SUSUNAN DEWAN REDAKSI - simdos.unud.ac.id · SUSUNAN DEWAN REDAKSI E-JOURNAL PETERNAKAN TROPIKA...
-
Upload
nguyenxuyen -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of SUSUNAN DEWAN REDAKSI - simdos.unud.ac.id · SUSUNAN DEWAN REDAKSI E-JOURNAL PETERNAKAN TROPIKA...
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
E-JOURNAL PETERNAKAN TROPIKA
KETUA EDITOR
I Made Mudita, S.Pt., MP
EDITOR
Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS
Prof. Ir. I Gusti Lanang Oka, M.Agr., Ph.D
Prof. Dr. I Komang Budaarsa, MS
Prof. Dr. I Gusti Nyoman Bidura, MS
Ir. Desak Putu Mas Ari Candrawati, Msi
Eny Puspani, SPt., Msi
I Wayan Wirawan, SPt., MP
Anak Agung Putu Putra Wibawa, SPt., MSi
ALAMAT REDAKSI:
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA Jl. P.B. Sudirman Denpasar. GedungAgrokompleksLantai 1
Telp. 0361- 222096 / 235231
Email: [email protected]
Email: [email protected]
www.ojs.unud.ac.id
Vol 3, No 3 (2015) tiket kereta toko bagus berita bola terkini anton nb Ane ka Kreasi Resep Masakan Indonesia resep masakan menghilangkan jerawat villa di p uncak recepten berita harian game online hp d ijual windows gadget jual console voucher onl ine gos ip terbaru berita terbaru windows gadget toko game cerita horor
Daftar Isi
KANDUNGAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI BERBASIS LIMBAH
PERTANIAN YANG DIFERMENTASI DENGAN INOKULAN DARI CAIRAN
RUMEN DAN RAYAP (Termites sp)
KRISTIANTI N.W.D., I M. MUDITA, N. W. SITI 443-457
PENGARUH PENAMBAHAN STARBIO DALAM RANSUM TERHADAP
RECAHAN KARKAS BABI LANDRACE PERSILANGAN
Sena D.A.K, Ariana IN.T, Suranjaya IG. 458-467
PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK KERING STARBIO DALAM RANSUM
TERHADAP KARAKTERISTIK KARKAS BABI LANDRACE PERSILANGAN
SURYANA I. M. P, I N. T. ARIANA, N. L. P SRIYANI 468-481
PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN AMPASTAHU
TERHADAP PENAMPILAN BABI RAS
Kencana Jaya IP.G.A.S, Mahardika IG., Suasta IM. 482-491
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuminoid) DALAM
RANSUM TERHADAP ORGAN DALAM BABI BALI
HARDIAWAN N. D., I G. MAHARDIKA, I P. A. ASTAWA 492-500
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
BERBASIS PAKAN JERAMI PADI (Studi Kasus pada UD. Mupu Amerta di Banjar
Sala Desa Abuan Kecamatan Susut Kabupaten Bangli)
Dewi A.A.A.S, Sukanata IW., Putri B.R.T 501-513
PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN AMPAS TAHU
TERHADAPKOMPONEN KARKAS BABI RAS
Stradivari G.E, Budaarsa K., Puger A.W 524-536
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERBIBITAN SAPI BALI
DENGAN MENERAPKAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
RUSTIANAWATI D. A. C.,, I W. SUKANATA, B. R. T. PUTRI 513-523
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KUNYIT TERHADAP UJI
ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS DAGING BABI BALI PENGGEMUKAN
Agastia M.J.A, Budaarsa K., Astawa IP.A 537-548
ANALISIS PREFRENSI KONSUMEN DALAM MEMBELI DAGING AYAM
BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA DENPASAR
PRATAMA I.G.W, I W. SUKANATA 549-560
EDIBLE OFFALS AYAM BROILER YANG DITAMBAHAN PROBIOTIK
STARBIO PADA RANSUM
Parwata IW.A., Ariana IN.T, Oka A.A 561-573
PERILAKU PENGUSAHA PETERNAKAN BABI LANDRACE DALAM
MENANGGULANGI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN RESPON
PETERNAK TRADISIONAL DI DESA WISATA TARO KECAMATAN
TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR
WIJAYA I G. N. P. S., N. K. NURAINI, N. W. T. INGGRIATI 574-585
PERILAKU PENGUSAHA PETERNAKAN BABI LANDRACE DALAM
MENANGGULANGI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN RESPON
PETERNAK TRADISIONAL DI DESA WISATA TARO KECAMATAN
TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR
WIJAYA I G. N. P. S., N. K. NURAINI, N. W. T. INGGRIATI 574-585
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEMBANG TELANG (Clitoria ternatea)
YANG DIBERI BERBAGAI JENIS DAN DOSIS PUPUK ORGANIK
Sutresnawan IW., Kusumawati NN.C, Trisnadewi A.A.A.S 586-596
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI SAPTA USAHA TERNAK SAPI OLEH
KELOMPOK SIMANTRI DI DESA PEJENG KANGIN DAN PEJENG KELOD
KECAMATAN TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR
ANTARA I K. J., I G. SUARTA, N. K. NURAINI 597-608
STRATEGI PEMASARAN “KEFIR” SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI
PRODUK OLAHAN SUSU FERMENTASI
Cahyati D.N.M, Putri B.R.T, Sukanata I.W 609-620
STRATEGI PEMASARAN “URUTAN” SEBAGAI OLEH-OLEH KHAS BALI
(STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA “URUTAN” DI
KABUPATEN BADUNG BALI)
WULAN S., N. M. M., B. R. T. PUTRI, I W. SUKANATA 621-633
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL-VITAMIN KOMPLEKS TERHADAP
KONSUMSI NUTRIEN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN KAMBING
GEMBRONG DALAM RANSUM BERBASIS HIJAUAN LOKAL
Anggoro A.C.K, Bidura IG.N.G, Partama I.B.G 634-644
KARAKTERISTIK “EDIBLE FILM” BERBAHAN GELATIN DARI KULIT KAKI
AYAM DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN JATI PADA
KONSENTRASI BERBEDA
Darmawan IM.W, Miwada IN.S., Oka A.A 657-666
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN PEPAYA DALAM RANSUM
KOMERSIAL TERHADAP RECAHAN KARKAS ITIK BALI
ANGGA D. P., G. B.,, I G. N. G. BIDURA, N. W. SITI 645-656
PERBEDAAN TINGKAH LAKU MAKAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR DESA PEDUNGAN DAN SENTRA
PEMBIBITAN SAPI BALI SOBANGAN
Kusuma I M. D., N. L. P. Sriyani, I N. T. Ariana 667-678
eeee----JournalJournalJournalJournal
Peternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
eeee----journal journal journal journal
FAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUD
Universitas Universitas Universitas Universitas
UdayanaUdayanaUdayanaUdayana
443
KANDUNGAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI BERBASIS LIMBAH
PERTANIAN YANG DIFERMENTASI DENGAN INOKULAN
DARI CAIRAN RUMEN DAN RAYAP (Termites sp)
KRISTIANTI, N. W. D., I M. MUDITA, DAN N. W. SITI
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
E-mail: [email protected], Hp. 087762587367
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan teknologi fermentasi
ransum dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (Termites sp) terhadap kandungan
nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian dan untuk mengetahui formula inokulan
yang mampu menghasilkan ransum dengan kandungan nutrien yang lebih baik. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan,.
