Paper Uas Ahmadmunir Best
-
Upload
ahmadmunirchobirun -
Category
Documents
-
view
185 -
download
0
Transcript of Paper Uas Ahmadmunir Best
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHERAAN DAN
KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI PERDESAAN DAN
PERKOTAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Oleh:
Nama : Ahmad Munir
NIM : 0706265150
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2010
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Upaya Meningkatkan Kesejaheraan dan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Perdesaan dan Perkotaan
Oleh: Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi - Fakultas MIPA - Universitas Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Perkiraan jumlah penduduk menjelaskan bahwa angka penduduk lanjut usia cenderung
meningkat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memperkirakan
tahun 2025, lebih dari seperlima penduduk Indonesia tergolong lanjut usia (lansia), yaitu
penduduk umur 60 tahun atau lebih. Masyarakat pada umumnya lebih banyak
memandang lanjut usia menurut cara pandang pribadi, pertama, pandangan yang melihat
lansia sebagai kelompok terhormat dalam masyarakat, sehingga pemenuhan kebutuhan
sosialnya lebih tinggi. Sedangkan kedua pandangan rasional yang melihat kelompok
lanjut usia sebagai kelompok masyarakat non-produktif sehingga keberadaanya di
masyarakat cenderung diabaikan. Cara pandang keduanya, sangat mempengaruhi upaya
dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup lanjut usia. Terutama cara pandang
yang dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di perdesaan dan perkotaan, tentu hal ini
sangat berpengaruh pada pemahaman terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia. Dengan melihat perbedaan tingkat kebutuhan serta karakteristik
lanjut usia di masyarakat, maka upaya untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia
diharapkan lebih berhasil.
Kata kunci: Kualitas Hidup, Kesejahteraan, Lansia, Perdesaan dan Perkotaan
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
I. Pendahuluan
1. Latar belakang
Perkiraan jumlah penduduk menjelaskan bahwa angka penduduk lanjut usia
cenderung meningkat. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
memperkirakan tahun 2025, lebih dari seperlima penduduk Indonesia tergolong lanjut
usia (lansia), yaitu penduduk umur 60 tahun atau lebih. Sedangkan BPS
memperkirakan hampir 60% lansia di Indonesia tergolong miskin, dan merupakan
27% dari total penduduk miskin. Di samping itu, rata-rata pendidikan lansia di
Indonesia hanya Sekolah Dasar tanpa memiliki pekerjaan tetap. Kondisi seperti ini
jangan sampai menjadi beban pembangunan, mengingat undang-undang memberikan
jaminan kesejahteraan bagi semua warganya.
Dampak pertumbuhan lanjut usia sejalan dengan peningkatan angka usia non-
produktif. Pertumbuhan angka non-produktif akan berdampak pada meningkatnya
angka ketergantungan terhadap kelompok produkitif. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa pertumbuhan angka lanjut usia berarti peningkatan angka non-
produktif. Dengan memperhatikan pola ini berarti upaya peningkatan kesejahteraan
lanjut usia, membutuhkan perhatian seluruh pihak. Pengamatan terhadap perbedaan
tuntutan dan pemenuhan kebutuhan, dan juga pertumbuhan lansia yang semakin
meningkat, harus diperhatikan aspek pemahaman terhadap lingkungan lanjut usia.
Mengingat komposisi dan struktur penduduk Indonesia untuk masa mendatang akan
di dominasi oleh para lanjut usia.
Dalam usaha menjadikan lansia sebagai aset pembangunan, pemahaman yang
mendalam dari berbagai aspek yang berkaitan dengan lansia menjadi sangat penting.
Pemahaman ini diperlukan mengingat para lansia mempunyai sifat dan karakteristik
yang berbeda dengan penduduk pada umumnya. Umumnya, lansia mengalami
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama
lain (Kuntjoro: 2002). Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Selanjutnya, Kuntjoro menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi kesehatan
jiwa lansia, yaitu (a) penurunan kondisi fisik, (b) penurunan fungsi dan potensi
seksual, (c) perubahan aspek psikososial, (d) perubahan berkaitan dengan pekerjaan,
dan (e) perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Jika masalah-masalah ini tidak
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
ditangani secara baik, lansia akan menjadi beban pembangunan, bukan aset
pembangunan.
Tulisan ini akan menjelaskan berbagai dampak pertumbuhan jumlah lanjut
usia (lansia) dan beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas hidup dan
kesejahteraan lanjut usia di beberapa daerah di Indonesia. Saya juga bermaksud
menjelaskan hubungan berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia,
dan penerapan kebijakan untuk para lanjut usia.
2. Perumusan Masalah
Saya merumuskan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini sebagai
berikut: “Mengetahui Perbedaan Karakteristik Aktivitas Lanjut Usia di Perdesaan
dan Perkotaan dan Kaitanya Ketergantungan Hidup serta Upaya Meningkatkan
Kualitas Hidup Dan Kesejahteraan Hidup Lanjut Usia”.
Kemudian saya mencoba menjabarkanya dalam beberapa kalimat pertanyaan
yang akan dibahas pada selanjutnya, yaitu:
a. Bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan aktivitas para lansia di perdesaan dan
perkotaan.
b. Bagaimana kualitas kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat kesehatan para
lansia di perkotaan dan perdesaan.
c. Apa upaya untuk meningkatkan kesejaheraan dan kualitas hidup lanjut usia di
perdesaan dan perkotaan berdasarkan gambaran ketiga pertanyaan di atas.
3. Batasan Masalah
Dalam studi ini, saya membatasi beberapa definisi dalam penulisan sebagai
berikut:
� Kualitas Hidup adalah kondisi yang memberikan kesempatan untuk dapat
hidup nyaman, mempertahankan keadaan fisiologis sejalan dengan imbangan
psikologis , di dalam kehidupan sehari-hari. (Pustaka Kesehatan).
