Paper Panlok Kelompok 4
-
Upload
paul-coleman -
Category
Documents
-
view
147 -
download
8
description
Transcript of Paper Panlok Kelompok 4
“Teori dan Konsep Bahan Pangan Lokal Kaitannya dengan Kebijakan –
Kebijakan Pemerintah”
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL
Oleh kelompok 4 :
GHOLIB AULIA P (121710101084)
YUSRI AKHMADI (121710101082)
FATIMAH WAHYU (121710101069)
RIZAL DWIKI S (121710101054)
LILIK MUTAMMIMAH (121710101089)
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
ABSTRAK
Masyarakat Indonesia masih tergantung pada beras sebagai makanan pokok. Hal ini menyebabkan ketahanan pangan di Indonesia semakin menurun. Faktor yang menyebabkan lemahnya ketahanan pangan di Indonesia adalah pengalihan fungsi lahan, dan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersbut diperlukan suatu upaya yang dapat meningkatkan ketahanan pangan, salah satunya adalah program diversifikasi pangan lokal. Dengan adanya diversifikasi pangan ini diharapkan masyarakat dapat mengubah pola pikirnya yang semula bergantung pada beras berganti menjadi mengonsumsi pangan yang beragam dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Dengan adanya diversifikasi pangan ini diharapkan ketahanan pangan di Indonesia semakin membaik dan meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Kata kunci : Ketahanan pangan, diversifikasi pangan, pangan lokal
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi
(karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama
manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus
kehidupan.
Di Indonesia sendiri, permasalah pangan tidak dapat kita hindari,
walaupun kita sering disebut sebagai negara agraris yang sebagian besar
penduduknya adalah petani. Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan
yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya penduduk.
Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang
menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan
pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi
ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang mandiri dalam bidang pangan.
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar
yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan pangan. Melalui penataan pola makan yang tidak hanya bergantung
pada satu sumber pangan memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan
pilihan sendiri, sehingga dapat membangkitkan ketahanan pangan keluarga
masing-masing yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan secara
nasional.
REVIEW LITERATUR
1. Isu Kebijakan Pemerintah Tentang Ketahanan Pangan dan Diversifikasi
Pangan
Menurut Undang-undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan,
Pasal 1 Ayat 17, konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia adalah
bahwa "Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga
(RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau". ketahanan pangan disebut sebagai
akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada
setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan
pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy, 2002 dalam
Tambunan, 2008).
Namun bila dilihat kondisi saat ini, ketahan pangan di Indonesia masih
sangat mengkhawatirkan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia akan
mengalami krisis pangan pada tahun 2017 bila melihat pertumbuhan penduduk
yang tidak seimbang dengan ketersediaan bahan pangan pangan di Indonesia.
Indonesia terus melakukan impor untuk mengatasi kurangnya ketersediaan
pangan bagi penduduknya. Bahkan Indonesia yang disebut Negara agraris tak
mampu memenuhi kebutuhan beras yang merupakan makanan pokok bagi
penduduk Indonesia. Tidak hanya beras, bahkan Indonesia juga melakukan
impor kedelai, gula, daging sapi, dan gandum untuk mengatasi kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat. Kelangkaan bahan baku di Indonesia ini
disebabkan terbatasnya atau berkurangnya lahan pertanian yang banyak
direlokasi atau digunakan untuk tempat pemukiman penduduk.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan
melakukan diversifikasi pangan. Ada banyak bahan pangan lain yang dapat
dijadikan sebagai sumber karbohidrat disamping beras misalnya saja sagu, ubi
jalar, sukun, dan bahan pangan lainnya yang banyak tersedia di Indonesia.
Namun diversifikasi pangan di Indonesia ini juga mengalami kendala, karena
masih banyak masyarakat Indonesia kesulitan merubah pola pikir mereka
tentang beras sebagai kebutuhan pokok. Tidak hanya itu, pengembangan bahan
pangan lokal di Indonesia juga berjalan lambat. Sehingga masyarakat lebih
memilih untuk membeli beras dari pada yang lain. Masyarakat juga masih
kesulitan untuk menemui bahan pokok lain selain beras dipasaran. Meskipun
mereka menemukanny, harganya juga masih mahal karena proses
pengolahannya yang masih jarang atau susah.
