UAS (100%)
-
Upload
andiabdullah22 -
Category
Documents
-
view
225 -
download
3
description
Transcript of UAS (100%)
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, “ruang”
didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Kegiatan manusia dan
mahkluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan
ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan
kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan. Disadari bahwa ketersediaan ruang
itu sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik,
kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang.
Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan
besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.
Pengertian ruang yang demikian ini menurut M Danisworo : mendorong pergeseran arti
dari place (yang cenderung dua dimensi) menjadi space (yang bermakna tiga dimensi).
Ruang publik merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah kota yang senantiasa
berkembang. Ruang publik menjadi salah satu unsur terpenting dalam struktur ruang
suatu kota seiring dengan proses pertumbuhannya sebagai hasil interaksi
keheterogenitasan budaya yang hidup di dalamnya. Heterogenitas ini mendorong
perwujudan ciri atau karakteristik yang khas dimana setiap individu yang berbeda memiliki
posisi yang sama penting dalam menentukan arah kebijakan bersama. Dalam konteks ini,
ruang publik berfungsi sebagai tempat pertemuan antara individu dengan masyarakat
sekitarnya, antara pemerintah dengan warga, antara penduduk setempat dengan
pendatang. Semua peristiwa tersebut mejadi jiwa yang mampu mengakrabkan berbagai
kepentingan individu dalam sebuah komunitas kota.
Ciri inilah yang menjadi pembeda utama antara kota (urban) dan desa (rural) yang
secara esensial budaya yang berkembang lebih bersifat homogen. Homogenitas ini
dipresentasikan dalam wujud komunal dan bukan individual, serta keterikatan oleh tali
persaudaraan yang masih kuat. Bahkan Aristoteles menyatakan bahwa kota terbentuk dari
berbagai macam kelompok manusia, dan kelompok manusia yang sama tidak dapat
mewujudkan eksistensi sebuah kota.
Perkembangan kota-kota modern makin memperluas fungsi dan peran ruang
publik. Jika sebelumnya ruang publik selalu diandaikan / diindetikan sebagai ruang
terbuka, maka kini ruang publik selain bermakna kultural, sekaligus juga bermakna politis.
Seiring dengan proses perkembangannya, sebuah kota tidak pernah selesai
dalam menampilkan eksistensinya. Wajah dan tatanan kehidupan di dalamnya selalu
berproses melalui interaksi antar berbagai kepentingan yang ada. Upaya mengalokasikan
aktivitas yang menjalankan denyut nadi perekonomian suatu kota akan terus berkembang
secara kreatif. Oleh karenanya, upaya penentuan peruntukan lahan kota dengan sistem
zoning yang ketat dalam kurun waktu yang sangat lama, tidak dapat diterapkan dengan
mudah. Bahkan apabila dipaksakan, dapat menyebabkan sebuah kota kehilangan
eksistensinya yang pada gilirannya juga akan menurunkan kualitas kehidupan kota di
dalamnya. Dengan latar belakang inilah, timbul ide penelitian dengan fokus perencanaan
lokasi ruang terbuka sebagai sarana ruang publik.
1.2 TUJUAN,SASARAN, DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah mendorong terwujudnya ruang terbuka,
khususnya di kawasan budidaya, sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini,
adalah agar ke depan ada pengelolaan ruang terbuka di DKI Jakarta menjadi lebih baik,
melalui kejelasan wewenang dan tanggung jawab pengelola, baik dari sisi pemerintah
maupun masyarakat. Dengan demikian diharapkan, pengadaan ruang terbuka hijau di DKI
Jkarata dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sebagai sarana sosial yang sekaligus
berfungsi sebagai ruang publik.
Hal 1 - 1
PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
Dengan adanya tujuan dan sasaran tersebut maka manfaat yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
Mencoba untuk mengimplementasikan ketersediaan ruang terbuka sebagai sebuah
sarana sosial sebagaimana visi misi dalam RTRW.
Sebagai masukan atau pertimbangan bagi penataan ruang kota yang baik tanpa
meninggalkan orisionalitas dan identitas yang ada.
1.3 SASARAN KEGIATAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk terciptanya suatu rencana penanganan
kawasan perumahan dan permukiman kumuh agar dapat meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat yang berada di lingkungan tersebut.
1.4 RUMUSAN MASALAH
Pengembangan daerah terbangun (build up area) yang semakin meluas di wilayah
DKI Jakarta cukup mengkhawatirkan, hal ini terlihat dari banjir yang terjadi pada tahun
2007 yang lalu. Hampir semua wilayah DKI Jakarta tertutup banjir, salah satu di antaranya
wilayah yang cukup tinggi terkena banjir adalah Kotamadya Jakarta Barat. Banjir terjadi di
daerah-daerah permukiman elit, dimana tanggul yang dibangun di Kali Pesangrahan tak
sanggup menahan gelombang banjir yang datang. Kita ketahui bahwa banjir musiman di
Jakarta akan selalu datang setiap musim hujan tiba. Sehingga salah satu alternatif yang
dikembangkan untuk mencegah perluasan wilayah yang terkena banjir antara lain dengan
cara memberikan perlindungan terhadap kawasan resapan air yang terletak pada
kawasan penyangga ibukota Jakarta. Salah satunya diantara kawasan resapan air Jakarta
adalah kawasan hutan kota Srengseng.
Dari sisi lingkungan keberadaan kawasan resapan air berdampak positif bagi kota
Jakarta, namun tidak demikian dirasakan oleh komunitas di kawasan resapan, karena
tidak memberikan nilai tambah ekonomi secara nyata. Sehingga apabila wilayah resapan
dijual untuk kepentingan perumahan baru akibat desakan kebutuhan urbanisasi, justru
akan menambah pendapatan masyarakat. Dalam perkembangan kotanya, wilayah
Kotamadya Jakarta Barat sedang melakukan pengembangan pusat-pusat perdagangan
dan permukiman. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian bagi keberadaan hutan kota Srengseng sebagai berikut :
1. Adanya kecendrungan alih fungsi lahan daerah resapan air perkotaan menjadi
peruntukan lain untuk kepentingan ekonomi jangka pendek.
