Laporan Pendahuluan Made Bawe

27
6 LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIK KIDNEY DESEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI A. Pengertian Chronic Kidney Deseases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. B. Klasifikasi Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu : a. Stadium I Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3 b. Stadium II Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3 c. Stadium III

description

ikjuhygtfrdew

Transcript of Laporan Pendahuluan Made Bawe

Page 1: Laporan Pendahuluan Made Bawe

6

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIK KIDNEY DESEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI

A. Pengertian

Chronic Kidney Deseases (CKD) adalah penurunan

faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya

irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990).

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap

akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

(Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal

ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung

beberapa tahun.

B. Klasifikasi

Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :

a. Stadium I

Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria

persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90

ml/menit/1,72 m3

b. Stadium II

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan

LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3

c. Stadium III

Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59

ml/menit/1,73 m3

d. Stadium IV

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29

ml/menit/1,73 m3

e. Stadium V

Page 2: Laporan Pendahuluan Made Bawe

7

Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT

(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan

rumus :

Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur)x berat badan(kg)

72 x creatinin serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

C. Kriteria CKD

a.Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktural

atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG,

dengan manifestasi :

1)Kelainan patologis

2)Terdapat tanda kelainan ginjal (komposisi darah atau

urin atau kelainan dalam tes pencitraan)

b.LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal

D. Etiologi

Salah satu penyebab dari penyakit cronic kidney

desease adalah tekanan darah tinggi/hipertensi.

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan

tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom, 1995).

E. Tanda Dan Gejala

a.Hematologik

Anemia, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia,

gangguan leukosit.

b.Gastrointestinal

Anoreksia, nausea, vomiting, gastritis erosive

c.Syaraf dan otot

Miopati, ensefalopati metabolic, kelemahan otot.

Page 3: Laporan Pendahuluan Made Bawe

8

d.Kulit

Berwarna pucat, gatal-gatal dengan ekssoriasi,

echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.

e.Kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama

jantung, edema.

f.Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolism lemak,

fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki,

gangguan metabolisme vitamin D.

F. Hubungan hipertensi Dengan kejadian Cronic Kidney

Deseases (CKD)

Hipertensi dapat menyebabkan penyakit

ginjal. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat

mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi

terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan

lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah

dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin

ditimbulkan. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal

kronik kedua terbesar setelah diabetes militus. Adanya

peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan

merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh.

Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang

memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika

pembuluh darah pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran

darah akan menghentikan pembuangan limbah serta cairan ekstra

dari tubuh.

Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat

dijelaskan oleh beberapa faktor. CKD dapat menyebabkan

retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini

mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan

(edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah.

Page 4: Laporan Pendahuluan Made Bawe

9

Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu

peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik,

menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.

Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting

dalam hubungan antara CKD dan hipertensi, terutama

melalui sistem renin-angiotensin. Hormon ini bisa

dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis

dan jaringan parut pada ginjal, dan dapat memberikan

kontribusi untuk hipertensi pasien dengan merangsang

baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh darah.

Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan

telah meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah

hormon paratiroid (PTH). PTH ini menimbulkan kalsium

dalam darah, yang juga dapat menyebabkan penyempitan

pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.

Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan

hipertensi arteri stenosis ginjal (penyempitan

pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika

penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran

darah dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika

suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran

darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah

penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, pasien

akan mengembangkan CKD. Penurunan aliran darah memicu

sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat

mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di

seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan

hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran

utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada

ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama

menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan

akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen

Page 5: Laporan Pendahuluan Made Bawe

10

pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan

arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan

atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.

Terjadilah gagal ginjal kronik.

Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan

hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada

volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium,

sementara < 10% bergantung pada renin.

Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah

jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal,

volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan

curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.

Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin

yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga

semakin meningkat.

Hipertensi pada penyakit ginjal dapat

terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit

ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun

pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal

dapat dikelompokkan dalam :

1. Penyakit glumerolus akut Hipertensi

terjadi karena adanya retensi natrium yang

menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi

karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus

koligentes. Peningkatan ini dimungkankan abibat

adanya retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik

Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na – K

– ATPase di duktus koligentes.

2. P e n y a k i t v a s k u l e r   Pada keadaan ini terjadi

iskemi yang kemudian merangsang sistem rennin

angiotensin aldosteron.