2. Ketahanan Pangan, Diversifikasi, Pola konsumsi dan AKG
A. Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan
tiap hari oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok
masyarakat tertentu (Santoso, 2004).Pola makan atau pola konsumsi pangan
adalah susunan jenis dan dan jumlah makanan yang dikonsumsi sseorang atau
kelompok orang pada waktu tertentu. (Karsin,ES, 2004)
Berdasarkan pendapat pakar tersebut dapat diartikan secara umum
bahwa pola konsumsi pangan adalah cara atau perilaku yang ditempuh
seseorang atas sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan
makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan,
jumlah makanan dan frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor
social, budaya dimana mereka hidup.
Pola konsumsi pangan terdiri dari, frekuensi makan, jenis makanan.,
tujuan makanan, fungsi makanan, cara pengolahan makanan.
B. Diversifikasi Pangan
Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia
diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai
pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi
bahan pangan non beras.Demikian pula Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa
pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang
saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi
ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.
Menurut pengertian dari kedua sumber di atas maka dapat
disimpulkan bahwa diversifikasi pangan adalah penganekaragaman konsumsi
pangan dengan tidak hanya mengkonsumsi satu jenis bahan pangan untuk
mendukung ketersediaan pangan dalam suatu wilayah.
C. Ketahanan Pangan
Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya
mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger
(1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk
hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life).
Menurut Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik
fisik, ekonomi dan sosial
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
D. Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Angka kecukupan gizi (AKG), merupakan terjemahan bebas
dari Recommended Dietary Allowance (RDA), diartikan sebagai suatu
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal.
Angka kecukupan gizi diharapkan berguna bagi berbagai kelompok
yang berminat di bidang pangan dan gizi, antara lain ahli gizi, ahli kesehatan
masyarakat, guru, para perencana, para pengambil kebijakan dan mereka yang
bekerja di bidang industri pangan dan gizi. Data AKG ini selanjutnya dapat
dipergunakan untuk:
a. Menentukan kecukupan makanan
b. Merencanakan bantuan makanan dalam rangka program kesejahteraan
rakyat
c. Mengevaluasi tingkat kecukupan penyediaan pangan untuk kelompok
tertentu
d. Menilai tingkat konsumsi individu maupun masyarakat
e. Menilai status gizi masyarakat
f. Merencanakan fortifikasi makanan
g. Merencanakan kie di bidang gizi termasuk penyusunan pugs
h. Merencanakan kecukupan gizi institusi
i. Membuat label gizi pada kemasan produk makanan industri
3. Teori – Teori Terkait Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dan AKG
3.1 Teori Konsumsi :
Teori konsumsi yang telah kita kenal sebelumnya adalah merupakan
teori konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes. Dalam teori tersebut
dikemukakan bahwa besar kecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan
atas besar kecilnya tingkat pendapatan masyarakat. Keynes menyatakan
bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh
masyarakat (konsumsi aoutomous) dan pengeluaran konsumsi akan
meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan.
a. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle
Hypothesis).
Teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi 3 bagian
berdasarkan umur seseorang. Bagian pertama yaitu dari seseorang
berumur 0 tahun hingga berusia tertentu di mana orang tersebut dapat
menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia mengalami disaving (ia
berkonsumsi tetapi tidak menghasilkan pendapatan). Kemudian pada
bagian ke dua dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan
pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya. Dan
pada bagian ketiga dimana ia berada pasa usia tidak bisa bekerja lagi.
Pada bagian dua ini mereka mengalami saving pada bagian tiga
mengalami disaving.
b. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relatif
Income Hypotesis)
Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan
relatif ini dikemukakan oleh james Duesenberry. Dalam teorinya
duesenberry membuat dua asumsi, yaitu :
- Selera semua rumah tangga atas barang konsumsi adalah idenpendent
yaitu terpengaruh atas pengeluaran yang dilakukan oleh tetangganya.