� Secara harfiah kesejahteraan adalah suatu keadaan/kondisi yang terdapat rasa
aman, tentram, makmur yang dirasakan oleh seluruh masyarakat secara
bersama-sama.
� Perdesaan merupakan suatu bagian wilayah yang tidak berdiri sendiri. Suatu
wilayah bisa disebut perdesaan karena mempunyai karakteristik yang tidak
sama dengan perkotaan. Suatu kawasan yang aktifitas utamanya atau aktifitas
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
ekonomi penduduknya bersandar pada pengelolaan sumberdaya alam setempat
atau pertanian dinamakan dengan kawasan perdesaan (UU 24 Tahun 1992).
� Perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
4. Tujuan Penulisan
Secara umum, studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi lanjut usia
dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan kesehatan, serta berusaha membandingkan
perbedaan aspek-aspek tersebut di perdesaan dan perkotaan. Secara khusus tujuan
studi ini yaitu:
a) Mendeskripsikan kondisi sosial, ekonomi dan aktivitas para lansia di perdesaan
dan perkotaan.
b) Mendeskripsikan status kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat kesehatan
para lansia di perkotaan dan perdesaan.
c) Mengamati perbedaan pemenuhan kebutuhan para lanjut usia, terutama
berdasarkan karakteristik perdesaan dan perkotaan.
d) Upaya Upaya Meningkatkan Kesejaheraan dan Kualitas Hidup Lanjut Usia di
Perdesaan dan Perkotaan.
5. Manfaat Penulisan
Makalah ini terbatas pada pemahaman saya untuk mengeksplorasi lebih lanjut,
kondisi lansia di perdesaan dan perkotaan. Dengan merujuk pada studi literature, saya
berusaha memahami karakteristik para lanjut usia.
Telah banyak studi sebelumnya yang mengulas kualitas lanjut usia namun dari
perspektif mikro, misalnya katanya dengan jenis kelamin, kaitanya dengan pekerjaan
dan aspek spesifik lain yang terkontrol. Dalam paparan ini, saya mengulas dengan
lebih lengkap, berbagai ulasan sebelumnya, agar dapat mendiskrikan secara umum,
kebutuhan, kebutuhan hidup lanjut usia, yang pada ahirnya dapat berguna untuk
mengambil berbagai macam keputusan berkaitan dengan lansia.
Bagi masyarakat pada umumnya, studi ini dapat menjawab beberapa
pertanyaan mendasar, terkait kebutuhan para lansia, sehingga masyarakat dapat
menciptakan lingkungan masa depan yang lebih berharga untuk para lanjut usia. Hal
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
ini perlu, untuk menunjang perhatian yang lebih, dari generasi di bawahnya untuk
memahami kondisi para lanjut usia. Dalam aspek tertentu, studi ini dapat
dimanfaatkan sebagai referensi dalam memustuskan berbagai hal berkaitan dengan
kebijakan terhadap lanjut usia.
6. Hipotesis
Saya mengasumsikan pada tulisan ini, bahwa terdapat perbedaan kondisi
lingkungan mempengaruhi kualitas hidup lansia, Dengan demikain upaya memenuhi
kesejahteraan dan kualitas hidup juga berbeda. Hal ini akan mempengaruhi berbagai
hal yang berkaitan dengan lansia, baik kondisi ekonomi, sosial dan kesehatan serta
berbagai aktivitas yang dilakukan lansia.
Makalah ini terbatas pada pemahaman saya untuk mengeksplorasi lebih lanjut,
kondisi lansia di perdesaan dan perkotaan. Dengan merujuk pada studi literature, saya
berusaha memahami secara langsung karakteristik para lanjut usia. Keterbatasan
tulisan ini terletak pada kriteria pembeda, saya mengasumsikan lingkungan perdesaan
dan perkotaan memiliki perbedaan yang signifikan berdasarkan pada beberapa
definisi ilmiah. Dengan perbedaan ini, saya tidak mengasumsikan berbagai hal yang
terdapat di dalamnya memungkinkan untuk berbeda juga, baik dari aspek ekonomi,
sosial dan aktivitas lansia.
7. Manfaat Penulisan
Bagi masyarakat pada umumnya, studi ini dapat menjawab beberapa
pertanyaan mendasar, terkait kebutuhan para lansia, sehingga masyarakat dapat
menciptakan lingkungan masa depan yang lebih berharga untuk para lanjut usia. Hal
ini perlu, untuk menunjang perhatian yang lebih, dari generasi di bawahnya untuk
memahami kondisi para lanjut usia.
II. Pembahasan
Masyarakat pada umumnya lebih banyak memandang lanjut usia menurut cara
pandang pribadi, pertama, pandangan yang melihat lansia sebagai kelompok
terhormat dalam masyarakat, sehingga pemenuhan kebutuhan sosialnya lebih tinggi.
Sedangkan kedua pandangan rasional yang melihat kelompok lanjut usia sebagai
kelompok masyarakat non-produktif sehingga keberadaanya di masyarakat cenderung
diabaikan.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Cara pandang keduanya, sangat mempengaruhi upaya dalam meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup lanjut usia. Teruma cara pandang yang dipengaruhi
oleh karakteristik lingkungan di perdesaan dan perkotaan, tentu hal ini sangat
berpengaruh pada pemahaman terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia. Dengan melihat perbedaan tingkat kebutuhan serta berbagai
harapan masyarakat, dapat menjadikan upaya meningkatkan kualitas hidup lanjut usia
berhasil. Selama ini perhatian terhadap lansia tergolong rendah. Dari beberapa data
yang tersedia menunjukkan, bahwa lanjut usia cenderung tidak mendapat perhatian
yang sesuai dengan yang diharapkan.
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik
material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya
bagi diri, keluarga. serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
asasi manusia sesuai dengan Pancasila.(Undang-undang No.13 Tahun 1998).
Dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 Bab
I pasal 2 ayat 1, kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
materil maupun sprituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketentraman lahir batin yangmemungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia dan Pancasila.
Studi terhadap lanjut usia di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan angka
ketergantungan para lansia terhadap lingkunganya semakin besar. Di provinsi Bali,
pertumbuhana jumlah lansia berkisar antara . Dan rata-rata dari mereka tidak
melakukan pekerjaan apapun, dan menggantungkan segala kebutuhan hidupnya pada
yang masih produktif.
Perdesaan dan perkotaan sebagai sifat dan karakteristik tempat memiliki
pengaruh terhadap cara pandang lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perbedaan struktur masyarakat desa dan kota terletak pada aktivitas masyarakatnya,
masyarakat desa umumnya petani sedangkan masyarakat kota memiliki ragam
pekerjaan yang jauh lebih kompleks. Hal ini mempengaruhi lanjut usia, sebagai
bagian dari lingkungan keduanya, yang juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
kualitas hidup, sehingga untuk menjamin keduanya, mesti dilakukan dengan upaya
yang berbeda.
1. Konsep Lanjut Usia
Dalam konsepnya, Negara Indonesia menentukan kriteria lajut usia sebagai
seorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Hal ini merujuk pada pengelompokan
manusia berdasarkan umur. Baik diperdesaan maupun perkotaan, tidak ada yang
membedakan antara konsep lanjut usia secara usia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu: Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Pendapat lain mengatakan mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan
dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-
hari.
Dalam lingkungan daur hidup manusia, lanjut usia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
mempertimbangkan tiga aspek untuk menentukan status lanjut usia yaitu: aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis, lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat.
Dalam menentukan kelompok hidup, sebagian masyarakat di Indonesia
memiliki cara yang berbeda. Di Bali, masyarakat mengelompokkan usia sebagai
berikut; 0-8 tahun (masa anak-anak), 8-15 tahun (orang muda), 15-20 tahun
(remaja/bajang) dan 20-30 tahun (teruna/ laki-laki dan teruni/ perempuan). Hal ini
juga terjadi di beberapa masyarakat adat lainya. Namun masyarakat Indonesia secara
umum, yang merujuk pada undang-undang sebagai acuanya.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Menurut kesepakatan Departemen Sosial pada bulan Oktober 1998, yang
dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun ke atas,
sebelumnya departemen sosial menganut 55 tahun. Sedangkan Departemen Sosial
memakai batasan lanjut usia (lansia) untuk wanita adalah rata-rata pada usia 45 tahun.
Dalam hal ini, saya tidak menemukan perbedaan konsep antara lanjut usia di
perdesaan maupun perkotaan. Secara umum, teorinya menjelaskan bahwa penduduk
lanjut usia adalah mereka yang mencapai usia 60 tahun dan telah mengalami kondisi
yang menurun dari kondisi sebelumnya, tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Beberapa aspek tersebut mencirikan lanjut usia merupakan kelompok
penduduk yang berpotensi besar untuk menimbulkan ketergantungan, menumbuhkan
masalah kesehatan, dan beberapa aspek lain yang membutuhkan perhatian dari
kelompok penduduk yang lain, terutama kelompok penduduk usia produktif. Namun
demikian, terdapat kewajiban dari Negara untuk memberikan pelayan sebaik-baiknya
dalam usaha mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
2. Kebutuhan Lanjut Usia
Masyarakat pada umumnya memiliki kebutuhan hidup, dalam skala kecil
kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan serta pendidikan dan kesahatan
merupakan kebutuhan mendasar yang hendak dipenuhi setiap orang. Orang lanjut
usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera.
Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi
seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan
kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti
bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai
banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan
pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut
usia agar dapat mandiri dan mengurangi ketergantungan pada kelompok usia yang
lain.
Untuk memahami kebutuhan hidup para lansia, saya berusaha menjelaskan
tingkat kebutuhan manusia berdasarkan urutanya. Salah satu rujukan yang sesuai
untuk mengaitkan kelompok lanjut usia dengan kebutuhanya adalah pendapat Maslow
dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
a. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis
seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
b. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan
dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan
jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya
c. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau
berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya
d. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri
untuk diakui akan keberadaannya, dan
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam
kehidupan.
Jika saya mengaitkan tingkatan kebutuhan dan fakta lansia, maka saya dapat
menghubungkan keterkaitan antara lansia di Indonesia dan tingkatan pemenuhan
kebutuhan. Deskripsi tingkatan kebutuhan dapat menjelaskan gambaran umum
lansia di Indonesia.
Selanjutnya, Lansia juga membutuhkan kesehatan sebagai salah satu faktor
penentu kesejahteraan dan kualitas hidup. Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik
dan keadaan psikis. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan
daya tahan fisik terhadap serangan penyakit sedangkan faktor kesehatan psikis
meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan
fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-
tahap tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus
menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik
ditandai dengan beberapa serangan penyakit pada bagian organ maupun sistem
organ, seperti: gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan,
neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering
terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Joseph J. Gallo (1998)
mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan
keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas,
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
dan waktu respon yang lamban. Dari segala kelemahannya, lansia mengsusahakan
hidupnya untuk kemandirian, proses ini membutuhkan ketekunan sebagaimana pada
proses awal daur anak.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat.
Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia
kurang cekatan.
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara
otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab
menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan
menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka
banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain
sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang
percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.
(Zainudin, 2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif
dan psikomotorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa
kepribadian lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2)
Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post
power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang
memberikan otonomi pada dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis
maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan
hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika
terus terbawa arus kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah
memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau
cenderung membuat susah dirinya.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Faktor hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia
dengan keluarga, teman sebaya/usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam
hubungan ini dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam
kehidupan sehari-hari.
