat, untuk menentukan apa yang diharapkan wisatawan yang berkunjung

kedaerah tujuan wisata yang akan dibangun. Secara spesifik perlu diperhatikan

kontribusi apa saja yang akan diterima dari wisatawan dan sebaliknya layanan apa

saja yang akan disajikan oleh masyarakat sebagai tuan rumah (host) untuk

memberikan kepuasan kepada mereka, (3) Visioning process, yaitu proses

melakukan pertemuan secara teratur dengan anggota masyarakat hendaknya

dilakukan secara partisipatif, komunikatif, terutama didalam merumuskan tujuan

pembangunan yang diinginkan. Intensitas dan komitmen masyarakat akan

menentukan mencapai baik buruknya pencapaian dari dari visi dan misi yang

hendak dicapai, (4) Inventory of attractions, yaitu menentukan apa yang akan

ditawarkan komunitas tersebut kepada wisatawan. Identifikasi atraksi tersebut

Page 69: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

44

berdasarkan kategori dan tipologi wisatawan apa yang sesuai dengan atraksi

tersebut, (5) Assessment of attractions, yaitu melakukan analisa mendalam setiap

detail dari atraksi tersebut, termasuk didalamnya kualitas atraksi dan target

wisatawan yang dituju, (6) Establish Objectives, yaitu menentukan sasaran yang

ingin dicapai oleh setiap unit bisnis, dilengkapi dengan analisa biaya dan

keuntungan yang ingin dicapai, (7) Impact Analysis, yaitu menentukan segala

potensi dan besarnya biaya yang akan dikeluarkan untuk membuat dampak

analisis dan perencanaan untuk memperkecil biaya yang ditanggung, (8) Business

Plan, yaitu membuatkan perencanaan bisnis tentang pencapaian target yang ingin

dicapai setiap tahun dan menentukan sumber-sumber keuangan yang akan dipakai

dalam kegiatan usaha, (9) Marketing Plan, yaitu membuat strategi pemasaran

sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai untuk setiap unit usaha atau produksi,

dan (10) memonitor pencapaian target penjualan produk yang telah ditetapkan.

Prinsip pendekatan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat

dilakukan dengan pola partisipatif dimulai dari perencanaan, pelaksanaan

pengembangan di lapangan dan terhadap kontrol yang telah direncanakan diawal

perencanaan. Masyarakat dilibatkan dalam aktifitas pariwisata sampai kepada

penentuan menentukan dari hasil yang didapatkan dari pariwisata dan

memberikan bagian yang menjadi hak mereka. Pengembangan pariwisata berbasis

masyarakat bisa dijadikan strategi dalam rangka memobilisasi masyarakat untuk

berpartisipasi sebagai partner aktif dalam pengelolaan CBT. Untuk meningkatkan

kualitas managerial dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat diperlukan

pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan sehingga hasil pengembangan

pariwisata dapat dinikmati masyarakat secara optimal (Tasci et al 2013: 15).

Page 70: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

45

Prinsip pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dapat dikategorikan

yang memberikan manfaat kepada masyarakat yaitu: (1) dalam bentuk ekonomi

yaitu pertumbuhan ekonomi itu sendiri dan dampak yang dinikmati berupa

meningkatnya pendapatan masyarakat dan dampaknya terhadap pengentasan

kemiskinan, kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam pengembangan

pariwisara dengan mengikut sertakan modal yang dimiliki oleh masyarakat, (2)

pelestarian budaya sebagai dampak dari pengelolaan pariwisata yang melibatkan

masyarakat, keterlibatan masyarakat di dalam pelestarian budaya, (3) ikut sertanya

masyarakat terlibat dalam kegiatan sosial yang timbul dari kegiatan bersama yang

dilakukan oleh masyarakat, serta munculnya tingkat kesadaran masyarakat (4)

munculnya kesadaran dan hak-hak politik masyarakat sebagai akibat dari adanya

kegiatan interaktif yang dilakukan oleh pemerintah, (5) pembelajaran kepada

masyarakat tentang pentingnya memahami manajemen didalam pengembangan

pariwisata dimana masyarakat sebagai tulang pungung dari kegiatan pariwisata.

Prinsip-prinsip pengembangan CBT seperti disajikan pada Tabel 2.2.

Page 71: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

46

Tabel 2.2 Prinsip Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT)

No Prinsip Indikator Sumber 1 Ekonomi Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat

miskin Taski et al (2013)

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi mendapat keuntungan dari hasil pariwisata

Yoppe (1996)

Terbukanya kesempatan kerja Pengentasan kemiskinan Pengikutsertaan kepemilikan masyarakat

Giampicolli dan Kalis (2013)

Pendapatan dari pengelolaan pariwisata Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Amstrong et al (2012)

Pengentasan kemiskinan Kontribusi pariwisata kepada masyarakat Meningkatkan kualitas hidup komunitas Mendistribusikan keuntungan secara adil Mendukung pengembangan kepemilikan komunitas untuk tujuan CBT

Godwin dan Santili (2009)

2 Budaya Pelestarian budaya Joppe (1996) Menumbuhkembangkan kebanggaan komunitas

Mempertahankan keunikan karakter dan budaya lokal Memfasilitasi berkembangnya pembelajaran antar budaya

Godwin dan Santili (2009)

Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia Pemberdayaan menuju kemandirian (ketidak tergantungan)

Giampicolli dan Kalis (2012)

3 Sosial Pengikutsertakan komunitas dalam kegiatan CBT Godman dan Santili (2009)

Pendekatan dengan pola partisipatif Meningkatkan kesadaran sosial masyarakat

Yoppe (1996)

4 Politik Kesadaran dan partisipan masyarakat Amstrong et al

Melibatkan tokoh masyarakat didalam pengembangan CBT Peran pemerintah

Yoppe (1996)

5 Manajemen Perencanaan (business plan), pengorganisasian, komunikasi dengan masyarakat, program kerja, analisis perencanaan, analisis dampak

Okazaki (2013)

Page 72: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

47

2.3.4 Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)

Pariwisata berkelanjutan dimaksudkan sebagai sebuah pengelolaan wisata

dari semua model pariwisata mulai dari segmen pasar ceruk (niche tourism

segments) sampai pariwisata berskala massal (mass tourism), dilakukan melalui

penerapan yang seimbang terhadap tiga aspek mendasar sebagai berikut:

(1) Pelestarian lingkungan secara konstruktif, terpeliharanya keanekaragaman

hayati, ekosistem dan sumber daya alam secara terus menerus.

(2) Menghormati sosial budaya dan tatanan kehidupan masyarakat setempat,

melestarikan peninggalan sejarah dan tradisi lokal yang bernilai tinggi.

(3) Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat,

terpeliharanya kehidupan sosial budaya, pariwisata berkelanjutandan

berkurangnya kemiskinan (United Nations Environment Programme, 2005)

Secara lebih lebih luas Mowforth dan Munt (200: 98-99) menulis tujuh

prinsip dasar terkait dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan yaitu: (1)

keberlangsungan sosial (social sustainability) berupa kemampuan masyarakat

untuk menjaga kehidupan sosial yang harmonis sebagai akibat dari pengembangan

pariwisata didaerah tujuan wisata tertentu, (2) keberlangsungan budaya (cultural

sustainability) sebagai penjaga dan penerus tradisi yang telah hidup dimasyarakat

secara turun temurun dari pengaruh negatif budaya luar, (3) keberlangsungan

ekonomi (economic sustainability) yaitu memastikan sejauh mana pariwisata

membawa dampak positif dan negatifnya terhadap perekonomian rakyat, (4)

terpeliharanya lingkungan (environmental sustainability) sebagai isu kunci dari

pariwisata berkelanjutan untuk pelestarian dan penggunaan sumber daya alam

Page 73: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

48

untuk kepentingan pariwisata itu sendiri, (5) elemen pendidikan (education

element) yaitu terjadinya proses pendidikan saling pengertian antara wisatawan

dan tuan rumah, tentang pemahaman lingkungan dan pembelajaran sosial budaya

masyarakat, (6) membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk partisipasi

aktif di dalam pengelolaan pariwisata yang sedang dikembangkan, (7) membuka

kemungkinan untuk memberi bantuan konservasidan restorasi bangunan terhadap

peninggalan kuno seperti Candi Borobudur seperti yang telah dilakukan United

Nations Educational Sience and Cultural Organization (UNESCO).

Menurut Wood (2005: 20-21), tujuan pariwisata berkelanjutan adalah

untuk menghindari dampak negatif lingkungan, menjaga nilai luhur kehidupan

masyarakat dari pengaruh budaya asing, menjaga dampak negatif terhadap

perubahan sosial budaya dan tradisi luhur sehingga wisatawan tetap menikmati

daerah tujuan wisata yang dikunjungi. Sedangkan keberhasilan pengembangan

pariwisata berkelanjutan menurut Roe et al (2004: 63) terlihat dari lima konsep

dasar sebagai sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi yang sehat, (2) terjadinya

peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, (3) terjaganya kelestarian struktur

alam dan terlindungnya sumber daya alam, (4) berkembangnya kebudayaan

masyarakat, dan (5) kepuasan wisatawan termenuhi dengan pelayanan yang baik.

Selanjutnya UNWTO (2013: 21) mengatakan bahwa pariwisata memiliki

bermacam karakteristik yang bernilai tinggi seperti lingkungan dan sumber daya

alam yang alami, musim dengan udara yang hangat, sumber daya manusia

berlimpah dan peninggalan bersejarah bernilai tinggi. Didukung oleh potensi

lainnya pariwisata dapat dikembangkan secara berkelanjutan pariwisata di negara

Page 74: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

49

berkembang dapat bertumbuh secara berkelanjutan. Keberhasilan pengembangan

pariwisata sangat tergantung dari dukungan lima pilar utama sebagai berikut: (1)

peraturan pemerintah yang mendukung perkembangan pariwisata (tourism policy

and governance), (2) keberhasilan kinerja perekonomian, pertumbuhan investasi

berdaya saing sehat untuk pengembangkan pariwisata. (economic performance,

investment and competitiveness), (3) peningkatan ketenagakerjaan, dari sumber

daya manusia tersedia (employment, decent work and human capital), (4)

berkurangnya kemiskinan dan peningkatan kehidupan sosial (poverty reduction

and social inclusion), dan (5) terjaganya sumber dayaalam dan lingkungan budaya

(sustainability of the natural and cultural environment).

2.3.5 Industri Pariwisata

Pariwisata tidak bisa dilepaskan sebagai sebuah kegiatan industri (tourism

industry) sebab telah menjadi kekuatan bisnis yang terintegrasi dengan sektor-

sektor industri lainnya dan tidak memungkinkan untuk berdiri sendiri tanpa

didukung oleh elemen-elemen dari kelompok usaha lainnya. Tanpa dukungan dari

elemen usaha-usaha terkait lainnya, pariwisata akan sulit dilakukan oleh para

wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Theobald (2005: 31) menyatakan

bahwa secara fenomenologis pariwisata secara sosial dan ekonomi kurang tepat

disebut sebuah industri tetapi dampaknya yang sangat luas terhadap industri

lainnya menyebabkan pariwisata telah menjadi sebagai sebuah industri sendiri.

World Tourism Organization (WTO, 2012: 12) menyatakan bahwa

industri pariwisata merupakan industri dengan karakteristik khusus yang didukung

oleh beragam produk dan sarana layanan sebagai bagian yang tidak terpisahkan

yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Di dalam

Page 75: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

50

melakukan kegiatan wisata diperlukan sektor-sektor pendukung pariwisata

sebagai berikut : (1) tersedianya akomodasi dari berbagai kategori sesuai dengan

pilihan para wisatawan (accomodation for visitors), (2) tersedianya tempat

layanan makanan dan minuman seperti restoran yang layak untuk wisatawan (food

and beverage serving activities), (3) pelayanan kereta api (railway passenger

transport), (4) transportasi darat untuk wisatawan ( road passenger transport), (5)

layanan angkutan laut untuk kegiatan wisatawan ( water passenger transport), (6)

angkutan udara (air passenger transport), (7) penyewaan sarana transportasi

(transport equipment rental), (8) biro perjalanan umum yang melayani reservasi,

pengaturan wisata dan jasa-jasa lainnya (travel agencies and other reservation

services activities), (9) pertunjukan kesenian, seni dan budaya (cultural activities),

(10) tersedia sarana rekreasidan kegiatan olah raga (sports and recreational

ativities). Berbagai jenis perusahaan dimaksudkan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata dan Masing-Masing Produknya

No Jenis Perusahaan ( Industri Pariwisata) No Produk yang di hasilkan

(Produk Industri Pariwisata) 1 Travel agent / Tour Operator 1 Informasi tentang paket wisata 2 Perusahaan penerbangan 2 Seats dan pelayanan lainnya

3 Angkutan pariwisata (Taxi, bus, dan lain-lain) 3 Pelayanan transfer ke hotel dan

bandara, pelayanan sewa mobil

4 Akomodasi (Hotel, Motel, dan lain-lain) 4 Kamar dan pelayanan lainnya

5 Restaurant dan sejenisnya 5 Makanan dan minuman

6 Impresariat, amusement, dan lain-lain. 6 Hiburan dan atraksi wisata

7 Local Tour Operator 7 City shightseeing/ city tour 8 Shopping Centre 8 Cendramata dan oleh-oleh 9 Bank / Money Changer 9 Penukaran valuta asing

10 Retail Stores 10 Bermacam-macam keperluan wisatawan dalam perjalanan

Sumber : Yoeti (2008: 4). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, (2008: 4).

Page 76: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

51

2.3.6 Pengembangan Pariwisata

Pengembangan pariwisata merupakan sebuah proses dinamis yang terjadi

hampir di seluruh negara di dunia, sebagai salah satu sumber pendapatan negara

melalui pemasukan devisa bagi pembangunan negara. Negara-negara sedang

berkembang (developing countries) menjadikan pariwisata sebagai sebuah potensi

besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pembangunan berbagai

infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Theobald

(2005:163-165) pengembangan pariwisata berdampak terhadap kehidupan sosial

budaya, sebagai sarana untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan

pembangunan daerah. Keberhasilan dari pengembangan pariwisata sangat

ditentukan dari kematangan perencanaan, evaluasi serta pengawasan dan umpan

balik yang dilakukan terhadap perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Schilcher (2007: 58) untuk mengetahui besarnya potensi dan

kemungkinan dari munculnya permasalahan dari suatu daerah tujuan wisata,

pengembangan pariwisata hendaknya dimulai dengan kegiatan penelitian dan

observasi terhadap daya tarik wisata yang akan dikembangkan. Kegiatan promosi

melalui media cetak, elektronik, maupun melalui multimedia dilakukan untuk

lebih mempercepat pengenalan dari destinasi wisata yang dikembangkan didalam

dan diluar negeri. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, pengembangan

daerah tujuan wisata hendaknya melibatkan masyarakat setempat.

Pengembangan suatu daerah tujuan pariwisata merupakan proses panjang

yang dimulai dari perencanaan, pembangunan fisik, sampai dengan penyediaan

beragam pelayanan yang diperlukan oleh wistawan. Masyarakat perlu dilibatkan

Page 77: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

52

dalam menentukan arah dari tujuan pembangunan pariwisata dan tentang

pemahaman dari dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkan dari kegiatan

pariwisata itu sendiri. Fridgen (1996: 219-221) menyatakan bahwa dampak

positif dari pertumbuhan pariwisata adalah sebagai berikut:

1). Increase in employment. Semakin terbukanya peluang kerja bagi masyarakat,

semakin bertambahnya peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih baik.

Secara ekonomis berdampak terhadap pemerataan pendapatan masyarakat dan

kesejahteraan bagi masyarakat setempat serta berkurangnya pengangguran.

2). Stimulation of business activity. Munculnya kegiatan bisnis baru akan diikuti

oleh pertumbuhan kegiatan ekonomi mikro dengan masyarakat lokal sebagai

pelaku utama, bertumbuhnya kegiatan berskala nasional dan internasional.

Meningkatnya perekonomian merupakan indikator keberhasilan pembangunan

3). Increase inbusiness diversity. Meningkatkan pertumbuhan beragam kegiatan

bisnis pengadaan kebutuhan pariwisata seperti pembangunan hotel, restoran,

dan jasa wisata lainnya sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pariwisata.

4). Increase in tax collection. Meningkatnya penerimaan pajak oleh pemerintah

bermanfaat untuk meningkatkan pembangunan sarana prasarana pariwisata.

5). Increase in sales of good and services. Meningkatnya penjualan dari barang

dan jasa akibat meningkatnya kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan.

6). Increase in community pride and concern for community history, culture,

attraction, and artifacts. Meningkatnya perkembangan masyarakat akibat dari

pertumbuhan pariwisata di daerahnya sendiri. Menjadi bangga karena bisa

memperkenalkan seni budaya, adat istiadat, keunikan kerajinan tangan yang

Page 78: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

53

diproduksi sendiri. Menjadi sebuah momentum bersejarah dibangunnya sarana

prasarana pariwisata di daerah sendiri. Berdampak positif bagi munculnya

untuk kegiatan berkesenian kolektif sebagai sumber pendapatan masyarakat

dan terbukanya kesempatan kerja untuk pendapatan dan kehidupan lebih baik.

7). Enhancement of community appearances. Sebagai daerah yang terbuka untuk

tujuan wisata, dengan keunikan obyek wisata didukung oleh keramah tamahan

dan kehangatan masyarakat menjadi pendukung dikembangkan sebuah tujuan

wisata berkualitas dan sebagai pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).

8). Conservation or restoration of historic sites or attractions. Memelihara atau

membangun kembali peninggalan bersejarah atau mempertahankan atraksi

budaya masyarakat setempat wajib dilakukan sebagai bagian dari kebutuhan

atraksibagi wisatawan untuk ketika mengunjungi tempat-tempat bersejarah.

9). Concervation of natural resources and tourist attraction. Melestarikan sumber

daya alam dan memelihara atraksi untuk wisatawan dimaksudkan agar

pariwisata tetap terjaga kelestariannya, sebagai usaha menarik wisatawan

untuk berkunjungan kembali.

Selanjutnya Fridgen (1996) menyatakan dampak negatif pariwisata yang

harus diantisipasi adalah sebagai berikut:

1). Increase in the use of sewer and water systems, requiring further development

of the community infrastructure. Peningkatan terhadap pemakaian pipa sistem

pengelolaan air bersih dibawah tanah untuk keperluan pariwisata tidak bisa

dihindarkan. Pengembangan infrastruktur diperlukan untuk pengelolaan air

bersih dan limbah yang dibutuhkan masyarakat setempat dan juga wisatawan.

Page 79: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

54

2). Increase in the cost of maintenance and repairs of the community

infrastructure. Peningkatan biaya pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur

menjadi tinggi dan pemeliharaan dalam jangka perlu dilakukan secara teratur.

3). Increase in number of people and vehicles, resulting in congestion. Terjadinya

peningkatan jumlah pendudukdan semakin banyaknya jumlah kendaraan

menjadi masalah bagi perkembangan pariwisata. Penggunaan kendaraan baru

semakin banyak jumlahnya, sama seperti meningkatnya pencari kerja baru di

daerah-daerah urban. Semakin banyaknya pemakaian kendaraan pribadi

menjadi penyebab dari semakin meningkatnya kemacetan polusi udara.

4). Shifts in the pace of community’s cultural and social life, as well as the

community’s structure. Terjadinya perubahan sosial budaya dan pola hidup

masyarakat akibat dari interaksi antara wisatawan dengan tuan rumah.

Kejadian ini dapat mempengaruhi terjadinya perubahan struktur masyarakat.

5). Damage to the environment. Pariwisata menjadi salah satu penyebab dari

rusaknya sumber daya alam dan lingkungan. Apabila penggunaan tanah

persawahan, pembangunan dipantai, tebing-tebing kali dan lingkungan serta

alam yang terbatas tidak diatur undang-undang dan pelestarian alam tidak

dijaga dengan baik dalam jangka panjang akan merugikan masyarakat sendiri.

6). New or increased expenses relates promotions, advertising, and marketing.

Biaya-biaya baru atau peningkatanbiaya promosi, reklame dan biaya

marketing lainnya diperlukan untuk meningkatkan kedatangan wisatawan.

Page 80: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

55

7). Investment cost incurred New or icreased by the community. Munculnya biaya

investasi baru, peningkatan biaya investasi dapat dilakukan oleh masyarakat

setempat atau melalui penanaman modal yang datangnya dari luar negeri.

Menurut Schyvens dan Momsen (2008: 36), pariwisata secara umum pada

hakekatnya sangat terkait dengan kehidupan sosial budaya masyarakat. Pariwisata

membuka ruang bagi masyarakat sebagai tuan rumah (host) untuk berinteraksi

dengan wisatawan sampai kepada pengenalan kegiatan ekonomi mereka sehari-

hari. Unsur-unsur yang terlibat didalam kegiatan pariwisata seperti pemerintah,

penanam modal (swasta) beserta masyarakat berperan didalam fungsinya masing-

masing untuk kepentingan bersama menuju tercapainya tujuan pengembangan

pariwisata yaitu terwujudnya masyarakat sejahtera. Dari sudut pandang sosial

ekonomis, kegiatan pariwisata membuka peluang bagi terbukanya kesempatan

kerja bagi masyarakat setempat. Hal ini dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan

melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja proyek sejak dimulainya

pembangunan sarana fisik seperti pembangunan hotel, restoran dan sarana

lainnya. Tenaga kerja dengan keterampilan kasar (non-skill) dipekerjakan sesuai

dengan kemampuan mereka dan bagi yang berketerampilan lebih tinggi

dipekerjakan sesuai dengan tingkatannya sesuai dengan yang kebutuhan hotel.

Burns dan Holden (1995: 140-141) mengatakan bahwa dampak dari

pengembangan pariwisata dapat dilihat dari beberapa aspek seperti berikut:

1). Dari sudut pandang ekonomi, pengembangan pariwisata dapat memberikan

sumbangan terhadap penerimaan yang masuk ke kas pemerintah daerah

melalui meningkatnya pendapatan pajak, retribusi pembangunan, parkir, dan

Page 81: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

56

pendapatan lainnya. Masuknya penanaman modal secara besar-besaran akan

berdampak terhadap semakin berumbuhnya kehidupan ekonomi rakyat.

2). Pendapatan dari sektor sektoral seperti pemasukan ijin pembangunan hotel,

pendapatan pajak perdagangan, hotel dan restoran dan dari pendapatan

lainnya, membuka kesempatan bagi pemerintah untuk mengembangkan

infrastruktur untuk meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata.

3). Sektor perikanan dan pertanian akan berdampak positif, sebab dari hasil

pertanian dan penangkapan ikan diperlukan oleh hotel maupun restoran untuk

kebutuhan pariwisata. Meningkatnya pendapatan petani dan nelayan dari hasil

penjualan produk mereka akan mampu memperbaiki kesejahteraan mereka.

4). Terbukanya kesempatan kerja di sektor yang terkait dengan industri pariwisata

berdampak terhadap berkurangnya pengangguran. Masyarakat memiliki

kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan dan pengembangan diri.

5). Pariwisata menjadi sumber devisa bagi pembangunan bangsa, untuk

mengembangkan sarana dan prasarana pariwisata. Wisatawan yang berlibur

kesuatu negara akan membelanjakan langsung uang mereka kepada

masyarakat setempat di toko-toko cenderamata, atau memakai jasa pelayanan

langsung yang disediakan oleh masyarakat seperti menjadi pemandu wisata.

Peran pengembangan pariwisata dari sudut sosial budaya menurut Selinger

(2009: 3-4) adalah untuk meningkatkan pengenalan terhadap budaya bangsa,

peninggalan bersejarah tanah air dan memotivasi sikap toleransi dan persahabatan

dalam pergaulan antar bangsa. Sedangkan Tasci et al (2013: 3-4) berpendapat

bahwa perkembangan pariwisata global menguntungkan dunia yaitu sebagai

Page 82: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

57

alternatif sumber pendapatan bagi pengembangan dan pertumbuhan ekonomi

dunia khususnya bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang

berkembang. Melalui pendapatan devisa dan keuntungan ekonomis dan finansial

lainnya seperti pemasukan pajak dan pendapatan yang diterima langsung oleh

masyarakat dari kunjungan wisatawan mancanegara (direct expenditure on

international traveller). Pengembangan infrastruktur yang dilakukan pemerintah

dan swasta bermanfaat untuk kepentingan umum dan percepatan pertumbuhan

ekonomi. Pariwisata berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan

kemungkinan dijadikan industri bersih (green industry) dan perannya membawa

misi bagi perdamaian dunia. Selain besarnya manfaat yang didapat dari

pariwisata, tidak bisa dihindari bahwa disisi lain pariwisata juga bisa berdampak

negatif terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sosial budaya, berubahnya

prilaku masyarakat dan tatanan kehidupan berkeluarga. Rusaknya lingkungan

akibat dieksploitasinya alam secara berlebihan untuk kepentingan pariwisata

berdampak terhadap rusaknya sumber air bersih dan keindahan alam. Tanah

pertanian produktif yang dipakai secara berlebihan untuk kepentingan pariwisata

berdampak mahalnya harga tanah dan semakin tidak terjangkaunya daya beli

masyarakat membeli tanah untuk kepentingan sendiri. Perkembangan pariwisata

yang mengikuti pola life cycle merugikan daerah tujuan wisata yang tidak lagi

diminati wisatawan. Pariwisata sangat dipengaruhi oleh faktor luar yang sering

tidak diprediksi sehingga berisiko besar apabila terjadi ganggugan keamanan dan

politik di dalam dan di luar negeri yang berpotensi terhadap menurunnya jumlah

kunjungan wisatawan, munculnya pengangguran dan terjadinya kerugian usaha.

Page 83: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

58

Manfaat dan kerugian pariwisata seperti terlihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Manfaat dan Kerugian dari Perubahan Sosial,Lingkungan dan Ekonomis

Akibat Pengembangan Pariwisata Keuntungan Sosial Pemasukan devisa untuk mendukung pembangunan

fasilitas dan jasa pariwisata didaerah yang belum berkembang

Mendorong partisipasi dan kebanggaan masyarakat terlibat didalam pengembangan pariwisata

Terjadinya pertukaran budaya dan interaksi antara tuan rumah dengan wisatawan

Menjaga keberlangsungan budaya, festival rumah dengan wisatawan

Pengembangan infrastruktur pariwisata, bermanfaat untuk kepentingan umum

Mendorong meningkat kebanggaan kolektif masyarakat Meningkat kualitas kehidupan masyarakat Mengundang orang luar untuk mengisi pekerjaan

tertentu Memanfaatkan pariwisata untuk belajar bahasa asing

dan keahlian tertentu Pendapatan langsung masyarakat bermanfaat untuk

pembangunan komunitas Pendapatan dana untuk sosial dan kemanusian

Kerugian Sosial Munculnya pengaruh pola hidup baru yang bertentangan

dengan tradisi lokal seperti penggunaan obat terlarang dan minuman keras.

Pariwisata berdampak negatif sebagai pengaruh terhadap prilaku masyarakat dan pola kehidupan keluarga

Peningkatkan terjadinya penyebaran terjadinya penyakit lokal.

Menjadikan semakin meningkatnya jumlah pertambahan penduduk

Pariwisata mempengaruhi harga pelayanan masysrakat lokal akibat dari tingginya daya beli wisatawan dibandingkan dengan tuan rumah seperti kenaikan harga ditempat rekreasi.

Meningkatnya kriminalitas dan perlakuan yang tidak sopan terhadap wisatawan.

Menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia akibat dari terpinggirkannya masyarakat dan ditutupinya tempat – tempat umum yang dulunya menjadi milik masyarakat.

Keuntungan Lingkungan Adanya dukungan untuk perlindungan terhadap tradisi

dan budaya masyarakat lokal dan juga terhadap pelestarian sumber daya alam

Dorongan untuk merevitalisasi, melindungi dan meningkatkan sarana yang diperlukan oleh masyarakat

Kemungkinan dikembangkan pariwisata menjadi industri bersih (green tourism) yang berkelanjutan.

Kerugian Lingkungan Terjadinya pengerusakan terhadap kelestarian alam

seperti sumber air, karang laut dan tempat bersejarah Timbulnya masalah sampah, kebisingan dan polusi Terjadinya tingkat persaingan yang tinggi terhadap

pemanfaatan laha yang terbatas, pemakian air yang berlebihan yang berakibat terhadap terdegradasinya sumber alam, fauna dan rusaknya keindahan alam.

Meningkatnya penggunaan transportasi, semakin meningkatnya polusi dan emisi kendaraan.

Keuntungan Ekonomi Pariwisata membantu dan menumbuhkan diversifikasi

dari pertumbuhan dan kesetabilan ekonomi lokal Pemerintah mendapatkan pendapatan tambahan dari

pajak terkait dengan pariwisata yang bukan dari pariwisata

Terjadinya beragam dampak (muliplier effect) yang menguntungkan masyarakat akibat dari pertumbuhan ekonomi

Masuknya dana segar yang berputar dimasyarakat untuk meningkatkan perumbuhan ekonomi, mengundang masuknya bisnis dan jasa layanan baru yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan pariwisata

Pemanfaatan banyaknya kebutuhan tenaga kerja (labor intensive) yang diperlukan didalam pembangunan sarana pariwisata, baik untuk tenaga terampil untuk pekerjaan tertentu dan juga untuk tenaga tidak terampil

Terjadinya transaksi dan pemasukan nilai tukar yang sangat besar yang dilakukan secara langsung oleh wisatawan

Meningkatnya pembangunan komersial yang muncul didaerah pariwisata seperti pengembangan perumahan dan sarana komersial untuk menunjang kebutuhan wistawan

Kerugian Ekonomi Pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan dll,

merupakan dana besar bisa menjadi beban pemerintah lokal.

Meningkatnya harga tanah untuk untuk kebutuhan parisata dan mahalnya harga barang dan jasa yang memberatkan kehidupan masyarakat.

Kebocoran : keuntungan perusahaan kembali keluar negeri dan tidak dinikmati oleh masyarakat lokal. Nilai tukar (foreign exchange) kembali kenegara asal akibat dari transaksi import

Wisatawan tidak datang sepanjang masa, sehingga terjadi pengurangan karyawan ketika musim sepi dan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja.

Masih banyak pekerjaan didunia pariwisata yang dibayar murah terutama bagi karyawan dengan keterampilan rendah dan kecilnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan di hotel.

Pengaruh terosis, resesi ekonomi dunia dan tidak terjaminnya keamanan wisatawan, berdampak terhadap pendapatan pariwisata dan para pengerjanya

Pariwisata mengukuti pola product life cycle, dimana destinasi pariwisata yang tidak menarik tidak lagi dikunjungi oleh wisatawan akan hilang dari persaingan mendatangkan kerugian bagi masyarakat setempat.

Sumber: Diadopsi dari://geographyfieldwork.com/TourismProsCons.htm, (Tasci, et al 2013).

Page 84: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

59

2.3.7 Pariwisata dan Kinerja Perekonomian Pariwisata dalam perannya sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi

dunia, berkepentingan terhadap pelestarian sosial budaya, dukungan terhadap

tradisi lokal dan meningkatkan kualitas hidup manusia di dunia termasuk di

negara-negara miskin (least developed countries), termasuk meningkatkan

kesediaan pangan (Wall dan Mathieson, 2006: 77-78). Meningkatnya peran

pariwisata semakin memberi banyak manfaat yang dinikmati oleh negara-negara

berkembang (developing countries), seperti penerimaan devisa, terjadinya

multiplier effect yaitu berkembangnya mata rantai pendapatan dari satu sektor unit

usaha ke unit usaha lainnya dan dampaknya terhadap pendapatan pajak bagi

pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (Richardson, 2010: 1).

Athanasopoulou (2013:7-16) menyatakan bahwa mata rantai pariwisata

berupa kegiatan perdagangan antara negara, peningkatan kinerja perekonomian,

export import, perdagangan, penyediaan tenaga kerja dan pertumbuhan investasi

serta timbulnya beragam kontribusi terkait pelayanan pariwisata sebagai berikut:

1). Kedatangan wisatawan internasional (International tourist arrival)

2). Pendapatan negara-negara secara internasional (International tourism receipt).

3). Pengeluaran wisatawan internasional (Expenditure on international travel)

4). Penyediaan layanan wisata (Trade in travel services)

5). Kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (Travel and tourism

industry’s contribution to GDP)

6). Kontribusi Pariwisata terhadap ketenagakerjaan (Travel and tourism

industry’s contribution to employment)

Page 85: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

60

7). Kontribusi Pariwisata terhadap investasi modal (Travel and tourism industry’s

contribution to capital invesment)

2.4 Konsep Kemiskinan

Kemiskinan sudah ada sejak timbulnya peradaban manusia dimuka bumi

dan merupakan indikator utama dari ketertinggalan/keterbelakangan suatu negara.

Bappenas (2010: 8-10) membagi konsep kemiskinan menjadi dua bagian yaitu

kemiskinan relatif (relative poverty) yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar akibat dari pengaruh kebijakan pembangunan yang berdampak

terhadap ketimpangan pendapatan masyarakat, dan kemiskinan absolut (absolut

poverty) yaitu kemiskinan akibat dari ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup yang paling mendasar seperti kebutuhan sandang pangan,

kesehatan, pendidikan, serta kebutuhan air bersih. Sedangkan konsep kemiskinan

kultural menurut Elesh (1970: 4), terjadi akibat dari jebakan perilaku internal

perorangan atau sekelompok masyarakat yang mengakibatkan mereka tidak

mampu melakukan mobilitas secara sosial dan kemiskinan struktural terjadi akibat

dari pengaruh faktor-faktor external berupa aturan yang tidak berpihak kepada

orang miskin seperti terbatasnya kesempatan kerja dan ketidakmampuan

mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak.

Konsep kemiskinan dapat dilihat dari ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan pokok (basic needs approach) dan dari aspek kemampuan ekonomis

dan kesejahteraan yang rendah, serta keterbatasan partisipasi politik dan sosial

budaya mereka sehari-hari (Laderchi et al 2006). Menurut Bank Dunia standar

kemiskinan yang dimasukkan dalam rancangan Millenium Development Goals

Page 86: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

61

(MDG) yaitu mereka yangpada tahun 1999 hanya mampu menghasilkan US$

1.00/hari dan setelah direvisi tahun 2005 menjadi US$ 1.25/hari (Edward, 2006;

World Bank, 2008; Nehen 2012: 193). BPS Bali(2012: 493) menggambarkan

kemiskinan sebagai kondisi dari ketidakmampuan seseorang atau sekelompok

masyarakat memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup layak akibat dari rendahnya

pendapatan dan terbatasnya akses ke sektor ekonomi dan faktor-faktor lainnya.