2. Belum adanya data yang konkrit tentang nilai ekonomi hutan kota Srengseng
yang dapat dijadikan landasan dalam pembuatan kebijakan pengelolaan hutan
kota.
3. Masih rendahnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dan pemerintah
daerah terhadap keberadaan hutan kota sebagi suatu asset yang memiliki
fungsi strategis untuk penyeimbang ekologi perkotaan.
1.5 RUANG LINGKUP
A. Lingkup Lokasi
Lokasi studi yang dipilih yaitu Hutan Kota Srengseng. Hutan Kota Srengseng
memiliki luas 15 Ha. Di dalam RTRW 2005 (Perda DKI NO.6 Tahun 1999, pasal 31),
hutan ini ditetapkan sebagai tempat rekreasi alam. Batas-batas dari Hutan Kota
Srengseng adalah :
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Jalan H. Kelik
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kali Pesanggrahan
3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan jalan Karya Utama
4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan kali Pesanggrahan
Hutan Kota Srengseng ditetapkan sebagai Hutan kota oleh SK Gubernur Propinsi
DKI Jakarta N0.202 Tahun 1995, sebelumnya area ini merupakan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) DKI Jakarta pada tahun 1983-1994. Hutan Kota Srengseng merupakan salah
satu hutan kota yang telah dibangun oleh Dinas Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dan
secara nyata mampu memberikan pelayanan jasa wisata alam bagi masyarakat Jakarta
yang membutuhkan suasana kenyamanan dan kesejukan alam ditengah hiruk pikuk dan
gersangnya Kota Jakarta.
Secara topografi, hutan Kota Srengseng membentuk bukit pada tengah tapaknya
dan melandai kearah Selatan dan Timur. Ketinggian tanah berkisar +*,0-+13,0. Sebelah
Timur Hutan Kota Srengseng Berbatasan dengan Kali Pesanggrahan yang merupakan
kali yang alami yang berkelak kelok dengan lebar 10 m.
Pada lokasi hutan kota, tata guna lahan hutan kota ini terdiri dari danau, jalan
setapak, area parkir, dan bangunan-bangunan sedangkan sebagian besar sisanya adalah
area hutan itu sendiri.
Hal 1 - 2
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
2.1. KONSEP KOTA
Kota merupakan suatu bentuk dari lingkungan binaan manusia dengan rangkaian
ekosistem yang kompleks. dilihat secara pendekatan geografis-demografis, kota sebagai
tempat pemusatan penduduk, walaupun jumlah beberapa penduduk tersebut tidak dapat
dinyatakan secara eksak. Pendekatan dari segi ekonomi melihat kota sebagai pusat
pertemuan lalu lintas ekonomi, perdagangan, kegiatan industri, dan tempat perputaran
uang secara cepat. Pendekatan sosio-antropologi melihat hubungan manusia yang tinggal
di perkotaan sudah renggang dan tidak homogen. Dan dari hasil konggres Badan
Kotapraja Seluruh Indonesia (BKS-AKSI) telah menyepakati pengertian kota sebagai
berikut : ”Kota adalah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu, hidup, dan bertempat
tinggal bersama dalam satu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional,
ekonomis dan individual”. Tiga kata terakhir sering merupakan ciri-ciri dari masyarakat
perkotaan.
Kota merupakan hasil karya dan pemikiran manusia dari waktu ke waktu, dalam
keanekaan kehidupan yang dipengaruhi oleh beragam budaya dan teknologi. Hal ini
berkaitan dengan latar belakang sejarah terjadinya kota tersebut, latar belakang sosial,
ekonomi, politik, kultural, dan fisikal keruangannya. Sebuah kota menurut Adisasmita
(2005) mempunyai pengertian yang tidak pasif, karena kota mempunyai peranan yang
aktif bagi wilayah sekitarnya. Kota mempunyai fungsi pemasaran bagi wilayah di
sekitarnya, dan sebagai pusat pengembangan industri pengolahan. Dengan kata lain,
daerah perkotaaan merupakan roda kegiatan ekonomi. Tanpa kota, perkembangan dan
kemajuan ekonomi tidak dapat berlangsung seperti yang terjadi sekarang ini.
Proses pertumbuhan kota ditandai dengan adanya urbanisasi dan industrialisasi
yang berlangsung pesat, karena kota mempunyai daya penarik yang kuat, baik yang
bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Perkembangan kota di daerah metropolitan
berlangsung sangat pesat , sehingga banyak pembangunan yang tidak terarah, tidak
terkontrol, sehingga sirkulasi di berbagai tempat mengalami kepadatan, kemacetan,
fasilitas pelayanan kota yang tersedia tidak mencukupi, sehingga kota metropolitan
dianggap kurang memberikan kenyamanan sebagai lingkungan kehidupan.
Masalah lingkungan hidup di perkotaan merupakan faktor yang penting dan sangat
menarik terutama bagi perencana kota. Masalah lingkungan hidup mempunyai pengaruh
positif dan negatif terhadap pengembangan kota. Pengaruh lingkungan hidup positif akan
membuat kehidupan kota lebih memberi kepuasan, kenyamanan, dan keindahan dimana
pusat kota menjadi lebih manarik setelah dibangun tamantaman kota, lapangan terbuka
yang terpelihara sebagai fasilitas rekreasi bagi warga kota, dan jasa pelayanan kota
dilakukan secara memuaskan. Di lain pihak pengaruh lingkungan yang negatif seperti:
polusi, pencemaran udara, dan air di perkotaan. Tinggi rendahnya tingkat pencemaran
tersebut seringkali merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk.
Tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi dapat dilihat pada bagian kota dimana
terdapat pemusatan atau konsentrasi penduduk.
Tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam atau lingkungan
mengakibatkan keadaan lingkungan di sekitar areal aktivitas manusia maju secara
ekonomis namun mundur secara ekologi. Padahal untuk membentuk suatu tatanan
lingkungan hidup atau ekosistem perlu ada suatu sistem interaksi antara berbagai
komponen sumber alam dalam suatu siklus. Selain itu perlu dikembangkan kaitan yang
serasi antara berbagai komponen sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan
sumberdaya buatan agar fungsi ekosistem dapat dilestarikan dan alokasi sumber alam
untuk pembangunan dapat dilaksanakan secara efisien dalam ruang lingkup tata ruang
wilayah.
