Paper Panlok Kelompok 4

23
“Teori dan Konsep Bahan Pangan Lokal Kaitannya dengan Kebijakan – Kebijakan Pemerintah” TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL Oleh kelompok 4 : GHOLIB AULIA P (121710101084) YUSRI AKHMADI (121710101082) FATIMAH WAHYU (121710101069) RIZAL DWIKI S (121710101054) LILIK MUTAMMIMAH (121710101089)

description

Paper Panlok Kelompok 4

Transcript of Paper Panlok Kelompok 4

Page 1: Paper Panlok Kelompok 4

“Teori dan Konsep Bahan Pangan Lokal Kaitannya dengan Kebijakan –

Kebijakan Pemerintah”

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

Oleh kelompok 4 :

GHOLIB AULIA P (121710101084)

YUSRI AKHMADI (121710101082)

FATIMAH WAHYU (121710101069)

RIZAL DWIKI S (121710101054)

LILIK MUTAMMIMAH (121710101089)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Paper Panlok Kelompok 4

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia masih tergantung pada beras sebagai makanan pokok. Hal ini menyebabkan ketahanan pangan di Indonesia semakin menurun. Faktor yang menyebabkan lemahnya ketahanan pangan di Indonesia adalah pengalihan fungsi lahan, dan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersbut diperlukan suatu upaya yang dapat meningkatkan ketahanan pangan, salah satunya adalah program diversifikasi pangan lokal. Dengan adanya diversifikasi pangan ini diharapkan masyarakat dapat mengubah pola pikirnya yang semula bergantung pada beras berganti menjadi mengonsumsi pangan yang beragam dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Dengan adanya diversifikasi pangan ini diharapkan ketahanan pangan di Indonesia semakin membaik dan meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

Kata kunci : Ketahanan pangan, diversifikasi pangan, pangan lokal

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi

(karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama

manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus

kehidupan.

Di Indonesia sendiri, permasalah pangan tidak dapat kita hindari,

walaupun kita sering disebut sebagai negara agraris yang sebagian besar

penduduknya adalah petani. Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan

yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya penduduk.

Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang

menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan

Page 3: Paper Panlok Kelompok 4

pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi

ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa

yang mandiri dalam bidang pangan.

Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar

yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah dalam pemenuhan

kebutuhan pangan. Melalui penataan pola makan yang tidak hanya bergantung

pada satu sumber pangan memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan

pilihan sendiri, sehingga dapat membangkitkan ketahanan pangan keluarga

masing-masing yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan secara

nasional.

REVIEW LITERATUR

1. Isu Kebijakan Pemerintah Tentang Ketahanan Pangan dan Diversifikasi

Pangan

Menurut Undang-undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan,

Pasal 1 Ayat 17, konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia adalah

bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga

(RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau". ketahanan pangan disebut sebagai

akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada

setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan

pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy, 2002 dalam

Tambunan, 2008).

Namun bila dilihat kondisi saat ini, ketahan pangan di Indonesia masih

sangat mengkhawatirkan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia akan

Page 4: Paper Panlok Kelompok 4

mengalami krisis pangan pada tahun 2017 bila melihat pertumbuhan penduduk

yang tidak seimbang dengan ketersediaan bahan pangan pangan di Indonesia.

Indonesia terus melakukan impor untuk mengatasi kurangnya ketersediaan

pangan bagi penduduknya. Bahkan Indonesia yang disebut Negara agraris tak

mampu memenuhi kebutuhan beras yang merupakan makanan pokok bagi

penduduk Indonesia. Tidak hanya beras, bahkan Indonesia juga melakukan

impor kedelai, gula, daging sapi, dan gandum untuk mengatasi kebutuhan

penduduk yang semakin meningkat. Kelangkaan bahan baku di Indonesia ini

disebabkan terbatasnya atau berkurangnya lahan pertanian yang banyak

direlokasi atau digunakan untuk tempat pemukiman penduduk.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan

melakukan diversifikasi pangan. Ada banyak bahan pangan lain yang dapat

dijadikan sebagai sumber karbohidrat disamping beras misalnya saja sagu, ubi

jalar, sukun, dan bahan pangan lainnya yang banyak tersedia di Indonesia.