Perlakuan terdiri atas: ransum tanpa fermentasi (RB0), ransum terfermentasi inokulan
mengandung 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3), ransum terfermentasi inokulan
mengandung 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2), ransum terfermentasi inokulan
mengandung 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3). Variabel yang diamati pada
penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK), abu, bahan organik (BO), protein kasar
(PK), dan serat kasar (SK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RBR2T2 dan
RBR2T3 nyata (P<0,05) memiliki kandungan bahan kering yang lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan RB0 tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RBR1T3. Perlakuan
RBR2T3 mempunyai kandungan serat kasar yang nyata (P<0,05) lebih rendah 32,94%,
11,68%, dan 7,94% dari perlakuan RB0, RBR1T3, dan RBR2T2. Perlakuan RBR2T3 nyata
(P<0,05) memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
RB0 dan RBR1T3, namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan RBR2T2.
Sedangkan terhadap kadar abu dan kadar bahan organik pada ransum, semua perlakuan
mempunyai nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa fermentasi ransum sapi bali berbasis limbah pertanian menggunakan
inokulan dari cairan rumen dan rayap dapat menurunkan kandungan serat kasar serta
meningkatkan kandungan protein kasar tetapi tidak mempengaruhi kandungan abu dan bahan
organik serta fermentasi ransum dengan inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap
(RBR2T3) mampu menghasilkan ransum dengan kandungan bahan kering dan serat kasar yang
lebih rendah dan kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain.
Kata Kunci: Cairan Rumen, Rayap, Inokulan, Nutrien Ransum, dan Limbah Pertanian
NUTRIENTS CONTENT OF BALI CATTLE RATION BASED ON
AGRICULTURAL WASTE FERMENTED BY INOCULANT OF
RUMEN FLUID AND TERMITE (Termites sp)
ABSTRACT
The study aimed to determine the effect of the application of fermentation technology
ration with liquid inoculant rumen and termites (Termites sp) on the nutrients content of bali
cattle diets based on agricultural waste and to determine the inoculant formula that is able to
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 444
produce feed with better nutrients content. The completely randomized design (CRD) were
used with four treatments and three replications. The treatment consisted of: RB0 (ration
without fermentation), RBR1T3 (ration fermented inoculant containing 10% rumen fluid and
0,3% termites), RBR2T2 (ration fermented containing 20% rumen fluid and 0,2% termites),
RBR2T3 (ration fermented inoculant containing 20% rumen fluid and 0,3% termites).
Variables measured were the content of dry matter (DM), ash, organic matter (OM), crude
protein (CP) and crude fiber (CF). The results showed that treatment of RBR2T2 and RBR2T3
was significant (P<0,05) which had a dry matter content lower than the RB0 treatment but had
no significant difference (P>0,05) with RBR1T3. RBR2T3 treatment had significant content of
crude fiber (P<0,05) lower 32,94%, 11,68%, and 7,94% than the treatment RB0, RBR1T3, and
RBR2T2. RBR2T3 treatment was significant (P<0,05) having a crude protein content higher
than the RB0 and RBR1T3 treatment, but had no significant difference (P>0,05) from the
treatment RBR2T2. While on the ash content and organic matter content in rations, all
treatments had no significant difference (P>0,05). Based on the results of this study, it can be
concluded that the fermentation of bali cattle diets based on agricultural waste used inoculant
of rumen fluid and termites which can reduce the content of crude fiber and increase the crude
protein content but did not affect the content of ash and organic matter and fermentation
ration with inoculant BR2T3 which was able to produce ration with lower content of dry
matter and crude fiber and higher crude protein content compared with another treatments.
Keywords: rumen fluid, termites, inoculants, ration nutrients, and agricultural wastes
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris dengan menjadikan penanaman tanaman pangan
sebagai kegiatan utama. Jenis tanaman pangan yang ditanam adalah padi, jagung, dan
hortikultura lainnya yang akan menghasilkan limbah pertanian pasca panen, termasuk jerami
padi. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sering digunakan sebagai
pakan alternative ternak sapi. Menurut Anon (2005) dalam Bidura et al. (2008), kandungan
nutrien jerami padi terdiri atas protein kasar 4,5 %, lemak kasar 1,3%, bahan ekstrak tanpa
nitrogen 42%, abu 16,5%, dan bahan keringnya 80%. Selain itu, Siregar (1996) menyebutkan
bahwa jerami padi juga mengandung serat kasar 35 %, lemak kasar 1,55 %, kalsium 0,19 %,
fosfor 0,1 %, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43 %, energi DE (Digestible Energy)
1,9 kkal/kg, dan lignin 6-7 % (McDonald et al., 1988).
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan mempunyai kelemahan seperti tingginya kadar
komponen serat kasar (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) sehingga perlu dilakukan
pemanfaatan teknologi yang dapat menurunkan kandungan serat kasar pada jerami. Teknologi
fermentasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam upaya untuk
menurunkan kandungan serat dan senyawa anti nutrisi pada bahan pakan penyusun ransum
(Suharto, 2004). Tampoebolon (1997) mengungkapkan bahwa tujuan dari proses fermentasi
adalah menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan sekaligus meningkatkan
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 445
kadar protein kasar. Fermentasi merupakan suatu proses yang dapat menyebabkan terjadi
perubahan pH, kelembaban, aroma dan perubahan komposisi zat makanan seperti protein,
lemak, serat kasar, karbohidrat, vitamin dan mineral sebagai hasil kerja mikroorganisme
(Bidura, 2007).
