Tesis Made Martin Rusmaja

323
1 PENGARUH IMPLEMENTASI METODE ROLE PLAYING TERHADAP SIKAP SOSIAL DAN HASIL BELAJAR IPS DI KELAS IV GUGUS I BUSUNGBIU TESIS Oleh : MADE MARTIN RUSMAJA NIM. 1329041146

Transcript of Tesis Made Martin Rusmaja

Page 1: Tesis Made Martin Rusmaja

1

PENGARUH IMPLEMENTASI METODE ROLE PLAYING TERHADAPSIKAP SOSIAL DAN HASIL BELAJAR IPS DI KELAS IV

GUGUS I BUSUNGBIU

TESIS

Oleh :

MADE MARTIN RUSMAJANIM. 1329041146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASARPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA2015

Page 2: Tesis Made Martin Rusmaja

2

Page 3: Tesis Made Martin Rusmaja

3

PENGARUH IMPLEMENTASI METODE ROLE PLAYING TERHADAPSIKAP SOSIAL DAN HASIL BELAJAR IPS DI KELAS IV

GUGUS I BUSUNGBIU

TESIS

Diajukan kepadaUniversitas Pendidikan Ganesha

untuk Memenuhi sebagian PersyaratanMemperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Dasar

OlehMADE MARTIN RUSMAJA

NIM. 1329041146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASARPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA2015

Page 4: Tesis Made Martin Rusmaja

4

Tesis oleh: Made Martin Rusmaja ini telah diperiksa dan disetujui untuk ujian Pra Tesis

Singaraja, Oktober 2015

Pembimbing I,

Prof. Dr. Wayan Lasmawan, M.PdNIP. 196702211993031002

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.SNIP. 195703031983032001

Page 5: Tesis Made Martin Rusmaja

5

Tesis oleh Made Martin Rusmaja ini telah berhasil dipertahankan di depan

tim penguji dan dinyatakan diterima sebagai sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Studi Pendidikan Dasar,

Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha.

Disetujui pada tanggal: Oktober 2015

Oleh

Tim Penguji

. . . . . . . . . . . . . . . . . . , Ketua. Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.PdNIP 196702211993031002

. . . . . . . . . . . . . . . . . . , Anggota. Prof. Dr. NIP

. . . . . . . . . . . . . . . . . . , Anggota. Prof. DrNIP

. . . . . . . . . . . . . . . . . . , Anggota. Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.SNIP 195703031983032001

Mengetahui Direktur,Program Pascasarjana Undiksha

Prof. Dr. Nyoman DantesNIP. 194910101975031003

Page 6: Tesis Made Martin Rusmaja

6

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang saya susun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha seluruhnya merupakan hasil karya

saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam tesis yang saya kutip dari hasil

karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas dan sesuai dengan norma,

kaidah, serta etika akademis.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Singaraja, Oktober 2015

Yang memberi pernyataan

(Made Martin Rusmaja)

Page 7: Tesis Made Martin Rusmaja

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan pasal 20 UU tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi

untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik

agar menjadi manusia yang berkualitas dengan ciri-ciri beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Kini semakin disadari bahwa pendidikan memainkan peranan yang

sangat penting di dalam kehidupan dan kemajuan umat manusia. Pendidikan

merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang

mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya, jiwa, sosial dan moralitasnya, atau

dengan perkataan lain, pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam

mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam

pertemuan dan pergaulannya dengan sesama, serta hubungannya dengan Tuhan.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan-

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang

akan datang.

Orang yang mampu menghadapi perubahan dengan kepala tegak, prinsip

hidup yang seimbang, hati yang dingin, dan kepala yang matang, serta

keterampilan dan pola kepribadian yang baik tentu saja orang tersebut akan

1

Page 8: Tesis Made Martin Rusmaja

2

menuai kesuksesan meski hidup pada zaman perubahan yang sangat cepat. Namun

jika seseorang itu tidak mempunyai kesiapan mental dan fisik serta keterampilan

yang memadai, tentu saja kehidupannya akan menemui jalan terjal. Berbagai

kesusahan akan dia temui dan berbagai halangan akan dia hadapi, dan akibatnya

berbagai penderitaan fisik dan mental akan menghantui kehidupannya. Oleh

karena itu Lasmawan (2010:2) berpendapat bahwa:

Untuk menghadapi masa depan yang kian sulit, generasi muda perlu dipersiapkan dengan baik. Upaya penyiapannya dapat dilakukan melalui pembekalan pengetahuan ataupun berbagai macam keterampilan. Selain itu, generasi muda di tingkat sekolah sangat perlu dibekali pengetahuan sosial, nilai-nilai sosial, dan keterampilan sosial agar mereka dapat berjuang untuk hidup sekaligus mengembangkan potensi dirinya. Mereka juga sangat perlu dididik untuk peka terhadap masalah-masalah sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran IPS, guru juga harus menitik beratkan

kepada hasil belajar siswa, karena hasil belajar siswa akan menjadi tolak ukur atas

keberhasilan dari tujuan yang akan dicapai dari pembelajaran itu sendiri.

Djamarah (1994:19) menyatakan bahwa “hasil belajar adalah hasil dari suatu

kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun

kelompok”. Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena

belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses

pembelajaran tersebut. Slameto (2003:50) menyatakan bahwa ciri-ciri hasil belajar

antara lain: (1) adanya perubahan dalam proses belajar; (2) adanya perubahan

positif; (3) adanya perubahan efektif yang berarti membawa pengaruh dan

manfaat tertentu bagi siswa. Kegiatan belajar yang dilakukan secara sengaja dan

disadari, dapat menambah pengetahuan dan keterampilan serta merubah kebiasaan

Page 9: Tesis Made Martin Rusmaja

3

yang berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi siswa serta sesuai

dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari

sebelumnya.

Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan kurikulum

IPS-SD, sebagai sebuah bentuk inovasi pendidikan nasional, masih dihadapkan

pada berbagai persoalan yang terkait dengan belum adanya keterpaduan metode

atau acuan dalam mengorganisasikan materi serta menilai hasil pembelajaran IPS

itu sendiri. Sejumlah aspek yang dipandang sebagai korelat-korelat kurang

efektifnya pembelajaran IPS-SD di dalam mendukung tercapainya tujuan ideal

pendidikan, tercermati dari berbagai hasil penelitian dan analisis-reflektif pakar

pembelajaran IPS (Lasmawan, 2010).

Masih rendahnya sikap sosial yang dimiliki anak dalam proses

pembelajaran dan masih rendahnya hasil belajar IPS disebabkan oleh masih

dominannya fungsi guru dalam pembelajaran dan masih dominannya kemampuan

menghafal daripada kemampuan memproses sendiri pemahaman suatu materi.

Marhaeni (2007:3) menyatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dan

pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik. Dari pernyataan

tersebut maka peserta didik merupakan pusat pembelajaran (students centers),

dimana peserta didik sebagai unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses

memecahkan masalah yang dihadapinya sendiri dan meyakini bahwa pengalaman

langsung adalah inti dari belajar. Pembelajaran akan bermakna apabila melibatkan

siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun secara mental (Dimyati &

Mudjiono, 1994:16). Karena pembelajaran merupakan proses terjadinya interaksi

Page 10: Tesis Made Martin Rusmaja

4

antara guru dan siswa, siswa dan siswa serta siswa dan lingkungannya (Ahmadi

dan Uhbiyati, 2001:26).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran siswa,

baik secara eksternal maupun internal dapat diidentifikasi sebagai berikut. Faktor-

faktor eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi,

situasi belajar, dan sistem. Masih ada guru yang kurang menguasai materi

pembelajaran, kurang memperhatikan karakter peserta didik, kurang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan bertindak kreatif, produktif, berpikir

alternatif dan divergen, masih terpaku pada pengembangan keterampilan dasar

semata, sebaliknya kurang memberi ruang yang luas untuk bereksplorasi guna

mengembangkan kompetensi yang lebih tinggi (higher order competence) dan

sebagainya. Sementara itu materi pembelajaran cenderung terlalu kering, teoritis,

statis, kurang autentik, kontekstual, dan memberi peluang untuk pembentukan

kompetensi utuh yang dituntut oleh jaman yang serba kompleks ini. Metode,

strategi maupun metode pembelajaran yang diterapkan sering atau cenderung

bersifat monoton, kaku, semu, hanya dipermukaan, kurang memanfaatkan

berbagai media dan sumber pembelajaran yang bervariasi dan kaya yang mengacu

pada konsep multichannel learning (Sudiarta, 2010:4).

Selama ini, minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) masih tergolong sangat rendah. Hal ini dapat dilihat

pada sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran tidak fokus dan ramai

sendiri. Bahkan ada sebagian siswa yang menganggap mata pelajaran IPS tidak

begitu penting dikarenakan tidak masuk pada mata pelajaran yang diujikan pada

Page 11: Tesis Made Martin Rusmaja

5

Ujian Nasional (UN). Faktor minat itu juga dipengaruhi oleh adanya metode

mengajar yang digunakan guru dalam menyampaikan materi. Metode yang

konvensional seperti menjelaskan materi secara abstrak, hafalan materi dan

ceramah dengan komunikasi satu arah, yang aktif masih didominasi oleh pengajar,

sedangkan siswa biasanya hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran.

Kondisi pembelajaran seperti inilah yang mengakibatkan siswa kurang aktif dan

pembelajaran yang dilakukan kurang efektif.

Disini guru dituntut untuk pandai menciptakan suasana pembelajaran

yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa kembali berminat mengikuti

kegiatan belajar. Salah satunya yaitu guru menciptakan pembelajaran yang

menitik beratkan pada interaksi dan kerjasama baik antara peserta didik dengan

guru, peserta didik dengan peserta didik lainnya, peserta didik dengan orang-

orang di lingkungannya dan dengan sumber-sumber belajar lainnya, karena dalam

proses pembelajaran bukanlah merupakan upaya sendiri, tetapi merupakan

kegiatan bersama, sebuah interaksi sosial dan sebuah hubungan kerjasama.

Melalui interaksi dan kerjasama ini peserta didik berusaha memecahkan

problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan

masyarakat yang lebih baik.

Setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya

pribadi-pribadi yang berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-

masing. Pendidikan diwujudkan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas

maupun di luar kelas. Proses ini berlangsung melalui interaksi antara guru dengan

siswa dalam situasi instruksional edukatif. Melalui proses pembelajaran inilah

Page 12: Tesis Made Martin Rusmaja

6

siswa akan mengalami proses perkembangan ke arah yang lebih baik dan

bermakna. Agar hal tersebut dapat terwujud maka diperlukan suasana proses

pembelajaran yang kodusif bagi siswa dalam melampaui tahap-tahap belajar

secara bermakna dan efektif sehingga menjadi pribadi yang percaya diri, inovatif

dan kreatif.

Setiap proses belajar dan mengajar ditandai dengan adanya beberapa

unsur antara lain tujuan, bahan, metode, metode, alat dan teknik, serta evaluasi.

Unsur metode dan teknik merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur

lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan

pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, metode

sangat penting sebab dengan adanya metode, bahan dapat dengan mudah

dipahami oleh siswa.

Penggunaan metode bervariasi seperti ceramah dan tanya jawab dalam

pembelajaran cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang tidak

maksimal dan membosankan. Disamping strategi pembelajaran yang berpusat

pada guru, pelajaran yang disampaikan cenderung teoritis dan jarang di kaitkan

dengan dunia nyata. Bahkan dalam pembelajaran jarang sekali terjadi interaksi

sosial antara peserta didik dengan lingkungannya. Pemilihan metode dan teknik

pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran

IPS, sebab disamping untuk pencapaian tujuan juga harus mempertimbangkan

karakteristik dan setting pembelajaran IPS tersebut.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan peningkatan dan

penyempurnaan pendidikan, yang berkaitan erat dengan peningkatan mutu proses

Page 13: Tesis Made Martin Rusmaja

7

pembelajaran secara operasional. Dalam mengembangkan kemampuan siswa,

pendidik harus mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik. Proses

pembelajaran yang baik dan berkualitas memiliki fungsi dan tujuan untuk

mengaktifkan siswa di dalam kelas serta meningkatkan pemahaman siswa

terhadap pelajaran. Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas, apabila siswa

terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas, serta meningkatnya

pemahaman siswa di dalam kelas. Untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman

siswa di dalam kelas, maka perlu dibuat suatu rencana pembelajaran yang baik.

Pembelajaran yang baik tentunya pembelajaran yang inovatif dalam proses

pembelajaran dan pembelajaran tersebut berpusat pada peserta didik sehingga

hasil belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat tercapai dengan

baik. Secara praktis dapat dikatakan bahwa apa yang dimaksud dengan

pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang memiliki perspektif berpusat

pada peserta didik (Marhaeni 2007:8).

Metode inovatif merupakan salah satu metode yang patut

dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Metode inovatif ini

berciri antisipasi dan partisipasi, menyeimbangkan antara kegiatan penyadaran

dengan kegiatan pemberdayaan, antara pembentukan otonomi dengan

pembentukan integrasi setiap anak.

Beberapa metode inovatif telah dikembangkan untuk memacu siswa

berperan aktif dalam setiap pembelajaran. Siswa diharapkan mampu dan mau

meberikan pendapatnya. Metode inovatif menuntut siswa untuk terlibat saling

tukar pikiran, berkolaborasi dan berkomunikasi untuk mencapai tujuan

Page 14: Tesis Made Martin Rusmaja

8

pembelajaran yang diinginkan sehingga diharapkan siswa mampu mngembangkan

kemampuan komunikasi mereka. Metode inovatif juga menekankan pada

terjadinya interaksi sosial antara siswa dengan lingkungannya. Vygotsky (dalam

Dahar, 2006) menyarankan bahwa dalam pembelajaran interaksi sosial itu penting

saat siswa menginternalisasi pemahaman-pemahaman yang sulit, masalah-

masalah, dan proses yang dihadapinya.

Dengan metode role playing tersebut siswa akan memperolah pemahaman

yang lebih jelas tentang diri orang yang diperankannya, sehingga siswa dapat

mengekspresikan perannya itu kedalam nada bicaranya, suaranya, maupun

ekspresi wajahnya. Pemberian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan

bahwa berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa diperlukan untuk berbagai

keperluan dan salah satu keterampilan sastra yang harus dicapai siswa karena

siswa akan memperoleh banyak manfaat dari kegiatan berbicara tersebut.

Beberapa manfaatnya adalah siswa dapat mengekspresikan perannya melalui

gerak, mimik, dan gesture sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan, siswa

dapat menuangkan kreativitasnya dalam bermain peran, siswa dapat terlatih

berbicara di depan umum, dan tentunya siswa mendapatkan keterampilan yang

tidak dapat dimiliki oleh semua orang. Adanya keterampilan berbicara ini

diharapkan siswa dapat berbicara lancar di depan umum, yang tentunya

bermanfaat dalam kehidupannya.

Role playing is a derivative of a sociodrama, is a method for exploring the

issues involved in complex social situations. It may be used for the training of

professionals or in a classroom for the understanding of literature, history and

Page 15: Tesis Made Martin Rusmaja

9

even sciece Patricia K. Tompkins (2009). Patricia K. Tompkins menyatakan

bahwa metode bermain peran adalah sebuah turunan dari sosiodrama, yang

merupakan sebuah metode untuk mengeksplorasi persoalan-persoalan yang

menyangkut di dalamnya situasi social yang kompleks. Penggunaannya adalah

untuk melatih para ahli di dalam kelas dari pemahaman literature, sejarah dan

beberapa ilmu lainnya.

Wahab, A. A (2007: 109) juga mengemukakan dalam bukunya bahwa

Metode Bermain Peran (role playing) adalah berakting sesuai dengan peran yang

telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti

menghidupkan kembali suasana historis, misalnya mengungkapkan kembali

perjuangan para pahlawan kemerdekaan atau mengungkapkan kemungkinan

keadaan yang akan datang. Selain itu, R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996: 107),

mendefinisikan bahwa Metode bermain peran (role playing) merupakan metode

yang sering digunakan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi dalam hubungan social dengan orang-orang di lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat. Dalam melaksanakannya siswa-siswa diberi

berbagai peran tertentu dalam melaksanakan peran tersebut serta mendiskusikan

di kelas.

Maka dapat disimpulkan bahwa Metode Bermain Peran merupakan salah

satu metode yang dapat menyajikan bahan pelajaran dengan cara memainkan

peranan dan mendramatisasikan suatu situasi social yang mengandung suatu

problem, dengan harapan agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang

Page 16: Tesis Made Martin Rusmaja

10

dihadapi dalam hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga,

sekolah maupun masyarakat.

Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar

berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di

sini pada saat ini’’. Metode ini percaya bahwa sekelompok peserta didik

dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata.

Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik

dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.

Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan

perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain.

Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan

utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada

penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain

peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam

konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan

pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;

sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat

itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional

lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran

keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.

Metode bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat

ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan

tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi

Page 17: Tesis Made Martin Rusmaja

11

pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para

peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan

masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya

secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari

pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya

dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab

itu, metode mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu

mendominasi pembelajaran dalam metode tradisional. Metode bermain peran

mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil

menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah

yang sedang dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penyusunan proposal tesis ini

penulis termotivasi untuk melakukan penelitian eksperimen mengenai “Pengaruh

Implementasi Metode Role Playing Terhadap Sikap Sosial dan Hasil Balajar IPS

di Kelas IV Gugus I Busungbiu”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka

ditemukan berbagai masalah yang menghambat kualitas pendidik sebagai berikut.

1. Kurang terdapat interaksi atau hubungan antar siswa dalam proses

pembelajaran.

2. Masih rendahnya sikap sosial yang dimiliki siswa dalam proses

pembelajaran.

3. Masih rendahnya hasil belajar IPS siswa.

Page 18: Tesis Made Martin Rusmaja

12

4. Masih dominannya fungsi guru dalam pembelajaran dan masih dominannya

kemampuan menghafal daripada kemampuan memproses sendiri

pemahaman suatu materi.

5. Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS masih tergolong sangat

rendah.

6. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPS masih

berpusat pada guru.

7. Metode yang digunakan masih konvensional seperti menjelaskan materi

secara abstrak, hafalan materi dan ceramah dengan komunikasi satu arah,

sehingga siswa biasanya hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran.

8. Pembelajaran yang disampaikan cenderung teoritis dan jarang dikaitkan

dengan dunia nyata.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan dan untuk

memfokuskan penelitian ini agar lebih terarah, maka dibatasi pada masalah-

masalah sebagai berikut.

1. Metode pembelajaran

Metode yang diterapkan adalah metode role playing pada kelas eksperimen

dan penerapan metode konvensional pada kelas kontrol dijenjang kelas yang

sama yaitu kelas IV SD.

Page 19: Tesis Made Martin Rusmaja

13

2. Sikap sosial dalam pembelajaran

Sikap sosial yang akan diukur dari proses pembelajaran yaitu keterbukaan,

berempati, komunikasi, dan kerjasama yang muncul setelah menerapkan

metode role playing dan metode konvensional dalam pembelajaran IPS.

3. Hasil belajar IPS

Hasil belajar IPS yang akan diukur untuk memantau pengaruh hasil belajar

siswa setelah penerapan metode role playing dan metode konvensional

dalam pembelajaran IPS.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti metode

role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada mata

pelajaran IPS kelas IV SD?

2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti

metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional

pada siswa kelas IV SD?

3. Secara simultan apakah terdapat perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS

antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang

mengikuti metode konvensional pada siswa kelas IV SD?

Page 20: Tesis Made Martin Rusmaja

14

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan sebaiknya harus ada tujuan yang ingin dicapai agar

kegiatan yang dilaksanakan menjadi terarah. Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan di atas.

Secara rinci tujuan tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti

metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional

pada mata pelajaran IPS kelas IV SD.

2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti

metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional

pada siswa kelas IV SD.

3. Untuk mengetahui secara simultan perbedaan sikap sosial dan hasil belajar

IPS antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang

mengikuti metode konvensional pada siswa kelas IV SD.

1.6 Signifikansi Penelitian

Penelitian dapat dikatakan baik, jika penelitian tersebut dapat

memberikan kontribusi manfaat, baik manfaat teoretis yaitu manfaat tidak

langsung dan manfaat praktis yaitu manfaat secara langsung. Manfaat-manfaat

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat menambah dan

memberikan wawasan ilmu pengetahuan tentang pengaruh metode role

playing terhadap sikap sosial dan hasil belajar IPS SD dan sebagai bahan

Page 21: Tesis Made Martin Rusmaja

15

kajian untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut terhadap penelitian

sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, yaitu dapat menambah wawasan dalam penguasaan metode

dan kreatifitas guru IPS untuk mengaplikasikan berbagai metode yang

inovatif yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sesuai dengan

kompetensi yang ingin dicapai dan karakteristik pembelajaran yang

mereka laksanakan serta dapat memotivasi guru-guru untuk selalu

melakukan perbaikan dan inovasi pembelajaran, sehingga pencapaian

kualitas pendidikan dan hasil yang maksimal akan dapat terwujud.

b. Bagi siswa, yaitu dapat meningkatkan kepercayaan siswa bahwa dalam

memandang mata pelajaran IPS itu sangat penting bagi mereka untuk

dapat mengenal diri dan lingkungannya secara lebih baik dan dapat

menumbuhkan kesan dikalangan siswa bahwa mata pelajaran IPS

bukanlah mata pelajaran yang semata-mata hapalan atau bersifat

transferring belaka melainkan proses partisipasi dan interaksi dalam

proses pembelajaran sehingga mereka dapat berperan aktif dalam proses

pembelajaran.

c. Bagi sekolah, yaitu untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya

dan sebagai bahan masukan dan dasar pertimbangan bagi sekolah dan

komite sekolah untuk merumuskan kebijakan sekolah yang

memungkinkan guru-guru IPS untuk selalu berinovasi dan

Page 22: Tesis Made Martin Rusmaja

16

mengaplikasikan berbagai metode inovatif bagi kepentingan belajar

siswa.

Page 23: Tesis Made Martin Rusmaja

17

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Tinjauan Tentang Pembelajaran

1) Hakikat Pembelajaran IPS SD

IPS secara konseptual dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu yang

materinya mengambil dari cabang-cabang ilmu sosial dan humaniora, sehingga

batasan diantara disiplin tersebut semakin kabur, dan terintegrasi dalam format

IPS itu sendiri, NCSS (dalam Lasmawan, 2010:349). Sementara itu, ilmu-ilmu

sosial sebagai sumber rujukan IPS adalah studi tentang tingkah laku manusia atau

kelompok umat manusia, artinya disiplin ilmu yang mengkaji perilaku umat

manusia atau kelompok manusia dalam masyarakat dikategorikan sebagai ilmu

sosial. Jadi pendidikan IPS adalah pendidikan mengenai ilmu-ilmu sosial yang

diarahkan pada terjadinya pemahaman yang komprehensif pada peserta didik

terhadap diri dan lingkungan masyarakatnya (Lasmawan, 2010:349).

Di Indonesia, IPS merupakan kajian yang menunjuk pada wujud

keterpaduan dari pembelajaran ilmu-ilmu sosial (integrated social sciences). Oleh

karena itu, S. Hamid Hasan (2010:1) menegaskan bahwa IPS adalah studi

integratif tentang kehidupan manusia dalam berbagai dimensi ruang dan waktu

dengan segala aktivitasnya. Puskur (dalam Lasmawan, 2010), IPS adalah suatu

bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi,

dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-

17

Page 24: Tesis Made Martin Rusmaja

18

keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan ekonomi. Sementara

itu kalau mengacu pada kajian Social Studies, National Council for Social Studies

(NCSS) dijelaskan bahwa:

"Social studies are the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and the natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world “ (NCSS, 1994:3).

Hakikat IPS dalam pengertian yang terpadu inilah yang diajarkan di

tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP). Dengan pengertian itu menunjukkan

bahwa IPS sebenarnya merupakan pelajaran yang cukup komprehensif yang

dapat menjadi salah satu instrument untuk ikut memecahkan masalah-masalah

sosio-kebangsaan di Indonesia.

Proses pembelajaran IPS, harus dibangun sebagai sebuah proses

transaksi kultural yang harus mengembangkan karakter sebagai bagian tak

terpisahkan dari pengembangan IPTEKS pada umumnya. Pelaksanaan

pendidikan IPS saat ini yang lebih didominasi oleh praktik pendidikan di tingkat

individual yang cenderung kognitif-intelektualistik, perlu diarahkan kembali

sebagai wahana pembelajaran masyarakat, wahana pengembangan pendidikan

karakter bangsa, sebagai proses pembangunan kecerdasan, akhlak dan kepribadian

warga belajar secara utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Page 25: Tesis Made Martin Rusmaja

19

Lasmawan (2010:126) berpendapat bahwa pola pembelajaran IPS di SD

hendaknya lebih menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan,

pemahaman, nilai moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada siswa. Untuk

itu penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau

menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hapalan belaka, melainkan

terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki seperangkat pengetahuan, sikap,

nilai, dan keterampilan agar mereka mampu menjadikan apa yang telah

dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni

kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya

penekanan misi dari pembelajaran IPS di SD.

Dalam mendesain kurikulum pendidikan IPS, termasuk dalam proses

pembelajarannya, harus juga berangkat dari hakikat dan karakter peserta didik,

bukan berorientasi pada materi semata (Lasmawan, 2010:2). Metode esensialisme

sudah saatnya untuk dimodifikasi dengan teori rekonstruksi sosial yang mengacu

pada teori pendidikan interaksional (Sukmadinata, 1996:6). Sesuai dengan

tuntutan zaman dan perkembangan kehidupan masyarakat, pembelajaran IPS

harus dikembalikan sesuai dengan khitah konseptualnya yang bersifat terpadu

yang menekankan pada interdisipliner dan trasdisipliner, dengan pembelajaran

yang kontekstual dan transformatif, aktif dan partisipatif dalam perpektif nilai-

nilai sosial kemasyarakatan. Sesuai dengan maksud dan tujuannya, pembelajaran

IPS harus memfokuskan perannya pada upaya mengembangkan pendidikan untuk

menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan lingkungannya secara bermartabat.

Page 26: Tesis Made Martin Rusmaja

20

Dilihat dari aspek yang terkandung dalam materi yang dibelajarkan

dalam pendidikan IPS di sekolah dasar, nampak lebih ditekankan pada

pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan nilai serta sikap sosial (Wahab,

2007). Ketiga aspek tersebut merupakan acuan dan orientasi dari pembelajaran

pendidikan IPS baik dalam pengembangan materi, pemilihan media, maupun

pemilihan strategi pembelajarannya. Dengan demikian pembelajaran IPS tidak

hanya terpaku pada materi yang terdapat dalam buku teks tetapi dapat

dikembangkan dengan memanfaatkan sumber belajar yang terdapat di lingkungan

sekitar siswa sehingga proses maupun hasil pembelajarannya benar-benar

bermakna bagi siswa sesuai dengan potensi diri dan harapan masyarakat.

Pandangan lain menyatakan bahwa pendidikan IPS dalam pembelajaran

di sekolah dasar lebih menitikberatkan pada bagaimana mendidik siswa untuk

mengenal, memahami. dan mampu mengaplikasikan pengetahuan, ketrampilan,

nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (Djahirin, 1996).

Sejalan dengan itu, tujuan IPS secara teoritik tidak hanya terdapat dalam

kurikulum secara ekplisit, namun tumbuh dan berkembang dalam berbagai

konsepsi pemikiran yang dikembangkan baik oleh pendidik maupun para pakar

pendidikan. Para ahli sering merumuskan tujuan pendidikan IPS dengan

mengaitkan pada misi mempersiapkan anak menjadi warga negara yang baik. Hal

ini merupakan pengaruh dari metode pendidikan IPS sebagai "citizenship

education" (pendidikan kewarganegaraan), konsekuensinya anak harus dilibatkan

dalam lingkungan kehidupan sekolah dan masyarakat.

Page 27: Tesis Made Martin Rusmaja

21

2) Tujuan Pembelajaran IPS SD

Tujuan utama IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik

agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil

mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya

sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai

manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.

Pembelajaran IPS diarahkan untuk menjadikan warga negara yang baik,

melahirkan pelaku-pelaku sosial yang cerdas, arif dan bermoral. Dalam konteks

pendidikan karakter, para peserta didik dengan potensi yang dimilikinya,

difasilitasi untuk mengembangkan perilaku jujur, bertanggung jawab, santun,

kasih sayang dan saling menghormati, berlatih berpikir kritis dan kreatif, percaya

diri dan membangun kemandirian; memiliki semangat kebangsaan, dan bangga

terhadap hasil karya budaya bangsa sendiri. Lickona (2000:48) menyebutkan

beberapa nilai kebaikan yang perlu dihayati dan dibiasakan dalam kehidupan

peserta didik agar tercipta kehidupan yang harmonis di lingkungan sekolah,

keluarga dan masyarakat. Beberapa nilai itu antara lain: kejujuran, kasih sayang,

pengendalian diri, saling menghargai, kerjasama, tanggung jawab. Terkait dengan

ini, maka dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah, guru harus juga

bekerjasama dengan keluarga atau orang tua/wali peserta didik. Bahkan menurut

Bulach (2002:80), orang tua dan guru perlu membuat kesepakatan tentang nilai-

nilai utama apa yang perlu dibelajarkan misalnya: respect for self, others, and

property; honesty; self-control/discipline.