2.4.1 Jenis Kemiskinan

Menurut jenisnya kemiskinan dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1)

kemiskinan alamiah, yang disebabkan oleh manusianya sendiri seperti tidak

adanya niat untuk berubah dari kebiasaan hidup miskin, rendahnya pendidikan

dan sumber daya yang dimiliki, (2) kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang

terkait erat dengan sikap seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak

mau memperbaiki tingkat hidupnya sendiri walaupun ada pihak lain yang mau

memberikan bantuan, (3) kemiskinan struktural, yang diakibatkan oleh

kelembagaan, organisasi pemerintah atau tatanan struktur sosial dalam masyarakat

yang menyebabkan tidak terjadinya mobilitas secara vertikal dimana orang kaya

senantiasa menikmati hasil kekayaannya sedangkan orang-orang miskin tetap

hidup di dalam kemiskinannya (Harniati, 2010: 26; Soedjatmoko, 2008: 46-61).

2.4.2 Penyebab Kemiskinan

Hampir tiga miliar penduduk dunia saat ini hidup dari pendapatan kurang

dari dua dollar Amerika per hari. Lebih dari satu miliar hidup dalam kemiskinan

absolut, menggelandang dan terlantar di daerah kumuh, terinfeksi penyakit

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang mematikan. Penyebab

Page 87: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

62

kemiskinan merupakan lingkaran setan (vicious circle), muncul dari berbagai

faktor yang saling mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini

terjadi akibat dari sistem perekonomian dan politik dunia yang tidak memihak

kepada masyarakat miskin dan terjadinya hambatan kehidupan politik dan sosial

sial budaya yang terjadi di masyarakat global (Corbett dan Fikkert, 2012:11).

Nehen (2012: 201-203) menulis beberapa indikator penyebab kemiskinan,

yaitu: (1) rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan

berkolerasi langsung dengan kinerja dan rendahnya produktivitas kerja dan

berakibat terhadap rendahnya pendapatan yang diterima, (2) terbatasnya

kesempatan kerja, berkorelasi terhadap tidak meratanya pendapatan masyarakat,

(3) terbatasnya fasilitas umum seperti sarana pendidikan dan tidak tersedianya

fasilitas kesehatan bagi masyarakat berdampak kepada semakin buruknya kondisi

masyarakat, (4) masih ditemukan budaya masyarakat yang menolak perubahan

motivasi dan etos kerja untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik.

Menurut Papilaya (2013: 43-46) penyebab kemiskinan yang terjadi

dimasyarakat adalah: (1) faktor perilaku seseorang, yaitu rendahnya upaya

mengubah sikap untuk meninggalkan kebiasaan lama, (2) faktor personal berupa

rendahnya keterampilan, pengetahuan kepribadian dan sistem nilai serta

kemampuan sikap untuk bertindak, (3) faktor situasional, dipengaruhi oleh

lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, (4) ketidakmampuan pemerintah

memenuhi pemerataan pendapatan masyarakat berdampak terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan yang berpotensi untuk memunculkan kemiskinan relatif.

Page 88: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

63

Munculnya masyarakat miskin akibat dari ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti sandang pangan, biaya kesehatan

dan kemampuan untuk memiliki tempat tinggal sebagai pemenuhan standar hidup

disebut dengan masyarakat dengan kemiskinan absolut. Hal ini terjadi akibat dari

hilangnya hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

masyarakat miskin semakin termarjinalkan. Menurut (BPS, 2008), kemiskinan

diakibatkan oleh liberalisasi ekonomi dan menciptakan negara pemenang dengan

penguasai ekonomi dan teknologi modern. Politik ekonomi neoliberalisme yang

dikuasai oleh negara maju untuk mengkondisikan negara sedang berkembang dan

negara miskin sebagai negara kalah tanpa kekuatan untuk menyaingi negara maju,

memunculkan kemiskinan baru di negara berkembang yaitu:

1. Kemiskinan berkaitan dengan pembangunan tidak berkeadilan, penerapan

pembangunan yang tidak seimbang dan cenderung melahirkan kemiskinan

baru. Masyarakat kehilangan hak atas tanah yang dijual kepada pemilik

modal. Mereka tercabut dari akar budayanya dan menjadi masyarakat terasing

didaerahnya sendiri. Hasil dari penjualan tanah akan dinikmati dalam waktu

pendek dan tanpa kemampuan mengelola kuangan, akan menjadikan mereka

masyarakat urban di daerahnya sendiri tanpa keahlian memadai.

2. Kemiskinan sosial terlihat pada kondisi sosial ekonomis masyarakat yang

kurang mampu seperti anak-anak, kaum perempuan dan bias gender, yang

mendapat perlakukan diskriminasi atau dieksploitasi secara ekonomi.

3. Kemiskinan konsekuensial akibat dari faktor eksternal seperti konflik-konflik

yang terjadi di masyarakat, bencana alam, kerusakan alam dan lingkungan.

Page 89: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

64

Tidak terkontrolnya jumlah penduduk yang berdampak terhadap rendahnya

kualitas sumber daya manusia menjadi penyebab kemiskinan di masyarakat.

2.4.3 Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan tidak akan hilang dengan sendirinya. Apabila pemerintah

tidak sanggup untuk mensejahterakan masyarakatnya dan pengelolaan kemiskinan

tidak dilakukan dengan tepat sasaran, maka orang miskin akan menjadi lebih

miskin dan akan mewariskan kemiskinan secara turun temurun.

Pertemuan Dunia tentang Pengembangan Sosial (World Summit on Social

Development) pada tahun 1977, memperkirakan terdapat sebanyak 1,2 miliar

penduduk miskin di dunia yang berpenghasilan dibawah USD 1.00/hari dan lebih

dari dua miliar penduduk berpenghasilan dibawah USD 2.00/hari.Pada

persidangan umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) tahun 2000,

dicanangkan Tujuan Pembangunan Milinium (Millenium Development Goals)

menempatkan prioritas utama pengentasan kemiskinan dan kelaparan ektrim bagi

masyarakat miskin yang hidup dengan USD 1.00/hari (United Nations, 2007).

Keberhasilan pengentasan penduduk miskin di dunia yang berjumlah 1,8

miliar jiwa dengan penghasilan kurang dari USD 1.25 menunjukkan bahwa pada

tahun 1990 jumlahnya berkurang menjadi 1,4 miliar jiwa. Kemiskinan absolut

yang berjumlah 2 miliar jiwa di negara-negara berkembang pada tahun 1990,

menurun menjadi 1,4 miliar jiwa pada tahun 2008 (United Nations, 2012). World

Bank (2013:6-8) mencatat program pengentasan kemiskinan di negara

berkembang seperti diagendakan oleh Millenium Development Goals agar mampu

melewati target yang direncanakan pada tahun 2015 sebesar 50 persen penduduk

Page 90: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

65

miskin di dunia. Jumlah penduduk yang berpenghasilan kurang dari USD

1.25/hari menurun dari 47 persen pada tahun 1990 menjadi 22 persen tahun 2010.

Zastrow (2008: 237) menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan melalui

peningkatkan kesejahteraan dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Pendekatan Absolut. Pendekatan ini didasarkan pada batas minimum yang

harus dimiliki untuk mencapai kebutuhan dasar bagi keperluan suatu keluarga.

Keluarga dikatakan miskin apabila tidak mempunyai penghasilan atau

pendapatannya tidak mencapai batas minimum yang dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan minimal hidupnya. Kelemahan pendekatan ini terletak

pada kenyataan bahwa kebutuhan setiap keluarga menjadi berbeda,

disebabkan oleh kondisi sosial, lingkungan dan tempat tinggal mereka.

2) Pendekatan Relatif. Pendekatan ini membandingkan antara pendapatan

seseorang atau rumah tangga dengan rata-rata pendapatan populasi yang

didasari pada ketidak-seimbangan pendapatan. Selama ketidakseimbangan

pendapatan masih ada, selama itu kemiskinan akan tetap ada. Pendekatan ini

mengatakan bahwa kemiskinan dan distribusi pendapatan masyarakat dalam

kehidupan nyata, tidak sama untuk semua tempat.

3) Pendekatan Kebutuhan Dasar. Pendekatan yang menekankan pada dua unsur

penting. Pertama, bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi pendapatan

yang tidak dapat mencukupi pemenuhan kebutuhan dasar akan pangan, papan,

pakaian, dan barang-barang rumah tangga tertentu. Kedua, pendapatan

tersebut juga tidak dapat memenuhi hal penting lainnya seperti kebutuhan air

bersih, sanitasi, transportasi umum, pelayanan kesehatan, dan pendidikan.

Page 91: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

66

2.4.4 Indikator Kemiskinan

Salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah indikator

kemiskinan. Sebelas indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) yaitu:

1) Keterbatasan pangan, merupakan ukuran dari jumlah kecukupan dan mutu

pangan yang dikonsumsi seperti rendahnya asupan kalori, buruknya gizi yang

dinikmati oleh bayi, anak balita dan ibu.

2) Terbatasnya akses dan mutu layanan kesehatan berkualitas yang tersedia bagi

masyarakat miskin, berupa tempat fasilitas layanan kesehatan yang jauh dari

tempat mereka tinggal. Mahalnya biaya pengobatan dan perawatan kesehatan

berakibat tidak mampunya masyarakat miskin mendapatkan standar layanan

kesehatan yang dibutuhkan. Sebaliknya, layanan kesehatan berkualitas hanya

bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi.

3) Sarana pendidikan yang sulit didapat. Indikator diukur dari terbatasnya sarana

pendidikan yang tersedia. Mahalnya biaya pendidikan berakibat terhadap

kecilnya kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses sarana

pendidikan yang tersedia.

4) Tidak tersedianya kesempatan kerja dan usaha, seperti kecilnya kesempatan

kerja berdampak terhadap perbedaan pengupahan kaum pria terhadap kaum

wanita. Langkanya kesempatan berusaha berdampak terhadap lemahnya

perlindungan bagi pekerja anak dan pekerja perempuan.

5) Keterbatasan akses terhadap layanan perumahan dan sanitasi. Indikator yang

digunakan adalah kesulitan memiliki perumahan akibat tingginya harga tanah.

Page 92: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

67

Hal ini berdampak terhadap tidak cukup tersedianya permukiman yang sehat

dan layak huni. Keterbatasan sanitasi berdampak terhadap kesehatan rakyat.

6) Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah

sulitnya mendapatkan air bersih. Penguasaan sumber air secara berlebihan

berdampak terhadap rendahnya kualitas air. Akses terhadap sumber air

sebagai sumber daya alam seharusnya dikelola pemerintah untuk kepentingan

umum tetapi sebaliknya dikelola oleh swasta untuk kepentingan komersial.

7) Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah struktur

atas kepemilikan dan penguasaan tanah. Hilangnya kepemilikan tanah untuk

kepentingan komersial dan sulitnya mengakses kembali tanah dengan harga

yang mahal merupakan persoalan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

8) Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan

adalah buruknya kondisi lingkungan hidup dan rendahnya sumber daya alam.

Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari sumber

daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah pertambangan.

9) Tidak adanya jaminan rasa aman. Indikator ini berkaitan dengan tidak adanya

jaminan keamanan yang didapat masyarakat. Penegak keamanan harus berlaku

adil bagi masyarakat didalam menjalani kehidupan sosial maupun ekonomi.

10) Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui rendahnya

keterlibatan masyarakat mendapatkan akses dalam pengambilan kebijakan.

11) Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya

tanggungan keluarga dan beratnya tekanan hidup yang dialami masyarakat.

Page 93: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

68

Untuk mengukur kemiskinan, Harniati (2007: 21) dalam penelitiannya

memakai indikator-indikator sebagai berikut:

1) The incidence of poverty (the poverty headcount index), yaitu gambaran

besarnya persentase dari jumlah penduduk yang hidup dengan pengeluaran

konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan (the proportion of the

population with a standard of living below the poverty). Tujuan the poverty

head count index adalah untuk memungkinkan melakukan perbandingan

kemiskinan atau mengevaluasi kemiskinan atas kebijakan proyek tertentu.

2) The depth of poverty (the poverty gap index), yaitu gambaran tentang

dalamnya kemiskinan, berupa jarak atau perbedaan rata-rata pendapatan orang

miskin terhadap garis kemiskinan. Indikator ini menggambarkan ukuran

pendapatan masyarakat per kapita yang diperlukan untuk mengentaskan

kemiskinan. Semakin besar indeks kemiskinan, semakin jelek kemiskinan.

3) The severity of poverty, atau yang disebut dengan keparahan kemiskinan;

memperlihatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

paling mendasar seperti sandang, pangan, air bersih dan perumahan.

Penyebab kemiskinan menurut neoliberalisme dengan memakai indikator

kemiskinan seperti lemahnya pengaturan pendapatan individu, sedangkan ukuran

kemiskinan yang dipakai oleh teori sosial demokrat memakai pendekatan relatif

dalam kaitannya dengan kebutuhan seseorang di masyarakat. Berdasarkan tolok

ukur ini orang yang tergolong miskin berdasarkan kedudukan mereka dengan

memperhatikan tingkat perbedan kehidupannya dibandingkan dengan rata-rata

mutu kehidupan yang berlaku umum. Hal ini seperti disajikan pada Tabel 2.5.

Page 94: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

69

Tabel 2.5 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

No Sumber Variabel Indikator 1 Nehen (2012) Kemiskinan 1) Rendahnya pendidikan

2) Terbatasnya kesempatan kerja 3) Pendapatan rendah

Fasilitas umum

4) Tidak tersedia layanan kesehatan 5) Air bersih 6) Listrik

Budaya 7) Susah merubah kebiasaan lama 8) Rendahnya motivasi kerja

2 Papilaya (2013) Budaya 1) Rendahnya upaya meninggalkan kebiasaan lama

2) Rendahnya keterampilan Situasional 3) Pengaruh lingkungan, sosial, budaya dan

ekonomi Kebijakan

pembangunan 4) Terjadinya ketimpangan distribusi

3 BPS (2008) Globalisasi 1) Melahirkan negara pemenang 2) Hegemoni ekonomi 3) Kemiskinan di negara sedang berkembang 4) Negara miskin sebagai negara kalah

Pola Pembangunan

5) Pembangunan tidak seimbang 6) Masyarakat tidak siap berpartisipasi 7) Masyarakat terpinggirkan 8) Tercabut akar budaya 9) Kehilangan hak kepemilikan 10) Tanah terjual 11) Masyarakat menjadi miskin

Sosial 12) Kemiskinan kelompok dalam masyarakat 13) Kemiskinan anak-anak, kelompok minoritas 14) Bias gender, diskriminasi, exploitasi ekonomi

Konsekuensial 1) Terjadi konflik 2) Bencana alam 3) Kerusakan lingkungan 4) Tingginya jumlah penduduk

4 Bapenas (Harniati, 2010)

Ekonomi 1) Keterbatasan pangan 2) Keterbatasan akses terhadap tanah

Fasilitas umum

3) Terbatasnya akses dan mutu layanan kesehatan

4) Sarana pendidikan yang susah didapat 5) Layanan perumahan yang terbatas 6) Terbatasnya layanan air bersih

Sumber daya alam

7) Kondisi lingkungan yang buruk 8) Sumber daya alam yang terbatas

Kemiskinan 9) Sarana pendidikan sulit didapat 10) Kesempatan kerja terbatas

Sosial 11) Tidak ada jaminan rasa aman 12) Terbatasnya akses partisipasi 13) Besarnya beban kependudukan

Sumber : Nehen (2012), Papilaya (2013), BPS (2008), Bapenas (Harniati, 2010)

Page 95: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

70

Tabel 2.6 Kedudukan Penelitian Diantara Peneliti-peneliti yang Lain

No Peneliti Tahun

Variabel

Sosial Budaya

Pendapatan Masyarakat

Pertumbuhan Ekonomi

Pelayanan Produk

Kesejahteraan masyarakat

Kesempatan Kerja Devisa Investasi

Indeks Kedalam

Kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan

Rasio Gini

1 Anwar 2012

2 Karim et. al 2012

3 Word 2005

4 Spencely dan Self

2013

5 Ashley et.al 2001

6 Nurhidayati 2012

7 Ramadani 2012

8 Ashal 2008

9 Gibson 2009

10 Eyben et. al 2008

11 Tosun 2003

12 Scheyvens dan Momsen

2008

13 Torres dan Momsen

2004

14 Cattarich 2001

15 Wahyudi 2007

16 Made Patera 2015

Page 96: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

71

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL

DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir disusun dari abstraksi teoritis dan kajian penelitian

terdahulu didukung oleh kajian empiris induktif terkait dengan perkembangan

pariwisata di Kabupaten Badung. Terus meningkatnya kunjungan wisatawan,

lama tinggal dan besarnya pengeluaran wisatawan memberi peluang kegiatan

ekonomi yang berdampak positif terhadap kinerja perekonomian dan terhadap

pengentasan kemiskinan sebagai indikator keberhasilan di Kabupaten Badung.

Kontribusi Perdagangan, Hotel dan Restauran (PHR), penyerapan tenaga

kerja dan meningkatnya investasi dibidang pariwisata yang disumbangkan kepada

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Badung, menempatkan Kabupaten Badung

sebagai kabupaten dengan pertumbuhan tertinggi di sektor perekonomian di Bali

(BPS Badung, 2014). Sebagai kabupaten terkaya sekabupaten/kota di Bali,

pemerintah Kabupaten Badung memanfaatkan pendapatan dari sektor pariwisata

untuk pembangunan infrastruktur dan peningkataan prasarana. Sedangkan

pendapatan yang diterima langsung oleh masyarakat berdampak terhadap

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut World Bank (2013: 7-9),

pengembangan pariwisata membuka berbagai peluang melalui masuknya investasi

sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, terbukanya lapangan kerja,

meningkatnya pendapatan pemerintah melalui sektor pariwisata, khususnya

terhadap meningkatnya pendapatan devisa bagi pembangunan bangsa.

71

Page 97: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

72

Berbagai penelitian yang dilakukan di negara-negara berkembang

membuktikan bahwa apabila strategi pengelolaan pariwisata diarahkan kepada

keberpihakan kepada orang miskin (pro poor tourism) maka pariwisata dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Hall, 2007: 1-2; Muhanna, 2007: 37-38;

Mitchel dan Faal, 2007: 463; Guo, 2008: 3; Scheyvens dan Momsen, 2008: 24;

Goodwin, 2008: 869). Strategi lainnya adalah lebih terfokusnya kepada orientasi

pembangunan pariwisata dengan cara memperpendek mata rantai distribusi hasil

pariwisata. Cara ini akan dapat mengoptimalkan peranan dari pertumbuhan

pariwisata dalam pengentasan kemiskinan. Misalnya memfasilitasi masyarakat

lokal dengan wisatawan dalam penyediaan kebutuhan wisatawan atau dalam

pengembangan daerah tujuan wisata yang lebih menarik dan menguntungkan

masyarakat lokal (Hill et al 2006: 164; Mograbi dan Rogerson, 2007: 86;

Harrison, 2008: 854-856). Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan

masyarakat lokal didalam proses pengambilan keputusan tentang kegiatan

pariwisata yang sesuai dengan ketersediaan dan kapasitas sumber daya setempat

(Selinger, 2009; Ashley dan Hayson, 2006; dan Ashley dan Roe, 2002: 4-6).

Sedangkan pertumbuhan pariwisata secara berkelanjutan dapat diketahui

dari apakah masyarakat secara langsung dapat menikmati hasil pariwisata dan

merasakan peningkatan kesejahteraan mereka secara terus menerus. Pemerintah

dan para pemangku pariwisata harus mampu mengimplementasikan kebijakan

pariwisata berbasis masyarakat (commnity based tourism) secara konsisten.

Penerapan pariwisata model ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat melalui

pemberian pelatihan praktis di bidang pariwisata, tentang peningkatan kinerja, dan

Page 98: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

73

secara finansial memberikan dukungan bagi kredit usaha, rencana pengembangan

usaha, produk wisata dan tentang pemasaran pariwisata. Dalam keterbatasan

masyarakat seperti tentang rendahnya kompetensi dan teknis pengelolaan bisnis

pariwisata, masyarakat perlu diberi pembinaan sehingga pengembangan

pariwisata dapat berjalan lebih cepat (Muhanna, 2007: 39; Karim et al 2012: 3-4).

Untuk mewujudkan gagasan peningkatan sumberdaya manusia untuk

pengembangan pariwisata diperlukan pemberdayaan masyarakat untuk merubah

pola pikir dari seorang penonton menjadi pelaku aktif dalam dunia pariwisata.

Masyarakat diberikan pelatihan dan pendampingan secara berkesinabungan.

Pengembangan pariwisata berbasiskan masyarakat wajib dilakukan

melalui pemberian pelatihan praktis tentang peningkatan kinerja dan memberikan

dukungan finansial berupa kredit untuk pengembangan usaha. Optimalisasi

sumber daya manusia di daerah pengembangan wisata lokal yang masih tertinggal

perlu dilakukan untuk mendapatkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mampu bersaing untuk meningkatkan

kesempatan kerja, sehingga jumlah masyarakat miskin menjadi berkurang.

Berbeda dengan bentuk pengelolaan pariwisata dalam skala besar yang

mengandalkan kekuatan kapital, alternatif dari konsep pengelolaan pariwisata

berbasis masyarakat dengan pola padat karya lebih sesuai dengan kondisi sosial

budaya masyarakat lokal dan secara ekonomis akan mengutungkan masyarakat itu

sendiri. Model pariwisata berbasis masyarakat lebih tahan uji dalam menghadapi

terjadinya krisis ekonomi (Mitchel dan Faal, 2007; Mograbi dan Rogerson, 2007:

88). Strategi yang dipandang efektif untuk merealisasikan suatu kebijakan jika

Page 99: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

74

dikelola dengan tepat akan mampu mengurangi kemiskinan, diantaranya dengan

melibatkan pemerintah dan memberdayakan masyarakat melalui proses

perencanaan dan pemecahan masalah seperti disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Kebijakan Swasta

P

L

S

SWOT

Masyarakat Jumlah penduduk miskin yang

turun naik, terutama sejak krisis ekonomi tahun 1998

Pariwisata Mendatangkan pendapatan bagi

pemerintah daerah dan masyarakat

Kebijakan Pemerintah

Peran pariwisata dalam pengentasan

kemiskinan di Badung

Masalah 1 Pengaruh perkembangan

pariwisata terhadap kinerja perekonomian Teori/Konsep : 1/ 4

Masalah 2 Pengaruh kinerja

perekonomian terhadap tingkat kemiskinan

Teori : 1 & 2

Masalah 3 Pengaruh perkembangan

pariwisata terhadap tingkat kemiskinan

Teori /Konsep: 1& 2/5

Rekomendasi

Strategi

Masalah 4 Strategi peningkatan

peran pariwisata dalam pengetasan kemiskinan

Teori/Konsep : 3/4, 5&6

Teori

1. NeoLiberalisme 2. Kemiskinan 3. Pemberdayaan

Konsep

4. Pariwisata 5. Pro Poor Tourism 6. Community Based

Tourism

Page 100: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

75

Kerangka berpikir penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pemerintah Kabupaten Badung mendatangkan pendapataan terbesar dari

hasil pariwisata jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Bali.

Hasil pariwisata juga dinikmati secara langsung oleh masyarakat Badung.

2) Dari besarnya pendapatan Kabupaten Badung ternyata masih terdapat

jumlah penduduk miskin yang belum dapat dituntaskan oleh pemerintah.

3) Melalui pendekatan teori dan konsep pariwisata dikaji secara lebih

mendalam keberadaan kemiskinan dan faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan kemiskinan di Kabupaten Badung.

4) Dikaji apa saja peran pemerintah dan swasta di dalam pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Badung

5) Untuk mengungkap lebih dalam dampak penelitian terhadap kemiskinan di

Kabupaten Badung dipakai pendekatan kuantitatif dengan analisis PLS

(Partial Least Square) dan pendekatan kualitatif dengan analisis SWOT

(Strength, Weakness, Opportunity dan Threat).

6) Temuan penelitian diharapkan akan menghasilkan strategi baru tentang

peran pariwisata yang orientasinya berpihak kepada orang miskin (pro

poor tourism) di Kabupaten Badung

7) Pembahasan hasil penelitian dibuatkan simpulan dan dibuatkan saran

untuk dijadikan rekomendasi sebagai pedoman pemerintah dan swasta

sebagai panduan didalam menerapkan kebijakan baru terhadap

pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung.

Page 101: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

76

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian dibentuk berdasarkan uraian yang terdapat

pada kerangka berpikir. Kemudian berdasarkan kerangka berpikir tersebut dapat

dibentuk sebuah model penelitian seperti disajikan pada Gambar 3.2 dan

selanjutnya diikuti dengan rumusan hipotesis.

Keterangan:

Gambar 3.2

Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian dapat dijelaskan sebagai sebuah keterkaitan

antara perkembangan pariwisata, kinerja perekonomian dan kemiskinan. Dengan

perencanaan strategis dan terintegrasi pro poor tourism dan dampaknya terhadap

kinerja perekonomian dan kesejahteraan masyarakat (Spenceley dan Seif, 2003).

Jumlah kunjungan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan merupakan indikator

perkembangan pariwisata berdampak terhadap peningkatan kinerja perekonomian.

X1.1 Kunjungan Wisatawan

X1.2 Kontribusi PHR

X1.3 Lama tinggal Wisatawan

X1.4 Pengeluaran Wisatawan

Y1.2 Indeks

Kedalaman Kemiskinan

Y1.1 Jumlah

Penduduk Miskin

Y1.3 Indeks

Keparahan Kemiskinan

X2.1 Pertumbuhan

PDRB

X2.2 Penyerapan tenaga kerja

X2.3 Investasi

Kinerja Perekonomian

(X2)

Perkembangan Pariwisata

(X1)

Kemiskinan (Y)

Page 102: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

77

Sedangkan indikator peningkatan kerja perekonomian lainnya berupa: (1) naik

tutunnya peningkatan investasi (2) pendapatan yang diterima sektor pariwisata (3)

bertumbuhnya penyediaan layanan wisata, (4) besarnya kontribusi pariwisata

terhadap pertumbuhan produk domesik bruto dan (5) sejuh mana meningkatnya

penanaman modal terhadap perkembangan pariwisarta (Brida et al 2008).

Menurut Athanasopoulou (2013:7-16), indikator pariwisata lainnya yang berperan

dalam pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan perdagangan, peningkatan

kegiatan export import antar negara dan penyediaan tenaga ahli (skilled labour).

Karim, et al (2012) melakukan penelitian tentang perkembangan

pariwisata mengatakan bahwa pariwisata Pakistan berdampak terhadap

pengentasan kemiskinan melalui peningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

diterima dari peningkatan Gross Domestic Product (GDP), peningkatan ekspor

dari produk-produk pariwisata seperti kerajinan tangan dan dari produk industri

lainnya serta melalui pendapatan pajak dari kegiatan ekonomi pariwisata.

Ashley et al (2001) dalam penelitian yang dilakukan negara sedang

berkembang seperti Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan

Nepal menyatakan bahwa dari sintesa terhadap temuan studi yang diteliti

menunjukkan bahwa pariwisata berperan terhadap terbukannya kesempatan kerja

baru, bertumbuhnya perekonomian mikro. Pertumbuhan ekonomi mikro

berdampak langsung terhadap peningkatan dan pemerataan pendapatan

masyarakat dan semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Dampak

pariwisata terhadap peningkatan kinerja perekonomian didukung oleh konsep

community based tourism (Tasci, et al, 2013: 10-11); Joppe (1996: 475) dan

Page 103: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

78

Armstrong (2012: 2). Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa dampak

pengembangan pariwisata di dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dilakukan

dengan pelestarian lingkungan dan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat.

3.3 Hipotesis

Hipotesis adalah rumusan jawaban sementara terhadap suatu masalah

penelitian yang atau masih belum diketahui atau berupa praduga dan harus

dibuktikan kebenarannya dengan data penelitian. Berdasarkan kerangka konsep

yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat di buat hipotesis sebagai berikut:

3.3.1 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian

Pariwisata sebagai sebuah industri dengan pertumbuhan dinamis bergerak

diberbagai bidang layanan seperti layanan transportasi, agen perjalanan dan biro

perjalanan wisata, akomodasi, perdagangan dan sektor terkait lainnya pariwisata

merupakan sumber utama pendapatan devisa. Semakin meningkatnya jumlah

kunjungan dan pengeluaran wisatawan berdampak terhadap kinerja

perekonomian. Dalam Evaluating the Contribution of Tourism to Ecomonic

Growth, Brida, et al (2007), menyatakan bahwa tidak mudah menghitung

pengaruh pariwisata terhadap perkembangan perekonomian. Catatan ini bertolak

belakang dengan beberapa penelitian yang menyatakan sebaliknya seperti yang

dikatakan oleh Wall dan Matheison (2006: 7-78) bahwa peran pariwisata

mendorong pertumbuhan ekonomi di negara maju dan juga di negara sedang

berkembang dan hasil penelitian Del Corpo et al (2008: 4-5) di Eropa tentang

pariwisata abad ke 21 menyatakan bahwa pariwisata akan bertumbuh semakin

besar dan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di benua Eropa. Hal ini

Page 104: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

79

dimungkinkan terjadi akibat dari semakin bertumbuhnya sektor wisata urban di

Eropa didukung oleh meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk diatas umur

enam puluh tahunan dan yang memungkinkan mereka mengambil waktu liburan

semakin semakin panjangnya dan tersedianya harga tiket pesawat terbang murah.

Rumusan hipotesis sebagai berikut:

H 1: Perkembangan pariwisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja perekonomian.

3.3.2 Pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi menurut Rodrick (2007) secara historis merupakan

salah satu solusi yang ditempuh untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat

dan mengurangi kemiskinan. Sedangkan pernyataan Fields (2007) dalam

Economic, Labor Markets, and Poverty Reduction selanjutnya mengkonfirmasi

bahwa pertumbuhan okonomi sangat terkait dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat termasuk mereka yang berada dalam keadaan yang paling miskin.

Menurut Dahlquist (2013), penelitiannya “Does Economic Growth Reduce

Poverty” (Apakah pertumbuhan Ekonomi Mengurangi Kemiskinan) menyatakan

terhadap korelasi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan,

pertanyaannya adalah instrumen apa yang harus dilakukan untuk mendistribusikan

agar hasil dari pertumbuhan ekonomi memberi keuntungan kepada semua orang.

Pemberian beasiswa melalui CSR yang dilakukan pemerintah dan swasta

seperti oleh Bank Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT Pertamina, sedangkan

secara spesifik dalam ahubungan kinerja ekonomi perusahan yang bergerak

dibidang pariwisata seperti BTDC Nusa Dua memberikan beasiswa kepada

Page 105: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

80

SMAKN dan Ramayanan hotel memberikan beasiswa kepada SMP Sunariloka

(Bappeda Badung, 2014). Sedangkan menurut Krongkaew et al (2006), yang

meneliti tentang hubungan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan

pengentasan kemiskinan (economic growth, employment, and poverty reduction)

di Thailand menyatakan bahwa dampak pertumbuhan perekonomian terhadap

kemiskinan terlihat seperti berikut:

“it is almost universally accepted that economic growth is a necessary condition that brings about an increase in income, which, in turn, pushes people out of poverty” (secara universal bisa diterima bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dipastikan memberi dampak meningkatnya pendapatan, yang menyebabkan berkurangnya kemiskinan).

Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut:

H 2: Kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan

3.3.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan

Penelitian Hall (2007:1-2), Mitchel dan Faal, (2007:563) dan Guo

(2008:3) tentang pro poor tourism yaitu sebuah model pengelolaan pariwisata

yang berpihak kepada orang miskin menyatakan bahwa pengalaman yang

dilakukan di negara-negara berkembang membuktikan bahwa hasil pengelolaan

pariwisata berdampak terhadap meningkatkatnya kesejahteraan masyarakat Hasil

penelitian Mograbi dan Rogerson (2007: 86), Hill et al (2006: 164) dan Harrison

(2008: 854-856) menyatakan bahwadengan memberdayakan masyarakat secara

partisipatif dalam pengadaan produk hasil pertanian untuk kebutuhan pariwisata,

memungkinkan mereka untuk mendapatkan hasil dari pekerjaannya untuk

meningkatan kesejahteraan. Ashar (2008) sejalan dengan Hill et al (2006: 164),

Page 106: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

81

Mitchael dan Faal (2007: 563) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat

dalam pro poor tourism memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Kesempatan mendapatkan pekerjaan

dan pendapatan lebih baik merupakan keuntungan langsung (direct benefits) yang

diterima orang miskin.

Hipotesisnya dirumuskan sebagai berikut:

H 3: Perkembangan Pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan

Page 107: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

82

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara metode kuantitatif

dengan metode kualitatif. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Creswell, 2010: 22)

dan Jonker et al (2011: 88) menyatakan bahwa dengan semakin kompleksnya

masalah penelitian, memakai metode gabungan kualitatif dan kuantitatif dalam

satu penelitian akan saling memperkuat satu sama lainnya, dari pada

menggunakan hanya satu metode penelitian secara terpisah. Dalam penelitian ini

hasil penelitian kualitatif dipakai untuk mendukung hasil penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif dilakukan melalui pengambilan data sekunder dari

sumber data yang tersedia di Kantor Statistik, Kantor Satuan Kerja Peringkat

Daerah Badung dan beberapa tulisan terkait dengan penelitian yang tersedia di

instansi lainnya. Data yang tersedia diolah dengan analisis statistik inferensial

menggunakan Partial Least Partial (PLS). Hasil pengujian hipotesis dipakai

mengkonfirmasi hasil penelitian dan teori-teori yang dirujuk (Jennings, 2001: 35;

Denzin dan Lincoln, 2009; 1-4; Tewksbury, 2009; Babbie, 2005: 389-390).

Pendekatan kualitatif juga dilakukan dalam penelitian ini karena sebagian

dari permasalahan yang diteliti dilakukan melalui penelusuran (ekplorasi) secara

deskriptif, melalui observasi, wawancara mendalam (in-depth interview), peneliti

sebagai instrumen kunci (key instrument) melakukan penelitian ke lapangan.

Untuk mengetahui karakteristik kemiskinan dipakai statistik deskriptif bertujuan

untuk mengkorfirmasi hasil analisis kuantitatif. Langkah berikutnya dengan

82

Page 108: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

83

melakukan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) untuk

mengeksplorasi masalah yang spesifik, berkaitan dengan strategi pengentasan

kemiskinan. Pendekatan kualitatif menurut (Moleong, 2002: 9-11; dan Jennings,

2001: 210-211) sebagai sebuah paradigma fenomenologis dengan menggunakan

metode induktif untuk mengungkap keterkaitan dari berbagai faktor untuk

mendapatkan temuan dijadikan konsep dasar untuk menciptakan grounded theory.

4.2 Lokasi, Waktu dan Obyek Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah tujuan wisata berbeda yaitu di Kabupaten

Badung Selatan, di Kecamatan Kuta Selatan yaitu di daerah Pecatu dan Jimbaran

dan di daerah Badung Utara, di Kecamatan Petang desa Plaga dan Belok Sidan.