Namun diversifikasi pangan di Indonesia ini juga mengalami kendala, karena

masih banyak masyarakat Indonesia kesulitan merubah pola pikir mereka

tentang beras sebagai kebutuhan pokok. Tidak hanya itu, pengembangan bahan

pangan lokal di Indonesia juga berjalan lambat. Sehingga masyarakat lebih

memilih untuk membeli beras dari pada yang lain. Masyarakat juga masih

kesulitan untuk menemui bahan pokok lain selain beras dipasaran. Meskipun

mereka menemukanny, harganya juga masih mahal karena proses

pengolahannya yang masih jarang atau susah.

2. Ketahanan Pangan, Diversifikasi, Pola konsumsi dan AKG

A. Pola Konsumsi Pangan

Page 5: Paper Panlok Kelompok 4

Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan

tiap hari oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok

masyarakat tertentu (Santoso, 2004).Pola makan atau pola konsumsi pangan

adalah susunan jenis dan dan jumlah makanan yang dikonsumsi sseorang atau

kelompok orang pada waktu tertentu. (Karsin,ES, 2004)

Berdasarkan pendapat pakar tersebut dapat diartikan secara umum

bahwa pola konsumsi pangan adalah cara atau perilaku yang ditempuh

seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan

makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan,

jumlah makanan dan frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor

social, budaya dimana mereka hidup.

Pola konsumsi pangan terdiri dari, frekuensi makan, jenis makanan.,

tujuan makanan, fungsi makanan, cara pengolahan makanan.

B. Diversifikasi Pangan

Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia

diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai

pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi

bahan pangan non beras.Demikian pula Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa

pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang

saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi

ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.

Menurut pengertian dari kedua sumber di atas maka dapat

disimpulkan bahwa diversifikasi pangan adalah penganekaragaman konsumsi

Page 6: Paper Panlok Kelompok 4

pangan dengan tidak hanya mengkonsumsi satu jenis bahan pangan untuk

mendukung ketersediaan pangan dalam suatu wilayah.

C. Ketahanan Pangan

Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya

mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger

(1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk

hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life).

Menurut Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi

terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,

merata dan terjangkau.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :

1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu

2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses

3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik

fisik, ekonomi dan sosial

4. Berorientasi pada pemenuhan gizi

5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

D. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Angka kecukupan gizi (AKG), merupakan terjemahan bebas

dari Recommended Dietary Allowance (RDA), diartikan sebagai suatu

kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut

Page 7: Paper Panlok Kelompok 4

golongan umur,  jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal.

Angka kecukupan gizi diharapkan berguna bagi berbagai kelompok

yang berminat di bidang pangan dan gizi, antara lain ahli gizi, ahli kesehatan

masyarakat, guru, para perencana, para pengambil kebijakan dan mereka yang

bekerja di bidang industri pangan dan gizi. Data AKG ini selanjutnya dapat

dipergunakan untuk:

a. Menentukan kecukupan makanan

b. Merencanakan bantuan makanan dalam rangka program kesejahteraan

rakyat

c. Mengevaluasi tingkat kecukupan penyediaan pangan untuk kelompok

tertentu

d. Menilai tingkat konsumsi individu maupun masyarakat

e. Menilai status gizi masyarakat

f. Merencanakan fortifikasi makanan

g. Merencanakan kie di bidang gizi termasuk penyusunan pugs

h. Merencanakan kecukupan gizi institusi

i. Membuat label gizi pada kemasan produk makanan industri

3. Teori – Teori Terkait Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dan AKG

3.1 Teori Konsumsi :

Teori konsumsi yang telah kita kenal sebelumnya adalah merupakan

teori konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes. Dalam teori tersebut

Page 8: Paper Panlok Kelompok 4

dikemukakan bahwa besar kecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan

atas besar kecilnya tingkat pendapatan masyarakat. Keynes menyatakan

bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh

masyarakat (konsumsi aoutomous) dan pengeluaran konsumsi akan

meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan.

a. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle

Hypothesis).

Teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian

berdasarkan umur seseorang. Bagian pertama yaitu dari seseorang

berumur 0 tahun hingga berusia tertentu di mana orang tersebut dapat

menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia mengalami disaving (ia

berkonsumsi tetapi tidak menghasilkan pendapatan). Kemudian pada

bagian ke dua dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan

pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya. Dan

pada bagian ketiga dimana ia berada pasa usia tidak bisa bekerja lagi.