Page 28: Tesis Made Martin Rusmaja

22

Program pendidikan IPS harus menempatkan UU Sisdiknas terutama

pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional sebagai rujukan utama dalam

penyelenggaraan sistem pendidikan nasional secara utuh. Penyelenggaraan

pendidikan selama ini telah kehilangan ruh dan aspek moralitas, sehingga tidak

jarang melahirkan kultur yang tidak sehat. Muncullah perilaku ketidakjujuran

dalam pendidikan, seperti yang terjadi kasus pada UN, ijazah palsu, perjokian,

plagiat, lemahnya internalisasi nilai kebaikan dan terfragmentasikannya ranah-

ranah pendidikan yang lebih didominasi ranah kognitif (ALPTKI, 2009:2).

Waterwroth (dalam Lasmawan, 2010) menyebutkan bahwa tujuan IPS

adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam

kehidupannya di masyarakat, yang mana secara tegas ia mengatakan “to prepare

students to be well functioning citizens in a democratic society”. Tujuan lain dari

IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran

dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya “We also think

that the social studies should be more concerned with helping student make the

most rational decicisions that they can in their own personal lives.” (NCSS,

1994).

Hasan (dalam Lasmawan, 2010) mengatakan bahwa tujuan dari IPS

adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik,

baik sebagai individu maupun sosial dan budaya. Sementara itu, National Council

for the Social Studies (NCSS, 1994:3) menyatakan bahwa The primary purpose of

social studiesto help young people develop the ability to make informed and

reasoned decision for the public good as citizens of a culturally diverse,

Page 29: Tesis Made Martin Rusmaja

23

democratic society in an interpendent world. Jackson (dalam Lasmawan, 2010)

mengatakan bahwa the pupose of social studies is to prepare youth for citizenship,

there’s also general agreement that the elements of a sound citizenship education

are knowledge, skills, values, and participation.

Sejalan dengan Jackson, Chapin dan Messick (dalam Lasmawan, 2010)

menyatakan bahwa tujuan IPS adalah (1) to povide knowledge about human

experiences in the past, present, and future, (2) to develop skill to process

information, (3) to develop oppropriate democratic values and attitudes, and (4)

to develop opportunities for social participation. Di sisi lain, pembelajaran IPS

diharapkan mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan pengertian

(knowledge and understanding), aspek sikap dan nilai (attitude and value), dan

aspek keterampilan (skill) siswa.

Rumusan tujuan pembelajaran IPS SD dapat dijabarkan secara lebih

rinci, yaitu agar siswa:

a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau

lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan

kebudayaan masyarakat.

b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan

metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat

digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

c. Mampu menggunakan metode-metode dan proses berpikir serta membuat

keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di

masyarakat.

Page 30: Tesis Made Martin Rusmaja

24

d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta

mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil

tindakan yang tepat.

e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun

diri sendiri dan dapat bertanggung jawab membangun masyarakat.

f. Kurikulum pendidikan dasar diarahkan untuk pengembangan diri siswa

baik sebagai makhluk individu, sosial ataupun sebagai warga negara.

Dengan demikian pembelajaran siswa SD harus lebih ditekankan pada

pengenalan kehidupannya pada dirinya sebagai makhluk sosial.

g. Dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial anak didik harus tahu

tentang dirinya, lingkungan alam sekitarnya (sosial, budaya, dan juga

fisik).

h. Lingkungan fisik dan sosial budaya anak dapat menjadikan yang

bersangkutan menjadi aktif dan bisa mengembangkan diri.

i. Untuk mengembangkan kehidupan siswa SD sebagai pribadi, anggota

masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia (tujuan pendidikan

dasar).

j. Agar siswa SD menjadi warga negara yang baik (mengetahui dan

memahami hak dan kewajibannya, memiliki rasa bertanggung jawab atas

kemajuan bangsa, dan berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara).

Page 31: Tesis Made Martin Rusmaja

25

3) Pembelajaran Metode Role Playing

Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada

berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang

menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan

melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta

didik, penemuan, ceramah dan lain-lain.

Guru yang kreatif senantiasa mencari metode baru dalam memecahkan

masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih

variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang

dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli

menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran

diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia,

terutama yang menyangkut pada kehidupan siswa.

a) Pengertian Metode Role Playing

Role playing is a derivative of a sociodrama, is a method for exploring the

issues involved in complex social situations. It may be used for the training of

professionals or in a classroom for the understanding of literature, history and

even sciece Patricia K. Tompkins (2009). Patricia K. Tompkins menyatakan

bahwa metode bermain peran adalah sebuah turunan dari sosiodrama, yang

merupakan sebuah metode untuk mengeksplorasi persoalan-persoalan yang

menyangkut di dalamnya situasi social yang kompleks. Penggunaannya adalah

Page 32: Tesis Made Martin Rusmaja

26

untuk melatih para ahli di dalam kelas dari pemahaman literature, sejarah dan

beberapa ilmu lainnya.

Wahab, A. A (2007: 109) juga mengemukakan dalam bukunya bahwa

Metode Bermain Peran (role playing) adalah berakting sesuai dengan peran yang

telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti

menghidupkan kembali suasana historis, misalnya mengungkapkan kembali

perjuangan para pahlawan kemerdekaan atau mengungkapkan kemungkinan

keadaan yang akan datang. Selain itu, R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996: 107),

mendefinisikan bahwa Metode bermain peran (role playing) merupakan metode

yang sering digunakan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi dalam hubungan social dengan orang-orang di lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat. Dalam melaksanakannya siswa-siswa diberi

berbagai peran tertentu dalam melaksanakan peran tersebut serta mendiskusikan

di kelas.

Banyak para ahli yang mengungkapkan tentang definisi dari Metode

Bermain Peran. Menurut Sudjana (1983:78-79), metode bermain peran adalah

suatu kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga

belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi pihak-pihak lain yang terdapat

pada dunia kehidupan. Tujuan yang diharapkan dengan menggunakan metode

bermain peran ini, antara lain:

(1) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain

(2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab

Page 33: Tesis Made Martin Rusmaja

27

(3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara

spontan

(4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut mengenai Metode Bermain Peran

(role playing), maka dapat disimpulkan bahwa Metode Bermain Peran merupakan

salah satu metode yang dapat menyajikan bahan pelajaran dengan cara

memainkan peranan dan mendramatisasikan suatu situasi social yang

mengandung suatu problem, dengan harapan agar peserta didik dapat

memecahkan masalah yang dihadapi dalam hubungan social dengan orang-orang

di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang

mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-

nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan metode-metode mengajar lainnya.

Keempat asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan

pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada

saat ini’’. Metode ini percaya bahwa sekelompok peserta didik

dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan

nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para

peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari

respons orang lain.

(2) Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk

mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada

Page 34: Tesis Made Martin Rusmaja

28

orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional

merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih

menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan

penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan

psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa

diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan

utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama,

pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama.

Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan

daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya

memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.

(3) Metode bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat

ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok.

Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul

dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn

demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain

tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan

untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para

peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara

memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, metode mengajar

ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran

dalam metode tradisional. Metode bermain peran mendorong peserta didik

Page 35: Tesis Made Martin Rusmaja

29

untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara

seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang

dihadapi.

(4) Metode bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang

tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat

diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan.

Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang

sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu

dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit

untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.

Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan

masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis,

pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah siswa bertindak

sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus

mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, siswa berinteraksi

dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema

yang dipilih.

Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap

empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan

tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan

dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan

perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.

Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas

Page 36: Tesis Made Martin Rusmaja

30

sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa

kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan

dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan

berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.

Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan

emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata

dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta

didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang

sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam

memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan

yang diperankan melalui berbagai cara; serta (5) meningkatkan kemampuan

berbicara siswa.

b) Dimensi Metode Role Playing

Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam hidupnya

senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka

berinteraksi, berinterdependensi dan saling mempengaruhi. Sebagai suatu metode

pembelajaran, bermain peran sangat efektif dalam membantu siswa untuk

mengeksplorasi dan mendiskusikan fenomena-fenomena yang sedang tumbuh

pada situasi social yang diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas dan

tentunya dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Metode bermain peran

ini, berakar pada dimensi pribadi dan social.

Page 37: Tesis Made Martin Rusmaja

31

(1) Dimensi pribadi

Sebagai individu, manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan

dengan manusia lain. Manusia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya,

curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga

pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu

mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau situasi di luar

dirinya. Karena senang dan penasarannya, cenderung mendekat. Karena tidak

senang dan curiga maka cenderung menjauh. Manifestasi tersebut disebut dengan

peran.

Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan

tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu

terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya

dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh

sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap

peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan,

tetapi pada factor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran

berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang

dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang

mendasarinya.

Metode ini juga berusaha membantu siswa menemukan makna dari

lingkungan social yang bermanfaat bagi dirinya dan melalui metode bermain

peran, siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang

dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-

Page 38: Tesis Made Martin Rusmaja

32

temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu

melalui proses kelompok sosial. Serta melalui bermain peran, para siswa mencoba

mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara

memperagakannya.

(2) Dimensi social

Metode pembelajaran role playing adalah suatu pembelajaran yang

dimaksudkan untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu dengan melakukan

pemeranan. Metode ini sengaja dipilih mengingat keuntungannya antara lain:

membangun kerjasama antar siswa dan keterlibatan emosional yang tercipta

selama pemeranan dilaksanakan serta siswa dapat dengan mudah memahami suatu

permasalahan berikut cara pemecahannya. Selain itu, kenyataan bahwa kurangnya

kemampuan berbicara siswa dan kreativitas siswa dapat lebih ditingkatkan dengan

menggunakan pembelajaran role playing dalam pelaksanaan proses pembelajaran

Bahasa Indonesia.  Metode ini juga memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi social, terutama masalah yang

menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah dilakukan

secara demokratis.

Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, kemampuan berbicara siswa dapat

ditingkatkan melalui metode pembelajaran role playing, karena role playing

efektif dalam memberikan pemahaman konsep secara luas kepada siswa melalui

pengimitasian tokoh tertentu yang di setting dalam situasi tertentu. Hal tersebut

dapat meningkatkan rasa sosial siswa terhadap lingkungan dan orang di

sekitarnya.

Page 39: Tesis Made Martin Rusmaja

33

Menurut Alhafidzh (2010:1), metode role playing memiliki peran penting

dalam proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila:

(1) Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan

perasaan seseorang.

(2) Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan

rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan.

(3) Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan.

(4) Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga

diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah

mereka terjun dalam masyarakat kelak.

(5) Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat

malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat

berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan

diri dengan lingkungannya.

(6) Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga

sangat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yang

berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.

Dengan demikian, melalui metode ini siswa juga dilatih untuk

menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis. Metode Bermain Peran akan mampu

menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam

dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial

secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk

mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, mampu

Page 40: Tesis Made Martin Rusmaja

34

berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, serta

mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang

ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam

kehidupan sehari-hari. Bermain peran juga dapat digunakan untuk merangsang

kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya diri, dan belajar berkomunikasi di

depan umum, sehingga dapat mendorong proses belajar-mengajar. Dengan

bermain peran tersebut diharapkan dapat membangkitkan kreativitas siswa dan

diperoleh pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa.

c) Ciri-ciri Metode Role Playing

Ada pula beberapa metode yang dilakukan dalam bermain peran yang

dapat membantu siswa untuk memiliki kemampuan, diantaranya: (Sudjana,

1983:78-79)

a) Mengembangkan kemampuan untuk melakukan hubungan interpersonal (antar

pribadi)

b) Mengapresiasi perspektif atau sudut pandang pendapat orang lain

c) Mengetahui perspektif atau pendapat orang lain atau siswa lain

d) Mengetahui dampak keputusan seseorang terhadap orang lain

e) Menguasai materi atau bahan pelajaran

d) Langkah-langkah Pembelajaran Role Playing

Menurut Wahab (2007:109) mengemukakan secara rinci tentang strategi

role playing dalam proses  pembelajaran di kelas bagi guru dan siswa, yaitu:

Page 41: Tesis Made Martin Rusmaja

35

(1) Merumuskan  tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini. Dan

tujuan tersebut diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas

dan mudah dilaksanakan.

(2) Melatarbelakangi cerita role playing dan bermain peranan tersebut. Misalnya

bagaimana guru dapat menjelaskan latar belakang kehidupan sahabat Abu

Bakar sebelum menceritakan kisah sahabat Abu Bakar masuk Islam. Hal ini

agar materi pelajaran dapat dipahami secara gamblang dan mendalam oleh

siswa/anak didik.

(3) Guru menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan role playing dan bermain

peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan/mainkan.

(4) Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang pantas memainkan/melakonkan

jalannya suatu cerita. Dalam hal ini termasuk peranan penonton.

(5) Guru dapat menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik

klimaks. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan

masalah dapat didiskusikan secara seksama

(6) Sebaiknya diadakan latihan-latihan secara matang, kemudian diadakan uji

coba terlebih dahulu, sebelum role playing dipentaskan dalam bentuk yang

sebenarnya.

Lebih lanjut, Wahab (2007:114) menyatakan bahwa dalam bermain peran,

ada tiga tahap yang harus dilaksanakan guru, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan

dan tindak lanjut. Ketiga tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

(1) Tahap persiapan

Page 42: Tesis Made Martin Rusmaja

36

a) Persiapan untuk bermain peran: (1) Memilih permasalahan yang mengandung

pendangan-pandangan yang berbeda dan kemungkinan pemecahannya; (2)

Mengarahkan siswa pada situasi dan masalah yang akan dihadapi.

b) Memilih pemain: (1) Pilih secara sukarela, jangan dipaksa; (2) Sebisa mungkin

pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya; (3) Hindari

pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa; (4) Pilih beberapa pemain agar

seorang tidak memainkan dua peran sekaligus; (5) Setiap kelompok pemain

paling banyak 5 orang; (6) Hindari siswa membawakan peran yang dengan

kehidupan sebenarnya.

c) Mempersiapkan penonton: (1) Harus yakin bahwa pemirsa megetahui keadaan

dari tujuan bermain peran; (2) Arahkan mereka bagaimana seharusnya

berperilaku.

d) Persiapan para pemain: (1) Biarkan siswa agar mempersiapkannya dengan

sedikit mungkin campur tangan guru; (2) Sebelum bermain setiap pemain harus

memahami betul apa yang dilakukannya; (3) Permainan harus lancar, dan

sebaiknya ada kata pembukaan, tetapi hindari melatih kembali saat sudah siap

bermain; (4) Siapkan tempat dengan baik.

(2) Pelaksanaan

a) Upayakan agar singkat, bagi pemula lima menit sudah cukup dan bermain

sampai habis, jangan diinterupsi.

b) Biarkan agar spontanitas menjadi kunci utamanya.

c) Jangan menilai aktingnya, bahasanya dan lain-lain.

d) Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.

Page 43: Tesis Made Martin Rusmaja

37

e) Jika terjadi kemacetan hal yang dapat dilakukan misalnya: dibimbing dengan

pertanyaan, mencari orang lain untuk peran tersebut, menghentikan dan

melangkah ke tindak lanjut.

e) Jika pemain tersesat, hal yang dapat lakukan: rumuskan kembali keadaan dan

masalah, simpulkan apa yang sudah dilakukan, hentikan dan arahkan kembali,

mulai kembali dengan penjelasan singkat.

(3) Tindak lanjut

a) Diskusi: (1) Diskusi tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar terhadap

sikap dan pengetahuan siswa; (2) Diskusi juga dapat menganalisis,

menafsirkan, memberi jalan keluar atau merekreasi; (3) Di dalam diskusi

sebaiknya dinilai apa yang telah dilaksanakan.

b) Melakukan bermain peran kembali: (1) Kadang-kadang memainkan kembali

dapat memberi pemahaman yang lebih baik.

Sedangkan Sudrajat (2010:1) mengemukakan penggunaan role playing

sebagai berikut:

(1) Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru

menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan

diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara sederhana

dimainkan di depan kelas.

(2) Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga

diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan

dipentaskan tersebut.

(3) Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa.

Page 44: Tesis Made Martin Rusmaja

38

(4) Setelah role playing itu dalam puncak klimas, maka guru dapat menghentikan

jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan

pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada

kesempatan untuk berpendapat dan menilai role playing yang dimainkan.

Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu.

(5) Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan

jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya.

Demikian halnya dengan Shaftel (1967) (dalam Sudjana, 2001) yang

mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman

dalam pembelajaran:

(1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik

Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik

terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan

dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita

dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.

Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan

masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui

bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan

peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta

memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak

dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah

karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling

Page 45: Tesis Made Martin Rusmaja

39

menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik

menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.

(2) Memilih partisipan/peran

Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru

mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,

bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian

para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran.

jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat

menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan

posisi tertentu.

(3) Menyusun tahap-tahap peran

Menyususn tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-

garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog

khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara

spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan

mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah

tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk

menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan

mereka siap untuk memainkannya.

(4) Menyiapkan pengamat

Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan

terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut

mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif

Page 46: Tesis Made Martin Rusmaja

40

mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar pengamat turut

terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang

dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan

perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran

yang dimainkan?

(5) Pemeranan

Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara

spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan

setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran

tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus

dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967) mengemukakan bahwa

pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan

kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang

dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat

berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang

seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta

didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu

yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran

dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya

pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.

(6) Diskusi dan evaluasi

Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran

dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional

Page 47: Tesis Made Martin Rusmaja

41

maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para

peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai

dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya

mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat

untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

(7) Pemeranan ulang

Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai

alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut.

Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya

pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran

lainnya.

(8) Diskusi dan evaluasi tahap dua

Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama

seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil

pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih

jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah,

meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya.

Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam

menghadapi masalah kehidupan.

(9) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan

Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus

menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran

ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga

Page 48: Tesis Made Martin Rusmaja

42

dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka

bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini

mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah

terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan

bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para

peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan

dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta

didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

Adanya langkah-langkah yang harus kita pahami terlebih dahulu, menurut

(Dahlan ;1984) adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah dengan cara

memotivasi para peserta didik, 2. Memilih tema, 3. Menyusun skenario

pembelajaran, 4. Pemeranan, 5. Tahapan diskusi dan evaluasi, 6. Melakukan

pemeranaan ulang, 7. Melakukan diskusi dan evaluasi tahap ke dua, dan

8. Membagi pengalaman dan menarik generalisasi.

Menurut ahli yang lain, yaitu Zaini, dkk, 2008: 104, Metode Bermain

Peran dibagi pada tiga fase yang berbeda:

1) Perencanaan dan persiapan

Perencanaan yang hati-hati adalah kunci untuk sukses dalam Bermain Peran.

Berikut ini adalah daftar beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru/dosen

sebelum masuk kelas dan memulai Bermain Peran (COIC dalam Zaini, dkk,

2008: 105), yaitu: a) Mengenal peserta didik, b) Menentukan tujuan

pembelajaran, c) Waktu Penggunaan, d) Metode, e) Mengidentifikasi scenario,

f) Menempatkan peran, g) Pengajar berpertisipasi sebagai pemeran dan atau

Page 49: Tesis Made Martin Rusmaja

43

mengamati saja, h) Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik, i)

Merencanakan waktu yang baik dan j) Mengumpulkan sumber informasi yang

relevan.

2) Interaksi

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap interaksi ini adalah

a) Membangun aturan dasar, b) Mengeksplisitkan tujuan pembalajaran, c)

Membuat langkah-langkah yang jelas, d) Mengurangi ketakutan tampil di

depan public, e) Menggambarkan scenario atau situasi, f) Mengalokasikan

peran, g) Memberi informasi yang cukup, h) Menjelaskan peran pengajar

dalam Bermain Peran, i) Memulai Bermain Peran secara bertahap, j)

Menghentikan Bermain Peran dan memulai kembali jika perlu dan k)

Bertindak sebagai pengatur waktu.

3) Refleksi dan evaluasi

Tahap yang terakhir ini dalam proses Bermain Peran sering dinamakan

“debriefing” mengikuti istilah yang biasa digunakan dalam militer (Van Ment

dalam Zaini, dkk, 2008: 116). Tahap refleksi dan evaluasi ini merupakan aspek

yang fundamental. Menurut Colquhoun & Errington (dalam Zaini, 2008: 116)

menyatakan bahwa tahap refleksi ini lebih dari sekedar pertanyaan-pertanyaan

teknis, namun lebih berkenaan dengan identifikasi, klarifikasi dan analisis

terhadap isu-isu pokok. Adapun langkah-langkah sederhana yang dilakukan

setelah interaksi selesai, yaitu: a) Membawa peserta didik keluar dari peran yang

dimainkan, b) Meminta peserta didik secara individual mengekspresikan

pengalaman belajarnya, c) Mengkondisikan ide-ide, d) Memfasilitasi suatu

Page 50: Tesis Made Martin Rusmaja

44

analisis kelompok, e) Memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi dan f)

Menyusun agenda untuk masa depan

e) Keunggulan dan Kelemahan Metode Bermain Peran

Sebagaimana dengan metode-metode pembelajaran yang lain, metode

role playing memiliki kelebihan dan kelemahan, karena secara prinsip tidak ada

satupun metode pembelajaran yang sempurna. Semua metode pembelajaran saling

melengkapi satu sama lain. Penggunaannya di dalam proses pembelajaran dapat

dikolaborasikan, bergantung dari karakteristik materi pokok pelajaran yang

diajarkan kepada siswa. Kelebihan metode role playing sebagaimana dijelaskan

Makhrufi (2009:3) adalah:

(1) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping

merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan.

(2) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis

dan penuh antusias.

(3) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta

menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.

(4) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dand apat

memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan

penghayatan siswa sendiri.

(5) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat

menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

Kelemahan

Menurut Wahab (2007:109) kelemahan metode role playing antara lain:

Page 51: Tesis Made Martin Rusmaja

45

(1) Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan

melakukan secara sunguguh-sungguh.

(2) Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas

tidak mendukung.

(3) Bermain peran tidak selamanya menuju arah yang diharapkan seseorang yang

memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang

diharapkan.

(4) Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik,

khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa

perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya.

(5) Bermain membutuhkan waktu yang banyak/lama.

(6) Untuk lancarnya bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif,

imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga bekerjasama dengan baik.

Senada dengan Wahab, Mujiman (2007:86) mengemukakan kelemahan

metode role playing dan bermain peranan ini terletak pada:

(1) Role playing dan bermain peranan memerlukan waktu yang relatif

panjang/banyak.

(2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun

murid, dan ini tidak semua guru memilikinya.

(3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk

melakukan suatu adegan tertentu.

Page 52: Tesis Made Martin Rusmaja

46

(4) Apabila pelaksanaan role playing dan bermain pemeran mengalami

kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus

berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.

(5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

(6) Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui metode role

playing dan bermain peranan ini.

4) Pembelajaran Metode Konvensional

a) Pengertian Pembelajaran Metode Konvensional

Pembelajaran dengan metode konvensional merupakan pembelajaran

yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola

pembelajaran metode konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering

diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam pembelajaran metode

konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya

penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi atau

gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa (prior knowledge) sebelum

mereka belajar secara formal di sekolah.

Menurut Brooks & Brooks (dalam Juliantara, 2009), penyelenggaraan

pembelajaran dengan metode konvensional lebih menitik beratkan kepada tujuan

pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai

proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali

pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Dalam

pembelajaran konvensional tidak menekankan pada peran aktif siswa dalam

membangun pemahaman mereka sendiri tentang pengetahuan yang dipelajarinya,

Page 53: Tesis Made Martin Rusmaja

47

tetapi guru langsung memberikan segala informasi yang dianggap penting oleh

guru sehingga siswa akan berperan pasif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran metode konvensional menurut Budiningsih (2005:62)

mengungkapkan, bahwa “Pengajaran didasarkan pada gagasan atau konsep-

konsep yang sudah dianggap pasti atau baku, dan siswa harus memahaminya yang

mana pengkonstruksian pengetahuan baru oleh siswa tidak dihargai sebagai

kemampuan penguasaan pengetahuan”. Selain itu menurut Marhaeni (2007)

proses pembelajaran tradisional (konvensional) dalam proses pembelajarannya

siswa memahami dan menyusun informasi dalam pikirannya melalui kegiatan

mendengarkan pendidik dan membaca materi yang ditugaskan, sesuai dengan itu

metode pengajaran lebih berpusat pada pendidik oleh karenanya banyak siswa

yang mengalami kesulitan dalam belajar.

Pengajaran konvensional merupakan sebuah produk dari metode

pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach), guru

sebagai pemegang kendali dan mendominasi kegiatan pembelajaran. Pada

dasarnya metode pengajaran konvensional bertumpu pada prinsip-prinsip

psikologi perilaku dan teori belajar sosial, khususnya tentang pemetodean

(metodeing) yaitu meniru perilaku dan pengalaman orang lain (Depdiknas, 2004).

Menurut Sulaeman (dalam Rasana, 2009:18), “pembelajaran

konvensional merupakan metode yang paling efisien dalam mengajar yang

bersifat hafalan (ingatan)”. Hal ini menunjukan bahwa ceramah mendominasi

kegiatan belajar mengajar yang menekankan kegiatan hafalan tersebut. Ceramah

merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang

Page 54: Tesis Made Martin Rusmaja

48

(guru) kepada sejumlah pendengar (siswa) di suatu ruangan. Karena dalam

penerapan pembelajaran konvensional menggunakan metode ceramah, maka

cenderung kegiatan pembelajaran yang dilakukan akan berpusat pada guru

(teacher centered) dan terjadi komunikasi searah, yaitu dari guru kepada siswa.

Guru mendominasi seluruh kegiatan dalam pembelajaran, sedangkan siswa hanya

memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Dalam pembelajaran

konvensional biasanya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan

hafalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung,

mengutamakan hasil daripada proses, dan dalam proses pembelajaran siswa

cenderung pasif.

Ghazali (2002) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran konvensional

yaitu (1) pendidik yang banyak berbicara di dalam kelas, (2) pembelajaran banyak

ditekankan pada penggunaan buku teks, (3) pendidik jarang memberikan

kesempatan kepada murid untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas yang

mestinya dapat diselesaikan bersama oleh siswa, (4) menyuruh peserta didik

mengerjakan tugas mandiri padahal tugasnya tergolong low level skill yang tidak

menuntut kemampuan berpikir rumit, dan (5) guru kurang menghargai

kemampuan berpikir peserta didik. Kebanyakan pendidik tidak membuat peserta

didik mampu berpikir dengan membiasakan mereka berhadapan dengan isu yang

menantang, dan acapkali meminta murid hanya memberikan satu jawaban yang

benar, (6) Pendidikan di sekolah dirumuskan sebagai dunia yang pasti. Peserta

didik datang ke sekolah untuk tahu hal yang pasti tersebut, dan ini pun

sepenuhnya disediakan oleh guru. Tidak ada kemungkinan bagi siswa untuk

Page 55: Tesis Made Martin Rusmaja

49

memperoleh sesuatu yang lain yang ingin diketahuinya. Dengan demikian, siswa

akan menganggap guru sebagai sumber informasi dalam pembelajaran di kelas.

Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, pembelajaran konvensional

merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan sederhana menjadi pemberian

informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran yang sangat penting karena

mengajar dianggap memindahkan atau transfer pengetahuan dari kepala guru ke

kepala siswa (Warpala, 2009).

Berdasarkan uraian teori di atas, dapat dilihat bahwa konsep yang

diajukan Depdiknas tentang pembelajaran metode konvensional lebih

komprehensif. Pengajaran dengan metode konvensional merupakan sebuah

produk dari metode pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered

approach), guru sebagai pemegang kendali dan mendominasi kegiatan

pembelajaran. Pada dasarnya metode pengajaran konvensional bertumpu pada

prinsip-prinsip psikologi perilaku dan teori belajar sosial, khususnya tentang

pemetodean (metodeing) yaitu meniru perilaku dan pengalaman orang lain.

Kegiatan mengajar dalam pembelajaran metode konvensional

cenderung diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan

metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni

menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara

itu peserta didik memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis.

Siswa dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan,

mencatat, dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada metode konvensional

berpusat pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan

Page 56: Tesis Made Martin Rusmaja

50

siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang

bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen,

menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat

tradisional dengan paper and pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban

yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas

yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung

satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-

potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar.

b) Sintak Pembelajaran Metode Konvensional

Proses pembelajaran dengan metode konvensional terdapat lima fase

yang sangat penting (Depdiknas, 2004). Kelima fase dari sintaks pembelajaran

dengan metode konvensional ini ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Sintaks Metode Konvensional

Fase Peranan GuruFase-1Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.