Cairan rumen merupakan limbah dari rumah potong hewan yang tidak dimanfaatkan
oleh masyarakat. Cairan rumen banyak mengandung mikroba baik itu bakteri, protozoa
maupun fungi. Cairan rumen sapi bali potensial sebagai inokulan kaya nutrien ready
fermentable, mikroba dan enzim pendegradasi serat (Mudita et al., 2009;2013 dan Partama et
al., 2012). Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa pemanfaatan cairan rumen maupun enzim
kompleks sebagai inokulan dalam pembuatan silase akan mempercepat dan memperbaiki
fermentasi silase (penurunan pH, peningkatan rasio laktat-asetat, menurunkan ammonia),
memperbaiki pertumbuhan bakteri rumen, penampilan ternak serta meningkatkan kecernaan
bahan kering (Kaiser, 1984), meningkatkan kecernaan protein, energi dan serat NDF/Neutral
Detergen Fiber bahan pakan (Hau et al., 2006).
Selain cairan rumen, rayap (Termites sp) juga sangat potensial dimanfaatkan sebagai
inokulan mengingat sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung berbagai
enzim pendegradasi serat (Watanabe et al., 1998). Purwadaria et al. (2003a,b
dan 2004)
menyatakan dalam saluran pencernaan rayap terdapat berbagai mikroba (bakteri,
kapang/fungi, dan protozoa), menghasilkan kompleks enzim selulase yaitu endo-β-D-1.4-
glukanase/CMC-ase, aviselase, eksoglukanase dan β-D-14-glukosidase, dan enzim
hemiselulase seperti endo-1,4-β-xilanase serta enzim β-D-1,4-mannanase. Berdasarkan uraian
tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan kering dan
nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian yang difermentasi inokulan dari cairan
rumen dan rayap.
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak serta
Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas
Udayana. Kegiatan penelitian berlangsung selama 6 bulan (pada bulan Mei - Oktober 2013)
dimulai dari proses pengumpulan bahan baku hingga analisis laboratorium.
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 446
Cairan Rumen dan Rayap
Limbah cairan rumen sapi bali diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH)
Pesanggaran, Denpasar dari rumen yang dibedah kemudian diambil isi rumennya serta
dibungkus rapat sesegera mungkin. Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan mengambil
isi rumen yang telah disiapkan kemudian memeras sesegera mungkin isi rumen dan disaring
serta dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang sebelumnya diisi air hangat. Sedangkan
rayap yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rayap yang diperoleh dari kayu yang
sedang melapuk yang ada di sekitar Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas
Udayana, Bukit Jimbaran. Ekstrak rayap dibuat menggunakan rayap segar yang masih hidup
kemudian digerus dengan lumpang dengan jumlah sesuai perlakuan.
Inokulan
Pembuatan medium inokulan dilakukan dengan cara mencampur seluruh bahan
medium (Tabel 1) hingga homogen, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave T 1210
C
selama 15 menit. Setelah itu medium didinginkan hingga mencapai T 400
C dalam wadah
tertutup. Setelah itu baru dimanfaatkan dalam produksi inokulan (Mudita et al., 2012).
Produksi inokulan dilakukan dengan cara mencampur medium inokulan dan sumber
inokulan sesuai perlakuan (Tabel 2) dalam wadah tertutup rapat. Inokulan yang baru dibuat
selanjutnya diinkubasi dalam inkubator T 400C selama 1 minggu. Inokulan yang telah
dihasilkan dimanfaatkan sebagai stater dalam fermentasi ransum penelitian (khususnya
ransum terfermentasi).
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun medium inokulan
Bahan Penyusun Komposisi
Gula Aren (g) 50
Urea (g) 5
CMC (gram) 0,02
Xylanosa (gram) 0,02
Asam tanat (gram) 0,02
Tepung Jerami Padi (g) 1
Tepung Dedak Padi (g) 1
Tepung Tapioka (g) 1
Tepung Dedak jagung (g) 1
Tepung Kedele (g) 1
Serbuk Gergaji kayu (g) 1
Kapur/CaCO3 (g) 0,1
Garam Dapur (g) 0,5
Pignox (g) 0,1
Air Sumur hingga volumenya menjadi 1 liter
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 447
Tabel 2. Komposisi inokulan penelitian dalam 1 liter
No Inokulan Komposisi Campuran Inokulan
Cairan Rumen (ml) Rayap (g) Medium inokulan (ml)
1 BR1T3 100 3 897
2 BR2T2 200 2 798
3 BR2T3 200 3 797
Sumber : Mudita et al. (2013)
Tabel 3. Kandungan nutrien medium inokulan
Kandungan Nutrien Inokulan
a. Kalsium (Ca) (mg/l) 936,07
b. Phosphor (P) (mg/l) 144,81
c. Belerang/Sulfur (S) (mg/l) 214,67
d. Seng/Zicum (Zn) (mg/l) 5,80
e. Protein Terlarut (%) 3,01
Sumber : Mudita et al. (2013)
Tabel 4. Kandungan nutrien inokulan cairan rumen dan rayap berdasarkan perlakuan
No Kandungan Nutrien Jenis Inokulan
SEM RBR1T3 RBR2T2 RBR2T3
1 Kalsium (Ca) (mg/l) 980,54 979,17 979,09 44,73
2 Phosphor (P) (mg/l) 171,26 172,47 174,55 3,26
3 Belerang/Sulfur (S) (mg/l) 245,67 246,00 247,00 4,97
4 Seng/Zicum (Zn) (mg/l) 7,98 8,07 8,09 0,55
5 Protein Terlarut (%) 7,67 7,82 7,85 0,04
Sumber : Mudita et al. (2013)
Tabel 5. Derajat keasaman dan populasi mikroba inokulan cairan rumen dan rayap
No Peubah Jenis Inokulan
SEM RBR1T3 RBR2T2 RBR2T3
1 pH 4,66a 4,56a 4,46a 0,12
2 Bakteri Total (x 108 koloni) 3,99a 5,32b 5,49b 0,20
3 Bakteri Selulolitik (x 108
koloni) 3,61a 4,51b 4,59b 0,18
4 Fungi Total ( x 107 koloni) 4,40a 4,47a 5,60a 0,48
5 Fungi Selulolitik (x 107
koloni) 2,13a 2,80a 2,93b 0,18
Sumber : Dewi P.L. (2015)
Ransum Basal
Pembuatan ransum basal diawali dengan membuat campuran 1 dan campuran 2.