Beberapa studi sebelumnya telah memperlihatkan bahwa kebutuhan lanjut
usia, secara umum sama. Dan bahkan lebih tinggi di banding kelompok usia lain,
mengingat lanjut usia memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam memenuhi
kebutuhan. Berkaitan pula dengan tipe kepribadian para lansia. Dengan
menggambarkan tipe kepribadian yang berbeda, yang berkaitan dengan aspek
pemilikan kebutuhan, maka upaya melakukan pemenuhan kesejahteraan dan kualitas
hidup lansia menjadi semakin mudah.
Dalam hal ini, kebutuhan psikis yang mempengaruhi kehidupan lanjut usia
mesti mendapatkan perhatian lebih. Kebutuhan psikolgis lansia yang berkaitan dengan
kemampuan mengelola diri secara baik, menjadi bahan pertimbangan untuk
memenuhi kebutuhanya, tentu harus tetap memperhatikan skala prioritas pemenuhan
kebutuhan.
3. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Aktivitas Para Lanjut Usia di Perdesaan dan
Perkotaan
Predikat sebagai kepala keluarga dengan latar belakang pendidikan yang
rendah (pendidikan formal) dan ketergantungan terhadap orang lain (karena tidak
bekerja) lebih banyak ditemukan di pedesaan (Setyawan, 2008). Sedangkan pada
masyarakat perkotaan, sebagian besar lansia memiliki pendidikan yang lebih tinggi,
sehingga ketergantungan terhadap kelompok lain masih rendah, kecuali pada fase
tertentu ketika mereka tidak mampu lagi menjalankan berbagai aktivitas, sebagai
akibat dari berkurangnya fungsi tubuh dalam melakukan kerja. Diperkotaan lansia
yang statusnya hanya sebagai orang tua/mertua lebih banyak dibandingkan dengan
sebagai kepala rumah tangga. Hal itu berarti ada kemungkinan lansia di perkotaan
lebih banyak yang berpotensi mengalami tekanan kejiwaan/depresi.
Selanjutnya pada masyarakat tertentu, kedudukan lansia menjadi bagian yang
sangat penting. Ini merupakan satu nilai sosial yang menjelaskan kondisi lansia di
Negara-negara berkembang. Negara maju banyak mengembangkan budaya rasional
yang mengikis nilai-nilai sosial. Dalam kehidupan sehari-hari beberapa gejala
perubahan nilai-nilai sosial, misalnya hubungan orang tua dengan anak yang juga
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
mengalami perubahan, sehingga ikatan keluarga mulai melonggar. Perubahan nilai
sosial ini makin mendorong lansia untuk lebih giat menabung, karena nasibnya tidak
semata-mata tergantung pada kemurahan anak cucunya. Hal ini menunjukkan adanya
tingkat kemandirian yang lebih tinggi, yang mana di Indonesia lebih banyak melekat
pada masyarakat perkotaan seperti dalam bentuk jaminan dana tua (pensiun),
sedangkan di perdesaan, masyarakat tidak banyak melakukan hal tersebut, mengingat
lahan pertanian hampir menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sehingga
persiapan dalam rangka menyambut masa tua, cenderung terabaikan.
Sebagaian kelompok lansia melanjutkan Untuk meringankan beban lansia,
pemerintah maupun organisasi masyarakat mendirikan rumah atau asrama khusus
untuk kaum lansia. Pendirian rumah bagi kaum lansia selain memiliki segi positif,
juga mempunyai segi negatif, yaitu menyebabkan semakin longgarnya hubungan
antara anak dengan orang tua. Anak-anak karena kesibukan kerja memasukkan orang
tua ke panti wredha (Oswari, 1997).
Kita juga dapat melihat statistik lansia di Bali untuk mendapatkan gambaran
bagaimana aktivitas sebagian lansia tetap pada pilihan bekerja. Menurut hasil
Sakernas 2007 jumlah lansia di Bali sekitar 336.000 orang. Pada tahun yang sama
jumlah penduduk usia kerja (umur 15 tahun atau lebih) lebih dari 2,5 juta orang. Hal
itu berarti bawa jumlah lansia adalah 12,6% dari penduduk usia kerja. Selanjutnya,
penduduk usia kerja dapat dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Kemudian angkatan kerja ada yang berstatus bekerja dan tidak bekerja
(menganggur). Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari mereka yang
hanya mengurus rumah tangga, sekolah , dan penduduk yg sudah tidak bisa
melakukan kegiatan karena sakit, usia lanjut, cacat jasmani ataupun cacat mental.
Dari status kegiatan, hampir semua angkatan kerja lansia berstatus bekerja
dan yang menganggur hanya 0,27%. Justru yang relative banyak adalah pekerja
lansia yang tergolong underemployeed. Jumlahnya mencapai 45% (setara 84.094
orang). Tetapi dari jumlah ini yang tergolong sebagai setengah pengangguran sukarela
(part time worker) sebanyak 85%. Sisanya adalah setengah pengangguran terpaksa,
yaitu lansia yang bekerja dibawah jam kerja normal (<35 jam per minggu) dan masih
mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Melihat beberapa karakteristik social ekonomi lansia seperti disebutkan diatas,
dapat disimpulkan bahwa lansia di Bali lebih banyak berfungsi sebagai asset
pembangunan. Kebanyakan diantara mereka mempunyai pekerjaan dengan kondisi
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
kesehatan tergolong baik dan cukup. Tahun 2005 memang tercatat jumlah lansia yang
berumur 75 tahun keatas sebanyak 65.579 orang (sekitar 22% dari total lansia).
Kelompok ini tampaknya perlu mendapat perhatian khusus, karena diperkirakan
mereka sudah mengalami penurunan kesehatan yang cukup berarti.Lebih-lebih bagi
Pada ahirnya, saya dapat melihat adanya perbedaan kondisi, baik menyangkut
status sosial, kondisi ekonomi dan aktivitas harian para lansia di perdesaan dan
perkotaan. Kecenderungan lansia memperlihatkan pola kehidupan yang berbeda,
untuk lingkungan tinggal yang berbeda.