Fase-2Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap.

Fase-3Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal

Fase-4Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberikan umpan balik.

Fase-5Memberikan kesempatan untuk melakukan pelatihan lanjutan dan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan

Page 57: Tesis Made Martin Rusmaja

51

penerapan kepada situasi lebih komplek dan kehidupan sehari-hari.

(Depdiknas, 2004)

2.1.2 Sikap Sosial

1) Pengertian Sikap Sosial

Definisi tentang sikap disampaikan dalam berbagai versi oleh para ahli

Psikologi. Definisi atau pengertian itu dapat dimasukkan ke dalam salah satu di

antara kerangka pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili

oleh para ahli Psikologi, seperti Louis Thurstone, Rensis Likert (dalam Sutardi

2012). Menurut kedua tokoh dalam bidang pengukuran sikap itu, sikap diartikan

sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap

suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek.

Secara khusus, Thurstone (dalam Sutardi, 2012) memformulasikan sikap sebagai

derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologi.

Kerangka pemikiran kedua diwakili oleh para tokoh dalam bidang

Psikologi Sosial dan Psikologi Kepribadian, seperti Gordon Allport dan tokoh

lainnya seperti Chave, Bogardus, LaPiere (dalam Sutardi 2012), dijelaskan, bahwa

sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara

tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya respon.

Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada

skema triadik (triadic scheme). Menurut pemikiran ini, suatu sikap merupakan

Page 58: Tesis Made Martin Rusmaja

52

konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu reaksi

dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord &

Backman (dalam Sutardi, 2012) misalnya, mendefinisikan sikap sebagai

keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognisi), dan

predisposisi tindakan (konatif) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan

sekitar.

Selain pemikiran tersebut di atas, ada beberapa metode tentang sikap

yang dikemukakan oleh para ahli Psikologi Sosial. Metode yang pertama dengan

tokoh-tokoh seperti Breckler, Katz & Stotland, Rejecki (dalam Sutardi 2012),

memandang sikap sebagai kombinasi reaksi kognitif, afektif dan perilaku terhadap

sesuatu. Ketiga komponen itu secara bersama mengorganisasikan sikap individu.

Metode ini yang dikenal dengan triadic scheme, disebut juga metode

tricomponent. Metode kedua yang dikenal dengan metode singlecomponent

dengan tokoh seperti Fishbein & Ajen, Oskamp, Petty & Cacocippo, dan Brehm

& Kassin (dalam Sutardi, 2012), membatasi konsep sikap hanya pada aspek

afektif saja. Mereka menjelaskan, sikap adalah afek atau penilaian positif atau

negatif terhadap suatu objek.

Ahmadi (1999:165) menyebutkan bahwa sikap mempunyai 3 aspek

yaitu:

1) Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal

pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan

Page 59: Tesis Made Martin Rusmaja

53

keyakinan serta harapan-harapan individu tentang obyek atau

kelompok obyek tertentu.

2) Aspek Afektif yaitu berwujud sebuah proses yang menyangkut

perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati,

antipati dan sebagainya yang ditunjukan kepada obyek-obyek

tertentu.

3) Aspek Konatif yaitu berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk

berbuat sesuatu obyek, misalnya kecenderungan memberi

pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi

apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang

dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka

(dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi.

John H. Harvey dan William P. Smith (dalam Sutardi 2012)

mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk

positif atau negatif terhadap objek atau situasi. Sedangkan Genmgan (dalam

Sutardi 2012) mendefinisikan bahwa pengertian attitude dapat diterjemahkan

dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap,

pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan

unmk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitude itu lebih

diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.

Di atas telah diutarakan bahwa sikap adalah kesadaran individu yang

menentukan perbuatan nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial

Page 60: Tesis Made Martin Rusmaja

54

adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang

berulang-ulang terhadap obyek sosial. Untuk membedakannya dari aspek-aspek

psikis yang lain (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan dan lain-lain) perlu

dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut ini yaitu:

1) Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang

tanpa objek. Objek ini bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-nilai

sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat dan sebagainya.

2) Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui

pengalaman-pengalaman.

3) Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan

lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-

beda.

4) Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.

5) Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.

6) Sikap tidak hanya satu jam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai

dengan banyaknya objek yang sangat menjadi perhatian orang yang

bersangkutan.

Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang

nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Ellis (dalam Purwanto, 2010)

mengemukakan sikap itu sebagai berikut: Attitude involve some knowledge of

situation. However, the essential aspect of the attitude is found in the fact that

some characteristic feeling or omotion is experienced , and as we would

accordingly expect, some definite tendency to action is associanted.

Page 61: Tesis Made Martin Rusmaja

55

Menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap

ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon, atau

kecenderungan untuk bereaksi. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang

menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal

ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, namun ada

beberapa ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju

bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku,

berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam

situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Menurut Wuryo

(1983:107) sikap sosial adalah masalah yang erat hubungannya dengan norma dan

sistem nilai yang terdapat dalam kelompok, dimana individu menjadi anggota atau

berhasrat mengadakan hubungan struktural organisatoris dan atau berhasrat

mengadakan hubungan psikologik. Ahmadi (1999:166) menambahkan bahwa

sikap sosial positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan,

menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma sosial

dimana individu itu berada. Sebaliknya sikap sosial negatif yaitu sikap yang

menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui norma-norma

sosial yang berlaku dimana individu itu berada.

Sikap sosial adalah apresiasi nilai sosial individu dalam kelompok

sebagai hasil komunikasi antara anggota kelompok, (The appreciation of the

social value is an attitude. If it is general in the group, as a result of

communication, it is a social attitude). Nilai sosial banyak didefinisikan oleh para

Page 62: Tesis Made Martin Rusmaja

56

ahli sosiologi dan antropologi, diantaranya Reven (dalam Sutardi, 2012)

memberikan makna nilai sosial sebagai seperangkat sikap masyarakat yang

dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar untuk bertingkah laku

guna memperoleh kehidupan masyarakat yang harmonis. Winecoff (1998)

menegaskan, bahwa nilai-nilai sosial terdiri atas sejumlah sikap terhadap sosial

yang dijadikan pertimbangan untuk melakukan tindakan. Adapun sosial

merupakan suatu pola jalinan individu atau kelompok yang membentuk kesatuan

berdasarkan aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-norma yang dianut bersama.

Nilai-nilai tersebut diperoleh dari pengalaman setelah berinteraksi dengan orang

lain. Reven (dalam Sutardi, 2012) menjelaskan unsur-unsur nilai-nilai sosial,

bahwa nilai-nilai sosial terdiri atas: (1) kasih sayang (pengabdian, tolong

menolong, kekeluargaan, kesetiaan, kepedulian); (2) tanggung jawab (rasa

memiliki, disiplin, dan empati); (3) keserasian hidup (keadilan, toleransi,

kerjasama, dan demokrasi). Devito (1997) mengemukakan nilai-nilai sosial yang

sering dijadikan dasar seseorang dalam berinteraksi adalah : (1) keterbukaan, (2)

empati, (3) komunikasi, (4) kerjasama.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami keterkaitan yang erat

antara sikap, sikap sosial dan nilai-nilai sosial. Sikap sosial merupakan apresiasi

nilai individu dalam kelompok sebagai hasil komunikasi. Apresiasi nilai itu

timbul karena ada komunikasi, sementara nilai-nilai sosial itu ada sebagai hasil

interaksi. Interaksi yang menjadi sebuah pengalaman, membentuk sebuah sikap.

Dalam kaitan ini maka Baron (dalam Sutardi, 2012) menjelaskan, bahwa pada

umumnya Psikolog Sosial menggunakan istilah sikap (attitude) untuk merujuk

Page 63: Tesis Made Martin Rusmaja

57

pada evaluasi kita terhadap berbagai aspek dunia sosial termasuk nilai-nilai sosial,

serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka

terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial. Hal ini dapat dipahami bahwa objek

sikap adalah selalu berorientasi pada sosial, Dengan demikian, makna sikap

identik dengan makna sikap sosial, yakni respon evaluatif (positif atau negatif)

seseorang terhadap nilai-nilai dalam masyarakat (kelompok), seperti keterbukaan,

empati, komunikasi, kerjasama, sebagai hasil interaksi.

Merujuk pada berbagai konsep sikap seperti telah dikemukakan di atas,

maka konsep yang diajukan oleh Wuryo lebih luas dibandingkan dengan konsep

yang diajukan oleh pakar yang lain, Wuryo mengemukakan bahwa sikap sosial

adalah masalah yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang

terdapat dalam kelompok, dimana individu menjadi anggota atau berhasrat

mengadakan hubungan struktural organisatoris atau berhasrat mengadakan

hubungan psikologik. Namun ada aspek penting dalam sikap sosial yang dijadikan

dasar mengidentifikasi sikap sosial tersebut, maka dari itu peneliti juga

menambahkan konsep yang diajukan oleh Devito tentang nilai-nilai sosial yang

dijadikan dimensi dan dasar dalam mengidentifikasi sikap sosial siswa. Devito

(1997) mengemukakan nilai-nilai sosial yang sering dijadikan dasar seseorang

dalam berinteraksi adalah : (1) keterbukaan, (2) empati, (3) komunikasi, (4)

kerjasama. Dari landasan teori tantang nilai-nilai sikap sosial tersebut, peneliti

melakukan pengembangan yang lebih komprehensif dan operasional terhadap

nilai-nilai sikap sosial tersebut, agar dapat diukur dan dijadikan indikator dalam

penilaian terhadap sikap sosial. Adapun pengembangan yang dilakukan peneliti

Page 64: Tesis Made Martin Rusmaja

58

berdasarkan dimensi atau nilai-nilai yang dikemukakan oleh Devito adalah

sebagai berikut.

(1) Keterbukaan

(a) Berterus terang pada teman

(b) Bersedia untuk bersikap jujur

(c) Menerima dan menghargai perbedaan suku, agama, kepercayaan, ras,

etnis, antar individu

(d) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain

(2) Empati

(a) Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

(b) Merasakan apa yang dirasakan orang lain

(c) Peduli terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya

(3) Komunikasi

(a) Senang berkomunikasi

(b) Menciptakan suasana mendukung komunikasi

(c) Mampu berbicara dalam forum

(d) Santun dalam berbicara

(4) Kerjasama

(a) Tolong menolong

(b) Bekerja secara berkelompok

(c) Bersahabat

(d) Tidak menyinggung orang lain

Page 65: Tesis Made Martin Rusmaja

59

2) Pembentukan dan Perubahan Sikap

Sikap timbul karena adanya stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu

banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya:

keluarga, sekolah, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Sikap tumbuh dan

berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama

dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh

lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan

sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau

lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia,

terhadap objek tertentu atau suatu objek.

Sikap sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari sekedar kontak sosial dan

hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial

terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang

lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku

masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih dari itu, interaksi

sosial meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun

lingkungan psikologis di sekelilingnya.

Proses interaksi sosial individu membentuk pola sikap tertentu terhadap

berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap diantaranya; pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain

yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan atau

lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

Page 66: Tesis Made Martin Rusmaja

60

Menurut Baron (dalam Sutardi, 2012), sikap itu diadopsi dari orang lain

melalui pembelajaran sosial (social learning). Banyak pandangan individu

dibentuk saat berinteraksi dengan orang lain, atau hanya dengan mengobservasi

tingkah orang lain. Pembelajaran sosial itu melalui beberapa proses, diantaranya:

(1) pembelajaran berdasarkan assosiasi (classical conditioning), (2) belajar untuk

mempertahankan pandangan yang benar (instrumental conditioning), (3)

pembelajaran dari observasi (belajar dari contoh), (4) perbandingan sosial.

Belajar sosial (social learning), salah satu teori belajar yang

dikembangkan oleh Bandura. Teori belajar ini mengunakan penjelasan-penjelasan

reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk

memahami bagaimana belajar dengan orang lain, melalui observasi tentang dunia

sosial, melalui interprestasi dari dunia itu diperoleh banyak informasi dan

penampilan-penampilan keahlian yang kompleks dapat dipelajari. Dalam

pandangan belajar sosial, manusia tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari

dalam, dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan, tetapi fungsi

psikologi diterangkan sebagai interaksi yang continue dan timbal balik dari

keterampilan-keterampilan pribadi dan determinan-determinan lingkungan.

Proses pembelajaran berdasarkan assosiasi (classical conditioning).

Adalah merupakan prinsip dasar psikologi bahwa ketika sebuah stimulus

berulang-ulang diikuti oleh stimulus yang lain, stimulus pertama akan segera

dianggap sebagai tanda-tanda bagi munculnya stimulus yang mengikutinya.

Dengan kata lain, ketika stimulus pertama terjadi, seseorang akan menduga

stimulus kedua akan segera muncul. Hasilnya secara bertahap individu akan

Page 67: Tesis Made Martin Rusmaja

61

memberikan reaksi yang sama pada stimulus pertama seperti reaksi yang mereka

tunjukkan pada stimulus kedua, terutama jika stimulus kedua adalah stimulus

yang menyebabkan reaksi yang cukup kuat dan otomatis.

Belajar dari contoh (pembelajaran dari observasi). Sikap dapat dibentuk

ketika orang tua tidak bermaksud untuk mewariskan pandangan tertentu pada

anak. Proses seperti itu disebut pembelajaran melalui observasi (observational

learning). Hal ini terjadi ketika individu mempelajari bentuk tingkah laku atau

pemikiran baru hanya dengan mengobservasi tingkah laku orang lain.

Pembelajaran melalui observasi memainkan peran yang penting dalam

pembentukan sikap, dalam banyak kasus anak mendengarkan orang tua mereka

mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak pantas dia dengar, atau melihat orang

tua melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan orang tua. Orang tua yang

merokok, melarang anaknya untuk merokok saat menyalakan rokoknya, akan

membentuk sikap tertentu pada diri anak. Contoh lain, anak maupun orang

dewasa dapat dibentuk sikapnya oleh media masa, televisi, film, dan lain

sebagainya.

Mengadopsi sikap yang diekspresikan atau ditunjukkan orang lain

adalah sebuah mekanisme pembentukan sikap melalui perbandingan sosial (social

comparison). Kecenderungan seseorang untuk membandingkan dirinya dengan

orang lain untuk menentukan apakah pandangan dirinya terhadap kenyataan sosial

benar atau salah. Sejauh pandangannya diterima orang lain, maka dia akan

menganggap bahwa ide atau sikap itu benar. Sikap tidak acuh terhadap proses

Page 68: Tesis Made Martin Rusmaja

62

pembelajaran dipandang sikap yang tepat selama orang lainpun memandang dan

cenderung berperilaku demikian.

Menurut Waller (dalam Sutardi 2012) sikap juga dipengaruhi oleh

genetika. Sikap dipengaruhi oleh pemikiran dan pemikiran terjadi di dalam otak,

struktur otak dipengaruhi oleh faktor genetika. Alasan yang lain bahwa genetika

mempengaruhi sikap adalah, bahwa Hasil penelitian membuktikan sikap kembar

identik berkorelasi lebih tinggi daripada sikap pada kembar non identik.

Proses pembentukan dan perubahan sikap dapat terbentuk atau berubah

melalui 4 macam cara yaitu:

(1) Adopsi: Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-

ulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam

diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

(2) Diferensiasi: dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,

sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap

sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek

tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

(3) Integrasi: Pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap, dimulai dengan

berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga

pada akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

(4) Trauma: Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan

mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.

Page 69: Tesis Made Martin Rusmaja

63

3) Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap

a) Faktor intern: yaitu manusia itu sendiri.

b) Faktor ekstern: yaitu faktor manusia.

Sherif (dalam Sutardi 2012) mengemukakan bahwa sikap itu dapat

diubah atau dibentuk apabila:

a) Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.

b) Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.

Faktor ini pun masih tergantung pula adanya:

(1) Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak.

(2) Ragu-ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya.

Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok,

lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok,

komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat

banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang

terdekat dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang

terdiri dari orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki peranan yang penting.

Sementara orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan

tanggung jawab orang tua atau lembaga-lembaga keagamaan. Tetapi tidaklah

demikian halnya. Lembaga lembaga sekolah pun memiliki tugas pula dalam

membina sikap ini. Bukankah tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar

sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki

sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan. Dengan

Page 70: Tesis Made Martin Rusmaja

64

demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk

membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita

harapkan. Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik

ke arah tujuan pendidikan.

Sutardi (2012) menyatakan bahwa sikap sosial pada anak-anak tergantung pada 4

faktor yaitu:

(1) Kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-

anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika

sebagian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.

(2) Dalam keadaan bersama anak-anak tidak hanya harus mampu

berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi

juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan

menarik bagi orang lain.

(3) Anak akan belajar sosialisasi apabila mereka mempunyai motivasi untuk

melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung pada tingkat

kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial kepada anak.

(4) Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting. Anak-

anak akan belajar lebih cepat dengan hasil lebih baik jika mereka di ajar

oleh seseorang yang dapat membimbing dan mengarahkan.

4) Dimensi Teori Sikap Sosial

Merujuk pada berbagai konsep sikap seperti telah dikemukakan di atas,

makna sikap yang lebih operasional untuk dijadikan dasar dalam mengidentifikasi

sikap sosial siswa terkait dengan penelitian ini adalah nilai-nilai sikap sosial yang

Page 71: Tesis Made Martin Rusmaja

65

dikemukakan oleh Devito (1997) yang mengemukakan nilai-nilai sosial yang

sering dijadikan dasar seseorang dalam berinteraksi adalah : (1) keterbukaan, (2)

empati, (3) komunikasi, (4) kerjasama. Dari landasan teori tantang nilai-nilai

sikap sosial tersebut, peneliti melakukan pengembangan yang lebih komprehensif

dan operasional terhadap nilai-nilai sikap sosial tersebut, agar dapat diukur dan

dijadikan indikator dalam penilaian terhadap sikap sosial. Adapun pengembangan

yang dilakukan peneliti berdasarkan dimensi atau nilai-nilai yang dikemukakan

oleh Devito adalah sebagai berikut.

(1) Keterbukaan

(a) Berterus terang pada teman

(b) Bersedia untuk bersikap jujur

(c) Menerima dan menghargai perbedaan suku, agama, kepercayaan, ras,

etnis, antar individu

(d) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain

(2) Empati

(a) Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

(b) Merasakan apa yang dirasakan orang lain

(c) Peduli terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya

(3) Komunikasi

(a) Senang berkomunikasi

(b) Menciptakan suasana mendukung komunikasi

(c) Mampu berbicara dalam forum

(d) Santun dalam berbicara

Page 72: Tesis Made Martin Rusmaja

66

(4) Kerjasama

(a) Tolong menolong

(b) Bekerja secara berkelompok

(c) Bersahabat

(d) Tidak menyinggung orang lain

Dengan demikian dimensi dan indikator nilai-nilai sosial yang akan

diukur untuk menunjukkan sikap sosial siswa dapat digambarkan pada Tabel 2.2

sebagai berikut:

Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator untuk Mengukur Sikap Sosial Siswa

No Dimensi Indikator

1. Keterbukaan - Berterus terang pada teman- Bersedia untuk bersikap jujur- Menerima dan menghargai perbedaan suku,

agama, kepercayaan, ras, etnis, antar individu- Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang

lain2. Berempati - Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

- Merasakan apa yang dirasakan orang lain- Peduli terhadap sesama maupun lingkungan

sekitarnya3. Komunikasi - Senang berkomunikasi

- Menciptakan suasana mendukung komunikasi- Mampu berbicara dalam forum- Santun dalam berbicara

4. Kerjasama - Tolong menolong- Bekerja secara berkelompok- Bersahabat- Tidak menyinggung orang lain

Page 73: Tesis Made Martin Rusmaja

67

2.1.3 Hasil Belajar

1) Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni

"prestasi" dan "belajar", mempunyai arti yang berbeda. Untuk memahami lebih

jauh tentang pengertian hasil belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata

tersebut. Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik

secara individual atau kelompok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “yang

dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan

dan sebagainya)”.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19).

Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar (dalam Djamarah 1994:21)

bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Selanjutnya,

Harahap (dalam Djamarah, 1994), berpendapat bahwa prestasi adalah “penilaian

pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan

penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa”. Pendapat tersebut

menjelaskan bahwa prestasi merupakan sebuah penilaian yang berisi unsur

perkembangan dan kemajuan siswa dalam pendidikan.

Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat

perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu

hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi

adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang

Page 74: Tesis Made Martin Rusmaja

68

menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara

individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.

Menurut Gagne (dalam Dahar, 2006:2) belajar dapat didefinisikan

sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat

pengalaman. Slameto (1995:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar

sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu

pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang

terjadi dalam diri individu.

Djamarah (1994:19) menyatakan bahwa “hasil belajar adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun

kelompok”. Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena

belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses

pembelajaran tersebut. Winkel dalam Sunartombs (2009) mengemukakan bahwa

“hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.”

Maka hasil belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang

setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Nurkencana

(1996:62) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai atau

diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil

dari aktivitas dalam belajar.

Page 75: Tesis Made Martin Rusmaja

69

Setelah menelusuri uraian teori di atas, maka dapat dilihat bahwa

konsep hasil belajar yang dikemukakan oleh Nurkencana lebih lengkap dan luas,

hal tersebut dapat dilihat dari konsep yang dijabarkannya mengenai hasil belajar

yaitu hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai

mata pelajaran. Ditambahkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam

belajar.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

a) Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas

menurut Slameto (1995:54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor

kelelahan.

(1) Faktor Jasmani

Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan

dan faktor cacat tubuh.

(a) Faktor kesehatan

Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika

kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat,

mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah

ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.

(b) Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta,

Page 76: Tesis Made Martin Rusmaja

70

setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain

(Slameto, 2003:55).

(2) Faktor psikologis

Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan,

kesiapan.

(a) Intelegensi

Slameto (2003:56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan

terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif

mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,

mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

(b) Perhatian

Menurut al-Ghazali (dalam Slameto, 2003:56) bahwa perhatian adalah

keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata

kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek.

Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai

perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak

menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak

lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku

pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.

(c) Bakat

Menurut Hilgard (dalam Slameto, 2003:57) bahwa bakat adalah the

capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk

Page 77: Tesis Made Martin Rusmaja

71

belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang

nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut Syah (2007)

bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang

untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

(d) Minat

Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996:214) bahwa minat

adalah menyangkut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh

individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa,

siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai

pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan

bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau

pencapaian hasil belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa

yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari

dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.

(e) Motivasi

Menurut Slameto (2003:58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya

dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan

tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan

itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah

motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.

(f) Kematangan

Page 78: Tesis Made Martin Rusmaja

72

Menurut Slameto (2003:58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah

atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya

sudah siap melaksanakan kecakapan baru.

Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ

atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk

telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-

masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya,

sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap

atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.

(g) Kesiapan

Kesiapan menurut James Drever (dalam Slameto, 2003:59) adalah

preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan

respon atau reaksi.

Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa

dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi hasil belajar

siswa, dengan demikian hasil belajar siswa dapat berdampak positif

bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu

mata pelajaran dengan baik.

(3) Faktor kelelahan

Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan

kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1995:59) sebagai

berikut:

Page 79: Tesis Made Martin Rusmaja

73

“Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan

timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan

jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam

tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu.

Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena

memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan

sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.

Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat

mempengaruhi hasil belajar dan agar siswa belajar dengan baik haruslah

menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah

lunglainya tubuh. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari

kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat,

mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan

perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian hasil

belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi

kelelahan fisik dan psikis.

b) Faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern)

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap hasil belajar dapatlah

dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan

faktor masyarakat (Slameto, 1995:60).

(1) Faktor keluarga

Page 80: Tesis Made Martin Rusmaja

74

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi

dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga,

latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

(a) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar

anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo (dalam Slameto, 2003:60)

mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang

pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik

dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam

ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.

Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga

di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan

berpengaruh terhadap belajarnya.

(b) Relasi antar anggota keluarga

Menurut Slameto (2003:60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah

relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan

saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar

anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian,

sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.

(c) Keadaan keluarga

Menurut Hamalik (2007:160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga

sangat mempengaruhi hasil belajar anak karena dipengaruhi oleh

Page 81: Tesis Made Martin Rusmaja

75

beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan

individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi,

hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan

realitas kehidupan.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapa

mempengaruhi hasil belajar anak sehingga faktor inilah yang

memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan

prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang

dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak

berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.

(d) Pengertian orang tua

Menurut Slameto (2003:64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan

pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan

tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat,

orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin

untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.

(e) Keadaan ekonomi keluarga

Menurut Slameto (2003:63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat

hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain

terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian,

perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar

seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan

sebagainya.

Page 82: Tesis Made Martin Rusmaja

76

(f) Latar belakang kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi

sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1986:156). Oleh karena itu perlu

kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong

tercapainya hasil belajar yang optimal.

(g) Suasana rumah

Suasana rumah sangat mempengaruhi hasil belajar, hal ini sesuai dengan

pendapat Slameto (2003:63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah

merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di

mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising

dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak

untuk belajar.

Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak

penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok,

pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak

bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya

kacau serta prestasinya rendah.

(2) Faktor sekolah

Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran,

kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan

media pendidikan, yaitu :

(a) Guru dan cara mengajar

Page 83: Tesis Made Martin Rusmaja

77

Menurut Purwanto (2010) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan

faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya

pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu

mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut

menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sedangkan

menurut Nana Sudjana (dalam Djamarah, 1994) mengajar pada

hakikatnya adalah suatu proses , yaitu proses mengatur, mengorganisasi

lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan

dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam

perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menhidupkan dan

memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif.

Dengan demikian cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh

anak didiknya, baik dalam menggunakan metode, tehnik ataupun metode

dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam

proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan

berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar.

(b) Metode

Metode sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap hasil belajar

siswa, terutama pada pelajaran IPS. Dalam hal ini metode yang

digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu metode saja, akan

tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan

dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru IPS. Dimana

Page 84: Tesis Made Martin Rusmaja

78

guru IPS harus bisa menilih dan menentukan metode yang tepat untuk

digunakan dalam pembelajaran.

(c) Alat-alat pelajaran

Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah

suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan hasil belajar

siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagaianya.

Menurut Purwanto (2010) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup

memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar

ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan

guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan

mempercepat belajar anak.

(d) Kurikulum

Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa,

kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa

menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut

Slameto (2003:63) bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh

tidak baik terhadap proses belajar maupun hasil belajar siswa.

(e) Waktu sekolah

Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di

sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari.

Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003:68).

Page 85: Tesis Made Martin Rusmaja

79

(f) Interaksi guru dan murid

Menurut Roestiyah (1986:151) bahwa guru yang kurang berinteraksi

dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu

kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan

berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.

(g) Disiplin sekolah

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam

sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003:67). Kedisiplinan sekolah

ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan

pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam

pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung

sekolah, halaman, dan lain-lain.

(h) Media pendidikan

Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah,

maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam

jumlah yang besar pula (Roestiyah, 1986:152). Media pendidikan ini

misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media

lainnya yang dapat mendukung tercapainya hasil belajar dengan baik.

(3) Faktor Lingkungan Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi terhadap hasil belajar siswa antara lain teman

bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan

keluarganya.

(a) Kegiatan siswa dalam masyarakat

Page 86: Tesis Made Martin Rusmaja

80

Menurut Slameto (2003:70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam

masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya.

Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu

banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain,

belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam

mengatur waktunya.

(b) Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan

sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman

bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah

berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa

mereka bergaul.

Menurut Slameto (2003:73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang

baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya,

teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat

buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman

bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta

pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.

(c) Cara Hidup Lingkungan

Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar

pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1986:155). Hal ini

misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis

anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.

Page 87: Tesis Made Martin Rusmaja

81

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini,

diantaranya adalah hasil penelitian oleh Syawal Simatupang (2007) yang berjudul

Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran Terhadap Kompetensi

Sosial Kognitif Siswa dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (Studi kuasi

Eksperimen pada Sekolah Dasar Negeri SL Dan sekolah Dasar Negeri CG -

Bandung) menyatakan bahwa (1) Penerapan pembelajaran metode bermain peran

dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran;

(2) Pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain peran terhadap kompetensi

sosial kognitif siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional

menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Penlitian oleh Diyah Retno Palupi (2010) yang berjudul Penerapan

Strategi Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Untuk Meningkatkan

Kemampuan Apresiasi Drama yang menunjukkan bahwa Penggunaan strategi

bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama sangat cocok

digunakan. Karena dengan strategi ini siswa dapat memerankan masing-masing

tokoh dalam drama dengan sebaik-baiknya dan dapat meningkatkan keterampilan

berbicara siswa serta meningkatkan kreativitas siswa.