- Pengeluaran konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran
pada saat penghasilan naik, berbeda dengan pola pengeluaran pada
saat penghasilan mengalami penurunan.
c. Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanet
Income Hypothesis)
Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ini
dikemukakan oleh M. Friedman berdasarkan teori ini pendapatan yang
diterima masyarakat dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : (1)
pendapatan permanen (permanent income) dan (2) pendapatan sementara
(transitor income).
3.2 Terkait Angka Kecukupan Gizi
Pertama kali AKG di Indonesia disusun tahun 1958 oleh Lembaga
Makanan Rakyat dengan pendekatan lintas sektor. Tujuan utama penyusunan
AKG adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi
makanan individu/masyarakat. Rujukan yang digunakan saat itu adalah
Recommended Dietary Allowances (RDA) yang dikeluarkan FAO/WHO.
AKG ini ditinjau kembali tahun 1968.
Pada tahun 1973 penyusunan AKG dikoordinasikan oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam forum Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi dengan tetap mengacu pada AKG yang dikeluarkan
FAO/WHO. Selanjutnya setiap 5 tahun sekali AKG dievaluasi sesuai dengan
kemajuan Ilmu Gizi, perubahan kependudukan dan sosial ekonomi.
Data yang digunakan untuk penyusunan AKG di Indonesia adalah
sebagai berikut:a) standar FAO/WHO, b) hasil survei tentang gizi, c)
kemampuan penyediaan makanan, d) kependudukan, dan e) sosial ekonomi.
4. Diversifikasi konsumsi pangan sumber bahan pokok selain beras
Ada berbagai macam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai
produk pangan lain yang lebih bergizi dan bermutu tinggi antara lain sebagai
berikut.
1. Kelapa
Industri kecil kelapa dengan penggunaan teknologi tepat guna
pemarutan dan pengeringan akan dihasilkan kelapa parut kering. Dengan
pengepresan yang tepat akan diperoleh minyak kelapa yang berkualitas baik.
Contoh produk: geplak, serundeng.
2. Singkong
Singkong sebagai salah satu jenis bahan makanan sumber karbohidrat
yang dapat tumbuh subur di Indonesia dan relatif murah harganya. Keberadaan
singkong yang melimpah dan harga yang murah di pedesaan dapat
ditingkatkan menjadi bahan makanan yang bernilai tinggi. Melalui
pengeringan sederhana misalnya dengan diparut kasar, dicuci dikeringkan dan
kemudian digiling yang selanjutnya dapat dibuat beraneka macam produk
makanan basah maupun kering. Contoh produk: criping, lanthing, pathilo,
gethuk, gatot, tiwul, tepung mocaf, beras cerdas, kripik.
3. Labu kuning
Ditinjau dari aspek gizi, labu kuning memiliki kandungan gizi yang
cukup baik, disamping kadar karbohidrat yang tinggi juga kaya akan
provitamin A yang merupakan keistimewaan buah labu kuning yang berguna
bagi kesehatan kita. Contoh produk: puding, kue lapis, cake, pie, nogosari,
arem-arem, nasi kuning, minuman, mie labu kuning.
4. Jagung
Merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan
penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gii lain yang
diperlukan manusia yaitu kalori, dan protein. Dengan mengkonsumsi aneka
macam produk olahan jagung, berarti telah melaksanakan program
diversifikasi pangan non beras.Contoh produk: emping jagung, aneka cake,
talam, muffin, tepung jagung, jagung instan nixtamalisasi, beras jagung instan,
bassang.
5. Lamtoro dan kacang tunggak
Lamtoro dan kacang tungga termasuk dalam tanaman koro-koroan
yang kaya akan protein. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti
kedelai dalam pembuatan tempe dan produk olahan tempe lainnya. Contoh
produk: sebagai pengganti kedelai dalam pembuatan tempe
5. Ruang Lingkup Pangan Lokal
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,
berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat
lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal,
teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal
biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga
produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu,
produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jogja, dodol
garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).
Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif
pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal
setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan
baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk
pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat
Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua,
beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai
bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.