Penelitian dampak pariwisata terhadap kemiskinan dilakukan selama bulan

Oktober 2014-Juni 2015 dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Kecamatan Kuta Selatan Desa Pecatu merupakan daerah kegiatan pariwisata

intensif yaitu pertumbuhan beragam kegiatan pariwisata dalam skala lokal,

nasional sampai skala internasional dengan karakteristik pantai dan tebing

yang indah dan udara hangat. Daerah ini berkembang dengan cepat, menjadi

incaran investor untuk pembangunan diberbagai aspek pariwisata. Sebelum

berkembangnya pariwisata Pecatu, sebagian besar masyarakat pecatu hidup

dengan bertanam padi tadah hujan dan palawija. Jumlah masyarakat miskin di

Pecatu pada tahun 2011 sebanyak 144 RTM (BPS Badung, 2014) termasuk

kemiskinan absolut 31 RTM, ditambah miskin dan hampir miskin sebanyak

113 RTM. Kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat Pecatu mengikuti

program transmigrasi ke daerah Sulawesi. Setelah masuknya UNUD ke Bukit

Page 109: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

84

dan dikembangkannya The Nusa Dua Area Development Plan pada tahun

1973, barulah daerah Pecatu menjadi alternatif pengembangan pariwisata.

Sedangkan Desa Jimbaran yang terkenal dengan potensi pantai Jimbaran

sebagai pusat sea food kuliner di Badung, memiliki hotel bertaraf

internasional dan dekat dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai,

memiliki 550 pengusaha pelaku bisnis pariwisata mulai dari sektor ekonomi

mikro sampai pengusaha hotel bertaraf internasional. Desa Jimbaran menurut

Lurah Bapak I Ketut Rimbawan sejak tahun 2015 masih memiliki 13 RTM.

2) Berbeda dengan Kuta Selatan, Kecamatan Petang dengan Desa Plaga dan

Desa Bilok Sidan sebagai daerah pariwisata non intensif dengan pertumbuhan

pariwisata terbatas pada agro wisata. Dengan karakteristik pegunungan

dengan udara sejuk dan kehidupan masyarakatnya tergantung dari pertanian,

peternakan, perikanan dan pengelolaan sumber daya alam lainnya. Desa Plaga

memiliki 619 RTM terdiri dari 136 RTM absolut, 236 RTM miskin dan 248

RTM hampir miskin dan Desa Bilok Sidan memiliki 400 RTM terdiri dari

189 RTM absolut, 144 RTM miskin dan 67 RTM hampir miskin.Kecamatan

Petang di Badung utara khususnya Desa Plaga mempunyai potensi besar hasil

pertanian sebagai pusat penghasil sayur asparagus dikelola oleh Koperasi

Tani Mertanadi dengan jumlah anggota 105 orang.

3) Lokasi penelitian empat desa dimaksud di Badung Utara maupun Badung

Selatan belum pernah dilakukan penelitian tentang peran pariwisata atau

penelitian sejenis lainnya terhadap pengentasan kemiskinan.

Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1

Page 110: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

85

Tabel 4.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Kecamatan Desa Kecamatan / Desa

Badung

Kuta Selatan Pecatu Pariwisata Intensif Jimbaran

Petang Pelaga Pariwisata Non Intensif Belok/Sidan

Gambar 4.1

Lokasi Penelitian

Page 111: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

86

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Identifikasi Variabel

Variabel atau faktor adalah sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan

dan berperan sangat penting dalam suatu penelitian. Berdasarkan masalah dan

hipotesis penelitian dapat diidenfikasi variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1) Variabel independen (variabel bebas) yaitu Perkembangan Pariwisata (X1).

Variabel ini mempengaruhi atau menjadi penyebab terjadinya perubahan atau

yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini juga sering disebut dengan

variabel eksogen. Dalam analisis multivariat variabel sering disebut dengan

konstruk.

2) Variabel independen kedua (varibel bebas) yaitu Kinerja Perekonomian (X2),

Variabel ini mempengaruhi variabel lain yaitu variabel Kemiskinan.

3) Variabel dependen (variabel terikat) yaitu variabel Kemiskinan (Y), variabel

yang dipengaruhi oleh variabel lain yaitu Perkembangan Pariwisata dan

Kinerja Perekonomian. Variabel ini sering juga disebut dengan variabel

endogen.

4.3.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:

1) Perkembangan Pariwisata, dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian

yang telah dilakukan oleh Theobald (2005: 163-165), Shilcher (2007: 58),

Burn dan Holden (1995: 40-141), Selinger (2009: 3-4) dan Tasci et al

(2013: 3-4), adapun indikator yang diukur adalah:

Page 112: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

87

a) Jumlah Kunjungan Wisatawan yaitu jumlah kunjungan wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara.

b) Kontribusi PHR yaitu kontribusi pajak dari hotel dan restoran.

c) Lama Tinggal Wisatawan yaitu rata-rata lama tinggal wisatawan

mancanegara dan nusantara di Kabupaten Badung.

d) Pengeluaran Wisatawan yaitu rata-rata pengeluaran wisatawan

mancanegara dan nusantara selama menginap dan berwisata di

Badung, kecuali biaya pesawat udara.

Penelitian Irawan (2013) tentang “Analisis Faktor Penentu Pengeluaran

Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan Di Provinsi

Kalimantan Tengah” menyatakan bahwa: frekuensi kunjungan wisatawan

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran wisatawan, lama

tinggal wisatawan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap

pengeluaran wisatawan.

2) Kinerja Perekonomian

Konsep kinerja perekonomian yang digunakan adalah penelitian Wall dan

Mathieson (2006:77-78), Richardson (2010:1) dan Athanasopoulou (2013:

7-16). Adapun indikator-indikator yang diukur adalah:

a) Pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto, berupa besarnya

peningkatan PDRB yang dihitung dari kinerja perekonomian sebagai

dampak dari kegiatan pariwisata dan perdagangan.

b) Penyerapan Tenaga Kerja yaitu jumlah keseluruhan tenaga kerja yang

diserap oleh lapangan usaha.

Page 113: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

88

c) Investasi yaitu jumlah besarnya investasi yang dicatat setiap tahunnya

sebagai dampak dari kinerja pariwisata.

3) Kemiskinan

Konsep kemiskinan didasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Laderchi et al (2006), BPS Bali (2012: 493), Nehen (2012: 201-203),

Papilaya (2013: 43-46), Zastrow (2008:237). Indikator yang diukur adalah:

a) Jumlah penduduk miskin yaitu jumlah penduduk miskin yang didapat

dari data sekunder dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung.

Sedangkan orang miskin adalah mereka yang tingkat pendapatannya

lebih rendah dari garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) di

Kabupaten Badung tahun 2013 setara dengan 2100 kilo kalori untuk

makanan ditambah 54 non makanan atau Rp. 406.408/kapita/bulan.

b) Indeks Kedalaman Kemiskinan berupa ukuran rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis

kemiskinan. Semakin besar nilai indeks kedalaman kemiskinan,

semakin jauh jarak kemiskinan atau semakin jelek kemiskinan itu.

Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, ia akan semakin

mendekati ke garis kemiskinan atau kemiskinan itu semakin membaik.

Indeks Kedalaman Kemiskinan 1,01% atau selisih dalam persen

terhadap kemiskinan yaitu: selisih jarak antara pengeluaran penduduk

miskin dengan garis kemiskinan sebesar 1,01% dibawah GK.

c) Indeks Keparahan Kemiskinan yang disebut varian antara pendapatan

masing-masing penduduk miskin yaitu: gambaran tentang penyebaran

pengeluaran diantara penduduk miskin yang semakin heterogen dari

Page 114: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

89

yang sangat miskin sampai miskin. Apabila varian kemiskinan makin

besar berarti kemiskinan heterogen sekali, ada yang sangat miskin

sampai ke fakir miskin. Kondisi ini semakin menyusahkan pemerintah

mengentaskan kemiskinan. Adapun konstruk atau variabel, indikator

dan sumber penelitian disajikan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Deskripsi Konstruk/Variabel, Indikator , Skala Pengukuran dan

Sumber Referensi Jenis Konstruk Nama

Konstruk/ Variabel /Simbol

Jumlah Indikator

Indikator/ Parameter/Simbol

Skala Sumber

Eksogen Perkembangan Pariwisata (PP) atau X1

4 Jumlah Kunjungan Wisatawan(X1.1)

Rasio Theobald (2005: 163-165), Shilcher (2007:58), Burn dan Holden (1995:140-141), Selinger (2009:3-4) dan Tasci et al (2013:3-4)

Kontribusi PHR (X1.2)

Lama Tinggal Wisatawan (X1.3)

Pengeluaran Wisatawan (X1.4)

Eksogen Kinerja Perekonomian (KP) atau X2

3 Pertumbuhan PDRB (X2.1)

Rasio Wall dan Mathieson (2006:77-78), Richardson (2010:1) dan Athanasopoulou (2013:7-16).

Penyerapan Tenaga Kerja (X2.2)

Investasi (X2.3)

Endogen Kemiskinan (KM) atau Y

3 Jumlah penduduk miskin (Y1)

Rasio Laderchi et al (2006), BPS Bali (2012: 493), Nehen (2012: 201-203),Papilaya (2013: 43-46),Zastrow (2008:237).

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Y2)

BPS Badung (2014)

Indeks Keparahan Kemiskinan (Y3)

BPS Badung (2014)

Page 115: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

90

4.4 Jenis dan Sumber Data

4.4.1 Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif

dan kualitatif dengan uraian sebagai berikut:

1) Data kuantitatif

Yaitu data berupa informasi yang berbentuk bilangan, memiliki

satuan hitung dan nilainya dapat berubah-rubah atau bersifat variatif

seperti: jumlah kedatangan wisatawan, lama tinggal ataubesarnya jumlah

pengeluaran mereka. Data kuantitatif diperoleh dari dokumen yang

tersedia di kantor BPS Kabupaten Badung yang terkait dengan tujuan

penelitian yaitu : Bappeda Kabupaten Badung, BPS Provinsi Bali, dan

BPMPD Provinsi Bali.

2) Data kualitatif

Yaitu jenis data yang tidak dalam bentuk angka dan tidak

mempunyai satuan hitung, tetapi berupa ciri-ciri, sifat, keadaan atau

gambaran dari obyek yang diteliti. Data kualitatif dicatat dari informasi

yang diperoleh langsung dari informan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan

terbuka saat melakukan interview dan diskusi kelompok dengan informan.

4.4.2 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dengan pertian

sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer didapat melalui : (1) observasi lapangan terhadap

daerah yang diteliti untuk mendapatkan gambaran umum tentang

Page 116: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

91

pariwisata dan kemiskinan sebelum turun kelapangan untuk melakukan

penelitian di Desa Plaga dan Desa Bilok Sidan di Kecamatan Petang, dan

Desa Jimbaran dana Desa Pecatu di Kecamatan Kuta Selatan, (2) melalui

wawancara didapatkan informasi tentang kondisi kemiskinan di desa

masing-masing dan, (3) melalui FGD didapatkan informasi terkini tentang

potensi desa dan kelemahannya untuk merancang strategi pengembang

pariwisata dan pengentasan kemiskinan dimasing-masing desa.

2) Data Sekunder

Yaitu data yang sudah tersedia sebagai referensi penunjang

penelitian diperoleh dari sumber tidak langsung yaitu: (1) Indikator

Pengembangan Pariwisata terdiri dari: Jumlah Kunjungan Wisatawan ke

Kabupaten Badung, Kontribusi PHR, Lama Tinggal Wisatawan, (2)

Indikator Kinerja Perekonomian: terdiri dari Pertumbuhan PDRB,

Penyerapan Tenaga Kerja dan Investasi, dan (3) Indikator Kemiskinan di

Kabupaten Badung terdiri dari : Jumlah Penduduk Miskin, Presentase

Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan

Kemiskinan. Data dari masing-masing selama 14 tahun (tahun 2000-

2013) didapat dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, Satuan Kerja

Peringkat Daerah (SKPD) dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

Page 117: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

92

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui:

4.5.1 Observasi

Tindakan yang dilakukan dalam observasi yaitu: (1) melakukan pengamatan

awal dengan mencermati situasi di lingkungan lokasi penelitian secara

langsung dan sistematis terhadap obyek-obyek yang diteliti, (2) mencatat

fenomena atas setiap gejala penting untuk mendapatkan pemahaman

mendalam tentang kejadian selama observasi, (3) menggunakan alat

pembantu seperti kamera dan merekam kejadian yang terkait dengan tujuan

penelitian.

4.5.2 Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

Wawancara mendalam dilakukan langsung untuk menggali pemaknaan dan

persepsi narasumber tentang pariwisata dan kemiskinan di Desa Plaga dan

Desa Bilok Sidan dari nara sumber Ibu Dewa Aji dan I Ketut Sueta di Desa

Pecatu dan nara sumber I Made Rame (48 tahun) dan I Made Neka (75

tahun) di Desa Pecatu. Pokok-pokok pertanyaan yang dirancang berupa

pertanyaan terbuka, mudah dimengerti, netral, dan tidak bersifat

mengarahkan. Wawancara dilakukan terstruktur secara terus menerus

hingga mencapai titik jenuh (saturated). Kriteria narasumber adalah mereka

yang mampu memberi informasi seperti: (1) para pelaku usaha pariwisata,

(2) pemerintah setempat yang memahami pariwisata, (3) tokoh masyarakat

di lokasi pariwisata yang diteliti dan (4) akademisi, pemerhati dan penggiat

masalah sosial dan aktivis lembaga swadaya masyarakat.

Page 118: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

93

4.5.3 Studi Dokumen

Dilakukan melalui pengamatan dan pengumpulan berbagai data yang

diperlukan dan dapat dipercaya dari institusi yang terkait dengan penelitian.

4.5.4 Diskusi kelompok terfokus (Focused Group Discussion)

Diskusi kelompok terfokus merupakan salah satu panduan metode riset

kualitatif untuk mendapatkan informasi dari permasalahan tertentu.

Menurut Krueger dalam Babbie, (2005: 317) Focus Group Discussion

dilakukan melalui diskusi kelompok beranggotakan 6-8 orang. Dengan

pimpinan seorang atau dua orang moderator sebagai pemandu diskusi.

Dalam FGD di Desa Plaga dan Bilok Sidan dihadiri oleh tokoh masyarakat

setempat, pelaku pariwisata dan dipimpin oleh DR I Nyoman Sudiarta

sebagai moderator. Sebelum FGD dimulai terlebih dahulu disiapkan

dokumen panduan diskusi, alat pencatat dan perekam. Teknik ini

menghasilkan data hasil cek silang yang lebih akurat terhadap data yang

tersedia sebelumnya. FGD merupakan pola yang paling efektif untuk

mendapatkan data kualitatif yang bermutu megenai permasalahan lokal

yang bersifat spesifik. Selain teknik wawancara, Focus Group Discussion

(FGD) merupakan salah satu metode riset kualitatif yang dilakukan melalui

diskusi secara sistematis dan terfokus untuk membahas persoalan yang

tidak pasti atau suatu masalah yang tidak bisa digeneralisir dilakukan

secara exploratif. Lima keuntungan FGD yaitu: (1) merupakan metode

penelitian sosial menyangkut realitas kehidupan dalam lingkungan sosial,

Page 119: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

94

(2) bersifat lentur, (3) dengan kepastian tinggi, (4) memberi hasil lebih

cepat dan (5) tidak memerlukan biaya tinggi. Hasil FGD dijadikan sebagai

alat verifikasi bagi data yang tersedia untuk dibuatkan transkripnya sebelum

dianalisis. Cooper dan Schlinder (2008: 171) menyatakan bahwa untuk

mendapatkan hasil penelitian terbaik, narasumber yang dipilih haruslah

orang-orang berkualitas dan memahami bidang yang diteliti.

Fokus grup diskusi di Desa Pelaga dan Belok Sidan dilaksanakan di desa

Bilok Sidan dengan informan kunci adalah I Ketut Sueta yang mengundang

kepala desa Pelaga dan Bilok Sidan serta tokoh masyarakat dan Kelompok diskusi

terfokus di desa Jimbaran dan Pecatu dilaksanakan di dua tempat yaitu di desa

Jimbaran dan Pecatu. Informan kunci di desa Jimbaran adalah Kepala Desa

Jimbaran dan Kepala desa Pecatu. Kegiatan kelompok diskusi diikuti oleh pemuka

masyarakat dan tokoh pariwisata yang mengelola daya tarik wisata Uluwatu.

4.5.5 Pemilihan Informan

Pemilihan informan di ke dua wilayah penelitian dilakukan dengan metode

purposif sampling yaitu mereka yang dengan alasan tertentu dipilih dipilh menjadi

informan dengan pertimbangan bahwa mereka mengetahui tentang permasalahan

pariwisata dan kemiskinan di daerh penelitian. Jumlah informan yaitu masing-

masing (3) tiga informan untuk wawancara mendalam (depth-interview) untuk

mendapatkan hasil hasil wawancara sampai pada titik akhir dari penelususan

secara mendalam (saturated) dan (5) lima informan untuk wawancara yang

sifatnya lebih umum terkait dengan pemahaman informan tentang pariwisata,

Page 120: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

95

kemiskinan dan pengetahuan lainnya. Untuk kegiatan diskusi kelompok, dipilih 9

(sembilan) tokoh masyarakat setempat, akademisi, dan pelaku pariwisata untuk

FGD di Desa Pelaga dan Belok Sidan dan di Desa Jumbaran dan Desa Pecatu.

4.6 Metode Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas:

4.6.1 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dipergunakan untuk menjawab permasalahan pertama,

kedua dan ketiga, dengan menggunakan analisis Partial Least Square (PLS). PLS

sebagai alternatif Pemodelan Persamaan Struktural yang dasar teorinya lemah,

bisa digunakan sebagai konfirmasi teori (Wold, 1966). Indikator Variabel Laten

tidak hanya memenuhi untuk model reflektif, tetapi juga model formatif. Model

reflektif adalah model yang variabel latennya bisa berupa hasil pencerminan

indikatornya (faktor), dan Model Formatif yaitu model dimana variabel laten bisa

dibentuk oleh indikatornya (Ghozali 2011: 7-17).

Langkah-langkah analisis PLS adalah sebagai berikut:

1) Merancang model struktural (inner model)

2) Merancang model pengukuran (outer model).

3) Mengkonstruksi diagram jalur.

4) Konversi diagram jalur ke sistem persamaan.

5) Estimasi koefisien jalur, Loading dan Weight

6) Evaluasi Goodness of Fit

7) Pengujian hipotesis (Resampling Bootstraping).

Page 121: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

96

Diagram jalur analisis PLS, digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2 Jalur Analisis PLS

Keterangan:

X1 : Perkembangan Pariwisata X1.1 : Jumlah kunjungan wisatawan X1.2 : Kontribusi PHR X1.3 : Lama tinggal wisatawan X1.4 : Pengeluaran wisatawan X2 : Kinerja Perekonomian X2.1 : Pertumbuhan PDRB X2.2 : Penyerapan tenaga kerja X2.3 : Investasi Y1 : Kemiskinan Y1.1 : Jumlah penduduk miskin Y1.2 : Indeks Kedalaman Kemiskinan Y1.3 : Indeks Keparahan Kemiskinan 4.6.2 Analisis Kualitatif

Teknik analisis kualitatif dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah

keempat yaitu bagaimana mengembangkan strategi peningkatan peran pariwisata

dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Informasi atau data yang

tersedia dianalisis melalui pendekatan Strength, Weakness, Opportunity dan

X2.1 X2.2 X2.3

Perkembangan Pariwisata

(X1)

Kinerja Perekonomian

(X2)

Kemiskinan (Y)

X1.1

X1.2

X1.3

X1.4

Y1.1 Y1.2 Y1.3

Page 122: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

97

Threat (SWOT) dirancang dengan seksama melalui Focus Group Discussion

(FGD) untuk mendapatkan persepsi tentang daerah yang diteliti untuk mencapai

tujuan yang ingin dicapai (Kreuger, 1944: p.6 dalam Wahyuni, (2015: 77).

Selanjutnya menurut Merton dan Kendal (1946) dalam Wahyuni (2015:

78), FGD dapat dipergunakan untuk mencari data sebagai berikut: (1) Focus

groups can help to generate hypotheses if researcher are exploring new territory

(dapat membantu menghasilkan hipotesis bagi peneliti yang mengexplorasi

tempat penelitian baru), (2) Focuss Group findings can help to interpret survey

responses if the focus group are conducted mid-way through a mixed-mehod

research project (dapat membantu memberikan gambaran tentang pendapat

apabila focus group dilakukan dipertengahan jalan dengan menggunakan metode

campuran), (3) Focuss group can offer insight into statistical findings-especially if

undexpected outcomes occur (Vaughn et al 1996), (dapat membantu hasil

penemuan statistik apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan) dan (4) Focus

groups are often conducted to assist program development of evaluation (focus

groups sering dilakukan untuk membantu mengevaluasi program pengembangan).

Untuk membantu pencapaian sasaran yang diinginkan dengan

mengindentifikasi masalah-masalah internal yaitu tentang kekuatan (strength) dan

kelemahan (weakness) yang dimiliki, sedangkan tentang peluang (opportunity)

dan ancaman (threat) didapat dari informasi external. Dari keseluruhan informasi

yang sudah ditentukan untuk masing-masing kelompok, disusun strategi tentang

implementasi program untuk pengentasan kemiskinan (Sutikno et al 2011).

Strategi pengentasan kemiskinan disusun berdasarkan matriks SWOT

yaitu : (1) Strategi SO, (2) Strategi ST, (3) Strategi WO dan (4) Strategi WT.

Page 123: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

98

Keseluruhan analisis kualititatif dilakukan melalui FGD dilakukan sebanyak tiga

kali yaitu di Desa Plaga Belok Sidan, di Desa Jimbaran dan di Desa Pecatu

Peserta FGD ditentukan sesuai dengan kapabilitas mereka tentang pemahaman

pariwisata. Di Desa Plaga dan Desa Bilok Sidan FGD dihadiri oleh tokoh

masyarakat formal dan non formal yang memahami persoalan pariwisata dan

kemiskinan, juga dihadiri oleh pimpinan kelompok sadar wisata didampingi dan

oleh pelaku pariwisata yang terlibat langsung di masing-masing desa penelitian.

FGD di Desa Jimbaran dan Desa Pecatu dihadiri oleh lurah, tokoh masyarakat

akademisi, pelaku pariwisata dan direktur pengelola dari obyek wisata Uluwatu.

Page 124: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

99

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung

Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten diwilayah Provinsi

Bali, berkembang dari sistem pemeritahan kerajaan sebelum era kolonial dengan

nama Nambangan. Nama ini diciptakan I Gusti Ngurah Made Pemecutan akhir

abad 18. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Badung (2014) mencatat perselisihan

masyarakat Sanur dengan pedagang cina Kwee Tek Tjiang yang menuntut

kompensasi 3000 ringgit atas penjarahan barang dagangan dari kapalnya yang

terdampar di pantai Sanur pada tanggal 27 Mei 1904. Ditolaknya tuntutan

Gubernur Jenderal Van Hentz oleh Raja Badung I Gusti Ngurah Denpasar,

menimbulkan ketegangan hubungan politik khususnya dengan Residen J.

Escbach, kemudian G. Bruyn memunculkan Puputan Badung 20 September 1906.

Pada awal kemerdekaan dibentuk pemerintahan Swatantra Tingkat II

Badung dan pada masa Orde Baru berubah bentuk menjadi Kabupaten Daerah

Tingkat II Badung. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 1Tahun 1992

tentang Pembentukan Kota Madya (Kodya), Denpasar dengan status Kota

Administratif sebagai pusat pemerintahan Badung ditingkatkan statusnya menjadi

Kotamadya Denpasar. Kabupaten Badung terpisah menjadi kabupaten yang

berdiri sendiri, mencakup wilayah Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi dan

Kuta. Kecamatan Kuta kemudian dimekarkan menjadi tiga wilayah yaitu

Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan. Luas

99

Page 125: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

100

wilayah Kabupaten Badung yang semula 520,73 Km2 berkurang menjadi 418,52

Km2seperti terlihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Luas Wilayah Kabupaten Badung

Per Kecamatan Tahun 2013

No Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Kepala

Keluarga

Rata-rata Jiwa Per Kepala Keluarga

(km2) Persentase (%)

1 Kuta Selatan 101,13 24,16% 33.927 3,8 2 Kuta 17,52 4,19% 31.653 2,9 3 Kuta Utara 33,86 8,09% 29.821 3,8 4 Mengwi 82,00 15,59% 29.865 4,3 5 Abiansemal 69,01 16,49% 19.924 4,5 6 Petang 115,00 27,48% 6.697 4,0 Jumlah 418,52 100% 151.887 3,8

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, Tahun 2014

Kabupaten Badung berkembang menjadi daerah dengan beragam layanan

yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta seperti tersedianya pendidikan

tinggi negeri dan swasta, layanan kesehatan melalui rumah sakit umum dan

swastaberkualitas. Badung bertumbuh sebagai pusat kegiatan ekonomi di Bali

bagian selatan didukung oleh pesatnya perkembangan pariwisata sebagai tulang

punggung dari pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Badung dengan penduduk yang

multi etnis dari berbagai daerah di Indonesia hadir dengan tujuan untuk

memanfaatkan tersedianya sarana pendidikan berkualitas dan untuk mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik akibat dari terbukanya pekerjaan di dunia pariwisata.

Pembauran kehidupan sosial budaya masyarakat berbasis agama Hindu dengan

masyarakat pendatang berasal dari suku dan agama berbeda dengan beragam

pekerjaan berbeda dan sebagian besar pada usaha mikro mampu menjalin

keharmonisan untuk menunjang Badung sebagai daerah tujuan wisata dunia.

Page 126: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

101

5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Badung

Secara geografis Kabupaten Badung merupakan salah satu dari sembilan

Kabupaten dan Kota Provinsi Bali, dengan luas 418.52 Km2 atau 7,43% dari luas

Pulau Bali dengan luas kewenangan pengelolaan wilayah laut seluas 466,20 Km2

disepanjang 81,3 km garis pantai dari Pantai Mengening Kecamatan Mengwi

sampai dengan Pantai Tanjuang Benoa di Kecamatan Kuta Selatan. Memiliki

iklim tropis dengan musim kemarau dan musim hujan diselingi oleh musim

pancaroba. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kabupaten Badung (BPS Badung,

2013) mencatat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 373,6

mm dan curah hujan terendah 17,8 mm pada bulan Juli dengan suhu rata-rata

26,8c. Wilayah Kabupaten terletak antara 8°14"20"-8°50"48" Lintang Selatan dan

115o05"00" - 115°26"16" Bujur Timur. Badung berada pada posisi paling selatan

dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Batas Utara : Kabupaten Buleleng

2. Batas Timur : Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar

3. Batas Selatan : Samudera Indonesia

4. Batas Barat : Kabupaten Tabanan

Kabupaten Badung Utara terdiri dari daerah pegunungan dengan udara

sejuk berbatasan dengan Kabupaten Buleleng. Badung bagian tengah merupakan

daerah relatif datar, sebagian besar dimanfaatkan untuk persawahan, berbatasan

dengan Kabupaten Gianyar dan Kotamadya Denpasar di sebelah Timur dan

Kabupatan Tabanan bagian sebelah barat. Badung selatan merupakan dataran

rendah dengan pantai berpasir putih berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Page 127: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

102

Kecamatan Petang memiliki wilayah seluas 115 Km2 (27,48%) merupakan

wilayah yang paling luas di Kabupaten Badung Utara. Geografis Badung Utara

sebagian besar wilayahnya merupakan perbukitan, dengan tebing-tebing curam,

menjadi hulu dari beberapa sungai yang mengalir di Kabupaten Badung.

Penggunaan lahannya hampir 85,4 % (9.827 ha) dari luas keseluruhan 11.500 ha

berupa lahan pertanian dan 15 % (1.093 ha) diantaranya adalah lahan persawahan

dengan teras-teras disepanjang lereng bukit, sisanya berupa hutan seluas 1.525 ha,

dan permukiman 148 ha. Keseluruhan penduduk sebanyak 27.576 orang dengan

mata pencaharian sebagian besar penduduk sejumlah 19.303 orang (70 %) sebagai

petani. Mereka hidup terorganisir secara turun temurun, melakukan kegiatan

dalam lembaga Subak yaitu sistem pertanian tradisional masyarakat Bali.

Potensi wilayah Badung Utara sebagai masa depan agrowisata Bali telah

dijadikan prioritas utama untuk melindungi dan menjaga kelesatarian wilayah

pertanian di Desa Pelaga, Desa Bilok sebagai wilayah konsevasi di Kecamatan

Petang dan sekitarnya. Pengembangan hutan rakyat yang telah ditetapkan sebagai

kawasan penyangga perlu diperkuat sebagai strategi pengembangan Badung utara

untuk mempertahankan kelestarian alam dan keberlangungan hidup masyarakat

melalui: (1) pengendalian pemanfaatan ruang pada kawawan tangkap hujan dan

kawasan resap air, (2) agro bisnis perlu dikembangkan melalui tata kelola

pertanian yang terintegrasi melalui penyediaan sarana-prasarana produksi,

pengolahan hasil pertanian, (3) membantu pemasaran dan dukungan dari lembaga

keuangan (4) bekerjasama dengan perguruan tinggi berupa bantuan penyuluhan

Page 128: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

103

dan penelitian, (4) pembinaan sumberdaya masyarakat melalui pendidikan dan

pelatihan berkelanjutan, untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam

mengelola sumberdaya alam yang tersedia.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Badung untuk

mencapai tujuan yang direncanakan, melalui pendekatan model sebagai berikut:

(1) model Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif

Kondisi Pedesaan merupakan metode pendekatan yang memungkinkan

masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka

merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Hal ini sejalan dengan

peran yang dilakukan oleh Universitas Udayana dalam program pelayanan

masyarakat Petang membentuk kelompok Sadar Wisata untuk meningkatkan

pemahaman tentang manfaat pariwisata bagi kehidupan masyarakat. Model PRA

semakin meluas dilakukan sebagai landasan pembangunan di negara-negara

berkembang dan diakui kegunaannya dalam menganalisis paradigma

pembangunan berkelanjutan dengan menempatkan manusia sebagai inti dalam

proses dari pembangunan dimaksud. Peran manusia tidak hanya ditempatkan

sebagai penonton tetapi sebaliknya, harus berperan aktif dalam perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan dan dapat menikmati hasil pembangunan, (2) model

entrepreneurship capacity building (ECB), yaitu kerjasama dengan menciptakan

partner untuk membangun usaha-usaha mikro, bekerja sama dengan para ahli

dengan memberikan pelatihan, akses pasar dan lembaga keuangan dan (3) model

teknologi transfer (IT) yaitu model alih teknologi kemasyarakatan yang semakin

Page 129: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

104

berkembang untuk membantu masyarakat didalam mengatasi masalah-masalah

kehidupan. Secara garis besar kegiatan yang dilakukan dapat menjadi: (1) Usaha

objek agrowisata stroberi organik dikembangkan secara kemitraan dengan

masyarakat pemilik tanah, (2) Pemberdayaan pengolahan kuliner khas masyarakat

setempatdikembangkan menjadi industri rumah tangga, (4) Pengembangan Unit

Pengolahan Kopi fermentasi bagi Subak Abian, (5) Obyek wisata air terjun

Nungnung, jalur tracking obyek agrowisata di perkebunan jeruk dan kopi dan

Pura Pucak Mangu dikembangkan secara kemitraan dengan masyarakat setempat.

Badung Selatan didukung wilayah: (1) Pecatu dengan pemandangan laut

selatan yang eksotis dan Pura Uluwatu yang berkedudukan diatas tebing, (2)

Pantai kuta dan Jimbaran dengan udara hangat dengan pesisir pantai landai

dengan pemandangan sunset disenja hari menjadi daya tarik wisatawan, (3)

didukung obyek-obyek wisata Garuda Wisnu Kencana Cultural Park sebuah

taman wisata di Tanjung Benoa, pantai Dream Land pantai favorite bagi

wisatawan nusantara dan mancanegara. Kecamatan Kuta Selatan dengan wilayah

101,13 Km2 (24,16%), telah berkembang menjadi tempat investasi dari sejumlah

investor dengan penanam modal besar-besaran dengan dibangunnya hotel-hotel

berstandar internasional seperti Bulgari Resort, Ayana, Alila Villas Uluwatu, The

Edge Bali, Semara Luxury Villa Resorts dan lebih dari 30 (tiga puluh) hotel-hotel

mewah lainnya sebagai sumber pendapatan pajak. Pesatnya perkembangan

pariwisata di Kuta Selatan sekaligus menjadi penyumbang terbesar dari PDRB

Badung dan dengan tersedianya hampir semua fasilitas pariwisata memperkokoh

Badung Selatan sebagai pusat investasi bagi investor pariwisata internasional.

Page 130: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

105

Untuk menghindari terdegradasinya lingkungan dan keindahan alam di

Kabupaten Badung, pemerintah menyiapkan strategi optimalisasi pemanfaatan

tata ruang kawasan seperti pengendalian pembangunan di kawasan rawan

bencana. Sedangkan terkait dengan pelestarian pengembangan pariwisata

berkelanjutan (sustainable tourism development), pemerintah telah menyiapkan :

(1) sistem jaringan transportasi terpadu untuk memudahkan pengguna transportasi

menuju pusat-pusat kegiatan pariwisata, (2) pengembangan sarana-prasarana

pariwisata untuk kemudahan wisatawan mencapai pusat-pusat pembelanjaan, (3)

meningkatkan infrastruktur, serta obyek-obyek wisata berstandar internasional, (4)

ruang-ruang tidak harmonis menuju kawasan pariwisata diperindah, dijadikan

bernilai tambah sehingga bisa dinikmati oleh wisatawan.

5.1.2 Potensi Sarana dan Prasarana Kepariwisataan

Beragam potensi kepariwisataan di Kabupaten Badung sesuai dengan

ketentukan Undang-undang tentang Kepariwisataan Republik Indonesia seperti

diatur dalam pasal 22 Nomor 10 tahun 2009 telah memenuhi persyaratan

Kabupaten Badung sebagai sebuah destinasi wisata. Yang dipersyaratkan oleh

undang-undang seperti pembangunan fisik, penyediaan dan pengelolaan fasilitas

yang diperlukan untuk pariwisata tersedia di Kabupaten Badung.