Campuran 1 terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa, dan serbuk gergaji. Pada tempat yang
terpisah, dibuat juga campuran 2 yang terdiri dari gula aren, kapur, garam dapur, urea, minyak
kelapa dan pignox. Setelah semua siap, kedua campuran tersebut dicampur hingga homogen
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 448
dan kemudian ditambahkan jerami padi, dicampur hingga homogen. Setelah campuran
homogen, ransum basal siap dimanfaatkan untuk ransum perlakuan.
Pembuatan ransum terfermentasi dilakukan dengan cara menambahkan dengan 2 liter
larutan inokulan (sesuai perlakuan), 0,5 kg gula aren dan 67,5 liter air bersih (kadar air
bakalan ransum terfermentasi ± 50%) untuk setiap 100 kg ransum basal (BK ransum basal
85%). Kemudian ransum dicampur sedemikian rupa hingga homogen. Proses fermentasi
dilakukan menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo selama 7 hari dalam kondisi
anaerob. Adapun indikator ransum telah terfermentasi setelah 7 hari adalah berbau asam,
memiliki pH dengan kisaran 4 – 4,5. Setelah selesai masa inkubasi ransum, sampel
dikeringkan secara bertahap selama 3 hari dengan oven pada suhu 39–42 0C sampai kadar air
20–25%. Setelah pengovenan selesai, ransum digunakan untuk penelitian.
Tabel 6. Komposisi bahan penyusun ransum basal
Bahan Penyusun Ransum Basal Komposisi (%) (As fed)
1. Jerami Padi 50,0
2. Serbuk Gergaji kayu 5,0
3. Dedak Padi 20,0
4. Bungkil Kelapa 20,0
5. Minyak Kelapa 2,0
6. Gula Aren 1,0
7. Urea 1,0
8. Garam dapur 0,5
9. Kapur/CaCO3 0,4
10. Pignox 0,1
Jumlah 100.0
Sarana dan Prasarana Penunjang
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu kantong
plastik untuk wadah pengambilan isi rumen, gunting, pisau, sarung tangan, masker, ember
plastik, mesin penggiling untuk menggiling sampel ransum, terpal plastik untuk tempat
mencampur bahan ransum, isolasi/lakban, kantong kertas untuk wadah sampel, cawan
porselin, neraca analitik, desikator, api Bunsen, oven, pinset atau gegep, labu kjeldahl, labu
ukur, gelas ukur, butiran gelas, erlenmeyer, alat destruksi, alat destilasi, corong penyaring,
buret, gelas piala tinggi 600 ml, kertas saring, kondensor, penangas pasir, pompa vakum,
aquadest, dan tanur lisrik (muffle furnace).
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 449
Bahan Penguji Kandungan Nutrien
Bahan yang digunakan dalam pengujian ransum ini adalah asam sulfat pekat, pekat
natrium hidroksida 50% (50 gram/100 ml), asam boraks 2% (2gram/100 ml), asam klorida
0,1 N, tablet katalis (1 gram sodium sulfat anhydrous + 10 mg Se), indikator campuran (20 ml
Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol), H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5
N, alcohol (etanol), dan pepton.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan, yaitu:
1. RBo = Ransum tanpa terfermentasi
2. RBR1T3 = Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap
3. RBR2T2 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap
4. RBR2T3 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK) dan
nutrien yang meliputi bahan organik (BO), bahan non organik (Abu), protein kasar (PK), dan
serat kasar (SK).
A. Evaluasi kandungan bahan kering (BK)
Kadar bahan kering dilakukan dengan metode Associaton of Official Analytic Chemist/
A.O.A.C (1980). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sebelum
cawan digunakan, cawan dicuci, dibilas, dan dikeringkan, cawan dioven dengan suhu 105
0C selama 9 jam untuk mendapatkan bobot tetap cawan. Setelah itu cawan didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang sebagai berat konstan cawan. Sampel
dimasukkan kedalam cawan sebanyak 1 gram untuk ditimbang sebagai bobot awal.
Cawan dan sampel kemudian dioven pada suhu 105 0C selama 9 jam, setelah itu
cawan+sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
Setelah itu sampel (cawan+sampel) ditimbang sebagai bobot akhir.
B. Evaluasi kandungan bahan organik (BO) dan bahan non organik (abu)
Kadar bahan organik ditentukan dengan Associaton of Official Analytic Chemist/
A.O.A.C (1980). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sebelum
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 450
cawan digunakan, cawan porselin dicuci, dibilas dan dikeringkan kemudian cawan
dimasukkan ke dalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 500 oC untuk mendapatkan
berat konstan cawan. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30
menit. Setelah itu cawan ditimbang dan sampel sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam
cawan untuk kemudian dibakar dalam tanur selama 6 jam pada suhu 500 oC sampai
menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam.
Cawan yang berisi sampel kemudian dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator.
Setelah itu cawan yang berisi sampel ditimbang untuk mengetahui kadar abu dan bahan
organik.
C. Evaluasi kandungan protein kasar (PK)
Kadar protein kasar ditentukan dengan metode semi mikro kjeldahl (Ivan et al.,
1974). Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sampel yang sudah
dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 0,3 gram. Setelah itu sampel dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl dengan menambahkan 1 butir tablet katalis, 1 butiran gelas dan 5 ml
asam sulfat pekat untuk destruksi dalam suhu rendah sampai asap hilang. Destruksi
dilanjutkan dengan menaikkan suhu hingga cairan berubah warna menjadi jernih. Setelah
destruksi dihentikan larutan yang telah mendingin diencerkan dengan menggunakan
aquadest sebanyak 5 ml. Setelah itu hasil destruksi dipasang pada alat destilasi markham
sambil menambahkan 25 ml NaOH 50%, dan 20 ml asam borak 2% yang sudah dicampur
dengan indicator (1 L asam borak 2% ditambah 20 ml 0,1% Brom Chresol Green dan 4 ml
0,1% Metyl Red), setelah larutan mencapai 50 ml destilasi dihentikan. Hasil destilasi
dititrasi dengan asam khlorida 0,1 N sampai mencapai titik akhir titrasi. Protein kasar
dicari dengan cara :
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 451
D. Evaluasi kandungan serat kasar (SK)
Serat kasar ditentukan dengan metode analisa Associaton of Official Analytic
Chemist/ A.O.A.C (1980) dengan melarutan sampel ke dalam asam dan basa kuat, serta
dengan melakukan pemanasan. Langkah kerja penentuan serat kasar dimulai dari
menimbang sampel sebanyak 1 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala
tinggi 600 ml yang ditambahkan dengan 50 ml H2SO4 0,3 N dan 25 ml NaOH 1,5 N.