Penelitian yang lain, oleh Gulmah Sugiharti dengan judul Penerapan

Metode Bermain Peran pada Pembelajaran Struktur Atom di Kelas X SMA N 1

Medan Tahun Pelajaran 2008/2009 dengan hasil penelitian menyatakan bahwa

rata-rata keberhasilan belajar siswa yang diajar dengan Metode Bermain Peran

Page 88: Tesis Made Martin Rusmaja

82

lebih tinggi dari pada rata-rata keberhasilan belajar siswa dengan metode

konvensional.

Penelitian terkait lainnya, oleh Chothibul Umam (2011) yang berjudul

Improving the Students’ Speaking Ability through Role-Playing Technique.

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa

meningkat secara signifikan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Ini bisa dilihat

dari hasil di tiap siklus. Kemampuan berbicara siswa meningkat hingga mampu

mencapai paling tidak tingkat baik (good) di siklus pertama dan keterampilan

berbicara siswa meningkat juga di siklus kedua. Rasa percaya diri siswa

meningkat di siklus pertama dan di siklus kedua.

Relevansi hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan

dilaksanakan adalah peneliti berasumsi bahwa dengan Metode Bermain Peran,

dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa dan secara tidak langsung akan

meningkatkan kreativitas yang dimiliki oleh masing-masing siswa dalam

menuangkan ide serta gagasan pada kegiatan pembelajaran di semua mata

pelajaran, khususnya pelajaran Bahasa Indonesia.

Berdasarkan temuan tersebut, maka penciptaan suasana psikologis kelas

pembelajaran IPS Sekolah Dasar yang konstruktivistik tidak hanya melakukan

penataan terhadap kualitas relasi interpersonal antara guru - siswa, melainkan pula

diperlukan penataan terhadap komponen-komponen siswa, kelas, maupun sistem

administrasi guru dalam suatu kaitan yang terpadu. Namun satu hal yang harus

tetap menjadi “concern” dilihat dari paradigma konstruktivisme adalah “sisi

siswa”, yaitu bagaimana minat, perhatian, kesiapan, dan konsentrasi belajar siswa

Page 89: Tesis Made Martin Rusmaja

83

bisa ditingkatkan sehingga kelelahan atau kejenuhan belajar dapat diantisipasi,

dan mereka mampu secara mandiri membangun pengertian, nilai, sikap dan

tindakannya, dalam latar kehidupan kelas. Diskusi dan rekonstruksi akan

difokuskan pada persoalan tersebut.

Relevansi hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan

dilaksanakan adalah sama-sama akan melihat pengaruh penerapan metode role

playing dalam pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS di sekolah dasar.

Relevansi yang lain juga memiliki harapan yang sama tentang merekonstruksi

kembali iklim sosial di masyarakat dengan memulai perbaikan tersebut dari

lingkup kecil yaitu kelas dan sekolah menuju lingkup yang lebih luas yaitu

masyarakat umum.

2.3 Kerangka Berpikir

1. Perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada mata pelajaran IPS kelas IV SD.

Pada metode role playing, siswa berarti memerankan sebuah peran.

Setiap kali seseorang berbicara dalam situasi yang berbeda, berarti siswa

memerankan peran yang berbeda pula. Sebagai contonya, seorang guru ketika

sedang berbicara di depan kelas, maka dia berperan sebagai guru dan tentu saja

akan mengubah serta menggunakan bahasa yang berbeda ketika dia berbicara di

hadapan dosen sebagai mahasiswa. Melalui metode ini, siswa akan memerankan

berbagai tokoh sesuai dengan topic yang diberikan. Topik yang berbeda dan

seringnya mereka berbicara akan menuntut siswa untuk menggunakan bahasa

yang berbeda, sehingga secara tidak langsung kosakata, palafalan, intonasi,

Page 90: Tesis Made Martin Rusmaja

84

pilihan kata, ungkapan dan penyusunan kalimat lisan akan meningkat dengan

cepat. Siswa akan lebih berani mengungkapkan pendapat melalui pengalaman

belajar yang didapat.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa

dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola

pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering

diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa atau dalam proses

pembelajarannya hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa saja,

sehingga dalam pembelajaran metode konvensional, kurang memperhatikan aspek

sikap sosial atau interaksi sosial siswa, interaksi yang terjadi hanya satu arah saja,

yaitu interaksi guru dan siswa. Dalam pembelajaran konvensional, guru di sekolah

umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada para

siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi siswa atau gagasan-gagasan yang telah

ada dalam diri siswa (prior knowledge) sebelum mereka belajar secara formal di

sekolah. Jadi pada dasarnya pembelajaran metode konvensional yang masih sering

digunakan guru dalam perencanaan dan proses pembelajaran, belum menunjukkan

adanya interaksi siswa, baik secara fisik dan mental.

Berdasarkan alur pikir tersebut, maka dengan menerapkan metode role

playing dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS, diharapkan

dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam melakukan hubungan di lingkungan

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Page 91: Tesis Made Martin Rusmaja

85

2. Perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada mata pelajaran IPS kelas IV SD.

Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik aktif fisik dan

mental, akan membantu dan memudahkan siswa dalam memahami dan mengingat

apa yang sedang dan telah mereka pelajari di kelas, serta sekaligus dapat

digunakan sebagai pedoman atau dasar dalam kehidupan mereka sehari-hari di

masyarakat. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh pihak guru selama ini masih

menggunakan paradigma lama yaitu teacher center, guru masih mendominasi

kegiatan pembelajaran dan belum melibatkan siswa dalam interaksi belajar

sehingga aktivitas fisik dan mental sosial siswa belum optimal.

Melalui metode role playing, siswa cenderung terlibat aktif pada proses

belajar mengajar. Metode ini juga melibatkan unsur senang di dalamnya yang

diduga akan mampu membangkitkan motivasi siswa dan membangkitkan

keberanian siswa dalam berbicara sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

hasil belajar siswa. Selain itu, Metode role playing memberikan kebebasan dan

keleluasaan pada siswa untuk mengembangkan ide mereka tanpa takut disalahkan

pada saat mereka performance. Berkurangnya rasa takut otomatis akan

memberikan mereka rasa percaya diri untuk mengungkapkan ide mereka,

sehingga secara tidak langsung mereka akan meningkatkan hasil belajarnya.

Pada proses pembelajaran dengan metode konvensional, guru masih

cenderung menjejali siswa dengan penghafalan materi, dan kurang memberi

kesempatan siswa dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuannya.

Disamping itu, kreatifitas guru dalam menciptakan kondisi yang mengarahkan

Page 92: Tesis Made Martin Rusmaja

86

siswa agar mampu mengintegrasikan konstruksi pengalaman kehidupannya

sehari-hari di luar kelas dengan konstruksi pengetahuannya di kelas kurang

terlihat. Hal ini mengakibatkan siswa lebih banyak menghafalkan fakta dan

konsep, sehingga pembelajaran IPS di sekolah dasar menjadi kurang menarik,

membosankan, dan siswa terbiasa mengkonsumsi pengetahuan pada akhirnya

siswa sulit mengkonstruksi pengetahuannya untuk berpikir kreatif dan kritis.

Kesulitan tersebut juga berdampak pada tingkat hasil belajar siswa yang menurun.

Jadi pada dasarnya pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif,

baik aktif fisik dan mental, akan membantu dan memudahkan siswa dalam

memahami sebuah konsep selama proses dan setelah proses pembelajaran. Maka

dari itu dengan menerapkan pembelajaran metode role playing diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada siswa kelas IV SD.

Metode role playing adalah metode yang membawa suasana dan

keadaan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat ke dalam pembelajaran di

kelas. Dalam penerapan metode ini, sudah tentu akan menimbulkan banyak

kejadian lucu dan menarik perhatian. Disamping itu, metode role playing

memberikan kelakuasaan pada siswa untuk mengembangkan ide mereka tanpa

takut disalahkan pada saat melakukan performance. Hal-hal ini diharapkan

mampu meningkatkan hasil belajar siswa namun juga dapat memberikan

kesempatan untuk mengembangkan sikap sosial siswa untuk bersosialisasi.

Page 93: Tesis Made Martin Rusmaja

87

Pembelajaran dengan metode konvensional merupakan metode yang

paling sering dilakukan oleh guru-guru selama proses pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran dengan metode konvensional ini iklim sosial pada diri peserta didik

dalam proses pembelajaran masih sangat minim, sehingga sikap sosial yang

dimiliki anak masih sangat rendah dan kurang tampak dalam proses pembelajaran.

Anak kurang melakukan komunikasi serta hubungan kerjasama dengan sesama

siswa, sehingga di dalam proses pembelajaran yang dilakukan kurang

mengembangkan sikap sosial yang ada pada diri siswa. Hal ini disebabkan karena

guru masih cenderung mengajar dengan menggunakan metode ceramah, tanya

jawab dan dalam proses pembelajaran guru hanya sekedar mentransfer ilmu

kepada siswa saja. Hal ini mengakibatkan siswa lebih banyak menghafalkan fakta

dan konsep tanpa melihat dan merasakan aplikasi yang ada dalam memecahkan

masalah atau hal yang terjadi dilingkungannya, sehingga pembelajaran IPS di

sekolah dasar menjadi kurang menarik, membosankan, dan siswa terbiasa

mengkonsumsi pengetahuan pada akhirnya siswa sulit mengkonstruksi

pengetahuannya untuk berpikir kreatif dan kritis. Kesulitan tersebut akan

berdampak pada tingkat hasil belajar siswa yang menurun.

Peran aktif siswa dan kerjasama siswa selama proses pembelajaran

merupakan salah satu iklim ketercapaian pembelajaran IPS. Peran aktif siswa dan

kerjasama siswa dalam mengangkat masalah sosial nyata dalam pembelajaran IPS

sangat berpengaruh terhadap daya pikir siswa terhadap setiap permasalahan yang

muncul di masyarakat, serta dapat mengembangkan dan meningkatkan sikap

sosial yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif,

Page 94: Tesis Made Martin Rusmaja

88

baik aktif fisik dan mental, juga akan membantu dan memudahkan siswa dalam

memahami sebuah konsep selama proses dan setelah proses pembelajaran

sehingga dapat berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.

2.4 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori serta kerangka berpikir pada penelitian ini,

maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti metode role

playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada mata

pelajaran IPS kelas IV SD.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti metode

role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada siswa

kelas IV SD.

3. Secara simultan terdapat perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS antara

siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti

metode konvensional pada siswa kelas IV SD.

Page 95: Tesis Made Martin Rusmaja

89

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen, yang mana

menurut Tuckman (dalam Riduwan, 2010) penelitian eksperimen adalah suatu

penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel

yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Hal ini ditegaskan lagi oleh

pendapat Dantes (2012:85) yang menyatakan bahwa penelitian eksperimental

(experimental research) pada umumnya menuntut kontrol yang ketat pada

pengaruh variabel lain di luar variabel perlakuan (treatment).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap sosial dan hasil belajar

IPS siswa kelas IV melalui metode role playing. Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi eksperiment), yaitu suatu

penelitian yang masih memungkinkan variabel-variabel selain variabel bebas ikut

berpengaruh terhadap variabel terikat dan hal ini juga terlihat dari kelas

eksperimen yang dirandomisasi untuk menentukan sampel guna ditempatkan

dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Lebih lanjut Sugiyono (2008)

menyatakan bahwa Quasi Eksperiment Design mempunyai kelompok kontrol,

tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar

yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain penelitian yang digunakan

adalah desain penelitian eksperimental semu (quasi) dengan pola dasar “The

Posttest-Only Control Group Design”. Rancangan penelitian Post-test Only

89

Page 96: Tesis Made Martin Rusmaja

90

Control Group Design merupakan rancangan yang hanya memperhitungkan skor

post-tes saja yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain tanpa

memperhitungkan skor pre tes. Desain bentuk Posttest Only Control Group

Design menggunakan pembanding. Pengelompokkan dilakukan secara random,

tanpa diadakan prates (Dantes, 2012:96). Rancangan penelitian tertera seperti

Tabel 3.1. dibawah.

Tabel 3.2. Rancangan eksperimen The Posttest-Only Control Group Design

Keterangan.

R1 : pembelajaran dengan menggunakan metode role playing.R2 : pembelajaran dengan menggunakan metode

konvensional x : perlakuan (treatment)O1 : posttest sikap sosialO2 : posttest hasil belajar

Pada penelitian ini metode role playing dilawankan dengan metode

konvensional terhadap sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa pada pembelajaran

IPS SD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

R1 X O1

R2 - O2

Page 97: Tesis Made Martin Rusmaja

91

(Variabel Independen) (Variabel Dependen)

Gambar 3.1. Hubungan antara Variabel Independen dengan Dependen

Rancangan ini memberikan gambaran bahwa sampel penelitian

diperoleh dari hasil randomisasi serta perlakuan yang diberikan melalui dua

metode, yaitu metode role playing terhadap kelompok eksperimen dan metode

konvensional untuk kelompok kontrol.

Desain rancangan eksperimen pada penelitian ini menggunakan dua

kelompok, yaitu kelompok eksperimen (experiment group) dan kelompok kontrol

(control group). Pelaksanaan penelitian diklasifikasi menjadi tiga bagian, yaitu:

materi pembelajaran, metode dan waktu pelaksanaan. Metode pada penelitian ini

adalah metode role playing, sebagai kelompok eksperimen dan metode

konvensional sebagai kelompok kontrol. Materi pembelajaran yang dipilih

terlebih dahulu dikaji karakteristiknya guna dipadukan pada pembelajaran metode

role playing, yang kemudian dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP).

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan 10 kali pertemuan 1 kali posttest

masing-masing tentang sikap sosial dan hasil belajar IPS. Pemberian posttest

Pembelajaran dengan metode role playing

Sikap Sosial

Hasil belajar IPSPembelajaran dengan Metode Konvensional

Page 98: Tesis Made Martin Rusmaja

92

untuk mengukur sikap sosial dan penilaian hasil belajar IPS siswa dilakukan

setiap akhir penelitian. Guru yang mengajar dalam pelaksanaan pembelajaran

adalah peneliti dan guru pengajar di kelas tersebut.

Rincian dan jadwal pelajaran disesuaikan dengan sekolah. Bobot

pelajaran adalah 2 jam pelajaran 2 kali setiap minggu. Setiap 1 jam pelajaran

terdiri dari 35 menit. Berikut tiga tahapan rancangan penelitian ini, yaitu:

a. Tahap persiapan, meliputi: analisis kurikulum, analisis materi, merancang

RPP, dan merancang evaluasi (prosedur, instrumen, kunci jawaban, pedoman

evaluasi).

b. Tahap pelaksanaan, meliputi: kegiatan pembelajaran di kelas dengan metode

role playing pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas

kontrol.

c. Tahap analisis, meliputi: melakukan kegiatan evaluasi, analisis sikap sosial

dan hasil belajar IPS pada kelas/kelompok siswa yang mengikuti metode role

playing dan metode konvensional dalam pembelajaran.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dapat didefinisikan sebagai jumlah kasus yang memenuhi

seperangkat kriteria tertentu, yang ditentukan peneliti. Kasus-kasus bisa berbentuk

peristiwa-peristiwa, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya (Dantes,

2012:37). Sugiyono (2011:61) mendefinisikan populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek, subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

Page 99: Tesis Made Martin Rusmaja

93

ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah di kelas IV Gugus I

Busungbiu. Adapun sebaran banyaknya siswa kelas IV SD Gugus I Kecamatan

Busungbiu adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Sebaran Jumlah Siswa Kelas IV SD Gugus I Kecamatan Busungbiu

NO SEKOLAH KELASJUMLAH SISWA

L P JML

1. SDN 3 Busungbiu IV 14 11 25

2. SDN 4 Busungbiu IV 12 11 23

3. SDN 5 Busungbiu IV 9 12 21

4. SDN 6 Busungbiu IV 14 7 21

5. SDN 8 Busungbiu IV 7 5 12

6. SDN 9 Busungbiu IV 12 10 22

TOTAL 68 56 124

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiono, 2011). Sampel pada penelitian ini dilakukan tanpa adanya

pengacakan individu, cara ini dipilih dengan mempertimbangkan sulitnya untuk

merubah kelas yang sudah terbentuk. Kelas dipilih sebagaimana yang telah

terbentuk tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Pemilihan cara ini juga

berimplikasi pada subjek penelitian sehingga kemungkinan pengaruh-pengaruh

dari keadaan subjek mengetahui dirinya dilibatkan dalam eksperimen dapat

dikurangi sehingga penelitian ini benar-benar menggambarkan pengaruh dari

perlakuan yang diberikan.

Page 100: Tesis Made Martin Rusmaja

94

Berdasarkan dari karakteristik populasi dan tidak bisa dilakukan

pengacakan individu, maka pengambilan sampel pada penelitian ini dengan teknik

group random sampling. Teknik group random sampling merupakan suatu cara

pengambilan sampel secara acak, dimana sampel diambil berdasarkan kelas bukan

individu (Arikunto, 2006: 142). Kemudian dipilih secara acak satu kelas sebagai

kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol.

Berkenaan dengan teknik group random sampling yang telah

dikemukakan, sebelum pengambilan dua kelas secara acak, terlebih dahulu

dilakukan uji kesetaraan. Data rerata hasil tes kesetaraan kelas eksperimen dan

kelas kontrol tersebut dilakukan analisis dengan uji beda rerata antar kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Data dianalisis dengan uji beda (uji t) polled

varian, uji-t dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan skor rerata

hasil tes materi IPS antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, disamping itu

untuk meyakinkan bahwa kelas yang dijadikan sampel penelitian merupakan kelas

yang setara.

Uji kesetaraan yang dilakukan menggunakan bantuan SPSS 17.0 for

windows dengan signifikansi 5%. Jika angka signifikansi hitung kurang dari 0,05

maka kelas tersebut tidak setara. Sedangkan jika angka signifikansi hitung lebih

besar dari 0,05 maka kelas tersebut setara.

Berdasarkan uji kesetaraan menggunakan analisis anava satu jalan

didapatkan F hitung 0,702. Pada taraf signifikansi 5% didapatkan F tabel sebesar

2,29.Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel

sehingga seluruh kelas dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang setara.

Page 101: Tesis Made Martin Rusmaja

95

Berdasarkan data hasil uji kesetaraan di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa seluruh siswa kelas IV SD Gugus I Kecamatan Busungbiu

memiliki kemampuan yang setara. Dalam menunjuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol, peneliti melakukan sistem undian. Berdasarkan sistem undian yang telah

dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa SDN 5 Busungbiu dan SDN 6

Busungbiu sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa 42 orang dan SDN

4 Busungbiu dan SDN 9 Busungbiu sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa

45 orang. Jadi jumlah keseluruhan sampel 87 orang siswa.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Variabel

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi variabel

bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas pada penelitian ini adalah

metode role playing yang dilaksanakan pada kelompok eksperimen dan metode

konvensional yang dilaksanakan pada kelompok kontrol. Sedangkan variabel

terikat pada penelitian ini adalah sikap sosial (Y1) dan hasil belajar IPS (Y2).

3.3.2 Definisi Variabel

1) Metode Role Playing

a) Definisi Konsep

Metode Bermain Peran adalah metode pembelajaran yang didalamnya

terdapat tujuan serta aturan yang sekaligus melibatkan unsur senang di dalamnya.

Metode Bermain Peran ini, mengkondisikan siswa pada situasi tertentu di dalam

kelas yang diambil dari kehidupan social masyarakat dan kemudian dijadikan

Page 102: Tesis Made Martin Rusmaja

96

sebagai topik pembelajaran di dalam kelas. Metode Bermain Peran, menurut

Sudjana (1983:78-79) adalah suatu kegiatan belajar yang menekankan pada

kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi

pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan. Tujuan yang diharapkan

dengan menggunakan metode bermain peran ini, antara lain: agar siswa dapat

menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar bagaimana

membagi tanggung jawab, dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam

situasi kelompok secara spontan dan merangsang kelas untuk berpikir dan

memecahkan masalah. Sehingga Metode Bermain Peran diartikan sebagai salah

satu metode yang dapat menyajikan bahan pelajaran dengan cara memainkan

peranan dan mendramatisasikan suatu situasi social yang mengandung suatu

problem, dengan harapan agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang

dihadapi dalam hubungan social dengan orang-orang di lingkungan keluarga,

sekolah maupun masyarakat.

Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) menyatakan bahwa terdapat empat

asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan

perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan metode-metode

mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut adalah (1) mendukung suatu situasi

belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi

‘’di sini pada saat ini’’. Metode ini percaya bahwa sekelompok peserta didik

dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. (2)

bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan

perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. (3) emosi

Page 103: Tesis Made Martin Rusmaja

97

dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui

proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa

saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dan

(4) proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system

keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara

spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya

yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu

dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit

untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.

Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk

memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi

masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah

siswa bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang

pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran,

siswa berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai

dengan tema yang dipilih.

b) Definisi Operasional

Metode Bermain Peran dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas

dimana dalam pembelajarannya membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar

kelas dan memainkan peran orang lain.

Adapun sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut (shaftel dalam Munandar):

(1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik

Page 104: Tesis Made Martin Rusmaja

98

Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik

terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan

dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita

dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan.

Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan

masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui

bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan

peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta

memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak

dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah

karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling

menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik

menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.

(2) Memilih partisipan/peran

Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru

mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,

bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian

para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran.

jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat

menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan

posisi tertentu.

Page 105: Tesis Made Martin Rusmaja

99

(3) Menyusun tahap-tahap peran

Menyususn tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-

garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog

khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara

spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan

mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah

tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk

menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan

mereka siap untuk memainkannya.

(4) Menyiapkan pengamat

Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan

terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut

mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif

mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar pengamat turut

terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang

dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan

perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran

yang dimainkan?

(5) Pemeranan

Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara

spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan

setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran

tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus

Page 106: Tesis Made Martin Rusmaja

100

dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967) mengemukakan bahwa

pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan

kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang

dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat

berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang

seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta

didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu

yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran

dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya

pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.

(6) Diskusi dan evaluasi

Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran

dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional

maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para

peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai

dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya

mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat

untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

(7) Pemeranan ulang

Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai

alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut.

Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya

Page 107: Tesis Made Martin Rusmaja

101

pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran

lainnya.

(8) Diskusi dan evaluasi tahap dua

Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama

seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil

pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih

jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah,

meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya.

Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam

menghadapi masalah kehidupan.

(9) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan

Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus

menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran

ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga

dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka

bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini

mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah

terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan

bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para

peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan

dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta

didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

Page 108: Tesis Made Martin Rusmaja

102

Jadi dalam penelitian ini mengukur seberapa besar pengaruh penerapan

Metode Pembelajaran Bermain Peran terhadap kemampuan berbicara siswa dan

kreativitas siswa terhadap materi pelajaran IPS kelas IV SD.

2) Metode Konvensional

a) Definisi Konsep

Pembelajaran dengan metode konvensional merupakan pembelajaran

yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola

pembelajaran metode konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering

diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam pembelajaran metode

konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya

penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi

(prior knowledge) siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa

sebelum mereka belajar secara formal di sekolah.

Kegiatan mengajar dalam pembelajaran metode konvensional

cenderung diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan

metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni

menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara

itu peserta didik memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis.

Siswa dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan,

mencatat, dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada metode konvensional

berpusat pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan

siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang

bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen,

Page 109: Tesis Made Martin Rusmaja

103

menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat

tradisional dengan paper and pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban

yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas

yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung

satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-

potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar.

b) Definisi Operasional

Pembelajaran dengan metode konvensional memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: (1) pendidik yang banyak berbicara di dalam kelas, (2) pembelajaran

banyak ditekankan pada penggunaan buku teks, (3) pendidik jarang memberikan

kesempatan kepada murid untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas yang

mestinya dapat diselesaikan bersama oleh siswa, (4) menyuruh peserta didik

mengerjakan tugas mandiri padahal tugasnya tergolong low level skill yang tidak

menuntut kemampuan berpikir rumit, dan (5) guru kurang menghargai

kemampuan berpikir peserta didik. Kebanyakan pendidik tidak membuat peserta

didik mampu berpikir dengan membiasakan mereka berhadapan dengan isu yang

menantang, dan acapkali meminta murid hanya memberikan satu jawaban yang

benar, (6) Pendidikan di sekolah dirumuskan sebagai dunia yang pasti. Peserta

didik datang ke sekolah untuk tahu hal yang pasti tersebut, dan ini pun

sepenuhnya disediakan oleh guru. Tidak ada kemungkinan bagi siswa untuk

memperoleh sesuatu yang lain yang ingin diketahuinya. Dengan demikian, siswa

akan menganggap guru sebagai sumber informasi dalam pembelajaran di kelas.

Page 110: Tesis Made Martin Rusmaja

104

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, pembelajaran konvensional merupakan

sebuah praktik yang mekanistik dan sederhana menjadi pemberian informasi.

Adapun lima fase dari sintaks pembelajaran dengan metode konvensional adalah

sebagai berikut; fase-1 menyampaikan tujuan dan pembelajaran dan

mempersiapkan siswa, fase-2 mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan,

fase-3 membimbing pelatihan, fase-4 mengecek pemahaman dan memberikan

umpan balik, dan fase-5 memberikan kesempatan untuk melakukan pelatihan

lanjutan dan penerapan.

3) Sikap Sosial

a) Definisi Konsep

Sikap merupakan kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata

dalam kegiatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang

menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial.

Sikap sosial merupakan apresiasi nilai sosial individu dalam kelompok

sebagai hasil komunikasi antara anggota kelompok, (The appreciation of the

social value is an attitude. If it is general in the group, as a result of

communication, it is a social attitude). Sikap sosial adalah masalah yang erat

hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang terdapat dalam kelompok,

dimana individu menjadi anggota atau berhasrat mengadakan hubungan struktural

organisatoris dan atau berhasrat mengadakan hubungan psikologik. Nilai-nilai

sosial merupakan aspek penting dalam sikap sosial yang dijadikan dasar

mengidentifikasi sikap sosial tersebut. Nilai-nilai sosial yang sering dijadikan

Page 111: Tesis Made Martin Rusmaja

105

dasar seseorang dalam berinteraksi adalah : (1) keterbukaan, (2) empati, (3)

komunikasi, (4) kerjasama.

b) Definisi Operasional

Agar dapat diukur dan dijadikan indikator dalam penilaian terhadap sikap

sosial, maka dilakukan pengembangan indikator yang lebih operasional terhadap

nilai-nilai sosial tersebut. Adapun pengembangan yang dilakukan berdasarkan

dimensi atau nilai-nilai yang ada adalah sebagai berikut.

1) Keterbukaan

a) Berterus terang pada teman

b) Bersedia untuk bersikap jujur

c) Menerima dan menghargai perbedaan suku, agama, kepercayaan, ras,

etnis, antar individu

d) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain

2) Empati

a) Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

b) Merasakan apa yang dirasakan orang lain

c) Peduli terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya

3) Komunikasi

a) Senang berkomunikasi

b) Menciptakan suasana mendukung komunikasi

c) Mampu berbicara dalam forum

d) Santun dalam berbicara

4) Kerjasama

Page 112: Tesis Made Martin Rusmaja

106

a) Tolong menolong

b) Bekerja secara berkelompok

c) Bersahabat

d) Tidak menyinggung orang lain

Nilai-nilai sikap sosial tersebut akan dinilai menggunakan lembar

kuesioner dengan skala likert. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dan dijabarkan lagi menjadi

indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang dapat

diukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa

pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban

dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan

dengan kata-kata sebagai berikut:

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) = 5 Sangat Setuju (SS) = 1

Setuju (S) = 4 Setuju (S) = 2

Kurang Setuju (KS) = 3 Kurang Setuju (KS) = 3

Tidak Setuju (TS) = 2 Tidak Setuju (TS) = 4

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5

4) Hasil Belajar

a) Definisi Konsep

Hasil belajar merupakan hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak

berupa nilai mata pelajaran. Hasil belajar IPS merupakan hasil yang telah dicapai

atau diperoleh anak berupa nilai dalam mata pelajaran IPS.

Page 113: Tesis Made Martin Rusmaja

107

b) Definisi Operasional

Tolak ukur prestasi dan kemajuan belajar siswa dapat dilihat pada

perolehan hasil belajarnya yang berupa nilai mata pelajaran. Hasil belajar yang

konkrit berdasarkan dokumentasi dari berkas dan bukti-bukti hasil pekerjaan

siswa secara utuh, baik menyangkut aspek pengetahuan, sikap maupun

keterampilan tentang sesuatu konsep yang diketahuinya. Diukur dengan

menggunakan skala interval.