2.2. KONSEP RUANG TERBUKA HIJAU
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam perencanaan kota adalah bagian dari ruang
kota yang sama sekali tidak mempunyai bangunan, seperti taman-taman kota, lapangan
Hal 1 - 3
Kajian teori
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
bermain, ruang terbuka yang berfungsi sebagai zone pembatas (buffer zone) pada
kawasan perumahan, kawasan industri yang terdapat disepanjang jalan terutama jalan
arteri dan kolektor dan juga pada sungai yang mengalir di kota
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah ruang terbuka (open space) di berbagai
tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah
penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
kehidupan dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya selain untuk kelestarian dan
keindahan lingkungan. Ruang terbuka hijau didominasi oleh tanaman baik yang tumbuh
secara alamiah maupun dibudidayakan dalam kawasan hutan lindung dan kawasan
budidaya perkotaan tersebut .
Tanaman merupakan elemen alami utama pembentuk RTH kota, berperan sangat
penting dan efektif dalam meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan antara lain melalui
pereduksi bahan pencemaran lingkungan dan kebisingan, meminimalkan longsor, dan
erosi tanah, amelioraso iklim, salah satu penyumbang oksigen, meningkatkan jumlah air
tanah dan keindahan alami kota. RTH adalah salah satu komponen pembentuk ruang atau
wilayah perkotaan yang memiliki peranan penting dalam menyangga (biofiltering),
mengendalikan (biocontroling), dan memperbaiki (bioengineering) kualitas lingkungan
kehidupan di perkotaan. Sehingga dinyatakan juga bahwa RTH sebagai bagian dari ruang
fungsional suatu wilayah perkotaan yang dapat meningkatkan kualitas fisik, non fisik, dan
estetika suatu kota.
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar
alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, dan RTH non alami atau binaan yang
seperti taman, lapagan olah raga dan kebun bunga. Sedangkan dari segi fungsi RTH
dapat berfungsi :
a. Secara ekologis : RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah
banjir, menguerangi polusi udara, dan menurunkantemperatur kota. Bentuk-
bentuk RTH ekologis antara lain: sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani,
maupun sepadan sungai.
b. Secara sosial budaya : keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai
ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tenggeran kota yang
berbudaya. Bentuk-bentuk RTH sosial budaya antara lain: taman-taman kota,
lapangan olah raga, kebun raya maupun TPU.
c. Secara arsitektur : RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan
kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur
hijau di jalan-jalan kota.
d. Secara ekonomi : seperti fungsi pemanfaatan tanah-tanah kososng oleh para
pedagang tanaman hias dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan
akan mampu mendatangkan wisatawan
2.3. HUTAN KOTA
Terbentuknya hutan kota yang ada sekarang, kecuali kebun raya dan kebun
binatang yang dibuat pada masa kolonial Belanda, nampaknya masih seperti tidak
disengaja. Beberapa relik-relik sisa hutan atau vegetasi yang didominasi pohon yang
berada di atas lahan negara atau publik seperti lahan-lahan bekas persemaian, bekas
tempat penimbunan kayu, lahan pemakaman, pelindung sumber air atau pemandian
umum. Lahan-lahan bertutupkan vegetasi pohon ini bersama dengan perkembangan
pembangunan berada di dalam kota, dan atas permintaan masyarakat biasanya dibiarkan
apa adanya, kemudian menjadi hutan kota tak resmi tanpa pengelolaan khusus.
Hutan kota merupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas, taman yang terbuka
bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota, dan dapat memenuhi fungsi
perlindungan dan regulatifnya, seperti kelestarian tanah, tata air, ameliorasi iklim,
penangkal polusi udara, kebisingan, dan lain-lain.
Fungsi hutan kota sangat unik karena kemampuannya yang luar biasa dalam
memenuhi kebutuhan manusia dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pelestarian Plasma Nutfah : Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi
anekaragam hayati yang tersebar di seluruh tanah air, kawasan hutan kota
dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi. Hutan Kota
Srengseng selain sebagai kawasan konservasi juga sebagai kawasan
anekaragam tanaman langka seperti: nam-nam, lobi-lobi, kesemek, dan
sebagainya.
b. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara: Udara alami yang bersih
sering dikotori oleh debu baik hasil kegiatan alami maupun kegiatan manusia.
Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan
atmosfir bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan
dan serapan.
c. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal : Kendaraan bermotor merupakan
sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan, diperkirakan
sekitar 60-70% dari partikel udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor
d. Penyerap dan Penjerap Debu Semen : Debu semen merupakan debu yang
sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit
sementosis, oleh karena itu debu semen yang terdapat di uadar bebas harus
Hal 1 - 4
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
diturunkan kadarnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang
baik dikembangkan di hutan kota pada kawasan pabrik semen adalah mahoni,
bisbol, tanjung, kenari, meranti merah, ki payung, dan kayu hitam, karena
memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorbsi) dan menyerap
(absorbsi) debu semen.
e. Peredam Kebisingan : Pohon dapat meredam suara dengan cara
mengabsorbsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis
tumbuhan yang efektif untuk meredam suara ialah tanaman yang bertajuk tebal
dengan daun rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai
95% Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang
cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan.
f. Penyerap Karbondioksida dan Penghasil Oksigen : Hutan merupakan penyerap
gas CO2 yang cukup penting, selain fito planton, ganggang, dan rumput laut di
samudra. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan dalam
berfotosisntesa yang akan mengubah gas CO2 menjadi karbohidrat dan
oksigen. Proses ini bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas CO2
yang apabila konsentrasinya meningkat akan memberikan efek racun pada
manusia, di lain pihak proses ini menghasilkan O2 yang diperlukan manusia
dan hewan.
g. Penyerap dan Penapis Bau : Tanaman dapat menyerap bau secara langsung,
atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau
Atau tanaman yang mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau
busuk seperti cempaka dan tanjung.
h. Mengatasi Penggenangan : Daerah bawah sering digenangi air, maka perlu
ditanami jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotransirasi yang
tinggi. Jenis tanaman ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang
banyak, sehinggga memilki stomata yang banyak seperti : nangka, mahoni, jati,
ki hujan, dan lamtoro.