4. Deskripsi Kesehatan Lansia dan Perbedaan Tingkat Kesehatan Para Lansia di
Perkotaan dan Perdesaan
Kondisi sosial, ekonomi serta aktivitas mempengaruhi kualitas kesshatan para
lanjut usia. Pada tiap-tiap penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Penyebabnya adalah
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Melihat
kondisi tersebut, masyarakat perlu memperhatikan upaya lain dalam menjamin
kualitas kesehatan. Upaya yang bersifat preventif, dengan melihat segala aspek yang
memungkinkan timbulnya gejala penyakit atau dengan tindakan yang tepat pada saat
lansia menderita berbagai penyakit. Dalam hal ini, aspek lingkungan tinggal, baik di
perdesan maupun diperkotaan, perlu mendapat perhatian serius.
Secaca fisik seiring dengan menurunya kualitas organ dalam tubuh, lansia
mulai menderita banyak penyakit pada bagian fisik. Beberapa penyakit yang diderita
antara lain; sindroma klimakterium sedangkan dalam jangka panjang penyakit jantung
(kardiovaskuler) dan osteoporosis. (Pramono, 1998). Dengan demikian secara fisik
perlu upaya untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan yang sifatnya material untuk
memenuhi kebutuhanya.
Aspek psikososial dan fisik secara keseluruhan memiliki hubungan positif
dengan status gizi lansia. Hal itu menunjukkan bahwa untuk mendapatkan status gizi
yang baik pada lansia diperlukan perhatian yang lebih menyeluruh terhadap aspek
psikososial dan fisik lansia baik dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah.
Status gizi yang baik diharapkan dapat meningkatkan kesehatan lansia yang
merupakan salah satu indikator kesejahteraan lansia.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Dengan memperhatikan lingkungan tinggal di perdesaan, terdapat salah satu
studi memperlihatkan bahwa aspek kesehatan para lanjut usia di bali yang merupakan
area pertanian, hanya sekitar 16% lansia di Bali kesehatannya tergolong “kurang”.
Selebihnya termasuk “baik” atau “cukup”. Kondisi ini berimplikasi pada kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas rutinnya. Hampir 80% lansia tidak memerlukan
bantuan dalam mereka berkegiatan. Dengan demikian, lingkungan perdesaan untuk
menjamin kesehatan lansia, lebih sesuai jika dibandingkan dengan lingkungan
perkotaan.
Secara umum, perbedaan kualitas lingkungan mempengaruhi tingkat
kesehatan lansia. Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan lingkungan memicu
lingkungan yang tidak sehat, sedangkan lingkungan perdesaan yang umumnya
merupakan area pertanian, semakin mendukung kehidupan lansia. Dari aspek
kesehatan ini, dapat dilihat perbedaan kondisi dan kualitas hidup. Lansia tentu lebih
merasakan nyaman pada lingkungan yang sehat, walaupun kenyaman tidak hanya
ditentukan oleh faktor lingkungan, akan tetapi minimal dengan lingkungan yang baik,
kenyamanan pun akan dapat di ciptakan. Pada ahirnya, dapat menimbukan kualitas
hidup yang lebih baik.
Upaya pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan berkaitan dengan kesehatan
bukan terletak pada upaya memindahkan lingkungan lansia ke perdesaan. Dalam hal
ini, saya perlu menjelaskan bukti lain, bahwa kesehatan lanjut usia juga sangat
dipengaruhi oleh variabel lingkungan tinggal.
Lingkungan perkotaan sebagaimana dijelaskan diawal memiliki karakteristik
yang lebih beragam dari sisi ekonomi. Sedangkan lansia merupakan kelompok usia
yang lemah yang membutuhkan perhatian. Jika studi memperlihatkan bahwa
dukungan sosial juga sangat mempengaruhi kesehatan lansia, maka upaya yang ideal
untuk melakukan perbaikan pada kebutuhan hidup lansia adalah melayani dengan
maksimal.
5. Perbedaan Aspek Pemenuhan Kebutuhan dan Kesejahteraan Lansia di
Perdesaan Dan Perkotaan
Karakteristik demografi kedua lansia adalah statusnya dalam rumah tangga.
Status ini sangat penting dalam kaitan pengakuan terhadap lansia itu sendiri paling
tidak oleh keluarga dekatnya. Pengakuan status adalah merupakan salah satu
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
penghargaan terhadap lansia. Dengan menghargai lansia berarti mereka merasa masih
diperlukan, sehingga hidupnya dirasakan menjadi lebih berarti. Kondisi ini dapat
berpengaruh positif terhadap kehidupan lansia itu sendiri sehingga dapat
mencegah/mengurangi kemungkinan menurunnya gangguan kesehatan fisik ataupun
jiwa mereka.
Dengan posisi seperti ini jelas peran lansia dalam pengelolaan rumah tangga
relative kecil dan malahan tidak tertutup kemungkinan terjadi friksi dengan anak dan
atau menantunya. Jika hal ini yang terjadi dapat mengakibatkan lansia akan tertekan
dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kesehatan jiwa mereka. Status lansia
dalam hubungannya dengan kepala rumah tangga berbeda antara daerah pedesaan
dengan perkotaan.
Diperkotaan lansia yang statusnya hanya sebagai orang tua/mertua lebih
banyak dibandingkan dengan sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan di pedesaan
menunjukkan keadaan sebaliknya. Hal itu berarti ada kemungkinan lansia di
perkotaan lebih banyak yang berpotensi mengalami tekanan kejiwaan/depresi.