Pemerintah mencatat penyediaan sarana dan prasarana pariwisata yang

dibangun menjadi pendukung terhadap peningkatan wisatawan mancanegara dan

nusantara berkunjung ke Kabupaten Badung dalam kurun waktu lima tahun

terakhir. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Kabupaten Badung,

Page 131: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

106

telah diimbangi dengan penambahan jumlah akomodasi wisata dari tahun 2009

sampai dengan tahun 2013. Hotel melati dari 505 dengan 11.463 menjadi 778

buah dengan 28.330 kamar, Pondok Wisata meningkat dari 395 dengan 1.986

menjadi 837 buah dengan 3.372 kamar. Perkecualian terjadi pada hotel berbintang

yang jumlahnya tidak berubah sebanyak 98 buah dari tahun 2009 sampai dengan

tahun 2013 dengan jumlah kamar sebanyak 16.360 kamar.

Selain penambahan jumlah kamar hotel, peningkatan jumlah sarana

pariwisata lainnya yang berkualitas meliputi rumah makan, bar dan restoran serta

sarana angkutan wisata tirta, pengadaan jasa transportasi. Hal ini dimaksudkan

untuk meningkatkan kualitas layanan bagi tamu-tamu mancanegara. Selain itu

pemerintah Kabupaten Badung memandang juga meningkatkan potensi agro

wisata sebagai wisata alam dan pengembangan komoditi hasil budidaya pertanian

di Badung utara. Untuk wisatawan nusantara obyek wisata Jembatan Tukad

Bangkung di Petang, Pantai Pandawa di Kecamatan Kuta Selatan yang dikenal

dengan sebutan pantai rahasia dengan latar belakang perbukitan dan ukiran batu

kapur Panca Pandawa yang dinikmati oleh wisatawan dalam dan luar negeri.

5.1.3 Lokasi dan Jenis Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung

Kabupaten Badung sangat kaya akan lokasi dan jenis daya tarik wisata

yang tersebar di enam kecamatan, yaitu: (1) Kuta Selatan, (2) Kuta, (3) Kuta

Utara, (4) Mengwi, (5) Abiansemal, (6) Petang, dan tersebar di lebih dari 15

kelurahan atau desa yang ada di kabupaten Badung. Adapun daya tarik tersebut

terdapat di desa: (1) Pecatu, sebanyak lima daya tarik wisata, (2) Benoa memiliki

Page 132: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

107

tiga daya tarik wisata, (3) Tanjung Benoa sebanyak tiga data tarik wisata, (4)

Jimbaran memiliki dua daya tarik wisata, (5) Desa Plaga memiliki dua daya tarik

wisata selebihnya (6) ungasan, (7) Jimbaran, (8) Tuban, (9) Legian, (10)

Kerobokan, (11) Canggu, (11) Munggu, (2) Kapal, (13) Mengwi, (14) Baha, (15)

Sangeh, (16) ) Petang , (17) Tibubeneng, dan (18) Sading serta (19) Legian.(20)

Blahkiuh, masing masing memiliki satu jenis daya tarik wisata.

Dari keseluruhan daya tarik wisatadi Kabupaten Badung yang berjumlah

33 lokasi sebanyak 21 lokasi atau 64 persen berada di wilayah Badung Selatan.

Sebagian besar berupa obyek wisata alam terutama wisata pantai yang berada

pada posisi strategis untuk berdirinya bermacam kelas dan kualitas hotel dan

restoran. Keindahan beberapa pantai di Kabupaten Badung seperti pantai Kuta,

Jimbaran, Siluban dan pantai Pandawa yang dikenal luas oleh wisatawan muda

untuk berselancar antara bulan Juni sampai dengan September setiap tahunnya.

Wisatawan berusia lebih lanjut yang sebagian besar merupakan wisatawan

mancanegara dari Eropa Barat seperti para cendikiawan atau pemerhati budaya

lebih tertarik dengan wisata budaya dan memilih tinggal di daerah yang lebih

tenang seperti di Nusa Dua atau di daerah tujuan wisata di Sanur di Denpasar.

Sedangkan wisatawan mancanegara yang tertarik dengan keindahan alam dan

lingkungan seperti wisata alam seperti pengelolaan pertanian sebagian besar

berkunjung ke wilayah Badung bagian utara di Kecamatan Petang dan sekitarnya,

selain menikmati keindahan alam dan wisata agro,juga menikmati jenis wisata

trekking, climbing dan bicycling. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 5.2

Page 133: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

108

Tabel 5.2 Jumlah dan Jenis Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten Badung

Tahun 2013

No Nama DTW Jenis DTW Lokasi Kecamatan Desa/Kelurahan

1 Kawasan Luar Pura Uluwatu Wisata Budaya Kuta Selatan Pecatu 2 Pantai Suluban Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu 3 Pantai Nyanyang Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu 4 Pantai Padang-Padang Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu 5 Pantai Labuan Sait Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu 6 Pantai Batu Pageh Wisata Alam Kuta Selatan Ungasan 7 Pantai Samuh Wisata Alam Kuta Selatan Benoa 8 Pantai Gerger Sawangan Wisata Alam Kuta Selatan Benoa 9 Pantai Nusa Dua Wisata Alam Kuta Selatan Benoa 10 Pantai Tanjung Benoa Wisata Alam Kuta Selatan T. Benoa 11 Pelestarian Penyu di Deluang Sari

Tanjung Benoa Wisata Alam Kuta Selatan T. Benoa

12 Taman rekreasi Hutan bakau Wisata Alam Kuta Selatan T. Benoa 13 Pantai Jimbaran Wisata Alam Kuta Selatan Jimbaran 14 Garuda Wisnu Kencana (GWK) Wisata Budaya Kuta Selatan Jimbaran 15 Pantai Kedonganan Wisata Budaya Kuta Tuban 16 Pantai Kuta Wisata Alam Kuta Kuta 17 Water Bom Wisata Buatan Kuta Kuta 18 Pantai Legian Wisata Alam Kuta Legian 19 Pantai Petitenget Wisata Alam Kuta Utara Kerobokan 20 Pantai Canggu Wisata Alam Kuta Utara Canggu 21 Pantai Seseh Wisata Alam Kuta Utara Munggu 22 Pura Sada Kapal Wisata Budaya Mengwi Kapal 23 Kawasan Luar Pura T. Ayun Wisata Budaya Mengwi Mengwi 24 Desa Wisata Baha Wisata Budaya Mengwi Baha 25 Bumi Perkemahan Blahkiuh Wisata Remaja Abiansemal Blahkiuh 26 Alas Pala Sangeh Wisata Alam Abiansemal Sangeh 27 Tanah Wuk Wisata Remaja Abiansemal Sangeh 28 Air Terjun Nungnung Wisata Alam Petang Plaga 29 Wisata Agro Pelaga Wisata Alam Petang Plaga 30 Kawasan Luar Pura Pucak Tedung Wisata Budaya Petang Petang 31 Pantai Brawa Wisata Alam Kuta Utara Tibubeneng 32 Kawasan Pura Keraban Langit Wisata Budaya Mengwi Sading 33 Monumen Tragedi Kemanusiaan

(MTK) Wisata Budaya Kuta Legian

Sumber: Dinas Pariwisata Badung, 2014.

Lokasi wisata di Badung Selatan seperti Kuta, Legian, Nusa Dua dan

Jimbaran terkenal dengan pesona alam pantainya, memiliki hampir semua fasilitas

yang dibutuhkan pariwisata yang serba menjanjikan kepuasan wisatawan tersedia

mulai dari yang datang untuk berselancar sampai kepada wisatawan tinggal di

hotel bertaraf internasional. Tersedianya penginapan mulai dari budget hotel

seperti hotel melati yang menjadi pilihan wisatawan low cost budget seperti

penggemar surfing atau wisatawan setara lainnya, juga hotel kelas menengah

Page 134: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

109

sampai kepada hotel dan villa bertaraf internasional melengkapi Badung Selatan

sebagai tujuan wisata favorit bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara.

Daya tarik wisata budaya yang berlokasi di kecamatan lainnya di Badung seperti

Kawasan Luar Pura Taman Ayun Mengwi (Royal Water Temple) yang dibangun

pada tahun 1634 oleh I Gusti Agung Putu raja pertama kerajaan Mengwi. Pura

dengan taman yang indah ini pada tahun 2002 diusulkan oleh Pemda Bali kepada

UNESCO sebagai satu World Heritage List, sebagai salah satu arsitektur kuno.

Sebagai tempat persembahyangan milik keluarga Raja Mengwi,Pura

Taman Ayun mencerminkan kebersamaan, kedamaian rohani antara manusia dan

keindahan alam disekitarnya. Konsep Pura Taman Ayun sebagai tempat suci

tempat pemujaan umat Hindu yang merefleksikan filosofi Tri Hita Karana dan

berfungsi sebagai Subak yaitu sebuah konsep sistem pengairan tradisional yang

telah berlaku secara turun temurun yang juga dimanfaatkan untuk

keberlangsungan hidup masyarakat disekitar pura. Pura Taman Ayun tidak hanya

menjadi sebuah daya tarik wisata, tetapi juga dimanfaatkan untuk kebutuhan

masyarakat seperti untuk mengairi tanah pertanian disekitar pura. Hal ini

dilakukan melalui sistem aliran air yang saling berhubungan dari danau-danau

kecil yang terdapat di dalam dan di luar pura, dialirkan ke daerah pertanian ke

arah selatan Pura Taman Ayun. Kabupaten Badung yang secara geografis terletak

di pusat kegiatan pariwisata didukung oleh beragam daya tarik wisata alam dan

kehidupan sosial budaya yang hangat dan keunikan masyarakat, menjadi salah

satu indikator bagi wisatawan untuk tinggal lebih lama di Kabupaten Badung.

Data kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Badung selama

tahun 2009-2013 disajiakan pada Tabel 5.3.

Page 135: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

110

Tabel 5.3 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Kabupaten Badung

Tahun 2009 -2013

No Bulan Tahun/Jumlah (orang) Pertumbuhan 2009 2010 2011 2012 2013

1 Januari 164,643 168,923 202,660 248,289 207,677 16,35%

2 Pebruari 139,370 187,781 201,320 219,475 219,379 8.70%

3 Maret 161,169 194,482 201,833 227,846 224,597 6,32%

4 April 179,879 178,549 221,014 219,984 229,639 3,75%

5 Mei 181,983 196,719 204,489 215,868 242,205 0,70%

6 Juni 190,617 219,574 240,154 238,296 272,548 1,92%

7 Juli 224,636 247,778 278,041 258,781 294,651 3,82%

8 Agustus 222,441 236,080 250,835 254,020 305,620 6,04%

9 September 208,185 229,573 251,737 243,722 305,667 8,26%

10 Oktober 210,935 223,643 241,370 255,709 262,440 7,66%

11 Nopember 163,531 194,152 216,402 241,985 293,826 8,93%

12 Desember 182,556 215,804 246,880 268,044 290,194 8,86% Jumlah 2,229,945 2,493,058 2,756,579 2,892,019 3,148,443 81,36% Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2014

5.1.4 Gini Ratio Kabupaten Badung Teori ketimpangan distribusi pendapatan diperkenalkan oleh (Kuznets,

1955) dikenal dengan Inverted U Hypothesis atau Hipotesis U Terbalik. Kuznets

berpendapat bahwa pada awal pembangunan akan terjadi distribusi pendapatan

yang tidak merata dimana orang kaya akan mengumpulkan harta lebih banyak dari

orang miskin (the rich accumulate more wealth than the poor) dan pada tingkat

pembangunan tertentu distribusi pendapatan menjadi semakin merata. Sedangkan

realitas menunjukkan sebaliknya dimana ketika perkembangan pembangunan di

bidang pariwisata semakin tinggi di Kabupaten Badung ketimpangan pendapatan

di masyarakat menjadi semakin lebar. Untuk mengetahui kondisi sosial dan

kemiskinan masyarakat di Kabupaten Badung dapat dilihat dari indikator

Page 136: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

111

ketimpangan distribusi pendapatan dari 40 persen jumlah penduduk

berpendapatan terendah yang berada di Kabupaten Badung. Rasio Gini Kabupaten

Badung Tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2015

Gambar 5.1

Data Gini Ratio Provinsi Bali Tahun 2000 – 2013

Dengan memakai ukuran ketimpangan rasio gini berkisar antara 0-1,

terlihat pergerakan peningkatan rasio gini Kabupatern Badung dengan nilai

0,2273 pada tahun 2009 yang tergolong ketimpangan rendah (0-0,35), menjadi

ketimpangan sedang yaitu 0,3468 mendekati 0,35 pada tahun 2013 (BPS Badung,

2015). Terkait dengan semakin tajamnya ketimpangan pendapatan masyarakat,

pemerintah Kabupaten Badung memperkenalkan program bagi kelompok

masyarakat yang berpendapatan rendah dengan membuka akses terhadap sumber

daya ekonomi dan sumber daya lainnya dibidang pariwisata.

Page 137: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

112

Untuk memahami gambaran lebih mendalam tentang tingkat kemiskinan

dan ketimpangan pendapatan masyarakat Desa Pelaga, Bilok Sidan, Desa Pecatu

dan Jimbaran dapat dilihat dari data RTS tentang seperti tersedia pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jumlah RTS Menurut Status Kesejahteraan Hasil PPLS 2011

Kode Kecamatan/Desa Status Kesejahteraan

Jumlah 1 2 3

KUTA SELATAN 182 300 262 744 PECATU 31 68 45 144 UNGASAN 11 31 31 73 KUTUH 17 39 33 89 BENOA 49 38 40 127 TANJUNG BENOA 10 14 17 41 JIMBARAN 64 110 96 270

PETANG 540 788 700 2.028 CARANGSARI 64 129 156 349 GETASAN 42 50 36 128 PANGSAN 7 35 55 97 PETANG 51 107 78 236 SULANGAI 51 88 60 199 PELAGA 136 235 248 619 BELOK/SIDAN 189 144 67 400

JUMLAH 722 1.088 962 2.772 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2015 Keterangan : 1. Sangat miskin; 2. Miskin; 3. Hampir miskin Data BPS Badung terakhir pada tahum 2011 tentang kemiskinan

menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan sangat signifikan antara Rumah

Tangga Sasaran (RTS) dengan status sangat miskin Plaga dan Bilok Sidan

sejumlah 325 RTS dengan 379 RTS miskin dan 315 RTS hampir miskin.

Sedangkan di Badung Selatan daerah penelitian Pecatu dan Jimbaran mencatar

sejumlah 95 RTS sangat miskin, 178 RTS miskin dan 141 RTS hampir miskin.

Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pengentasan kemiskinan sebesar

40,3 persen di Pecatu, jauh lebih tinggi dari pengentasan masyarakat sangat

Page 138: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

113

miskin sebesar 20,5 persen dan masyarakat hampir miskin sebesar 35,2 persen

dari masyarakat sangat miskin. Berbeda dengan di Plaga dan Belok Sidan, Desa

Plaga dengan jumlah 619 RTS, terdiri dari 136 RTS sangat miskin, 235 RTS

miskin dan 248 RTS hampir miskin. Sedangkan Desa Belok Sidan memiliki 400

RTS dengan 189 RTS sangat miskin, 144 RTS miskin dan 67 RTS hampir miskin.

Data terakhir yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten Badung tentang

kemiskinan di Badung Utara dan Badung Selatan disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa Plaga berhasil ditingkatkan. Hal ini

dimungkinkan sebab perekonomian Plaga sudah lebih diberdayakan melalui

pengembangan agrobisnis khususnya asparagus dengan kualitas tinggi.

2. Terdapat ketimpangan yang signifikan antara Desa Belok Sidan dengan Desa

Plaga walaupun merupakan desa yang bertetangga.

3. Terdapat ketimpangan antar-desa yang sangat tinggi, yaitu Kecamatan Kuta

Selatan memilik 744 RTS sedangkan Kecamatan Petang dengan 2.028 RTS.

Untuk meningkatkan nilai lebih dari hasil pertanian dan kehutanan dalam

upaya meningkatkan perekonomian dan daya beli masyarakat di Badung Utara,

diperlukan dukungan pemerintah yang lebih intensif terhadap pengembangan

diversifikasi produk-produk pertanian dan mengembalikan penanganan asparagus

dan strawberry yang pernah menjadi produk unggulan pertanian Badung Utara.

Sedangkan untuk menghasilkan produk kehutanan yang sementara ini lebih

banyak dipakai untuk kebutuhan lokal, diperlukan dukungan pemerintah untuk

memaksimalkan pengelolaan hasil kehutanan menjadi produk berkualitas untuk

kebutuhan industri. Perlunya bantuan alat-alat produksi modern dan

pemberdayaan melalui kewirausahaan untuk kesejahteraan masyararakat.

Page 139: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

114

Pola penanganan kemiskinan di Jimbaran terutama kemiskinan absolut

dilakukan oleh Pemerintah Desa sebagai berikut: (1) bantuan bedah rumah dengan

nilai Rp. 30.000.000 untuk setiap RTS ditingkatkan menjadi bantuan

pembangunan rumah siap pakai senilai Rp. 125.000.000 untuk setiap RTS, (2)

Pemerintah Desa merencanakan pembangunan rumah minimal untuk 2 (dua) RTS

setiap tahunnya, (3) untuk meringankan beban masyarakat terhadap kemiskinan

relatif, pemerintah memberikan beasiswa untuk tingkat Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas kepada anak-anak keluarga

miskin. Pengeluaran yang dulunya memberatkan masyarakat miskin terkait

dengan biaya sosial seperti iuran untuk upacara di Desa, kebersihan dan keamanan

dan santunan untuk kematian yang dulunya menjadi biaya pribadi, sekarang

diambil alih menjadi tanggung jawab desa. Sumber untuk pengentasan

kemiskinan yang diperoleh desa berasal dari: (1) partisipasi para pemangku

kepentingan pariwisata dari tingkat yang paling bawah seperti para pedagang kecil

(usaha mikro), (2) toko-toko permanen dan semi permanen, (3) restauran besar

dan kecil, (4) hotel melati, villa, hotel berstandar nasional sampai internasional,

dan (5) setiap usaha lainnya yang berdomisili di Desa Jimbaran.

Kemiskinan di Desa Pecatu yang tersisa dalam hitungan puluhan sejak

tahun 2014, pola penanganan kemiskinannya masih dilakukan dengan pola bedah

rumah. Sedangkan khusus untuk pengentasan kemiskinan relatif sejalan dengan

apa yang dilakukan di Desa Jimbaran. Sumber dana untuk pembangunan desa

termasuk didalamnya pengentasan kemiskinan, terutama didapat dari hasil

pengelolaan obyek wisata Desa Pecatu. Pendapatan Desa Pecatu sebesar

Rp.21.000.000.000 setiap tahunnya sebagian disetor kepada Pemerintah

Page 140: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

115

Kabupaten Badung sesuai dengan yang diatur oleh peraturan daerah dan sisanya

dibagikan ke tiga banjar di Desa Pecatu yaitu Desa Tengah, Desa Kangin dan

Desa Kauh masing-masing mendapat Rp.6.000.000.000. Bermacam kewajiban

masyarakat yang dulunya menjadi tanggungan masyarakat sekarang menjadi

tanggungan Desa Pecatu. Dilihat dari kemiskinan absolut, jumlah RTS di Kuta

Selatan lebih rendah dan homogin jika dibandingkan dengan kemiskinan absolut

di Kecamatan Petang. Hasil penelitian ini masih relevan dengan hasil diskusi

group terfokus yaitu: (1) kemiskinan absolut di Kecamatan Kuta Selatan jauh

lebih rendah dari Kabupaten Petang. Ini mendukung fakta bahwa Kuta Selatan

sebagai pusat kegiatan pariwisata lebih berdaya secara ekonomi, (2) sementara

jumlah RTS di Desa Petang jauh lebih banyak karena rendahnya pergerakan

sektor perekonomianrakyat setempat untuk menghasilkan barang-barang dan jasa

yang bernilai tambah, dan (3) masih terjadinya ketimpangan yang cukup besar

antar desa-desa di Kecamatan Petang.

5.1.5 Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Badung

Diberbagai penelitian yang dilakukan di negara sedang berkembang

menyatakan bahwa sektor pariwisata atau secara lebih spesifik pengembangan

sektor pariwisata mempunyai potensi sangat besar untuk mengurangi kemiskinan.

Pengembangan pariwisata sebagai bagian dari pembangunan nasionalyang

bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, menurut paham neoliberalime merupakan

bagian dari konsep perdagangan bebas yang menekankan kepada kebebasan

pengelolaan ekonomi dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini secara konstitusi

bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang mengatur bahwa bumi, air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

Page 141: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

116

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa kekayaan alam

sebagai milik bersama dan bukan milik perusahaan asing atau kelompok tertentu.

Program pengentasan kemiskinan sesuai dengan visi dan misi Kabupaten

Badung yaitu pengentasan kemiskinan bekerjasama dengan sektor swasta

mewujudkan pencapaian ekonomi, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan.

Konsep pengentasan kemiskinan ini sejalan dengan teori Sosial Demokrat tentang

perlunya keterlibatan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Sedangkan

pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat sejalan dengan

pemerintah terkait dengan pembangunan berkelanjutan

Sebagai bagian dari isu global, pengentasan kemiskinan dilakukan dalam

bentuk kerja sama dengan sektor pariwisata dan sektor swasta lainnya dengan

memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kontribusi

menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan dengan

mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya

(Ardianto dan Machfudz, 2011: 35). CSR dewasa ini masih belum teregulasi

dengan baik dan masih bersifat insidentil pada umumnya dikaitkan dengan even-

even tertentu misalnya untuk merayakan hari jadi perusahaan, atau peringatan hari

kemerdekaan, atau dalam bentuk kegiatan sosial lainnya seperti membersihkan

pantai, membuat tong sampah di kawasan pariwisata, menanam pohon mangrove,

pemberian beasiswa kepada anak-anak karyawan dan sumbangan barang-barang

ex hotel dan villa. Komitmen sektor swasta sebagai bagian dari tanggung jawab

sosial untuk mengentaskan kemiskinan melalui CSR masih sangat kecil jika

dibandingkan dengan total pebisnis swasta di Kabupaten Badung sebagai berikut.

Selama tahun 2009-2013 program bedah rumah menempati urutan teratas

Page 142: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

117

didukung oleh 6 (enam) perusahan swasta dengan total CSR sebesar Rp.

2.513.250.500 diikuti program program beasiswa sebagai program populer

didukung oleh dua puluh perusahaan dengan jumlah CSR sebesar Rp.

124.926.500 dan sisanya berupa pemberian sembako. Dilihat dari jumlah

kontribusi yang disalurkan perusahaan swasta kepada pemerintah untuk

kesejahteraan masyarakat masih sangat kecil. CSR menghadapi persepsi bahwa

perusahaan sudah membayar pajak daerah dan karenanya CSR merupakan biaya

tambahan yang membebani perusahaan. Pengikut CSR di Kabupaten Badung

masih terbatas pada kontribusi dari perusahan daerah dan dari sektor perhotelan.

5.2 Gambaran Umum Desa Penelitian

Alasan menentukan lokasi penelitian di Badung Utara dan Badung Selatan

didasarkan kepada strategi pengembangan wilayah dicanangkan oleh Pemerintah

Kabupaten Badung masing-masing sebagai daerah konservasi dan pengembangan

integral untuk daerah Plaga dan Bilok Sidan, dan pengembangan pariwisata untuk

daerah Jimbaran dan Pecatu di Badung Selatan dengan gambaran sebagai berikut:

5.2.1 Desa Pelaga

Desa Plaga merupakan dataran terdiri dari daerah pertanian, perkebunan,

kehutanan peternakan dengan fungsi utama sebagai daerah konservasi dan

wilayah pengembangan pertanian terintegrasi dengan penekanan pada pertanian

bertumpu pada agro wisata dan wisata alam. Untuk tujuan pengembangan ini

Pemerintah Kabupaten Badung telah melakukan program-program meningkatkan

kuantitas dan kualitas produk-produk hasil pertanian, perikanan, peternakan yang

dikelola kelola masyarakat setempat melalui pengembangan teknologi pertanian

Page 143: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

118

sayur mayur dan asparagus berkualitas. Program peningkatan sumber daya

manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Badung, seperti melalui

pameran produk-produk pertanian bekerjasama dengan swasta dan meningkatkan

pemasaran dari hasil pertanian telah berhasil meningkatkan citra produk pertanian

untuk kepentingan pariwisata.

5.2.2 Desa Belok Sidan

Desa Bilok Sidan memiliki geografis yang sama dengan Desa Plaga

merupakan daerah pertumbuhan agribisnis masa depan untuk menciptakan variasi

komoditas unggulan yang mampu menciptakan produk-produk pertanian

berkualitas ekspor. Dari hasil diskusi grup terfokus di Bilok Sidan, dewasa ini

hasil produk pertanian baik di Desa Plaga dan Desa Belok Sidan masih berkualitas

rendah dan perlu terus ditingkatkan untuk bisa diterima untuk kebutuhan pasar

pariwisata. Dukungan pemerintah melalui program pro growth diikuti dengan

dukungan mengembangkan pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui kemudahan

akses permodalan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

5.2.3 Desa Jimbaran

Sebagai pusat pengembangan pariwisata, daerah Kuta Selatan khususnya

Desa Jimbaran merupakan pionir dari daerah tujuan wisata, diawali dengan

berdirinya Hotel Bali Intercontinental dan Four Seasons Jimbaran. Sebagai daerah

strategis dekat dengan Bandara Internasional Ngurah Rai, Kuta Selatan menjadi

magnet berdirinya hotel-hotel berbintang, restoran berkualitas internasional. Desa

Jimbaran bersama-sama dengan Desa Pecatu di Kecamatan Kuta Selatan

merupakan salah satu penyumbang PHR terbesar bagi Kabupaten Badung.

Page 144: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

119

5.2.4 Desa Pecatu

Desa Pecatu di Kecamatan Kuta Selatan dengan Pura Uluwatu, sebagai

salah satu tempat pemujaan masyarakat Bali memiliki posisi sangat penting dalam

kegiatan Agama Hindu, dewasa ini menjadi pusat kegiatan pariwisata dalam skala

nasional dan internasional. Dengan karakteristik pantai dan tebing yang indah dan

udara hangat, wilayah Kuta Selatan berkembang cepat, menjadi incaran investor

untuk pembangunan berbagai aspek sarana pariwisata. Sebelum berkembangnya

pariwisata, sebagian besar masyarakat di Desa Pecatu hidup dengan bertanam padi

tadah hujan dan palawija sebagai sumber mata pencaharian utama. Sulitnya

kondisi perekonomian menyebabkan banyak masyarakat Pecatu mengikuti

program transmigrasi. Dengan dibangunnya kampus Universitas Udayana di

Bukit dan dikembangkannya Kawasan Nusa Dua dan Pecatu menjadi alternatif

pengembangan pariwisata di Badung Selatan maka Desa Pecatu berkembang

menjadi kawasan pariwisata. Dari hasil diskusi group terfokus dengan tokoh

masyarakat Pecatu, dewasa ini pendapatan dari hasil kunjungan wisatawan ke

Uluwatu mencapai Rp.21.000.000.000 setiap tahunnya dan setelah membayarkan

kewajiban desa ke pemerintah daerah, sisanya dibagikan ke tiga banjar di Desa

Pecatu masing-masing Rp. 6.000.000.000 untuk kesejahteraan masyarakat.

5.3 Deskripsi Pariwisata dan Ekonomi Kabupaten Badung

5.3.1 Perkembangan Pariwisata Kabupaten Badung

Sejalan dengan tantangan dan dinamika Otonomi Daerah, Pemerintah

Kabupaten Badung melakukan kajian dan tindakan inovatif dalam menggerakkan

Page 145: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

120

perekonomian untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan aset

potensial secara profesional berdampak positif bagi perekonomian daerah.

Dinas Pariwisata Badung (2014: 5) menyatakan bahwa dari keseluruhan

pendapatan asli daerah Badung, sejumlah sembilan puluh persen merupakan

kontribusi dari hasil pariwisata dan tujuh puluh persen dari padanya berasal dari

PHR. Pesatnya pertumbuhan pariwista di daerah Kuta dan Jimbaran dengan

berdirinya hotel-hotel berbintang, restoran berkualitas internasional dan didukung

oleh sarana penunjang lainnya seperti tersedianya sarana-sarana yang menyiapkan

keperluan wisatawan berkontribusi terhadap peningkatnya PDRB Badung. Untuk

meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata pemerintah menaruh perhatian

khusus dan visi dan misi pengembangan pariwisata yang selektif dan bervariatif.

Pengembangan pariwisata menurut pandangan Fridgen (1996: 219-221)

mendatangkan dampak positif dan dampak negatif, harus diantisipasi oleh

Pemerintah Kabupaten Badung untuk menjaga keseimbangan antara besarnya

dampak positif (benefits) yang didapat, dibandingkan dengan kerugian (cost/lost)

yang diterima oleh pemerintah dan yang dinikmati oleh masyarakat Kabupaten

Badung. Langkah-langkah untuk menghindari rusaknya lingkungan, menurunnya

kualitas air akibat exploitasi berlebihan untuk pariwisata, hilangnya tanah

pertanian tulang punggung budaya masyarakat merupakan priorias utama yang

harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Sejalan dengan Fridgen,

secara umum dampak positif dari pertumbuhan pariwisata di Kabupaten Badung

dapat dilihat dari: (1) Semakin terbukanya peluang kerja bagi masyarakat

(increase in employment), (2) munculnya kegiatan usaha baru dan beragam

(Stimulation and increase in business diversity) yaitu mulai dari berkembanganya

Page 146: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

121

perekonomian mikro sampai dengan pertumbuhan investasi dalam sekala besar,

(3) meningkatnya perdagangan barang dan jasa di Kabupaten Badung. Dampak

positif pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang diterapkan di Kabupaten

Badung Selatan khususnya oleh manajemen pengelola obyek wisata khususnya

Obyek Wisata Uluwatu terlihat dari partisipasi masyarakat terlihat dalam

penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang dilibatkan sebagai karyawan,

terciptanya kegiatan usaha kecil di sekitar daya tarik wisata dengan menyiapkan

tempat usaha bagi masyarakat untuk berjualan menyiapkan kebutuhan wisatawan

dan pengunjung lainnya yang berkunjung ke Uluwatu. Konsep pengembangan

ekonomi makro yang diterapkan kepada masyarakat lokal khususnya masyarakat

Uluwatu telah menghasilkan dampak positif berupa peningkatan kehidupan

ekonomi kemasyarakatan yang dinikmati oleh masyarakat Uluwatu. Dampak

positif yang dirasakan oleh masyarakat antara lain: (1) tumbuhnya kebanggaan

masyarakat dengan dikembangkannya daya tarik wisata di daerahnya (increase in

community pride and concern for community history, culture, attraction, and

artifacts), (2) menggali potensi seni pertunjukan di masyarakat untuk

dipersembahkan kepada wisatawan yang berkunjung ke Uluwatu berdampak

terhadap kesejahteraan masyarakat dan menurunnya kemiskinan di desa Pecatu.

Sedangkan dampak negatif dari pengembangan pariwisata di Kabupaten

Badung dapat dilihat dari: (1) hilangnya tanah persawahan akibat pemanfaatan

yang berlebihan untuk kebutuhan pariwisata dan dampak negatif lainnya yang

berujung pada rusaknya lingkungan (damage to the environment), (2)

meningkatnya penduduk urban dan tersedianya sarana transportasi pribadi

berdampak terhadap kemacematan lalu lintas (increse in number of people and

Page 147: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

122

vehicle, resuslting in congestion), dan (3) bertumbuhnya investasi dalam sekala

besar berdampak terhadap semakin meningkatnya biaya hidup bagi orang miskin.

Visi Pemerintah Kabupaten Badung yaitu mengembangkan pariwisata

berkelanjutan berkualitas, ramah lingkungan dan berwawasan budaya dengan

melibatkan masyarakat sejalan dengan pandangan (Mowforth dan Munt, 2009:

98-99) tentang pengembangan pariwisata berkelanjutan yaitu: (1) menjaga

kehidupan sosial yang harmonis (social sustainability) dari dampak negatif

pengembangan pariwisata didaerah tujuan wisata tertentu, (2) memberikan

pendidikan kepada masyarakatsebagai penerus tradisi agar mampu menjaga

keberlangsungan warisan budaya secara berkelanjutan (cultural sustainability)

dari pengaruh negatif budaya luar, (3) menjaga agar perkembangan pariwisata

menjadi kekuatan bagi sumber pertumbuhan perekonomian berkelanjutan

(economic sustainability), bagi bagi masyarakat luas dan sanggup memberi

dampak positif terhadap mengentasan kemiskinan (poverty reduction), (4)

menjaga pelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang terbatas

(environmental sustainability) untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan, (5)

mendidik masyarakat sebagai sebuah proses (education element) untuk saling

mengerti dan saling menghormati antara wisatawan dan masyarakat sebagai tuan

rumah (host) dan secara bersama-sama menjaga pertumbuhan pariwisata tanpa

merusak lingkungan melalui peningkatkan pembelajaran sosial budaya

masyarakat, (6) memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi

secara langsung dalam pengelolaan pariwisata dan (7) melakukan pelestarian

terhadap peninggalan bersejarah (cultural heritage) melalui bantuan kerjasama

dengan United Nations Educational Sience and Cultural Organization

(UNESCO) untuk merestorasi bangunan kuno.

Page 148: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

123

Pengembangan pariwisata di Badung Selatan khususnya pengelolaan daya

tarik wisata Uluwatu, dilakukan melalui proses panjang dengan tahapan yang

memakan waktu lama dengan melibatkan masyarakat didampingi oleh pimpinan

non-formal setempat (Yoppe, 1996). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Fridgen (1996: 219-221) yang menyatakan bahwa pengembangan pariwisata

memerlukan waktu panjang dengan melibatkan masyarakat dari perencanaan

menuju kepada perkembangan pembangunan fisik sampai pemberian layanan

yang diberikan kepada wisatawan. Selama proses pengembangan obyek wisata,

masyarakat diberikan pemahaman agar tujuan wisata Uluwatu mampu berperan

positif di dalam pengentasan kemiskinan bagi masyarakat lokal. Dinamisnya

perkembangan obyek wisata Uluwatu, menuntut pengelolaan obyek wisata yang

profesional dan mandiri. Obyek wisata Uluwatu yang awalnya dikelola oleh Desa

Adat, sejak bulan Juni 2014 dikelola oleh manajeman yang berdiri sendiri.

Dampak positif pengelolaan berbasis masyarakat yang diterapkan oleh

manajemen pengelola obyek wisata Uluwatu sejalan dengan yang dinyatakan

Fridgen (1996) terlihat dari partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan

pariwisata dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang dilibatkan

sebagai karyawan (increase in employement), terciptanya kegiatan usaha kecil di

sekitar daya tarik wisata (stimulation of business activity) dengan menyiapkan

tempat usaha bagi masyarakat untuk berjualan menyiapkan kebutuhan wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara serta para pengunjung lainnya yang

berkunjung ke Uluwatu. Konsep pengembangan ekonomi makro yang diterapkan

kepada masyarakat lokal khususnya masyarakat Uluwatu telah menghasilkan

dampak positif berupa peningkatan kehidupan ekonomi kemasyarakatan yang

Page 149: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

124

dinikmati oleh masyarakat Uluwatu. Dampak positif lainnyayang dirasakan oleh

masyarakat: (1) tumbuhnya kebanggaan masyarakat dengan dikembangkannya

daya tarik wisata di daerahnya (increase in community pride and concern for

community history, culture, attraction, and artifacts), (2) dengan menggali potensi

seni pertunjukan yang tersedia di masyarakat untuk dipersembahkan secara teratur

kepada wisatawan yang berkunjung ke Uluwatu berdampak terhadap

kesejahteraan masyarakat dan menurunnya kemiskinan di desa Pecatu.