i. Ameliorasi Iklim : Salah satu masalah yang cukup merisaukan penduduk kota
adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu
udara di perkotaan. Suhu udara pada daearah berhutan lebih nyaman dari
pada daerah yang tidak ditumbuhi tanaman.
j. Pelestarian Air Tanah : Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah
menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat
higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar, sehingga kadar air
tanah hutan akan meningkat. Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah
resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai
evapotranspirasi yang rendah. Sistem perakarannya dapat memperbesar
porositas tanah sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah
sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Jenis
tanaman yang mempunyai evapotransirasi yang rendah antara lain : cemara
laut, ficus elastica, karet, manggis, bunggur dan kelapa.
k. Meningkatkan Keindahan : Tanaman mempunyai bentuk, warna, tekstur
tertentu dapat dipadu dengan benda-benda yang ada disekitarnya sehingga
didapatkan suatu komposisi yang menarik yang memberikan suatu keindahan.
Pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat mengurangi sifat negatif.
Kesejukan dan kesegaran yang diberikan hutan kota akan menghilangkan
kejenuhan dan kepenatan penduduk di perkotaan. Kicauan dan tarian burung
akan menghilangkan kejemuan. Warna dan karakter tumbuhan yang dihadirkan
dapat digunakan untuk terapi mata dan jiwa, sehingga dapat menghilangkan
rasa letih dan lelah selama bekerja dan mengurangi stress.
Fungsi hutan kota seringkali terkait erat dengan pendidikan lingkungan secara tak
langsung pada masyarakat, yang diawali dengan adanya kepedulian akan arti
biodiversitas, konservasi plasma nutfah, pengenalan manfaat pohon, pengenalan struktur,
dan komposisi hutan, serta kehidupan liaran (wildlife) yang berkembang dalam hutan kota
tersebut Hutan kota diharapkan mampu memberikan lingkungan nyaman, segar, bebas
polusi dan kebisingan untuk kesehatan warganya.
Hal 1 - 5
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
3.1. GAMBARAN UMUM KOTAMADYA JAKARTA BARAT
3.1.1. Kondisi geografis
Secara geografis Kotamadya Jakarta Barat terletak antara 106o 22’ 42”
BTsampai 106o 58’ 18” BT dan 50o 19’ 12” LS sampai 60o 23’ 54” LS, berada
padaketinggian 7 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 128,19
km2.Kotamadya Jakarta Barat merupakan wilayah sebelah barat Provinsi DKI
Jakarta, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Utara : berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara
b. Timur : berbatasan dengan Jakarta Pusat
c. Selatan : berbatasan dengan Banten.
d. Barat : berbatasan dengan Tanggerang.
Gambar 1.1. peta wilayah kotamadya Jakarta barat
(DINAS TATA KOTA)
3.1.2. Keadaan Iklim
Keadaan iklim Jakarta Barat relatif panas. Curah hujan selama tahun
2005berkapasitas 599 mm. Jumlah hari hujan pada tahun yang sama adalah 124
hari, sehingga rata-rata curah hujan harian 4,83 mm/ hari. Curah hujan bulanan
yang terjadi berfluktuasi antara 0-166 mm. Curah hujan paling tinggi terjadi pada
bulan Januari (166 mm), begitu pula dengan hari hujan tertinggi terjadi pada bulan
Januari (23 hari). Rata-rata curah hujan harian berkisar antara 0-8,07 mm/ hari.
Curah hujan harian paling tinggi terjadi pada bulan Februari (8,08 mm/ hari) ( BPS,
2006).
3.1.3. Pengunaan tanah
Penggunaan tanah di Jakarta Barat cukup kompleks dan sering
menimbulkan dampak negatif terhadap daya dukung lingkungan. Luas lahan
wilayah kotamadya Jakarta Barat sekitar 12.819 hektar, dengan peruntukan
sebagai berikut : kawasan perumahan 6.479,72 Ha, industri 188,51 Ha, pertokoan/
perkantoran 1.248 Ha, taman 192,38 Ha, pertanian 1.065,99 ha, lahan tidur
1.921,86 Ha, dan lain-lain 1.722,54 Ha.
Kotamadya Jakarta Barat merupakan kota yang tertua di wilayah Jakarta,
kaya dengan bangunan-bangunan tua, dan memiliki tingkat heterogenitas
penduduk yang cukup beragam. Aktivitas ekonomi yang paling menonjol di wilayah
Jakarta Barat adalah bidang pelayanan jasa. Bidang perekonomian sector
perdagangan merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan berperan
dalam perkembangan wilayah kota Jakarta Barat.
Hal 1 - 6
Gambaran umum
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
3.2. GAMBARAN UMUM HUTAN KOTA SRENGSENG
3.2.1. GEOGRAFI
Hutan Kota Srengseng terletak di Kelurahan Srengseng, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat. Hutan Kota Srengseng berada di antara 0,5 – 2 meter
dari permukaan laut daerah ini merupakan tanah landai dan sedikit rawa pada
bagian – bagian tertentu. Batas wilayah hutan kota Srengseng pada kelurahan
Srengseng :
Sebelah utara : Kelurahan Meruya utara
Sebelah timur : Propinsi Jawa Barat dan sungai Pesanggrahan
Sebelah selatan : Kelurahan Joglo
Sebelah barat : Kelruahan Meruya Selatan
Kawasan Hutan Kota Srengseng secara geografis terletak pada 60º 13’ 12”
LS dan 10º 60’ 48” BT terletak di wilayah administrasi pemerintahan kota
Jakarta Barat, Kecamatan Kembangan, Kelurahan Srengseng.
3.2.2. TOPOGRAFI
Keadaan fisik hutan kota Srengseng, merupakan sebuah hamparan
dataran dengan kemiringan lereng 0-3% (7,4 ha), landai dengan kemiringan 3-
8% (3,8 ha) bergelombang ringan dengan kemiringan lereng 8-25% (2,1 ha)
dan sisanya bergelombang dengan kemiringan lereng > 25% (1,7 ha).