3.4 Prosedur Eksperimen

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Awal Eksperimen

a. Tahap persiapan ini dimulai dengan melakukan studi pendahuluan di Kelas

IV Gugus I Busungbiu. Studi pendahuluan yang dilakukan berupa

pengumpulan data hasil belajar siswa yang diperoleh dari guru IPS kelas IV

dan observasi kelas disaat guru melaksanakan proses pembelajaran.

b. Perumusan masalah penelitian yang didapat dari hasil studi pendahuluan.

c. Penemuan solusi dari permasalahan penelitian.

d. Mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa soal pretest, posttest, dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

e. Melakukan validasi instrument penelitian.

f. Merevisi instrumen penelitian.

g. Melakukan uji coba instrumen.

h. Menganalisis data hasil uji coba instrumen (uji coba instrumen sikap sosial,

uji coba instrumen hasil belajar IPS, dan uji reliabilitas instrumen).

Page 114: Tesis Made Martin Rusmaja

108

i. Memberikan soal pretest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

2. Tahap Pelaksanaan Eksperimen

a. Melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode role playing di

kelas eksperimen dan menerapkan metode konvensional di kelas kontrol.

Tahap Persiapan

Persiapan untuk bermain peran: (1) Guru permasalahan yang

mengandung pendangan-pandangan yang berbeda dan kemungkinan

pemecahannya; (2) Guru mengarahkan siswa pada situasi dan masalah

yang akan dihadapi.

Memilih pemain: (1) Guru memilih beberapa siswa untuk dijadikan

sebagai pemain; (2) Guru membagi kelompok pemain paling banyak 5

orang; (3) Guru membagikan peran ke siswa.

Persiapan para pemain: (1) siswa mempersiapkan kelengkapan yang

diperlukan; (2) Siswa sudah memahami apa yang akan dilakukan;

Pelaksanaan

Siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.

Guru mengawasi aktivitas siswa.

Guru memberikan arahan.

Tindak Lanjut

Diskusi: (1) Diskusi tindak lanjut tentang kegiatan yang telah

dilakukan; (2) Menganalisis, menafsirkan, memberi jalan keluar atau

Page 115: Tesis Made Martin Rusmaja

109

merekreasi; (3) Guru melakukan penilaian tentang apa yang telah

dilaksanakan.

Melakukan bermain peran kembali

b. Memberikan soal posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap Akhir Eksperimen

a. Memberikan skor dari hasil posttest (posstest tentang sikap sosial dan hasil

belajar IPS) siswa.

b. Menghitung rata-rata hasil posttest siswa.

c. Menghitung standar deviasi siswa.

d. Menguji normalitas data, uji homogenitas varians, dan uji korelasi variabel

terikat.

e. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan MANOVA.

f. Membuat kesimpulan.

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini akan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa

metode pengumpulan data yang disesuaikan dengan tuntutan data dari masing-

masing rumusan permasalahan. Data yang diperoleh haruslah valid dan reliabel,

untuk menunjang penelitian agar berjalan dengan lancar. Berkaitan dengan

rumusan permasalahan pada penelitian ini maka ada dua jenis data yang

diperlukan, yakni sikap sosial siswa dan hasil belajar siswa.

Page 116: Tesis Made Martin Rusmaja

110

Untuk mengumpulkan data sikap sosial dalam pembelajaran IPS

dikumpulkan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan syarat-syarat

pembuatan instrumen dengan modifikasi dari skala Likert. Sedangkan data

mengenai hasil belajar dikumpulkan dengan memberikan tes pilihan ganda

(objektif) dengan empat pilihan (option). Kuesioner dan tes tersebut kemudian

divalidasi. Untuk lebih jelasnya, teknik pengumpulan data dapat dilihat pada

Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

No Data Teknik Pengumpulan

Data

Instrumen

1. Data sikap sosial Kuesioner Kuesioner sikap sosial siswa dalam pembelajaran berbentuk pertanyaan dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang dipilih

2. Data hasil belajar Tes Tes hasil belajar IPS kelas IV berbentuk pilihan ganda

2. Instrumen Penelitian

Penelitian ini penggunaan instrumen sesuai dengan jenis dan sifat data

yang dicari. Kisi-kisi instrumen yang dibuat dengan mempertimbangkan

karakteristik tiap data, penyusunan kisi-kisi yang disusun untuk menjamin

kelengkapan dan validitas instrumen. Kisi-kisi hasil belajar dibuat dengan

berpedoman pada landasan kurikulum yang ada yakni kurikulum KTSP 2006

menyangkut standar kompetensi, kompetensi dasar, aspek materi dan

indikatornya. Kisi-kisi instrumen penelitian yaitu instrumen sikap sosial dibuat

sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada grand teory dari sikap sosial dan

Page 117: Tesis Made Martin Rusmaja

111

mengacu pada materi IPS kelas IV SD. Sebelum instrumen digunakan, terlebih

dahulu dilakukan expert judgment oleh dua orang pakar guna mendapatkan

kualitas tes yang baik.

1) Konsepsi Instrumen

a) Konsepsi Sikap Sosial

Sikap sosial adalah apresiasi nilai sosial individu dalam kelompok

sebagai hasil komunikasi antara anggota kelompok, (The appreciation of the

social value is an attitude. If it is general in the group, as a result of

communication, it is a social attitude). Sikap sosial adalah masalah yang erat

hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang terdapat dalam kelompok,

dimana individu menjadi anggota atau berhasrat mengadakan hubungan struktural

organisatoris dan atau berhasrat mengadakan hubungan psikologik. Nilai-nilai

sosial merupakan aspek penting dalam sikap sosial yang dijadikan dasar

mengidentifikasi sikap sosial tersebut. Nilai-nilai sosial yang sering dijadikan

dasar seseorang dalam berinteraksi adalah : (1) keterbukaan, (2) empati, (3)

komunikasi, (4) kerjasama.

Agar dapat diukur dan dijadikan indikator dalam penilaian terhadap

sikap sosial, maka dilakukan pengembangan indikator yang lebih operasional

terhadap nilai-nilai sosial tersebut. Adapun pengembangan yang dilakukan

berdasarkan dimensi atau nilai-nilai yang ada adalah sebagai berikut.

(1) Keterbukaan

(a) Berterus terang pada teman

(b) Bersedia untuk bersikap jujur

Page 118: Tesis Made Martin Rusmaja

112

(c) Menerima dan menghargai perbedaan suku, agama, kepercayaan, ras,

etnis, antar individu

(d) Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain

(2) Empati

(a) Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

(b) Merasakan apa yang dirasakan orang lain

(c) Peduli terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya

(3) Komunikasi

(a) Senang berkomunikasi

(b) Menciptakan suasana mendukung komunikasi

(c) Mampu berbicara dalam forum

(d) Santun dalam berbicara

(4) Kerjasama

(a) Tolong menolong

(b) Bekerja secara berkelompok

(c) Bersahabat

(d) Tidak menyinggung orang lain

Nilai-nilai sikap sosial tersebut akan dinilai menggunakan lembar

kuesioner dengan skala likert. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dan dijabarkan lagi menjadi

indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang dapat

diukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa

pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban

Page 119: Tesis Made Martin Rusmaja

113

dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan

dengan kata-kata sebagai berikut:

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) = 5 Sangat Setuju (SS) = 1

Setuju (S) = 4 Setuju (S) = 2

Kurang Setuju (KS) = 3 Kurang Setuju (KS) = 3

Tidak Setuju (TS) = 2 Tidak Setuju (TS) = 4

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5

b) Konsepsi Hasil Belajar IPS

Hasil belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai

siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa

perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur

dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.

Hasil belajar yang dimaksud dalam hal ini merupakan hasil kesimpulan

yang sudah mewakili kualitas penilaian baik dalam perkembangan kemajuan

bidang ilmu, pengalaman, respon, sikap dan penguasaan keterampilan yang

berguna bagi siswa. Tingkat hasil belajar siswa kelas IV setelah mengikuti metode

role playing dan metode konvensional dalam pembelajaran dapat ditunjukkan dari

skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes hasil belajar.

Tolak ukur prestasi dan kemajuan belajar siswa dapat dilihat pada

perolehan hasil belajarnya. Hasil belajar yang konkrit berdasarkan dokumentasi

dari berkas dan bukti-bukti hasil pekerjaan siswa secara utuh, baik menyangkut

aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan tentang sesuatu konsep yang

Page 120: Tesis Made Martin Rusmaja

114

diketahuinya. Siswa tidak sekedar memahami suatu konsep secara teoritik-

keilmuan, lebih dari itu siswa dapat menghayati konsep itu melalui proses

keilmuan dan akhirnya diharapkan siswa dapat menyikapi konsep itu dalam wujud

pengambilan keputusan (decicion making) dengan segala konsekuensinya.

2) Kisi-Kisi Instrumen

a) Kisi-Kisi Sikap Sosial

Adapun kisi-kisi mengenai sikap sosial siswa dalam pembelajaran dapat

dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Sikap Sosial

No Variabel Dimensi Indikator Jlh Butir

No. ButirSkala Sumber

DataPernyataan Positif

Pernyataan Negatif

1. Sikap Sosial

1. Keterbukaan 1. Berterus terang pada teman

2. Bersedia untuk bersikap jujur

3. Menerima dan menghargai perbedaan suku, agama, kepercayaan, ras, etnis, antar individu

4. Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain

5

4

5

4

1, 11, 20, 29, 45

2, 23, 56

4, 19, 24, 47

5, 13, 30, 48

3

25

Inter-val

Siswa

2. Berempati 1. Menunjukkan sikap yang hangat pada teman

2. Merasakan apa yang dirasakan

4

5

6, 12, 49

7, 32, 50, 59

31

57

Inter-val

Siswa

Page 121: Tesis Made Martin Rusmaja

115

orang

3. Peduli terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya

6 8, 15, 21, 33, 58

9

3. Komunikasi 1. Senang berkomunikasi

2. Menciptakan suasana mendukung komunikasi

3. Mampu berbicara dalam forum

4. Santun dalam berbicara

4

5

4

3

10, 34, 40

17, 22, 35, 53, 54

16, 43, 60

38, 55

14

36

41

Inter-val

Siswa

4. Kerjasama 1. Tolong menolong

2. Bekerja secara berkelompok

3. Bersahabat

4. Tidak menyinggung orang lain

2

3

4

2

18, 44

26, 39

28, 42, 52

27, 37

51

46

Inter-val

Siswa

b) Kisi-Kisi Hasil Belajar

Adapun kisi-kisi mengenai hasil belajar siswa dalam pembelajaran

dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.

Page 122: Tesis Made Martin Rusmaja

116

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Hasil belajar

Kompetensi Dasar Indikator Jenjang Kognitif Jumlah

SoalC1 C2 C3

2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya

1. Menjelaskan pengertian kegiatan ekonomi

6,8 2

2. Menyebutkan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dilingkungan setempat

1,2,3,10, 12,14,16, 18

8

3. Membuat daftar kegiatan pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi

4,5,7,9, 11,13, 17,19

8

2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

4. Menjelaskan pengertian koperasi

15,21, 28, 30,33, 36

6

5. Menyebutkan prinsip-prinsip koperasi

22,24,25, 31,34

5

6. Menjelaskan tujuan koperasi

39 1

7. Membedakan koperasi dengan jenis usaha lainnya

20,23, 37, 40

4

8. Menyebutkan manfaat koperasi

26,27,29 3

2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi,

9. Menyebutkan jenis-jenis

teknologi untuk

32,38,42, 43

4

Page 123: Tesis Made Martin Rusmaja

117

konsumsi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya

berproduksi pada masa lalu dan masa kini

10. Memberi contoh bahan baku yang dapat diolah menjadi beberapa bahan produksi

41,44, 2

11.Menyebutkan alat-alat

teknologi komunikasi yang digunakan pada masa lalu dan masa kini

47,48 2

12.Menjelaskan cara-cara

penggunaan alat teknologi komunikasi pada masa lalu dan masa kini

45,50 2

13.Membedakan jenis-jenis teknologi transportasi pada masa lalu dan masa kini

35,46, 49

3

JUMLAH 22 18 10 50

Page 124: Tesis Made Martin Rusmaja

118

3) Validitas/Uji Coba Instrumen

Instrumen-instrumen yang disusun sebelum digunakan untuk

mengambil data penelitian terlebih dahulu diuji coba, uji coba dilakukan terhadap

sikap sosial siswa dan tes hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS SD.

a) Uji Coba Instrumen Sikap Sosial

Instrumen sikap sosial dibuat berdasarkan kisi-kisi. Instrumen yang

dibuat kemudian dikonsultasikan dengan ahli. Selanjutnya instrumen tersebut

diuji validitasnya.

(1) Validitas Isi Sikap Sosial

Uji validitas isi ditentukan oleh Gregory (2000). Mekanisme

perhitungan validitas tersebut adalah sebagai berikut: 1) pakar menilai setiap

instrumen; (2) penilaian dikelompokkan menjadi kurang relevan dan sangat

relevan; (3) hasil penilaian pakar ditabulasi dalam bentuk matrik; (4) melakukan

tabulasi silang antara dua pakar; (5) menghitung validitas isi. Matrik validitas

tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Matrik Tabulasi Penilaian Tes Dua Pakar

Penilai IKurang relevan Sangat relevan

Penilai II Kurang releven (A) (B)Sangat relevan (C) (D)

V = D

A+B+C+D

Keterangan:

V = validitas isiA = sel yang menunjukkan ketidaksetujuan antara kedua pakarB dan C = sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara pakarD = sel yang menunjukkan persetujuan yang valid antara kedua pakar

Page 125: Tesis Made Martin Rusmaja

119

Hasil tabulasi penilaian pakar terhadap isi lembar kuesioner sikap sosial.

(1) Tabulasi Data Hasil Penilaian Pakar

Hasil tabulasi data hasil penilaian pakar dapat dilihat pada Tabel 3.7 di

bawah ini.

Tabel 3.7 Tabulasi Data Hasil Penilaian Pakar

Penilai I Penilai II

Kurang Relevan(skor 1 - 2)

Sangat Relevan(skor 3 - 4)

Kurang Relevan (skor 1 - 2)

Sangat Relevan (skor 3 - 4)

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60.

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60.

(2) Tabulasi Silang (2x2)

Hasil tabulasi silang (2x2) dari penilaian pakar dapat dilihat pada tabel 3.8

di bawah ini

Tabel 3.8 Tabulasi Silang (2x2)

Penilai IKurang Relevan

(skor 1 - 2)Sangat relevan

(skor 3 - 4)

Penilai II

Kurang Relevan(skor 1 - 2)

(A)0

(B)0

Sangat relevan(skor 3 - 4)

(C)0

(D)60

Page 126: Tesis Made Martin Rusmaja

120

(3) Validitas Isi Lembar Kuesioner Sikap Sosial

Validasi Isi= DA+B+C+D

¿ 600+0+0+60

¿ 6060

¿1

Dengan demikian koefisien validitas isi lembar kuesioner sikap sosial

adalah 1.

(2) Validitas Butir Tes

Pengukuran validitas instrumen tiap butir dalam penelitian ini,

digunakan analisis item, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan

skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir soal. Penentuan validitas butir

soal digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut.

rxy =

N ΣXY −ΣX ΣY

√( N Σ X2− (ΣX )2 )(N ΣY 2−(ΣY )2)

(Sugiyono, 2011)

Keterangan:

rxy = korelasi antara skor butir dengan skor totalX = skor butirY = skor totalN = banyaknya responden

Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan harga rxy

dengan harga tabel kritik r product moment. Apabila rxy lebih besar dari pada rxy

Page 127: Tesis Made Martin Rusmaja

121

tabel (pada taraf signifikansi 5 %), maka butir tes dikatakan valid begitu pula

sebaliknya. Untuk menghitung validitas butir digunakan program exel. Adapun

hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Validitas Butir Kuesioner Sikap Sosial

No Butir r hit r tab

Status Butir

No Butir r hit r tab

Status Butir

1 0,2933 0,3 Valid 31 0,4952 0,3 Valid2 0,3709 0,3 Valid 32 0,2008 0,3 Drop3 0,1539 0,3 Drop 33 0,4061 0,3 Valid4 0,4386 0,3 Valid 34 0,4098 0,3 Valid5 0,3984 0,3 Valid 35 0,4061 0,3 Valid6 0,3433 0,3 Valid 36 0,4216 0,3 Valid7 0,4974 0,3 Valid 37 0,4006 0,3 Valid8 0,4148 0,3 Valid 38 0,3643 0,3 Valid9 0,5052 0,3 Valid 39 0,2265 0,3 Drop10 0,2176 0,3 Drop 40 0,3409 0,3 Valid11 0,1166 0,3 Drop 41 0,4258 0,3 Valid12 0,5802 0,3 Valid 42 0,3678 0,3 Valid13 0,5249 0,3 Valid 43 0,359 0,3 Valid14 0,5357 0,3 Valid 44 0,3892 0,3 Valid15 0,3651 0,3 Valid 45 0,3221 0,3 Valid16 0,3492 0,3 Valid 46 0,4165 0,3 Valid17 0,1363 0,3 Drop 47 0,4584 0,3 Valid18 0,357 0,3 Valid 48 0,3547 0,3 Valid19 0,4359 0,3 Valid 49 0,5777 0,3 Valid20 -0,0436 0,3 Drop 50 0,5824 0,3 Valid21 0,3867 0,3 Valid 51 0,4742 0,3 Valid22 0,3783 0,3 Valid 52 0,3287 0,3 Valid23 0,3968 0,3 Valid 53 0,3026 0,3 Valid24 0,4049 0,3 Valid 54 0,1937 0,3 Drop25 0,3957 0,3 Valid 55 0,357 0,3 Valid26 0,4385 0,3 Valid 56 0,0172 0,3 Drop27 0,4996 0,3 Valid 57 0,3912 0,3 Valid28 0,4067 0,3 Valid 58 0,2169 0,3 Drop29 0,3843 0,3 Valid 59 0,4806 0,3 Valid30 0,3964 0,3 Valid 60 0,4606 0,3 Valid

Page 128: Tesis Made Martin Rusmaja

122

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan butir soal yang valid

ada 50, sedangkan butir soal yang gugur ada 10 soal yaitu soal nomor 3, 10, 11,

17, 20, 32, 39, 54, 56, dan 58. Data lebih rinci dapat dilihat pada lampiran.

(3) Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas instrumen dilakukan secara internal konsistensi yakni

mencoba instrumen sekali saja kemudian butir yang telah dinyatakan valid

berdasarkan uji validitas dengan Alpha Cronbach. Reliabilitas instrumen yang

berbentuk angket dan rating scale diuji dengan rumus Alpha Cronbach (Koyan,

2011: 135). Adapun rumusnya sebagai berikut.

r1.1=( kk−1 ) ( SDt ²−Σ SD t ²

SDtot ² )(Koyan, 2011)

Keterangan:

r1.1 = koefisien reliabilitask = banyak butir dalam instrumenSDt

2 = varians skor tiap butirSDtot

2 = varian skor total

Untuk menentukan derajat reliabilitas tes dapat digunakan kriteria yang

dikemukakan oleh Guilford dalam Koyan (2011: 136) sebagai berikut.

< 0,20 = sangat rendah

0,20 < 0,40 = rendah

0,40 < 0,60 = sedang

0,60 < 0,80 = tinggi

0,80 < 1,00 = sangat tinggi

Page 129: Tesis Made Martin Rusmaja

123

Pada penelitian ini suatu tes dinyatakan reliabel jika memberikan nilai

Alpha Cronbach (α) > 0.60 sesuai dengan klasifikasi Guilford tersebut..

Berdasarkan hasil perhitungan didapat reliabilitas soal sebesar 0,89 berada pada

kategori “sangat tinggi”. Hasil perhitungan yang lebih rinci dapat dilihat pada

lampiran.

b) Uji Coba Instrumen Hasil Belajar

(1) Validitas Isi Tes Hasil Belajar IPS

Uji validitas isi ditentukan oleh Gregory (2000). Mekanisme perhitungan

validitas tersebut adalah sebagai berikut: 1) pakar menilai setiap instrumen; (2)

penilaian dikelompokkan menjadi kurang relevan dan sangat relevan; (3) hasil

penilaian pakar ditabulasi dalam bentuk matrik; (4) melakukan tabulasi silang

antara dua pakar; (5) menghitung validitas isi. Matrik validitas tersebut dapat

dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10 Matrik Tabulasi Penilaian Tes Dua Pakar

Penilai IKurang relevan Sangat relevan

Penilai II Kurang releven (A) (B)Sangat relevan (C) (D)

V = D

A+B+C+D

Keterangan:V = validitas isiA = sel yang menunjukkan ketidaksetujuan antara kedua pakarB dan C = sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara pakarD = sel yang menunjukkan persetujuan yang valid antara kedua pakar

Page 130: Tesis Made Martin Rusmaja

124

Hasil Tabulasi Penilaian Pakar terhadap Isi Tes Hasil Belajar IPS

(1) Tabulasi Data Hasil Penilaian Pakar

Hasil tabulasi data hasil penilaian pakar dapat dilihat pada Tabel 3.11 di

bawah ini.

Tabel 3.11 Tabulasi Data Hasil Penilaian Pakar

Penilai I Penilai II

Kurang Relevan(skor 1 - 2)

Sangat Relevan(skor 3 - 4)

Kurang Relevan (skor 1 - 2)

Sangat Relevan (skor 3 - 4)

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50

(2) Tabulasi Silang (2x2)

Hasil tabulasi silang (2x2) dari penilaian pakar dapat dilihat pada tabel

3.12 di bawah ini.

Tabel 3.12 Tabulasi Silang (2x2)

Penilai IKurang Relevan

(skor 1 - 2)Sangat relevan

(skor 3 - 4)

Penilai II

Kurang Relevan(skor 1 - 2)

(A)0

(B)0

Sangat relevan(skor 3 - 4)

(C)0

(D)50

Page 131: Tesis Made Martin Rusmaja

125

(3) Validitas Isi Tes Hasil belajar IPS

Validasi Isi= DA+B+C+D

¿ 500+0+0+50

¿ 5050

¿1

Dengan demikian koefisien validitas isi tes hasil belajar IPS adalah 1.

(2) Validitas Butir Tes

Validitas alat ukur adalah ketepatan alat ukur dengan hal yang diukur

(Koyan, 2011: 124). Data hasil belajar ini bersifat dikotomi karena skor tes hasil

belajar IPS adalah 0-1, maka menggunakan formula korelasi Point Biserial

dengan rumus sebagai berikut.

rpbi = M p−M t

S t √ pq

(Koyan, 2011)

Keterangan:

rpbi = koefisien korelasi point biserialMp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi butir yang dicari

validitasnyaMt = rerata skor totalSt = standar deviasi dari skor totalp = proporsi siswa yang menjawab betul (banyaknya siswa yang menjawab

betul dibagi dengan jumlah seluruh siswa)q = proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)

Page 132: Tesis Made Martin Rusmaja

126

Nilai rpbi ini kemudian dibandingkan dengan nilai rtabel (a ; n - 2). Jika

rpbi > rtabel maka butir tersebut valid dan jika sebaliknya berarti tidak valid.

Adapun hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.13.

Tabel 3.13 Validitas Butir Tes Hasil belajar IPS.

No Butir r hit r tab

Status Butir

No Butir r hit r tab

Status Butir

1 0,31 0,3 Valid 26 0,49 0,3 Valid2 0,32 0,3 Valid 27 0,41 0,3 Valid3 0,23 0,3 Drop 28 0,26 0,3 Drop4 0,43 0,3 Valid 29 0,32 0,3 Valid5 0,55 0,3 Valid 30 0,34 0,3 Valid6 0,23 0,3 Drop 31 0,39 0,3 Valid7 0,41 0,3 Valid 32 0,43 0,3 Valid8 0,39 0,3 Valid 33 0,26 0,3 Drop9 0,42 0,3 Valid 34 0,38 0,3 Valid10 0,34 0,3 Valid 35 0,37 0,3 Valid11 0,34 0,3 Valid 36 0,37 0,3 Valid12 0,41 0,3 Valid 37 0,32 0,3 Valid13 0,31 0,3 Valid 38 0,29 0,3 Drop14 0,56 0,3 Valid 39 0,26 0,3 Drop15 0,31 0,3 Valid 40 0,26 0,3 Drop16 0,41 0,3 Valid 41 0,39 0,3 Valid17 0,39 0,3 Valid 42 0,39 0,3 Valid18 0,23 0,3 Drop 43 0,28 0,3 Drop19 0,51 0,3 Valid 44 0,39 0,3 Valid20 0,32 0,3 Valid 45 0,32 0,3 Valid21 0,30 0,3 Valid 46 0,49 0,3 Valid22 0,58 0,3 Valid 47 0,41 0,3 Valid23 0,16 0,3 Drop 48 0,33 0,3 Valid24 0,43 0,3 Valid 49 0,22 0,3 Drop25 0,21 0,3 Drop 50 0,34 0,3 Valid

Berdasarkan hasil perhitungan dengan berbantuan program exel, soal

yang valid ada 38, sedangkan yang gugur ada 12 soal. Data lebih rinci dapat

dilihat pada lampiran.

Page 133: Tesis Made Martin Rusmaja

127

(3) Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas alat ukur adalah keterandalan alat ukur atau keajegan alat

ukur, artinya kapanpun alat ukur itu digunakan akan menghasilkan hasil ukur

yang relatif tetap. Tes yang baik adalah tes yang dapat dengan tetap (ajeg)

memberikan data yang sebenarnya dengan kata lain dimanapun tes ini digunakan

maka akan memberikan hasil yang sama. Bentuk tes yang digunakan pada tes

hasil belajar ini adalah pilihan ganda dengan skor 0-1, maka untuk mencari

reliabilitasnya dapat digunakan rumus KR-20 (Koyan, 2011: 133) sebagai berikut.

r1.1=( kk−1 )( SDt

2−Σpq

SDt2 )

(Koyan, 2011)

Keterangan:r1.1 = koefisien reliabilitas tesp = proporsi testee yang menawab betulq = proporsi testee yang menjawab salahn = banyaknya testeeSDt

2 = varian total tespq = p x qk = banyaknya butir tes

Kriteria normatif menurut Guilford dalam Candiasa (2004) sebagai berikut.

0,00-0,19 = sangat rendah

0,02-0,39 = rendah

0,40-0,59 = sedang

0,60-0,79 = tinggi

0,80-1,00 = sangat tinggi

Page 134: Tesis Made Martin Rusmaja

128

Berdasarkan hasil perhitungan, tingkat reliabilitas soal sebesar 0,86

dengan kategori “sangat tinggi”. Hasil lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.

(4) Daya Beda

Daya beda tes adalah kemampuan tes untuk membedakan antara siswa

yang pandai dan kurang pandai, artinya jika tes tersebut diberikan kepada siswa

yang tergolong pandai akan lebih banyak dapat dijawab dengan benar, sedangkan

jika diberikan kepada siswa yang tergolong kurang pandai akan lebih banyak

dijawab salah (Koyan, 2011: 140).

Sebelum menentukan daya beda tes terlebih dahulu ditentukan

kelompok atas dan kelompok bawah. Cara penentuan kelompok pada penelitian

ini menggunakan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah (Dantes, 2012:

109). Untuk mengetahui daya beda suatu tes dalam bentuk pilihan ganda dengan

skor 0-1 digunakan indeks Johnson. Perhitungan indeks Johnson didasarkan pada

pengambilan 27% golongan atas (yang mendapat skor tertinggi) dan 27%

golongan bawah (yang mendapat skor terendah). Salah satu cara untuk

mendapatkan indeks diskriminasi (daya beda) yaitu dengan menggunakan rumus

Chi-Kuadrat (Dantes, 2012:111). Bentuk rumus Chi-Kuadrat yang digunakan

adalah:

X2 = N ( pa−pb) ²

4 pq

Rumus Chi-Kuadrat Johnson (Dantes, 2012:111)

Keterangan:

X2 = indeks diskriminasi

Page 135: Tesis Made Martin Rusmaja

129

pa = proporsi jawaban benar dari golongan ataspb = proporsi jawaban benar dari golongan bawahp = rata-rata jumlah proporsi golongan atas dan golongan bawahq = 1 – pN = jumlah kelompok atas dan bawah

Kriteria Daya Beda (D):

0,00-0,19 = kurang baik0,20-0,39 = cukup baik0,40-0,70 = baik0,71-1,00 = sangat baik

Jika “D” negatif, soal tersebut sangat buruk dan harus dibuang. Tes

yang baik apabila memiliki D antara 0,15-0,20 atau lebih (Koyan, 2011: 141).

Adapun hasil perhitungan daya beda dapat dilihat pada tabel 3.14.