Untuk mencapai tingkat perkembangan yang direncanakan untuk tahun

2000-2013 dari indikator-indikator perkembangan pariwisata yang tersedia,

Pemerintah Kabupaten Badung menggunakan empat indikator yang diukur untuk

memperkuat landasan misi pemerintah untuk mengetahui dampak perkembangan

pariwisata terhadap peningkatan kinerja perekonomian. Indikator ini merupakan

indikator utama untuk melihat sejauh mana dampak perkembangan pariwisata di

Kabupaten Badung dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomi bagi

masyarakat miskin di daerah Kabupaten Badung dan sejauh mana pendapatan

yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Badung melalui kontribusi dari

pemasukan pajak kegiatan perdagangan hotel dan restoran dapat dimanfaatkan

untuk pengentasan kemiskinan di Kabupaten Badung. Indikator-indukator yang

dimaksud adalah: (1) jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan

nusantara yang datang ke Kabupaten Badung, (2) jumlah penerimaan pajak hotel

dan restoran khususnya yang bersumber dari Badung Selatan sebagai kontributor

PHR terbesar untuk Kabupaten Badung, (3) peningkatan lama tinggal wisatawan,

dan (4) pengeluaran wisatawan selama mereka tinggal di Kabupaten Badung.

Variabel perkembangan pariwisata selanjutnya terlihat pada Tabel 5.5.

Page 150: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

125

Tabel 5.5 Perkembangan Beberapa Indikator Pariwisata

Di Kabupaten Badung (X1)

Jumlah Kunjungan

Wisatawan (orang) (X1.1)

Kontribusi PHR (Dalam Jutaan)

(X1.2)

Lama Tinggal Wisatawan / Hari (X1.3)

Pengeluaran Wisatawan / Hari (X1.3)

2000 466,111 1,551,722.82 5,90 819,213 2001 1,128,940 1,760,542.27 4,44 822,990 2002 382,443 1,982,526.74 5,28 826,768 2003 249,845 2,183,219.66 4,00 830,545 2004 223,548 2,420,490.15 4,20 834,323 2005 383,613 2,815,368.11 4,08 838,100 2006 497,899 3,024,626.55 3,97 841,878 2007 473,774 3,427,697.13 3,74 845,655 2008 734,861 3,973,530.83 3,85 792,500 2009 812,489 4,898,698.14 3,93 913,060 2010 774,753 5,467,109.15 3,75 839,460 2011 682,382 5,998,644.44 3,60 891,483 2012 1,092,413 6,508,632.44 3,60 926,890 2013 1,192,129 7,260,307.93 3,55 801,195 Total 5.215,607 47.540.361,120 47,550 10.181,857 Rata-Rata 401,201 3.656.950,855 3,66 783,220

Sumber : BPS Kabupaten Badung, BAPPEDA Bali Data Diolah 2014 Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dapat dilihat rata-rata kunjungan wisatawan

mancanegara dan nusantara tahun 2000-2013 ke Kabupaten Badung sebanyak

401.201 wisatawan. Menurut (BPS Badung, 2014) hal ini berdampak langsung

langsung terhadap kontribusi rata-rata penerimaan PHR sebesar Rp.3.656.950,855

juta/tahun dengan rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara dan nusantara

selama 3,66 hari, dan rata-rata pengeluran wisatawan sebesar Rp. 783.220/hari.

Dengan semakin meningkatnya pendapatan PHR Kabupaten Badung akan

memudahkan pemerintah untuk melaksanakan program-program pengentasan

kemiskinan di kantong-kantong pariwisata di Kabupaten Badung.

Data BPS Kabupaten Badung menyatakan bahwa jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara pada masa krisis ekonomi tahun

Page 151: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

126

1978tidak menunjukkan penurunan kunjungan wisatawan, tetapi malah terjadi

sebaliknya dimana jumlah kunjungan wisatawan meningkat sangat signifikan

dengan dengan pencapaian jumlah kunjungan tertinggi pada tahun 2012 yaitu

sebanyak 1,092,413 wisatawan dan pada tahun 2013 sebanyak 1,192,129 wisatawan.

Sedangkan rata-rata kontribusi pajak Hotel dan restoran Kabupaten Badung tahun

2000-2013 sebesar Rp. 3.656.950,855 juta/tahun. Kedua komponen ini merupakan

indikator pendukung terhadap terjadinya peningkatan kinerja perekonomian

sebagai pendukung dari program mengentaskan kemiskinan di Kabupaten

Badung. Hal ini dimungkinkan terjadi akibatkan dari pertumbuhan pariwisata

internasional dan dampaknya terhadap pariwisata Kabupaten Badung yang

mencapai 1,087 miliarwisatawan, dengan jumlah pendapatan pariwisata dunia

mencapai USD 1.159 miliar, dan pendapatan Produk Domestik Bruto Dunia

menjadi USD 7.227,1 juta pada tahun 2013 (UNWTO, 2014).

Hasil diskusi group terfokus tentang perkembangan pariwisata Kabupaten

Badung dapat digambarkan sebagai berikut: (1) pesatnya pertumbuhan pariwisata

Kabupaten Badung utamanya didukung oleh peningkatan terus menerus jumlah

kunjungan wisatawan dan terjadinya peningkatan pendapatan PDRB dari tahun ke

tahun. Peningkatan kedua indikator dimaksud berdampak positif dan signifikan

terhadap kenerja perkonomian tetapi masih belum sepenuhnya mampu

menuntaskan kemiskinan di Kabupaten Badung, (2) laju pertumbuhan pariwisata

di Kabupaten Badung dikhawatirkan berdampak negatif akibat dari berbagai

aspek kebijakan seperti pemanfaatan tanah pertanian produktif yang tidak

terkendali. Tanah rakyat dibeli dengan harga murah untuk kepentingan pariwisata

dan berdampak langsung terhadap sulitnya masyarakat Badung membeli tanah

untuk kepentingan sendiri, (3) terhadap inkonsistensi dari penerapan peraturan

Page 152: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

127

pemerintah terhadap pengembangan pariwisata berdampak semakin menambah

semerawutnya pembangunan pariwisata dan mempercepat terdegradasinya

sumber-sumber air bersih dan rusaknya lingkungan, sumber daya alam dan

hilangnya jalur hijau semakin tidak jelasnya rencana pengembangan pariwisata di

Kabupaten Badung, (4) pemilikan dan pengelolaan pariwisata berbasis kapitalis

dengan modal besar, tidak mungkin dilakukan orang lokal. Masyarakat lokal akan

menjadi penonton di daerahnya sendiri tanpa berdaya untuk menikmati hasil

pariwisata, (5) lemahnya daya tahan masyarakat Badung memperlemah ketahanan

budaya dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, (6) laju pertumbuhan

pariwisata berbanding lurus dengan kehancuran yang ditimbulkan oleh pariwisata

itu sendiri seperti bergesernya pola hidup masyarakat menjadi rasionalis, (7)

semakin besarnya jumlah penduduk urban dari tahun ketahun berdampak terhadap

terjadinya perubahan demografi, dengan semakin bergesernya norma-norma

kehidupan masyarakat dan semakin terdesaknya penduduk lokal, (8) semakin

bergesernya pola hidup masyarakat mengikuti pola hidup konsumtif, (9)

pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja didominasi oleh masyarakat

pendatang. Dengan hidup hemat, disiplin dengan etos kerja lebih tinggi dari

masyarakat lokal berdampak dengan semakin terdesaknya masyarakat lokal,

memunculkan masyarakat miskin dan semakin terpinggirkan di daerahnya sendiri.

5.3.2 Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung

Hasil kinerja perekonomian Kabupaten Badung terlihat dari meningkatnya

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara signifikan selama tahun 2010-

2013 yaitu: Rp. 14.926.782.410.000 Pada tahun 2010, Rp. 16.403.381.180.000

pada tahun 2011, Rp. 18.996.102.980.000 pada tahun 2012 dan

Page 153: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

128

Rp.20.988.078.2000.000 pada tahun 2013 (BPS Badung, 2014). Sedangkan BPS

Badung (2015) mencatat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung

yaitu: Rp. 979.194.610.828 pada tahun 2010, Rp. 1.406.298.099.449 pada tahun

2011, Rp. 1.872.346.181.795 pada tahun 2012, sebesar Rp. 2.279.113.502.085

pada tahun 2013 dan Rp. 2.722.625.562.620 untuk tahun 2014.

Meningkatnya kinerja perekonomian dapat dilihat dari tingginya tingkat

pertumbuhan diberbagai bentuk kegiatan ekonomi mikro mulai dari

bertumbuhnya pedagang keliling, pedagang makanan di tenda-tendadan kegiatan

di warung-warung permanen yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Tempat

melakukan kegiatan usaha tidak hanya memanfaatkan lokasi strategis perkotaan,

tetapi juga di ruang-ruang sempit pinggiran jalan, sampai merambah ke pasar-

pasar tradisional di desa-desa yang adalah milik Desa Adat Kabupaten Badung.

Potensi pertumbuhan ekonomi ini dimanfaatkan dan didominasi oleh

masyarakat pendatang dengan mengalahkan masyarakat lokal yang seharusnya

memiliki kesempatan lebih besar untuk meningkatkan kehidupan masyarakat

dengan membangun sendiri kekuatan ekonomi di daerah mereka masing-masing.

BPS Badung (2014) menunjukkan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Badung

sebesar 6,72 persen per tahun selama tahun 2000-2013.

Selain ditunjang oleh pertumbuhan usaha mikro, dan dukungan usaha

menengah dan besar melalui pembangunan sarana akomodasi seperti hotel dan

villa bertaraf internasional, Kuta Selatan diuntungkan sebagai penyelenggara

kegiatan berskala internasional seperti ASEAN Summit Meeting, APEC Meeting,

Miss World yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi di Badung Selatan.

Page 154: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

129

Peningkatan perekonomian yang didukung oleh perkembangan pariwisata,

sejalan dengan rumusan hipotesis I (satu) yaitu perkembangan pariwisata

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perekonomian di Kabupaten

Badung. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wall dan Mathieson (2006: 77-78)

yaitu perkembangan pariwisata mendorong pertumbuhan perekonomian negara-

negara sedang berkembang (developing countries) dan negara miskin (least

developed countries) melalui pertumbuhan ekonomi mikro.

Selanjutnya Athanasopoulou (2013: 7-16) menyatakan bahwa pariwisata

berkontribusi terhadap kinerja perekonomian melalui investasi modal untuk

pembangunan fasilitas pariwisata berskala besar didaerah tujuan pariwisata.

Pembangunan hotel-hotel berskala internasional dengan sarana penunjang lainnya

seperti terlihat di Badung Selatan termasuk di Desa Jimbaran dan Desa Pecatu,

melalui mata rantai bisnisnya berperan besar dalam mendorong kegiatan ekonomi

mikro dan menengah mulai dari pengadaan kebutuhan barang-barang untuk

pariwisata, sampai kepada kegiatan export produksi masyarakat dalam skala

besar. Kegiatan ekonomi yang muncul dari perkembangan pariwisata berdampak

terhadap semakin terbukanya kesempatan kerja di Kabupaten Badung. Indikator

lainnya seperti banyaknya kedatangan wisatawan mancanegara dan nusantara ke

Kabupaten Badung memberi dampak positif terhadap pendapatan pemerintah

daerah, termasuk kontribusinya terhadap pendapat produk domestik bruto. Selain

itu, pendapatan dari pariwisata internasional (International tourism receipt) juga

berupa devisa Indonesia. Secara lebih rinci Athanasopoulou (2013:7-16)

menyatakan bahwa pendapatan dari kegiatan pariwisata meliputi : (1) pendapatan

yang menjadi bagian dari wisatawan internasional (international tourism receipt),

Page 155: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

130

(2) penyediaan layanan wisata (trade and travel services), (3) kontribusi

pariwisata terhadap produk domestik bruto (travel and tourism industry’s

contribution to GDP), dan (4) kontribusi pariwisata terhadap investasi modal dan

ketenagakerjaan (contribution to capital invesment and employment) yang

dinikmati oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kinerja perekonomian.

Untuk menjaga keberlanjutan sektor kepariwisataan, Kabupaten Badung

perlu melakukan inovasi dan diversifikasi daerah tujuan wisata baru dan terobosan

promosi ke daerah pemasaran baru. Sedangkan pembangunan di sektor industri

diarahkan kepada pengembangan industri kecil dan menengah sebagai industri

kreatif, memanfaatkan bahan baku lokal untuk menciptakan produk-produk

berkualitas, mendukung pembangunan di sektor pariwisata dan pertanian.

Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Badung (2015), pertumbuhan

ekonomi bersumber dari potensi sosial ekonomi, geografis dan daya alam yang

tersedia di Badung Utara dan Badung Selatan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Badung Utara yang meliputi Kecamatan Petang yaitu Desa Plaga dan Desa

Bilok Sidan merupakan dataran tinggi dengan fungsi utama sebagai daerah

konservasi dan wilayah pengembangan pertanian terintegrasi dengan

penekanan pada pertanian, perkebunan dan peternakan. Sedangkan pariwisata

Kecamatan Petang dikembangkan sebagai daerah wisata alam dan agro

wisata. Didukung oleh potensi wisata alam dan daerah pertanian sebagai

tulang punggung kehidupan masyarakat Plaga dan Bilok Sidan, pariwisata

Badung Utara sangat dimungkinkan untuk dikembangkan lebih optimal

dijadikan obyek pengembangan wisata agro. Untuk tujuan ini diperlukan

dukungan penuh Pemerintah Kabupaten Badung untuk meningkatkan

Page 156: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

131

kuantitas dan kualitas produk-produk hasil pertanian, perikanan, peternakan

dan kerajinan tangan yang dikelola oleh masyarakat setempat. Sampai dewasa

ini hasil produk pertanian masih berkualitas rendah dan belum sepenuhnya

bisa diterima untuk kebutuhan pasar pariwisata. Untuk meningkatkan kinerja

perekonomian di Badung Utara pemerintah telah melakukan pengembangan

teknologi pertanian sayur mayur dan asparagus berkualitas tinggi sehingga

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketahanan pangan

dilakukan melalui peningkatan produksi dan produktivitas pertanian melalui

teknologi ramah lingkungan. Dukungan pemerintah terhadap akses

permodalan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi kerakyatan

diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi mikro dengan harapan

bahwa pertanian rakyat akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat

setempat. Dalam rangka peningkatan pertumbuhan agribisnis, diperlukan

variasi komoditas unggulan yang mampu menciptakan produk-

produkpertanian berkualitas. Untuk meningkatkan perekonomian di Badung

Utara, diperlukan dukungan pemerintah dan swasta terhadap peningkatan

sumber daya manusia, khususnya terhadap kemampuan petani untuk

meningkatkan pemasaran dari hasil pertanian melalui pameraan produk-

produk pertanian secara teratur bekerja sama dengan swasta.

2. Badung Selatan yaitu Desa Jimbaran dan Desa Pecatu yang memiliki udara

tropis dengan keindahan pantai Jimbaran dan tebing-tebing laut di Desa

Pecatu merupakan potensi besar sebagai daerah pengembangan pariwisata

untuk membangun hotel dan vila bertaraf internasional. Investasi besar

lainnya yang dilakukan para investor untuk pengembangan Kuta Selatan pada

Page 157: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

132

umumnya dilakukan untuk membangun fasilitas pariwisata seperti

pembangunan condominium yaitu fasilitas akomodasi hunian non-hotel.

Condominium pada umumnya dijual kepada perorangan dengan status strata

title sebagai hak milik pribadi dengan pengelolaan secara ekonomi dan

professional, pada umumnya oleh manajemen tersendiri. Keuntungan hasil

pengelolaan dibagi antara manajemen dengan masing-masing pemilik

condominiun. Dibangunnya fasilitas pariwisata di Kuta Selatan sebagai sarana

penunjang kebutuhan wisatawan seperti pembangunan perkantoran swasta,

fasilitas perbelanjaan one stop shopping (mall), fasilitas rekreasi (recreational

facilities), dibangunnya rumah sakit berstandar internasional untuk

menyedialan fasilitas medis untuk kenyamanan wisatawan.

Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung didukung oleh cepatnya laju

pertumbuhan pariwisata di Bali Selatan, secara umum menunjukkan pendapatan

PDRB yang terus meningkat sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2013.

Pencapaian PDRB terlihat yang sangat siginifikan terjadi pada tahun 2008 dengan

pencapaian mendekati Rp. 10,5 triliun, terus meningkat hampir mencapai Rp. 21

triliun pada tahun 2013. Hal yang sama terjadi pada peningkatan penyerapan

tenaga kerja dan besarnya investasi. Meningkat nya rata-rata perimaan PDRB,

penyerapan tenaga kerja dan besarnya investasi, menunjukkan dampak positif dari

kinerja perekonomian di Kabupaten. Hal ini diakibat oleh semakin

berkembanganya laju pertumbuhan pariwisata di Kabupten Badung. Kinerja

Perekonomian Kabupten Badung seperti disajikan pada Tabel 5.6

Page 158: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

133

Tabel 5.6 Kinerja Perekonomian

Kabupaten Badung (X2)

Tahun PDRB

(Jutaan Rupiah ) (X2.1)

Penyerapan Tenaga Kerja

(orang) (X2.2)

Investasi (Ribuan Rupiah)

(X3.3) 2000 3.433.683,38 101.626 148.750.200 2001 4.086.884,27 118.433 152.801.324 2002 4.818.028,87 135.239 154.931,201 2003 5.247.929,98 152.046 1.101.407.059 2004 5.891.231,65 168.853 2.360.745.445 2005 7.004.648,18 185.659 4.140.660.000 2006 7.701.192,62 202.466 1.652.957.796 2007 8.799.215,12 219.273 5.305.717.700 2008 10.478.390,93 227.091 6.043.268,777 2009 12.875.498,13 231.628 2.362.541.294 2010 14.926.782,41 310.147 1.890.474.000 2011 16.403.318,18 305.897 8.536.644.646 2012 18.996.102,98 313.338 5.334.590.363 2013 20.998.078,20 330.897 6.048.968.601 Total 104.705.716,20 2.671.696 492.849.190,79

Rata-Rata 8.054.285,86 205.515 37.911.476,21 Sumber : BPS Kabupaten Badung, Bappeda Provinsi Bali 2014

5.3.3 Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Badung

Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan

ternyata belum mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan di Kabupaten

Badung. Fenomena kemiskinan yang kompleks dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang saling berkaitan seperti tingkat pendapatan yang rendah, penyediaan layanan

kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan kondisi lingkungan yang buruk.

Menurut Rudrick (2007) salah satu instrumen untuk mengurangi

kemiskinan (poverty reduction) dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat bisa

dilakukan melalui pertumbuhan ekonomi. Dilema yang dihadapi adalah dengan

pendapatan PDRB terbesar diantara kabupaten/kota se Bali, Kabupaten Badung

masih menghadapi kemiskinan yang terdapat di kantong-kantong pariwisata. Dari

hasil diskusi group terfokus di Badung Utara dan di Badung Selatan, kemiskinan

Page 159: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

134

yang ada di wilayah Badung sebagian besar dikategorikan sebagai kemiskinan

kultural yang erat kaitannya dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat

yang tidak mau memperbaiki tingkat hidupnya sendiri. Peran pihak lain menjadi

tidak berarti akibat pengaruh lingkungan dan tradisi yang membelenggu pola

hidup mereka. Hal ini sejalan dengan pemikiran Nehen (2012: 201-203) yang

menyatakan bahwa penyebab kemiskinan di Kabupaten Badung yaitu: (1)

rendahnya tingkat pendidikan produktivitas kerja, (2) buruknya fasilitas kesehatan

masyarakat, dan (3) budaya masyarakat yang menolak perubahan untuk

meningkatkan kehidupan lebih baik. Sedangkan pesatnya perkembangan

pariwisata berdampak berhadap membanjirnya tenaga kerja ke Kabupaten Badung

dengan ketrampilan rendah dan pendidikan tidak memadai, memunculkan

masalah sosial baru yang memunculkan daerah-daerah kumuh, di daerah urban

dan di kantong pariwisata Badung Selatan yang menimbulkan kemiskinan baru.

Pembahasan dalam diskusi group terfokus tentang pertumbuhan pariwisata

Desa Plaga, Desa Jimbaran dan Desa Pecatu menemukan kesimpulan bahwa

sebagian besar masyarakat lokal masih dipengaruhi oleh tradisi dan lingkungan

dengan etos kerja rendah. Berhadapan dengan etos kerja tinggi dari masyarakat

pendatang dengan hidup hemat, ulet, memungkinkan mereka menghasilkan

pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat setempat. Didorong

oleh pola hidup konsumtif, masyarakat lokal tersisih dari tempat kelahirannya

dan tidak menjadi tuan di rumahnya sendiri. Hambatan sosial budaya

membelenggu penduduk lokal mempersulit pelaksanaan program kesejahteraan

dan pengentasan kemiskinan (Corbett dan Fikkert, 2012: 11). Diskusi group

terfokus ditindak lanjuti dengn melakukan depth-interview sebagai berikut:

Page 160: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

135

1) I Made Rame, umur 48 tahun, lahir dan dibesarkan di Banjar Tengah Desa

Pecatu, bekerja sebagai petugas keamanan villa di pantai Suluban,

menyatakan bahwa kemiskinan masih ada di Desa Pecatu. Lebih lanjut I

Made Rame menyatakan sebagai berikut:

“Dumunan sedurung pariwisata berkembang sekadi mangkin, akeh masyarakat ring Pecatu kari miskin. Tanah warisan keadol ring calo miwah investor. Jinah sane kepolihang anggene ngewangun, numbas tanah pengentos, sisane anggena malegan-legan. Wenten naler tanah pangentos sane sampun katumbas malih adol ipun, raris pamuputne wargane kembali miskin. Sesampune pariwisata berkembang sekadi mangkin wenten perubahan hidup. Masyarakat preside ngontrakin tanah ring tamu asing anggen ipun rumah pribadi wiadin villa. Hasil ngontrakkan tanah anggen ipun berbisnis sekadi membangun rumah kontrakan wiadin rumah kost. Indik masyarakat miskin tiang nenten uning, rarisang takenan ring Kelian Dinas” (Pantai Suluban Pecatu, 10 Februari 2015).

(Dahulu sebelum pariwisata berkembang seperti sekarang ini masih

banyak terdapat masyarakat miskin di Pecatu. Tanah warisan dijual kepada

perantara jual beli tanah atau langsung kepada penanam modal. Sebagian

dari uang hasil penjualan tanah mereka dipergunakan untuk membangun

atau memperbaiki rumah, sebagian lainnya untuk membeli tanah pengganti

dan sisanya dipakai untuk berfoya-foya. Dalam perjalanan waktu, tanah

pengganti yang sudah dibeli dijual lagi, yang menjadikan mereka kembali

menjadi miskin. Sesudah pariwisata berkembang seperti sekarang ini,

terjadi perubahan hidup. Masyarakat biasa mengontrakkan tanah mereka

ke wisatawan asing,dipakai untuk rumah tinggal atau villa pribadi. Hasil

menyewakan tanah dipakai untuk membangun rumah-rumah penginapan.

Informasi tentang jumlah masyarakat miskin diketahui oleh Kelian Dinas).

Dari hasil wawancara penulis menyimpulkan bahwa sejak berkembangnya

Page 161: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

136

pariwisata di Badung Selatan, kemiskinan di Desa Pecatu semakin

berkurang. Yang menonjol adalah terjadinya perubahan pola pikir

masyarakat yang tidak lagi menjual tanah milik mereka, sebaliknya hanya

mengontrakkan dan hasilnya dipakai untuk meningkatkn kesejahteraan

mereka.

2) I Made Neka umur 75 tahun, berasal dari Banjar Kangin Pecatu hasil dari

deph-interview mendapatkan Informasi sebagai berikut:

“Mangkin masyarakate sampun sadar, nenten wenten sane ngadol tanah. Warisan ipune dikontrakkan, jinah sane kapolihan anggen ipun biaya hidup keluarga” (10 Februari 2015) (Sekarang masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka tidak lagi menjual

tanah. Tanah warisan mereka dikontrakkan dan hasilnya dipakai untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga).

3) Wawancara dengan keluarga Wayan Sabur umur 54 tahun tinggal di Br.

Menega Jimbaran mendapatkan informasi bahwa keluarga miskin yang

mendapatkan bantuan rumah dari LPM Jimbaran bekerja sama dengan

pengusaha-pengusaha yang bergerak dibidang pariwisata memberikan

bantuan rumah siap pakai. Selain keluarganya, LPM juga memberikan

banruan rumah siap pakai kepada keluarga I Wayan Wasa, umur 55 tahun

yang juga tinggal di Br. Menega.

4) Sedangkan wawancara mendalam di Badung Utara dengan Ibu Dewa Aji

Kasna, kelahiran tahun 1976 pemilik Warung Kopi di Desa Plaga,

bersuamikan Bapak Dewa Kasna penggarap sebidang tanah kopi milik

keluarga. Keluarga ini dikaruniai dua anak yang masih belajar di Sekolah

Page 162: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

137

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Desa Plaga. Lebih lanjut Ibu Dewa Aji

menyatakan:

“Ring Desa Plaga akehan wargane nenten madrebe tanah sane karyanine pedidi. Kantun akeh warga sane miskin lan arang keluarga sane sugih. Keluara sane miskin polih bantuan saking Pemerintah Badung anggen ipun mecikang umah (bedah rumah). Pemerintah ngewehin `bantuan 15 juta rupiah, kekirangane ketanggung olih warga sane nguwenang umahe”(Plaga, 24 Februari 2015) (Di Desa Plaga sebagian besar masyarakat tidak memiliki tanah hak milik

yang digarap sendiri. Masih banyak orang miskin dan sebagian besar

tanah sawah dimiliki oleh orang tertentu. Di Plaga jarang ada orang

kaya. Pemerintah Kabupaten Badung membantu keluarga miskin memalui

program bedah rumah berupa bantuan sebesar 15 juta rupiah dan

kekurangannya ditanggung sendiri oleh pemilik rumah).

5) Pernyataan Ibu Dewa Aji Kasna dibenarkan oleh I Ketut Sueta, seorang

pendidik, tokoh masyarakat, pegiat pariwisata dan Ketua Kelompok Sadar

Wisata di Desa Bilok Sidan. Selanjutnya I Ketut Sueta menyatakan:

“Diantara 170 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Bilok Sidan, yang memiliki tanah hak milik hanya sebanayak 22 KK. Mereka adalah penduduk yang pertama kali datang sebagai pendatang sebagai transmigrasi lokal di Bilok Sidan dan mengatur pembagaian tanah mereka masing-masing. Masyarakat yang tidak memiliki tanah sendiri, hidup sebagai petani penggarap dan pekerjaan sambilan lainnya seperti berdagang atau sebagai pekerja bangunan (Bilok Sidan, 06 Juni 2015). Gambaran kemiskinan dari hasil wawancara yang dilakukan di Badung

Selatan dan di Badung Utara sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Corbert dan

Fikkert (2012:11) yang menyatakan bahwa selain munculnya kemiskinan absolut

akibat dari ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal seperti

sandang pangan dan tidak memiliki tempat tinggal. Perkembangan globalisasi

Page 163: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

138

yang melahirkan yang memberikan kepada industri pariwisata dunia kemudahan-

kemudahan untuk mengembangkan pariwisata di negara berkembang, melahirkan

kemiskinan dibanyak negara berkembang termasuk di Kabupaten Badung.

Berdasarkan dari wawancara dengan lima informan menunjukkan indikasi bahwa

adanya kecendrungan terjadinya menurunya kemiskinan di Badung selatan lebih

cepat jika dibandingkan dengan di Badung Utara.

Melihat dampak pertumbuhan pariwisata terhadap peningkatan kinerja

perekonomian, dan masih terdapatnya kemiskinan di Badung Utara dan di Badung

Selatan, pemerintah daerah sudah melakukan program pemberdayaan dan

pengentasan kemiskinan bekerjasama dengan para pengusaha di bidang pariwisata

melalui peraturan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dewasa ini masih

berbentuk philanthropy-capitalism yaitu sebuah bentuk kamuflase sebuah praktik

kedermawanan kapitalisme bagi orang miskin (Ardianto dan Machfudz, 2011).

Sedangkan konsep pengembangan pariwisata yang diperlukan di pedesaan di

Badunbg Utara ialah kerjasama melalui pemberdayaan setiap desa dengan

program-program pengembangan menjadikan desa sebagai pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi (Bali Post, 3 Agustus 2015). Konsep ini sejalan dengan

Bonfiglioli (2004) yang menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat perlu

dibebaskan dari halangan di dalam menjalankan melaksanakan prinsip-prinsip

dasar dengan penata kelolaan pemerintahan yang baik (the basic principles of

good governance) untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk

berpartisipasi terkait dengan hak asasi manusia, kebebasan berserikat, penegakan

hukum yang berkeadilan dan terhadap hak layanan sosial kemasyarakatan.

Dengan meningkatkan pembangunan sektor riil di Badung Utara seperti

Page 164: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

139

pengembangan produk asparagus dilakukan oleh Koperasi Tani Mertanadi,

pengembangan perkebunan dan pengolahan kopi arabika oleh Koperasi Sumber

Mertha Buana. Dengan pola kerjasama antar UKM, program untuk mengakses

pasar bagi produk kehutanan dan pertanian di Badung Utara dibiayai pemerintah.

Selain program pengentasan kemiskinan yang dilakukan melalui CSR yang

didapatkan dari partisipasi para pengusaha swasta, Pemerintah Kabupaten Badung

telah menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama yang relevan,

terukur dan termonitor seperti: (1) melalui perluasan pelayanan masyarakat miskin

terhadap akses pelayanan kesehatan dan pendidikan serta kesempatan untuk

melakukan kegiatan usaha, (2) memberikan rangsangan melalui pendidikan non

formal seperti pelatihan berkaitan dengan kewirausahaan, dengan tujuan untuk

meningkatkan pendapatan masyarakat, (3) penyediaan sarana dan prasarana untuk

lingkungan pemukiman, (4) menyediakan sumber daya keuangan melalui dana

bergulir sebagai sumber modal usaha untuk masyarakat miskin.

Untuk mendukung percepatan program kesejahteraan masyarakat terkait

dengan program pengentasan kemiskinan Pemerintah Kabupaten Badung telah

menetapkan Lima Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan berupa program-

program unggulan seperti: (1) pro growth, yaitu sebuah konsep pertumbuhan yang

berkeadilan diikuti dengan pemerataan distribusi kesejahteraan bagi seluruh

masyarakat, (2) Pro Jobs, yaitu sebuah konsep yang diciptakan untuk memperluas

lapangan pekerjaan dan mencipatakan iklim usaha yang kondusif, (3) pro poor,

berupa program-program sosial untuk pemberdayaan dan kesejahteraan untuk

percepatan penanggulangan kemiskinan, (4) pro culture, dimaksudkan untuk

melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal budaya masyarakat dan

Page 165: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

140

pencegahan dari dampak negatif yang ditimbulkan dari perkembangan pariwisata,

dan (5) pro environment, berupa pelestarian alam dan lingkungan secara

berkelanjutan mengacu pada terbatasnya daya dukung di Kabupaten Badung.

Upaya penanggulangan kemiskinan tersebut dilakukan melalui berbagai

program yang dilakukan pemerintah daerah seperti pemberian Dana Pendamping

(BOS) bagi siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama

(SMP) yang diberlakukan bagi sekolah negeri dan swasta. Pemerintah Kabupaten

Badung menerapkan juga pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun dan memberikan

bantuan beasiswa yang ditujukan kepada masyarakat miskin atau kepada

masyarakat yang secara ekonomis kurang mampu untuk membiayai mahalnya

pendidikan bagi anak-anak mereka. Pemberian Beasiswa sudah diberlakukan

sejak diterapkan anggaran pemerintah daerah pada tahun 2010.

Terkait dengan program kesehatan sebagai sebuah kebutuhan layanan

masyarakat kurang mampu di Kabupaten Badung, Jaminan Kesehatan Bali

Mandara (JKBM) yaitu program pemerintah untuk meringankan masyarakat

miskin dari biaya rumah sakit yangdilakukan pemerintah terhadap layanan selama

24 jam di Puskesmas. Selain itu program-program sosial kemasyarakatan yang

telah diberlakukan pemerintah seperti Peningkatan Kualitas Rumah Sehat untuk

meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat, program fasilitas perbaikan jalan

sarana transportasi utuk lingkungan masyarakat dan program peningkatan

perekonomian berupa kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) masyarakat yang

kurang mampu. Untuk memperkuat desa-desa di Kabupaten Badung pemerintah

daerah membentuk Kelompok-kelompok Usaha Bersama (KUB) bagi masyarakat

umum dan bagi masyarakat kreatif yang kurang mampu.

Page 166: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

141

Selanjutnya terhadap upaya penanggulangan kemiskinan (Bappeda

Badung, 2014), Pemerintah Kabupaten Badung telah melaksanakan Peraturan

Presiden nomor 15/2010 yaitu Tiplogi Perlindungan Sosial bagi pasyarakat miskin

tentang pencepatan penanggulangan kemiskinan dengan seperti dalam Klaster I

yaitu Program berbasis perlindungan sosiala dan Keluarga, Klaster II yaitu

Program berbasis pemberdayaan masyararakat, Klaster III yaitu Program berbasis

usaha mikro kecil dan menengah dan Klaster IV Program lain pro rakyat.

Kondisi kemiskinan di Kabupaten Badung (2000- 2013) seperti disajikan

pada Tabel. 5.7.