Pada bagian dua ini mereka mengalami saving pada bagian tiga

mengalami disaving.

b. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relatif

Income Hypotesis)

Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan

relatif ini dikemukakan oleh james Duesenberry. Dalam teorinya

duesenberry membuat dua asumsi, yaitu :

Page 9: Paper Panlok Kelompok 4

- Selera semua rumah tangga atas barang konsumsi adalah idenpendent

yaitu terpengaruh atas pengeluaran yang dilakukan oleh tetangganya.

- Pengeluaran konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran

pada saat penghasilan naik, berbeda dengan pola pengeluaran pada

saat penghasilan mengalami penurunan.

c. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanet

Income Hypothesis)

Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ini

dikemukakan oleh M. Friedman berdasarkan teori ini pendapatan yang

diterima masyarakat dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : (1)

pendapatan permanen (permanent income) dan (2) pendapatan sementara

(transitor income).

3.2 Terkait Angka Kecukupan Gizi

Pertama kali AKG di Indonesia disusun tahun 1958 oleh Lembaga

Makanan Rakyat dengan pendekatan lintas sektor. Tujuan utama penyusunan

AKG adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi

makanan individu/masyarakat. Rujukan yang digunakan saat itu adalah

Recommended Dietary Allowances (RDA) yang dikeluarkan FAO/WHO.

AKG ini ditinjau kembali tahun 1968.

Pada tahun 1973 penyusunan AKG dikoordinasikan oleh Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam forum Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi dengan tetap mengacu pada AKG yang dikeluarkan

FAO/WHO. Selanjutnya setiap 5 tahun sekali AKG dievaluasi sesuai dengan

kemajuan Ilmu Gizi, perubahan kependudukan dan sosial ekonomi.

Page 10: Paper Panlok Kelompok 4

Data yang digunakan untuk penyusunan AKG di Indonesia adalah

sebagai berikut:a) standar FAO/WHO, b) hasil survei tentang gizi, c)

kemampuan penyediaan makanan, d) kependudukan, dan e) sosial ekonomi.

4. Diversifikasi konsumsi pangan sumber bahan pokok selain beras

Ada berbagai macam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai

produk pangan lain yang lebih bergizi dan bermutu tinggi antara lain sebagai

berikut.

1. Kelapa

Industri kecil kelapa dengan penggunaan teknologi tepat guna

pemarutan dan pengeringan akan dihasilkan kelapa parut kering. Dengan

pengepresan yang tepat akan diperoleh minyak kelapa yang berkualitas baik.

Contoh produk: geplak, serundeng.

2. Singkong

Singkong sebagai salah satu jenis bahan makanan sumber karbohidrat

yang dapat tumbuh subur di Indonesia dan relatif murah harganya. Keberadaan

singkong yang melimpah dan harga yang murah di pedesaan dapat

ditingkatkan menjadi bahan makanan yang bernilai tinggi. Melalui

pengeringan sederhana misalnya dengan diparut kasar, dicuci dikeringkan dan

kemudian digiling yang selanjutnya dapat dibuat beraneka macam produk

makanan basah maupun kering. Contoh produk: criping, lanthing, pathilo,

gethuk, gatot, tiwul, tepung mocaf, beras cerdas, kripik.

3. Labu kuning

Ditinjau dari aspek gizi, labu kuning memiliki kandungan gizi yang

cukup baik, disamping kadar karbohidrat yang tinggi juga kaya akan

provitamin A yang merupakan keistimewaan buah labu kuning yang berguna

Page 11: Paper Panlok Kelompok 4

bagi kesehatan kita. Contoh produk: puding, kue lapis, cake, pie, nogosari,

arem-arem, nasi kuning, minuman, mie labu kuning.

4. Jagung

Merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan

penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gii lain yang

diperlukan manusia yaitu kalori, dan protein. Dengan mengkonsumsi aneka

macam produk olahan jagung, berarti telah melaksanakan program

diversifikasi pangan non beras.Contoh produk: emping jagung, aneka cake,

talam, muffin, tepung jagung, jagung instan nixtamalisasi, beras jagung instan,

bassang.

5. Lamtoro dan kacang tunggak

Lamtoro dan kacang tungga termasuk dalam tanaman koro-koroan

yang kaya akan protein. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti

kedelai dalam pembuatan tempe dan produk olahan tempe lainnya. Contoh

produk: sebagai pengganti kedelai dalam pembuatan tempe

5. Ruang Lingkup Pangan Lokal

Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,

berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat

lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal,

teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal

biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga

produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu,

produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jogja, dodol

garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).

Page 12: Paper Panlok Kelompok 4

Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif

pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal

setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan

baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk

pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat

Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua,

beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai

bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.