Gambar 1.2. Peta Hutan Kota Srengseng
(DINAS TATA KOTA)
Kawasan ini merupakan bagian dari formasi alluvium, tanah tersebut
sebagian besar berupa liat dan debu. Tanah di bagian dataran, umumnya
bersolum dalam (90-100 cm) dan telah mengalami perkembangan profil, bertekstur
halus, kompak dan berdrainase baik, dengan pH tanah 6,0 – 7,7. Distribusi curah
hujan tahunan kawasan ini 1.865,5 mm/ tahun atau rata-rata 155,5 mm/ bulan,
dengan jumlah hari hujan 142 hari/ tahun, rataan suhu udara harian 26,6 oC, dan
kelembaban udara berkisar 78-90%.
3.2.3. FLORA DAN FAUNA
Habitat kawasan hutan kota Srengseng ini terdiri dari perairan (situ),
pembangunan tata hijau, dan bentuk konfigurasi lapangnya yang relatif beragam.
Komponen pembangunan tata hijau yang merupakan wujud hutan kota yang terdiri
dari 47 jenis tanaman yang dibudidayakan dari tahun 1997 – 2007.
Sedangkan satwa liar yang banyak dijumpai di lokasi hutan kota
Srengseng, meliputi jenis burung air raja udang, burung emprit (Lonchura sp),
beberapa jenis kadal (Mabula sp), biawak (Varanus salvador), ular tanah, ular air,
tikus (Raffus sp) dan katak. Sedangkan beberapa jenis serangga yang ditemukan
meliputi kupu-kupu kuning, belalang, gangsir dan orong-orong.
3.2.4. KEPENDUDUKAN
Hutan Kota Srengseng terletak di wilayah Kelurahan Srengseng.
Kelurahan Srengseng ini memiliki area paling luas di Kecamatan
Kembangan yaitu 491,60 Ha. Kelurahan Srengseng memiliki jumlah
penduduk paling banyak di Kecamatan Kembangan yaitu sebanyak 28.655
jiwa sehingga kepadatan penduduknya sebesar 58 jiwa/km2. Kelurahan
Srengseng terbagi menjadi 12 RW dan 94 RT dengan jumlah KK sebanyak
6.516 KK (Kecamatan Kembangan dalam angka 2005, BPS Kotamadya
Jakarta Barat). Dari sisi lapangan kerja, sebagian besar kepala keluarga di
Kelurahan Srengseng memiliki lapangan pekerjaan di sektor pertanian 310
KK, sektor industri 441 KK, sektor bangunan 1.982 KK, sektor transportasi
dan komunikasi 799 KK, keuangan 10 KK, pemerintahan 1.173 KK, sektor
jasa 538 KK, sektor perdagangan 1.253 KK, dan lain-lainnya 10 KK.
Hal 1 - 7
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
Gambar 1.3 Gambar Hutan Kota Srengseng melalui citra satelit
3.2.5. AKSESIBILITAS
Hutan Kota Srengseng terletak pada akses jalan Srengseng Raya yang
dapat dicapai melalui jalan Tol Jakarta Merak (keluar pintu tol Kebun Jeruk), jalan
Kebayoran Lama dan jalan Ciledug Raya. Sedang angkutan umum yang dapat
digunakan untuk mencapai lokasi ini adalah Kopaja No. 609 jurusan Blok M –
Meruya, metro mini nomor 85 jurusan Kalideres – Lebak Bulus dan mikrolet nomor
02 jurusan Grogol – Kelapa Dua.
3.2.6. SEJARAH HUTAN KOTA SRENGSENG
Hutan Kota Srengseng seluas lebih dari 15 hektar ini berada di tengah
permukiman penduduk di wilayah Kotamadya Jakarta Barat. Semula lokasi ini
dibeli Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat (Tim Sembilan) dan digunakan untuk
tempat pembuangan sampah dengan system sanitary landfill yang dikelola sejak
tahun 1984 (namun sampai saat ini aset wilayah belum tercatat secara syah/belum
bersertifikat). Ternyata sistem pengelolaan sampah tidak berjalan sebagaimana
mestinya sehingga berdampak tidak sehat bagi penduduk setempat. Akhirnya
tahun 1995 TPA Srengseng ditutup oleh Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat.
Dan pada tahun 1997 Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menjadikan
timbunan sampah tersebut menjadi hutan kota di bawah pengelolaan Dinas
Kehutanan Propinsi DKI Jakarta.
Konsep Hutan Kota yang diperkenalkan meliputi pengelolaan vegetasi
berkayu pada ruang terbuka hijau kota yang dikoordinasikan dan dimaniplasikan
untuk menghasilkan keuntungan berganda dan juga berdampak positif bagi
masyarakat perkotaan seperti untuk living green filter, cooler dan untuk
mengurangi kebisingan, serta untuk menjerap berbagai pencemaran udara. Selain
itu, pengunjung yang datang ke Hutan Kota Srengseng dapat berekreasi untuk
mendapatkan kenyamanan dan kesegaran serta sebagai sarana melakukan
berbagai aktivitas sosial di kawasan ini.
Hutan Kota Srengseng dikelola oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan
Propinsi DKI Jakarta kini telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No.202 Tahun 1995 tanggal 24 Februari 1995 sebagai wilayah resapan air
dan pelestarian plasma nutfah. Habitat Hutan Kota ini terdiri dari perairan,
pembangunan tata hijau, dan bentuk konfigurasi lapangannya yang relative
beragam. Hutan Kota Srengseng ditanami dengan berbagai jenis tanaman
pelindung yang langka, selain itu hutan kota juga diperindah dengan waduk dan
pulau yang rimbun ditengahnya. Waduk tersebut berfungsi sebagai resapan air
untuk mengurangi dampak banjir jika Kali Pesanggrahan meluap.
Hal 1 - 8
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
4.1. ANALISIS FISIK DAN LINGKUNGAN
4.1.1. Geografi dan Topografi
Secara umum, hutan kota srengsenmg termasuk dalam wilayah
administrative Kotamadya Jakarta Barat, DKI Jakarta. Hutan Kota Srengseng
terletak di kecamatan Kembangan Kelurahan Sregseng Jakarta Barat. Secara
Geografis Hutan Kota Srengseng terletak di 6º13’12” Ls dan 106º48” BT.