Tabel 5.7 Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013

Tahun

Jumlah Penduduk

Miskin (000 jiwa)

Garis Kemiskinan

(Rp/Kap/bln)

Persentase Penduduk

Miskin

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Indeks Keparahan

Kemiskinan

2000 21,66 47.621 5,96 1,05 0,25 2001 21,08 74.607 5,70 0,99 0,23 2002 16,90 101.593 4,68 0,93 0,22 2003 21,40 128.579 5,31 0,86 0,20 2004 20,50 155.564 5,00 0,80 0,19 2005 22,00 208.271 5,25 0,81 0,19 2006 18,20 217.507 4,57 0,52 0,10 2007 17,40 221.695 4,28 0,46 0,07 2008 13,70 234.959 3,28 1,01 0,34 2009 14,00 282.559 3,28 0,35 0,06 2010 17,70 312.602 3,23 0,39 0,06 2011 14,60 346.460 2,62 0,27 0,05 2012 12,51 383.985 2,16 0,33 0,08 2013 14,55 406.408 2,46 0,27 0,06

Total 246,20 3.122.410 57,78 8,71 2,1 Rata-Rata 18,94 240.185 4,44 0,67 0,16

Sumber : BPS Kabupaten Badung, Data diolah 2014

Page 167: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

142

1. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Badung antara tahun 2000-2013

menunjukkan penurunan sangat signifikan dari tahun ke tahun. Jumlah rata-

rata penduduk miskin antara tahun 2000-2005 menunjukkan angka tertinggi

yaitu sebesar 20.590 jiwa/tahun. Antara tahun 2006-2009 jumlah penduduk

miskin menurun sangat signifikan menjadi 15.825 jiwa/tahun dengan

penurunan sebesar 23,14 persen dari rata-rata tahun sebelumnya. Rata-rata

jumlah penduduk antara tahun 2010-2013 menjadi 14.840/tahun atau

menunjukkan penurunan sebesar 6,25 persen dari tahun-tahun sebelumnya.

Terus berkurangnya jumlah penduduk miskin dari tahun 2000 sampai tahun

2013 menunjukkan keberhasilan pemerintah pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Badung. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyudi (2007)

dan Gibson (2007) yang menyatakan bahwa pesatnya pengembangan

pariwisata bisa menjadi salah satu jawaban terhadap terciptanya peluang kerja

di sektor pariwisata yang berkorelasi langsung terhadap tingkatan pemerataan

pendapatan masyarakat dan menurunnya jumlah penduduk miskin.

2. Garis kemiskinan (GK) juga disebut sebagai batas kemiskinan yaitu

pendapatan minimum yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan hidup di

suatu daerah atau negara tertentu. Untuk Kabupaten Badung garis kemiskinan

dihitung sama dengan 2100 kilo kalori untuk makanan ditambah 54 komoditi

non makanan, atau disetarakan dalam bentuk rupiah sebesar

Rp.406.408/kapita/hari (BPS Badung, 2014).

Rendahnya GK sebesar Rp. 47.621 pada tahun 2000, meningkat

menjadi Rp.74.607 pada tahun 2001 menunjukkan bahwa walaupun terjadi

peningkatan pendapatan masyarakat dari tahun ke tahun, tetapi pendapatan

Page 168: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

143

masyarakat masih tergolong rendah dan belum terjadi peningkatan yang

signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Peningkatan rata-rata GK pada

tahun 2002-2004 menjadi sebesar Rp.128.580/tahun dan meningkatnya GK

sebesar 44,65 persen pada tahun 2005-2009 menjadi rata-rata

Rp.232.300/tahun menunjukkan telah terjadinya peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Sedangkan pencapaian GK rata-rata Rp. 362.360/tahun untuk

tahun 2010-2012 dengan garis kemiskinan rata-rata 2,62 persen/tahun.

Dengan terus meningkatnya angka rata-rata garis kemiskinan dari tahun

ketahun, menunjukkan semakin meningkatnya sejahteranya masyarakat dan

semakin berkurangnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung.

3. Indeks kedalaman kemiskinan yaitu seberapa jauh rata-rata pengeluaran

orang miskin terhadap garis kemiskinan. Pada tahun 2000 indeks kedalaman

kemiskinan di Kabupaten Badung sebesar 1,05 persen atau selisih dalam

persen terhadap kemiskinan, artinya bahwa selisih jarak antara pengeluaran

penduduk miskin dengan garis kemiskinan sebesar 1,05 persen atau 1,05

persen dibawah Rp. 406.408. Rata-rata kedalaman kemiskinan dari tahun ke

tahun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 di Kabupaten Badung

masih berada dalam kisaran dibawah 0,65 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata pengeluaran orang miskin masih berada 0,65 persen dari

angka garis kemiskinan di Kabupaten Badung. Data indeks kedalaman

kemiskinan terendah terjadi pada tahun 2012 dan tahun 2013 masing-masing

sebesar 0,33 (Rp.383.985). Hal ini menunjukkan pencapaian terbaik dari

kemampuan ekonomis masyarakat Badung mendekati garis kemiskinan di

Kabupaten Badung yaitu sebesar Rp. 406.408.

Page 169: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

144

4. Indeks keparahan kemiskinan, juga disebut sebagai tingkat variasi atau varian

diantara orang miskin yaitu: dengan semakin besarnya indeks keparahan

kemiskinan berarti jumlah orang miskin menjadi semakin heterogen.

Sebaliknya dengan semakin kecil indeks keparahan kemiskinan, jumlah

orang miskin menjadi semakin homogin.

Gambaran dari kondisi kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Badung

dapat dilihat dari hubungan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan

kemiskinan sebagai berikut:

1) Prosentase jumlah penduduk miskin bisa saja menurun, tetapi indeks

keparahan kemiskinan bisa menjadi bertambah tinggi atau menjadi semakin

meningkat. Artinya bahwa pada kondisi seperti ini, jumlah orang miskin

secara absolut akan menurun, tetapi jumlah penduduk miskin menjadi

semakin bertambah miskin.

2) Prosentase penduduk miskinnya meningkat, dan indeks kedalaman

kemiskinannya menurun. Artinya bahwa prosentase kemiskinan bisa saja

meningkat tetapi kedalaman kemiskinan akan menjadi semakin rendah.

5.4 Hasil Pengujian Partial Least Square (PLS)

Sesuai dengan persyaratan yang digunakan dalam pemodelan SEM dengan

menggunakan Partial Lesat Square (PLS) dengan melakukan langkah-langkah

sebagai berikut (Hidayat dan Widjanarko, 2012)

5.4.1 Hasil pengujian outer model atau measurement model

Hasil analisis model tentang pengaruh perkembangan pariwisata terhadap

kinerja perekonomian dan pengentasan kemiskinan disajikan pada Gambar 5.3.

Page 170: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

145

Gambar 5.2

Hasil analisis outer model penelitian Terdapat tiga kriteria didalam penggunaan teknik analisis data dengan

Smart PLS untuk menilai outer model yaitu convergent validity, discriminant

validity, serta average variance extracted (AVE) dan composite reliability

(Ghozali, 2008). Outer model dinilai dengan cara melihat convergent validity

seperti terlihat pada Tabel 5.8. Penelitian ini menggunakan batas minimal loading

factor sebesar 0,5. Hasil analisis selengkapnya seperti terlihat pada lampiran 3.

Tabel 5.8 Outer Loadings

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 (Jumlah kunjungan wisatawan) 0,739 x1.2 (Kontribusi PHR) 0,948 x1.3 (Lama tinggal wisatawan) -0,817 x1.4 (Pengeluaran wisatawan) 0,428 x2.1 (Pertumbuhan PDRB) 0,970 x2.2 (Penyerapan tenaga kerja) 0,979 x2.3 (Investasi) 0,849 y1.1 (Jumlah penduduk miskin) 0,992 y1.2 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) 0,956 y1.3 (Indeks Keparahan Kemiskinan) 0,929

0.970 0.979 0.849

0.739

0.948

-0.817

0.428 0.992 0.956 0.929

X2.1 X2.2 X2.3

Y1.1 Y1.2 Y1.3

Perkembangan Pariwisata

(X1)

Kinerja Perekonomian

(X2)

Kemiskinan (Y)

X1.1

X1.2

X1.3

X1.4

Page 171: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

146

Hasil pengolahan seperti terlihat pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa nilai

outer model telah memenuhi kriteria convergent validity, dimana semua indikator

memiliki loading factor di atas 0,50 kecuali indikator lama tinggal wisatawan

(X1.3) dan indikator pengeluaran wisatawan (X1.4), memiliki loading factor di

bawah 0,5. Hal ini menyebabkan kedua indikator tersebut dikeluarkan dari model.

Alasan lain yang menyebabkan kedua indikator dimaksud negatif adalah

terjadinya kondisi pariwisata tidak normal, yaitu ketika jumlah kunjungan

wisatawan meningkat justru hotel-hotel dihuni oleh rombongan-rombongan besar

dengan nilai beli rendah. Mereka hanya menginap tanpa makan dan minum di

hotel dan membelanjakan uang mereka yang terbatas ditempat umum.

Revisi hasil analisis outer model diperlihatkan pada Tabel 5.9,

selengkapnya disajikan pada lampiran 4. Hasil revisi analisis outer model seperti

terlihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Hasil revisi analisis outer model

0.971 0.979 0.846

0.856

0.954

0.992 0.957 0.928

X2.1 X2.2 X2.3

Y1.1 Y1.2 Y1.3

Perkembangan Pariwisata (X1)

Kinerja Perekonomian

(X2)

Kemiskinan (Y)

X1.1

X1.2

Page 172: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

147

Tabel 5.9 Outer Loadings (Model Revisi)

Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan

Pariwisata x1.1 (Jumlah kunjungan wisatawan)

0,856

x1.2 (Kontribusi PHR) 0,954 x2.1 (Pertumbuhan PDRB) 0,971 x2.2 (Penyerapan tenaga kerja)

0,979

x2.3 (Investasi) 0,846 y1.1 (Jumlah penduduk miskin) 0,992

y1.2 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) 0,957

y1.3 (Indeks Keparahan Kemiskinan) 0,928

Hasil pengolahan data sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.9

memperlihatkan bahwa nilai outer model memenuhi kriteria convergent validity

dimana semua indikator memiliki loading factor di atas 0,50. Dapat disimpulkan

bahwa konstruk mempunyai convergent validity yang baik.

5.4.2 Hasil pengujian Discriminant validity

Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator

(faktor) dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika

korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk

lainya, maka hal ini menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada

blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya.

Page 173: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

148

Tabel 5.10 Cross Loadings

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 -0,542 0,560 0,856 x1.2 -0,949 0,939 0,954 x2.1 -0,951 0,971 0,942 x2.2 -0,953 0,979 0,869 x2.3 -0,702 0,846 0,569 y1.1 0,992 -0,932 -0,854 y1.2 0,957 -0,946 -0,886 y1.3 0,928 -0,829 -0,759

Sumber: Lampiran 4

Data pada Tabel 5.10 menjelaskan bahwa nilai cross loadings

menunjukkan adanya discriminant validity yang baik. Hal tersebut dapat dilihat

dari nilai korelasi indikator terhadap konstruknya (loading factor) lebih tinggi

dibandingkan nilai korelasi indikator tersebut dengan konstruk lainnya.

5.4.3 Hasil pengujian Reliability

Menurut Ghozali (2008: 40) bahwa reliabilitas suatu konstruk dapat dinilai

dari composite reliability yang berfungsi untuk mengukur internal consistency

yang nilainya harus diatas 0,60.

Tabel 5.11 Composite Reliability

No Konstruk Composite Reliability

1 Kemiskinan 0,972 2 Kinerja Perekonomian 0,953 3 Perkembangan Pariwisata 0,902

Sumber: Lampiran 4.

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa nilai composite reliability dari semua

konstruk adalah diatas 0,60 maka konstruk sudah memenuhi kriteria reliabel.

Page 174: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

149

5.4.4 Pengujian model struktural (inner model)

Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan

pada substantive theory. Dalam menilai model dengan PLS, dimulai dengan

melihat R-squares untuk setiap variabel laten dependen. Hasil pengujian inner

model dapat melihat hubungan antar konstruk dengan cara membandingkan nilai

signifikansi dan R-square dari model penelitian (Ghozali, 2008: 42). Diagram

struktural hasil uji inner model diperlihatkan pada Gambar 5.5. Nilai R-Square

diperoleh pada Tabel 5.12

Tabel 5.12 Nilai R-Squares

No Konstruk R Square 1 Kemiskinan 0,899 2 Kinerja Perekonomian 0,758 3 Perkembangan Pariwisata 0,000

Sumber: Lampiran 4

Nilai R-square variabel Kemiskinan sebesar 0,899 dapat diintepretasikan

bahwa 89,9% variabilitas konstruk Kemiskinan dijelaskan oleh variabel

Perkembangan Pariwisata dan Kinerja Perekonomian, sedangkan 10,1% konstruk

Kemiskinan dijelaskan oleh variabel di luar model. Demikian juga dengan

variabel Kinerja perekonomian, memiliki R square 0, 758 yang artinya 75,8%

variabilitas kinerja pereknomian disebabkan oleh perkembangan pariwisata dan

24,2% disebabkan oleh variabel di luar model.

Page 175: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

150

Gambar 5.4 Diagram Struktural Hasil Uji Inner Model

Sumber: Lampiran 4

Model struktural tersebut dinamai model reflektif dimana covariance

pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi

dari konstruk unidimensional yang digambarkan dengan bentuk elips dengan

beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan

bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada

indikator. Dalam model tersebut terdapat satu variabel eksogen yaitu variabel

perkembangan pariwisata dan dua variabel endogen yaitu kinerja perekonomian

dan kemiskinan. Ketiga variabel tersebut memiliki indikator masing-masing.

5.5 Pengaruh Perkembangan Pariwisata, Kinerja Perekonomian, dan

Kemiskinan

Pengujian hipotesis tentang koefisien jalur atau pengaruh variabel

perkembangan pariwisata (PP) terhadap kinerja perekonomian (KP), pengaruh

kinerja perekonomian (KP) terhadap Kemiskinan (KM) dan pengaruh

0.971 0.979 0.846

0.856

0.954

0.992 0.957 0.928

X2.1 X2.2 X2.3

Y1.1 Y1.2 Y1.3

Perkembangan Pariwisata

0,000

Kinerja Perekonomian

0,758

Kemiskinan 0,899

X1.1

X1.2

Page 176: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

151

perkembangan parisiwata (PP) terhadap kemiskinan (KM) seperti disajikan pada

Gambar 5.5 dan Tabel 5.13.

Gambar 5.5 Diagram Jalur Hasil Uji Hipotesis

Sumber: Lampiran 4

Tabel 5.13 Pengaruh Perkembangan Pariwisata dan Kinerja

Perekonomian terhadap Kemiskinan

Original Sample

(O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error

(STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

Kinerja Perekonomian -> Kemiskinan

-0.762 -0.754 0.049 0.049 15.462

Perkembangan Pariwisata -> Kemiskinan

-0.207 -0.217 0.051 0.051 4.099

Perkembangan Pariwisata -> Kinerja Perekonomian

0.871 0.875 0.012 0.012 71.567

Sumber: Lampiran 4

0.000 Perkembangan

Pariwisata

0.971 0.979 0.846

-0.207

0.992 0.957 0.928

0.871 -0.762

X2.1 X2.2 X2.3

Y1.1 Y1.2 Y1.3

X1.1

X1.2

0.899 Kemiskinan

0.758 Kinerja

Perekonomian

0.856

0.954

Page 177: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

152

Pengujian terhadap hipotesis dalam metode PLS dilakukan dengan

menggunakan simulasi terhadap setiap hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal

ini dilakukan metode bootstraping terhadap sampel. Metode bootstraping juga

berfungsi untuk meminimalkan masalah ketidaknormalan data penelitian yang

digunakan. Pada penelitian ini telah ditentukan sebelumnya nilai T-tabel dengan

signifikansi 5%, dk=11, adalah sebesar 2,201. Semua koefisien jalur pada Tabel

5.12 memiliki nilai t statistik di atas 2,201 sehingga dinyatakan memiliki

pengaruh yang signifikan. Pengujian masing-masing hipotesis dibahas pada sub

berikut ini.

5.5.1 Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Kinerja Perekonomian

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa pengaruh

perkembangan pariwisata terhadap kinerja perekonomian menunjukkan nilai

koefisien jalur sebesar 0,871 dengan nilai t-statistik sebesar 71,567. Nilai

t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201. Ini menunjukkan

bahwa variabel perkembangan pariwisata berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perekonomian. Artinya bahwa semakin baik perkembangan pariwisata maka

kinerja perekonomian juga akan meningkat. Hal ini berarti hipotesis 1 diterima.

Hasil hipotesis ini sejalan dengan pandangan Theobald (2005: 79) yang

menyatakan bahwa pariwisata berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian

terutama sebagai sumber penerimaan devisa, meningkatkan investasi, perpajakan

serta kesempatan kerja. Meningkatnya penerimaan devisa yang masuk ke kantong

pemerintah dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur seperti pembukan jalan

baru untuk memperlancar distribusi barang-barang perekonomian. Hasil penelitian

ini mendukung hasil penelitian Gibson (2009: 527-528); Leon (2006:34); World

Page 178: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

153

Tourism Organization (2014); Asley et al (2001), dalam Hall (2008) dan

Pangestu (2013: 14-25), yang menyatakan bahwa pariwisata berperan penting

dalam pertumbuhan perekonomian makro maupun mikro. Lebih lanjut dinyatakan

bahwa meningkatkan kinerja perekonomian diakibatkan oleh meningkatnya

jumlah kunjungan wisatawan, penyerapan tenaga kerja dan masuknya investasi

baru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan pariwisata

(WTO, 2014; Pangestu, 2013; Disparda Bali, 2014; Ashley et al, 2001). Melalui

pelatihan berkelanjutan, masyarakat diberdayakan untuk menciptakan produk-

produk pertanian yang dibutuhkan pariwisata seperti untuk membuat cendera mata

untuk wisatawan. Nurhayati (2012) yang melakukan penelitian pada agrowisata

di Jawa Timur menyatakan bahwa PPT dapat digunakan sebagai strategi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui penyerapan tenaga kerja

lokal dimana agrowisata dikembangkan. Lebih lanjut dinyatakan melalui industri

pariwisata PPT dapat meningkatkan perekonomian secara makro yang

mendukung peningkatan pendapatan masyarakat serta juga memberi manfaat non

ekonomi seperti adanya pertukaran nilai budaya akibat dari adanya interaksi

antara wisatawan dengan masyarakat lokal sebagai tuan rumah (Nurhayati, 2012)

dan (Ashley et al 2001).

Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Wahyudi (2007) yang

meneliti pengaruh pariwisata dalam pengentasan kemiskinan dalam Millenium

Development Goals (MDGs) yaitu tentang pengentasan kelaparan dan

kemiskinan ektrim (eradicate extreme poverty and hunger) bagi penduduk dunia

dengan pendapatan dibawah USD 1,25 per hari. Temuan penelitian ini juga

Page 179: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

154

memperkuat hasil penelitian Gibson (2009), yang menyatakan bahwa pariwisata

berkontribusi positif di dalam meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.

5.5.2 Pengaruh kinerja perekonomian terhadap kemiskinan

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan adanya pengaruh signifikan

variabel kinerja perekonomian (KP) terhadap kemiskinan (KM) dengan nilai

koefisien jalur sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik sebesar 15,462. Nilai

t-statistik tersebut lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201, menunjukkan bahwa

ada pengaruh yang signifikan antara variabel kinerja perekonomian terhadap

kemiskinan. Koefisien jalur yang bertanda negatif menunjukkan bahwa kinerja

perekonomian memberikan pengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan.

Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kinerja perekonomin (KP) maka

kemiskinan (KM) semakin menurun. Hal ini berarti hipotesis 2 diterima.

Hasil hipotesis ini dukung oleh penelitian Wahyudi (2007) yang

menyatakan pariwisata sebagai sumber pemasukan devisa, juga berperan untuk

peningkatan penerimaan pajak, masuknya investasi dan terbukanya peluang

kesempatan kerja untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan mengurangi

kemiskinan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Jonaidi

(2012); Siregar (2010); Dewantoro dkk (2014) yang menemukan pengaruh

perekonomian terhadap kemiskinan. Secara umum digambarkan meningkatnya

perekonomian (PDRB), Investasi berdampak pada pengurangan kemiskinan.

Jonaidi (2012) melakukan penelitian di tiga puluh tiga provinsi di Indonesia

meneliti pengaruh investasi, harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Penelitiannya menyatakan

pertumbuhan ekonomi berpengaruh dan peningkatan investasi PMA dan PMDN

Page 180: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

155

berkorelasi negatif terhadap kemiskinan. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat

penanaman modal asing dan penanaman dalam negeri berdampak terhadap

menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia.

Sejalan dengan Jonaidi (2012) kemiskinan akan menjadi lebih parah saat

terjadi krisis ekonomi akibat dari banyaknya industri yang menutup lapangan

kerja dan karyawan kehilangan lapangan kerja. Selain itu tingkat inflasi yang

tinggi berdampak terhadap semakin banyaknya pengangguran dan meningkatnya

kemiskinan seperti terjadi ketika munculnya krisis ekonomi Asia pada tahun

1978. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewantoro dkk (2014) di Sumatera

Utara yang mengatakan bahwa perekonomian agregat berpengaruh negatif

terhadap kemiskinan. Artinya bahwa semakin meningkat perekonomian akan

semakin berpengaruh terhadap menurunnya tingkat kemiskinan. Lebih jauh

dikatakan bahwa sektor pertanian yang berkelanjutan, selain terbukanya

kesempatan kerja di sektor industri-industri pengolahan makanan, sektor

perdagangan, sektor pariwisata, angkutan umum dan sektor komunikasi.

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Kakwani dan Pernia

(2000) yang dilakukan di dua negara sedang berkembang yaitu Laos dan Thailand

dan di Korea sebagai sebuah negara industri modern. Penelitian mereka

menemukan bahwa menurunnya tingkat kemiskinan di negara yang diteliti

dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang terjadi terutama disektor perdagangan,

pertanian, disektor jasa pelayanan dan perdagangan, sektor industri dan pelayaan

jasa lainnya. Selanjutnya penelitian ini menemukan konsep pro growth dan

trickle-down development melalui pembagian pendapatan yang merata perlu

Page 181: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

156

dikembangkan sebagai konsep pengentasan kemiskinan di negara-negara sedang

berkembang maupun di negara-negara maju (Kakwani dan Pernia, 2000).

5.5.3 Pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan

Koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata terhadap kemiskinan

sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik sebesar 4,099. Nilai t- statistik tersebut

lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara variabel perkembangan pariwisata dengan kemiskinan. Koefisen

jalurnya menunjukkan bahwa perkembangan pariwisata memberikan pengaruh

negatif terhadap kemiskinan, artinya bahwa semakin bertambah baiknya

perkembangan pariwisata, berdampak terhadap semakin menurunnya kemiskinan.

Hal ini berarti hipotesis 3 diterima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anwar (2012); Karim et

al (2012); dan Wood (2005) yang meneliti pro poor tourism berbasis

kemasyarakatan dapat mengurangi kemiskinan. Pro-poor tourism dapat dijadikan

strategi untuk pengembangan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam sektor

pariwisata untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang termarginalkan dan

untuk mengurangi kemiskinan. Penelitian Ashar (2008) di Jawa Timur sejalan

dengan Ashley et al (2001) dan Cattarinich (2001) yang menyatakan bahwa peran

sektor pariwisata sangat positif bagi pertumbuhan prekonomian mikro bagi

masyarakat miskin. Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Nurhayati

(2012); Ramadani (2012) dan Ashar (2008) yang meneliti tentang peran

pariwisata dalam mengurangi kemiskinan yang dikenal dengan istilah Pro Poor

Tourism (PPT).

Page 182: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

157

Spenceley dan Seif (2003) menganalisis strategi lima perusahaan swasta

yang bergerak dibidang pariwisata di Afrika Selatan untuk mengatasi masalah

kemiskinan dan mengembangkan pembangunan bagi masyarakat yang tinggal di

daerah tujuan wisata dan melakuknan analisis dampak serta besarnya biaya

terhadap pendekatan pro poor tourism di Afrika Selatan. Penelitian ini dilakukan

terhadap perusahaan pariwisata yang bergerak di bidang layanan operasi safari,

wisata diving, fasilitas kasino dan fasilitas golf. Temuan penelitian ini

menyatakan terjadi hubungan langsung antara keuntungan ekonomi dan non-

ekonomi bagi masyarakat miskin dalam penerapan pro-poor tourism dan semakin

terbukanya mata pencaharian masyarakat miskin di pedesaan di Afrika Selatan.

Hasil temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ashley et al (2001),

yang melakukan penelitian tentang peran pariwisata sebagai strategi untuk

mengurang kemiskinan dengan istilah pro poor tourism. Penelitian yang

dilakukan di Afrika Selatan, Namibia, Uganda, St Lucia, Ekuador dan Nepal

menemukan semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin yang terdapat di

enam negara tersebut. Lebih lanjut Scheyvens dan Momsen (2008) juga

menyatakan bahwa pariwisata berperan penting dalam mengentaskan kemiskinan.

Penelitian ini mendukung hasil penelitian Ramadani (2012) yang

melakukan penelitian di Kampung Baru, Jakarta Barat sebagai daerah tujuan

wisata berkelanjutan dengan fokus penelitian tentang penyediaan layanan tentang

kenyamanan kepada wisatawan dan strategi pengelolaan pariwisata untuk

mempertahankan Kampung Wisata Budaya di Kampung Baru. Manajemen

pariwisata yang peduli pada msyarakat miskin mampu mengurangi tingkat

kemiskinan di Kampung Baru di Jakarta Barat. Ramadani (2012) menyatakan

Page 183: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

158

bahwa pro poor tourism bermanfaat dalam pengentasan kemiskinan melalui (1)

penciptaan kesempatan kerja baru, (2) tingkat kehidupan ekonomi masyarakat

miskin menjadi lebih baik, dan (3) peningkatan dan pemerataan pendapatan

masyarakat miskin menjadi semakin baik. Sejalan dengan Ramdani, Gibson

(2009: 527-528 dan Leon (2006: 341) menyatakan bahwa pengembangan

pariwisata bermanfaat mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang. Sebaliknya hasil penelitian yang berbeda diperoleh oleh Jamieson et

al (2004: 2) dan Roy (2010) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata tidak

sepenuhnya mampu mengentaskan kemiskinan.

5.6 Investasi di Kabupaten Badung

5.6.1 Investasi di Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan

Perkembangan investasi Kabupaten Badung terpusat Kecamatan Kuta

Selatan, Kecamatan Kuta dan Kuta Utara, berdampak positif terhadap kontribusi

PHR bersumber dari perdagangan, biro jasa, restoran, hotel dan podok wisata,

mencapai 70 persen dari keseluruhan pendapatan PHR yang diterima oleh

Pemerintah Kabupaten Badung. Hal ini menunjukkan tertinggalnya pertumbuhan

investasi di tiga kecamatan lainnya yaitu di Kecamatan Petang, Kecamatan

Mengwi, dan Kecamatan Abiansemal. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) mendominasi investasi di Kabupaten Badung dibandingkan dengan

investasi Penanaman Modal Asing (PMA). Terkait dengan investasi PMDN

Kecamatan Petang dan di Kecamatan Kuta Selatan menarik untuk diperhatikan

bahwa besarnya investasi di Kecamatan Kuta Selatan mencapai Rp.

282.652.444.000 (32,14 persen) sangat tidak sebanding dengan investasi di

Page 184: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

159

Kecamatan Petang sebesar Rp. 401.000.000 (0,05 persen). BPS Badung (2015)

mencatat jumlah Rumah Tangga Sejahtera (RTS) tahun 2011sebesar 744 RTS di

Kuta Selatan, berbanding dengan 2.772 RTS di Kecamatan Petang. Artinya bahwa

pesatnya perkembangan pariwisata di Kuta Selatan mampu menekan jumlah

orang miskin, melalui terbukanya kesempatan bekerja yang berdampak terhadap

peningkatnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kondisi

ini merupakan anomali dari kondisi peran pariwisata terhadap pengentasan

kemiskinan bahwa besarnya investasi ternyata belum mampu mengantaskan

kemiskinan seperti dinyatakan hasil wawancara bahwa masih banyak terdapat

orang miskin di Kuta Selatan. Ketimpangan bertumbuhnya pembangunan seperti

terlihat dari perbedaan yang menyolok antara antara besarnya investasi di Badung

Utara dengan Badung selatan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.14

Tabel 5.14 Rencana dan Realisasi PMA dan PMDN di

Kabupaten Badung

Per Kecamatan Kabupaten Badung

No Lokasi PMA

NO Bidang Usaha

PMDN Rencana

(RP) Realisasi

(RP) % Rencana (RP)

Realisasi (RP) %

1 Kecamatan Kuta Selatan

229.325.045.000 24.000.000.000 10,47% 1 Perdagangan 541.366.864.699 541.366.864.699 61,56%

2 Kecamatan Kuta

734.017.521.000 36.000.000.000 4,90% 2 BIRO Jasa 55.000.000 55.000.000 0,01%

3 Kecamatan Kuta Utara

535.680.000.000 19.000.000.000 3,55% 3 Restoran 70.221.693.401 70.221.693.401 7,99%

4 Kecamatan Mengwi

12.000.000.000 - 0,00% 4 Pondok Wisata

11.534.500.000 11.534.500.000 1,31%

5 Kecamatan Abiansemal

- - 0,00% 5 Hotel 256.238.511.920 256.238.511.920 29,14%

6 Kecamatan Petang

- - 0,00%

Total 1.511.022.566.000 79.000.000.000 5,23 Total 879.416.570.020 879.416.570.020 10%

Sumber : Bapeda Badung, Perekonomian Badung, BPS Badung, 2015

Dari data pada Tabel 5.14 Pemerintah Kabupaten Badung harus

mengambil langkah nyata untuk memacu pembangunan pariwisata Badung Utara.

Pengalihan mega investasi model Badung Selatan dengan kepemilikan segelintir

Page 185: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

160

orang tidak sepatutnya dilakukan di Badung Utara. Sebaliknya pembangunan

pariwisata bebasiskan masyarakat (community based tourism) dengan kepemilikan

lebih banyak, untuk pemerataan dan untuk meningkatkan nilai tambah yang

dihasilkan oleh investasi itu secara otomatis dinikmati oleh lebih banyak orang.

PHR yang dihasilkan oleh Pemda Badung dijadikan sarana pengembangan

Badung Utara.

5.6.2 Indikator Sosial Kecamatan Petang dan Kecamatan Kuta Selatan

Dari besarnya perbedaan pertumbuhan investasi di Kecamatan Kuta

Selatan dibandingkan dengan Kecamatan Petang dan luas wilayah Kecamatan

Kuta selatan (101,13 km2) lebih kecil dari luas wilayah Kecamatan Petang

(115,00 km2), data BPS Badung mencatat bahwa daya beli masyarakat di

Kecamatan Petang sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan daya beli

masyarakat di Kuta Selatan. Hal ini dapat dilihat dari pengguna listrik di Kuta

Selatan tercatat 39.977 keluarga dengan jumlah penduduk 115.918 jiwa

dibandingkan dengan pengguna listrik di Kecamatan Petang sebanyak 7.480

keluarga dengan jumlah penduduk 26.243. Tidak bisa dipungkiri bahwa pengguna

listrik di Kecamatan Peetang adalah murni penduduk lokal, sedangkan pengguna

listrik di Kecamatan Kuta Selatan adalah masyarakat lokal ditambang dengan

masyarakat pendatang yang datang sebagai masyarakat urban karena kepentingan

ekonomis atau bekerja disektor pariwisata. Kondisi seperti dimaksud diatas

memperlihatkan bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa terjadi ketimpangan

pendapatan dan daya beli yang sangat tajam antara masyarakat di Badung Utara

dengan masyarakat di Badung Selatan, seperti digambarkan oleh keadaan sosial di

masyarakat di Kecamatan Petang.

Page 186: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

161

5.7 Analisis SWOT

Adapun pendekatan yang digunakan untuk membuat strategi pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Badung pada dua lokasi penelitian yang berbeda yaitu

di Badung Utara dan Badung Selatan. Di Badung Utara dipilih Desa Pelaga dan

Desa Belok Sidan dan di Badung Selatan dipilih Desa Jimbaran dan Desa

Uluwatu. Dengan analisis SWOT yaitu faktor internal dan faktor eksternal

kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman di desa Pelaga dan Belok

Sidan dijabarkan sebagai berikut:

1) Analisis Internal (kekuatan), terdiri dari elemen: (1) potensi alam pegunungan,

(2) udara yang sejuk dan dingin, (3) jalan raya yang baik, (4) pemberdayaan

perekonomian agro, (5) produk kehutanan di wilayah Plaga untuk keperluan

Industri, (6) tingkat perlindungan sosial masyarakat lebih tinggi.

2) Analisis Internal (kelemahan), terdiri dari elemen: (1) jauh dari pusat kota/dan

bandara, merupakan salah hambatan bagi niat wisatawan untuk mengunjungi

obyek wisata (2) transportasi umum ke desa Pelaga dan Belok, (3) rendahnya

tingkat pendidikan masyarakatsebagai kelemahan untuk memberikan layanan

wista, (4) kepemilikan lahan, (5) Kebersihan daya tarik wisata sangat kurang.

3) Analisis Eksternal (peluang), terdiri dari elemen: (1) kunjungan wisatawan

dunia yang semakin meningkat, (2) adanya dukungan pemerintah provinsi dan

kabupaten serta industri perjalanan wisata, (3) tingginya partisipasi

masyarakat, (4) tumbuhnya industri pariwisata dan perekonomian mikro dan,

(5) adanya dokumen pendukung dalam bidang pariwisata dan kemiskinan

Page 187: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

162

4) Analisis Eksternal (ancaman), terdiri dari elemen: (1) globalisasi, (2) krisis

ekonomi, (3) peperangan dan ketidak stabilan keamanan, wabah penyakit, (4)

lemahnya promosi dan kurangnya dukungan biro perjalanan wisata

Selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.7.1 Strategi Peningkatan Peran Pariwisata Dalam Pengentasan

Kemiskinan di Kabupaten Badung

Menurut Ashley, (2000: 4-5), Scheynes dan Momsen, (2008)

pengembangan pariwisata berdampak positif terhadap meningkatkannya

pertumbuhan perekonomian, dan terhadap pengentasan kemiskinan. Pandangan

ini sejalan dengan Ashley et al (2001; Siregar dan Wahyuniarti, (2010), dan

Jonaidi, (2012). Strateginya adalah sebagai berikut:

1. Desa Pelaga dan Desa Belok Sidan

Strategi: (1) (S+O): mempertahankan potensi pariwisata alami, meningkatkan

pariwisata ekowisata, meningkatkan potensi wisata jembatan “Tukad

Bangkung” untuk wisatawan nusantara di Badung Utara, memberdayakan

masyarakat untuk pelestarian lingkungan, (2) Strategi (W+O): meningkatkan

berbagai sarana transportasi, pendidikan dasar kepariwisata bekerja sama

dengan stake holder pemangku kepentingan pariwisata dan meningkatkan

kebersihan, (3) Strategi (S+T): melestarikan potensi wisata alam, peningkatan

sumberdaya manusia dalam menghadapi globalisasi dan pengaruh krisis dari

luar dan meningkatkan kebersihan, (4) (W+T) yaitu meningkatkan promosi

untuk pariwisata Badung Utara melalui berbagai media dan bentuk promosi

lainnya.