Keluarga, merupakan tempat tinggal utama bagi lansia untuk mendapatkan
dukungan moral maupun material, dan mendapat perawatan sepenuhnya (Wahyuni,
2003). Di Asia, pada masyarakat tradisional, para lansia menggantungkan diri kepada
anak-anak mereka yang telah dewasa, kepada pasangannya, dan keluarga lain untuk
mendapatkan bantuan materiil (EWC, 2002 dalam Wahyuni, 2003).
Perbedaan sifat perdesaan dan perkotaan juga dicirikan dari lokasi
pemukiman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan lokasi
pemukiman lansia berdasarkan kondisi sosial ekonomi dapat menyebabkan adanya
perbedaan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan pada lansia yang berada di
masyarakat. Namun adanya dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat
menciptakan kondisi lanjut usia yang tidak terganggu aspek psikososialnya (hidup
puas dan tidak depresi). Lansia di perkotaan tentu mengikuti pola hidup warga
perkotaan. Kelompok lansia yang memiliki kamandirian financial, akan lebih banyak
menggunakan waktunya untuk menempuh dan berbagi dengan lansia lain.
Di Indonesia masyarakat menempatkan lansia sebagai sosok yang harus
dihormati, dan menganggap sebagai pekerjaan mulia jika merawat lansia (Raharjo &
Do Le, 2002 dalam Wahyuni, 2003). Namun dengan terjadinya perubahan dalam hal
demografis, sosial dan ekonomi, maka peranan keluarga sebagai perawat utama lansia
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
berada pada tekanan (EWC, 2002 dalam Wahyuni, 2003). Hal ini bisa berupa
hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang selama ini
dimilikinya.
Dalam mengusahakan kesejahteraan para lanjut usia, kita perlu
memperhatikan aspek-aspek yang menjadi kebutuhan mendasar sebagai kebutuhan
hidup, sehingga memungkinkan para lanjut usia mampu memenuhi kebutuhanya
sendiri. Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa
nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada.
Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia,
keluarga dan lingkungannya.
Kebutuhan lainya yang menjadi prioritas dalam mensejahterakan lansia adalah
usaha untuk memelihara dan menjaga kesehatan lansia. Gangguan depresif
merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup sering dijumpai pada
orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab dari
gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di
lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan
namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan
secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti
semula. (Pengukuhan Guru Besar USU).
Lansia yang memiliki dukungan sosial yang baik akan memperbaiki kondisi
psikososialnya. Goode (1985) menyatakan bahwa dengan semakin majunya
komunikasi antar individu dan teknologi, pola hidup masyarakat mengalami
perubahan. Pola hidup keluarga batih semakin kehilangan fungsinya dan beralih
menjadi pola hidup keluarga inti. Kebiasaan untuk memberikan bantuan sosial antar
keluarga berkurang dan pola hidup individual semakin menonjol. Dalam model ini
terdapat pengaruh positif antara dukungan sosial dengan kondisi psikososial lansia.
Kondisi sekarang memperlihatkan posisi yang hampir sama dalam upaya
memenuhi kesejahteraan lanjut usia. Kebiasaan memberikan bantuan sosial terjadi di
semua lingkungan baik perkotaan dan perbedaan. Jika pendapat Goode di atas benar,
maka kesejahteraan lanjut usia, dari perspektif sosial dapat terpenuhi baik di
perdesaan maupun di perkotaa.
Kesejahteraan dalam aspek ini seharusnya lebih meningkay lagi mengingat
seluruh kebutuhan dan sumber daya pemenuhan kesejahetraan datang dari kelompok
lain, baik anggota keluarga maupun lingkungan sekitar. Pada aspek kesejahteraan,
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
pemenuhan kebutuhan fisik akan mendorong lansia untuk memenuhi kebutuhan non-
fisik. Dalam hal ini memandang lansia harus mengarah pada pemenuhan kebutuhan
non-fisik sebagai jaminan bahwa lansia benar –benar mendapatkan kesejahteraan.
6. Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Dan Kesejahteraan Para Lansia
Kualitas hidup adalah upaya memberikan kesempatan untuk hidup lebih
nyaman, mempertahankan kondisi fisik (fisiologis) sejalan dengan keseimbangan
psikologis, di dalam kehidupan sehari-hari. (Pramono, 1998). Dalam kaitanya dengan
kualitas lanjut usia, maka saya perlu membedakan standar kualitas hidup di perdesaan
dan perkotaan. Kualitas hidup di perdesaan umumnya hanya memperlihatkan
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, mengingat di perdesaan tidak banyak hal
yang dapat di akses lansia. Sedangkan kualitas hidup di perkotaan pada usia tua, lebih
dari sekedar memenuhi kebutuhan dasar, pada pada giliranya mereka mengharap
apresiasi dari lingkungan.
Dalam kenyataanya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan lanjut usia berdasarkan aspek hidupnya. Salah satunya, perbedaan
lokasi pemukiman yang mempengaruhi aktivitas hidup lanjut usia. Lokasi pemukiman
lansia berdasarkan kondisi sosial ekonomi dapat menyebabkan adanya perbedaan
aktifitas fisik dan perilaku kesehatan pada lansia yang berada di masyarakat. Namun
adanya dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat menciptakan kondisi
lanjut usia yang tidak terganggu aspek psikososialnya (hidup puas dan tidak depresi).
Selama ini, kebijakan pemerintah mengarahkan kebijakan tentang lansia yang
lebih menitikberatkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia.
Dalam hal ini dukungan dari keluarga sebagai pelayan utama diharapkan menjadi
kunci utama untuk kesejahteraan lansia. (Depsos RI, 1998).
Upaya yang saya maksud dalam pembahasan ini, mengandung dua objek,
yaitu oleh lanjut usia sendiri atau kelompok masyarakat di luar lanjut usia.