Luas Hutan Kota Srengseng adalah seluas 15Ha. Di dalam RTRW 2005
(Perda DKI No. 6 Tahun 1999, pasal 31), Hutan Kota Srengseng ini ditetapkan
sebagai tempat rekreasi alam.
Secara Topografi, Hutan Kota Srengseng membentuk bukit pada tengah
tapaknya dan melandai kea rah selatan dan timur. Ketinggian tanah berkisar + 8,0
-+ 13,0.
Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam membangun hutan kota ,
hutan kota Srengseng dibangun pada lokasi tertentu. Tapak hutan kota Srengseng
terletak pada areal strategis yg dapat dijangkau dari beberapa arah pencapaian
yang memadai. Berdasarkan RUTR DKI Jakarta 2005, tapak Hutan Kota
Srengseng berada di lingkungan pemukiman. Pelaksanaan program pengisian
hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya, seperti : pertanian,
pertamanan, dan perkebunan.
4.1.2. Kualitas Fisik
Vegetasi hutan yang terdapat dihutan kota Srengseng pada saat ini
kondisinya ada sebagian flora yang rusak dan belum diperbaiki. Seharusnya
vegetasi hutan/jenis flora ini harus dilindungi dan dilestarikan karena merupakan
salah satu potensi yang dimiliki oleh hutan kota Srengseng dan dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penelitian bagi siswa atau mahasiswa yang ingin
meneliti jenis-jenis flora yang ada di hutan kota Srengseng. Area hutan yang rusak
di hutan kota Srengseng sekitar 30% dari luas penggunahan lahan dihutan kita
Srengseng.
Kondisi pintu masuk hutan kota Srengseng pada saat ini sudah baik dan
menarik perhatian pengunjung, dibandingkan 3 tahun yang lalu masih biasa saja
bentuknya hanya pagar tinggi dan papan nama yang tertulis hutan kota Srengseng.
Selain itu terdapat kantor pengelola dan pos jaga dengan kondisi baik dan terawatt.
Kondisi parker dihutan kota Srengseng juga sudah baik dengan luas
2.000m yaitu: 1.000m untuk parkir motor dengan kapasitas 350 motor dan 1.000m
lagi untuk parker mobil dengan kapasitas 50 mobil. Pada saat ini sebagian lahan
parker mobil digunakan sementara oleh pedagang untuk tempat perdagangan
makanan dan minuman karena lahan yang sebelumnya sudah dilarang oleh
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, menurut Kepala Dinas kehadiran
pedagang didalam hutan membuat hutan kota terlihat kumuh.
4.2. ANALISIS AKSESIBILITAS
4.2.1. Jaringan Jalan Menuju Lokasi Studi
Jaringan jalan menuju hutan kota Srengseng merupakan jaringan
lingkungan yang menghubungkan hutan kota Srengseng dengan wilayah lain.
Jalan menuju hutan kota Srengseng menurut hasil pengamatan yaitu baik
sudah menggunakan pengerasan aspal.
Hal 1 - 9
analisis
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
Lebar jalan menuju hutan kota Srengseng yaitu 6m dengan 2 jalur arah
yang menghubungkan jalan menuju Pos Pengumben dan Haji Kelik. Kondisi jalan
didalam hutan kota Srengseng berdasarkan hasil pengamatan sudah baik, area
jalan hutan kota Srengseng menggunakan kon blok.
4.2.2. Sistem Pencapaian
Sistem pencapaian yang menggunakan angkutan umum, hanya bias
melewati pertigaan Jl. H. Kelik saja, tetapi tidak sampai ke hutan kota Srengseng.
Menurut hasil pengamatan, rata-rata pengunjung yang dating ke hutan
kotaSrengseng menggunakan kendaraan pribadi, seperti : mobil dan motor.
Pengunjung yang dating ke hutan kota Srengseng banyak juga yang hanya
berjalan kaki dan ada juga yang hanya menggunakan sepeda karena jarak hutan
kota Srengseng dari tempat tinggalnya jauh dari hutan kota Srengseng, mereka
lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dari pada angkutan umum karena
lebih praktis.
Angkutan umum yang ada saat ini hanya melewati sampai pertigaan Jl. H.
Kelik saja, tetapi tidak melewati hutan kota Srengseng. Bagi pengunjung yang
menggunakan angkutan umum, mereka harus menggunakan bajaj atau jasa ojek
lagi untuk sampai ke hutan kota Srengseng. Untuk itu diperlukan penambahan rute
angkutan yang menuju hutan kota Srengseng, agar dalam segi promosi hutan kota
Srengseng dapat terkases jalannya.
4.3. ANALISIS FASILITAS
KONDISI DAN KEBUTUHAN FASILITAS HUTAN KOTA SRENGSENG
Kondisi fasilitas hutan kota Srengseng masih sangat minim dan tidak
dikelola dengan baik oleh pengelola hutan kota Srengseng. Adapun fasilitasn
hutan kota Srengseng sebagai berikut :
1. Fasilitas di sekitar hutan dan danau
- Warung/pedagang makanan kecil dan minuman
- Pos keamanan/jaga
- Tempat parkir motor dan mobil
- Kantor pengelola
- Tempat pemancingan
- Fasilitas bermain anak
- Fasilitas olah taga : jogging track, wallclimbing
- Fasilitas penerangan : lampu
- Pintu air yang aliran airnya berasal dari kali pesanggrahan
- Saluran drainase dengan keadaan yang kurang terawat
- Tempat sampah dan gerobak sampah
Berdasarkan hasil pengamatan dan kuisioner pengunjung , dan wawancara
pengelola, fasilitas yang seharusnya ada di hutan kota Srengseng, yaitu :
a. WC umum yang dapat digunakan oleh pengunjung. WC umum
yang ada sekarang ini sudah tidak dapat digunakan sama sekali
karena kondisinya sekarang sudah rusak dan tidak terawat
b. Rambu-rambu peringatan, tempat berbahaya di sekitar danau
seperti dilarang berenang di danau.
c. Penunjuk arah
2. Kebutuhan Fasilitas Hutan Kota Srengseng
Berdasarkan hasil kuisioner pengunjung, kebutuhan yang diperlukan
di hutan kota Srengseng, yaitu :
1. Tempat berdagang yang resmi dan layak untuk para pedagang,
agar pengunjung dapat menikmati aneka macam jajanan
makanan dan minuman yang dijual
2. Diperlukan pos keamanan dan polisi huitan ditempat-tempat
strategis, agar pengunjung merasa aman dan nyaman dan
tingkat kehilangan dihutan kota Srengseng dapat berkurang
3. WC umum yang keadaannya baik dan terawat, agar daoat
digunakan pengunjung
4. Tempat penelitian, sebagai tempat proses pemebelajaran yang
bersifat edukatif.