Kebijakan pengembangan konsumsi pangan dapat diarahkan pada : 1)
Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan yang diarahkan untuk
memperbaiki konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun mutu, termasuk
keragaman dan keseimbangan gizinya; 2) Pengembangan konsumsi pangan lokal
baik nabati dan hewani yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal
dan makanan tradisional dengan memperhatikan standar mutu dan keamanan
pangan sehingga dapat diterima di seluruh lapisan masyarakat.
Strategi pengembangan konsumsi pangan diarahkan pada tiga hal yaitu
produk/ketersediaan, pengolahan dan pemasaranan. Strategi pengembangannya
adalah : 1) Pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini adalah berupa peningkatan
peran masyarakat dalam pengembangan konsumsi pangan yang meliputi
peningkatan penegtahuan/- kesadaran dan peningkatan pendapatan untuk
mendukung kemampuan akses pangan oleh setiap rumah tangga. 2) Peningkatan
kemitraan. Merupakan implementasi, sinkronisasi dan kerjasama antara semua
stakeholders dalam pengembangan konsumsi pangan termasuk pengembangan
produksi/pengembangan teknologi pengolahan pangan. 3) Sosialisasi.
Memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat dalam pengembangan
konsumsi pangan melalui promosi, kampanye, penyebaran informasi melalui
media massa (cetak dan elektronik) lomba cipta menu dan pemberian
penghargaan.
KESIMPULAN
Berdasarkan paper yang telah disusun, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kondisi ketahan pangan di Indonesia masih tergolong rendah
2. Diversifikasi pangan merupakan cara alternative yang bisa dilakukan
Indonesia untuk meningkatkan ketahan pangan
3. Pada No.7 Tahun 1996 ketahanan pangan: kondisi terpenuhinya kebutuhan
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara
cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
4. diversifikasi pangan adalah penganekaragaman konsumsi pangan dengan tidak
hanya mengkonsumsi satu jenis bahan pangan untuk mendukung ketersediaan
pangan dalam suatu wilayah.
5. Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari
oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat
tertentu .
6. AKG diartikan sebagai suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh,
dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
7. Pangan lokal merupakan pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai
potensi dan sumberdaya dari wilayah setempat.
8. Terdapat 3 teori konsumsi yaitu teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
(Life Cycle Hypothesis), Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
(Relatif Income Hypotesis) dan Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan
permanen (Permanet Income Hypothesis)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2011. Penjelasan
Tentang Ketahanan Pangan. www.bappenas.go.id [15 Februari 2014]
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan
Daerah. Jakarta: Grasindo.
Karsin,ES. 2004. Klasifikasi Pangan dan Gizi. Dalam Yayuk Farida Baliwati, Ali
Khomsan dan C Meti Dwiriani(ed). Pengantar Pangan dan Gizi. Hal:45-
63.Jakarta: Penerbit Swadaya
Khomsan Ali. 2008. Hilangnya identitas gizi dalam pembangunan. Kompas.
Bogor. Jawa Barat.
Maxwell S. and Frankenberger T. 1992. Household food security: Concepts,
indicators, measurements: A technical review. IFAD/UNICEF, Rome.
Nainggolan, K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Pakpahan, A. dan S. H. Suhartini. 1989. Permintaan Rumah Tangga Kota di
Indonesia. Prisma No. 5, Tahun XXII. Hlm. 13 – 24.Jakarta:LP3ES.
Priyono, Mm. 2009.Teori Konsumsi. Surabaya : Universitas Pgri Adibuana
(Unipa).
Rauf, A.W dan Sri Lestari,M. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal. Bogor
: Pritama Jaya.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 2007. Kampanye Memberagamkan Pangan, dalam Konteks
Agropolitik Negeri Agraris Indonesia. Bogor: IPB Press.
Suhardjo & H. Riyadi. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat PAU Pangan
dan Gizi. Bogor : IPB
Santoso, S, dkk, 2004. Kesehatan dan Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya
Tambunan, T. 2008. Ketahanan pangan di indonesia mengidentifikasi beberapa
penyebab. www.kadin-indonesia.or.id [15 Februari 2014]
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. LN.No. 99 TLN.3656