Perhatianya pada upaya dan berbagai tidakan yang dapat menyebabkan ketentraman
dan kenyamanan hidup para lanjut usia. Kedua, upaya masyarakat di luar lanjut usia
dalam memperhatikan aspek-aspek pemenuhan kebutuhan yang mendasar sebagai
dasar dalam menentukan kebutuhan lanjut usia. Seluruhnya merupakan upaya terpadu
yang dapat mendorong peningkatan kualitas hidup lanjut usia.
Masyarakat perlu memperhatikan bahwa kebutuhan fisik (fisiografis)
membutuhkan material sebagai pemuas kebutuhan. Perbedaan signifikan pada lanjut
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
usia di perdesaan dan perkotaan adalah jumlah barang pemenuh kebutuhan. Sebagian
lanjut usia juga masih menghadapi kendala pemenuhan kebutuhan dasar, baik di
perdesaan maupun di perkotaan seperti; pangan dan kesehatan. Dampak dari
rendahnya kemampuan ekonomi menunjukkan pengaruh yang besar bagi kualitas
hidup lanjut usia, dan pemenuhan terhadap aspek hidup yang mendasar.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia adalah
keseimbangan secara psikolgis. Lingkungan tinggal banyak mempengaruhi
keseimbangan psikologis, salah satunya dalam bentuk dukungan sosial. Dukungan
sosial dapat datang dari anggota keluarga, atau lingkungan sekitar yang memberikan
perhatian pada lansia. Dukungan sosial bagi lanjut usia sangat diperlukan selama
lanjut usia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut
sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia
seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami adanya
dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan
sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan
dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro, 2002).
Berkaitan dengan dukungan sosial, salah satu penelitian (menurut telah
menjelaskan bahwa fenomena berkumpul dengan keluarga dan anak cucunya ini
semakin menarik untuk dianalisis dari sisi kebudayaan. Kasus penelitian lain di
mancanegara bahwa untuk menunda datangnya pelupa (Jawa pikun atau buyuten),
suatu jenis penyakit yang ditakuti banyak Lansia, maka sebaiknya Lansia dapat
didekatkan dengan kehidupan cucu. Pada budaya masyarakat Jawa, masih sering
dijumpai perilaku yang memberikan hadiah binatang piaraan kepada cucu atau
buyutnya. Binatang piaraan itu dapat berupa ayam atau kelinci. Kebiasaan itu,
dalam konsep Jawa dapat dimaksudkan untuk menunda kepikunan. Dalam
pengertian psikologis, sebenarnya dapat diartikan juga agar Lansia dapat dekat
dan akrab dengan cucu dan buyutnya. Demikian juga sebaliknya, sang cucu dan
buyut agar dapat dekat dengan Lansia.
Sebanding dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, maka masyarakat perlu
mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup, terutama oleh
kelompok usia produktif, karena peningkatan jumlah lanjut usia memicu peningkatan
angka ketergantungan. Jika jumlah usia produktif tidak sebanding, maka perhatian
kaum produktif (usia 14 – 59 tahun) terhadap lanjut usia akan berkurang. Sebagai
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
akibatnya, akan memungkinkan peningkatan angka kematian yang lebih tinggi akibat
problem tersebut.
Dalam kenyataanya, tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan lanjut
usia, terutama masyarakat perkotaan dibandingkan dengan masyarakat perdesaan.
Sebagaian masyarakat kota, khususnya yang kurang mampu akan banyak menghadapi
kendala, mengingat tuntutan hidup di perkotaan jauh lebih besar. Oleh karena itu,
sangat diperlukan perhatian pemerintah, terumata untuk menampung lansia perkotaan,
yang tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Dengan demikian, pemerintah
memiliki peran yang sangat besar.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, terdapat beberapa upaya pemerintah
dalam mengusahakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, meliputi :
� Pelayanan keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan
sarana ibadah dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia.
� Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan
(kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik.
� Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan
perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan
administrasi pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk
seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik
pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan,
akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi, penyediaan
tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus,
mendahulukan para lanjut usia.
Dari perspektif kebutuhan, usaha pemerintah masih memperlihatkan
pemenuhan kebutuhan dalam skala fisik. Orientasi pembangunan yang mengarah ke
fisik cenderung menimbulkan kesenjangan di lain pihak. Masyarakat lansia perkotaan
memiliki akses lebih untuk menjangkau segala sarana pemerintah, sementara
masyarakat desa akan memiliki hambatan untuk mengakses fasilitas-fasilitas tersebut.
Perbedaan kemudahan ini dapat menyebabkan kesenjangan aktivitas para lanjut usia
diperdesaan dan perkotaan.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Faktor lain, yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia adalah kebijakan
pihak swasta. Pihak swasta juga mempengaruhi kualitas lanjut usia, biasanya
memberikan kebijakan-kebijakan dalam bentuk pelayanan khusus bagi lanjut usia.
Fenomena pelayanan ini tidak ditemukan di perdesaan. Namun demikian, kondisi ini
juga banyak didijumpai di perdesaan dalam bentuk yang berbeda. Banyan perdesaan
yang masih berpegang teguh pada adat, memposisikan lanjut usia pada kedudukan
terhormat dalam berbagai aktivitas adat. Ini merupakan bentuk lain, dari pelayanan
pihak swasta dalam memberikan layanan kepada orang tua.
Setelah memahami pandagan umum masyarakat, yang umum melekat adalah
stigma bahwa lanjut usia merupakan kelompok masyarakat yang membebani
masyarakat, ternyata tidak berlaku untuk sebagian masyarakat kita, terutama mereka
yang tinggal di perdesaan yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Hampir
68% lansia di Bali masih dalam kelompok usia produktif (. Saya juga menemukan di
beberapa tempat lain di Indonesia, bahkam di pulau jawa sendiri, sebagian besar
lansia masih tetap melakukan pekerjaan sebagai petani, dengan berprinsip pada
selama masih sehat harus tetap bekerja.