3. G a g a l g i n j a l k r o n i k   Hipertensi yang terjadi

karena adanya retensi natrium, peningkatan system

4. Renin Angiotensinogen Aldosteron

Page 6: Laporan Pendahuluan Made Bawe

11

Akibat iskemi relatif karena kerusakan

regional,aktifitas saraf simpatik yang meningkat

akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidit sekunder,

dan pemberian eritropoetin.

5. Penyakit glumerolus kronik Sistem

Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu

system hormonal enzimatik yang bersifat

multikompleks dan berperan dalm naiknya tekanan

darah, pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit

Dengan terjadinya kegagalan ginjal berpengaruh

terhadap nefron-nefron. Sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang

lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang

utuh akan mengalami hipertrofi dan memproduksi volume

filtrasi yang meningkat dan disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.

Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi

sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang

harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa

direabsorpsi sehingga berakibat diuresis osmotik

disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah

nefron yang rusak bertambah banyak maka oliguri timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan

muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-

kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada

tingkat ini fungsi renal yang demikian, nilai

kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau

lebih rendah dari itu. (Barbara C Long, 1996)

Dengan menurunnya fungsi renal, maka produk akhir

metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke

dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin

banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin

Page 7: Laporan Pendahuluan Made Bawe

12

berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.

(Brunner & Suddarth, 2001).

G. Komplikasi

a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis

metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.

b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung

akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak

adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta

malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan

rentang usia sel darah merah.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi

fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme

vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis,

Neuropati perifer, Hiperuremia

H. Manifestasi Klinis

Page 8: Laporan Pendahuluan Made Bawe

13

Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan

fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah

tersinggung, depresi

b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual

disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas

baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang

disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi

mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 :

1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi

cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -

angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif

dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan

perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial

oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,

dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan

tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah

sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat

perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung

akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung

dan edema.

b. Gangguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum

kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan

dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan

pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan

perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal

Page 9: Laporan Pendahuluan Made Bawe

14

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga

selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa

kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),

tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot –

otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –

kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal

akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi

menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan

metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan

vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam

dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi

dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,

hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi anemia yang disebabkan karena

berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga

rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang

berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa

hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat

juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan

trombositopeni.

I. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi (foto polos abdomen): besar ginjal;

apakah ada batu ginjal atau obstruksi.

b. Pielografi intravena (PIV) : menilai sitem

pelviokalises

c. Ultrasonografi (USG): menilai besar, bentuk ginjal,

kandung kemih, serta prostat.

Page 10: Laporan Pendahuluan Made Bawe

15

d. Renogram: menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.

e. Pemeriksaan radiologi jantung : mencari apakah ada

kardiomegali, efusi pericardial.

f. Pemeriksaan radiologi tulang : mencari

oesteodistrofi, metastasik

g. Pemeriksaan radiologi paru : mencari uremik lung

h. Pemeriksaan pielografi retergrad : bila dicurigai

obstruksi yang reversible

i. Elektrokardiograf : untuk melihat hipertrofi

ventrikel kiri

j. Biopsy ginjal

k. Pemeriksaan lab, LED, anemia, ureum dan kreatinin

meningkat, hemoglobin, hiponatremia, hiperkalemia,

hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan gula

darah, asidosis metabolok, HCo2 menurun, BE

menurun, dan PaCo2 menurun.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS & KEPERAWATAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan

fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea,

asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan

protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah

jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein

yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu,

telur, daging) di mana makanan tersebut dapat

Page 11: Laporan Pendahuluan Made Bawe

16

mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan

sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.

Kalori untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak.

Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis

mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah

sewaktu dialisa.

Hipertensi ditangani dengan medikasi anti

hipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung

kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan,

diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau

dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada

pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu

penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada

dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.

Anemia pada CKD ditangani dengan epogen

(erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien

(Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti

malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi

aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi

seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau

aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.

Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga

tahap :

Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet

protein, kalium, natrium, cairan

Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi,

obat-obat local & sistemik, anti hipertensi

Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

a. Penatalaksanaan Medis

Dilakukan tindakan CAPD dengan insersi

catheter dengan peritoneuscope yaitu;

1) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien

harus defekasi dan bila obstipasi diberi

dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv,

Page 12: Laporan Pendahuluan Made Bawe

17

pasien di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan

sebelum berangkat ke ruangan tindakan pasien

harus mengosongkan kandung kemih atau dipasang

folley catheter.