Page 188: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

163

2. Desa Jimbaran dan Desa Pecatu

Strategi: (1) (S+O): mempertahankan potensi pariwisata alami dan fasilitas

pariwisata memberdayakan masyarakat untuk pelestarian lingkungan,

(2) Strategi (W+O): meningkatkan berbagai sarana transportasi, pendidikan

dasar kepariwisata bekerja sama dengan stake holder pemangku kepentingan

pariwisata, (3) Strategi (S+T): meningkatkan berbagai sarana transportasi,

pendidikan dasar kepariwisata bekerja sama dengan stake holder pemangku

kepentingan pariwisata, dan (4) (W+T) yaitu meningkatkan promosi untuk

pariwisata Badung Selatan dan melalui berbagai media dan bentuk promosi

lainnya.

Tabel analisis SWOT Desa Pelaga, Belok Sidan, Jimbaran dan Pecatu selanjutnya

dapat dilihat pada Lampiran 6.

5.8 Kebaruan Penelitian

1. Kebaruan atau Novelty penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung menurunkan kemiskinan

melalui dua (2) indikator yaitu jumlah kunjungan wisatawan dan kontribusi

pajak hotel dan restoran (PHR), dimana kedua indikator ini terkait langsung

dengan penerimaan pemerintah dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan.

Sedangkan dua indikator lainnya yaitu Lama Tinggal dan Pengeluaran

Wisatawan merupakan bagian dari pendapatan non-pemerintah berupa

keuntungan yang masuk ke pundi-pundi swasta untuk kepentingan sendiri dan

tidak dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan di Badung.

Page 189: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

164

2. Konsep pembangunan berbasis neoliberalisme yang dikembangkan di Badung

Selatan yang berdampak terhadap kesenjangan ekonomi dan sosial budaya,

selayaknya tidak dikembangkan ke lokasi lainnya di Kabupaten Badung.

Untuk pemerataan pembangunan, dikembangkan Pariwisata Berbasis

Masyarakat (Community Based Tourism) khususnya Badung Utara dan

daerah lainnya di Kabupaten Badung.

5.9 Implikasi Temuan Penelitian

Temuan hasil penelitian ini, dapat dijabarkan menjadi dua bagian yaitu:

5.9.1. Implikasi teoritis

Implikasi teoritis hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan

penelitian menggunakan pendekatan qualitatif dan didukung pendekatan

kualitatif.

(2) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis menggunakan

variabel perkembangan pariwisata sebagai variabel anteseden terhadap KP

dan KM.

5.9.2 Implikasi manajerial

Implikasi manajerial penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam

mengembangkan strategi pengentasan kemiskinan berbasis kinerja

perekonomian pada daerah tujuan wisata.

(2) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam

mengembangkan strategi mengurangi kemiskinan menggunakan

Page 190: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

165

pendekatan manajemen pariwisata yang diintegrasikan dengan kinerja

perekonomian (KP).

5.10 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut:

1). Penelitian ini terbatas hanya memakai tiga variabel yaitu variabel pariwisata,

kinerja perekonomian dan variabel kemiskinan dan hanya melihat dampaknya

dari aspek ekonomi.

2). Tidak meneliti tentang pengaruh aspek non-ekonomi terhadap kemiskinan.

Sedangkan jika merujuk pada penelitian Karim et al (2012), (Spenceley dan

Seif, 2003) dan Ashley et al (2001), selain melihat pengaruh pariwisata

terhadap kemiskinan dari sisi ekonomi, pariwisata juga berdampak terhadap

kehidupan sosial budaya dan lingkungan.

3). Terbatasnya variabel penelitian bisa dilengkapi dengan menambah variabel

dan indikator penelitian serta dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan

tidak hanya dari sisi ekonomis tetapi juga dari persepektif non-ekonomis.

4). Penelitian ini menggunakan data sekunder dari sumber terbatas yaitu dari

BPS Pemerintah Kabupaten Badung dan Provinsi Bali. Untuk memperkaya

hasil penelitian data sekunder dapat dicari dari sumber-sumber lainnya.

5). Terbatasnya data time series yang tersedia hanya selama 14 tahun sejak

berdirinya pada tahun 1992 Kabupaten Daerah Tingkat II Badung setelah

berpisah dari Kota Madya Denpasar.

Page 191: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

166

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan pemaparan penelitian, hipotesis dan hasil pembahasan

kesimpulannya adalah sebagai berikut:

6.1.1 Perkembangan pariwisata memberikan pengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja perekonomian. Artinya bahwa semakin baik

perkembangan pariwisata, kinerja perekonomian semakin meningkat. Hal

ini terlihat dari nilai koefisien jalur sebesar 0,871 dan nilai t-statistik

sebesar 71,567 lebih besar dari nilai t-tabel yaitu sebesar 2,201.

6.1.2 Kinerja perekonomian berpengaruh negatif dan signifikan `terhadap

kemiskinan. Artinya semakin tinggi kinerja perekonomian, semakin

menurun tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur

sebesar -0,762 dengan nilai t-statistik sebesar 15,462, lebih besar dari nilai

t-tabel yaitu sebesar 2,201.

6.1.3 Perkembangan pariwisata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

tingkat kemiskinan. Artinya bahwa semakin meningkatnya perkembangan

pariwisata, maka berdampak terhadap semakin menurunnya kemiskinan.

Hal ini terlihat dari Koefisien jalur pengaruh perkembangan pariwisata

terhadap kemiskinan sebesar -0,207 dengan nilai t-statistik sebesar 4,099,

lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 2,201.

166

Page 192: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

167

6.1.4 Untuk peningkatkan peran pariwista di Kabupaten Badung dalam

pengentasan kemiskinan berdasarkan hasil analisis SWOT sebagai berikut:

Strategi: (1) (S+O): mempertahankan potensi pariwisata alami dan

meningkatkan pariwisata ekowisata, meningkatkan potensi wisata

jembatan “Tukad Bangkung” untuk wisatawan nusantara di Badung Utara,

memberdayakan masyarakat untuk pelestarian lingkungan, (2) Strategi

(W+O): meningkatkan berbagai sarana transportasi, pendidikan dasar

kepariwisata bekerja sama dengan stake holder pemangku kepentingan

pariwisata, (3) Strategi (S+T) dan (4) (W+T): meningkatkan promosi

untuk pariwisata Badung Utara dan Badung Selatan melalui berbagai

media dan bentuk promosi lainnya.

6.2 Saran

Dengan adanya keterbatasan penelitian ini maka untuk menyempurnakan

penelitian selanjutnya disarankan rekomendasi sebagai berikut:

1) Perlu dikembangkan penelitian berkelanjutan di Kecamatan Badung Selatan

berupa pilot project yang terintegrasi dengan melibatkan masyarakat setempat

untuk mengembangan rumput laut dan mengembalikan kejayaan jeruk Pecatu.

Sedangkan untuk Desa Jimbaran untuk pengembangan kegiatan bersifat

ekonomis selain wisata kuliner pantai Jimbaran dengan dukungan dana dari

pemerintah dan mengoptimalkan pemanfaatan CSR dari perusahaan swasta.

2) Penelitian dimasa mendatang perlu disempurnakan dengan menambahkan

variabel non ekonomi seperti variabel kesejahteraan sebagai variabel mediasi

diantara Perkembangan Pariwisata dan Kemiskinan.

Page 193: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

168

3) Untuk mengetahui pengaruh peran pariwisata dan kinerja perekonomian

terhadap kemiskinan perlu didukung dengan lebih banyak data primer dari

sumber yang lebih luas.

4) Pengembangan penelitian berkelanjutan di Badung Utara, di Kecamatan

Petang, Desa Plaga dan Desa Belok Sidan untuk mengembangkan pertanian

modern secara terintegrasi, berbasiskan masyarakat dengan melibatkan badan-

badan internasional, pemerintah, dan swasta yang berpengalaman di bidang

pertanian modern.

Page 194: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

169

DAFTAR PUSTAKA

Alsop, Ruth., Heinson, Nina. 2005. Measuring Empowerment in Practise Structuring Analysis and Framing Indicators, World Bank olicy Research Working paper 3510, February 2005.

Anwar, Jahid Md. 2012. “Poverty Alleviation Through Sustainable Tourism: A Critical Analysis Of 'Pro-Poor Tourism' And Implications For Sustainability In Bangladesh”, Research Report Presented to Professor COOPER Malcolm J. M. In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Of Master of Science in International Cooperation Policy, hlm. 1-94.

Armstrong, Rebecca. 2012. “An analysis of the conditions for succes of community based tourism enterprises”. International Centre for Responsible Tourism. Pp.1-52

Ardianto, Elvinaro dan Machfudz, Dinsin.M. 2011. Efek Kedemawanan Pebisnis dan CSR. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Kompas Gramedia.

Ashar, Khusnul. 2008, Analisis Makro dan Mikro Jembatan ekonomi Indonesia. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.

Ashley, Caroline., Dilys Roe and Harold Goodwin. 2001. “Pro-Poor Tourism Strategies: Making Tourism Work For The Poor”, ODI (Overseas Development Institute).

Ashley, Caroline., Roe, Dilys., Goodwin, Harold. 2001. Pro Poor Report No. 1. Pro Poor Tourism Strategies: Making Tourism Wo rk For The Poor, The Russell Press, Nottingham, NG6 OBT

Ashley, Caroline and Dilys Roe. 2002. “Making Tourism Work for the Poor: Strategies and Challenges in Southern Africa”. Development Southern Africa. Vol: 19. No. 1.

Ashley, Caroline and Gareth Hayson. 2006. “From Philanthropy to a Different Way of Doing Business: Strategies and Challenges in Integrating Pro-Poor Approaches into Tourism Business”. Development Southern Africa. Vol: 23. No. 2.

Ashley, Caroline and Goodwin, Harold. 2007. Pro Poor Tourism’: What’s gone right and what’s gone wrong? Overseas Development Institute Unite kingdom.

Page 195: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

170

Athanasopoulou, Anna. 2013. Tourism as a driver of economic growth and development in the EU-27 and ASEAN regions. EU Center, Singapore.

Babbie, Earl 2005. The Basic of Social Research, Third Edition, Chapman University, Thompson Wadsworth, USA

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2012. Bali Dalam Angka 2012, UD. Sarana Ilmu Denpasar, Bali.

Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan 2008, Jakarta

Bali Post. 3 Agustus 2015. Menanggulangi Kemiskinan Desa Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi.

BAPPEDA/Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. 2014. Buku Data Bali Membangun.

BAPPEDA/Litbang Kabupaten Badung. 2014. Upaya Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Melalui CSR di Kabupaten Badung

BAPPENAS/Badan Perencanaan Pembanguan Nasional. 2006. Data dan Informasi Kinerja Pembangunan 2004-2012.files/6613/7890/Buku_Datin_Kinerja_Pembangunan_2004-2012 .pdf. 30 April 2013. Diunduh tangal 01 April 2014.

BAPPENAS, Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan nak Kedeputian Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan. Evaluasi Pelayanan Kerluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin. 2010

Bonfiglioli, Angelo. 2003. Empowering the Poor, United Natioans Capital Development Fund

_______. 2004. United nations Capital Development Fund, Anwar, Jahid Md. 2012. “Poverty Alleviation Through Sustainable Tourism: A Critical Analysis Of 'Pro-Poor Tourism' And Implications For Sustainability In Bangladesh”, Research Report Presented to Professor COOPER Malcolm J. M. In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Of Master of Science in International Cooperation Policy.

BPS/Badan Pusat Statistik dan Depsos/Departemen Sosial. 2002. Penduduk. Fakir Miskin Indonesia 2002. BPS. Jakarta.

BPS/Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. 2014. Badung Dalam Angka.

BPS/Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2014. Bali Dalam Angka 2014

Page 196: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

171

Brannen, Julia. 1992. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Brookfield, USA: Avebury, Aldershot Publisher.

Brian Garrod. 2001.Local Partisipation in the Planning and Management of Eco-tourism: A Revised Model Approach, University of the West of Eng-land, Bristol.

Brida. Juan Gabriel, Pereyra, Juan Sebastian, Devesa, Maria, Jesus Such. Evaluating the Contribution of Tourism to Economikc Growth. http://ssm.com/abstract=10184466. Diunduh 06 January 2015.

Brown, Donald. 2005. “Poverty-Growth Dichotomy”. Dalam Uner Kirdar dan Leonard Silk (eds.), People: From Impoverishment to Empowerment. New York University Press, New York.

Bryden, J. 1973. Tourism and Development: A Case Stydy of the Commenwealth Carribean. Cambridge: Cambridge University Press.

Burns, Peter M., Holden, Andrew. 1995. Tourism A New Perspective. Prentice Hall, 1955 Englewood Cliffs, NJ 07632

Butler, Eamonn. 2011. The Condensed Wealth of Nation and The Incridibly Condensed Theory of Moral Sentiments. Adam Smith Research of Trust, England

Cattarinich, X. 2001. Pro-Poor Tourism Initiatives in Develiping Countries: Analysis of Secondary Case Studies. PPT Working Paper No. 8. ODI, Edmonton.

Chambers, Robert. 2005. Memahami Desa Secara Partisipatif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Chan, Kit Ying Sharon dan Kulkarni, Kishore G. 2006. A test of the Kuznet U Hypothesis: Income Inequality Behind the Rapid Economic Growth in China. University of Denver, Denver, CO 80208, USA

Cohen. 2005. Sosiologi Pariwisata. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Cooper, Chris; Fletcher, John, Gilbert, David; Wanhill, Stephen. 1993. Tourism Principle & Practice.Pitman Publishing, London.

Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schlinder. 2008. Business Research Methods. Mc Graw-Hill. New York.

Corbett, Steve and Fikkert, Brian. 2012. When Helping Hurt. Moody Publishers 820N.Lasalle Boulevard Chicago, II 60610 USA

Page 197: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

172

Cornwall, Andrea, and Karen Brock, 2005, “Beyond Buzzwords Poverty Reduction, Participation and Empowerment in Development Policy”, United Nations Research Institute for Social Development, hlm. 1-34.

Cox, C. 2004. Teaching Language Arts: A Student- and Response-Centered Classroom. Allyn and Bacon. Boston.

Creswell, John W. 2003. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. London: SAGE Publications.

Dahlquist, Matilda. 2013. Does Economic Growth reduce Poverty?An Empirical Analysis of the Relationship between Poverty and Economic Growth Across Low-and Middle-income Countries, Illustrated by the Case of Brazil. Södertörn University, Sweden

Damanik, J dan Weber H. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta, Penerbit Andi.

Damanik, J. 2005. “Kebijakan Publik dan Praksisi Demokratic Governance di Sektor Pariwisata”, Jurnal ISIP, 8(2), Juli.

_______. 2008, Internasionalisasi Program Pendidikan sebagai Strategi Peningkatan Daya Saing SDM Pariwisata, Jurnal Kepariwisataan Nasional, Vol. 3 No. 1.Damanik, J., 2009. “Managing the Uncertainty of the Indonesia Tourism Sustainbility”, Proceeding Internasional Seminar on Sustainable Tourism Management, Maejo University, Chiang Mai.

Davidson, Thomas Lea and William, F. Theobald. 2005. What Are Travel and Tourism: Are They Really an Industri?,Printed in the United States of Amerika.

Del Corpo, Barbara., Gasparino, Ugo., Bellino, elena and Malizia, William. (2008: 4-5). Effect of Tourism Upon the Economy of small and Medium Sized European Cities.Cultural Tourists and “The Others: Social Science Research Network Electric paper Collection http://ssrn.com/abstract-1140611. Nota Di Lavoro 22.2008

Denzin, Norman K andLincoln, Yvonna S. 2005. Qualitative Research. Third Edition. Sage Publication. Inc. California.

Dewantoro, Pendi., Rujiman, dan Sariadi, Agus. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kawasan Mebidangro, Jurnal Ekonomi, Vol. 17, No. 3, hal. 140-164.

Dilys., Harris Catherine., Andrade, de Julio. 2003. Addressing Poverty Issues in Tourism Standard, PPT Working Paper No.14, hal.1-14.

Page 198: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

173

Dinas Pariwisata Kabupaten Badung. 2014. Profil Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Tahun 2014. Bali

Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2014. Bali Tourism Statistic. Bali

Djaelani, Aunu Rofiq. 2013. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif, Majalah Ilmiah Pawiyatan, FPTK IKIP Veteran Semarang.

Djaya, Ashad Kusuma. 2012. Teori-teori Modernitas dan Globalisasi Kreasi Wacana, Bantul.

Edgar L. Jackson and Thomas L. Burton. 1999. Leisure Studies Prospects for the Twenty First Century. Venture Publishing, Inc. State College, Pennsylvania, USA

Edward, Peter. 2006. UNDP, Poverty in Focus, International Poverty Center, Brazil

Elesh, David. 1970. Poverty Theories and Income Maintenance: Valadity and Policy Relevance. The Institute for Research on Poverty University of Wisconsin, USA.

Emanurl, de Kadt. 1979. Tourism Pasport to Development. A join World Bnk-Unesco Study

Eyben, Rosalind., Naila Kabeer and Andrea Cornwall. 2008. “Conceptualising empowerment and the implications for pro poor growth”, Report to DAC POVNET on empowerment, 1-37.

Fields, Gary S. 2007. ILRI Impact Brief-Economic Development, Labor Markets and Poverty Reduction. Cornel University, ILR School

Fridgen, Joseph D. 1996. Dimensions of Tourism, Educational Institut of the American Hotel & Lodging Association Michigan 48906

Friedman, John. 2002. Empowerment The Politics of A lternative Development. Blackwell Publishers, Cambridge, USA.

Geriya, I Wayan. 2010, “Antara Aneka Paradoks dan Budaya Hibrida”, Jendela Pariwisata Indonesia, Inisiator, Panudiana Kuhn.

Ghozali, H. Imam, (2006). Strictural Equation Modeling. Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS). Badan Penerbit UNDIP Semarang.

Giampiccoli, Andrea and Janet Hayward Kalis. 2012. “ Community-based tourism and local culture: the case of the amaMpondo” PASOS. Revista de Tourismo y Patrimonio Cultular. Vol: 10. No. 1. pp. 173-188.

Page 199: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

174

Gibson, Chris. 2009. “Geograpies of tourism: critical research on capitalism and local livelihoods”. Progress in Human Geography. Vol: 33. No. 4.

Goodwin, Harold and Rosa Santilli. 2009. ”Community-Based Tourism: a success?. Responsible Tourism. pp. 1-37.

Goodwin, Harold. 2008. “Pro-poor Tourism: a response”. Third World Quarterly. Vol: 29. No. 5. pp. 869-871.

Gordon, David. 2005. Indicators of Poverty and Hunger. University of Bristol, New York.

Gunn, Clare A with Var Turgut. 2002. Tourism Planning Fourth Edition. Basic, concepts, Cases Routledge Taylor&Francis Group. New York

Guo, Lan. 2008. “Pro-Poor Tourism in China: Preliminary Investigation”. PhD of School of Contemporary Chinese Studies. University of Nottingham. pp. 1-18.

Hadinoto, Kusudianto. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata, UI Press, Jakarta.

Hall, C Michael. 2008. Tourism Planning. Policies, Processes and Relationships. Pearson Education Limited, England

______. 2007. Pro-Poor Tourism: Who Benefits?, Perspectives on Tourism and Poverty Reduction. Channel View Publications. New Zealand

Harniati. 2007. Tipologi Kemiskinan dan Kerentanan Berbasis Agroekosistemdan Implikasinya pada Kebijakan Pengurangan Kemiskinan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hidayat, Noermayanti dan Otok, Bambang Widjanarko. 2012. Pemoderal Structural Equation Modeling (SEM) Berbasis Varian Pada Derajat Kesehatan di Provinsi Jawa Timur 2010, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012.

Harrison, David. 2008. “Pro-Poor Tourism: a Critique”. Third World Quartertly. Vol: 29. No. 5. pp. 851-869.

Harvery, David. 2009. Neoliberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis. Yogyakarta, Resisst Book, 2009.

Hatton, M.J. 2010, Community Based Tourism in the Asia-Pacific, School of Media Studies a at Humber College. Canada.

Page 200: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

175

Helling, L., Serrano, R., & Warren, D. 2005. Linking community empowerment, decentralized governance, and public service provision through a local development framework: Social Protection, The World Bank.

Hendriwan, 2003. ”Penanggulangan Kemiskinan Dalam Kerangka Kebijakan Desentraslisasi”, Makalah Falsafah Sains (PPS 772). Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Hill, Trevor., Etienne Nel and Dayle Trotter. 2006. “Small-Scale, Nature-Based Tourism as a Pro-Poor Development Intervention: Two Examples in Kwazulu-Natal, South Africa”. Journal Compilations.

Ife, J.W. 2005. Community Development: Creating Community Alternatives-vision, Analysis and Practice. Longman, Melbourne.

Jamieson, Walter., Harold Goodwin and Christopher Edmundo. 2004. “Contribution of Tourism To Poverty Alleviantion: Pro-Poor Tourism and Challenge of Measuring Impacts” For Transport Policy and Tourism Section Transpor and Tourism Devision UN ESCAP.

Jennings, Gayle. 2001. Tourism Research. John Wiley and Sons Australia. Sidney and Melborne.

Johannes, Muller., 1997. Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, Gramedia Pustaka, Jakarta.

Jonaidi, Arius. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia, Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 1, No. 1, hal. 140-164.

Jonker, Jan., Pening, J.W., Bartjan., Wahyuni, Sari. 2011. Metode Penelitian Pantuan untuk Master dan Ph.D. di Bidang Manajemen, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Joppe, Marion. 1996. Sustainable Community Tourism Development Revisited, Tourism Management, Vol. 17 No.7, pp 475-479, 1996. Elsevier Science Ltd, Great Britain

Kadt, Emanuel de. 1976. Tourism Passport to Development. A joint World Bank Unesco Study, Oxford University Press, New York.

Kakwani, Nanak and Pernia, Ernesto M. 2000. What is Pro Poor Growth? Asian Development Bank Review, Vol.18, No.1,pp. 1-16.

Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi Keluarga berencana Nasional. 1996.

Page 201: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

176

Karim, Rehmat., Faqeer Mohammad., Loris Serafino. 2012. “Integrating pro-poor tourism activities in a community-based idea of development: the case of the district of Hunza-Neger, Pakistan”, Proceedings of the International Colloquium on Tourism and Leisure (ICTL) 2012 Bangkok, www.ictlconference.com.

Kartasasmita, Ginandjar. 2006.Pembangunan Untuk Rakyat-Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Penerbit PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta.

______. 1997. Pemberdayaan Masyarakat Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat, Disampaikan pada Saresehan DPD GOLKAR Tk I. Jawa Timur Surabaya, 14 Maret 1997.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2015. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Jakarta.

Keynes, Milton. Powerful Information, Grassroots International Development, MK 139AP, UK. www.poweful information.org. Diunduh 20 Januari,2014.

Kirdar, Uner dan Leonard Silk. 2005, People: From Impoverishment to Empowerment. New York University Press, New York.

Krongkaew, Medhi., Chamnivickorn, Suchittra., Nitithanprapas, Isriya. 2006.

Economic Growth, Employment, and Poverty Reduction. The case of Thailand www.ilo.org/.../wcms_120671.pdf. Diunduh 15 September, 2015

Kuncoro, Mudrajad.2000. Ekonomi Pembangunan. Teori Masalah dan Kebijakan, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Kuznet, Simon, 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American Economic Review VolumeXLV. March, 1955, Volume One.

Laderchi, Caterina Ruggeri., Saith Ruhi., Stewart. 2006. U N D P,Poverty in Focus, International Poverty Center, Brazil

Leon, Yolanda M. 2006. “The Impact of Tourism on Rural Livelihoods in the Dominican Republic’s Coastal Areas”. Journal of Development Studies. Vol: 43. No. 2.

Lewis and Brown. 2008. “Title: Pro-Poor Tourism: A Vehicle for Development in Trinidad and Tobago”. Sir Arthur Lewis Institute of Social and Economic Studies (SALISES). pp. 1-22.

Lieter, Bernard., De Meulenaere. 2003. Sustaining Cultural Vitalaity in a Global World: The Balinese example

Page 202: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

177

Lincoln and Guba (1987)., Creswell (1944) dan Agusta (2005). Asumsi-Asumsi Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif, ivanagusta.files.wordpress.com/.../ivan-metode kualiatif. Diunduh Januari 2014-09-24.

Local Environmental Governance and the Decentralized Management of Natural Resources. 2004. New York 10017.

Louis Helling,Louis.,Serano, Rodrigo., Warren, David. 2015.Community Driven Development. Lingking Community Empowerment, Decentralized Governance, and Public Service Provision Through a Local Development Framework, Social Protection Advisory Service, The World Bank, Washington, D. C.

Meaton, Julia dan Robinson., Alex J. 2003. Bali Beyond The Bomb: Disparate Discourses and Implication For Sustainability.

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2009. Buku Undang - Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Miles, Matthew B dan Huberman, A Michael. 1994. Qualitatif Data Analysis. Second Edition. Sage Publications. London

______. 2002. Analisis dan Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. UI Press, Jakarta.

Mitchell, Jonathan and Jojoh Faal. 2007. “Holiday Pacpage Tourism and the Poor in the Gambia”. Development Southern Africa. Vol: 24. No. 3.

Mograbi, Jonathan and Cristian M. Rogerson. 2007. “Maximising the Local Pro-Poor Impact of Dive Tourism: Sodwana Bay, South Africa”. Urban Forum. Vol: 18. No. 85. pp. 104.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 40252

Mowforth, Martin and Munt, Ian. 2009. Tourism and Sustainability, Development, globalization and new tourism in the Third World, Routledge. London

Mubyarto. 2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta. BPFE-UGM.

Muhanna, Emaad. 2007. “Problem and Perspectives in Management”. Tourism Development Strategies and Poverty Elimination. Vol: 5. No. 1. pp. 37. 14pgs.

Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia, penerbit Udayana University Press, Bali.

Page 203: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

178

Neil Leiper. 2004. Tourism Management, Pearson Hospitality Pearson Education Australia

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian, Jakarta: Prenada Media Grup.

Nurhidayati, Sri Endah. 2012, “Pengembangan Agrowisata Berkelanjutan Berbasis Komunitas di Kota Batu, Jawa Timur”, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nurkse. 2000. Problems Of Capital Formation In Underdeveloped Countrieswww.bps.go.id. Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI).

Okazaki, Efsuko. 2008. “A Community-Based Tourism Model: Its Conception and Use” Jurnal of Sustainable Tourism. Vol:16. No. 5. pp. 551-529.

Page, Net.,Czuba, Chery E. 1999. Journal Of Extension, www.joe.org, October 1999//Volume 37//Number 5 // Commentary // 5COM1. Diunduh 21 Jamuary, 2014

Pangestu, Mari Elka. 2013. Tourism Sector in 2013: Continues Resilience?Jakarta Post Outlook 2003, Jakarta

Papilaya, Eddy Chiljon. 2013. 7 Kiat Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pemiskinan Bangsa.PT. Penerbit IPB Press, Bogor.

Paul Aondona, Angahar. 2012. “Fast Tracking Economic Empowerment and Poverty Reduction through Support of Local Councils for Micro and Small Businesses in Nigeria”, International Journal of Business and Management Tomorrow, Vol. 2 No. 4, hlm. Hlm. 1-9.

Pemerintah Kabupaten Badung. 2013. Tinjauan Perekonomian Kecamatan 2010-2012.

_______. 2014a. Monografi Desa dan Kelurahan Pelaga.

_______. 2014b. Monografi Desa dan Kelurahan Belok Sidan.

_______. 2014c. Monografi Desa dan Kelurahan Jimbaran.

_______. 2014d. Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

_______. 2015. BADUNGKAB.CO.ID. Membedah LKPJ AMJ Bupati Badung Periode 2010-2015.

_______. 2015. Kondisi Umum Pembangunan di Kabupaten Badung.

Page 204: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

179

Pemerintah Propinsi Bali. 2009. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (DSPKD) Propinsi Bali Tahun 2010-2014.

Perkins, Douglas D., Zimmerman, Mark A. 1995. Empowerment Theory, Research, and Application. American Journal of Community Physchology, Vol 23, No 5, 1995.

Pike, Steven. 2008. Drstination Marketing An Integrated Markeeting Communication Approach. Elsevier Inc USA.

Prajoga,M. J.1973. The Nusa Dua Area Development Plan, Directorate General of Tourism Ministry Communications Republic of Indonesia, Jakarta

Rahardjo, Dawam. 2013. Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2013 “Peran Strategis Perguruan Tinggi dalam Mendukung Sinergi Multipihak untuk Pengembangan Usaha Mikro. Sinergi Indoneisa, Jakarta.

Ramadani, Mutiara. 2012.Perencanaan Pariwisata Pro-Masyarakat Miskin di Kampung Baru, Jakarta Barat.

Rappaport, Julian. 1987. Term of Empowerment/Exemplars of Prevention, Toward a Theory for Community Physchology. American Journal of Community Physchology, Vo.15, No.2. 1987

Reisinger, Yvette. 2009. International Tourism Cultures and Behavior, Elsevier Inc, New York.

Richardson, Robert B. 2010. Michigan State University. The Contribution of Tourism to Economic Growth and Food Security. USAID Mali

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern, University of Maryland.

Robinson, J Alex and Meaton, Julia. 2005. Bali beyond the Bomb; Disparate Discourses and implications for Sustainability, University of Hudderfield, UK.

Robinson, William I. 2004. A Theory of global Capitlism: Production, Class, and State in a Transnational World. http://www.goodreads.com/book/show/ 189463.A_Theory_of_Global_Capitalism. Diunduh 16 Februari 2015.

Rodick, Dani. (2007). One Economics, Manyaa Revipes: Globalization, Institutions and Economic Growth. Harvard University

Roe, Dilys and Penny Urquhart. 2001. “Pro-Poor Tourism: Harnessing the World’s Largest Industry for the World’s Poor”, IIED (International Institute for Enviorenment and Development). London

Page 205: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

180

Roe, Dilys., Caroline Ashley., Sheila Page and Dorothea Meyer. 2004. “Tourism and the Poor: Analysing and Interpreting Tourism Statistics from a Poverty Perspective”, PPT (Pro-Poor Tourism), hlm. 1-29. Roe.

Rogerson, Christian M. 2006. “Pro-Poor Local Economic Development in South Africa: The Role of Pro-Poor Tourism”. Local Environment. Vol. 11. No. 1.

Roy, Hiranmoy. 2010. Social ScienceReasearchNetwork. The Role of Tourism to Poverty Alleviation. http://papers.ssrn.com/s013.cfm?abstract_id=1999971 Diunduh 03 September, 2014.

Scheyvens, Regina and Janet H. Momsen. 2008. “Tourism and Proverty Reduction: Issues for Small Island States”. Tourism Geographies. Vol: 10. No. 1. pp. 22-41.

Schiffman, Leon., Kanuk., Leslie Lazar. 2008. Prilaku Konsumen. Edisi Ketujuh, Jakarta.

Schilcher. 2007. Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa. Bandung.

Sebele, Lesego S. 2010. “Community-based tourism ventures, benefits and challenges: Khama Rhino Sanctuary Trus, Central District, Botswana” Tourism Management. Vol:31. pp. 136-146.

Selinger, Evan. 2009. “Ethics and Poverty Tours”. Philosophy ad Public Policy Quarterly. Vol: 29. No. 1/2. pp. 112-122.

Setyawan, Anton Agus. 2001. “Kemiskinan Dunia Ketiga dalam Perspektif Ekonomi Politik Internasional”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Kajian Masalah Ekonomi Pembangunan, Penerbit Balai Penelitian dan Pembangunan Ekonomi FE UMS, Vol. 2, No. 2, Surakarta.

Sheldon, Pauline J and Teresa Abenoja. 2001. “Resident attitudes in a mature destination: the case of Waikiki”. Tourism Management. Vol. 22, 435-443.

Siregar, Hermanto dan Wahyuniarti, Dwi, Pustaka.blog.mb.ipb.ac.id/files

/2010/.../dampak-ptbmbhn-ek_hermanto. Diunduh tanggal 27 Mei 2015, hal. 23-40.

Smith, Adam. 1778. The Wealth of Nation: The Inquiry into The Wealth of Nation. New York 2007

Soedjatmoko.2008. Pembangunan dan Kebebasan. LP3ES, Jakarta.

Spenceley, Anna and Jennifer Seif. 2003, “Strategies, Impacts and Costs of Pro-Poor Tourism Approaches in South Africa”, International Centre for Responsible Tourism, PPT Working Paper No. 11, page. 1-44.

Stamboel, Kemal A. 2012. Panggilan Keberpihakan: Strategi Mengakhiri Kemiskinan di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 206: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

181

Stiglitz, Joseph E. 2003.Globalization And Its Discontents. W.W Norton & Company, Inc., 500 Fith Avenue, New York, NY 10110

Sudipa, I Nyoman. 2014. Disertasi: Kemiskinan Dalam Industri Pariwisata Di Kelurahan Ubud. Program Doktor Kajian Budaya Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Suharto, Edi. 2007. Konsep dan Strategi Pengentasan Kemiskinan menurut Perspektif Pekerjaan Sosial. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung (http://.policy.hu/suhatro/modula/makindo 13.htm). Diunduh tanggal 2 Juni 2014. 09:48

Sukijo. 2009. Cakrawala Pendidikan, Juni 2009, Th XXXVIII, No.2. FISE Unversitas Negeri Yogyakarta.

Sumodiningrat, G. 2002.Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, Gramedia, Jakarta.

Sutikno., Soedjono, Eddy Setiadi., Rumiati., Agnes Tuti dan Latip, Triwuwarno. 2011. Pemilihan Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Dengan Pendekatan sistem Jurnal ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010 hal 135-147.

Suyana Utama, I Made. 2006. Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap

Kinerja Perekonomian dan Perubahan Struktur Ekonomi serta Kesejahteraan Masyarakat di Propinsi Bali. Disertasi. Universitas Udayana.

Tara., Ariawan, Odeck., Ballinger, Rucina., James, Jamie., Mohamad, Gunawan., Murdoch, James., Reisner, Stefan., Toth, Andy., Cody., Shwaiko, Lynn. 2004. Ubud Is A Mood, A ali Purnati Book, Gianyar

Tasci., Asli D.A., Semrad, Kelly J., Yilmaz Semih S. 2013, Community Based Tourism Finding The Equilibrium in COMCEC Contact, Setting the Pathway for the Future. COMCEC Coordination Office, Ankara, Turkey.

Tewksbury, Richard. 2009. Qualitative versus Quantitative Methods: Understanding Why Qualitative Methods are Superior for Criminology and Criminal Justice. Journal of Theoretical and Philosophical Criminology, Vo 1 (1) 2009. University of Louisville, USA

Theobald, William F. 2005. Global Tourism Third Edition, Elsevier Inc, New York.