Setelah itu gelas piala diletakkan di atas penangas pasir atau hot plate untuk dididihkan
selama 30 menit. Setelah 30 menit pendidihan pertama, ke dalam gelas piala yang berisi
sampel ditambahkan dengan NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dengan cara disemprotkan dari
pinggiran gelas piala serta dididihkan kembali selama 30 menit. Sebelum proses
pendidihan selesai, kertas saring bebas abu yang telah dikeringkan bersama cawan
porselin dalam oven bersuhu 105 oC dan telah dicatat beratnya disiapkan untuk proses
penyaringan. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menuangkan aquadest panas 50
ml, H2SO4 0,3 N 50 ml, alkohol 25 ml dan aceton 25 ml. Kertas saring yang berisi residu
kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselin untuk dikeringkan di dalam oven 105 0C
selama 3 jam. Setelah itu kertas saring yang telah dioven dikeluarkan, didinginkan di
dalam desikator, kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Selanjutnya dilakukan
pengabuan sampel pada suhu 500 0
C selama 2 jam, yang dilanjutkan dengan pendinginan
didalam desikator. Terakhir berat sampel ditimbang dan dicatat.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistic dengan sidik ragam dan bila terdapat perbedaan
yang nyata (P<0,05) antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
(Sastrosupadi, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RB0 (ransum tanpa terfermentasi)
mempunyai kandungan bahan kering sebesar 93,54%. Kandungan bahan kering pada
perlakuan RBR1T3 (ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap) lebih
rendah 0,63% daripada perlakuan RB0 namun secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05).
Perlakuan RBR2T2 (ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap) dan
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 452
RBR2T3 (ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap) memiliki bahan
kering yang nyata (P<0,05) lebih rendah masing-masing 1,16%;1,22% dibandingkan dengan
perlakuan RB0. Perlakuan RBR2T2 dan RBR2T3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan
RBR1T3. Begitu juga dengan perlakuan RBR2T3 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan RBR2T2
(Tabel 7).
Berdasarkan hasil penelitian fermentasi ransum sapi bali berbasis limbah pertanian
menggunakan inokulan dari cairan rumen dan rayap menunjukan bahwa terjadi penurunan
kandungan bahan kering secara signifikan pada perlakuan RBR2T2 dan RBR2T3. Penurunan
bahan kering ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan populasi mikroba dan aktivitas
mikroba pada ransum. Semakin banyak bakteri yang ada maka semakin banyak zat makanan
yang ada pada ransum/bahan yang akan dirombak sebagai sumber energi. Fardiaz (1988)
menyebutkan bahwa selama fermentasi berlangsung, mikroorganisme menggunakan
karbohidrat sebagai sumber energy yang dapat menghasilkan molekul air dan karbondioksida.
Sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian lagi akan keluar dari produk.
Air inilah yang akan menyebabkan kadar air dalam ransum menjadi tinggi dan bahan kering
menjadi rendah (Winarno et al., 1980). Selain itu, menurunnya kandungan bahan kering juga
diakibatkan oleh adanya bahan yang hanyut (leaching) bersama molekul air yang dihasilkan
pada saat fermentasi.
Tabel 7. Hasil analisis kandungan bahan kering dan nutrien ransum hasil fermentasi
inokulan cairan rumen dan rayap
Variabel Rataan Perlakuan
1
SEM3
RB0 RBR1T3 RBR2T2 RBR2T3
Bahan Kering/BK (%DW) 93,54a2 92,95ab 92,45b 92,40b 0,22
Abu (%BK) 18,82a 19,15a 19,67a 19,09a 0,48
Bahan Organik/BO (%BK) 81,18a 80,85a 80,33a 80,91a 0,48
Serat Kasar/SK (%BK) 21,01a 15,93b 15,21c 14,07d 0,11
Protein Kasar/PK (%BK) 13,63c 14,79b 15,24ab 15,75a 0,21 Keterangan:
1. Perlakuan yang diberikan
RBo = Ransum tanpa terfermentasi
RBR1T3 = Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3 % rayap
RBR2T2 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2 % rayap
RBR2T3 = Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3 % rayap
2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05)
3. SEM = Standard Error of The Teatment Means”
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan abu pada RB0 adalah sebesar
18,82%. Kandungan abu ransum pada semua perlakuan berkisar antara 18,82% – 19,67%.
Pada perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3 terjadi peningkatan kandungan abu namun secara
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 453
statitsik berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 memiliki
kandungan lebih tinggi berturut-turut 1,75%;4,52%;1,43% daripada RB0 (P>0,05). Perlakuan
RBR2T2 memiliki kandungan abu (%DM) sebesar 19,67% dan lebih tinggi daripada perlakuan
RBR1T3 dan RBR2T3 (Tabel 7). Peningkatan kandungan abu terjadi pada ransum yang
difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2,
dan RBR2T3) tetapi tidak terjadi secara signifikan. Meningkatnya kandungan abu pada ransum
disebabkan oleh menurunnya kandungan bahan organik. Selain itu kemungkinan juga
disebabkan tingginya populasi bakteri yang ada pada inokulan (Tabel 5). Tingginya populasi
mikroba pada inokulan juga membuat populasi mikroba pada ransum semakin tinggi. Hespell
dan Bryant, 1997 (disitasi oleh Lang, 1997) mengungkapkan bahwa komposisi sel tubuh
bakteri adalah relatif konstan yang terdiri dari 32 – 42% protein murni, 10% senyawa
nitrogen, 8% asam nukleat, 11-15% lipid, 17% karbohidrat dan 13% abu. Peningkatan
populasi bakteri akan meningkatkan suplai nutrien berupa abu dalam bahan pakan sehingga
kehilangan nutrien ransum akan direcovery (diganti) dengan supplai nutrien dari sel tubuh
mikroba.
Kandungan bahan organik pada ransum penelitian menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kandungan bahan organik pada ransum namun analisis statistik menunjukkan
berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan RB0 memiliki kandungan bahan organik (% DM)
sebesar 81,18%. Kandungan bahan organik ransum pada semua perlakuan berkisar antara
80,33% – 81,18%. Meskipun berbeda tidak nyata, perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3
memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah (P>0,05) daripada perlakuan RB0.
Perlakuan RBR1T3; RBR2T2; RBR2T3 berturut-turut 0,41%; 1,05 % dan 0,33% lebih rendah
(P>0,05) dari perlakuan RB0 (Tabel 7). Pada penelitian ransum sapi bali yang berbasis limbah
pertanian yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kandungan bahan organik tetapi tidak terjadi secara signifikan.