Kebijakan pengembangan konsumsi pangan dapat diarahkan pada : 1)

Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan yang diarahkan untuk

memperbaiki konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun mutu, termasuk

keragaman dan keseimbangan gizinya; 2) Pengembangan konsumsi pangan lokal

baik nabati dan hewani yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal

dan makanan tradisional dengan memperhatikan standar mutu dan keamanan

pangan sehingga dapat diterima di seluruh lapisan masyarakat.

Strategi pengembangan konsumsi pangan diarahkan pada tiga hal yaitu

produk/ketersediaan, pengolahan dan pemasaranan. Strategi pengembangannya

adalah : 1) Pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini adalah berupa peningkatan

peran masyarakat dalam pengembangan konsumsi pangan yang meliputi

peningkatan penegtahuan/- kesadaran dan peningkatan pendapatan untuk

mendukung kemampuan akses pangan oleh setiap rumah tangga. 2) Peningkatan

kemitraan. Merupakan implementasi, sinkronisasi dan kerjasama antara semua

stakeholders dalam pengembangan konsumsi pangan termasuk pengembangan

produksi/pengembangan teknologi pengolahan pangan. 3) Sosialisasi.

Memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat dalam pengembangan

Page 13: Paper Panlok Kelompok 4

konsumsi pangan melalui promosi, kampanye, penyebaran informasi melalui

media massa (cetak dan elektronik) lomba cipta menu dan pemberian

penghargaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan paper yang telah disusun, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi ketahan pangan di Indonesia masih tergolong rendah

2. Diversifikasi pangan merupakan cara alternative yang bisa dilakukan

Indonesia untuk meningkatkan ketahan pangan

3. Pada No.7 Tahun 1996 ketahanan pangan: kondisi terpenuhinya kebutuhan

pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara

cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

4. diversifikasi pangan adalah penganekaragaman konsumsi pangan dengan tidak

hanya mengkonsumsi satu jenis bahan pangan untuk mendukung ketersediaan

pangan dalam suatu wilayah.

5. Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari

oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat

tertentu .

6. AKG diartikan sebagai suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi

hampir semua orang menurut golongan umur,  jenis kelamin, ukuran tubuh,

dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

7. Pangan lokal merupakan pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai

potensi dan sumberdaya dari wilayah setempat.

Page 14: Paper Panlok Kelompok 4

8. Terdapat 3 teori konsumsi yaitu teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup

(Life Cycle Hypothesis), Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif

(Relatif Income Hypotesis) dan Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan

permanen (Permanet Income Hypothesis)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2011. Penjelasan

Tentang Ketahanan Pangan. www.bappenas.go.id [15 Februari 2014]

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan

Daerah. Jakarta: Grasindo.

Karsin,ES. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Dalam Yayuk Farida Baliwati, Ali

Khomsan dan C Meti Dwiriani(ed). Pengantar Pangan dan Gizi. Hal:45-

63.Jakarta: Penerbit Swadaya

Khomsan Ali. 2008. Hilangnya identitas gizi dalam pembangunan. Kompas.

Bogor. Jawa Barat.

Maxwell S. and Frankenberger T. 1992. Household food security: Concepts,

indicators, measurements: A technical review. IFAD/UNICEF, Rome.

Nainggolan, K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan.

Jakarta: Departemen Pertanian.

Pakpahan, A. dan S. H. Suhartini. 1989. Permintaan Rumah Tangga Kota di

Indonesia. Prisma No. 5, Tahun XXII. Hlm. 13 – 24.Jakarta:LP3ES.

Priyono, Mm. 2009.Teori Konsumsi. Surabaya : Universitas Pgri Adibuana

(Unipa).

Page 15: Paper Panlok Kelompok 4

Rauf, A.W dan Sri Lestari,M. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal. Bogor

: Pritama Jaya.

Sadjad, Sjamsoe’oed. 2007. Kampanye Memberagamkan Pangan, dalam Konteks

Agropolitik Negeri Agraris Indonesia. Bogor: IPB Press.

Suhardjo & H. Riyadi. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat PAU Pangan

dan Gizi. Bogor : IPB

Santoso, S, dkk, 2004. Kesehatan dan Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Asdi

Mahasatya

Tambunan, T. 2008. Ketahanan pangan di indonesia mengidentifikasi beberapa

penyebab. www.kadin-indonesia.or.id [15 Februari 2014]

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. LN.No. 99 TLN.3656