Thomas, Vinod., Wang, Yan and Fan, Xibo. 2005. Journal: MeasuringEducational Inequity: Ginni Coefficients of Education. http://www.worldbank.org/devforum/forumqog3.html.

Page 207: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

182

Tjokrowinoto, Moeljarto. 2005. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Pusat Studi Pariwisata Universitas Gajah Mada. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia.

Tourism and Hospitallity Studies, Introduction to Tourism. 2013. The Government of Hong Kong, Special Administrative Region. Education Bureau, Hong Kong

Torres, Rebecca and Janet Henshall Momsen. 2004. “Challenges and Potential for Linking Tourrism and Agriculture to Achieve Pro-Poor Tourism Objectives”. Progress in Development Studies. Vol: 4. No. 4.

Tosun, Ceva. 2000. “Limits to community participation in the tourism development process in developing countries”, Tourism Management, Vol. 21, hlm. 613-633.

Towner, John. 1995. What is Tourism’s History. Tourism Management. Vol.16.5. pp.339-343. Elsevier Science Ltd, Great Britain

United Nations Environment Program. 2005. Division of Technology, Industry and Economics, France.

United Nations World Tourism Organization. Understanding Basic Glosarryhttp://media.unwto.org/en/content/understanding-tourism-basic-glossary. Diunduh tanggal 19 Maret 2015

______.World Tourism Barometer, Volume 11, January 2013.

______. 2003. Poverty Alleviation Through Sustainable Tourism Development, Economic And Social Commission For Asia And The Pacific, hlm. 1-172.

______. 2007. Report On The Achievement Of Millenium Goals of Indonesia

______. 2012. The Millenium Development Goals Report. New York.

______. 2012. We can End Poverty 2012, Millineum Development Goals, New York.

______. 2013. The Millineum Development Reports. New York

______. 2013. Sustainable Tourism Development, Madrid, Spain.

______. 2013. International on the rise boosted by strong performance in Europe, Press Release, PR no.: PR 13066, Madrid 2013

______. 2014. Tourism Highlite 2014 Editions, Madrid, Spain

Wahyudi, Heri. 2007. “Pariwisata, Pengentasan Kemiskinan dan MDGs”, UPBJJ-UT, Denpasar.

Page 208: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

183

Wahyuni, Sari. 2015. Qualitative Research Method Theory and Practice, 2nd Edition, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Wall, Geoffrey dan Mathieson, Alister. 2006. Tourism, Change, Impact and Opportunities.Pearson Educational Limited, England.

Widiateja, IGN Parikesit. 2011. Kebijakan Liberalisasi Pariwisata, Udayana University Press 2.

Wold, Herman. 1966. Theory and Application of Partial Least Squares, Department of Statistics University of Uppsla, Sweden.

Wood, Kenneth. 2005. Pro-poor tourism as a means of Sustainable Development in the Uctubamba Valley, Northern Peru,Junal University of Greenwich, School of Science Departtment of Earth and Environmental Sciences page 1-116.

Woodsong, Mack N., and Macqueen K. 2005. Qualitative Research Methods: A Data Collector’s Field Guide. North Carolina: Research Triangle Park.

World Bank. 2002.Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook, Tools and Practices 20, hlm. 1-280.

______. 2002.Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook, Tools and Practices 20, hlm. 1-280.

______. 2003. Bali Beyond The Tragedy. Impact and Challenges for Tourism-led Development in Indonesia

______. 2008. World Development Indicator. Poverty Data, A Supplement to World Development Indicators. Washington. D.C. 20433 USA.

______. 2013. Annual Report 2013

World Tourism Organization. 2004. Tourism 2020 Vission, Madrid: WTO.

______. 2011. United Nations World Travel Organization Annual Report, Spain.

______. 2012. Metodological Notes to the Tourism Data Base, Spain

World Tourism Organizationwww.world-tourism.org. Malta Tourism Digestwww.mtadigest.com.mt. Diunduh tanggal 17 Agustus 2013, jam 10.00 wita

World Travel Tourism Council. 2013. [email protected]. Travel and Tourism Economic Impact 2013

WTTC, World Travel Tourism Council. 2012. Travel and Tourism Economic World Impact, 2012, London

Page 209: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

184

Yoeti, Oka A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Yudhoyono, H Susilo, Bambang. 2014. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 64 Tahun 2014, Koordinasi Strategis Lintas Sektoral Penyelenggaraan Kepariwisataan, Jakarta.

Zastrow, Charles H. 2008. Understanding Human Behavior and The Social Environment, 6th ed, Thomson, USA.

Page 210: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

185

Lampiran 1

Rasio Gini Provinsi Bali Tahun 2004-2013

Sumber : Bali Dalam Angka, 2015

Kabupaten/ Kota

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 0.2159 0.2611 0.2325 0.2376 0.2583 0.2370 0.2575 0.4020 0.3706 0.3710

Tabanan 0.2104 0.2329 0.2606 0.2481 0.2437 0.2525 0.2596 0.3648 0.3473 0.3862

Badung 0.2693 0.2966 0.2794 0.1740 0.2673 0.2273 0.2864 0.3385 0.3258 0.3468

Gianyar 0.1866 0.2561 0.2844 0.2408 0.2788 0.2487 0.2717 0.3279 0.3362 0.3254

Klungkung 0.1909 0.2761 0.2448 0.2259 0.2876 0.2871 0.2857 0.3777 0.3473 0.3599

Bangli 0.1735 0.2330 0.2179 0.1809 0.2365 0.2263 0.2217 0.2678 0.3053 0.3073

Karangasem 0.2232 0.2499 0.2317 0.2288 0.2082 0.2147 0.2325 0.2916 0.2877 0.3293

Buleleng 0.2327 0.2754 0.2385 0.2111 0.2485 0.2612 0.2557 0.3434 0.3330 0.3755

Denpasar 0.2543 0.2620 0.2865 0.2685 0.2661 0.2652 0.2950 0.3399 0.4248 0.3638

BALI 0.2669 0.3284 0.3046 0.2788 0.3104 0.31 0.37 0.41 0.43 0.403

Page 211: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

186

Lampiran 2 Frequencies

Frequency Table

Statistics

14 14 14 14 14 14 14 14 14 140 0 0 0 0 0 0 0 0 0

649657.1429 3833794.0 4.1350 838432.8571 10118642 214470.9286 3E+009 4.1271 4.1271 .645785862.48136 512522.72 .18026 10094.31024 1546993.7 20502.76436 7E+008 .33920 .33920 .08043590140.5000 3226162.0 3.9500 831322.5000 8250204.0 210869.5000 2E+009 4.4250 4.4250 .6600

223548.00a 1551723.00a 3.60 792500.00a 3433683.0a 101626.00a 1E+008a 3.28 3.28 .27321267.988 1917684.4 .67449 37769.45047 5788320.4 76714.31973 3E+009 1.26919 1.26919 .300941.032E+011 3.68E+012 .455 1426531389 3E+013 5885086852 7E+018 1.611 1.611 .091

968581.00 5708585.00 2.35 134390.00 17564395 229271.00 8E+009 3.80 3.80 .78223548.00 1551723.00 3.55 792500.00 3433683.0 101626.00 1E+008 2.16 2.16 .27

1192129.00 7260308.00 5.90 926890.00 20998078 330897.00 9E+009 5.96 5.96 1.059095200.00 53673116 57.89 11738060.00 1E+008 3002593.00 5E+010 57.78 57.78 9.04

ValidMissing

N

MeanStd. Error of MeanMedianModeStd. DeviationVarianceRangeMinimumMaximumSum

Kunjunganwis.

KontribusiPHR Lama tinggal

Pengeluaranwis.

Pertumb.ODRB

PenyerapanTK Investasi

Jml pend.miskin

Indekskedalaman

Indekskeparahan

Multiple modes exist. The smallest value is showna.

Kunjungan wis.

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

223548.00249845.00382443.00383613.00466111.00473774.00497899.00682382.00734861.00774753.00812489.001092413.001128940.001192129.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 212: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

187

Kontribusi PHR

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

1551723.001760542.001982527.002183220.002420490.002815368.003024627.003427697.003973531.005398644.005467109.005898698.006508632.007260308.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Lama tinggal

1 7.1 7.1 7.12 14.3 14.3 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

3.553.603.743.753.853.933.974.004.084.204.445.285.90Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 213: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

188

Pengeluaran wis.

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

792500.00801195.00811483.00819213.00822990.00826768.00830545.00832100.00834323.00839460.00841878.00845655.00913060.00926890.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Pertumb. ODRB

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

3433683.004086884.004818029.005247930.005891232.007004648.007701193.008799215.0010478391.0012875498.0014926782.0016403318.0018996103.0020998078.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 214: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

189

Penyerapan TK

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

101626.00118433.00135239.00152046.00168853.00185659.00202466.00219273.00227091.00231628.00305897.00310147.00313338.00330897.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Investasi

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

148750200.00152801324.00154931201.001101407059.001652957796.001890474000.002360745445.002362541294.004140660000.005305717700.005334590363.006043268777.006048968601.008536644646.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 215: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

190

Jml pend. miskin

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.62 14.3 14.3 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

2.162.462.623.233.284.284.574.685.005.255.315.705.96Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Indeks kedalaman

1 7.1 7.1 7.11 7.1 7.1 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.62 14.3 14.3 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

2.162.462.623.233.284.284.574.685.005.255.315.705.96Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 216: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

191

Indeks keparahan

2 14.3 14.3 14.31 7.1 7.1 21.41 7.1 7.1 28.61 7.1 7.1 35.71 7.1 7.1 42.91 7.1 7.1 50.01 7.1 7.1 57.11 7.1 7.1 64.31 7.1 7.1 71.41 7.1 7.1 78.61 7.1 7.1 85.71 7.1 7.1 92.91 7.1 7.1 100.0

14 100.0 100.0

.27

.33

.35

.39

.46

.52

.80

.81

.86

.93

.991.011.05Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 217: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

192

Lampiran 3 PLS Output 1 Structural Model Specification

PLS Quality Criteria Overview AVE Composite

Reliability R Square

Cronbachs Alpha

Communality Redundancy

Kemiskinan 0.920 0.972 0.908 0.956 0.92033 0.7369 Kinerja Perekonomian

0.873 0.954 0.797 0.927 0.87286 0.6838

Perkembangan Pariwisata

0.574 0.497 -0.038 0.5738

Redundancy redundancy Kemiskinan 0.737 Kinerja Perekonomian 0.684 Perkembangan Pariwisata Cronbachs Alpha Cronbachs

Alpha Kemiskinan 0.956 Kinerja Perekonomian 0.927 Perkembangan Pariwisata -0.038

0.970 0.979 0.849

-0.324

0.739

0.948

-0.817

0.428 0.992 0.956 0.929

0.893 -0.652

Y1.1 Y1.2 Y1.3

0.000 Perkembangan

Pariwisata

0.797 Kinerja

Perekonomian

0.908 Kemiskinan

X1.1

X1.2

X1.3

X1.4

Y2.1 Y2.2 Y2.3

Page 218: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

193

Latent Variable Correlations Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan 1 Kinerja Perekonomian

-0.941 1

Perkembangan Pariwisata

-0.906 0.893 1

R Square R Square Kemiskinan 0.908 Kinerja Perekonomian 0.797 Perkembangan Pariwisata

Cross Loadings Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

x1.1 -0.542 0.557 0.739 x1.2 -0.949 0.937 0.948 x1.3 0.724 -0.769 -0.817 x1.4 -0.379 0.169 0.428 y1.1 -0.950 0.970 0.928 y1.2 -0.953 0.979 0.905 y1.3 -0.702 0.849 0.627 y2.1 0.992 -0.931 -0.884 y2.2 0.956 -0.945 -0.891 y2.3 0.929 -0.828 -0.831

AVE AVE Akar AVE Kemiskinan 0.920 0.959 Kinerja Perekonomian 0.873 0.934 Perkembangan Pariwisata 0.574 0.757

Page 219: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

194

Communality communality Kemiskinan 0.920 Kinerja Perekonomian 0.873 Perkembangan Pariwisata

0.574

Total Effects Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

-0.652

Perkembangan Pariwisata

-0.906 0.893

Composite Reliability Composite

Reliability Kemiskinan 0.972 Kinerja Perekonomian 0.954 Perkembangan Pariwisata 0.497

Outer Loadings Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.739 x1.2 0.948 x1.3 -0.817 x1.4 0.428 y1.1 0.970 y1.2 0.979 y1.3 0.849 y2.1 0.992 y2.2 0.956 y2.3 0.929

Page 220: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

195

Outer Model (Weights or Loadings) Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.739 x1.2 0.948 x1.3 -0.817 x1.4 0.428 y1.1 0.970 y1.2 0.979 y1.3 0.849 y2.1 0.991 y2.2 0.956 y2.3 0.929

Path Coefficients Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

-0.652

Perkembangan Pariwisata

-0.324 0.893

Outer Weights Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.271 x1.2 0.465 x1.3 -0.368 x1.4 0.135 y1.1 0.394 y1.2 0.390 y1.3 0.279 y2.1 0.357 y2.2 0.361 y2.3 0.323

Page 221: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

196

Inner Model T-Statistic Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian 9.102 Perkembangan Pariwisata 4.309 62.609

Total Effects (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O) Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

Kinerja Perekonomian -> Kemiskinan

-0.652 -0.657 0.072 0.072

Perkembangan Pariwisata -> Kemiskinan

-0.906 -0.908 0.011 0.011

Perkembangan Pariwisata -> Kinerja Perekonomian

0.893 0.896 0.014 0.014

Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

Kinerja Perekonomian -> Kemiskinan

-0.652 -0.657 0.072 0.072 9.102

Perkembangan Pariwisata -> Kemiskinan

-0.324 -0.319 0.075 0.075 4.309

Perkembangan Pariwisata -> Kinerja Perekonomian

0.893 0.896 0.014 0.014 62.609

Page 222: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

197

Outer Weights (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

x1.1 <- Perkembangan Pariwisata

0.271046 0.268504 0.032656 0.032656 8.299924

x1.2 <- Perkembangan Pariwisata

0.465193 0.46333 0.026716 0.026716 17.412625

x1.3 <- Perkembangan Pariwisata

-0.368192 -0.367382 0.021229 0.021229 17.344163

x1.4 <- Perkembangan Pariwisata

0.135404 0.129854 0.046406 0.046406 2.917797

y1.1 <- Kinerja Perekonomian

0.3938 0.393081 0.009262 0.009262 42.519091

y1.2 <- Kinerja Perekonomian

0.38966 0.388929 0.007312 0.007312 53.29282

y1.3 <- Kinerja Perekonomian

0.278958 0.279625 0.009697 0.009697 28.766873

y2.1 <- Kemiskinan

0.357006 0.356331 0.006644 0.006644 53.735846

y2.2 <- Kemiskinan

0.361456 0.360756 0.007255 0.007255 49.821986

y2.3 <- Kemiskinan

0.323259 0.323894 0.005439 0.005439 59.435895

Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

x1.1 <- Perkembangan Pariwisata

0.7388 0.7353 0.0666 0.0666 11.0906

x1.2 <- Perkembangan Pariwisata

0.9477 0.9495 0.0063 0.0063 151.2964

x1.3 <- Perkembangan Pariwisata

-0.8174 -0.8175 0.0243 0.0243 33.6509

x1.4 <- Perkembangan

0.4280 0.4142 0.1356 0.1356 3.1554

Page 223: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

198

Pariwisata y1.1 <- Kinerja Perekonomian

0.9698 0.9700 0.0022 0.0022 433.7969

y1.2 <- Kinerja Perekonomian

0.9787 0.9791 0.0038 0.0038 254.9294

y1.3 <- Kinerja Perekonomian

0.8487 0.8500 0.0263 0.0263 32.2229

y2.1 <- Kemiskinan

0.9918 0.9918 0.0015 0.0015 656.2347

y2.2 <- Kemiskinan

0.9562 0.9571 0.0099 0.0099 96.2066

y2.3 <- Kemiskinan

0.9290 0.9303 0.0171 0.0171 54.2116

Page 224: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

199

0.971 0.979 0.846

-0.207

0.992 0.957 0.928

0.871 -0.762

Lampiran 4. PLS Output (Model Revisi)

Structural Model Specification PLS Quality Criteria Overview

AVE Composite Reliability

R Square

Cronbachs Alpha Communality Redundancy

Kemiskinan 0.920 0.972 0.899 0.956 0.920 0.786 Kinerja Perekonomian 0.873 0.953 0.758 0.927 0.873 0.643

Perkembangan Pariwisata 0.821 0.902 0.796 0.821

Redundancy redundancy Kemiskinan 0.7857 Kinerja Perekonomian 0.6433

Perkembangan Pariwisata

0.000 Perkembangan

Pariwisata

Y1.1 Y1.2 Y1.3

Y2.1 Y2.2 Y2.3

X1.1

X1.2

0.899 Kemiskinan

0.758 Kinerja

Perekonomian

Page 225: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

200

Cronbachs Alpha

Cronbachs Alpha

Kemiskinan 0.95642 Kinerja Perekonomian 0.92656

Perkembangan Pariwisata 0.79590

Latent Variable Correlations

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan 1 Kinerja Perekonomian -0.943 1

Perkembangan Pariwisata -0.871 0.871 1

R Square R Square Kemiskinan 0.899 Kinerja Perekonomian 0.758

Perkembangan Pariwisata

Cross Loadings

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 -0.542 0.560 0.856 x1.2 -0.949 0.939 0.954 y1.1 -0.951 0.971 0.942 y1.2 -0.953 0.979 0.869 y1.3 -0.702 0.846 0.569 y2.1 0.992 -0.932 -0.854 y2.2 0.957 -0.946 -0.886 y2.3 0.928 -0.829 -0.759

Page 226: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

201

AVE Konstruk AVE Akar AVE Kemiskinan 0.920273 0.9593

Kinerja Perekonomian 0.872525 0.9341

Perkembangan Pariwisata 0.891301 0.9441

Communality communality Kemiskinan 0.920 Kinerja Perekonomian 0.873

Perkembangan Pariwisata 0.821

Total Effects

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian -0.762

Perkembangan Pariwisata -0.871 0.871

Composite Reliability

Composite Reliability

Kemiskinan 0.972 Kinerja Perekonomian 0.953

Perkembangan Pariwisata 0.902

Page 227: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

202

Outer Loadings

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.856 x1.2 0.954 y1.1 0.971 y1.2 0.979 y1.3 0.846 y2.1 0.992 y2.2 0.957 y2.3 0.928 Outer Model (Weights or Loadings)

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.856 x1.2 0.954 y1.1 0.971 y1.2 0.979 y1.3 0.846 y2.1 0.992 y2.2 0.957 y2.3 0.928 Path Coefficients

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian -0.762

Perkembangan Pariwisata -0.207 0.871

Page 228: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

203

Outer Weights

Kemiskinan Kinerja Perekonomian

Perkembangan Pariwisata

x1.1 0.402 x1.2 0.688 y1.1 0.4023 y1.2 0.3879 y1.3 0.2712 y2.1 0.358021 y2.2 0.364982 y2.3 0.318542 Inner Model T-Statistic Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

Kemiskinan Kinerja Perekonomian 15.462 Perkembangan Pariwisata

4.099 71.567

Page 229: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

204

Outer Model T-Statistic Kemiskinan Kinerja

Perekonomian Perkembangan Pariwisata

x1.1 14.42 x1.2 251.24 y1.1 454.20 y1.2 247.97 y1.3 28.67 y2.1 628.91 y2.2 83.78 y2.3 45.83 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

Kinerja Perekonomian -> Kemiskinan

-0.762 -0.754 0.049 0.049 15.462

Perkembangan Pariwisata -> Kemiskinan

-0.207 -0.217 0.051 0.051 4.099

Perkembangan Pariwisata -> Kinerja Perekonomian

0.871 0.875 0.012 0.012 71.567

Outer Weights (Mean, STDEV, T-Values) Original

Sample (O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

Standard Error (STERR)

T Statistics (|O/STERR|)

x1.1 <- Perkembangan Pariwisata

0.402 0.399 0.036 0.036 11.043

x1.2 <- Perkembangan Pariwisata

0.688 0.688 0.055 0.055 12.437

y1.1 <- Kinerja Perekonomian

0.402 0.402 0.010 0.010 40.377

y1.2 <- Kinerja Perekonomian

0.388 0.388 0.008 0.008 49.637

Page 230: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

205

y1.3 <- Kinerja Perekonomian

0.271 0.271 0.010 0.010 26.247

y2.1 <- Kemiskinan

0.358 0.358 0.008 0.008 47.494

y2.2 <- Kemiskinan

0.365 0.365 0.009 0.009 41.029

y2.3 <- Kemiskinan

0.319 0.318 0.006 0.006 49.595

Page 231: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

206

Lampiran 5 Tabel Analisis SWOT

No

Nama Desa

Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Ancaman (T)

1 Desa Pelaga

1. Potensi Alam pegunungan 2. Udara yang sejuk dan

dingin. 3. Jalan raya yang baik 4. Pemberdayaanperekonomi

an agro 5. Produk kehutan Plaga

untuk keperluanIndustri 6. Tingkat coverage

perlindungan sosial masyaarakat lebih tinggi

1. Transportasi umum ke desa Pelaga dan Belok

2. Tingkat pendidikan masyarakat

3. Kepemilikan lahan

4. Kebersihan daya tarik wisata sangat kurang

1. Kunjungan wisatawan dunia yang semakin meningkat.

2. Adanya dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten serta industri perjalanan wisata.

3. Tingginya partisipasi masyarakat

4. Tumbuahnya industri pariwisata di Bali

5. Adanya dokumen pendukung dalam bidang pariwisata dan kemiskinan

1. Globalisasi

2. Krisis ekonomi

3. Wabah penyakit

4. Kurangnya dukungan biro perjalanan wisata

2 Desa Belok Sidan

1. Potensi Alam pegunungan 2. Udara yang sejuk dan

dingin. 3. Jalan raya yang baik 4. Obyek wisata air panas

Pinikit, trecking, peninggalan scarpagus

5. Budaya Wayang Wong Sida.

1. Jauh dari pusat kota/dan bandara.

2. Transportasi umum ke desa Pelaga dan Belok

3. Tingakt pendidikan masyarakat

4. Kepemilikan lahan

5. Kebersihan daya tarik wisata sangat kurang

1. Kunjungan wisatawan dunia yang semakin meningkat.

2. Adanya dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten serta industri perjalanan wisata.

3. Partisipasi masyarakat yang tinggi.

4. Tumbuahnya industri pariwisata di Bali

5. Adanya dokumen pendukung dalam bidang pariwisata dan kemiskinan.

1. Globalisasi 2. Krisis

ekonomi 3. Wabah

penyakit 4. Kurangnya

dukungan biro perjalanan wisata

Page 232: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

207

3 Desa Jimbaran

1. Potensi alam pantai 2. Jalan raya yang baik 3. Dekat dengan pusat

pariwiwisata dan bandar udara

4. Transportasi yang lancar 5. Pusat kuliner Jimbaran 6. Potensi pengembangan

taman rekreasi pantai.

1. Tingakat pendidikan masyarakat

2. Kepemilikan lahan

3. Kebersihan daya tarik wisata masih kurang

1. Kunjungan wisatawan dunia yang semakin meningkat.

2. Adanya dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten serta industri perjalanan wisata.

3. Partisipasi masyarakat yang tinggi.

4. Tumbuahnya industri pariwisata di Bali

5. Adanya dokumen pendukung dalam bidang pariwisata dan kemiskinan.

1. Globalisasi

2. Krisis ekonomi

3. Wabah penyakit

4. Jumlah kamar hotel melebihi daya dukung Bali

4 Desa pecatu

1. Potensi alam pantai 2. Jalan raya yang baik 3. Dekat dengan pusat

pariwiwisata dan bandar udara

1. Tingakt pendidikan masyarakat

2. Kepemilikan lahan

3. Kebersihan daya tarik wisata masih kurang

1. Kunjungan wisatawan dunia yang semakin meningkat.

2. Adanya dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten serta industri perjalanan wisata.

3. Partisipasi masyarakat yang tinggi.

4. Tumbuahnya industri pariwisata di Bali

5. Adanya dokumen pendukung dalam bidang pariwisata dan kemiskinan.

1. Globalisasi

2. Krisis ekonomi

3. Wabah penyakit

4. Jumlah kamar hotel melebihi daya dukung Bali

Sumber: Hasil FGD, Wawancara dan observasi lapangan di Desa Pelaga, Belok Sidan, Jimbaran dan Pecatu.

Page 233: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

208

Selanjutnya, dengan menggunakan analisis kekutan dan kelemahan serta

peluang dan ancaman atau yang dikenal dengan SWOT analisis, maka dapat

dijelaskan sebagai berikut: (1) strategi S+O, dengan strategi S+O maka kegiatan

yang dapat dilakukan adalah: (a) mempertahankan potensi alam yang dimiliki

masing-masing desa, (2) mempertahankan partisipasi masyarakat dengan bekerja

pada industri pariwiata dan kegiatan wirausaha yang terkait pariwiwata. Strategi

W+O menggambarkan adanya kelemahan namun memiliki pelung untuk

meningkatkan pariwisata, perekonomian dan kemiskinan. Adapun strategi

mengentaskan kemiskinan sebagai berikut: (a) meningkatkan pendidikan

masyarakat terutama pendidikan pariwisata, (b), peningkatan transportasi massal.

Strategi S+T dan W+T merupakan faktor ekternal yang berpengaruh terhadap

perkembangan pariwisata dan kemiskinan. Strategi S+T dapat dilakukan beberapa

kegiatan sebagai berikut (a) meningkatkan moda transportasi massal, dan peran

pemerintah dan swasta untuk mengentaskan kemiskinan. Sedangkan strategi WT

dapat dilakukan kegiatan sebagain berikut, meningkatkan kemampuan bidang

informasi teknologi. Selengkapnya disajikan pada lampiran 6.

Adapun analisis kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan

peran pariwiata dan perekonomian dalam mengentaskan kemiskinan di Kabupaten

Badung disajikan pada Lampiran 6.

Page 234: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

209

Lampiran 6

Strategi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Analisis SWOT Faktor Internal -

Ekternal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Inte

rnal

Faktor Internal

Faktor Eksternal

1. Potensi alam yang alami 2. Memiliki kelompok sadar wisata 3. Memiliki potensi wisata buatan

“Tukad bangkung” 4. Jalan raya yang mulus 5. Memiliki tanah pertanian dan

perkebunan yang dapat ditanami aneka ragam tanaman holtikultura dan tahunan

1. Trasportasi umum dan pariwisata

2. Tingkat Pendidikan masyarakat yang msih rendah

3. Kebersihan kurang 4. Kepemilikan Lahan

Peluang (O) Strategi S+O Strategi W+O

Ekst

erna

l

a) Peran pemerintah b) Minat wisatawan

terhadap wisata alam

c) Daya beli wisatawan

d) Minat berwisata Nusantara dan Mancanegara masyarakat yang tinggi

e) Partisipasi masyarakat tinggi

f) Adanya Dokumen Strategi Pengentasan Kemiskinan Daerah

g) Berkembangnya industri pariwiata di Bali.

1. Adanya tren wisatawan (d) dan segmen pasar yang menyukai (b) serta didukung (c), (e) dan (a, f) wisata alam, daya beli yang semakin perlu mempertahankan potensi dan peran masyarakat dan pemerintah dalam mengembangkan potensi pariwisata menjadi potensi ekonomi yang berkelanjutan.

2. Mempertahankan peran serta masyarakat dalam mendukung pelestarian lingkungan alam dengan memanfaatkan potensi pertanian dan hasil pertanian untuk mendukung kebutuhan pariwisata khususnya kebutuhan hotel dan sebagai tempat wisata.

1. Musuh utama pariwisata adalah masalah (3,4) maka diperlukan strategi untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bidang pariwisata.

2. Adanya masalah (5) perlu ditanggulangi dengan menyediakan transportasi umum yang gratis atau berbayar.

3. Adanya masalah (6) perlu diantisipasi dengan pemberdayaan lahan milik pemerintah untuk digarap oleh masyarakat, sehingga akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat

4. Pentingnya menanam tanaman yang dibutuhkan oleh indutri pariwisata di kabupaten Badung dan Bali secara umum.

5. Perlu adanya kerjasama dengan pihak hotel untuk mempekerjakan sumber daya manusia yang ada didesa, dengan cara membuat MOU antara pihak hotel atau stake holder lainnya dengan pihak desa.

Tantangan (T) Strategi S+T Strategi W+T a) Teknologi dan

informasi b) Persaingan c) Peran BPW d) Krisis Ekonomi e) Globalisasi f) Adanya

pembinaan bidang pariwisata

1. Berbagai potensi wisata yang dimiliki masing masing desa (1,2) perlu dilakukan promosi yang lebih gencar menggunakan (a) yang berbasis internet dan memanfaatkan peran berbagai pihak seperti (d, 2) meningkatkan kunjungan wisatawan selanjutnya

1. Berbagai kekurangan (1,2,3,4,5,6) dan tantangan (a,b.c,d,e,f) perlu memberdayakan kelompok sadar wisata dan organisasi yang ada di desa dengan memanfaatkan teknologi internet untuk memasarkan potensi desa dan peningkatan kemampuan sumber daya

Page 235: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

210

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Serta berdampak pada tingginya kebutuhan tenaga kerja yang berasal dari desa setempat.

2. Globalisasi dan persaingan serta krisis ekonomi perlu diantisipasi dengan peningkatan sumber daya manusia dengan cara sosialisasi pentingnya pendidikan termasuk pendidikan pariwisata bagi masyarakat.

manusia serta bekerjasama dengan pemangku kepentingan bidang ekonomi dan pariwisata

2. Menambah lahan pertanian dan membentuk lembaga yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dengan bekerjasama dengan lembaga ekonomi dan pariwisata.

Page 236: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

211

Gambar 1. Observasi di Desa Belok Sidan

Gambar 2. Kegiatan Pertanian Masyarakat

Gambar 4. Mengunjungi SMPN 3 Petang

LAMPIRAN 7 DATA HASIL DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 3. Meninjau Agri Bisnis

Page 237: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

212

Gambar 5. Setelah Wawancara

dengan tokoh masyarakat Belok Sidan

Gambar 6. Lokasi Focus Group Discussion

Gambar 7. Pra Group Discussion

Gambar 8. Diskusi Group Discussion

Page 238: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

213

Gambar 9. Setelah Wawancara dengan wisatawan Mancanegara

Gambar 10. Bagus Agri Pelaga

Gambar 11. Wawancara dengan responden di Pelaga

Gambar 12. Contoh Rumah Masyarakat

Miskin di Pelaga

Page 239: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

214

Gambar 3. Penerima Bantuan Rumah Dari Desa Jimbaran

Gambar 1.Kantor Desa Adat Jimbaran

Gambar 2.Bersama Lurah Jimbaran

Gambar 4.Wisatawan Mancanegara

LAMPIRAN 8 DATA HASIL DOKUMENTASI PENELITIAN

Page 240: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

215

Gambar 8.Menuju Objek Wisata Uluwatu

Gambar 6.FGD Di Jimbaran

Gambar 7.FGD Pecatu

Gambar 5.FGD Di Pecatu

Page 241: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

216

Variabel Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Badung (X1)

Jumlah

Kunjungan Wisatawan (orang)

(X1.1)

Kontribusi PHR (Dalam Jutaan)

(X1.2)

Lama Tinggal Wisatawan / Hari (X1.3)

Pengeluaran Wisatawan / Hari (X1.3)

2000 466,111 1,551,722.82 5,90 819,213 2001 1,128,940 1,760,542.27 4,44 822,990 2002 382,443 1,982,526.74 5,28 826,768 2003 249,845 2,183,219.66 4,00 830,545 2004 223,548 2,420,490.15 4,20 834,323 2005 383,613 2,815,368.11 4,08 838,100 2006 497,899 3,024,626.55 3,97 841,878 2007 473,774 3,427,697.13 3,74 845,655 2008 734,861 3,973,530.83 3,85 792,500 2009 812,489 4,898,698.14 3,93 913,060 2010 774,753 5,467,109.15 3,75 839,460 2011 682,382 5,998,644.44 3,60 891,483 2012 1,092,413 6,508,632.44 3,60 926,890 2013 1,192,129 7,260,307.93 3,55 801,195 Total 5.215,607 47.540.361,120 47,550 10.181,857 Rata-Rata 401,201 3.656.950,855 3,66 783,220

Page 242: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

217

Variabel Kinerja Perekonomian Kabupaten Badung (X2)

Tahun Pertumbuhan PDRB

(Jutaan Rupiah ) (X2.1)

Penyerapan Tenaga Kerja

(orang) (X2.2)

Investasi (Ribuan Rupiah)

(X3.3) 2000 3.433.683,38 101.626 148.750.200 2001 4.086.884,27 118.433 152.801.324 2002 4.818.028,87 135.239 154.931,201 2003 5.247.929,98 152.046 1.101.407.059 2004 5.891.231,65 168.853 2.360.745.445 2005 7.004.648,18 185.659 4.140.660.000 2006 7.701.192,62 202.466 1.652.957.796 2007 8.799.215,12 219.273 5.305.717.700 2008 10.478.390,93 227.091 6.043.268,777 2009 12.875.498,13 231.628 2.362.541.294 2010 14.926.782,41 310.147 1.890.474.000 2011 16.403.318,18 305.897 8.536.644.646 2012 18.996.102,98 313.338 5.334.590.363 2013 20.998.078,20 330.897 6.048.968.601 Total 104.705.716,20 2.671.696 492.849.190,79

Rata-Rata 8.054.285,86 205.515 37.911.476,21

Page 243: PARIWISATA DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI I MADE PATERA.pdf · A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA, Prof Made Sudiana Mahendra,

218

Kemiskinan Di Kabupaten Badung, 2000 – 2013

Tahun

Jumlah Penduduk

Miskin (000 jiwa)

Garis Kemiskinan

(Rp/Kap/bln)

Persentase Penduduk

Miskin

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Indeks Keparahan

Kemiskinan

2000 21,66 47.621 5,96 1,05 0,25 2001 21,08 74.607 5,70 0,99 0,23 2002 16,90 101.593 4,68 0,93 0,22 2003 21,40 128.579 5,31 0,86 0,20 2004 20,50 155.564 5,00 0,80 0,19 2005 22,00 208.271 5,25 0,81 0,19 2006 18,20 217.507 4,57 0,52 0,10 2007 17,40 221.695 4,28 0,46 0,07 2008 13,70 234.959 3,28 1,01 0,34 2009 14,00 282.559 3,28 0,35 0,06 2010 17,70 312.602 3,23 0,39 0,06 2011 14,60 346.460 2,62 0,27 0,05 2012 12,51 383.985 2,16 0,33 0,08 2013 14,55 406.408 2,46 0,27 0,06

Total 246,20 3.122.410 57,78 8,71 2,1 Rata-Rata 18,94 240.185 4,44 0,67 0,16