Penurunan bahan organik pada ransum ini disebabkan oleh banyaknya mikroba yang ada pada
ransum sehingga kandungan bahan organik digunakan oleh mikroba untuk tetap hidup. Pada
proses fermentasi akan mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan nutrien bahan
sebagai akibat dari mikroba pendegradasi yang memanfaatkan nutrien untuk sintesis sel tubuh
maupun aktivitas mikroba itu sendiri. Disisi lain adanya mikroba fermentor juga akan
memberikan pasokan nutrien ke dalam bahan (ransum) terfermentasi namun dalam jumlah
yang lebih rendah dari nutrien yang termanfaatkan. Sehingga ransum terfermentasi memiliki
kandungan bahan organik lebih rendah (P>0,05) daripada perlakuan RB0 (Tabel 7).
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 454
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada
perlakuan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan RB0 yang memiliki kandungan serat kasar 21,01%. Perlakuan RBR1T3, RBR2T2,
dan RBR2T3 berturut-turut 24,18%; 27,61%; 32,94% nyata (P<0,05) lebih rendah dari
perlakuan RB0. Dari semua perlakuan, RBR2T3 memiliki kandungan serat kasar paling rendah
yaitu sebesar 14,07%. Kandungan serat kasar perlakuan RBR2T3 berturut-turut 32,94% ;
11,68% ; 7,49% yang nyata lebih rendah (P<0,05) dari kandungan serat kasar perlakuan RB0;
RBR1T3 ; RBR2T2 (Tabel 7). Perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 menghasilkan ransum
yang memilki kandungan serat kasar berturut-turut 24,18%; 27,61%; 32,94% nyata lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan RB0 (Tabel 7). Perlakuan RBR2T3 memiliki
kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RBR1T3 dan
RBR2T2. Menurunnya kandungan serat kasar pada ransum merupakan hasil kerja dari
mikroba pendegradasi serat yang ada pada inokulan dari cairan rumen dan rayap. Penurunan
serat kasar pada ransum yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap
mengindikasikan bahwa telah terjadi proses fermentasi yang maksimal. Mikroba selulolitik
yang ada pada cairan rumen dan rayap akan menghasilkan enzim selulase yang mampu
mendegradasi selulosa yang ada pada ransum. Bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim
endo glukanase/CMCase, ekso glukanase dan glukosidase yang berperan dalam degradasi
selulosa menjadi senyawa sederhana (Partama et al., 2012). Meningkatnya populasi bakteri
selulolitik menyebabkan meningkatnya degradasi selulosa yang dirombak menjadi
oligosakarida dan glukosa (Allen, 2002). Disamping itu, penguraian selulosa menjadi glukosa
selama proses fermentasi akan meningkatkan populasi mikroba terutama yang bersifat
selulolitk (Aisjah, 2011 disitasi Erwin, 2012). Adanya fungi dalam cairan rumen juga
berperanan penting dalam proses degradasi serat pakan dengan membentuk koloni pada
jaringan selulosa pakan sehingga dinding sel pakan menjadi lebih terbuka dan mudah untuk
dicerna oleh enzim bakteri rumen (Firkin et al., 2006).
Ransum fermentasi RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 memiliki kandungan protein kasar
yang berbeda nyata terhadap RB0. Perlakuan RB0 memiliki kandungan protein kasar sebesar
13,63%. Perlakuan RBR1T3, RBR2T2, RBR2T3 mampu menghasilkan ransum dengan
kandungan protein kasar berturut-turut 8,51%; 3,04%; 15,55% nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan RB0. Perlakuan RBR2T2 nyata 3,04% lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan RBR1T3. Kandungan protein ransum pada perlakuan RBR2T3
berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan RB0 dan RBR1T3, tetapi berbeda tidak nyata
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 455
(P>0,05) terhadap perlakuan RBR2T2. Perlakuan RBR2T3 masing-masing 15,55%; 6,49%
nyata lebih tinggi daripada perlakuan RB0 dan RBR1T3, dan 3,35% tidak nyata lebih tinggi
daripada perlakuan RBR2T2 (Tabel 7). Kandungan protein kasar pada perlakuan RBR1T3,
RBR2T2 dan RBR2T3 nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada perlakuan RB0 (Tabel 7).
Peningkatan protein kasar yang meningkat pada ransum RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3
disebabkan berkembangnya mikroba yang ada di dalam inokulan selama proses fermentasi
ransum. Tingginya populasi mikroba yang ada pada ransum akan dapat menyumbangkan
protein dalam tubuhnya tubuhnya. Hal itu didukung dengan melihat jumlah populasi mikroba
yang ada pada inokulan bahwa inokulan memiliki populasi mikroba yang tinggi (Tabel 5).
Urea yang ada pada pakan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber N untuk mensintesa
protein yang ada tubuhnya. Selain itu, tingginya kandungan protein kasar pada ransum juga
merupakan sumbangan protein kasar dari cairan rumen yang dipakai (inokulan). Nitis (1989
dalam Bidura, 2007) menyebutkan bahwa kandungan protein kasar pada isi rumen sebesar
7,11-9,635. Hal tersebut disebabkan oleh susunan tubuh mikroba yang terdiri dari protein
murni, senyawa nitrogen dan asam nukleat (Hespell dan Bryant, 1979 disitasi oleh Lang,
1997). Block (2006) mengungkapkan asam amino mikroba khususnya bakteri mempunyai
kualitas tinggi dengan komposisi asam amino yang setara bahkan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan profil asam amino susu, tepung ikan, jagung kuning, tepung darah
maupun tepung canola. Tingginya kualitas protein maupun asam amino pembangun biomassa
bakteri akan memperbaiki sekaligus mempertinggi kualitas protein ransum yang akhirnya
akan meningkatkan produktivitas ternak yang diberi ransum/pakan tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi ransum berbasis
limbah pertanian menggunakan inokulan yang yang diproduksi dari cairan rumen dan rayap
dapat menurunkan kandungan bahan kering dan serat kasar ransum serta meningkatkan
kandungan protein kasar ransum. Fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan
inokulan BR2T3 (inokulan yang diproduksi dari 20% cairan rumen dan 0,3% rayap)
menghasilkan ransum dengan kandungan bahan kering dan serat kasar terendah dan dengan
kandungan protein kasar tertinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada A. A. Putu Putra Wibawa, S.Pt., M.Si., I
Wayan Wirawan, S.Pt, MP dan Andi Udin Saransi yang telah membantu penulis
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 456
menyelesaikan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ida
Bagus Gaga Partama, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta
Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan
saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding,
American Pharmaceutical Association, Washington, D.C.