4.4. ANALISIS PENGUNJUNG
4.4.1. Pengunjung
Hutan kota Srengseng pada saat ini sudah menajid tempat rekreasi
yang banyak dikunjungi oleh pengunjung terutama pada hari libur yang
menurut wawancara dengan pengelola jumlah pengunjung dihutan kota
Srengseng bisa mencapai 100-500 orang/bulan, sedangkan untuk hari
biasa jumlah pengunjung sekitar 50-100 orang/bulan. Pengunjung rata-rata
mengunjungi tempat bermain anak-anak, danau, dan duduk disekitar hutan.
Hal 1 - 10
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
Berdasarkan hasil kuisioner pengunjung, rata-rata pekerjaan
mereka, yaitu wiraswasta, dan menurut hasil kuisioner mereka datang
bersama teman,pacar, dan keluarga mereka. Dan dapat bisa
menghabiskan dana untuk berekreasi sebesar 10000 rupiah
5.1. KONSEP DASAR
Hutan kota Srengseng ini memiliki konsep dasar dengan pembangunan
berwawasan ekologis. Dalam pembangunan hutan ini, diminimalisir proses
perubahan lansekap lahan. Rawa yang ada dibiarkan dan dikembangkan menjadi
hutan rawa.
Berbagai fitur-fitur yang akan dibangun memiliki prinsip yang menjunjung
tinggi nilai keanekaragaman hayati. Berbagai jenis tanaman, baik berupa pohon,
tanaman hias dan buah ditanam di lokasi ini. Untuk hewan, keanekaragaman
hewan akan dimiliki oleh kawasan ini, dengan adanya taman kupu-kupu dan
bentuk perencanaan bentang alam yang bernilai ekologis tinggi ini. Dengan
adanya tanaman Ficus di sekeliling sempadan sungai akan menarik datangnya
berbagai jenis burung. Koleksi pohon yang berbagai macam jenis dan strata ini
juga menjadi fungsi yang sangat baik sekali bagi konservasi burung dan hewan
lain. Dengan dipertahankannya eksistensi habitat hutan rawa akan menyelamatkan
berbagai fauna rawa seperti berbagai jenis katak, ikan, burung dan berbagai jenis
hewan invertebrata lainnya.
Pengelolaan kawasan ini juga dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan.
Pada kawasan ini akan dibuat sistem pengolahan sampah terpadu, dan akan
menjadikan kawasan ini sebagai tempat pembelajaran dan contoh sikap ramah
lingkungan bagi hutan kota yang lainnya. Dari ekonomi dan dana pengelolaannya,
hutan kota ini dibangun dengan dana yang jauh lebih murah jika dibandingkan
dengan melakukan perubahan bentuk lansekap.
Berbagai potensi kerjasama akan diakomodir oleh kawasan ini. Potensi
kerjasama dengan pengusaha tanaman hias, kerjasama dengan perusahaan,
Universitas serta LSM-LSM lingkungan.
5.2. FITUR DARI HUTAN KOTA
1. Parkir
Pada hutan kota ini akan dibuat dua pintu masuk yaitu pintu timur
dan pintu barat. Dua pintu masuk ini akan memfasilitasi arah pengunjung
yang datang dari Pesangrahan dan dari Jalan Karya Utama. Pada setiap
pintu masuk akan dibuat tempat parikir. Tempat parkir yang akan dibuat
dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pepohonan yang rindang,
sehingga selain berfungsi sebagai peneduh mobil yang parkir, juga akan
memberikan tambahan fungsi hutan kota ini.
2. Kantor Pengelola dan Bangunan Serba Guna
Hal 1 - 11
Konsep pengembangan
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
Kantor pengelola dan bangunan serba guna akan didirikan dekat
dengan pintu masuk utara. Bangunan yang akan didirikan ini berfungsi
sebagai kantor pengelola dan juga didirikan ruangan serba guna yang bisa
digunakan sebagai tempat pertemuan, seminar, pameran dll.
3. Science center
Untuk memfasilitasi nilai dan fungsi sebagai pendidikan, hutan kota
ini akan dilengkapi dengan science center.Science center ini tidak
difokuskan sebagai tempat penelitian, tetapi difokuskan fungsinya sebagai
sarana penunjang pendidikan berwawasan lingkungan.
Pada science center ini dapat dijadikan sebagai tempat memfasilitasi
kunjungan siswa dan sekolah, sebagai wadah pendidikan lingkungan.
Pengelolaan science centerini bisa dilakukan dengan kerjasama dengan
Universitas dan LSM lingkungan.
4. Pasar Wisata Cenderamata
Suatu kawasan wisata akan tidak lengkap jika tidak dilengkapi
dengan pasar wisata dan cinderamata. Pasar wisata ini dibangun sebagai
beberapa kios yang bisa disewakan kepada pedagang cinderamata. Pasar
wisata ini di pusatkan di beberapa tempat dengan lokasi yang
memperhitungkan akses pengunjung.
5. Wisata Kuliner
Stand makanan dan restoran di kawasan ini dibangun di daerah
dengan pemandangan danau, serta di beberapa tempat strategis. Bofet
dan restoran di bangun dekat dengan wahana wisata, dan spot-spot yang
memungkinkan banyak pengunjung dan memiliki kondisi dan pemandangan
yang bagus.
6. Tanaman Hias
Adanya lokasi sebagai tempat koleksi tanaman hias akan
memberikan nilai tambah bagi pengelolan hutan kota ini. Koleksi tanaman
hias ini berpeluang memiliki potensi kerjasama yang menguntungkan
dengan pengusaha tanaman hias. Pengunjung akan diuntungkan dengan
adanya koleksi tanaman hias yang dipajang untuk pengunjung dan
pengunjung yang tertarik bisa membeli tanaman hias ini. Pengelola hutan
kota pun bisa mendapatkan keuntungan dari sistem kerjasama dengan
pengusaha tanaman hias.