Beberapa perbedaan dalam mengupayakan kesejahteraan dan kualitas hidup
lansia, pada dasarnya sejalan dengan upaya memberikan pelayanan terbaik pada
lanjut usia. Lansia umumnya member tanggapan yang berbeda, pada setiap stimulus
pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, upaya tersebut harus memperhatikan
aspek pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh, dengan memperhatikan sisi-sisi
positif yang dapat diterima lanjut usia secara umum.
III. Kesimpulan
Pada ahirnya, saya dapat melihat adanya perbedaan kondisi, baik menyangkut
status sosial, kondisi ekonomi dan aktivitas haria para lansia di perdesaan dan
perkotaan. Perbedaaan kondisi ini menunjukkan perbedaan kualitas hidup dan
kesejahteran para lansia. Lansia di perkotaan banyak mendapatkan pemenuhan
kebutuhan, upaya tersebut harus memperhatikan aspek pemenuhan kebutuhan secara
menyeluruh, dengan memperhatikan sisi-sisi positif yang dapat diterima lanjut usia
secara umum.
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Mendeskripsikan status kesehatan secara umum dan perbedaan tingkat
kesehatan para lansia di perkotaan dan perdesaan. Tingkat kesehatan para lansia
membutuhkan perhatian dari sekelompok masyarakat lain, gangguan kesehatan terjadi
baik fisik maupun psikologis. Upaya dalam memenuhi kebutuhan agar kesehatan para
lansia terjamin adalah dengan mengupayakan yang dapat dipahami lansia, cara
pandang yang diberikan tidak selalu ditanggapai baik oleh lansia. Oleh karena itu,
upaya dalam memenuhi kebutuhan kesehatan adalah dengan harus memperhatikan
aspek pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh baik fisik maupun psikologis, dengan
memperhatikan sisi-sisi positif yang dapat diterima lanjut usia secara umum.
Dengan demikian, dengan makin banyaknya jumlah lansia menjadi kewajiban
pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan khusus yang berkaitan dengan
kesehatan lansia. Umumnya lansia mengalami penurunan kondisi fisik psikologis
maupun social yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Lanjut usia
memiliki karakteristik yang berbeda untuk lingkungan tinggal yang berbeda, baik
menyangkut ekonomi, sosial maupun aktivitas yang lain. Lingkungan perdesaan lebih
mendukung lansia untuk memenuhi kesejahteraan dari sisi
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
IV. Daftar Pustaka
UNDANG-UNDANG
Peraturan Pemerintah. Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia.
Republik Indonesia. “Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 13 Tahun 1998
Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: -. t. th.
Republik Indonesia. Undang-undang no.13 tahun 1998
REFERENSI JURNAL
- .“Pengenalan Gangguan Depresif Pada Orang Usia Lanjut” Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Psikiatri Pada
Fakultas Kedokteran, Diucapkan Di Hadapan Rapat Terbuka Universitas
Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus Usu, 19 Juli 2007.
Edgel, Beatrice. “Conception.” Dalam James Hastings (ed.) Encyclopedia of Religion
and Ethics. Jilid 3. New York: Charles Schribner’s Son, 1979, h. 796‐797.
Ir. Ruchyat Deni Dj. Direktur Penataan Ruang Nasional, Ditjen Penataan Ruang
(Disampaikan pada lokakarya ‘Proyek Perintisan Pengembangan Perdesaan’,
15 November 2001 di Jakarta) Sosialisasi RPP Penataan Ruang Kawasan
Perdesaan, Suatu konsep landasan kebijakan pengembangan kawasan
perdesaan
Nursasi, Astuti Yuni dan Fitriyani, Poppy “Koping Lanjut Usia Terhadap Penurunan
Fungsi Gerak Di Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara Jakarta
Timur”. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Jurnal Makara,
Kesehatan, vol. 6, no. 2, Desember 2002
Promono, Noor. “Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup lanjut Usia Wanita” Pidato
Pengukuhan. UNDIP. 2006.
Rusilanti, Clara M., dkk. “Model Hubungan Aspek Psikososial Dan Aktifitas Fisik
Dengan Status Gizi Lansia (The Correlation Model Of Psychosocial And
Physical Activity Aspect With Nutritional Status Of The Elderly). Jurnal Gizi
dan Pangan, juli 2006 1(1): 29-35
Rusilanti, kusharto, Clara m, dkk. “Aspek Psikososial, Aktivitas Fisik, Dan Konsumsi
Makanan Lansia Di Masyarakat (Psychosocial Aspect, Physical Activity, And
Paper Kuliah Tugas Ahir Mata Kuliah Lingkungan Daur Hidup Tahun 2010 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ahmad Munir, 0706265150 Departemen Geografi FMIPA UI
Food Consumption Of The Elderly In Community. jurnal gizi dan pangan,
november 2006 1(2): 1-7
Wibawa, I Dewa Nyoman. “Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia” Divisi
Gastroentero-Hepatologi Bagian Ihnu Penyakit Dalam FK Uhud/RS Sanglah,
Denpasar .
Wibawa, I Dewa Nyoman. “Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia”. Divisi
Gastroentero-Hepatologi. Bagian Ihnu Penyakit Dalam FK Uhud/RS Sanglah,
Denpasar.
SKRIPSI
Rindawati, Sri Wahyu. “Motivasi dan Rasionalitas Manusia Lanjut Usia (Lansia)
Bagi Pemulung di Kota Magelang asus di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA )
Sampah Banyuurip Magelang)” Skripsi. Universitas Negeri Semarang: 2006.
Setyawan, Eka. “Hubungan Antara Jenis Kelamin Dan Tingkat Pendidikan Lansia
Dengan Keaktifan Dalam Berpartisipasi Pada Kegiatan Posyandu Lansia Ii Di
Desa Saren Wilayah Kerja Puskemas Kalijambe Sragen” Skripsi: UMS: 2008.
madib.blog.unair.ac.id/files/2008/.../penelitian-lansia-di-perkotaan.pdf