Association of Official Analytic Chemist. 1980. Official Method of Analytis. 12th
ed
Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC.
Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Universitas Udayana,
Denpasar.
Bidura, I. G. N. G.. I. B. Gaga Partama, Tjok. Gde Susila. 2008. Limbah Pakan Ternak
Alternatif dan Aplikasi Teknologi.Universitas Udayana,Denpasar.
Block, E.. 2006. Rumen Microbial Protein Production : Are We Missing an Oppurtunity to
Improve Dietary and Economic Efficiencies in Protein Nutrition of the High Producing
Dairy Cow Industry Presentation High Plains Dairy Conference.
Dewi, P. L. 2015. Populasi Mikroba Inokulan yang Diproduksi dari Limbah Cairan Rumen
Sapi Bali dan Rayap. Skripsi Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
Erwin, Hidayat. 2012. Kualitas Fisik dan Kualitas Nutrisi Janggel Jagung Hasil Perlakuan
Dengan Inokulan Yang Berbeda. diakses dari http://tehes89.blogspot.com/ (diakses
tanggal 4 Juli 2015)
Fardiaz, S. 1988. Fermentasi Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB. Gramedia: Bogor.
Firkins, J. L., A. N. Hristov, M. B. Hall, G. A. Varga, dan N. R. St-Pierre. 2006. Integration
of Ruminal Metabolism in Dairy Cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51.
American Dairy Science Association.
Hau, D. K., M. Neobais, J. Nulik, N. G. F. Katifana. 2006. Pengaruh Probiotik Terhadap
Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali.
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pro05.25.pdf?secure=1
(diakses tanggal 2 Mei 2015)
Ivan, M., D. J. Clack and G. J. White. 1974. Kjeldahl Nitrogen Determination. In: Shorth
Cource on Poultry Production, Udayana University, Denpasar.
Kaiser, A. G. 1984. The Influence of Silase Fermentation On Animal Production.Silase in the
80s.Proceding of National Workshop, Armidale, New South Wales, Australia.
Lang, R. A. 1997. Tree Foliage In Ruminat Nutrition. Food and Agriculture Organization of
The United Nation Rome, Italy.
McDonald, D., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1988. Animal nutrition. 4th edition.
Longman Scientific and Technical. John Wiley & Sons. Inc. New York
Mudita, I M., I G. L. O .Cakra, AA. P. P. Wibawa, dan N. W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan
Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam
Kristianti et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 443- 457 Page 457
Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan
Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana,
Denpasar.
Mudita, I M., AA. P. P. Wibawa, dan I G. N Kayana. 2012. Penggunaann Cairan Rumen dan
Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam
Pengembangan Peternakan Sapi Bali yang Kompetitif dan Sustainable. Fakultas
Peternakan Universitas Udayana.
Mudita, I M., AA. P. P. Wibawa, I W. Wirawan, dan I G. N Kayana. 2013. Penggunaan
Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya
dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan
Penelitian Universitas Udayana, Denpasar.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, A. A. A. S. Trisnadewi. 2012.
Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi
Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi
Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.
Purwadaria, T., Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003a. Perbandingan
Aktivitas Enzim Selulase dari Bakteri dan Kapang Hasil Isolasi dari Rayap. JITV Vol. 8
No. 4 Th 2003:213-219
Purwadaria, T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan Sutikno. 2003b. Identification
and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes in The Extract of Termites (Glyptotermes
montanus) for Poultry Feed Application. Indonesian Journal of Agricultural Sciences
4(2) 2003; 40-47
Purwadaria, T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P. Sinurat. 2004. Isolasi dan
Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol.
9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Cetakan ke-5.
Kanisius. Yogyakarta.
Siregar, S. B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya:Jakarta.
Suharto, M. 2004. Dukungan Teknologi Pakan Dalam Usaha Sapi Potong Berbasis
Sumberdaya Lokal. diakses dari.
http:/peternakan.litbang.deptan.go.id/download/sapi.potong/.04.3.pdf. (diakses tanggal 2
Mei 2015)
Tampoebolon, B. I. M. 1997. Seleksi dan Karakterisasi Enzim Selulase Isolat Mikrobia
Selulolitik Rumen Kerbau. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta (Tesis Magister Ilmu Ternak).
Watanabe, H., H. Noda. G. Tokuda, and N.Lo.1998. A cellulose gene of termite origin.
Nature 394 : 330 – 331
Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia:Jakarta.
PANDUAN BAGI PENULIS
Ketentuan Umum
1. Naskah yang dikirim merupakan naskah asli/orisinil dan belum pernah diterbitkan
(Naskah dari mahasiswa untuk penyelesaian tugas akhir dalam level S1, S2, S3 minimal
berasal dari naskah seminar yang telah disahkan/Acc oleh tim penguji dan pembimbing,
sedangkan untuk penulis lain naskah disesuaikan dengan aturan ilmiah yang berlaku
umum)
2. Lingkup ejurnal ini memuat hal-hal yang menyangkut dunia peternakan dalam bentuk
hasil penelitian, kajian pustaka dan/atau gagasan dengan topik aktual.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang
ditentukan
4. Penulis mengirim 2 (dua) eksemplar naskah ke redaksi yang dilengkapi dengan softcopy
(berupa CD) atau naskah dapat pula dikirim via email dalam bentuk program Microsoft
Word.
5. Naskah dan Softcopy (CD) dikirim kepada:
Redaksi eJournal Peternakan Tropika
d.a Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Gedung Agrokompleks Lantai 1 Kampus UNUD Denpasar
Jl. P. B. Sudirman Denpasar, Bali
Telp. 0361-222096 / HP. 081338791005
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Standar Penulisan
1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word dengan jarak 1.5 spasi kecuali
Judul, Abstrak, Judul Tabel, Judul Gambar, dan lampiran yang diketik 1 spasi. Naskah
dicetak pada kertas ukuran A4, dengan huruf Time New Roman berukuran 12 point;
margin atas dan margin kiri berukuran 3 cm, sedangkan margin kanan dan margin
bawah berukuran 2,5 cm.
2. Judul dari Makalah, Abstrak, Abstract, bab (Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil
dan Pembahasan, Simpulan dan Saran, Ucapan Terima Kasih), dan Daftar Pustaka
ditulis dengan Huruf Kapital. 12 point (Bold). Font Time New Roman.