Hal 1 - 12
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
7. Taman Kupu-Kupu
Berbagai jenis tanaman dan bunga-bungaan akan mengundang
datangnya berbagai jenis kupu-kupu. Untuk memaksimalkan potensi ini,
maka akan dibangun taman kupu-kupu yang terdiri dari tempat
penangkaran kupu-kupu, dan tanaman pakan kupu-kupu. Taman kupu-
kupu merupakan bentuk pengelolaan kupu-kupu secara ex-situ, dimana
kupu-kupu ditangkar pada satu kawasan, dikembangbiakkan, sehingga kita
mempunyai aneka jenis kupu-kupu yang indah yang memberikan warna
lain pada hutan kota ini. Penangkaran ini akan bisa sebagai tempat
pengembangan penangkaran kupu-kupu yang memiliki bentuk yang sangat
menarik dan harga yang tinggi. Selain sebagai fungsi wisata dan
pendidikan, penangkaran kupu-kupu ini berpotensi untuk potensi ekonomi
dengan adanya cinderamata kupu-kupu sebagai salah satu cinderamata
khas berasal dari hutan kota Srengseng.
8. Jogging track
Kawasan hutan kota ini sangat baik untuk melakukan aktifitas olah
raga, di hutan kota Srengseng ini sudah terdapat fasilitas jogging track
namun jalan2nya masih kurang baik. Dan akan mungkin untuk diperbaharui
kembali kondisi jogging track tersebut guna memancing para pengguna
jogging track lebih tertarik untuk melakukan aktifitas jogging di hutan kota
Srengseng ini.
9. Wisata air
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sekarang ini memiliki
kecenderungan kebutuhan wisata air. Pada kawasan ini akan dibangun
fasilitas wisata air yang menggunakan danau yang membatasi sisi-sisi
kawasan. Potensi wisata yang bisa dibangun adalah sepeda air, wisata tur
dengan sampan, bebek-bebekan.
10.Pusat Pengolahan Sampah Terpadu
Nilai tambah dan keunggulan dari rancangan pengelolaan ini adalah
dengan dibangunnya pusat pengolahan sampah terpadu. Sebagai kawasan
wisata tentunya kawasan ini akan menghasilkan sampah yang cukup
banyak. Selain itu, dari segi pepohonan yang ada akan menghasilkan
sampah dedaunan. Sampah yang dihasilkan kawasan inilah yang harus
diolah. Tong sampah yang akan dibangun memiliki tempat yang terpisah
antara sampah organik dengan sampah non organik. Sampah organik akan
diolah menjadi kompos, sedangkan sampah non organik akan dipilah dan
dikelompokkan sampahnya. Pengolahan sampah organik akan
menghasilkan kompos yang bisa digunakan sendiri sebagai pupuk. Untuk
sampah anorganik, dengan dipisahkan dan diolah terlbih dahulu, sampah
ini bisa bernilai ekonomi dari segi daur ulang. Segi pengelolaan
sampahnya, hutan kota ini tidak akan membebani pemerintah kota. Nilai
keunggulan lebihnya yaitu, sistem ini akan bisa menjadi percontohan bagi
Hal 1 - 13
Rencana Pembangunan Kawasan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Hutan Kota Srengseng
berbagai pihak dan bahkan bisa menjadi percontohan secara nasional.
Pengolahan sampah ini akan lebih menarik jika menerapkan sistem Bank
Sampah
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan ini diperoleh setelah penulis melakukan tahapan pengajian
sehingga dapat dengan jelas diketahui permasalahan yang ada dan pengaruhnya
terhadap perkembangan kawasan hutan kota Srengseng yang selanjutnya
diusulkan arahan pengembangan yang diharapkan dapat meminimalkan atau
memecahkan permasalahan yang ada. Kesimpulan yang didapat adalah sebagai
berikut :
1. Ditinjau dari fisik dan lingkungan kawasan hutan kota Srengseng
memiliki kualitas fisik lingkungan yang merupakan areal yang dominan
dan potensial guna menunjang peruntukanannya sebagai hutan kota.
2. Ditinjau dari kegiatan ekonomi masyarakat, yaitu : penjual tanaman
hias, dan pedagang makanan dan minuman yang berjualan di hutan
kota srengseng, diperlukan area tempat berdagang dihutan kota
Srengseng yang layak dan strategis.
Lahan yang terbatas di kota-kota seringkali digunakan untuk berbagai
kepentingan yang lebih bersifat komersial yang sebetulnya kurang sesuai dengan
peruntukannya. Di sisi lain, pembangunan kota yang kurang terencana dengan
baik juga telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup kota.
Hutan Kota merupakan salah satu alternatif yang baik dalam mengatasi masalah
lingkungan hidup di kota. Melalui fungsi dan peranannya yang sangat beragam,
Hutan Kota diharapkan dapat membantu mengatasi pencemaran udara, meredam
kebisingan, menjaga tata air, dan melestarikan plasma nutfah, di samping dapat
juga menghasilkan udara segar serta sebagai sarana pendidikan dan rekreasi bagi
masyarakat kota.
Oleh karena itu, dalam pembangunan dan pengembangan Hutan Kota
tersebut tentunya perlu dipertimbangkan berbagai aspek seperti luas, bentuk, dan
tipe Hutan Kota. Di samping itu keberhasilan pembangunan dan pengelolaan
Hutan Kota tersebut akan sangat ditentukan oleh adanya dukungan dari seluruh
lapisan masyarakat serta pengaturannya didasarkan melalui Peraturan Daerah.
Berjalannya rencana pengelolaan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak untuk dapat saling mendukung dan membantu dalam mewujudkan hutan
Kota yang indah dan asri. Kedepannya diharapkan perencanaan ini dapat menjadi
masukkan bagi pemerintah kota dalam merancang hutan kota yang baik, ramah
lingkungan dan menjunjung tinggi nilai keanekaragaman hayati.
Hal 1 - 14
Kesimpulan