Tabel 3.14 Indeks Daya Beda Hasil belajar IPS

Nomor Butir RU RL f IJ Status Nomo

r Butir RU RL f IJ Status

1 12 7 19 0,26316 Cukup baik 26 5 1 19 0,21053 Cukup baik2 13 13 19 0 Kurang baik 27 13 13 19 0 Kurang baik3 12 7 19 0,26316 Cukup baik 28 13 10 19 0,15789 Kurang baik4 13 10 19 0,15789 Kurang baik 29 13 7 19 0,31579 Cukup baik5 13 10 19 0,15789 Kurang baik 30 13 12 19 0,05263 Kurang baik6 13 12 19 0,05263 Kurang baik 31 13 9 19 0,21053 Cukup baik7 4 7 19 0,1579 Kurang baik 32 12 7 19 0,26316 Cukup baik8 12 12 19 0 Kurang baik 33 13 6 19 0,36842 Cukup baik9 13 3 19 0,52632 baik 34 10 8 19 0,10526 Kurang baik10 12 5 19 0,36842 Cukup baik 35 13 12 19 0,05263 Kurang baik11 13 13 19 0 Kurang baik 36 13 7 19 0,31579 Cukup baik12 13 12 19 0,05263 Kurang baik 37 13 9 19 0,21053 Cukup baik13 13 8 19 0,26316 Cukup baik 38 13 6 19 0,36842 Cukup baik14 8 9 19 0,0526 Kurang baik 39 11 2 19 0,47368 baik15 8 7 19 0,05263 Kurang baik 40 13 9 19 0,21053 Cukup baik16 13 6 19 0,36842 Cukup baik 41 13 10 19 0,15789 Kurang baik17 12 12 19 0 Kurang baik 42 13 7 19 0,31579 Cukup baik18 11 8 19 0,15789 Kurang baik 43 11 5 19 0,31579 Cukup baik

Page 136: Tesis Made Martin Rusmaja

130

19 13 13 19 0 Kurang baik 44 12 3 19 0,47368 baik20 12 8 19 0,21053 Cukup baik 45 12 7 19 0,26316 Cukup baik21 13 5 19 0,42105 baik 46 13 6 19 0,36842 Cukup baik22 13 12 19 0,05263 Kurang baik 47 10 8 19 0,10526 Kurang baik23 13 12 19 0,05263 Kurang baik 48 13 12 19 0,05263 Kurang baik24 13 2 19 0,57895 baik 49 13 7 19 0,31579 Cukup baik25 11 4 19 0,36842 Cukup baik 50 13 9 19 0,21053 Cukup baik

Berdasarkan hasil perhitungan, indeks daya beda hasil belajar IPS

berada pada kategori “kurang baik, cukup baik, dan baik”. Data lebih lengkap

dapat dilihat pada lampiran.

(5) Taraf Kesukaran Tes

Berkualitas atau tidaknya butir tes hasil belajar dapat dilihat dari tingkat

kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir tes tersebut.

Butir tes dikatakan baik apabila butir soal tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu

mudah sehingga tes benar-benar menggambarkan kemampuan siswa tersebut.

Karena rubrik penilaian digunakan berskala 0-1, maka tingkat kesukaran butir tes

hasil belajar IPS menggunakan rumus sebagai berikut.

Pp = ΣPn

Keterangan:

Pp = tingkat kesukaran perangkat tesP = tingkat kesukaran tiap butirn = banyaknya butir tes

Kriteria tingkat kesukaran:

0,00-0,29 = sukar

0,30-0,70 = sedang

0,71-1,00 = mudah

Page 137: Tesis Made Martin Rusmaja

131

Tes yang baik adalah tes yang memiliki taraf kesukaran antara 0,25-

0,75 (Fernandes dalam Koyan, 2011: 140).

Adapun hasil perhitungan dari indeks kesukaran rata-rata dari butir tes

hasil belajar IPS dapat dilihat pada tabel 3.15.

Tabel 3.15 Indeks Kesukaran Rata-rata Butir Tes Hasil belajar IPS

No Butir SB N P (IKR) Status Butir No

Butir SB N P (IKR) Status Butir

1 50 73 0,684931 Sedang 26 24 73 0,328767 Sedang2 71 73 0,972602 Mudah 27 63 73 0,863014 Mudah3 45 73 0,616438 Sedang 28 66 73 0,90411 Mudah4 68 73 0,931506 Mudah 29 55 73 0,753425 Mudah5 65 73 0,890410 Mudah 30 69 73 0,945205 Mudah6 69 73 0,945205 Mudah 31 62 73 0,849315 Mudah7 32 73 0,438356 Sedang 32 54 73 0,739726 Mudah8 70 73 0,958904 Mudah 33 62 73 0,849315 Mudah9 55 73 0,753424 Mudah 34 54 73 0,739726 Mudah10 45 73 0,616438 Sedang 35 70 73 0,958904 Mudah11 68 73 0,931506 Mudah 36 63 73 0,863014 Mudah12 71 73 0,972602 Mudah 37 65 73 0,890411 Mudah13 61 73 0,835616 Mudah 38 54 73 0,739726 Mudah14 59 73 0,808219 Mudah 40 73 0,547945 Sedang15 44 73 0,602739 Sedang 40 57 73 0,780822 Mudah16 47 73 0,643835 Sedang 41 65 73 0,890411 Mudah17 64 73 0,876712 Mudah 42 55 73 0,753425 Mudah18 51 73 0,698630 Sedang 43 49 73 0,671233 Sedang19 71 73 0,972602 Mudah 44 43 73 0,589041 Sedang20 51 73 0,698630 Sedang 45 71 73 0,972602 Mudah21 54 73 0,739726 Mudah 46 61 73 0,835616 Mudah22 70 73 0,958904 Mudah 47 59 73 0,808219 Mudah23 66 73 0,904109 Mudah 48 44 73 0,602739 Sedang24 40 73 0,547945 Sedang 49 47 73 0,643835 Sedang25 46 73 0,630136 Sedang 50 64 73 0,876712 Mudah

Berdasarkan hasil perhitungan, butir soal yang diujicobakan berada pada

kriteria “mudah dan sedang”. Data yang lebih lengkap dapat dilihat pada

lampiran.

Page 138: Tesis Made Martin Rusmaja

132

3.6 Metode Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan ditabulasi rerata dan simpangan baku

menyangkut data sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa. Analisis statistik yang

digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan MANOVA.

Penelitian ini menyelidiki pengaruh satu variabel bebas terhadap dua variabel

terikat. Lebih lanjut rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.16di

bawah ini.

Tabel 3.16. Rancangan Analisis Data Hasil Penelitian

A1 A2

Y1 Y2 Y1 Y2

Keterangan:

A1 : metode role playing

A2 : metode konvensional

Y1 : sikap sosial

Y2 : hasil belajar IPS

Data hasil penelitian dianalisa secara bertahap. Tahapan-tahapan

tersebut adalah deskripsi data, uji prasyarat, dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang

dilakukan adalah uji normalitas data, uji homogenitas varians, dan uji korelasi

antar variabel terikat.

a. Deskripsi Data

Page 139: Tesis Made Martin Rusmaja

133

Pendeskripasian data sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa

berdasarkan tendensi data, meliputi mean, median, modus, standar deviasi,

varians, rentangan skor maksimum, dan skor minimum. Sebaran data sikap sosial

dan hasil belajar IPS siswa disajikan dalam bentuk tabel dan gambar diagram

untuk masing-masing metode.

Kualifikasi pendeskripsian data sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa,

juga menggunakan analisis univariant. Analisis ini didasarkan pada skor rerata

ideal (Mi) dan simpangan baku ideal (SDi). Kriteria kualifikasi sikap sosial dan

hasil belajar IPS siswa digolongkan menjadi lima dan disusun seperti pada Tabel

3.17 berikut ini.

Tabel 3.17. Kriteria Kualifikasi Sikap Sosial dan Hasil belajar pada Mata Pelajaran IPS

No Kriteria Kualifikasi1. > (Mi + 1,5 SDi) Sangat Tinggi2. (Mi + 0,5 SDi) s/d (Mi + 1,5 SDi) Tinggi3. (Mi - 0,5 SDi) s/d (Mi + 0,5 SDi) Sedang4. (Mi – 1,5 SDi) s/d (Mi – 0,5 SDi) Rendah5. < (Mi – 1,5 SDi) Sangat Rendah

Keterangan:

Mi : rata-rata ideal = 1/2 (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)

SDi : simpangan baku ideal = 1/6 (skor maksimum ideal – skor minimum ideal)

b. Uji Prasyarat Analisis

Pengujian asumsi dilakukan untuk mengetahui bahwa data yang

tersedia dapat dianalisis dengan parametrik atau tidak. Berkaitan dengan statistik

Page 140: Tesis Made Martin Rusmaja

134

yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini, uji asumsi yang

dilakukan meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians dan uji

korelasi antar variabel terikat.

1) Uji Normalitas Sebaran Data

Pengujian normalitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa sampel berasal

dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga uji hipotesis dapat dilakukan.

Uji normalitas data dilakukan pada empat kelompok data.

Kelompok pertama adalah sikap sosial dalam pembelajaran pada mata

pelajaran IPS yang mengikuti metode role playing, kelompok kedua adalah sikap

sosial dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPS yang mengikuti metode

konvensional, kelompok ketiga data hasil belajar siswa pada pelajaran IPS yang

mengikuti metode role playing, dan kelompok keempat data hasil belajar siswa

pada mata pelajaran IPS yang mengikuti metode konvensional.

Uji normalitas pada keempat kelompok data menggunakan SPSS-17.00

for windows uji statistik Kolmonogov-smirnov pada signifikansi 0,05. Uji ini

dilakukan terhadap data postes, perubahan skor postes terhadap kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau

lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang

Page 141: Tesis Made Martin Rusmaja

135

sama. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji kesamaan varian-kovarian

menggunakan SPSS-17.00 for windows melalui uji Box’s M untuk uji

homogenitas secara bersama-sama dan dengan uji levene’s untuk uji homogenitas

secara terpisah.

Kriteria pengujian data memiliki matriks varians-kovarian yang sama

(homogen) jika signifikansi yang dihasilkan dalam uji Box’s M dan uji Levene’s

lebih dari 0,05 dan data tidak berasal dari populasi yang homogen jika signifikansi

yang dihasilkan dalam uji Box’s M dan uji Levene’s kurang dari 0,05.

3) Pengujian Korelasi antar Variabel Terikat

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat korelasi antara Y1

(sikap sosial) dengan Y2 (hasil belajar IPS). Pengujian dilakukan menggunakan uji

product moment dengan taraf signifikansi 5%. Bila hasil uji menunjukkan kedua

variabel terikat tidak berkorelasi, maka analisis bisa dilanjutkan ke uji hipotesis

dengan menggunakan analisis multivariant. Tetapi bila kedua variabel terikat Y1

dan Y2 berkorelasi, maka analisis untuk uji hipotesis dilanjutkan dengan

menggunakan analisis lain.

c. Uji Hipotesis

Hipotesis 1 menyatakan terdapat perbedaan sikap sosial antara siswa

yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

metode konvensional pada mata pelajaran IPS kelas IV Gugus I Busungbiu.

Secara statistik dapat dirumuskan:

H0 : µ A1 Y1 = µ A2 Y1

Page 142: Tesis Made Martin Rusmaja

136

H1 : µ A1 Y1 ≠ µ A2 Y1

Keterangan:

µ A1 Y1 : skor sikap sosial siswa yang mengikuti metode role playing

µ A2 Y1 : skor sikap sosial siswa yang mengikuti metode konvensional

Pengujian hipotesis 1 menggunakan MANOVA melalui statistik varians.

Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai F dengan signifikansi kurang dari 0,05

maka H0 ditolak, berarti terdapat perbedaan secara signifikan terhadap sikap sosial

siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Gugus I Busungbiu. yang mengikuti

metode role playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional.

Pengujian hipotesis 2 menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar IPS

antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran metode konvensional pada di kelas IV Gugus I Busungbiu. Secara

statistik dirumuskan:

H0 : µ A1 Y2 = µ A2 Y2

H1 : µ A1 Y2 ≠ µ A2 Y2

Keterangan:µ A1 Y2 : skor hasil belajar siswa yang mengikuti metode role playingµ A2 Y2 : skor hasil belajar siswa yang mengikuti metode konvensional

Pengujian hipotesis 2 menggunakan MANOVA melalui statistik F

varians. Kriteria pengujian adalah apabila nilai F dengan signifikansi kurang dari

0,05 maka H0 ditolak, berarti terdapat perbedaan secara signifikan terhadap hasil

belajar di kelas IV Gugus I Busungbiu, yang mengikuti pembelajaran metode role

Page 143: Tesis Made Martin Rusmaja

137

playing dengan siswa yang mengikuti metode konvensional pada mata pelajaran

IPS.

Pengujian hipotesis 3 menyatakan terdapat perbedaan sikap sosial dan

hasil belajar antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran metode konvensional pada di kelas IV Gugus I

Busungbiu pada mata pelajaran IPS. Secara statistik dirumuskan:

H0 : µ A1 Y1 ═ µ A2 Y1

µ A1 Y2 µ A2 Y2

H1 : µ A1 Y1 ≠ µ A2 Y1

µ A1 Y2 µ A2 Y2

Keterangan:

µ A1 Y1 : skor sikap sosial siswa yang mengikuti metode role playingµ A1 Y2 : skor hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode role

playingµ A2 Y1 : skor sikap sosial siswa yang mengikuti metode konvensionalµ A2 Y2 : skor hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode

konvensional

Pengujian hipotesis 3 dilakukan dengan uji F melalui MANOVA.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 17.00 for windows

dengan kriteria pengujian taraf signifikansi F = 5 %. Keputusan diambil dengan

analisis pillae trace dan Roy’s Largest Root. Jika angka signifikansi F hitung

kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak, berarti terdapat perbedaan yang

signifikan terhadap sikap sosial dan hasil belajar siswa yang mengikuti metode

role playing dengan metode konvensional dan sebaliknya jika angka sigfikansi F

Page 144: Tesis Made Martin Rusmaja

138

hitung lebih besar atau sama dengan 0,05 maka hipotesis nol diterima, berarti

tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap sikap sosial dan hasil belajar

siswa yang mengikuti metode role playing dengan metode konvensional pada

mata pelajaran IPS kelas IV Gugus I Busungbiu.

Page 145: Tesis Made Martin Rusmaja

139

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai deskripsi data, pengujian persyaratan

analisis, pengujian hipotesis, dan pembahasan.

4.1 Deskripsi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian adalah data tentang sikap sosial dan

hasil belajar IPS dari kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran role

playing dan kelompok yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Dari

rincian data tentang metode pembelajaran role playing, data tentang metode

pembelajaran konvensional, data sikap sosial siswa, dan data hasil belajar IPS

siswa tersebut diperoleh deskripsi data secara umum sebagai berikut. Deskripsi

data penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 1.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan tentang Sikap sosial dan Hasil Belajar IPS Kelompok Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing dan Kelompok yang Mengikuti Metode Pembelajaran Konvensional

DataStatistik A1Y1 A2Y1 A1Y2 A2Y2

Mean (X ) 177,48 101,42 32,76 19,53Median 179,00 101,00 33,00 20,00Standar Deviasi (SD) 9,70 7,86 2,97 2,56Varians (S2) 94,01 61,84 8,82 6,57Skor Minimum (X min) 160 85 26 14Skor Maksimum (X maks) 191 117 38 24Jangkauan/Rentangan 31,00 32,00 12,00 10,00

139

Page 146: Tesis Made Martin Rusmaja

140

Keterangan

A1Y1 : Deskripsi data sikap sosial siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing

A2Y1 : Deskripsi data sikap sosial siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional

A1Y2 : Deskripsi data hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing

A2Y2 : Deskripsi data hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional

4.1.1 Deskripsi Data Sikap sosial Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y1)

Data tentang sikap sosial yang mengikuti metode pembelajaran role

playing mempunyai rentangan = 31, n = 42, skor minimum = 160, skor

maksimum = 191, banyak kelas interval = 6, panjang kelas interval = 6, rata-rata =

177,48, median = 179, standar deviasi = 9,7, dan varians = 94,01. Distribusi

frekuensi data sikap sosial disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Sikap sosial Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y1)

No. Kelas Interval Nilai Tengah

(Xi)Frekuensi

(fi)

Frekuensi Relatif

(fr) 1 158 - 163 160,50 4 9,52%2 164 - 169 166,50 7 16,67%3 170 - 175 172,50 6 14,29%4 176 - 181 178,50 6 14,29%5 182 - 187 184,50 10 23,81%6 188 - 193 190,50 9 21,43%

JUMLAH 42 100%

Page 147: Tesis Made Martin Rusmaja

141

Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh tabel di atas, dapat dilihat bahwa

banyaknya siswa yang mendapat nilai di antara rentang skor 158 - 163 dengan

nilai tengah 160,50 berjumlah 4 orang dengan frekuensi relatif sebesar 9,52%.

Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 164 - 169 dengan nilai tengah 166,50

berjumlah 7 orang dengan frekuensi relatif sebesar 16,67%. Jumlah siswa yang

memiliki rentang nilai 170 - 175 dengan nilai tengah 172,50 berjumlah 6 orang

dengan frekuensi relatif sebesar 14,29%. Jumlah siswa yang memiliki rentang

nilai 176 - 181 dengan nilai tengah 178,50 berjumlah 6 orang dengan frekuensi

relatif sebesar 14,29%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 182 - 187

dengan nilai tengah 184,50 berjumlah 10 orang dengan frekuensi relatif sebesar

23,81%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 188 - 193 dengan nilai tengah

190,50 berjumlah 9 orang dengan frekuensi relatif sebesar 21,43%. Agar tampak

lebih jelas, maka data pada tabel di atas dapat diringkas seperti gambar berikut ini.

Page 148: Tesis Made Martin Rusmaja

142

160.50 166.50 172.50 178.50 184.50 190.500

2

4

6

8

10

12

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.1 Histogram Data Sikap Sosial Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y1)

Untuk mengetahui kecendrungan klasifikasi data sikap sosial siswa yang

mengikuti metode pembelajaran role playing dilakukan dengan menghitung mean

ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) dimana Mi = ½ x (skor maksimal + skor

minimal) dan Sdi = 1/6 (skor maksimal – skor minimal). Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, selanjutnya dapat disusun tabel konversi kategori data sikap

sosial siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing sebagai berikut.

Tabel 4.3 Kelas Interval untuk Masing-masing Kategori

INTERVAL SKOR KATEGORI

183,25 - 191,00 Sangat Tinggi178,08 - 183,24 Tinggi172,92 - 178,07 Sedang167,75 - 172,91 Rendah160,00 - 167,74 Sangat Rendah

Page 149: Tesis Made Martin Rusmaja

143

Jika dilihat dari rata-rata (mean) = 177,48 dan dikonversikan ke dalam

tabel di atas, dapat diketahui bahwa kencederungan data sikap sosial siswa yang

mengikuti metode pembelajaran role playing masuk dalam kategori sedang.

4.1.2 Deskripsi Data Sikap sosial Siswa yang Mengikuti Metode

Pembelajaran Konvensional (A2Y1)

Data tentang sikap sosial yang mengikuti metode pembelajaran

konvensional mempunyai rentangan = 32, n = 45, skor minimum = 85, skor

maksimum = 117, banyak kelas interval = 6, panjang kelas interval = 6, rata-rata =

101,42, median = 101, standar deviasi = 7,86, dan varians = 61,84. Distribusi

frekuensi data metode pembelajaran konvensional disajikan dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 4.4 Distribusi Data Sikap sosial Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Konvensional (A2Y1)

No. Kelas Interval Nilai Tengah

(Xi)Frekuensi

(fi)

Frekuensi Relatif

(fr) 1 83 - 88 85,50 2 4,76%2 89 - 94 91,50 5 11,90%3 95 - 100 97,50 15 35,71%4 101 - 106 103,50 10 23,81%5 107 - 112 109,50 9 21,43%6 113 - 118 115,50 4 9,52%

JUMLAH 45 100%

Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh tabel di atas, dapat dilihat bahwa

banyaknya siswa yang mendapat nilai di antara rentang skor 83 - 88 dengan nilai

Page 150: Tesis Made Martin Rusmaja

144

tengah 85,50 berjumlah 2 orang dengan frekuensi relatif sebesar 4,76%. Jumlah

siswa yang memiliki rentang nilai 89 - 94 dengan nilai tengah 91,50 berjumlah 5

orang dengan frekuensi relatif sebesar 11,90%. Jumlah siswa yang memiliki

rentang nilai 95 - 100 dengan nilai tengah 97,50 berjumlah 15 orang dengan

frekuensi relatif sebesar 35,71%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 101 -

106 dengan nilai tengah 103,50 berjumlah 10 orang dengan frekuensi relatif

sebesar 23,81%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 107 - 112 dengan nilai

tengah 109,50 berjumlah 9 orang dengan frekuensi relatif sebesar 21,43%. Jumlah

siswa yang memiliki rentang nilai 113 - 118 dengan nilai tengah 115,50 berjumlah

4 orang dengan frekuensi relatif sebesar 9,52%. Agar tampak lebih jelas, maka

data pada tabel di atas dapat diringkas seperti gambar berikut ini.

85.50 91.50 97.50 103.50 109.50 115.500

2

4

6

8

10

12

14

16

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.2 Histogram Sikap sosial Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Konvensional (A2Y1)

Page 151: Tesis Made Martin Rusmaja

145

Untuk mengetahui kecendrungan klasifikasi data sikap sosial siswa yang

mengikuti metode pembelajaran konvensional dilakukan dengan menghitung

mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) dimana Mi = ½ x (skor maksimal

+ skor minimal) dan Sdi = 1/6 (skor maksimal – skor minimal). Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, selanjutnya dapat disusun tabel konversi kategori data sikap

sosial siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional sebagai berikut.

Tabel 4.5 Kelas Interval untuk Masing-masing Kategori

INTERVAL SKOR KATEGORI

109,00 - 117,00 Sangat Tinggi103,67 - 108,99 Tinggi98,33 - 103,66 Sedang93,00 - 98,32 Rendah85,00 - 92,99 Sangat Rendah

Jika dilihat dari rata-rata (mean) = 101,42 dan dikonversikan ke dalam

tabel di atas, dapat diketahui bahwa kencederungan data sikap sosial siswa yang

mengikuti metode pembelajaran konvensional masuk dalam kategori sedang.

4.1.3 Deskripsi Data Hasil Belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y2)

Data tentang hasil belajar IPS yang mengikuti metode pembelajaran role

playing mempunyai rentangan = 12, n = 42, skor minimum = 26, skor maksimum

= 38, banyak kelas interval = 7, panjang kelas interval = 2, rata-rata = 32,76,

median = 33, standar deviasi = 2,97, dan varians = 8,82. Distribusi frekuensi data

hasil belajar IPS disajikan dalam tabel di bawah ini.

Page 152: Tesis Made Martin Rusmaja

146

Tabel 4.6 Distribusi Data Hasil Belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y2)

No. Kelas Interval Nilai Tengah

(Xi)Frekuensi

(fi)

Frekuensi Relatif

(fr) 1 26 - 27 26,50 1 2,38%2 28 - 29 28,50 5 11,90%3 30 - 31 30,50 8 19,05%4 32 - 33 32,50 11 26,19%5 34 - 35 34,50 8 19,05%6 36 - 37 36,50 7 16,67%7 38 - 39 38,50 2 4,76%

JUMLAH 42 100%

Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh tabel di atas, dapat dilihat bahwa

banyaknya siswa yang mendapat nilai di antara rentang skor 26 - 27 dengan nilai

tengah 26,50 berjumlah 1 orang dengan frekuensi relatif sebesar 2,38%. Jumlah

siswa yang memiliki rentang nilai 28 - 29 dengan nilai tengah 28,50 berjumlah 5

orang dengan frekuensi relatif sebesar 11,90%. Jumlah siswa yang memiliki

rentang nilai 30 - 31 dengan nilai tengah 30,50 berjumlah 8 orang dengan

frekuensi relatif sebesar 19,05%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 32 -

33 dengan nilai tengah 32,50 berjumlah 11 orang dengan frekuensi relatif sebesar

26,19%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 34 - 35 dengan nilai tengah

34,50 berjumlah 8 orang dengan frekuensi relatif sebesar 19,05%. Jumlah siswa

yang memiliki rentang nilai 36 - 37 dengan nilai tengah 36,50 berjumlah 7 orang

dengan frekuensi relatif sebesar 16,67%. Jumlah siswa yang memiliki rentang

nilai 38 - 39 dengan nilai tengah 38,50 berjumlah 2 orang dengan frekuensi relatif

sebesar 4,76%. Agar tampak lebih jelas, maka data pada tabel di atas dapat

diringkas seperti gambar berikut ini.

Page 153: Tesis Made Martin Rusmaja

147

26.50 28.50 30.50 32.50 34.50 36.50 38.500

2

4

6

8

10

12

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.3 Histogram Hasil Belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Role Playing (A1Y2)

Untuk mengetahui kecendrungan klasifikasi data hasil belajar IPS siswa

yang mengikuti metode pembelajaran role playing dilakukan dengan menghitung

mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) dimana Mi = ½ x (skor maksimal

+ skor minimal) dan Sdi = 1/6 (skor maksimal – skor minimal). Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, selanjutnya dapat disusun tabel konversi kategori data hasil

belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing sebagai

berikut.

Page 154: Tesis Made Martin Rusmaja

148

Tabel 4.7 Kelas Interval untuk Masing-masing Kategori

INTERVAL SKOR KATEGORI

35,00 - 38,00 Sangat Tinggi 33,00 - 34,99 Tinggi 31,00 - 32,99 Sedang 29,00 - 30,99 Rendah 26,00 - 28,99 Sangat Rendah

Jika dilihat dari rata-rata (mean) = 32,76 dan dikonversikan ke dalam tabel

di atas, dapat diketahui bahwa kencederungan data data hasil belajar IPS siswa

yang mengikuti metode pembelajaran role playing masuk dalam kategori sedang.

4.1.4 Deskripsi Data Hasil Belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Konvensional (A2Y2)

Data tentang hasil belajar IPS yang mengikuti metode pembelajaran

konvensional mempunyai rentangan = 10, n = 45, skor minimum = 14, skor

maksimum = 24, banyak kelas interval = 6, panjang kelas interval = 2, rata-rata =

19,53, median = 20, standar deviasi = 2,56, dan varians = 6,57. Distribusi

frekuensi data metode pembelajaran konvensional disajikan dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 4.8 Distribusi Data Hasil belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode pembelajaran konvensional (A2Y2)

No. Kelas Interval Nilai Tengah

(Xi)Frekuensi

(fi)

Frekuensi Relatif

(fr) 1 14 - 15 14,50 4 9,52%2 16 - 17 16,50 7 16,67%3 18 - 19 18,50 9 21,43%4 20 - 21 20,50 13 30,95%5 22 - 23 22,50 11 26,19%

Page 155: Tesis Made Martin Rusmaja

149

6 24 - 25 24,50 1 2,38%JUMLAH 45 100%

Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh tabel di atas, dapat dilihat bahwa

banyaknya siswa yang mendapat nilai di antara rentang skor 14 - 15 dengan nilai

tengah 14,50 berjumlah 4 orang dengan frekuensi relatif sebesar 9,52%. Jumlah

siswa yang memiliki rentang nilai 16 - 17 dengan nilai tengah 16,50 berjumlah 7

orang dengan frekuensi relatif sebesar 16,67%. Jumlah siswa yang memiliki

rentang nilai 18 - 19 dengan nilai tengah 18,50 berjumlah 9 orang dengan

frekuensi relatif sebesar 21,43%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 20 -

21 dengan nilai tengah 20,50 berjumlah 13 orang dengan frekuensi relatif sebesar

30,95%. Jumlah siswa yang memiliki rentang nilai 22 - 23 dengan nilai tengah

22,50 berjumlah 11 orang dengan frekuensi relatif sebesar 26,19%. Jumlah siswa

yang memiliki rentang nilai 24 - 25 dengan nilai tengah 24,50 berjumlah 1 orang

dengan frekuensi relatif sebesar 2,38%. Agar tampak lebih jelas, maka data pada

tabel di atas dapat diringkas seperti gambar berikut ini.

Page 156: Tesis Made Martin Rusmaja

150

14.50 16.50 18.50 20.50 22.50 24.500

2

4

6

8

10

12

14

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.4 Histogram Hasil Belajar IPS Siswa yang Mengikuti Metode Pembelajaran Konvensional (A2Y2)

Untuk mengetahui kecendrungan klasifikasi data hasil belajar IPS siswa

yang mengikuti metode pembelajaran konvensional dilakukan dengan menghitung

mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) dimana Mi = ½ x (skor maksimal

+ skor minimal) dan Sdi = 1/6 (skor maksimal – skor minimal). Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, selanjutnya dapat disusun tabel konversi kategori data hasil

belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional sebagai

berikut.

Tabel 4.9 Kelas Interval untuk Masing-masing Kategori

INTERVAL SKOR KATEGORI

21,50 - 24,00 Sangat Tinggi19,83 - 21,49 Tinggi

Page 157: Tesis Made Martin Rusmaja

151

18,17 - 19,82 Sedang16,50 - 18,16 Rendah14,00 - 16,49 Sangat Rendah

Jika dilihat dari rata-rata (mean) = 19,53 dan dikonversikan ke dalam tabel

di atas, dapat diketahui bahwa kencederungan data hasil belajar IPS siswa yang

mengikuti metode pembelajaran konvensional masuk dalam kategori sedang.