3. Nama Penulis, Sub Bab, Institusi, Judul Tabel/Gambar/Ilustrasi lainnya. ditulis dengan
diawali dengan Huruf Kapital. 12 point. Time New Roman. Institusi penulisan tidak di
Bold, sedangkan Nama Penulis, Sub Bab, Judul Tabel/Gambar/Ilustrasi lainnya,
penulisan di Bold
4. Naskah ditulis maksimum 20 halaman dan setiap halaman diberi nomor secara
berurutan.
5. Naskah hasil penelitian disusun dengan urutan judul, nama penulis dan nama instansi,
alamat korerspondensi (email dan No. Telpon/HP), abstrak (dalam bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia), pendahuluan, metode (sosial ekonomi) atau materi dan metode
(eksakta), hasil dan pembahasan, simpulan (+ saran), ucapan terima kasih, dan daftar
pustaka.
Sedangkan naskah kajian pustaka/gagasan aktual disusun dengan urutan judul, nama
penulis dan nama instansi/institusi, alamat korespondensi (email dan No. Telpon/HP),
abstrak (dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), pendahuluan, masalah dan
pembahasan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka.
TATA CARA PENULISAN NASKAH
1. JUDUL, harus singkat, spesifik dan informatif yang menggambarkan isi naskah,
maksimal 20 kata. Untuk kajian pustaka, dibelakang judul agar ditulis: Suatu kajian
Pustaka. Untuk gagasan Aktual, dibelakang judul agar ditulis: Suatu Gagasan Aktual.
Judul ditulis dengan hurup kapital. Time New Roman berukuran 12 point (Bold), jarak
1 (satu) spasi dan terletak ditengah-tengah tanpa titik.
2. Nama Penulis, ditulis nama lengkap tanpa gelar akademis. Artikel yang ditulis oleh
Mahasiswa melibatkan juga pembimbing dan/atau orang yang terlibat dengan
penelitian/artikel yang ditulis. Sedangkan penulis dari kalangan umum, penulis
mencerminkan pemilik dari artikel/penelitian/gagasan yang akan dimuat. Penulisan
nama penulis pertama artikel dimulai dari nama utama yang akan dimuat, diikuti
dengan pendukung (nama urutan kelahiran/marga/dll) sedangkan penulisan nama
penulis ke-2 dan selanjutnya disusun sesuai dengan urutan nama bersangkutan. Nama
utama ditulis utuh, sedangkan nama pendukung disingkat dengan satu huruf/singkatan
umum yang berlaku.
3. Nama Lembaga/Instansi/Institusi, nama lembaga/institusi ditulis secara lengkap
disertai alamat.
4. Alamat Korespondensi (No. Telpon dan email), No. Telp dan alamat email yang
ditulis adalah yang aktif untuk memudahkan komunikasi terkait artikel yang akan
dipublikasikan
5. ABSTRAK, ditulis dalam Bahasa Indonesia (ABSTRAK) dan Bahasa Inggris
(ABSTRACT). Abstrak ditulis dalam 1 (satu) paragraf yang berisikan tujuan
penelitian, metode, hasil dan simpulan. Abstrak tidak lebih dari 250 kata. diketik satu
spasi
6. Kata Kunci (key Word), diketik miring, maksimal 5 kata yang merupakan kata-kata
utama dari artikel, 1 (dua) spasi setelah abstrak + 12 pt setelah abstrak.
7. PENDAHULUAN. Berisi latar belakang permasalahan, fakta/data dari pustaka
mendukung, solusi/alternative solusi serta tujuan penulisan. Dalam mengutip pendapat
orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Udayana (2005); Quan et
al. (2002)
8. MATERI DAN METODE. ditulis lengkap dan terperinci terutama desain penelitian.
Metode pelaksanaan penelitian mengikuti acuan yang berlaku dengan mencantumkan
sumbernya.
9. HASIL DAN PEMBAHASAN. Menyajikan uraian hasil penelitian dan pembahasan
hasil secara jelas dan komprehensif
Ilustrasi (Tabel, Grafik, Histogram, Sketsa, Gambar)
a. Judul Tabel, grafik, histogram, sketsa, dan/atau gambar diberi nomor urut, judul
singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ditulis menggunakan
huruf Times New Roman berukuran 12 point (Bold), awal kata menggunakan hurup
kapital (kecuali kata penghubung), dengan jarak 1 (satu) spasi
b. Isi Tabel/Ilustrasi lain ditulis dengan Font Time New Roman 11 - 12 point
(disesuaikan dengan ukuran/isi table). Isi item Tabel/Ilustrasi lain yang
disingkat/istilah khusus dapat diisi notasi baik berupa huruf/angka yang
selanjutnya wajib diberi keterangan terkait notasi tersebut
c. Keterangan Tabel/Ilustrasi ditulis dari disebelah kiri bawah menjulur ke kanan (bisa
dipisah setiap notasi atau menjalur terus untuk kesemua notasi), menggunakan
huruf Times New Roman berukuran 11 point, dengan jarak 1 (satu) spasi + 6 pt
setelah Ilustrasi. Penulisan tanda atau notasi untuk data yang dianalisis dengaan
analisis statistik menggunakan superskrip berbeda pada baris/kolom yang sama
yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) atau berbeda sangat nyata (P<0,01)
d. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan
tanda koma ( , ), untuk bahasa Inggris digunakan titik ( . ).
e. Grafik, gambar dan Foto:
- Grafik dibuat dalam program excel
- Gambar baik berupa gambar biasa/foto harus tajam dengan resolusi tinggi
f. Satuan pengukuran menggunakan sistem internasional (SI)
g. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring. Istilah asing/khusus diberi tanda
petik
10. SIMPULAN DAN SARAN (bila diperlukan). ditulis secara singkat dan jelas
11. UCAPAN TERIMA KASIH. disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu
sehingga penelitian/artikel dapat dihasilkan, misalnya pemberi gagasan, pemilik
proyek/penyandang dana, dll
12. DAFTAR PUSTAKA. Memuat nama pengarang yang dirujuk dalam naskah, disusun
menurut abjad pengarang dan tahun penerbitan. Untuk buku dicantumkan semua nama
penulis, tahun, judul buku, penerbit dan tempat. Untuk jurnal dicantumkan nama
penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi dan halaman.
Artikel dalam buku dcicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul
buku, penerbit dan tempat. Artikel internet dicantumkan nama penulis, tahun dibuat,
judul tulisan, alamat web, waktu akses.