2) Prosedur operasi

Posisi trendelenberg

Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding

abdomen, anetesi daerah insisi dengan

lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang

3 cm.

Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat

fascia external, sambil pasien menahan nafas

masukan quill guide assembly posisi 30 derajat

kearah coccyx sampai menembus peritoneum

Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine,

cek meniscus dan pergerakan air sesuai nafas

Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan

udara sebanyak 1000-1500 ke dalam abdomen

Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat

canula, arahkan ke rongga pelvic pastikan ada

space dan tidak ada adhesi pada pelvic,

pertahankan posisi quill dengan clem artei.

Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar,

masukan dilator kecil dan besar setelah

sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain gel.

Buat gerakan maju mundur, dilator besar

dipertahankan sambil mempersiapkan teckoff

catheter dimasukan lewat stylet

Catheter dilepas, pasang cuff implanter.

Pasien menahan adinding abdomen dan implanter

di dorong sampai cuff menembus fascia. Stylet

dan quill ditarik.

Kateter di test. Dibuat marker tempat exite

site, dilakukan anestesi sepanjang daerah

Page 13: Laporan Pendahuluan Made Bawe

18

tunnel, tunneler dimasukan dan exite site

menuju daerah insisi lalu kateter disambungkan

menuju tunneler. Kateter dan tunneler ditarik

melewati exite site dan disambung dengan

extension catheter, posisi exite site 2 cm

dari kulit

Luka insisi di jahit

Operasi selesai

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD

2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan

dan garam

3) Diet tinggi kalori rendah protein

4) Kendalikan hipertensi

5) Jaga keseimbangan elektrolit

6) Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat

CKD

7) Deteksi dini terhadap komplikasi

8) Kolaborasi dalam tindakan CAPD

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada

usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi

pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

b. Keluhan utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing,

gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,

muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas

berbau (ureum), gatal pada kulit.

c. Riwayat penyakit

1) Sekarang

Page 14: Laporan Pendahuluan Made Bawe

19

Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi

anafilaksis, renjatan kardiogenik.

2) Dahulu

Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi

saluran kemih, payah jantung, hipertensi,

penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign

Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.

3) Keluarga

Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

d. Tanda vital

Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan

lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam

(Kussmaul), dyspnea.

e. Pemeriksaan Fisik :

1) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala:

Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal,

batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.

Tanda:

Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk

produktif dengan / tanpa sputum.

2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala:

Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi

nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan

irama jantung, edema.

Tanda

Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum,

piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia

jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,

friction rub perikardial, pucat, kulit coklat

kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.

3) Persyarafan (B 3 : Brain)

Page 15: Laporan Pendahuluan Made Bawe

20

Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis,

letargi, somnolent sampai koma.

4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

Gejala:

Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit

(kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua

dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria

(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau

konstipasi.

Tanda:

Perubahan warna urine, (pekat, merah,

coklat, berawan) oliguria atau anuria.

5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor

uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare

6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala:

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,

nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit

gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda:

Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur

tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit,

jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.

f. Pola aktivitas sehari-hari

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi

perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat

karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal

ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang

negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk

Page 16: Laporan Pendahuluan Made Bawe

21

tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan

yang lama, oleh karena itu perlu adanya

penjelasan yang benar dan mudah dimengerti

pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit

pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan

mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang

dapat mempengaruhi status kesehatan klien.

Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan

berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu

hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan

diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut

tipis, kuku rapuh.

3) Pola Eliminasi

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),

warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat

kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria,

anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,

diare atau konstipasi, Perubahan warna urine,

(pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau

anuria.

4) Pola tidur dan Istirahat

Gelisah, cemas, gangguan tidur.

5) Pola Aktivitas dan latihan

Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas

menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan

aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan

otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

6) Pola hubungan dan peran

Page 17: Laporan Pendahuluan Made Bawe

22

Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu

bekerja, mempertahankan fungsi peran).

7) Pola sensori dan kognitif

Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung

mengalami neuropati / mati rasa pada luka

sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien

mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,

klien mengalami disorientasi/ tidak.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh

akan menyebabkan penderita mengalami gangguan

pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya

biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem).

9) Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem

pembuluh darah di organ reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan

kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada

proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido,

amenorea, infertilitas.

10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan

penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan

tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,

karena ketergantungan menyebabkan reaksi

psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,

mudah tersinggung dan lain – lain, dapat

menyebabkan klien tidak mampu menggunakan

mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada

harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,

Page 18: Laporan Pendahuluan Made Bawe

23

takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan

penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik

dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah

maupun mempengaruhi pola ibadah klien

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000),

diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD

adalah:

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban

jantung yang meningkat

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan

tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui

alkalosis respiratorik

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

pruritis

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi

jaringan yang tidak adekuat, keletihan

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi

informasi.

3. Intervensi Keperawatan

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban

jantung yang meningkat

Tujuan:

Page 19: Laporan Pendahuluan Made Bawe

24

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan

kriteria hasil : mempertahankan curah jantung

dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung

dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama

dengan waktu pengisian kapiler

Intervensi:

Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak

teratur

Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan

pada sistem aldosteron-renin-angiotensin

(disebabkan oleh disfungsi ginjal)

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi,

rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap

aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan

tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa

kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada

edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

Kaji status cairan dengan menimbang BB

perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,

turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi masukan

cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal,

haluaran urin, dan respon terhadap terapi

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang

pembatasan cairan

Page 20: Laporan Pendahuluan Made Bawe

25

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan

keluarga dalam pembatasan cairan

Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat

penggunaan cairan terutama pemasukan dan

haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan

output

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang

adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB

stabil

Intervensi:

Awasi konsumsi makanan/cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin

endogen yang dapat mengubah atau menurunkan

pemasukan dan memerlukan intervensi

Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan

masukan makanan

Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat

selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan

aspek social

Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral

dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat

mempengaruhi masukan makanan

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui

alkalosis respiratorik

Page 21: Laporan Pendahuluan Made Bawe

26

1) Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil

2) Intervensi:

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan secret

Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan

aliran O2

Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas

Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah

terjadinya sesak atau hipoksia

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

pruritis

1) Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan

kriteria hasil :

Mempertahankan kulit utuh

Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah

kerusakan kulit

2) Intervensi:

Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,

turgor, vaskuler, perhatikan kadanya

kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau

kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan

dekubitus/infeksi.

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan

membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi

berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan

integritas jaringan

Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek

Ubah posisi sesering mungkin

Page 22: Laporan Pendahuluan Made Bawe

27

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan

dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia

Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko

kerusakan kulit

Page 23: Laporan Pendahuluan Made Bawe

28

PATOFISIOLOGI NURSING PATHWAY

sekresi eritropoitis turun

produksi Hb turunsuplai nutrisi dalam darah turun

Resiko gangguan nutrisi

gangguan nutrisioksihemoglobin turun

suplai O2 kasar turunGangguan perfusi

jaringan

perfusi jaringan

intoleransi aktivitas

retensi Na

total CES naik

tek. kapiler naik

vol. interstisial naik

edema

(kelebihan volume cairan)preload naik

beban jantung naik

hipertrofi ventrikel kiri

payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik

tek. vena pulmonalis

kapiler paru naik

edema paru

gang. pertukaran gas

COP turun

aliran darah ginjal turun

RAA turun

retensi Na & H2O naik

kelebihan vol. cairan

suplai O2 jaringan turun

metab. anaerob

timb. as. laktat naik

- fatigue

- nyeri sendi

intoleransi aktivitas

suplai O2 ke otak turun

syncope

(kehilangan kesadaran)

sekresi protein terganggu

sindrom uremia

perpospatemia

pruritis

Gangguan integritas kulit

integritas kulit

gang. keseimbangan asam - basa

prod. asam naik

as. lambung naik

urokrom tertimbun di kulit

perubahan warna kulit

resiko gangguan nutrisi

nausea, vomitus iritasi lambung

infeksi perdarahan

gastritis

mual, muntah

- hematemesis

- melenaanemia

Seluruh nefron rusak

GGK

Gangguan vaskuler (HT)

arteriosklerosis

Gangguan dalam menyaring produksi limbah (hiperfiltrasi)

suplai darah ginjal turun

Kerusakan pembuluh darah ginjal