4.2 Uji Prasyarat Pengujian Hipotesis

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas

sebaran data dan uji homogenitas varians, dan uji homogenitas matrik

varians/kovarians.

4.2.1 Uji Normalitas

Uji kenormalan dimaksud untuk memperlihatkan bahwa data sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil analisis menunjukkan

bahwa keseluruhan nilai signifikansi dari perhitungan Kolmogorov-Smirnov lebih

tinggi dari 0,050. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa sebaran data pada

setiap kelompok adalah normal. Berikut ini disajikan table ringkasan perhitungan

uji normalitas.

Tabel 4.10 Ringkasan Perhitungan Uji Normalitas

KelompokKolmogorov-

Smirnov (Sig.)

Keterangan

Y1A1 0,064 NormalA2 0,200 Normal

Y2A1 0,058 NormalA2 0,063 Normal

Page 158: Tesis Made Martin Rusmaja

152

4.2.2 Uji Homogenitas Varians

Analisis varian multivariate (MANOVA) mempersyaratkan adanya

homogenitas varians antar-kelompok. Apabila varians antar-kelompok tidak

homogeni, maka perbedaan nilai antarkelompok dapat terjadi akibat perbedaan

nilai yang terdapat dalam kelompok. Pengujian homogenitas varians dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Levene dengan bantuan SPSS.

Hasil uji homogenitas varians dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.11 Uji Homogenitas VariansUji Levene untuk Homogenitas Varians

F df1 df2 Sig.

Sikap sosial 3,837 1 85 0,053Hasil belajar IPS 1,040 1 85 0,311

Perhitungan uji homogenitas dari table di atas menunjukkan bahwa

keseluruhan nilai signifikansi (sig.) pada sikap sosial dan hasil belajar IPS lebih

besar dari 0,050 (sig. sikap sosial = 0,053, sig. hasil belajar IPS = 0,311). Hal ini

berarti keseluruhan data sikap sosial dan hasil belajar IPS berasal dari populasi

yang homogen.

4.2.3 Uji Homogenitas Matriks Varians/Kovarian

Selain uji homogenitas varians, MANOVA juga mempersyaratkan matriks

varian/kovarian dari variabel-variabel dependen sama. Homogenitas matriks

varians/kovarians diuji dengan menggunakan uji Box. Pengujian homogenitas

matriks varians/kovarians dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji

Page 159: Tesis Made Martin Rusmaja

153

Box dengan bantuan SPSS (Lihat lampiran 4). Hasil analisisnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.12 Uji Homogenitas Matriks Varians/Kovarians

Uji Box’s Homogenitas Matriks Varians/Kovarians

Box's M 7,471

F 2,427

df1 3

df2 1541697,435

Sig. 0,063

Hasil analisis menunjukan bahwa harga Box’s M = 7,471, dengan nilai

signifikansi 0,063. Karena nilai signifikansi analisis di atas menunjukan nilai lebih

dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa matriks varians/kovarians dari variabel-

variabel dependen homogen dan analisis MANOVA dapat dilanjutkan.

4.2.4 Uji Korelasi antar-Variabel Terikat

Uji korelasi dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada

hubungan atau korelasi antar dua variabel terikat. Apabila terdapat korelasi yang

signifikan, ini menunjukan bahwa ada aspek sama yang diukur pada variabel-

variable terikat tersebut. Apabila diketahui ada aspek yang sama yang diukur,

maka uji hipotesis dengan MANOVA tidak layak untuk dilakukan. Uji korelasi

antar variable terikat dilakukan dengan formula statistik Produk Momen oleh

Pearson (Pearson’s Product Moment) di mana analisisnya dilakukan dengan

bantuan SPSS 16. Apabila nilai signifikansi (sig.) pada hasil analisis menunjukan

Page 160: Tesis Made Martin Rusmaja

154

nilai diatas 0,05 (sig.>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi

antar variable terikat atau uji MANOVA layak untuk dilakukan. Hasil analisis uji

korelasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 4.13. Uji Korelasi antar Variabel Terikat

Nilai rhitung

(Pearson’s Correlation)Nilai signifikansi

(sig.) Keputusan

0,121 0,135 Tidak signifkan

Tabel di atas menunjukan bahwa rhitung yang bernilai 0,121 memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,135 atau lebih besar dari 0,05 (sig.>0,05). Ini menunjukan

hubungan atau korelasi antar variable terikat tidak signifikan atau bahwa tidak ada

korelasi antar variable terikat. Maka dari itu, uji MANOVA layak untuk

dilakukan.

4.3 Pengujian Hipotesis

Karena ketiga uji prasyarat telah terpenuhi, maka uji hipotesis MANOVA

dapat dilakukan. Uji MANOVA digunakan untuk menguji apakah terdapat

perbedaan beberapa variabel terikat antara beberapa kelompok yang berbeda.

untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga, perhatikan tabel Test of Between-

subjects Effect dari hasil perhitungan dengan bantuan aplikasi SPSS. Rangkuman

hasil analisis ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.14 Rangkuman Uji Hipotesis Kedua

Variabel Terikat Nilai F Nilai Signifikansi (sig.) KesimpulanSikap sosial 1624,350 0,000 Signifikan

Page 161: Tesis Made Martin Rusmaja

155

Tabel di atas menunjukan variabel terikat sikap sosial memiliki nilai F

sebesar 1624,350 dengan nilai signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Ini

menunjukan bahwa nilai F pada variabel terikat sikap sosial signifikan. Maka dari

itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap sosial yang signifikan

antara kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing dengan

kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional.

Tabel 4.15 Rangkuman Uji Hipotesis Ketiga

Variabel Terikat Nilai F Nilai Signifikansi (sig.) KesimpulanHasil Belajar IPS 496,509 0,000 Signifikan

Dari tabel di atas terlihat variabel terikat hasil belajar IPS memiliki nilai F

sebesar 496,509 dengan nilai signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Ini

menunjukan bahwa nilai F pada variabel terikat hasil belajar IPS signifikan.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS

yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran role

playing dengan kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran

konvensional.

Dalam penelitian ini dibedakan sikap sosial dan hasil belajar IPS untuk

siswa yang mengikuti metode pembelajaran role playing dengan kelompok siswa

yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Keputusan diambil dengan

analisis Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root

yang analisisnya dilakukan dengan bantuan SPSS. Hasil analisis hipotesis untuk

penelitian ini dapat dilihat sebagai beriku.

Page 162: Tesis Made Martin Rusmaja

156

Tabel 4.16 Ringkasan Uji Multivariat

Statistik Nilai F Nilai Signifikansi (sig.) KesimpulanPillai’s Trace 1037,952 0,000 SignifikanWilks’ Lambda 1037,952 0,000 SignifikanHotelling’s Trace 1037,952 0,000 SignifikanRoy’s Largest Root 1037,952 0,000 Signifikan

Hasil analisis menunjukan bahwa harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’

Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root memiliki nilai signifikansi

lebih kecil daridapa 0,05. Maka dari itu, harga F untuk Pillai’s Trace, Wilks’

Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root signifikan. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS yang

signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran role

playing dengan kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode statistik

MANOVA dengan bantuan aplikasi SPSS diatas, hasil pengujian hipotesis dalam

penelitian ini dapat diringkas sebagai berikut:

a. Pengujian hipotesis pertama, hipotesis nul ditolak dan hipotesis

alternatif diterima. Ini bermakna terdapat perbedaan sikap sosial yang

signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran

role playing dengan kelompok siswa yang mengikuti metode pembelajaran

konvensional.

b. Pengujian hipotesis kedua, hipotesis nul ditolak dan hipotesis

alternatif diterima. Ini bermakna terdapat perbedaan hasil belajar IPS

Page 163: Tesis Made Martin Rusmaja

157

yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti metode

pembelajaran role playing dengan kelompok siswa yang mengikuti metode

pembelajaran konvensional

c. Pengujian hipotesis ketiga, hipotesis nul ditolak dan hipotesis

alternatif diterima. Ini bermakna terdapat perbedaan sikap sosial dan

hasil belajar IPS yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti

metode pembelajaran role playing dengan kelompok siswa yang mengikuti

metode pembelajaran konvensional.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

4.4.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama

Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan terdapat perbedaan sikap sosial

antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sikap sosial siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode role playing lebih baik dibandingkan dengan sikap sosial siswa yang

belajar dengan metode konvensional pada siswa kelas IV Gugus I Busungbiu. Hal

ini ditunjukkan dengan rata-rata sikap sosial siswa yang mengikuti metode role

playing lebih tinggi daripada sikap sosial siswa yang mengikuti metode

konvensional.

Berdasarkan data hasil analisis multivariat dengan bantuan SPSS-17.00 for

windows diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat ditarik

simpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap sosial siswa yang

belajar dengan metode role playing dengan sikap sosial siswa yang belajar dengan

Page 164: Tesis Made Martin Rusmaja

158

metode konvensional. Jadi dalam perbandingan antara metode role playing

dengan metode konvensional, terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap

sikap sosial siswa. Dengan kata lain, ada perbedaan antara metode role playing

dengan metode konvensional.

Berdasarkan data hasil analisis tersebut, secara teoritis dapat dikatakan

bahwa penggunaan metode role playing lebih baik dan efektif untuk

meningkatkan sikap sosial siswa dalam proses pembelajaran. Metode ini

memberikan ruang yang cukup untuk siswa mengkonstruksi pengetahuan,

mengembangkan kemampuan yang dimiliki, bekerjasama dengan kelompoknya

untuk berdiskusi, bebas memberikan pendapat, saling menghargai dan mengakui

kelebihan teman-temannya, membangun suasana yang saling menjaga dan

mendukung proses pembelajaran, serta menumbuhkan rasa sosial dan

kebersamaan yang tinggi.

Pada metode role playing, siswa berarti memerankan sebuah peran.

Setiap kali seseorang berbicara dalam situasi yang berbeda, berarti siswa

memerankan peran yang berbeda pula. Sebagai contonya, seorang guru ketika

sedang berbicara di depan kelas, maka dia berperan sebagai guru dan tentu saja

akan mengubah serta menggunakan bahasa yang berbeda ketika dia berbicara di

hadapan dosen sebagai mahasiswa. Melalui metode ini, siswa akan memerankan

berbagai tokoh sesuai dengan topic yang diberikan. Topik yang berbeda dan

seringnya mereka berbicara akan menuntut siswa untuk menggunakan bahasa

yang berbeda, sehingga secara tidak langsung kosakata, palafalan, intonasi,

pilihan kata, ungkapan dan penyusunan kalimat lisan akan meningkat dengan

Page 165: Tesis Made Martin Rusmaja

159

cepat. Siswa akan lebih berani mengungkapkan pendapat melalui pengalaman

belajar yang didapat.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan

oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola pembelajaran

konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran

informasi dari guru ke siswa atau dalam proses pembelajarannya hanya sekedar

transfer ilmu dari guru kepada siswa saja, sehingga dalam pembelajaran metode

konvensional, kurang memperhatikan aspek sikap sosial atau interaksi sosial

siswa, interaksi yang terjadi hanya satu arah saja, yaitu interaksi guru dan siswa.

Dalam pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri

pada upaya penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan

prakonsepsi siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa (prior

knowledge) sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. Jadi pada dasarnya

pembelajaran metode konvensional yang masih sering digunakan guru dalam

perencanaan dan proses pembelajaran, belum menunjukkan adanya interaksi

siswa, baik secara fisik dan mental.

Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Syawal Simatupang (2012) yang berjudul Pengaruh Penerapan

Metode Pembelajaran Bermain Peran Terhadap Kompetensi Sosial Kognitif Siswa

dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (Studi kuasi Eksperimen pada Sekolah

Dasar Negeri SL Dan sekolah Dasar Negeri CG - Bandung) menyatakan bahwa

(1) Penerapan pembelajaran metode bermain peran dapat meningkatkan aktivitas

dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran; (2) Pengaruh penerapan metode

Page 166: Tesis Made Martin Rusmaja

160

pembelajaran bermain peran terhadap kompetensi sosial kognitif siswa

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional menunjukkan perbedaan yang

signifikan.

Berdasarkan hasil analisis dan temuan dalam penelitian lain yang sesuai

dengan penelitian ini, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap

sosial antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role playing dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran metode konvensional pada siswa kelas IV

Gugus I Busungbiu.

4.4.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua

Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar

IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role playing dengan siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode role playing lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang

belajar dengan metode konvensional pada siswa kelas IV Gugus I Busungbiu. Hal

ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode

role playing lebih tinggi daripada hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode

konvensional.

Berdasarkan data hasil penelitian analisis multivariat dengan berbantuan

SPSS-17.00 for windows diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05,

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

antara hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role

playing dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

Page 167: Tesis Made Martin Rusmaja

161

konvensional. Jadi dalam perbandingan antara metode role playing dengan

metode konvensional, terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap hasil

belajar IPS siswa.

Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik aktif fisik dan

mental, akan membantu dan memudahkan siswa dalam memahami dan mengingat

apa yang sedang dan telah mereka pelajari di kelas, serta sekaligus dapat

digunakan sebagai pedoman atau dasar dalam kehidupan mereka sehari-hari di

masyarakat. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh pihak guru selama ini masih

menggunakan paradigma lama yaitu teacher center, guru masih mendominasi

kegiatan pembelajaran dan belum melibatkan siswa dalam interaksi belajar

sehingga aktivitas fisik dan mental sosial siswa belum optimal.

Melalui metode role playing, siswa cenderung terlibat aktif pada proses

belajar mengajar. Metode ini juga melibatkan unsur senang di dalamnya yang

diduga akan mampu membangkitkan motivasi siswa dan membangkitkan

keberanian siswa dalam berbicara sehingga pada akhirnya akan meningkatkan

hasil belajar siswa. Selain itu, Metode role playing memberikan kebebasan dan

keleluasaan pada siswa untuk mengembangkan ide mereka tanpa takut disalahkan

pada saat mereka performance. Berkurangnya rasa takut otomatis akan

memberikan mereka rasa percaya diri untuk mengungkapkan ide mereka,

sehingga secara tidak langsung mereka akan meningkatkan hasil belajarnya.

Pada proses pembelajaran dengan metode konvensional, guru masih

cenderung menjejali siswa dengan penghafalan materi, dan kurang memberi

kesempatan siswa dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuannya.

Page 168: Tesis Made Martin Rusmaja

162

Disamping itu, kreatifitas guru dalam menciptakan kondisi yang mengarahkan

siswa agar mampu mengintegrasikan konstruksi pengalaman kehidupannya

sehari-hari di luar kelas dengan konstruksi pengetahuannya di kelas kurang

terlihat. Hal ini mengakibatkan siswa lebih banyak menghafalkan fakta dan

konsep, sehingga pembelajaran IPS di sekolah dasar menjadi kurang menarik,

membosankan, dan siswa terbiasa mengkonsumsi pengetahuan pada akhirnya

siswa sulit mengkonstruksi pengetahuannya untuk berpikir kreatif dan kritis.

Kesulitan tersebut juga berdampak pada tingkat hasil belajar siswa yang menurun.

Jadi pada dasarnya pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik

aktif fisik dan mental, akan membantu dan memudahkan siswa dalam memahami

sebuah konsep selama proses dan setelah proses pembelajaran. Maka dari itu

dengan menerapkan pembelajaran metode role playing dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Gulmah Sugiharti dengan judul Penerapan Metode Bermain Peran

pada Pembelajaran Struktur Atom di Kelas X SMA N 1 Medan Tahun Pelajaran

2011/2012 dengan hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata keberhasilan

belajar siswa yang diajar dengan Metode Bermain Peran lebih tinggi dari pada

rata-rata keberhasilan belajar siswa dengan metode konvensional.

Berdasarkan hasil analisis dan temuan dalam penelitian lain yang sesuai

dengan penelitian ini, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar IPS antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role playing

Page 169: Tesis Made Martin Rusmaja

163

dengan siswa yang mengikuti pembelajaran metode konvensional pada siswa

kelas IV Gugus I Busungbiu.

4.4.3 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketiga

Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan terdapat perbedaan sikap sosial dan

hasil belajar IPS secara simultan antara siswa yang mengikuti pembelajaran

metode role playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran metode

konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap sosial dan hasil belajar

IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing lebih baik

dibandingkan dengan sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan

metode konvensional pada siswa kelas IV Gugus I Busungbiu. Hal ini didasarkan

pada hasil analisis MANOVA yang menunjukkan bahwa harga F hitung untuk

Pillae Trace, Wilk Lambda, Hotelling’s Trace, Roy’s Largest Root dari

implementasi metode role playing lebih kecil dari 0,05. Artinya semua nilai Pillae

Trace, Wilk Lambda, Hotelling’s Trace, Roy’s Largest Root signifikan. Dengan

demikian, terdapat pengaruh penerapan metode role playing terhadap sikap sosial

dan hasil belajar IPS secara simultan pada siswa kelas IV Gugus I Busungbiu.

Berdasarkan data hasil analisis tersebut, secara teoritis dapat dikatakan

bahwa penggunaan metode role playing lebih baik dan efektif untuk

meningkatkan sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa dalam proses pembelajaran.

Hal ini dapat terwujud karena metode role playing menekankan pentingnya

interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan

aspek lingkungan sosial pembelajaran.

Page 170: Tesis Made Martin Rusmaja

164

Proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik

kognitif, yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Pada akhir proses

belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui

pengalamannya dari hasil interaktif dengan lingkungannya. Dalam teorinya ini

berusaha mengajak siswa untuk belajar pada posisinya yang tepat sesuai dengan

tingkat perkembangan anak, dan menuntun siswa pada awal tahap

pembelajarannya yang kemudian mengurangi tuntunannya ketika siswa sudah

mulai mampu mengambil tanggung jawab belajarnya.

Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh oleh Diyah Retno Palupi (2012) yang berjudul Penerapan Strategi

Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Untuk Meningkatkan Kemampuan

Apresiasi Drama yang menunjukkan bahwa Penggunaan strategi bermain peran

(role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama sangat cocok digunakan.

Karena dengan strategi ini siswa dapat memerankan masing-masing tokoh dalam

drama dengan sebaik-baiknya dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara

siswa serta meningkatkan kreativitas siswa.

Berdasarkan hasil analisis dan temuan dalam penelitian lain yang sesuai

dengan penelitian ini, jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap

sosial dan hasil belajar IPS secara simultan antara siswa yang mengikuti

pembelajaran metode role playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

metode konvensional pada siswa kelas IV Gugus I Busungbiu.

Telah terbukti secara empiris dalam penelitian ini, pertama, terdapat

perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

Page 171: Tesis Made Martin Rusmaja

165

role playing dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

konvensional. Kedua, sikap sosial siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode role playing lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode konvensional. Ketiga, terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dan siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Keempat, hasil belajar IPS

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing lebih tinggi

daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional.

Dengan pengujian hipotesis yang ketiga terbukti bahwa terdapat

perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti

pembelajaran metode role playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

metode konvensional. Metode role playing adalah metode yang membawa

suasana dan keadaan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat ke dalam

pembelajaran di kelas. Dalam penerapan metode ini, sudah tentu akan

menimbulkan banyak kejadian lucu dan menarik perhatian. Disamping itu,

metode role playing memberikan kelakuasaan pada siswa untuk mengembangkan

ide mereka tanpa takut disalahkan pada saat melakukan performance. Hal-hal ini

diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa namun juga dapat

memberikan kesempatan untuk mengembangkan sikap sosial siswa untuk

bersosialisasi.

Pembelajaran dengan metode konvensional merupakan metode yang

paling sering dilakukan oleh guru-guru selama proses pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran dengan metode konvensional ini iklim sosial pada diri peserta didik

Page 172: Tesis Made Martin Rusmaja

166

dalam proses pembelajaran masih sangat minim, sehingga sikap sosial yang

dimiliki anak masih sangat rendah dan kurang tampak dalam proses pembelajaran.

Anak kurang melakukan komunikasi serta hubungan kerjasama dengan sesama

siswa, sehingga di dalam proses pembelajaran yang dilakukan kurang

mengembangkan sikap sosial yang ada pada diri siswa. Hal ini disebabkan karena

guru masih cenderung mengajar dengan menggunakan metode ceramah, tanya

jawab dan dalam proses pembelajaran guru hanya sekedar mentransfer ilmu

kepada siswa saja. Hal ini mengakibatkan siswa lebih banyak menghafalkan fakta

dan konsep tanpa melihat dan merasakan aplikasi yang ada dalam memecahkan

masalah atau hal yang terjadi dilingkungannya, sehingga pembelajaran IPS di

sekolah dasar menjadi kurang menarik, membosankan, dan siswa terbiasa

mengkonsumsi pengetahuan pada akhirnya siswa sulit mengkonstruksi

pengetahuannya untuk berpikir kreatif dan kritis. Kesulitan tersebut akan

berdampak pada tingkat hasil belajar siswa yang menurun.

Peran aktif siswa dan kerjasama siswa selama proses pembelajaran

merupakan salah satu iklim ketercapaian pembelajaran IPS. Peran aktif siswa dan

kerjasama siswa dalam mengangkat masalah sosial nyata dalam pembelajaran IPS

sangat berpengaruh terhadap daya pikir siswa terhadap setiap permasalahan yang

muncul di masyarakat, serta dapat mengembangkan dan meningkatkan sikap

sosial yang dimiliki oleh siswa. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif,

baik aktif fisik dan mental, juga akan membantu dan memudahkan siswa dalam

memahami sebuah konsep selama proses dan setelah proses pembelajaran

sehingga dapat berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.

Page 173: Tesis Made Martin Rusmaja

167

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode role playing yang

diimplementasikan guru akan sangat mempengaruhi sikap sosial dan hasil belajar

IPS siswa, dan metode role playing dapat meningkatkan sikap sosial dan hasil

belajar IPS siswa.

4.5 Implikasi

Hasil penelitian ini telah memberikan temuan bahwa sikap sosial dan hasil

belajar IPS siswa yang mengikuti metode role playing lebih tinggi daripada siswa

yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan metode

role playing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap sosial dan hasil

belajar IPS siswa kelas IV Gugus I Busungbiu. Berdasarkan temuan-temuan yang

sudah dideskripsikan sebelumnya, hasil penelitian memiliki implikasi sebagai

berikut.

1) Penerapan metode role playing dapat memperbaiki proses pembelajaran.

Guru dalam pembelajaran metode ini adalah sebagai pemandu selama proses

pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar secara kritis, dalam aspek

budaya dan kehidupan sosial siswa sehingga dapat meningkatkan sikap sosial

dan hasil belajar siswa.

2) Metode role playing memberikan strategi dan teknik mengajar yang efektif.

Metode ini menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa

pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksi secara bersama, sehingga dapat

menimbulkan sikap sosial positif yang ada pada diri siswa, seperti sikap

terbuka, empati, komunikasi yang baik, dan kerjasama.

Page 174: Tesis Made Martin Rusmaja

168

3) Implementasi metode role playing dapat memberikan bantuan kepada siswa

berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah-masalah

kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan lain

yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Pemberian bantuan ini

bertujuan agar siswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan

secara mandiri.

Page 175: Tesis Made Martin Rusmaja

169

BAB V

PENUTUP

5.1 Rangkuman

Upaya yang dilakukan untuk membenahi nilai-nilai sosial dan

meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan cara menumbuhkan sikap sosial

dan hasil belajar siswa dengan rancangan pembelajaran yang memungkinkan

siswa untuk saling berinteraksi antar sesama siswa dan lingkungannya, serta

menitik beratkan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang mana siswa

mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya untuk memperoleh

pengalaman yang bermakna. Untuk dapat mendukung rancangan pembelajaran

tersebut, maka diperlukan metode pembelajaran yang dapat mendukung hal

tersebut.

Metode role playing adalah metode yang membawa suasana dan keadaan

pada kehidupan sehari-hari di masyarakat ke dalam pembelajaran di kelas. Dalam

penerapan metode ini, sudah tentu akan menimbulkan banyak kejadian lucu dan

menarik perhatian. Disamping itu, metode role playing memberikan kelakuasaan

pada siswa untuk mengembangkan ide mereka tanpa takut disalahkan pada saat

melakukan performance. Hal-hal ini diharapkan mampu meningkatkan hasil

belajar siswa namun juga dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan

sikap sosial siswa untuk bersosialisasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan sikap sosial

dan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti metode role playing dengan

169

Page 176: Tesis Made Martin Rusmaja

170

siswa yang mengikuti metode konvensional. Tujuan pokok tersebut dapat dirinci

lagi menjadi beberapa tujuan khusus penelitian, yaitu: 1) untuk mengetahui

perbedaan sikap sosial antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role

playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran metode konvensional pada

mata pelajaran IPS kelas IV SD; 2) untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS

antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role playing dengan siswa

yang mengikuti pembelajaran metode konvensional pada siswa kelas IV SD; 3)

untuk mengetahui secara simultan perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS

antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode role playing dengan siswa

yang mengikuti pembelajaran metode konvensional pada siswa kelas IV SD.

Rancangan eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu, dengan

pola dasar “The Post Test Only Control Group”. Analisis penelitiannya yang

digunakan adalah analisis Multivariat Analysis of Varians (MANOVA).

Penelitian ini dilaksanakan di Gugus I Busungbiu tahun ajaran 2014-2015.

Sampel penelitian yang dipilih berjumlah 87 orang siswa kelas IV yang terdiri

dari 42 siswa kelompok eksperimen dan 45 siswa sebagai kelas kontrol.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini tidak dilakukan pengacakan secara

individu, hal ini dilakukan karena kelas-kelas yang tersedia dan tidak

memungkinkan untuk dirubah. Dengan demikian pemilihan sampel dilakukan

dengan random sampling.

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu metode role

playing dan variabel terikat yaitu sikap sosial dan hasil belajar IPS. Instrumen

penelitian yang digunakan terdiri dari kuesioner untuk sikap sosial dan tes hasil

Page 177: Tesis Made Martin Rusmaja

171

belajar untuk hasil belajar IPS. Setelah melalui uji judges dan uji empiris jumlah

kuesioner yang digunakan 40 butir dan tes hasil belajar IPS dalam bentuk tes

obyektif juga berjumlah 38 butir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, terdapat perbedaan sikap

sosial antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing

dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Uji

lanjut terhadap hipotesis 1 menunjukkan sikap sosial yang mengikuti metode role

playing secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti metode

pembelajaran konvensional.

Kedua, terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode role playing dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode konvensional. Uji hipotesis 2 menunjukkan hasil

belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing

secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode konvensional.

Ketiga, secara simultan terdapat perbedaan sikap sosial dan hasil belajar

IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Uji terhadap

hipotesis 3 menunjukkan secara simultan sikap sosial dan hasil belajar IPS siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing secara signifikan lebih

tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional.

Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa metode role playing lebih

baik dari metode konvensional terhadap sikap sosial dan hasil belajar IPS.

Page 178: Tesis Made Martin Rusmaja

172

5.2 Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian,

maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan sikap sosial yang signifikan antara siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode role playing dengan siswa yang mengikuti

metode pembelajaran konvensional. Rata-rata sikap sosial siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode role playing lebih tinggi dari sikap

sosial siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Rata-rata hasil belajar

IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing lebih

tinggi dari hasil belajar IPS siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode konvensional.

3. Terdapat perbedaan sikap sosial dan hasil belajar IPS secara simultan antara

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Sikap

sosial dan hasil belajar IPS pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

metode role playing lebih tinggi dari siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode konvensional.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh implementasi metode role playing terhadap sikap sosial dan hasil belajar

IPS siswa kelas IV Gugus I Busungbiu.

Page 179: Tesis Made Martin Rusmaja

173

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah dipaparkan,

maka dapat diajukan beberapa saran guna peningkatkan kualitas pembelajaran IPS

sebagai berikut.

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode role playing secara signifikan memiliki sikap sosial yang tinggi

daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional.

Untuk itu, metode ini hendaknya diperkenalkan dan dikembangkan kepada

pendidik guna meningkatkan sikap sosial siswa.

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode role playing secara signifikan memiliki hasil belajar IPS yang

tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

konvensional. Oleh karena itu, para pendidik disarankan menggunakan metode

role playing dalam pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan hasil belajar

IPS.

3. Pendidik hendaknya mempelajari setiap detail metode role playing baik dari

segi isi maupun konteks, agar guru memahami konsep dari metode role

playing, karena guru dalam metode ini sebagai pemandu atau pendukung

selama proses pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar secara kritis,

dalam aspek budaya dan kehidupan sosial siswa, sehingga siswa dapat

membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalamannya dari hasil

interaktif dengan lingkungannya.

Page 180: Tesis Made Martin Rusmaja

174

4. Mengingat keterbatasan waktu dan pokok bahasan yang digunakan dalam

penelitian ini, maka disarankan kepada peneliti lain, agar melaksanakan

penelitian sejenis dengan pemilihan materi yang berbeda dan waktu yang lebih

lama untuk mendapatkan gambaran yang lebih meyakinkan mengenai metode

role playing terhadap sikap sosial dan hasil belajar IPS.

5. Untuk penyempurnaan penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain untuk

mengadakan penelitian lanjut dengan melibatkan variabel-variabel lain,

misalnya kemampuan berpikir kritis, kecerdasan interpersonal dan lain

sebagainya.

Page 181: Tesis Made Martin Rusmaja

175

6. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Metode Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aryana. 2009. Meningkatkan Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Beth Cole, dkk. 2009. Guiding Principles for Stabilization and Reconstruction. Washington: United State Institute of Peace Press.

BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk SD/MI. Jakarta: Depdiknas.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Bulach, Cletus R. 2002. Implementing a Character Education CurricuAssessing Its Impact on Student Behavior, ProQuest Education Journal.

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Dantes, Nyoman. 2008. Pendidikan Teknohumanistik (Suatu Rangkian Persspektif dan Kebijakan Pendidikan Mengahadapi Tantangan Global). Makalah Disampaikan Pada Seminar Pendidikan Diselenggarakan oleh S2 Pendas PPs Undiksha 22 Juli 2008.

_______. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi

Depdiknas. 2004. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian di Sekolah Dasar. Jakarta: Dikdasmen.

Devito, Joseph A. 1997. Human Communication. Alih bahasa Agus Maulana dkk, Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book.

Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Djahirin, A. Kosasih. 1996. Pengajaran Studi Sosial (IPS). Bandung: FKIS IKIP Bandung.

Page 182: Tesis Made Martin Rusmaja

176

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Hasil belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Gunawan, Rudi. 2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep, dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Jarolimek, J. 1986. Social Studies in Elementary Education Seventh Edition. New York: Macmillan Publishing Company.

Juliantara, Ketut. 2009. Metode Pembelajaran Konvensional. Terdapat pada http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/metode- pembelajaran-konvensional/. Diakses pada tanggal 06 Januari 2015.

Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Lasmawan. Wayan. 2010. Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-Empiris. Bali: Mediakom Indonesia Press Bali.

_______. 2010. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang Inovatif. Singaraja: Undiksha.

_______. 2010. Pendidikan IPS. Tersedia pada http://lasmawan.blogspot.com/ 2010/10/pendidikan-ips_11.html. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2015.

Lickona, Thomas. 2000. “Talks About Character Education”, wawancara oleh Early Chilhood Today”, ProQuest Education Journal. http://webcache. google usercontent.com.

Marhaeni. 2007. Pembelajaran Inovatif dan Asesmen Otentik dalam Rangka Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Produktif (Makalah). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Mulyadi, Seto. 2004. Bermain dan kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Siniarti.

NCSS. 1994. Curriculum Standars for the Social Studies. Washington D.C.: National Council for the Social Studies.

Nurkencana. 1996. Evaluasi Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Purwanto, M Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 183: Tesis Made Martin Rusmaja

177

Rasana, I Dw Putu Raka. 2009. Laporan Sabbatical Leave Metode-metode. Singaraja: Undiksha.

Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis.Bandung: Alfabeta.

Roestiyah, N K. 1986. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bumi Aksara.

Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2011. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Slameto. 1995. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

_______. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana S., D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.

Sudiarta, I Gst Putu. 2010. Pengembangan Metode Inovatif, (Makalah). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

_______. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1996. “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi dalam Era Globalisasi: Suatu Kajian”, Makalah, disajikan dalam Seminar tentang Sistem Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Menyongsong Era Global oleh Pusbangkurandik-Balitbangdikbud. Jakarta: Balitbangdikbud.

Sunartombs. 2009. Pengertian Hasil belajar. Terdapat pada Http://Sunartombs.Wordpress.Com/2009/01/05/Pengertian-Hasil belajar/ diakses pada tanggal 02 Januari 2015.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Sutardi, Dodo. 2012. Pengukuran Sikap Sosial. Tersedia pada http://pengukuranpendidikan.blogspot.com/2012/09/pengukuran-sikap-soaial.html . Diunduh pada tanggal 3 Januari 2015.

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Page 184: Tesis Made Martin Rusmaja

178

S, Hamid Hassan. 2010, “Pendidikan IPS (Definisi,Tujuan, SKL, Konten, Proses dan Asesmen)” Panduan, Yogyakarta: HISPISI.

Trianto. 2007. Metode-metode Inovatif Berorientasi Kontruktivistik (Konsep, landasan teoritis praktis dan Implentasinya). Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Wahab, Abdul Aziz. dkk. 2007. Konsep Dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka.

Warpala, I Wayan. 2009. “Metode Konvensional”. Tersedia pada http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/metode-pembelajaran-konvensional/. Diunduh pada tanggal 10 Desember 2014.

Winarno. 2011. Dinamika Peradaban Global & Pengaruhnya Bagi Negara Bangsa. Solo: FKIP UNS.

Page 185: Tesis Made Martin Rusmaja

179

Lampiran 1. Kuesioner Sikap SosialKuesioner Sikap Sosial

A. Petunjuk Pengisian

1. Berikut ini adalah sejumlah pernyataan mengenai situasi yang diandaikan

benar-benar dihadapkan pada diri kalian. Kalian diminta untuk membaca

semua pernyataan itu dengan baik dan teliti. Jawaban terhadap pernyataan

tersebut tidak ada hubungannya dengan nilai raport.

2. Berikan pilihan kalian dengan memberi tanda ceklist ( √ ) pada kolom

sebelah kanan, dengan keterangan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak

setuju, dan sangat tidak setuju.

3. Kalian diminta untuk menjawab sejujur-jujurnya, karena tidak ada jawaban

benar atau salah. Jawaban yang paling baik adalah jawaban yang paling

sesuai atau yang paling tepat dengan pendapat atau sikap mengenai diri

kalian sendiri.

B. Pernyataan Sikap Sosial

NO. PERNYATAAN

Pendapat Responden (siswa)

Sangat Setuju Setuju Kurang

SetujuTidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1 Saya akan berterus terang kepada teman jika saya kurang setuju dengan pendapatnya

2 Jika saya berbuat salah, saya akan mengakui kesalahan yang saya lakukan

3 Dalam mengerjakan tugas, saya sering melihat pekerjaan teman yang lain

4 Saya akan menolong teman saya walaupun mereka berbeda suku atau agama

5 Teman yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas harus dibantu

6 Saya selalu bersikap baik dalam

Page 186: Tesis Made Martin Rusmaja

180

bergaulan dengan teman

7 Saya akan merasa senang jika melihat teman saya senang

8 Memberikan saran yang baik atas masalah yang sedang dihadapi oleh teman

9 Saya tidak peduli terhadap teman yang menyampaikan kesulitan belajar kepada saya

10 Selalu berdiskusi dengan teman tentang pelajaran yang dipelajari

11 Saya akan meminta bantuan kepada teman jika saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas

12 Saya akan menciptakan hubungan yang harmonis dengan teman dikelas

13 Saling menyayangi dan menghormati sesama teman

14 Saya tidak peduli dan tidak tertarik untuk berbicara dengan orang lain

15 Menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya

16 Selalu mengungkapkan pendapat pada saat diskusi

17 Tidak ribut pada saat guru menjelaskan di depan kelas

18 Kerjasama sangat diperlukan dalam melakukan diskusi atau kerja kelompok

19 Dalam bergaul sebaiknya kita membeda-bedakan teman berdasarkan jenis kelaminnya

20 Memberi tahu kepada teman bila dia melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas

Page 187: Tesis Made Martin Rusmaja

181

21 Mengajari teman yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan oleh guru

22 Ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi

23 Saya akan berkata jujur dengan apa yang telah saya lakukan

24 Saya akan menerima teman yang berbeda suku dan agama dalam kelompok saya

25 Selalu membanggakan suku dan agama sendiri di depan teman yang memiliki suku dan agama yang berbeda

26 Belajar berkelompok bermanfaat untuk tukar menukar pikiran, pengalaman, dan pengetahuan

27 Mengungkapkan pendapat tanpa menyinggung orang lain

28 Saya senang memiliki banyak teman

29 Menyatakan hal yang sebenarnya dengan tulus tanpa ditambahi atau dikurangi dengan hal yang lain

30 Mempersilahkan teman untuk melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya

31 Saya senang mengganggu teman-teman yang lain

32 Saya akan turut berduka cita jika ada keluarga teman yang mengalami kecelakaan

33 Saya akan berbagi buku materi yang saya miliki kepada teman yang tidak memiliki buku

34 Bertanya kepada teman tentang pelajaran yang sulit dipahami oleh diri

Page 188: Tesis Made Martin Rusmaja

182

sendiri

35 Menanggapi dengan baik apa yang dibicarakan oleh orang lain

36 Selalu berdiam diri pada saat terlibat dalam sebuah diskusi

37 Tidak mengejek pendapat orang lain

38 Saya selalu ramah dan santun dalam berbicara

39 Selalu bekerja secara bersama-bersama dalam mengerjakan tugas sekolah

40 Saya akan bertanya kepada guru tentang permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran

41 Saat berbicara dengan orang lain, saya menggunakan nada yang keras

42 Saya akan berusaha menjadi yang terbaik bagi teman-teman saya

43 Memberikan saran terhadap permasalahan yang timbul dalam diskusi

44 Membantu teman yang memerlukan bantuan

45 Apabila saya merasa tidak mampu untuk mengerjakan sesuatu, saya akan meminta bantuan kepada teman

46 Melakukan segala cara agar teman menjadi celaka

47 Menghargai pendapat teman lain walaupun dia berbeda suku atau agama

48 Saya sering menjenguk teman yang sedang sakit

49 Menerima teman ke dalam kelompok belajar dengan perasaan senang walaupun dia kurang pandai

Page 189: Tesis Made Martin Rusmaja

183

50 Turut berbahagia atas keberhasilan yang dicapai oleh teman

51 Lebih baik belajar sendiri, karena dengan belajar berkelompok dapat menimbulkan perselisihan

52 Selalu berbuat baik terhadap teman

53 Menghargai pendapat yang dikemukakan oleh orang lain

54 Tidak mencela atau memotong pembicaraan orang lain

55 Menggunakan bahasa yang baik dalam berbicara

56 Tidak menambah kenyataan yang ada dengan cerita sendiri

57 Saya akan merasa senang jika melihat teman saya sedang bersedih

58 Meminjamkan pensil kepada teman yang tidak membawa pensil

59 Merasa senasib dan sepenanggungan dengan keadaan teman yang lain

60 Ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah dalam forum diskusi

Page 190: Tesis Made Martin Rusmaja

184

Lampiran 2. Tes Hasil belajar IPS

Tes Hasil belajar IPS

Pilihlah jawaban yang kamu anggap benar dengan memberi tanda silang (X)

pada salah satu huruf a, b, c, atau d !

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan cara menyilang ( X ) huruf : a,b, c atau d, pada lembar jawaban yang telah tersedia!

1. Salah satu upaya untuk mengembangkan potensi daerah perairan adalah ….

a. Melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom

b. Mempromosikan keindahan taman laut

c. Merusak habitat terutama karang

d. Membuang limbah ke muara sungai

2. Kegiatan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh ….

a. Masyarakat

b. Potensi daerahnya

c. Cuaca

d. Suku bangsanya

3. Kegiatan ekonomi di bidang perikanan diantaranya adalah di bawah ini,

kecuali ….

a. Budi daya kerang mutiara

b. Pengeboran minyak lepas pantai

c. Pembuatan kolam jala apung di waduk Jatiluhur

d. Penangkpan paus di Lama lera

4. Jenis sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah ….

a. Rotan

b. Hasil laut

c. Minyak bumi

d. Hasil pertanian

Page 191: Tesis Made Martin Rusmaja

185

5. Ibu memasak menu ikan pati saus tiram untuk dijual, ibu telah melakukan ….

a. Pelestarian budaya

b. Budidaya perikanan air tawar

c. Kegiatan ekonomi

d. Pengembangan kesejahteraan rakyat

6. Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia disebut ….

a. Sumber daya alam

b. Energi

c. Lingkungan

d. Budaya

7. Tanah yang subur merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan

sebagai ….

a. Tambak

b. Pertanian

c. Peternakan

d. Irigasi

8. Pada umumnya manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk ….

a. Kesenangan pribadi

b. Memperoleh penghasilan

c. Menyenangkan orang lain

d. Menunjukkan gengsi

9. Contoh sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah ….

a. Minyak bumi

b. Batu bara

c. Emas dan perak

d. Peternakan dan perkebunan

10. Kegiatan ekonomi masyarakat di daerah kota adalah ….

a. Bertani

b. Nelayan

c. Pegawai negeri

d. Peternak

Page 192: Tesis Made Martin Rusmaja

186

11. Salah satu sumber daya alam yang diambil dari dalam bumi adalah ….

a. Pohon

b. Gas bumi

c. Hewan

d. Pasir

12. Kegiatan ekonomi dibidang pertanian biasanya menghasilkan tanaman

dibawah ini, kecuali ….

a. Padi

b. Jagung

c. Sayur-mayur

d. Karet

13. Pak danu adalah seorang pembuat ukiran jepara, Pak Danu telah

meningkatkan potensi daerah ….

a. Pertambangan

b. Perkebunan

c. Wilayah alam

d. Sosial dan budaya

14. Usaha untuk mengelola lahan yang luas dan dimanfaatkan untuk ditanami

tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi disebut ….

a. Peternakan

b. Industri

c. Tambak

d. Perkebunan

15. Koperasi merupakan bentuk usaha bersama yang disusun atas asas ….

a. Kekeluargaan

b. Persatuan

c. Perseorangan

d. Kekerabatan

Page 193: Tesis Made Martin Rusmaja

187

16. Kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang yang siap dipakai disebut

kegiatan ….

a. Industri

b. Perdagangan

c. Ekstratif

d. Pertanian

17. Kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa merupakan potensi ekonomi dibidang ….

a. Pertanian

b. Perkebunan

c. Peternakan

d. Kehutanan

18. Seorang yang dibayar untuk mengerjakan lahan pertanian milik orang lain

disebut ….

a. Petani

b. Buruh tani

c. Tukang kebun

d. Tungkulak

19. Berikut yang bukan merupakan hasil pengolahan minyak bumi adalah ….

a. Bensin

b. Avtur

c. Solar

d. Keramik

20. Koperasi yang beranggotakan sekurang-kurangnya 20 orang disebut ….

a. Koperasi konsumsi

b. Koperasi produksi

c. Koperasi sekolah

d. Koperasi primer

Page 194: Tesis Made Martin Rusmaja

188

21. Yang mendapat julukan sebagai bapak koperasi Indonesia adalah ….

a. Ir. Soekarno

b. Drs. Moh. Hatta

c. Mr. Moh. Yamin

d. M. Supomo

22. Simpanan yang dibayarkan oleh anggota pada setiap bulan dengan jumlah

yang telah ditentukan disebut ….

a. Simpanan pokok

b. Simpanan wajib

c. Simpanan sukarela

d. Simpanan biasa

23. Salah satu jenis koperasi fungsional adalah ….

a. Koperasi guru

b. Koperasi simpan pinjam

c. Koperasi sekolah

d. Koperasi produksi

24. Modal utama koperasi diperoleh dari ….

a. Simpanan anggota

b. Pinjaman bank

c. Pemerintah

d. Dana cadangan

25. Ciri koperasi yang berbadan hukum adalah ….

a. Memiliki anggota yang banyak

b. Memiliki akta pendirian

c. Memiliki surat berharga

d. Memiliki kantor tetap

26. Pada setiap akhir tahun, anggota koperasi mendapat ….

a. Sisa hasil usaha

b. Sisa penjualan

c. Sisa pembelian

d. Keuntungan besar

Page 195: Tesis Made Martin Rusmaja

189

27. Koperasi yang menyediakan barng kebutuhan sehari-hari dinamakan

koperasi….

a. Jasa

b. Konsumsi

c. Produksi

d. kredit

28. Koperasi memiliki arti ….

a. Berusaha bersama untuk kepentingan pengurus

b. Berusaha bersama untuk kepentingan Negara

c. Berusaha untuk kepentingan bersama

d. Berusaha bersama untuk mengeruk keuntungan besar

29. Salah satu manfaat menjadi anggota koperasi adalah ….

a. Mencari keuntungan

b. Melatih kemandirian

c. Mensejahterakan anggota

d. Melatih kepekaan sosial

30. Simbol koperasi padi dan kapas melambangkan ….

a. Keadilan sosial

b. Sifat nasional koperasi

c. Kemakmuran

d. Pancasila

31. Dana pemberian dari orang lain atau lembaga kepada koperasi disebut ….

a. Dana hibah

b. Simpanan pokok

c. Simpanan wajib

d. Dana sukarela

32. Teknologi pertanian masa kini dalam mengolah tanah menggunakan ….

a. Kerbau

b. Bajak

c. Traktor

d. Motor

Page 196: Tesis Made Martin Rusmaja

190

33. Lambang koperasi berupa gigi roda mempunyai arti ….

a. Persahabatan yang kokoh

b. Keadilan sosial

c. Kemakmuran

d. Usaha karya yang terus menerus

34. Pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi adalah ….

a. Pengurus

b. Pengawas

c. Rapat anggota

d. Dewan komisaris

35. Segala sesuatu yang digunakan sebagai alat angkutan disebut ….

a. Transportasi

b. Komunikasi

c. Konsumsi

d. Produksi

36. Pasal yang mengatur tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial dalam

UUD 1945 adalah ….

a. Pasal 28

b. Pasal 30

c. Pasal 27

d. Pasal 33

37. Koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan disebut ….

a. KUD

b. KOPPAS

c. KPN

d. Koperasi pertanian

Page 197: Tesis Made Martin Rusmaja

191

38. Kegiatan untuk menambah nilai guna suatu benda disebut ….

a. Produksi

b. Teknologi

c. Industri

d. Mekanisme

39. Berikut ini yang bukan prinsip dari koperasi adalah ….

a. Bersifat kekeluargaan

b. Dikelola dengan asas demokrasi

c. Pembagian SHU secara adil

d. Dipimpin oleh komisaris utama

40. Berdasarkan keanggotaannya koperasi dapat dibedakan menjadi, kecuali ….

a. Koperasi sekolah

b. Koperasi pasar

c. Koperasi serba usaha

d. Koperasi unit desa

41. Zaman saat semua peralatan terbuat dari batu disebut ….

a. Zaman purba

b. Zaman peralihan

c. Zaman batu

d. Zaman modern

42. Teknologi yang paling cepat berkembang dewasa ini adalah ….

a. Perindustrian

b. Informasi

c. Transportasi

d. Pertanian

43. Kelebihan alat produksi masa lalu diantaranya adalah ….

a. Bebas polusi

b. Sulit membuatnya

c. Kurang menyerap tenaga kerja

d. Boros energi listrik

Page 198: Tesis Made Martin Rusmaja

192

44. Serangkaian kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa disebut ….

a. Produksi

b. Konsumsi

c. Teknologi

d. Penjualan

45. Penemu telepon merupakan seorang ilmuan skotlandia yang bernama ….

a. Alexander Graham Bell

b. John Logie Baird

c. Johannes Gutenberg

d. Gailermo Marconi

46. Dibawah ini merupakan alat trasnportasi modern adalah ….

a. Rakit

b. Perahu dagang

c. Kapal laut

d. Perahu layar

47. Teknologi komunikasi di masa lalu adalah ….

a. Telepon

b. Hp

c. Kentongan

d. Televisi

48. Radio, televisi, telepon dan internet adalah contoh teknologi ….

a. Transportasi

b. Komunikasi

c. Produksi

d. Peralatan

49. Perusahan penerbangan milik pemerintah indonesia adalah ….

a. Lion Air

b. Garuda Indonesia Airlines

c. Mandala Air

d. Merpati Air

Page 199: Tesis Made Martin Rusmaja

193

50. Mengirim surat melalui internet dikenla dengan sebutan ….

a. Game

b. Download

c. Email

d. Chat

Page 200: Tesis Made Martin Rusmaja

194

KUNCI JAWABAN

1. B

2. B

3. A

4. C

5. C

6. A

7. B

8. B

9. D

10. C

11. B

12. D

13. D

14. D

15. A

16. A

17. B

18. B

19. D

20. D

21. B

22. B

23. A

24. A

25. B

26. A

27. B

Page 201: Tesis Made Martin Rusmaja

195

28. C

29. C

30. C

31. A

32. C

33. D

34. C

35. A

36. D

37. A

38. A

39. C

40. C

41. C

42. A

43. A

44. A

45. A

46. C

47. C

48. B

49. B

50. C

Page 202: Tesis Made Martin Rusmaja

196

Lampiran 3. Deskripsi Data

A1 A2Y1 Y2 Y1 Y2

177,00160,00160,00180,00170,00189,00190,00188,00187,00167,00191,00182,00166,00170,00175,00182,00183,00188,00187,00167,00191,00182,00166,00170,00175,00182,00183,00168,00182,00162,00180,00190,00191,00176,00162,00178,00175,00189,00183,00167,00178,00165,00

33,0029,0034,0032,0030,0029,0033,0034,0038,0036,0028,0030,0030,0034,0026,0029,0032,0033,0038,0032,0033,0035,0029,0030,0030,0030,0037,0033,0036,0037,0037,0036,0034,0031,0030,0033,0032,0036,0035,0035,0035,0032,00

97,00102,0096,00

102,00103,0090,00

105,00109,0098,0085,00

101,0090,00

112,0098,00

112,0088,0097,0094,00

109,0090,00

100,00115,0095,00

107,00114,0096,0099,00

110,0099,00

103,0089,0097,00

102,0096,00

107,00103,0099,00

105,00102,00112,0098,00

115,0099,00

23,0022,0017,0018,0020,0023,0019,0020,0022,0023,0022,0021,0020,0017,0016,0023,0021,0021,0024,0020,0018,0017,0015,0021,0019,0020,0018,0016,0022,0019,0017,0020,0022,0017,0021,0019,0019,0022,0023,0020,0015,0014,0018,00

Page 203: Tesis Made Martin Rusmaja

197

117,00107,00

20,0015,00

Descriptives

Model Pembelajaran Statistic Std. Error

Sikap Ilmiah

Role Playing

Mean 177,4762 1,49612

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 174,4547

Upper Bound 180,4977

5% Trimmed Mean 177,6905

Median 179,0000

Variance 94,012

Std. Deviation 9,69596

Minimum 160,00

Maximum 191,00

Range 31,00

Interquartile Range 19,25

Skewness -,258 ,365

Kurtosis -1,173 ,717

Konvensional

Mean 101,4222 1,17228

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 99,0597

Upper Bound 103,7848

5% Trimmed Mean 101,4321

Median 101,0000

Variance 61,840

Std. Deviation 7,86387

Minimum 85,00

Maximum 117,00

Range 32,00

Interquartile Range 10,50

Skewness ,080 ,354

Kurtosis -,533 ,695

Hasil Belajar

IPS

Role Playing Mean 32,7619 ,45826

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 31,8364

Upper Bound 33,6874

Page 204: Tesis Made Martin Rusmaja

198

5% Trimmed Mean 32,7884

Median 33,0000

Variance 8,820

Std. Deviation 2,96984

Minimum 26,00

Maximum 38,00

Range 12,00

Interquartile Range 5,00

Skewness -,079 ,365

Kurtosis -,747 ,717

Konvensional

Mean 19,5333 ,38218

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 18,7631

Upper Bound 20,3036

5% Trimmed Mean 19,5926

Median 20,0000

Variance 6,573

Std. Deviation 2,56373

Minimum 14,00

Maximum 24,00

Range 10,00

Interquartile Range 4,50

Skewness -,324 ,354

Kurtosis -,737 ,695

Page 205: Tesis Made Martin Rusmaja

199

Lampiran 4. Uji Normalitas Sebarasn Data

Tests of Normality

Model

Pembelajaran

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Sikap IlmiahRole Playing ,132 42 ,064 ,933 42 ,016

Konvensional ,088 45 ,200* ,977 45 ,515

Hasil Belajar

IPS

Role Playing ,133 42 ,058 ,968 42 ,272

Konvensional ,128 45 ,063 ,959 45 ,117

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Page 206: Tesis Made Martin Rusmaja

200

Page 207: Tesis Made Martin Rusmaja

201

Page 208: Tesis Made Martin Rusmaja

202

Page 209: Tesis Made Martin Rusmaja

203

Lampiran 5. Uji Homogenitas Varians

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

F df1 df2 Sig.

Sikap Ilmiah 3,837 1 85 ,053

Hasil Belajar IPS 1,040 1 85 ,311

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent

variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + A

Page 210: Tesis Made Martin Rusmaja

204

Lampiran 6. Uji Homogenitas Matriks Varians/Kovarian

Box's Test of Equality of

Covariance Matricesa

Box's M 7,471

F 2,427

df1 3

df2 1541697,435

Sig. ,063

Tests the null hypothesis

that the observed

covariance matrices of the

dependent variables are

equal across groups.

a. Design: Intercept + A

Page 211: Tesis Made Martin Rusmaja

205

Lampiran 7. Uji Korelasi Antar Variable Terikat

Correlations

Sikap Ilmiah Hasil Belajar IPS

Sikap Ilmiah

Pearson Correlation 1 ,121

Sig. (2-tailed) ,135

N 87 87

Hasil Belajar IPS

Pearson Correlation ,121 1

Sig. (2-tailed) ,135

N 87 87

Page 212: Tesis Made Martin Rusmaja

206

Lampiran 8. Uji Hipotesis Multivariat

Descriptive Statistics

Model Pembelajaran Mean Std. Deviation N

Sikap Ilmiah

Role Playing 177,4762 9,69596 42

Konvensional 101,4222 7,86387 45

Total 138,1379 39,21206 87

Hasil Belajar IPS

Role Playing 32,7619 2,96984 42

Konvensional 19,5333 2,56373 45

Total 25,9195 7,19531 87

Multivariate Testsa

Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.

Intercept

Pillai's Trace ,997 14482,366b 2,000 84,000 ,000

Wilks' Lambda ,003 14482,366b 2,000 84,000 ,000

Hotelling's Trace 344,818 14482,366b 2,000 84,000 ,000

Roy's Largest Root 344,818 14482,366b 2,000 84,000 ,000

A

Pillai's Trace ,961 1037,952b 2,000 84,000 ,000

Wilks' Lambda ,039 1037,952b 2,000 84,000 ,000

Hotelling's Trace 24,713 1037,952b 2,000 84,000 ,000

Roy's Largest Root 24,713 1037,952b 2,000 84,000 ,000

a. Design: Intercept + A

b. Exact statistic

Tests of Between-Subjects Effects

Source Dependent Variable Type III Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected ModelSikap Ilmiah 125656,891a 1 125656,891 1624,350 ,000

Hasil Belajar IPS 3801,618b 1 3801,618 496,509 ,000

InterceptSikap Ilmiah 1689797,397 1 1689797,397 21843,781 ,000

Hasil Belajar IPS 59410,997 1 59410,997 7759,353 ,000

ASikap Ilmiah 125656,891 1 125656,891 1624,350 ,000

Hasil Belajar IPS 3801,618 1 3801,618 496,509 ,000

Error Sikap Ilmiah 6575,454 85 77,358

Page 213: Tesis Made Martin Rusmaja

207

Hasil Belajar IPS 650,819 85 7,657

TotalSikap Ilmiah 1792374,000 87

Hasil Belajar IPS 62901,000 87

Corrected TotalSikap Ilmiah 132232,345 86

Hasil Belajar IPS 4452,437 86

a. R Squared = ,950 (Adjusted R Squared = ,950)

b. R Squared = ,854 (Adjusted R Squared = ,852)

Page 214: Tesis Made Martin Rusmaja

208

Page 215: Tesis Made Martin Rusmaja

209

RIWAYAT HIDUP

Made Martin Rusmaja, lahir di Sulanyah, Kecamatan Seririt, Kabupaten

Buleleng, pada tanggal 12 Maret 1984. Putra kedua dari pasangan Putu

Sukredana dan Ni Nyoman Mahalni. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah

Dasar di SDN 2 Sulanyah pada tahun 1996 lalu melanjutkan ke SMPN 1 Seririt,

lulus tahun 1999, dan melanjutkan lagi ke SMAN 1 Seririt lulus tahun 2002.

Selanjutnya Penulis melanjutkan pendidikan Diploma 2 di Universitas

Ganesha lulus tahun 2004, kemudian penulis mengabdikan diri menjadi guru SD

di SDN 3 Busungbiu, sambil melanjutkan pendidikan di Universitas terbuka

Denpasar dan berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 2012 dan

memproleh gelar Sarjana Pendidikan Guru SD.

Kemudian Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke

Program Pascasarjana (S2) di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja pada

Program Studi Pendidikan Dasar.

Selama menjadi Guru penulis sering mengikuti seminar, pelatihan, menjadi

anggota Kelompok Kerja Guru (KKG) di tingkat Kecamatan Busungbiu.